KEMANDIRIAN PUSTAKAWAN DALAM PELAKSANAAN otonomi

KEMANDIRIAN PUSTAKAWAN DALAM PELAKSANAAN TUGAS1
Suharyanto2
Abstrak
Survei tentang profesi pustakawan tahun 2006 dan tahun 2013 menggambarkan bahwa profesi
pustakawan bukanlah profesi yang populer dan akan punah pada tahun 2020. Survei ini harus
disikapi secara positif dan menjadi tantangan bagi pustakawan agar tetap eksis. Pustakawan
sebagai profesi mempunyai ciri kemandirian. Dengan kemandirian inilah pustakawan dapat
melaksanakan tugas pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Pelaksanaan tugas pustakawan
diantaranya telah diatur dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan,
Kepmenpan Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002 tentang Jabatan pustakawan dan angka kreditnya
dan juga diatur dalam SKKNI bidang Perpustakaan tahun 2012. Makna kemandirian dalam
pelaksanaan tugas memang masih menjadi pertanyaan dan belum ada kesepakatan diantara
pustakawan di Indonesia. Ada empat konsep tentang makna kemandirian. Pertama, mempunyai
kewenangan tanpa diintervensi pihak lain. Kedua, mengelola dirinya dan mau bekerjasama.
Ketiga, melaksanakan tugas sesuai dengan jenjang jabatannya. Keempat, pustakawan tunggal
“Solo Librarians”.
Kata kunci: Kemandirian, kompetensi, profesi, perpustakaan, pustakawan

1.
2.


Makalah disampaikan pada Rakerpus dan Seminar Ilmiah IPI, 1-3 Oktober 2013 di Banjarmasin
Pustakawan Madya di Perpustakaan Nasional RI

1. Pendahuluan
Sebelum membahas lebih jauh mengenai topik tulisan di atas penulis ingin mengutip dua
berita tentang eksistensi profesi pustakawan. Pada tanggal 8 Pebruari 2006 CNN.Com
mengeluarkan berita dengan tajuk “The Five Most Unpopular Jobs”. Ada lima pekerjaan yang
paling tidak populer di Amerika Serikat, profesi pustakawan berada pada urutan ketiga. Hal ini
menunjukkan bahwa profesi pustakawan bukanlah profesi yang diminati. Berita terbaru dari
Kompas.com edisi 28 Juli 2013 memuat tajuk “10 profesi ini akan punah sebelum tahun 2020”
yang lebih mengejutkan pustakawan berada pada urutan pertama. Menyimak kedua berita
tersebut timbul tiga pertanyaan, pertama kenapa profesi pustakawan tidak populer?. Kedua
kenapa profesi pustakawan akan punah?. Ketiga Bagaimana keberadaan profesi pustakawan di
Indonesia? Jawabannya ada pada kita sendiri sebagai pustakawan dan seminar yang
diselenggarakan oleh Ikatan Pustakawan Indonesia ini merupakan suatu bentuk jawaban sebagai
aksi nyata bahwa profesi pustakawan akan tetap eksis.
Pustakawan sebagai profesi haruslah memiliki kompentensi sebagaimana yang tercantum
dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, menyebutkan bahwa
Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan
dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk

melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Mencermati pengertian tersebut,
jelaslah bahwa pustakawan mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan
pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Tugas pustakawan lebih rinci telah diatur dalam
Kepmenpan Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan
Angka Kreditnya. Juga baru-baru ini tugas pustakawan juga tertuang dalam SKKNI bidang
Perpustakaan tahun 2012.
Tugas-tugas pustakawan pada dasarnya haruslah dilaksanakan secara mandiri. Kemandirian
pustakawan merupakan ciri dari suatu profesi pustakawan. Menurut Sulistyo-Basuki (1991)
pustakawan sebagai profesi juga memiliki beberapa ciri seperti: (1) adanya sebuah asosiasi atau
organisasi keahlian, (2) terdapat pola pendidikan yang jelas, (3) adanya kode etik profesi, (4)
berorientasi pada jasa, (5) adanya tingkat kemandirian. Diantara kelima ciri tersebut penulis
ingin membahas mengenai kemandirian dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas pustakawan
dalam pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel
ini adalah melakukan studi literatur, fokus grup diskusi, dan wawancara.

2

2. Pelaksanaan Tugas Pustakawan

Seperti telah disampaikan di pendahuluan pustakawan pada intinya mempunyai tugas dan

tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Seorang
pustakawan

harus

memiliki

kemampuan

mengelola

informasi

yang mencakup:

(1)

Mengumpulkan informasi, (2) memproses atau mengolah informasi, (3) Menyebarkan informasi,
(4) Preservasi informasi (Ninis: 2011). Berikut diuraikan tugas-tugas pustakawan yang tertuang
dalam SK Kepmenpan 132/2002 dan Standar Kompetensi Kerja Nasional (SKKNI) bidang

Perpustakaan tahun 2012.

2.1. Tugas pustakawan berdasarkan Keputusan Menpan Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002

Jabatan fungsional pustakawan telah diakui keberadaannya sejak diterbitkan Keputusan
Mempan Nomor 18 Tahun 1988 Tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya.
Keputusan ini telah dua kali di revisi yaitu dengan terbitnya Keputusan Menpan Nomor 33
Tahun

1998

dan

terakhir

di

revisi

berdasarkan


Keputusan

Menpan

Nomor

132/KEP/M.PAN/12/2002. Dalam keputusan ini tugas fungsional pustakawan diatur secara
berjenjang sesuai dengan jenjang kepangkatan/jabatannya.
Tugas pokok pustakawan tingkat terampil meliputi pengorganisasian dan pendayagunaan
koleksi bahan pustaka/sumber informasi, pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan
informasi. Sedangkan tugas pokok pustakawan tingkat ahli meliputi pengorganisasian dan
pendayagunaan

koleksi

bahan

pustaka/sumber


informasi,

pemasyarakatan

perpustakaan,dokumentasi dan informasi serta pengkajian pengembangan perpustakaan,
dokumentasi dan informasi.
Kegiatan pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi
meliputi: pengembangan koleksi, pengolahan bahan pustaka, penyimpanan dan pelestarian bahan
pustaka, serta pelayanan informasi. Kegiatan pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan
informasi meliputi penyuluhan, publisitas dan pameran. Kegiatan pengkajian pengembangan
pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi meliputi penyusunan instrument,
pengumpulan dan pengolahan data, analisis data dan perumusan hasil pengkajian, serta evaluasi
dan penyempurnaan hasil kajian.

3

2.2. Tugas pustakawan berdasarkan SKKNI bidang Perpustakaan
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang Perpustakaan ditetapkan
pada bulan Mei 2012. Diantaranya memuat kompetensi tentang pustakawan. Kompetensi adalah
kemampuan seseorang yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dapat

terobservasi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas sesuai dengan standar kinerja yang
ditetapkan.
Dalam SKKNI ini, pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja diwujudkan dalam 3 (tiga)
kelompok unit kompetensi, yaitu Kelompok Kompetensi Umum, Kelompok Kompetensi Inti dan
Kelompok Kompetensi Khusus.
1. Kompetensi Umum
Kompetensi umum adalah kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh setiap pustakawan,
diperlukan untuk melakukan tugas-tugas perpustakaan, meliputi: (1) Mengoperasikan Komputer
Tingkat Dasar, (2) Menyusun Rencana Kerja Perpustakaan, (3) Membuat Laporan Kerja
Perpustakaan. Kompetensi umum ini melekat dalam kompetensi inti dan khusus.
2. Kompetensi Inti
Kompetensi inti adalah kompetensi fungsional yang harus dimiliki oleh setiap
pustakawan dalam menjalankan tugas-tugas perpustakaan. Kompetensi inti mencakup unit-unit
kompetensi yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas-tugas inti dan wajib dikuasai oleh
pustakawan. Kompetensi inti meliputi: (1) Melakukan Seleksi Bahan Perpustakaan, (2)
Melakukan Pengadaan Bahan Perpustakaan, (3) Melakukan Pengatalogan Deskriptif, (4)
Melakukan Pengatalogan Subyek, (5) Melakukan Perawatan Bahan Perpustakaan, (6)
Melakukan Layanan Sirkulasi, (7) Melakukan Layanan Referensi, (8) Melakukan Penelusuran
Informasi Sederhana, (9) Melakukan Promosi Perpustakaan, (10) Melakukan Kegiatan Literasi
Informasi, (11) Memanfaatkan Jaringan Internet untuk Layanan Perpustakaan.

3. Kompetensi Khusus
Kompetensi khusus merupakan kompetensi tingkat lanjut yang bersifat spesifik, meliputi: (1)
Merancang Tata Ruang dan Perabot Perpustakaan, (2) Melakukan Perbaikan Bahan
Perpustakaan, (3) Membuat Literatur Sekunder, (4) Melakukan Penelusuran Informasi
Kompleks, (5) Melakukan Kajian Perpustakaan, (6) Membuat Karya Tulis Ilmiah.

4

3. Kemandirian pustakawan
Pengertian kemandirian dalam kamus bahasa Indonesiaa adalah “hal atau keadaan dapat
berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain”. Pertanyaan mengenai makna kemandirian
“pustakawan” pernah disampaikan oleh Blasius Sudarsono (2006) “Dengan diakuinya
pustakawan

sebagai

jabatan

fungsional,


sebenarnya

pustakawan

telah

memperoleh

kemerdekaannya (dengan sifat kemandirian pelaksanaan tugas)” pernyataan ini dilanjutkan
dengan suatu pertanyaan: Bagaimana sebenarnya kita memaknai arti kemandirian dalam
melaksanakan tugas? Rasanya sampai sekarang pustakawan Indonesia belum sepakat akan arti
kata kemandirian dalam melaksanakan tugas ini. Pernyataan dan pertanyaan ini sangatlah
mendasar bagi pustakawan untuk memahami kemandiriannya dalam

mengerjakan tugas-

tugasnya secara profesional.
Kemandirian pustakawan menurut Lasa Hs adalah suatu keadaan dimana individu
mempunyai perilaku yang terarah pada dirinya sendiri, campur tangan berupa saran atau
bantuuan orang lain tidak dihiraukan dan semua dicoba untuk dipecahkan sendiri (Bhatia dalam

Masrun dkk: 1986). Lebih lanjut dijelaskan bahwa kemandirian memiliki lima komponen yakni:
bebas, berarti bertindak atas kehendaknya sendiri, progresif dan ulet, berarti berusaha mengejar
prestasi, tekun dan terpercaya, inisiatif,

yakni ini mampu mengetahui masalah, mampu

mengendalikan tindakan, mampu mempengaruhi lingkungan, dan kemantapan diri.
Melalui kemandirian dalam pelaksanaan tugas pustakawan dapat mengembangkan kariernya
baik dalam jabatan fungsional pustakawan untuk kenaikan pangkat dan jabatan yang lebih tinggi
maupun pengembangan karier melalui sertifikasi pustakawan.
3.1. Mempunyai kewenangan tanpa diintervensi pihak lain
Dalam praktik keseharian pustakawan terkadang masih belum bisa lepas dari keterikatannya
dengan pejabat srtuktural terkait sehingga dalam melaksanaan tugas terbatas hanya apa yang
diperintahkan oleh “atasannya” saja. Pustakawan seharusnya mempunyai gagasan-gagasan yang
dapat mendukung kemajuan lembaganya ataupun kemajuan kepustakawanan. Misal pustakawan
selain melakukan tugas pokoknya dapat juga melakukan kegiatan pengembangan profesi dan
kajian-kajian kepustakawan terutama yang terkai dengan unit kerjanya. Dalam hal ini
pustakawan dituntut mempunyai kreativitas dan inovasi.
Kemandirian pustakawan dalam pelaksanaan tugas dapat juga dimaknai pustakawan
mempunyai kewenangan dalam pelaksanaan tugas tanpa diintervensi ataupun dipengaruhi oleh


5

pihak lain. Sulistyo Basuki dalam wawancara tanggal 29 Juli 2013 memberikan pengertian
kemandirian sebagai berikut:
“Pustakawan berhak menentukan tugas-tugasnya sesuai dengan keahliannya yang diterimanya
tanpa intervensi pihak lain. Misal pustakawan dalam memilih buku maka pustakawan berhak
menentukan buku apa yang dibelinya sesuai dengan pertimbangan pustakawan sebagai seorang
profesional bebas tanpa campur tangan orang lain. Contoh lainnya misal ketika pustakawan
memberikan jasa kepada pemakai maka pustakawan mempunyai kebebasan bertindak untuk
memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan pemakai. Jadi kemandirian pada intinya
adalah seorang pustakawan bersikap indepedensi kemampuan untuk bertindak mandiri tanpa
diintervensi pihak lain” (Suharyanto: 2013)
Lebih jauh Lasa Hs (2007) menjelaskan kemandirian di sini dalam arti mampu mengambil
keputusan profesional sendiri tanpa pengaruh dari pihak lain termasuk dari atasan secara
struktural. Berkaitan dengan hal tersebut menurut Supriyanto (2013) pustakawan utama di
Perpustakaan Nasional dalam wawncara tanggal 21 Agustus 2013 mengatakan bahwa
pustakawan yang mandiri adalah:
“Pustakawan yang bekerja atas koordinasi dengan eselon 3 maknanya pustakawan itu mandiri
tidak diperintah-perintah. Pustakawan harus mandiri dan bukan di bawah komando pejabat
struktural. Pustakawan berdasarkan keputusan Menpan 132/2002 pustakawan adalah pejabat
fungsional yang melaksanakan tugas sebagai penyelenggara tugas utama kepustakawanan pada
unit-unit perpustakaan, dokumentasi, informasi jadi seorang pustakawan adalah penyelenggara
tugas utama kepustakawanan yang disebut kepustakawanan adalah lima unsur utama dan satu
unsur penunjang kerjanya tidak diperintah-perintah tapi harus mandiri dan pustakawan harusnya
menguasi pekerjaannya”. (Suharyanto: 2013).
Dengan adanya kemandirian ini seorang profesional pustakawan diharapkan menjadi
manusia yang produktif. Mereka adalah orang yang memegang teguh berbagai peraturan
organisasi, memiliki kepedulian yang tinggi, bersungguh-sungguh dalam segala hal, berusaha
yang terbaik tidak menyukai penyimpangan, bicara dengan kebenaran dan selalu berpikiran
positif dan obyektif (Convey, 1999 dikutip oleh Lasa Hs, 2007). Pustakawan diharapkan mampu
bekerja mandiri dan melangkah ke jenjang karir setinggi-tingginya sesuai peraturan dan
perundang yang berlaku. Konsep kemandirian di sini adalah : (1) Pustakawan berhak
menentukan tugas-tugasnya sesuai dengan keahliannya dan menguasai pekerjaannya; (2)
Pustakawan mampu mengambil keputusan profesional sendiri tanpa pengaruh dari pihak lain
termasuk dari atasan secara struktural; (3) Pustakawan dalam pelaksanaan tugas kepustakawanan
bersifat mandiri bukan di bawah komando pejabat struktural tapi bersifat koordinatif dengan
pejabat terkait.

6

3.2. Mengelola dirinya dan mau bekerjasama
Profesionalisme pustakawan haruslah dilandasi dengan sikap kemandirian. Pustakawan yang
mandiri bukanlah dimaknai pustakawan yang mampu bekerja sendiri akan tetapi pustakawan
yang mampu mengelola dirinya dan mau bekerjasama dalam melaksanakan tugasnya. Dalam
pelaksanakan tugas terkadang kemandirian dimaknai secara sempit Mereka sibuk bekerja
sendiri-sendiri dan timbul egoisme sektoral, dan pada gilirannya egoisme perorangan atau
individu

membentuk pola pikir terkotak-kotak antar unit kerja dan bahkan antar institusi.

(Hernandono: 2005).
Konsep kemandirian ini pustakawan dapat mengelola dirinya dan memotivasi diri dalam
melakukan kegiatan-kegiatan pokok yang harus dijalankan secara mandiri sesuai dengan tugas,
pokok dan fungsi atau sesusai dengan jenjang jabatannya. Misal melakukan seleksi, katalogisasi,
klasifikasi, pelestarian dan layanan kepada pemustaka. Pustakawan dalam mengelola dirinya
juga harus dilandasi dengan ide-ide baru dan memberikan masukan kepada siapa saja yang
berkaitan dengan tugas pokoknya. Berikut wawancara dengan Dady P. Rachmananta pustakawan
utama di Perpustakaan Nasional pada tanggal 19 Agustus 2013.
“Pustakawan mandiri adalah pustakawan yang mempunyai inovasi, gagasan baru, memberikan
masukan secara teknis kepada siapa saja misalnya memberikan masukan tentang tajuk subjek.
Pustakawan jangan hanya bekerja secara rutin saja tetapi juga melakukan kegiatan
pengembangan profesi misalnya membuat artikel tentang kepustakawanan” (Suharyanto: 2013).
Pustakawan dalam menjalankan tugas pokoknya juga harus membuka diri untuk saling
bekerjasama dalam pengembangan kepustakawanan. Misal dalam hal penulisan artikel ilmiah
atau penyusunan panduan/pedoman, melakukan pengkajian kepustakawan.

Dalam konsep

kemandirian ini juga pustakawan dalam pelaksanaan tugasnya dapat dan mau menjalin
kerjasama dengan pejabat struktural atau atasannya.

7

3.3. Melaksanakan tugas sesuai dengan jenjang jabatannya
Pelaksanaan tugas pustakawan terutama untuk pejabat fungsional pustakawan secara rinci
telah diatur dalam Kepmenpan Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002. Tugas-tugas tersebut harus
dilaksanakan secara mandiri dan dapat dinilai dengan angka kredit. Namun dalam praktik
keseharian masih ada pustakawan yang melaksanakan tugas tidak sesusai dengan jenjang
jabatannya bahkan melakukan tugas-tugas yang seharusnya tidak dilaksanakan seperti lebih
banyak melakukan tugas administrasi. Hal ini menunjukkan bahwa pustakawan belum
mempunyai kemandirian dalam pelaksanaan tugasnya. Berikut wawancara dengan Supriyanto
pustakawan utama di Perpustakaan Nasional pada tanggal 20 Agustus 2013:
“Pustakawan harus kembali ke fitrahnya yaitu melakukan kegiatan kepustakawanan yaitu lima
unsur utama dan satu unsur penunjang pustakawan harus konsentrasi pada pekerjaan tersebut
jangan lagi mengerjakan kegiatan administrasi apalagi mengurusi kegiatan proyek” dan
pustakawan harus bekerja sesuai dengan jenjang jabatannya kenyataan di lapangan masih ada
pustakawan yang bekerja tidak sesuai dengan jenjang jabatannya misalnya pustakawan madya
tidak lagi mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang teknis operasional” (Suharyanto: 2013).
Kemandirian pada konsep ini pustakawan harus memahami tugas pokoknya dan rincian
butir-butir kegiatan yang tertuang dalam Kepmenpan 132/2002 dan semua pelaksanaan tugas
pokoknya dilakukan sesuai dengan jenjang jabatannya secara mandiri. Hasil kajian Abdurahman
Saleh pada tahun 2009 tentang Catatan penilaian angka kredit pustakawan 2006-2009
diantaranya menunjukkan bahwa ”banyak pustakawan madya yang mengusulkan angka kredit
dengan bertumpu hanya pada pekerjaan teknis. Padahal, untuk pustakawan ahli, terlebih madya
atas (golongan IV/c) dan utama seharusnya lebih banyak angka kredit yang berasal dari kegiatan
yang bersifat analisis dan mengurangi kegiatan yang bersifat teknis”. Hasil kajian ini
menggambarkan bahwa pustakawan madya belum bekerja secara mandiri sesuai dengan jenjang
jabatannya.

8

3.4. Pustakawan tunggal “Solo Librarian “
Kemandirian dapat pula dimaknai bahwa pustakawan melakukan pelaksanaan tugasnya
sendirian tanpa ada orang lain yang membantu. Misalnya pustakawan melakukan kegiatan mulai
dari seleksi, katalogisasi, dan pelayanan pemustaka dilakukan sendiri. Konsep kemandirian ini
dikenal dengan sebutan “Solo Librarian” atau one person librarian (OPL) atau pustakawan
tunggal. Solo librarian dapat diartikan seseorang atau individu yang melakukan semua
pekerjaan. one person librarian (OPL) juga bisa didefinisikan sebagai : dimana semua pekerjaan
dilakukan oleh satu pustakawan. (Hendro : 2013).
Konsep kemandirian pustakawan tunggal ini biasanya dilakukan oleh perpustakaan yang
berskala kecil ataupun perpustakaan-perpustakaan yang tidak mempunyai dana yang cukup besar
sehingga dalam pengelolaannya hanya mampu untuk membiayai satu orang pustakawan.
Pustakawan tunggal biasanya bekerja pada perpustakaan kesehatan, sekolah, perpustakaan
instansi.pemerintah, perpustakaan korporasi, perpustakaan perguruan tinggi dan perpustakaan
umum (Hornung: 2012).

Menurut Hendro Wicaksono (2013) Ada beberapa karakteristik dasar terkait kemampuan
mandiri sebagai seorang one-person librararian:
1. Kemampuan untuk melakukan penilaian secara jujur dan obyektif.
2. Teliti.
3. Mampu memotivasi diri sendiri.
4. Mampu bekerja sendiri atau dalam tim.
5. Punya pemahaman tentang bisnis dan pengetahuan dari badan induknya
6. Standar pencapaian yang berkualitas tinggi.
7. Skill social yang memadai
8. Skill Kemas Ulang Informasi

9

4. Penutup
Penulis mencoba merangkum beberapa gagasan dari para pustakawan senior, akademisi dan
dikaitkan dengan beberapa literatur tentang makna kemandirian pustakawan serta pengalaman
penulis sebagai pustakawan. Ada empat konsep tentang kemandirian pustakawan dalam
pelaksanaan tugas.
1. Mempunyai kewenangan tanpa diintervensi pihak lain.
Pustakawan mempunyai kewenangan dalam pelaksanaan tugas kepustakawanan tanpa
dipengaruhi oleh pihak lain sesuai dengan keahliannya dan menguasai pekerjaannya serta
bertanggung jawab atas apa yang telah dilaksanakan.
2. Mengelola dirinya dan mau bekerjasama.
Pustakawan dalam pelaksanaan tugas mampu mengelola dirinya mulai dari membuat
perencanaan, target dan eksekusi kegiatan. Pustakawan harus mempunyai pemikiranpemikiran dan terobosan baru dalam pengembangan kepustakawanan untuk kemajuan
kariernya, lembaganya maupun masyarakat secara luas. Gagasan tersebut dapat
dituangkan dalam bentuk pengembangan profesi misalnya membuat artikel ilmiah
ataupun dituangkan dalam bentuk pengkajian kepustakawanan. Pustakawan dalam
pelaksanaan tugasnya juga harus mau membuka diri untuk bekerjasama dengan
pustakawan lain dan berkoordinasi dengan pejabat struktural terkait.
3. Melaksanakan tugas sesuai dengan jenjang jabatannya.
Pustakawan yang mandiri haruslah memahami apa yang menjadi tugas pokoknya, yaitu
mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan
perpustakaan. Pustakawan tidak lagi melakukan pekerjaan yang sifatnya administrartif.
Rincian pelaksanaan tugas pustakawan telah diatur dalam Kepmenpan 132/2002 dimana
setiap jenjang jabatannya mempunyai butir-butir kegiatan yang harus dikerjakan secara
mandiri.
4. Pustakawan tunggal “Solo librarians”. Pustakawan dalam pelaksanaan tugasnya
mengerjakan seluruh pekerjaannya secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Ciri dari
pustakawan tunggal antara lain adalah teliti dan mampu memotivasi diri sendiri

10

Berdasarkan empat konsep kemandirian pustakawan dalam pelaksanaan tugas tersebut.
Pustakawan yang mandiri mempunyai ciri-ciri yang melekat diataranya: (1). Memahami tugas
pokok sebagai pustakawan.

(2) Memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan

dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mengikuti sertifikasi pustakawan dan dan lulus uji
kompetensi (3) Mampu mengambil keputusan profesional sendiri tanpa pengaruh dari pihak lain
masyarakat secara luas (4) Mau bekerjasama dan bisa bekerja secara tim. (5) Mempunyai
inovasi, gagasan baru, dan memberikan masukan secara teknis (6) Mampu memotivasi diri
sendiri baik untuk peningkatan kariernya maupun untuk kemajaun lembaga/unit kerjanya (7)
Melaksanakan tugasnya sesuai dengan jenjang jabatannya.
Semoga dalam Rapat Kerja Pusat XVIII Ikatan Pustakawan Indonesia dan Seminar Ilmiah
Tahun 2013 di Baanjarmasin ini dihasilkan suatu kesepakatan akan arti kemandirian pustakawan
sehingga pustakawan mampu mengerjakan tugas-tugasnya secara profesional.

11

Daftar Pustaka
Abdul Rahman Saleh. (2009). Catatan penilaian angka kredit pustakawan 2006-2009.
Diunggah
dari
http://abdulr-saleh.blogspot.com/2009/07/catatan-penilaian-angkakredit.html. pada 19 Seotember 2013
Blasius Sudarsono (2006). Antologi kepustakawanan Indonesia . Jakarta : Sagung Seto.
Hendro Wicaksono.(2013). Pustakawan tunggal (one-person librarian) : belajar dari
perpustakaan Elsam. Visi Pustaka vol. 15, no. 1, April 2013.
Hernandono. (2005). Meretas kebuntuan kepustakawanan Indonesia dilihat dari sisi sumber
daya tenaga perpustakaan. Orasi ilmiah dan pengukuhan pustakawan utama tahun 2005.
Hornung, Eva. (2012). CPD: D-I-Y strategies for solo librarians. Joint LAI/CILIP Ireland
conference 20th April 2012, Belfast
Indonesia. (2012). Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. (2012).
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 83 Tahun
2012 tentang penetapa rancangan standar kompetensi kerja nasional Indonesia sektor jasa
kemasyarakatan, sosial budaya, hiburan, dan perorangan lainnya bidang perpustakaan
menjadi standar kompetensi kerja nasional Indonesia .– Jakarta : Perpustakaan Nasional
RI.
Indonesia. (2012). Kementrian Pendayagunaan dan Aparatur Negara. (2002). Keptusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 132/KEP/M.PAN/12.2002 Tentang Jabatan
fungsional dan angka kreditnya .
Indonesia. (2007). Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan.
Jakarta : Perpustakaan Nasional.
Lasa Hs. (2007). Profesi pustakawan : tantangan dan harapan. Pidato pengukuhan
pustakawan utama. Tanggal 6 September 2007 di Perpustakaan Universitas Gadjah Mada
Ninis Agustini Damayanti. (2011). Kompetensi dan sertifikasi pustakawan: ditinjau dari
kesiapan dunia pendidikan ilmu perpustakaan. Media Media Pustakawan. 2011; 18 (3&4):
13-18
Perpustakaan NasionaL. (2010). Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang petunjuk teknis jabatan fungsional
pustakawan dan angka kreditnya . -- Jakarta : Perpustakaan Nasional.
Suharyanto. (2013). Data dan Analisis: wawancara dengan Dady P. Racmananta, SulistyoBasuki dan Supriyanto.
Sulistyo-Basuki (1991). Pengantar ilmu perpustakaan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Supriyanto, dkk. (2012). Perilaku pustakawan dalm pelaksanaan tugas fungsional. Jakarta :
Perpustakaan Nasional.

12