KERJASAMA INDONESIA DAN PAPUA NUGINI DAL

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia (RI) dan Papua Nugini (PNG) untuk selanjutnya disingkat RI dan
PNG merupakan negara yang bertetangga darat dan laut yang letak perbatasannya
berada di Provinsi Papua di kawasan wilayah Indonesia Timur. Hubungan
bilateral RI dan PNG pada awalnya mengalami sejarah yang cukup panjang yang
dimulai dengan pembukaan Konsulat Jendral antarkedua negara pada tahun 1972.
Hubungan RI dan PNG mengalami peningkatan menjadi hubungan
diplomatik ditandai ketika PNG mendapatkan kemerdekaan dari Australia pada 16
September 1975. Sejak itu kedua negara sepakat untuk membangun bilateral
yang ditandai dengan yang disepakati persetujuan dasar yaitu pengaturan kerja
sama penanganan perbatasan di kawasan Provinsi Papua, yang dulunya disebut
Irian Jaya. Kesepakatan itu disebut Persetujuan Dasar antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Papua Nugini mengenai pengaturan-pengaturan
perbatasan (Basic Agreement between the Government of the Republic of
Indonesia and the Government of the Independent State of Papua New Guinea on
Border Arrangements) yang ditandatangani tahun 1975.1 Kesepakatan ini yang
menjadi cikal bakal hubungan kerja sama RI dan PNG dalam beberapa bidang
yakni pendidikan, kesehatan, politik, keamanan, dan ekonomi dengan tujuan
membangun masyarakat di kawasan kedua negara.


1Badan Pengelola Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua, Basic
Agreement: between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the
Independent State of Papua New Guinea on Border Arrangements, (Jakarta, 2014), hlm.1.

1

2

Kawasan perbatasan negara merupakan manifestasi utama dan memiliki
peran penting dalam penentu batas wilayah perbatasan, pemanfaatan sumber daya
alam, keamanaan dan keutuhan wilayah. Kawasan perbatasan memiliki persoalan
sosial, ekonomi, pertahanan keamanaan menjadi kompleks karena bersinggungan
dengan kedaulatan negara lain.2 Kerja sama di perbatasan dalam pembentukan
maupun pelaksanaan hubungan baik antarnegara tetangga sangat diperlukan
langkah-langkah untuk mencegah timbulnya konflik di antara kedua negara yang
berbatasan.

Tentunya


dengan

memperhatikan

peningkatan

kesejahteraan

masyarakat di kawasan perbatasan dan optimalisasi potensi yang disertai
pengembangan kerja sama dengan negara tetangga juga berakibat dapat
meminimalisir terjadinya masalah. Mengingat kawasan perbatasan sebagai sentral
ekonomi yang berbasis pada karakteristik kawasan perbatasan mempunyai
itensitas yang tinggi dalam arus lalu lintas orang dan barang. Kondisi tersebut
akan berdampak positif maupun negatif bagi kedua negara.
Seiring dengan perkembangan masyarakat

RI dan PNG di perbatasan

Provinsi Papua, kerja sama bilateral ini terus diupayakan paralel dengan
kepentingan nasional kedua negara. Oleh sebab itu, memasuki dekade ini, kedua

negara sepakat untuk menjadikan masalah lintas batas orang, barang dan jasa di
wilayah perbatasan diatur bersama dalam sebuah perjanjian khusus (special
arrangements for traditional and customary border crossing between RI and
PNG). Mengingat masyarakat Papua dengan PNG memiliki karakter khas dan
khusus dengan membagi kesamaan sosial, budaya, dan bahasa yang disebut ras
2 Badan Pengelola Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua, Profil Potensi
Perbatasan Negara RI di Provinsi Papua, (Jakarta, 2009), hlm. 3.

3

Melanesia,3 namun dipisahkan oleh memiliki pemerintahan yang berbeda.
Kesamaan itu terlihat dari ciri-ciri fisik yaitu warna kulit yang sawo matang dan
hitam, rambut keriting dan berwarna hitam, warna bola mata hitam, budaya dan
adat istiadat serta kearifan lokal yang sama. 4 Persamaan-persamaan yang terlihat
dari penduduk Papua dan PNG tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kedekatan
wilayah yang saling berdekatan dan sekaligus juga menjadi permasalahan yang
kompleks bagi RI dan PNG. Hal tersebut menyebabkan Provinsi Papua sebagai
kawasan yang mendapat perhatian khusus dari pemerintah RI. Papua juga sebagai
pintu gerbang RI di wilayah timur Indonesia yang bertetangga langsung dengan
PNG yang tentunya berpengaruh pada


berbagai persoalan ideologi, sosial,

kebudayaan dan ekonomi.
Upaya pemerintah RI

menjadikan sebagai kawasan perbatasan sebagai

prioritas pembangunan ialah dalam penanganan masalah-masalah perbatasan
maupun pengelolaan kawasan perbatasan. Penanganan perbatasan ialah dengan
mengedepankan paradigma outward looking yang awalnya cenderung dengan
paradigma inward looking.5 Pada era orde baru pendekatan dalam menangani
perbatasan masih mengutamakan pendekatan militer (military approach) yang
berpengaruh terhadap penyusunan substansi persetujuan dasar. Pendekatan ini

3 Rumpun Melanesia yang bersama-sama rumpun micronesia dan polynesia mendiami
kawasan pasifik selatan seperti Fiji, Vanuatu, Solomon Island, Papua New Guinea. Rumpun ini
mempunyai wadah yang disebut Melanesian Spearhead Group (MSG) dan Front de Liberation
Nationale Kanak et Socialiste (FLKS) of New Caledonia yang dibentuk atas prinsip solidaritas
antar ras Melanesia.

4 Ivon Dengah, Uncen Usulkan Penelitian Hak Ulayat Tanah, (Jayapura: Fisip Universitas
Cenderawasih, 2009), hlm. 5.
5 Wangke Humpherey, Pengelolaan Perbatasan RI-PNG: Perspektif Keamanan Ekonomi,
Kajian, (Vol. 13 No. 3, Setjen DPRRI, 2008), hlm.1.

4

masih belum memberiakan ruang dalam pengembangan kerja sama yang lebih
luas. Oleh sebab itu, diperlukan
penanganan perbatasan

paradigma baru (outward looking) untuk

yang mengarah pada pendekatan kesejahteraan yang

bersifat lintas sektoral dan pendekatan militer.
Pananganan kawasan dalam perbatasan juga menuntut pemerintah daerah
untuk mengelola kawasan tersebut seiring dengan berlakunya desentralisasi dan
otonomi daerah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kesempatan daerah untuk
mengembangkan kawasan perbatasan dan dapat menjalankan hubungan luar

negeri dengan pihak asing. Provinsi Papua juga merupakan daerah otonomi
khusus yang dapat melakukan kerja sama luar negeri dengan pihak asing. Hal itu
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
Papua, yakni Perjanjian Internasional yang dibuat oleh Pemerintah yang terkait
dengan kepentingan Provinsi Papua dilaksanakan setelah mendapat pertimbangan
Gubernur dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.6
Perbatasan Provinsi Papua merupakan kawasan yang strategis dan vital
dalam konstelasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dikatakan
strategis, karena secara geografis kawasan perbatasan memiliki potensi sumber
daya alam dan peluang pasar karena kedekatan jarak dengan negara tetangga.
Sementara disebut vital karena, secara politis kawasan perbatasan berkaitan
dengan aspek kedaulatan negara, pertahanan dan keamanaan, rasa kebangsaan,
6 Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan 35 Negara
Tahun 1999-2004 Bab IV huruf (g) angka 2, Dalam Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000
tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, yang antara lain
menekankan tentang pentingnya segera merealisasikan Otonomi Khusus tersebut melalui
penetapan suatu undang-undang otonomi khusus bagi Provinsi Irian Jaya dengan memperhatikan
aspirasi masyarakat, Diakses melalui http://www.kemitraan.or.id/sites/default/files/ Kebijakan
%20 Otonomi %20Khusus%20Di%20Indonesia.pdf, pada tanggal 10 Agustus 2015 pukul 11:50
WIB.


5

ideologi, ekonomi, sosial dan kebudayaa.7 Secara geografis, letak Papua berada
di sebelah Barat PNG dan di Utara Australia. Wilayah perbatasan Papua dan
PNG membentang dari Utara yaitu Kabupaten dan Kota Jayapura, Kabupaten
Kerom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Boven Digul hingga
Merauke di Selatan dengan jarak ± 770 km. Sepanjang perbatasan tersebut
terdapat di dalamnya 32 kecamatan/distrik yang berbatasan langsung dengan
PNG.
Pemantapan peran kawasan perbatasan tercermin di dalamnya arah
kebijakan nasional dengan menetapkan kawasan perbatasan sebagai salah satu
prioritas pembangunan nasional dan sebagai pintu gerbang NKRI di Timur.
Peningkatan kualitas masyarakat di kawasan perbatasan merupakan manifestasi
utama dan memiliki peran penting dan strategis dalam penentuan batas wilayah
kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, keamanan dan keutuhan wilayah.
Kawasan perbatasan memiliki persoalan yang kompleks tentang sosial, politik,
ekonomi dan pertahanan keamanan. Persoalan tersebut menjadi kompleks, karena
bersinggungan dengan kedaulatan negara lain.8 Selain itu, perlu dilakukan
pengelolaan secara khusus untuk memberikan kepastian hukum mengenai ruang

lingkup wilayah negara, kewenangan pengelolaan wilayah negara, dan hak-hak
berdaulat.
7 Irwan Lahnisafitra, Kajian Pengembangan Wilayah Pada Kawasan Perbatasan
Kalimantan Barat-Serawak, (Tesis Master –S2 Pada Program pasca sarjana Institute Teknologi
Bandung, 2005), hlm. 1.
8 Letjen TNI Moeldoko, Kompleksitas Perbatasan Tujuan Dari Perspektif Kebijakan
Pengelolaan Perbatasan RI Tahun 2011, Diakses melalui http://idu.ac. id/index.php?option=
com_dotman&task=cat_view&gid=166&Itemi=30, pada tanggal 24 Juli 2015
pukul 12:00 WIB.

6

Kawasan perbatasan RI dan PNG walaupun sering terdengar adannya
ancaman konflik, namun sesungguhnya tidak menghadapi konflik perbatasan
yang serius berupa bentrokan senjata. Akan tetapi kawasan tersebut, masih terjadi
sejumblah insiden pelanggaran perbatasan, baik di wilayah perbatasan laut
maupun darat. Kondisi tersebut terjadi ketika pelintas melakukan lintas batas
tidak menggunakan surat pas jalan dari pos perbatasan baik untuk tujuan
memenuhi


kebutuhan

ekonomi

maupun

untuk

menjalankan

hubungan

kekeluargaan dan kebudayaan diantara masyarakat RI dan PNG yang berada di
masing-masing kawasan.
Adanya berbagai permasalahan di kawasan perbatasan menjadi kendala
untuk dapat dikembangkannya. Permasalahan itu berupa kordinasi antarinstansi,
sehingga akan sulit membagun kerja sama antarpelaksana yang berwenang
mengelola perbatasan. Selain itu, minimnya infrastruktur dan kapasitas hukum
sebagai tantangan dalam upaya pengembangan kawasan perbatasaan terutama
dalam mengembangkan kerja sama dengan negara tetangga. Mengingat kondisi

yang ada di kawasan perbatasan akan saling pengaruh-mempengaruhi antarnegara
yang berbatasan. Oleh sebab itu, diperlukan kerja sama perbatasan sebagai sarana
diplomasi perbatasan (border diplomacy) dalam mencegah terjadinya konflik di
wilayah perbatasan. Border diplomacy atau diplomasi perbatasan merupakan
pelaksanaan politik luar negeri RI dalam rangka penanganan masalah perbatasan
yang mencakup penetapan batas wilayah negara serta pengelolaan wilayah
perbatasan dan kerja sama internasional dalam upaya mempertahankan negara

7

kesatuan Republik Indonesia.9 Pelaksanaan ketiga elemen tersebut, diharapkan
seluruh pemangku kepentingan dapat turut aktif mendukung dan mengusahakan
tercapainya kepentingan nasional di wilayah perbatasan tersebut. Pemanfaatan
forum kerja sama internasional perbatasan yang lebih efektif juga diperlukan
untuk meminimalisasi insiden-insiden yang dapat mempengaruhi hubungan
dengan negara tetangga.
Upaya pemerintah dalam rangka pengelolaan perbatasan ini tentu saja tidak
hanya dapat dilihat dari segi hukum dan keamanaan, melainkan harus dilihat dari
segi sosial dan ekonomi. Hal ini perlu dilakukan karena konflik yang muncul diwilayah perbatasan bahkan pada perbatasan yang sudah jelas status hukumnya
biasanya dipicu oleh persoalan sosial dan ekenomi. Karena itu, diperlukan

diplomasi soft power dalam rangka mendukung diplomasi perbatasan.
Sementara perkembangan permasalahan kebijakan di wilayah perbatasan
pada saat ini mempresentasikan program dan komitmen yang mengarah pada
demokrasi global. Komitmen terhadap demokrasi global tersebut pada realitanya
menghadapi kondisi yang kompleks, karena unsur ideologi dan kultural yang
spesifik di wilayah perbatasan.10 Kondisi kawasan perbatasan Pemerintah Provinsi
Papua mengenai kewilayahan maupun aspek-aspek sosial-budaya kemasyarakatan
turut mewarnai hubungan kedua negara, terutama dalam pengaturan perlintasan
orang, barang dan jasa yang selalu diubah/direvisi dalam persetujuan dasar (basic
9 Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional (HPI) Kementerian Luar Negeri,
Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Diplomasi Perbatasan dengan Negara- Negara Tetangga,
Diakses melalui http://pustakahpi.kemlu.go.id/content. php?Content=file_Kegiatan
detail&id=18&jenis=Seminar, pada tanggal 12 Agustustus 2015. pukul 15: 28 WIB
10 K J. Holsti, International Politics, A Framework for Analysis, (New Jersey: PrenticeHall,1992), hlm. 96.

8

agreement) setiap sepuluh tahun. Perundingan dan pembahasan masalah
perubahan tersebut, biasa berlangsung dalam kurung waktu yang lama sementara
tuntutan kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang hidup di kawasan perbatasan RI
dan PNG harus secepatnya dipenuhi, karena kondisi kawasan perbatasan telah
mengalami banyak perubahan, baik mengenai kewilayahan maupun aspek-aspek
sosial kemasyarakatan. Selain itu, perkembangan masyarakat maupun komunikasi
mengakibatkan

pergeseran-pergeseran

kebutuhan

masyarakat

di

kawasan

perbatasan.
Permasalahan di atas terjadi pada perbatasan Provinsi Papua, terlihat secara
umum pelajar

dari beberapa kampung di PNG yang telah melakukan akses

pendidikan di sekolah-sekolah di perbatasan Papua-Indonesia. Adanya kegiatan
pendidikan tersebut, sesuai dengan kesepakatan kedua negara termasuk dalam
pengaturan khusus (special arrangements) merupakan bagian dari kegiatan
tradisional dan kebiasaan11 bagi pelintas batas tradisional. Walaupun demikian,
kegiatan tersebut sebatas tradisional karena memiliki hubungan sosial-budaya
dengan masyarakat PNG, dalam realitasnya mengalami perkembangan ditandai
dengan adanya kesepakatan antara Distrik Sota dan Mohed untuk meningkatkan
kerja sama Pendidikan di wilayah perbatasan Sota. Kesepakatan tersebut, ketika
Mr. Tauhare mengunjungi SMK Negeri 1 Sota dengan tujuan membicarakan
perjanjian kerja sama pendidikan oleh kedua pihak dalam bidang pendidikan
khususnya pengiriman pelajar asal PNG untuk bersekolah di sekolah tersebut.
Kesepakatan kedua pihak tanpa adanya dokumen resmi atau nota kesepakatan.
11 Badan Pengelola Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua, Peraturan
Khusus Kegiatan lintas Batas Tradisional dan Kebiasaan Antara Republik Indonesia dan Papua
New Guinea, (Jakarta, 2014), hlm. 2.

9

Sebuah perjanjian antara dua daerah tanpa ada nota kesepakatan termasuk dalam
kategori kerja sama sister city/province yang bertipe Handshake Agreement.
Adanya upaya-upaya kerja sama kedua pihak dalam bidang pendidikan
tersebut karena sebelumnya kedua negara pernah menyepakati persetujuan
mengenai kerja sama teknik yang ditandatangani di Port Moresby pada tanggal 5
Juni 1979. Persetujuan tersebut direvisi lagi untuk tetap menjaga hubungan kedua
negara yang pernah disepakati. Perjanjian itu dibuat untuk meningkatkan sikap
saling menghormati dan bekerja sama antara Pemerintah RI dan PNG yang
ditandatangani pada 27 Oktober 1989.
Pelajar PNG yang mengikuti pendidikan di perbatasan Papua menjadi
tantangan dan masalah bagi Pemerintah RI dan PNG. Isu pendidikan kemudian
mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah Indonesia dan PNG, terutama
mengenai kerja sama pendidikan yang dibahas dalam forum BLOM (Border
Liaison Officers Meeting). Forum ini membicarakan agenda kerja sama
perbatasan yang secara teknis dilakukan oleh perwakilan pejabat perbatasan kedua
negara, dengan melembagakan forum kerja sama bilateral yang diwadahi dalam
bentuk kelembagaan yaitu Border Liaison Meeting (BLM). BLM adalah sebuah
kerja sama teknis setingkat provinsi dan kabupaten/kota. Selain itu, Joint Border
Committee (JBC) adalah sebuah kerja sama komisi setingkat menteri. Di samping
itu, kerangka kelembagaan yang ditujukan untuk menunjang kinerja JBC kedua
negara telah disepakati satu turunan kelembagaan teknis yaitu Joit Worker Group
(JWG) untuk menangani kerja sama pendidikan.

10

Tahun 1997 merupakan tahun emas bagi kedua negara. Dikatakan demikian,
karena pada tahun itu dilakukan kerja sama pendidikan antara RI dan PNG dalam
sebuah lembaga JWG yang disepakati oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia dan Departemen Pendidikan PNG yang disebut
(Memorandum of Understanding Between The Department of Education of The
Independent State of Papua New Guinea and The Ministry of Education and
Culture of The Republic of Indonesia on Education and Cultural Cooperation) di
Jakarta, pada tanggal 2 Mei 1997.
Pengaturan

khusus

(special

arrangements)

dan

Memorandum

of

Understanding (MoU) menjadi dasar bagi setiap daerah di perbatasan RI dan
PNG untuk melakukan kerja sama pendidikan. Salah satu wilayah perbatasan
yang selalu didatangi pelajar asal PNG ialah Distrik Sota, mulai dari sekolah
tingkat dasar hingga menengah atas. Distrik Sota merupakan salah satu pintu
gerbang perbatasan RI dan PNG yang mempunyai pos perbatasan resmi. Hal ini
akan mempermudah proses kerja sama pendidikan di perbatasan kedua negara.
Salah satu sekolah yang menjadi target dan diupayakan untuk mendorong
kerja sama bilateral dalam bidang pendidikan antara pihak Sota dan Mohed
(PNG) adalah SMK N 1 Sota. Hal itu ditandai dengan delegasi RI dari Sota yang
dipimpin oleh Kalvin Saya, sebagai kepala sekolah SMK N 1 Sota pada tahun
2006 melakukan perekrutan pelajar asal PNG dari beberapa kampung di Distrik
Mohed. Kerja sama bilateral kedua belah pihak tersebut dipusatkan di Distrik
Sota.

11

Kondisi geografis dan hubungan sosial masyarakat di perbatasan kedua
negara juga berpengaruh positif terhadap pelayanan pendidikan di kawasan
perbatasan kedua negara tersebut. Terlihat adanya saling ketergantungan antara
masyarakat PNG dan Papua di perbatasan terhadap pelayanan. Hal demikian
dapat kita lihat pada konsep keterkaitan dan saling ketergantungan (linkages and
dependency) dalam masyarakat internasional berpengaruh pada kondisi geografis,
demografis, ideologi, politik, sosial budaya maupun pertahanan keamanan
(Hankam).12 Wilayah perbatasan Distrik Sota ini memiliki nilai yang strategis
sebagai bagian dari pintu gerbang (border gate) NKRI yang memiliki pos lintas
batas yang resmi. Kepala Sekolah SMK N 1 Sota telah mengambil langkah dalam
menjalankan kerja sama pendidikan dengan pemerintah PNG. Hal ini menunjukan
keterlibatan figure dalam melakukan aktivitas diplomasi dalam ranah internasional
akhir dekade ini. Seperti yang disampaikan oleh Nurul Isnaeni dalam Konvensi
Nasional AIHII-V bahwa bukan hanya walikota (the major) yang dapat

mempresentasikan kota, tetapi siapa pun aparat pemerintah kota maupun
kelompok masyarakat warga kota yang mewakili kepentingan kota dapat disebut
dengan aktor diplomasi kota.13
Kerja sama pendidikan RI dan PNG sebagai langkah saling menguntungkan
masyarakat kedua negara terutama memfasilitasi kebutuhan masyarakat masingmasing kedua negara. Bagi pihak Indonesia khususnya Pemerintah Distrik Sota,
kebijakan merekrut pelajar PNG untuk disekolahkan di SMK tersebut sebagai
12Direktur Jendral Strategi Pertahanan Direktorat Wilayah Perbatasan, Optimalisasi
Wilayah Perbatasan Maritim RI-PNG Dalam Kerangka Menjaga Keutuhan NKRI, (Jakarta, 2007),
hlm. 1.
13 Nurul Isnaeni, Meletakan Peran Kota Dalam Strategi Diplomasi Pro-Rakyat
Pemerintah Jokowi-JK, (Jakarta: AIHII Universitas Budi Luhur, 2014), hlm. 10.

12

langka dalam mencegah konflik di perbatasan serta meningkatkan citra yang baik
tentang Indonesia di mata negara kawasan Pasifik. Upaya tersebut merupakan
bagian dari diplomasi pendidikan di perbatasan, seperti yang sampaikan oleh
Sartika Soesilowati bahwa:
Dalam memperkuat posisi RI di kanca internasional melalui diplomasi soft power,
salah satunya implementasi dari diplomasi soft power melalui pendidikan dan
kebudayaan. Diplomasi soft power melalui pendidikan dan kebudayaan menjadi
cara yang paling strategi dan berkelanjutan dalam upaya mencapai tujuan nasional.
Menurutnya keberhasilan diplomasi ini sekaligus juga akan berdampak tidak hanya
pada penguatan dimensi soft power itu sendiri juga pada penguatan hard power
Indonesia yang lain semisal ekonomi, pertahanan keamanan wilayah 14

Wilayah perbatasan Distrik Sota memiliki dimensi manusia dan pengalaman
di dalamnya, hal tersebut menandakan dimensi penting tentang identitas
komunitas yang berujung pada manajemen dan regulasi khusus masyarakat yang
berada di kawasan perbatasan. Mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh
negara seharusnya lebih intensif pada kawasan perbatasan, meskipun mungkin
secara geografis berada pada wilayah yang terpencil (remote area) dan berada di
tapal batas kewenangan teritorial. Secara tradisional, perbatasan memiliki aspek
dinamis dari sebuah negara, termasuk manusia dan pengalamannya, serta sebagai
indikator dalam mengukur kekuatan sebuah negara.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk membahas
mengenai ‘kerja sama Indonesia dan Papua Nugini dalam bidang pendidikan
di wilayah perbatasan sebagai diplomasi soft power: studi kasus Distrik Sota,
Kabupaten Merauke, Provinsi Papua.’
B. Rumusan Masalah

14 Sartika Soesilowati, Dalam Memperkuat Posisi RI di Kancah Internasional Melalui
Diplomasi Soft Power,( Jakarta: AIHII Universitas Budi Luhur 2014), hlm.1.

13

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis mengajukan beberapa pertanyaan
dasar yang menjadi acuan penelitian yang dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa latar belakang dan wujud kerja sama pendidikan antara Indonesia dan
PNG di perbatasan Sota?
2. Bagaimana proses kerja sama pendidikan di Sota?
3. Sejauh mana peranan kerja sama pendidikan di perbatasan Sota ?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian yang dilakukan tentu harus mempunyai tujuan dan manfaat
yang ingin diperoleh dari hasil penelitian. Merumuskan tujuan penelitian, penulis
berpegang pada masalah yang telah dirumuskan. Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1.

Mengetahui gambaran umum perbatasan Sota dan SMK N 1.

2.

Mengetahui dan mengkaji latar belakang dan wujud kerja sama pendidikan
di Sota

3.

Mengetahui dan mengkaji bagaimana proses pelaksanaan kerja sama
pendidikan di Sota

4.

Mengetahui dan mengkaji peranan kerja sama pendidikan sebagai diplomasi
soft power di perbatasan Sota.

D. Manfaat Penelitian
Tiap penelitian harus mempunyai kegunaan bagi pemecahan masalah yang
diteliti. Untuk itu suatu penelitian setidaknya mampun memberikan manfaat
praktis pada kehidupan masyarakat. Kegunaan penelitian ini dapat ditinjau dari
dua segi yang saling berkaitan yakni dari segi teoritis dan segi praktis. Dengan

14

adanya penelitian ini penulis sangat berharap akan dapat memberikan manfaat.
Manfaat penelitian tersebut adalah:
1.

Manfaat Akademis
a.

Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang didapat dalam
perkuliahan dan membandingkannya dengan praktik di lapangan.

b.

Sebagai wahana untuk mengembangkan wacana dan pemikiran bagi
peneliti.

c.

Untuk mengetahui secara mendalam mengenai pendidikan antara
Pemerintah RI-PNG di perbatasan Distrik Sota.

d.

Menambah literatur atau bahan-bahan informasi ilmiah yang dapat
digunakan untuk melakukan kajian dan penelitian selanjutnya.

2.

Manfaat Praktis
a.

Memberikan sumbangan pemikiran dalam hubungan internasional pada
umumnya dan pada khususnya tentang proses pelaksanan Indonesia dan
Papua Nugini dalam bidang pendidikan di Distrik Sota, Kabupaten
Merauke, Provinsi Papua.

b.

Untuk memberikan masukan dan informasi bagi Pemerintah Kabupaten
Merauke terkait pendidikan antara RI dan PNG di Sota

c.

Hasil penelitian ini sebagai bahan ilmu pengetahuan dan wawasan bagi
penulis, khususnya

Indonesia dan Papua Nugini dalam bidang

pendidikan di wilayah perbatasan Distrik Sota.

F.

Metode Penelitian

15

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tambahan interview.
Selain itu juga, penulis melakukan observasi di lapangan.

G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi beberapa bab, seperti
berikut:
Bab I: Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang permasalahan, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II: Tinjauan Pustaka memuat tentang definisi-definisi dari landasan teori dan
konsep yang mendukung penulisan peneliti. Landasan tersebut terdiri dari teori
geopolitik, konsep wilayah perbatasan, teori perjanjian internasional yang
meliputi dua konsep yakni kerja sama bilateral dan konsep kerja sama sister
city/province, dan konsep diplomasi soft power. Di samping itu, bab ini juga
memuat analisis dan hipotesis.
Bab III: Metodologi Penelitian memuat pendekatan penelitian, jenis penelitian,
lokasi penelitian, waktu penelitian, sumber data, metode pengumpulan data
penelitian, dan metode analisis data.
Bab IV: Analisis dan Temuan
Bab ini memuat analisis kerja sama Indonesia dan PNG di wilayah
perbatasan Distrik Sota yang terdiri dari kondisi umum wilayah perbatasan Sota
dan SMK N 1 Sota, latar belakang dan wujud kerja sama pendidikan RI dan PNG

16

kerja sama pendidikan di Sota, proses kerja sama pendidikan di Sota, dan peranan
kerja sama pendidikan sebagai diplomasi soft power di perbatasan Sota.
Bab V: Penutup
Bab terakhir ini memuat penarikan kesimpulan dari penulisan secara
singkat, padat dan jelas. Selain itu, ada saran sebagai rekomendasi peneliti untuk
bahan pertimbangan dalam kerja sama bilateral kedua negara dalam bidang
pendidikan di wilayah perbatasan Sota.

17

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ada beberapa teori dan konsep yang digunakan sebagai dasar untuk
menganalisis kerja sama Indonesia dan Papua Nugini dalam bidang pendidikan di
wilayah perbatasan secara khususnya di Distrik Sota. Adapun beberapa teori dan
konsep tersebut yang digunakan sebagai berikut:
A. Landasan Teori dan Konsep
1. Teori Geopolitik
Menurut Preston E. James geopolitik berasal dari dua kata, yaitu “geo” dan
“politik”. Maka, membicarakan pengertian geopolitik, tidak terlepas dari
pembahasan mengenai masalah geografi dan politik. “Geo” artinya bumi/planet
bumi. Geografi mempersoalkan tata ruang, yaitu sistem dalam hal menempati suatu
ruang di permukaan bumi. Dengan demikian, geografi bersangkut-paut dengan
interrelasi antara manusia dengan lingkungan tempat hidupnya. Sedangkan politik,
selalu berhubungan dengan kekuasaan atau pemerintahan. 15

Dalam studi Hubungan Internasional, geopolitik merupakan suatu kajian
yang melihat masalah/hubungan internasional dari sudut pandang ruang atau
geosentrik. Dalam konteks teritorial, hubungan itu terjadi bervariasi dalam fungsi
wilayah dalam interaksi, lingkup wilayah, dan hierarki aktor: dari nasional,
internasional, sampai benua-kawasan, juga provinsi atau lokal.16
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, pengertian geopolitik dapat lebih
disederhanakan lagi. Geopolitik adalah suatu studi yang mengkaji masalahmasalah geografi, sejarah dan ilmu sosial, dengan merujuk kepada politik
15 Harsawaskita A., Great Power Politics di Asia Tengah Suatu Pandangan Geopolitik
dalam Transformasi Studi Hubungan Internasional, (Bandung: Graha Ilmu, 2007), hlm. 12.
16 Ibid.

18

internasional. Geopolitik mengkaji makna strategis dan politis suatu wilayah
geografi, yang mencakup lokasi, luas, serta sumber daya alam wilayah tersebut.
Geopolitik mempunyai empat unsur pembangun, yaitu keadaan geografis, politik
dan strategi, hubungan timbal balik antara geografi dan politik, serta unsur
kebijaksanaan.17 Dalam pemanfaatan letak geografis untuk tujuan politik dapat
dikatakan secara spesifik yaitu geostrategis. Geostrategi adalah suatu strategi
memanfaatkan kondisi geografis suatu negara dalam menentukan kebijakan,
tujuan, sarana untuk mencapai tujuan (pemanfaatan kondisi lingkungan dalam
mewujudkan tujuan politik).
Geopolitik bangsa Indonesia terumuskan dalam konsepsi wawasan
nusantara. Bagi bangsa Indonesia, geopolitik merupakan pandangan baru dalam
mempertimbangkan faktor-faktor geografis wilyah negara untuk mencapai tujuan
nasionalnya. Bagi Indonesia, geopolitik adalah kebijakan dalam rangka mencapai
tujuan nasional dengan memanfaatkan keuntungan letak geografis negara
berdasarkan pengetahuan ilmiah tentang kondisi geografis tersebut. Hal ini
dijelaskan oleh Robert D. Kaplan:
Kebijakan geopolitik suatu negara ditentukan oleh geografis negaranya yang
memiliki indikator seperti idiologi, kependudukan (demografi) dan bukan
ditentukan oleh kepala negara. Pertama, posisi geografi suatu negara dapat
dijadikan dasar di dalam penentuan kebijakan geopolitik suatu negara. Kedua,
bahwa pentingnya memahami geografi suatu negara dapat mengetahui kelemahan,
kekuatan, dan kelebihan, serta ancaman bagi negara. 18

17 Ibid.
18 Robert D. Kaplan , The Revenge of Geography, (Materi Perkuliahan Geopolitik Sumber
Daya Alam, 2009), hlm. 12.

19

Berdasarkan konsepsi hukum internasional, cakupan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah seluruh wilayah yang diwarisi dari
jajahan Belanda, sesuai dengan prinsip hukum Uti Possidetis Juris, yang artinya
bahwa suatu negara mewarisi wilayah penguasa penjajahnya. Di dalam hukum
nasional, cakupan wilayah Indonesia tercantum di dalam berbagai peraturan
perundang-undangan. Dalam Pasal 25A UUD 1945 dinyatakan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri
nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan haknya ditetapkan dengan
undang-undang.19 Ketentuan UUD 1945 ini sejalan dengan UNCLOS 1982 yang
berlaku sejak 16 November 1994 dan telah diratifikasi oleh Indonesia dengan UU
Nomor 17 tahun 1985 menegaskan pengakuan dunia internasional terhadap
konsepsi negara kepulauan (archipelagic state) yang diperjuangkan oleh bangsa
Indonesia sejak Deklarasi Juanda tahun 1957.
Sebagai negara kepulauan, secara geografis Indonesia terletak pada lokasi
yang strategis yaitu di antara dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia,
dan dua samudera, yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Letak tersebut,
Indonesia memiliki posisi yang strategis dalam geopolitik dan geoekonomi
regional dan global. Posisi ini di satu sisi memberikan peluang yang besar bagi
Indonesia karena berbatasan langsung dengan negara tetangga, namun di sisi lain
juga memberikan berbagai tantangan dan ancaman.

19Undang-Undang
Dasar
Pasal
25
Tahun
1945,
Diakses
melalui:
http://www.academia.edu/8508501/Pasal25A_Undang-Undang_Dasar-Tentang_Wilayah_Negara.

20

Secara umum batas negara Indonesia dengan negara tetangga yang terdiri
batas darat dan batas laut. Seperti gambar (1) di bawah ini menunjukkan posisi
Indonesia yang berbatasan dengan sepuluh negara tetangga.
Gambar 1. Perbatasan RI dengan 10 Negara Tetangga (Darat dan Laut)

Sumber: Badan Nasional Pengelola Perbatasan Republik Indonesia

Batas darat wilayah Indonesia berbatasan langsung dengan negara Malaysia,
Papua Nugini dan Timor Leste. Wilayah laut Indonesia berbatasan dengan sepuluh
negara, yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Republik
Palau, Papua Nugini (PNG), Timor Leste dan Australia.
Dalam konteks penelitian ini adalah kawasan perbatasan RI dan PNG.
Kawasan perbatasan darat berada di Papua sepanjang ±770 KM dan perbatasan
Laut RI meliputi juga delapan pulau kecil terluar di Provinsi Maluku Utara, Papua
Barat, dan Papua. Posisi geografis Papua berbatasan darat dan laut sangat
menentukan keamanan dan kedaulatan di wilayah perbatasan sebagai pintu
gerbang suatu negara. Dalam menjaga hubungan baik kedua negara, perlu adanya

21

kerja sama yang saling menguntungkan. Hal itu bertujuan untuk mengindari
terjadinya suatu konflik di wilayah tersebut yang dipicuh dari berbagai faktor.
Kerja sama tersebut dapat memperlancar hubungan kedua negara yang lebih baik.
Selain itu, kedaulatan Indonesia dalam status Papua diperlukan dukungan politik
dari PNG dalam menjaga keutuhan NKRI.
Faktor geopolitik Indonesia dan PNG dipandang sangat strategis dalam
relasi antarnegara dalam menentukan arah politik multilateral di Pasifik baik
Pasifik Barat Daya maupun Pasifik Selatan. Posisi dan pandangan politik PNG
diperhitungkan di Pacific Island Forum (PIF), Melanesian Spearhead Group
(MSG), South Pacific Dialogue, dan forum-forum konsultasi lain di kawasan
Pasifik. Karena itu, Indonesia menempatkan PNG tidak hanya tetangga dan
sahabat di timur Indonesia, melainkan juga sebagai mitra kerja sama dan mitra
dialog dalam menjaga perdamaian dan stabilitas dalam tatanan regional AsiaPasifik. Selain itu, PNG juga merumuskan orientasi baru politik luar negerinya,
yakni look to north policy.20 Konsekuensinya, kebijakan kerja sama luar negeri
PNG terus dikembangkan dengan Indonesia, China, dan negara-negara di kawasan
Asia. Bagi PNG, Indonesia adalah an emerging country dengan modal budaya
yang relatif sama, memberikan harapan baru.21

20 RI-Papua Nugini Genjot Perbatasan, Diakses melalui: http://dunia. rmol.co/ read/2015/
05/14 /202579/RI-Papua-Nugini-Genjot-Kerja-Sama-Perbatasan, pada tanggal 14 Mei 2015 |
pukul 06:30 WIB
21 Ibid.

22

B. Konsep Wilayah Perbatasan
1. Wilayah perbatasan
Konsep yuridis Romawi mengenai wilayah perbatasan, sesuai dengan isu
yang berkembang pada saat itu sudah mencirikan adanya penetapan wilayah dan
konsep kerja sama sesuai dengan peraturan dan pemerintahan yang berkuasa.
Konsep kerja sama dan penetapan batas ditentukan oleh kedua pihak yang
bertetangga seperti yang dikatakan oleh Aelenei, bahwa definisi dari perbatasan
adalah sebagai berikut:
A definition of the border; a method of setting, delimiting and marking it; the
papers drawn up by the neighbouring states stipulating the border line; the
manner the state referred to regards the issue of bilateral border regime; the
internal legislation regarding the border juridical regime.22

Dalam perkembangannya, perbatasan tersebut dibentuk untuk melaksanakan
kebijakan pemerintah yang meliputi:
a. Mengelola dan mengawasi teritorial status quo;
b. Mengawasi teritorial kekuasaan dengan peraturan yang dipengaruhi
wilayah lainnya.
Pengertian border seringkali diartikan sebagai batas dari teritorial politik
dan ruang tempat tinggal. Pada beberapa kasus, border memiliki arti yang lebih
luas bagi kondisi politik dan ekonomi geografis dengan kasus tertentu untuk
membagi kekuasaan atas wilayah yang berbatasan. Border area atau dengan
sinonim cross-border area secara luas berkaitan dengan heterogenitas spasial
dalam istilah struktur ekonomi dan politik dengan terdiri dari dua atau lebih
kekuasaan.
22 Aelenei,V., Dreptul Frontierei De State, (Bucharest, Vol. I, Pro Transilvania Publishing
House, 2001), hlm. 112.

23

Menurut Guo, batas wilayah tersebut urgensinya terhadap kepentingan
pertahanan yang seringkali dianggap sebagai batas politik. Batas wilayah dapat
dibagi menjadi beberapa pendekatan:
1) Natural Border, yaitu wilayah dibatasi oleh batas alam seperti gunung,
sungai, danau, laut, pantai, atau selat. Karena urgensinya terhadap
kepentingan pertahanan batas tersebut seringkali dianggap sebagai batas
politik.
2) Artificial Border, yaitu batas wilayah yang dapat terdiri dari batas buatan
(batu, dinding), batas geometris (menggunakan batas koordinat bumi), dan
batas cultural/budaya (perbedaan budaya, etnis, ideologi).23

Wilayah perbatasan seringkali didefinisikan sebagai periphery dari sebuah
negara. Model yang dimodifikasi oleh Prescott24 menunjukan juga perbedaan yang
jelas antara pusat negara dengan pusat provinsi yang berperan dan terkait dengan
wilayah perbatasan. Perbatasan, dapat berperan penting dalam kebijakan lebih
luas.
Dari pengertian diatas, kawasan perbatasan dicirikan oleh adanya batasbatas yang jelas berdasarkan adanya kesamaan unsur pengikat, yaitu batas wilayah
negara. Dalam hal ini, batas diartikan sebagai tanda pemisah antara satu wilayah
dengan wilayah yang lain, baik berupa tanda alamiah maupun buatan. Tanda

23 Guo, R. Cross Border Resource Management, Theory and Practice, (Amsterdam:
Elsevier, 2005), hlm. 5.
24 Ibid.

24

alamiah bisa berupa sungai, gunung, bukit dan sebagainya, sedangkan tanda
buatan bisa berupa patok atau tugu.
Dari sejarahnya, perbatasan sebuah negara (state’s border) mulai
diperkenalkan bersamaan dengan munculnya konsep negara modern di Eropa
sejak abad 18. Perbatasan sebuah negara dipahami sebagai sebuah ruang geografis
yang sejak awal telah menjadi perebutan kekuasaan antarnegara, yang ditandai
oleh adanya perseteruan untuk memperluas wilayah kekuasaan. Riwayat lahirnya
kawasan perbatasan sangat terkait dengan sejarah kelahiran sebuah negara-bangsa
(nation-state) sebagai bentuk negara modern yang berkembang seiring dengan
munculnya nasionalisme bangsa (ethnic nationalism) dan identitas nasional
(national identity).
Oleh karena itu, luas kawasan perbatasan sangat ditentukan oleh luas wilayah
suatu negara. Seperti yang dikatakan Djalal bahwa:
Perubahan luas wilayah suatu negara dapat terjadi melalui perubahan alami
(accretion), penjualan atau pembelian wilayah (purhaces), peperangan (conquest),
penemuan (discoveries), bubarnya negara (succession) dan penggabungan negara
(federation/integration). Semua itu bisa terjadi karena pengaruh adanya
perkembangan hukum internasional (eksternal) atau perkembangan kondisi politis,
ekonomi dan sosio-kultural (internal).25

Pertama kali munculnya sebuah negara bangsa, lebih banyak dipengaruhi
oleh kesamaan identitas sebagai negara etnis. Namun, perkembangan selanjutnya
menunjukkan sebuah kesamaan cita-cita. Hal ini lebih kuat sebagai dasar dari
25 Djalal Hasjim, Pengelolaan Batas Maritim dan Kawasan Perbatasan: Menentukan
Batas Negara Guna Meningkatkan Pengawasan, Penegakan Hukum dan Kedaulatan NKRI,2008,
Diases melalui idu.ac.id/index.php/publikasi//artikeljurnal?download=7:hasyimdj File Format:
PDF/Adobe Acrobat.

25

eksistensi sebuah negara. Tak jarang berbagai etnis bergabung dalam sebuah
negara-bangsa karena mempunyai kesamaan cita-cita (contohnya Indonesia).
Dalam konteks ini, batas sebuah negara memperlihatkan kompleksitas yaitu
bahwa batas negara tidak hanya membelah etnisitas yang berbeda. Batas sebuah
negara bahkan membagi etnis yang sama karena terjadinya perjalanan sejarah
bangsa yang berbeda yang dialami oleh warga etnis yang sama. Keberadaan
kawasan perbatasan mempunyai posisi yang strategis dan sensitif di dalam
dinamika hubungan antarnegara dan juga proses pembangunan suatu negara.
Hubungan antarnegara selalu diwarnai dinamika positif dan negatif. Dinamika
positif telah terbangun sebagai akibat adanya hubungan etnis dan kekerabatan.
Dinamika negatif bisa muncul karena tidak adanya kesepakatan batas wilayah
negara. Penetapan batas wilayah antarnegara perlu diatur dengan jelas dan supaya
jangan memunculkan konflik. Bila dikaitkan dengan perspektif ruang, maka salah
satu penyebab utama dari munculnya sengketa tersebut adalah kebutuhan ruang
dalam proses pembangunan. Ruang-ruang tertentu yang meliputi wilayah dan
kawasan akan selalu dibutuhkan manusia dalam proses pembangunan. Selain
bertempat tinggal di suatu ruang, manusia akan selalu berusaha memanfaatkan
potensi-potensi sumber daya alam dan lingkungan di ruang tersebut yang bisa
dipergunakan manusia untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Isu dan
permasalahan yang seringkali muncul dan terjadi dengan negara yang berbatasan
secara bilateral didominasi oleh permasalahan dalam menetapkan garis perbatasan
antar negara, baik darat maupun lautan.
2. Penetapan Kriteria Wilayah Perbatasan

26

Kawasan perbatasan Indonesia yang mempunyai bentang alam yang luas di
daratan dan lautan, perlu ditetapkan adanya batas-batas wilayah negara yang jelas.
Hal ini sangat penting untuk diperhatikan keberadaannya terkait dengan
kedaulatan suatu negara dalam pergaulan hubungan internasional antarnegara.
Suatu negara akan diakui kedaulatannya oleh dunia internasional karena
mempunyai wilayah negara, baik wilayah daratan dan atau wilayah lautan.
Peraturan perundangan telah menetapkan batasan pengertian dari kawasan
perbatasan. Sebagai contoh, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 mengenai
Penataan Ruang telah menetapkan kawasan perbatasan termasuk pulau-pulau
kecil terluar sebagai kawasan strategis nasional dari sudut pandang pertahanan
dan keamanan, sehingga penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan,
dan keamanan negara.26
Selanjutnya pengertian tersebut diperjelas dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
bahwa yang dimaksud dengan kawasan perbatasan negara adalah27: Wilayah
kabupaten/kota yang secara geografis dan demografis berbatasan langsung dengan
negara tetangga dan/atau laut lepas. Kawasan perbatasan negara meliputi kawasan
perbatasan darat dan kawasan perbatasan laut termasuk pulau-pulau kecil terluar. 28
Pengertian kawasan perbatasan makin dipertajam lagi dalam Undang-Undang
26 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008, Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional.
27Ibid.
28Ibid.

27

Nomor 4 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang memberikan ruang lingkup
pengertian yang lebih spesifik. Hal tersebut bahwa 29 bagian dari wilayah negara
yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara
lain. Dalam hal batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di
Kecamatan.
Wilayah perbatasan memiliki dimensi manusia dan pengalaman di
dalamnya, hal tersebut menandakan dimensi penting tentang identitas komunitas
yang berujung pada manajemen dan regulasi khusus masyarakat yang berada di
kawasan perbatasan. Mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh negara
seharusnya lebih intensif pada kawasan perbatasan, meskipun mungkin secara
geografis berada pada wilayah yang terpencil (remote area) dan berada di tapal
batas kewenangan teritorial. Secara tradisional, perbatasan memiliki aspek
dinamis dari sebuah negara, termasuk manusia dan pengalamannya, serta sebagai
indikator dalam mengukur kekuatan sebuah negara.30
Perbatasan RI berada Papua merupakan salah satu provinsi di wilayah timur
Indonesia yang berbatasan dengan PNG sebagai pintu masuk atau keluar NKRI.
Untuk menandai batas negara darat antara RI dan PNG sepanjang ± 170 KM telah
dibangun tanda batas negara yang berbentuk pilar batas atau tugu perbatasan yang
disebut Meridian Monument (MM). Pilar batas tersebut sampai saat ini ada 52
yang dibangun atas kesepakatan kedua negara. Perbatasan kedua negara tersebut

29Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008, Tentang Wilayah Negara Yang Memberikan
Ruang Lingkup Pengertian Kawasan Perbatasan.
30 Giddens, A., The Nation-State and Violence, (Volume. 2 of Contemporary History of
Historical Materialism, Cambridge: Polity Press, 1985), hlm. 49.

28

disepakati dalam perjanjian antara Belanda dan Inggris di kota Haque/Den Haag
Belanda pada tanggal 16 Mei 1895. Perjanjian itu disebut Convention Between
Great Britania and Netherland Defininng Boundaries in New Guinea.31.
Dari tabel 1 berikut ini, akan diketahui beberapa kecamatan yang
merupakan kawasan perbatasan darat RI dan PNG. Hal ini merupakan bagian
ataupun unit terdepan yang menetapkan distrik sebagai wilayah pertahanan dalam
pengelolaan perbatasan. Atas dasar itu pula, distrik sudah layak sebagai beranda
Indonesia tersebut mendapatkan perhatian berupa pembangunan berbagai fasilitas
lintas batas dan mendapatkan kapasitas dalam mengelola perbatasan atas
rekomendasi dari pemerintah kota.
Penetapan wilayah perbatasan darat Provinsi Papua yang berada di
perbatasan Indonesia dan Papua Nugini, dapat dilihat di bawah ini:
Tabel 1. Wilayah Distrik di perbatasan RI dan PNG
No
1).

Distrik
Jayapura Utara

Kabupaten
Jayapura

2).

Jayapura Selatan

Jayapura

3).

Abepura

Jayapura

4).

Muara Tami

Jayapura

5).

Arso

Kerom

6).

Web

Kerom

7).

Senggi

Kerom

8).

Waris

Kerom

31 Badan Pengelola Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua, Gambaran
Umum Perbatasan antara Negara Kesatuan Republik Indonesia (Provinsi Papua) dan PNG,
(Jayapura, 2014), Hal. 3.

29

9).

Skanto

Kerom

10)

Oksibil

Pegunungan Bintang

.

Iwur

Pegunungan Bintang

11).

Kiwirok

Pegunungan Bintang

12)

Kiwirok Timur

Pegunungan Bintang

.

Batom

Pegunungan Bintang

13)

Okbibab

Pegunungan Bintang

.

Jair

Boven Digoel

14)

Mindiptana

Boven Digoel

.

Waropko

Boven Digoel

15)

Merauke

Merauke

.

Sota

Merauke

16)

Eligobel

Merauke

.

Ulilin

Merauke

17)

Muting

Merauk

.
18)
.
19)
.
20)
.

30

21)
.
22)
.
23)
.
Sumber: Data BPKD Provinsi Papua tahun 2010
Sedangkan, daerah di Provinsi Papua yang berbatasan laut dengan PNG
adalah Jayapura dan Merauke.

3. Kebijakan pengelolaan wilayah perbatasan
Dalam rangka kebijakan pengelolaan wilayah perbatasan berdasarkan teori
yang dikembangkan dari Theory of Boundary Making, Stephen B. Jones: A
Handbook for Statesmen, Treaty Editors and Boundary Commissioners; dibagi ke
dalam empat ruang manajamen yaitu alokasi, delimitasi, demarkasi, dan
administrasi/manajemen pembangunan. Alokasi sendiri adalah inventarisasi dasar
dari kepemilikan wilayah NKRI yang didasarkan pada prinsip hukum
internasional, prinsip Uti Posideti Juris. Sedangkan delimitasi adalah Penetapan
Garis Batas antara dua negara yang sebagian wilayahnya overlaping. Lalu
demarkasi adalah penegasan batas antarnegara di lapangan setelah dilakukan
delimitasi selanjutnya. Administrasi sendiri adalah pengelolaan administrasi di
wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga seperti pengelolaan penduduk

31

dan sumber daya, pembagian kewenangan pusat dan daerah, pengelolaan CIQ dan
lain sebagainya.32
Pengembangan dan pengelolaan wilayah Indonesia secara umum merupakan
kabijakan dari penyelenggaran desentralisasi yang berorientasi pada pemecahan
masalah ketertinggalan dan ketertimpangan antarwilayah dalam tingkatan
kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan pembangunan yang terpusat
telah berdampak pada kurang optimalisasinya sumber daya lokal dan
kemandirian daerah. Era otonomi, daerah dituntut untuk mengelola dan mampu
memberdayakan sumber daya yang ada secara mandiri, sehingga wilayah
perbatasan mempunyai potensi yang sangat besar yang dapat dijadikan modal
dalam membangun daerah.
Komitmen Indonesia di wilayah perbatasan yang selama ini cenderung
berorientasi inwarld looking telah mengubah kawasan perbatasan menjadi
halaman depan suatu negara, dalam hal ini perubahan dan modernisasi di kawasan
perbatasan menjadi outworld looking. Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN) mengamanatkan bahwa kawasan perbatasan merupakan kawasan
tertinggal yang harus mendapat prioritas pembangunan.33 Amanat GBHN ini telah
dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004 yang memuat program-program
prioritas selama lima tahun. Kenyataannya, komitmen pemerintah melalui kedua
produk hukum ini belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, karena

32 Stephen B. Jones, Theory of Boundary Making: A Handbook for Statesmen, (Treaty
Editors and Boundary Commissioners, 1945), hlm. 20.
33 Kebijakan Penyusunan Kebijakan Nasional Pengelolan Kawasan Perbatasan
Indonesia, Diakses melalui http://www.academia.edu/6637884/, pada tanggal pukul 12 :30 WIB

32

beberapa faktor yang saling terkait seperti segi politik, hukum, kelembagaan,
sumber daya, koordinasi, dan faktor lainnya.
Sebagian besar kawasan perbatasan di Indonesia merupakan kawasan
tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang sangat terbatas.
Di masa lalu kawasan perbatasan dipandang sebagai wilayah yang perlu diawasi
secara ketat karena menjadi tempat persembunyian para pemberontak. Akibatnya,
di sejumlah daerah, kawasan perbatasan tidak tersentuh oleh dinamika
pembangunan. Masyarakat di kawasan itu pun umumnya miskin dan lebih
berorientasi ke negara tetangga. Di lain pihak, negara tetangga seperti Malaysia
justru telah membangun pusat-pusat pertumbuhan dan koridor perbatasannya
melalui berbagai kegiatan ekonomi dan perdagangan. Pembangunan ini telah
memberikan keuntungan bagi pemerintah maupun masyarakatnya.
Penyusunan kebijakan dan strategi pengembangan kawasan perbatasan
antarnegara diharapkan dapat menyediakan prinsip-prinsip pengembangan di
kawasan itu. Berbagai prinsip tersebut sesuai dengan karakteristik fungsionalnya,
yaitu mengejar ketertinggalan dari kawasan di sekitarnya atau mensinergikannya
dengan perkembangan kawasan yang berbatasan dengan negara tetangga. Selain
itu, kebijakan dan strategi tersebut ditujukan untuk menjaga atau mengamankan
wilayah perbatasan negara dari upaya-upaya eksploitasi sumber daya alam yang
berlebihan, baik eksploitasi yang dilakukan masyarakat maupun ekploitasi karena
kepentingan negara tetangga.

33

Dalam penanganan perbatasan RI dan PNG telah ada kebijakan
pengembangan kawasannya adalah: 1). Meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dan kelembagaan; 2). Meningkatkan upaya penyediaan prasarana dan
sarana perbatasan seperti pos pengawas lintas batas (PPLB), pos pelintas batas
(PLB) dan tanda-tanda batas; 3). Mengembangkan perdagangan antarnegara; 4).
Pelestarian kawasan konservasi serta peningkatan sektor pariwisata alam dan
transportasi antarnegara di daerah pedalaman; 5). Mengembangkan sektor
perkebunan dan pertanian tanaman pangan. 6). Memberikan pengakuan,
perlindungan dan pengaturan hak-hak ulayat masyarakat.34
Sedangkan strategi pengembangan kawasan perbatasan tersebut adalah: 1)
Penegasan dan penetapan garis batas serta tanda batas RI-PNG; 2) Pembangunan
dan peningkatan jumlah pos-pos lintas batas disertai dengan peningkatan kualitas
pelayanan maupun sarana dan prasarana pada pos lintas batas yang sudah ada; 3)
Pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana pertahanan dan keamanan di
baik material maupun personil; 4) Pembangunan dan peningkatan sarana dan
prasarana kesehatan dan pendidikan untuk masyarakat; 5) Membangun dan
menata kelembagaan pemerintahan; 6) Peningkatan sosialisasi kesadaran
berbangsa dan bernegara; 7) Memberi perlindungan dan konservasi sumber daya
alam termasuk hutan; 8) Pembangunan dan peningkatan sarana perhubungan baik
darat, laut maupun udara; 9) Pengembangan sentral-sentral produksi unggulan;
10) Pengembangan kerja sama pengembangan kawasan perbatasan di bidang
34 Bada