STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN PENERBIT
STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN PENERBIT EFEK SYARIAH
Oleh : Molbi F. Harsanto, SEI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan pasar modal berbasis syariah di Indonesia cukup dinamis baik dilihat dari
beragamnya efek syariah yang diterbitkan, indeks syariah yang diluncurkan maupun Fatwa
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) terkait pasar modal dan
peraturan Bapepam-LK yang mengatur mengenai pasar modal berbasis syariah. Penerbitan
reksa dana syariah oleh PT. Danareksa Investment Management pada tanggal 3 Juli 1997
merupakan tonggak pertama perkembangan pasar modal berbasis syariah di Indonesia.
Tonggak berikut nya adalah peluncuran Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 oleh
PT. Bursa Efek Indonesia berkerja sama dengan PT. Danareksa Investment Management.
Selanjutnya, perkembangan pasar modal berbasis syariah sampai dengan saat ini ditandai
dengan banyaknya produk yang diterbitkan seperti penerbitan sukuk (obligasi syariah),
reksadana syariah, saham yang memenuhi kriteria sebagai efek syariah, dan peluncuran
Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) oleh PT. Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain itu
terdapat produk syariah lainnya berupa Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang telah
diatur melalui Undang-Undang SBSN Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah
Negara. Sebagai implementasi dari UU tersebut, pemerintah pertama kali menerbitkan SBSN
pada 26 Agustus 2008 yaitu SBSN IFR senilai Rp2,7triliun dan SBSN IFR0001 senilai Rp1,9
triliun. Penerbitan SBSN ritel juga menjadi salah satu momentum dalam perkembangan pasar
modal syariah. SBSN ritel yang pertama kali diterbitkan pada tanggal 25 Februari 2009
adalah SR001senilai Rp5,56 triliun.
Beragamnya produk syariah di pasar modal tersebut memerlukan adanya kepastian hukum
khususnya terkait aspek kesyariahannya. Untukitu DSN-MUI telah menerbitkan Fatwa-fatwa
terkait pasar modal. Fatwa pertama yang diterbitkan adalah Fatwa No.20/DSN-MUI/IV/2001
tentang Pedoman Pelaksanan Investasi untuk Reksa Dana Syariah. Selanjutnya, DSN-MUI
telah menerbitkan Fatwa-fatwa terkait pasar modal berbasis syariah antara lain Fatwa
No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah, Fatwa No.40/DSN-MUI/X/2003 tentang
Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, dan
Fatwa No.80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Syariah dalam Mekanisme Perdagangan
Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.
Perkembangan pasar modal di Indonesia khususnya pasar modal berbasis syariah yang
dinamis perlu juga didukung dengan kejelasan regulasi yang diterbitkan oleh Bapepam-LK
sebagai regulator industri pasar modal di Indonesia. Hal ini mengingat Fatwa DSN-MUI
terkait pasar modal yang telah diterbitkan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat
bagi seluruh pemangku kepentingan di industri pasar modal. Oleh karena itu, untuk
mendukung perkembangan pasar modal berbasis syariah, Bapepam-LK telah menerbitkan
paket Peraturan terkait pasar modal syariah yaitu Peraturan Nomor IX.A.13 tentang
Penerbitan Efek Syariah, Peraturan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang Digunakan
1
dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal, dan Peraturan Nomor II.K.I tentang Kriteria
dan Penerbitan Daftar Efek Syariah.
Pada tahun 2012, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
mengeluarkan Surat Keputusan Nomor KEP-208/BL/2012 tentang Kriteria dan Penerbitan
Daftar Efek Syariah, dimana secara detil menyebutkan rasio keuangan yang harus dimiliki
oleh Emiten tang akan menerbitkan Efek Syariah. Sejalan dengan itu, dalam pasar modal
terdapat teori-teori yang membahas tentang Struktur Modal (Capital Structure). Sehingga
peraturan dan ketentuan pasar modal syariah dapat mempengaruhi teori Struktur Modal yang
dimiliki oleh Emiten-emiten penerbit efek syariah.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang dibahas dalam kajian ini adalah, “Bagaimanakah dampak Pasar Modal
Syariah terhadap teori Capital Structure?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana dampak Pasar Modal Syariah
terhadap teori Capital Structure.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pasar Modal Syariah
1. Pengertian Pasar Modal
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia menyebutkan bahwa Pasar
Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek,
Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan
profesi yang berkaitan dengan Efek.1
Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka
panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana,
instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan
bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi
kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan
prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya.
Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrumen jangka
panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana,
dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures, dan lain-lain.2
Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar
modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan
Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga
dan profesi yang berkaitan dengan Efek”.
Menurut Husnan (2003) adalah pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang
yang bisa diperjual-belikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang
diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta. Menurut Usman
(1990: 62), umumnya surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal dapat
dibedakan menjadi surat berharga bersifat hutang dan surat berharga yang bersifat pemilikan.
Surat berharga yang bersifat hutang umumnya dikenal nama obligasi dan surat berharga yang
bersifat pemilikan dikenal dengan nama saham. Lebih jauh dapat juga didefinisikan bahwa
obligasi adalah bukti pengakuan hutang dari perusahaan, sedangkan saham adalah bukti
penyertaan dari perusahaan.
Pengertian pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi,
termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara dibidang
1
2
DSN-MUI. Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003. Jakarta: DSN-MUI. 2003. hal 6.
http://www.idx.co.id/id-id/beranda/informasi/bagiinvestor/pengantarpasarmodal.aspx
3
keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Dalam arti sempit, pasar
modal adalah suatu pasar (tempat, berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan
saham-saham, obligasi-obligasi, dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para
perantara pedagang efek (Sunariyah, 2000: 4). Dilihat dari pengertian akan pasar modal
diatas, maka jelaslah bahwa pasar modal juga merupakan salah satu cara bagi perusahaan
dalam mencari dana dengan menjual hak kepemilikkan perusahaan kepada masyarakat.
2. Pengertian Pasar Modal Syariah
Berdasarkan definisi tersebut, terminologi pasar modal syariah dapat diartikan sebagai
kegiatan dalam pasar modal sebagaimana yang diatur dalam UUPM yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, pasar modal syariah bukanlah suatu sistem yang
terpisah dari sistem pasar modal secara keseluruhan. Secara umum kegiatan Pasar Modal
Syariah tidak memiliki perbedaan dengan pasar modal konvensional, namun terdapat
beberapa karakteristik khusus Pasar Modal Syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme
transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Pasar modal syariah merupakan kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek yang dijalankan berdasarkan prinsip
syariah.3
Saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada perusahaan dan dengan
bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak untuk mendapatkan bagian hasil dari
usaha perusahaan tersebut.
Menurut Soemitra, saham syariah merupakan surat berharga yang merepresentasikan
penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan. Penyertaan modal dilakukan pada perusahaanperusahaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah. Akad yang berlangsung dalam
saham syariah dapat dilakukan dengan akad mudharabah dan musyarakah.
Menurut Kurniawan (2008), Saham Syariah adalah saham-saham yang diterbitkan oleh suatu
perusahaan yang memiliki karakteristik sesuai dengan syariah Islam.
Serta dalam Fatwa DSN-MUI menyebutkan bahwa Efek Syariah adalah efek sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal adalah surat berharga
yang akad, pengelolaan perusahaannya, maupun cara penerbitannya memenuhi Prinsipprinsip Syariah.4
Secara umum kegiatan Pasar Modal Syariah tidak memiliki perbedaan dengan pasar modal
konvensional, namun terdapat beberapa karakteristik khusus Pasar Modal Syariah yaitu
bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Penerapan prinsip syariah di pasar modal tentunya bersumberkan pada Al Quran sebagai
sumber hukum tertinggi dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya, dari kedua sumber
hukum tersebut para ulama melakukan penafsiran yang kemudian disebut ilmu fiqih. Salah
3
4
Sholihin, Ahmad Ifham.2010. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta:PT Gramedia. Hal. 351.
DSN-MUI. Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003. Jakarta: DSN-MUI. 2003. hal 6.
4
satu pembahasan dalam ilmu fiqih adalah pembahasan tentang muamalah, yaitu hubungan
diantara sesama manusia terkait perniagaan.
Menurut Metwally (1995) fungsi dari keberadaan pasar modal syariah :
• Memungkinkan bagi masyarakat berpartispasi dalam kegiatan bisnis dengan memperoleh
bagian dari keuntungan dan risikonya.
• Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna mendapatkan likuiditas
• Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan
mengembangkan lini produksinya
• Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada harga saham yang
merupakan ciri umum pada pasar modal konvensional
• Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan bisnis
sebagaimana tercermin pada harga saham.5
3. Fatwa MUI
a. Definisi dan Sifat Fatwa
Secara etimologi kata fatwa berasal dari bahasa Arab al-fatwa. Menurut Ibnu Manzhur
kata fatwa ini merupakan bentuk mashdar dari kata fata, yaftu, fatwa, yang bermakna
muda, baru, penjelasan, penerangan. Pendapat ini hampir sama dengan pendapat Al-Fayumi,
yang menyatakan bahwa al-fatwa berasal dari kata al-fata artinya pemuda yang kuat.
Sehingga seorang yang mengeluarkan fatwa dikatakan sebagai mufti, karena orang tersebut
diyakini mempunyai kekuatan dalam memberikan penjelasan (al-bayan) dan jawaban
terhadap permasalahan yang dihadapinya sebagaimana kekuatan yang dimiliki oleh seorang
pemuda. Sedangkan menurut Al-Jurjani fatwa berasal dari al-fatwa atau al-futya, artinya
jawaban terhadap suatu permasalahan (musykil) dalam bidang hukum. Sehingga fatwa dalam
pengertian ini juga diartikan sebagai memberikan penjelasan (al-ibanah).6
Secara terminologi, sebagaimana dikemukakan oleh Zamarkhsari, (w. 538H) fatwa adalah
penjelasan hukum syara’ tentang suatu masalah atas pertanyaan seseorang atau kelompok.
Menurut As-Syatibi, fatwa dalam arti al-iftaa berarti keterangan-keterangan tentang hukum
syara’ yang tidak mengikat untuk diikuti.7
Istilah fatwa berasal dari perkataan bahasa Arab yaitu fata, yaftu, fatwa atau futya yang
berarti menjawab (penjelasan atau penerangan) perkara-perkara yang menjadi permasalahan.
Selanjutnya, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi fatwa adalah jawab
(keputusan, pendapat) yang diberikan oleh mufti tentang suatu masalah atau nasihat orang
alim atau pelajaran baik atau petuah.
Menurut Yusuf Qardawi definisi fatwa adalah menerangkan hukum syara’ dalam suatu
persoalan sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa (mustafti) baik
secara perorangan atau kolektif.8
Huda, Nurul dan Nasution, Mustofa ,Edwin. 2008. Investasi Pada Pasar Modal Syariah. Jakarta:Kencana Hal
76.
6
KH. Ma ruf Amin. Fatwa dalam Sistem Hukum Islam. Jakarta: Elsas. 2008. hal 1919
7
Ibid
8
KH. Ma ruf Amin. Fatwa dalam Sistem Hukum Islam. Jakarta: Elsas. 2008. hal 2020
5
5
b. Fatwa DSN-MUI tentang Pasar Modal
Hingga saat ini Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia yang secara khusus
mengatur Pasar Modal sudah cukup banyak diantara adalah:
• Fatwa No. 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk
Reksa Dana Syariah.
• Fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah.
• Fatwa No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah.
• Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan
Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.
• Fatwa No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.
• Fatwa No. 59/DSN-MUI/V/2007 tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi.
• Fatwa No. 65/DSN-MUI/III/2008 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu Syariah.
• Fatwa No. 66/DSN-MUI/III/2008 tentang Waran Syariah.
• Fatwa No. 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Syariah dalam Mekanisme
Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.
Pada kajian ini, ruang lingkup pembahasan yaitu terkait fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003
tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.
Dari fatwa tersebut, dapat kita ambil intisari sebagai berikut:
•
Kriteria Emiten atau Perusahaan Publik9
o Jenis usaha, produk barang, jasa yang diberikan dan akad serta cara pengelolaan
perusahaan Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah tidak
boleh bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah.
o Jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah sebagaimana
dimaksud dalam poin nomor 1, antara lain:
perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang;
lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi
konvensional;
produsen, distributor, serta pedagang makanan dan minuman yang haram; dan
produsen, distributor, dan/atau penyedia barang-barang ataupun jasa yang
merusak moral dan bersifat mudarat.
melakukan investasi pada Emiten (perusahaan) yang pada saat transaksi tingkat
(nisbah) hutang perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari
modalnya;
o Emiten atau Perusahaan Publik yang bermaksud menerbitkan Efek Syariah wajib
untuk menandatangani dan memenuhi ketentuan akad yang sesuai dengan syariah atas
Efek Syariah yang dikeluarkan.
o Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah wajib menjamin
bahwa kegiatan usahanya memenuhi Prinsip-prinsip Syariah dan memiliki Shariah
Compliance Officer.
o Dalam hal Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah sewaktuwaktu tidak memenuhi persyaratan tersebut di atas, maka Efek yang diterbitkan
dengan sendirinya sudah bukan sebagai Efek Syariah.
•
Jenis Efek Syariah10
9
DSN-MUI. Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003. Jakarta: DSN-MUI. 2003. hal 6.
DSN-MUI. Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003. Jakarta: DSN-MUI. 2003. hal 7.
10
6
o Efek Syariah mencakup Saham Syariah, Obligasi Syariah, Reksa Dana Syariah,
Kontrak investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) Syariah, dan surat
berharga lainnya yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Syariah.
o Saham Syariah adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi
kriteria sebagaimana tercantum dalam pasal 3, dan tidak termasuk saham yang
memiliki hak-hak istimewa.
o Obligasi Syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip Syariah
yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan
Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi
hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
o Reksa Dana Syariah adalah Reksa Dana yang beroperasi menurut ketentuan dan
prinsip Syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta
(shahib al-mal/rabb al-mal) dengan Manajer Investasi, begitu pula pengelolaan dana
investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil
shahib almal dengan pengguna investasi.
o Efek Beragun Aset Syariah adalah Efek yang diterbitkan oleh kontrak investasi
kolektif EBA Syariah yang portofolio-nya terdiri dari aset keuangan berupa tagihan
yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul di kemudian hari, jual
beli pemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan, Efek bersifat investasi yang dijamin
oleh pemerintah, sarana peningkatan investasi/arus kas serta aset keuangan setara,
yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Syariah.
o Surat berharga komersial Syariah adalah surat pengakuan atas suatu pembiayaan
dalam jangka waktu tertentu yang sesuai dengan Prinsip-prinsip syariah.
•
Transaksi yang dilarang11
o Pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak
diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang di dalamnya mengandung
unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman.
o 2. Transaksi yang mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat
dan kezhaliman sebagaimana dimaksud di atas meliputi:
Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu;
Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (Efek Syariah) yang
belum dimiliki (short selling);
Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh
keuntungan atas transaksi yang dilarang;
Menimbulkan informasi yang menyesatkan;
Margin trading, yaitu melakukan transaksi atas Efek Syariah dengan fasilitas
pinjaman berbasis bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian Efek Syariah
tersebut; dan
Ihtikar (penimbunan), yaitu melakukan pembelian atau dan pengumpulan suatu
Efek Syariah untuk menyebabkan perubahan harga Efek Syariah, dengan tujuan
mempengaruhi Pihak lain;
Dan transaksi-transaksi lain yang mengandung unsur-unsur diatas.
•
Harga Pasar Wajar12
11
12
Ibid
Ibid, Hal. 8.
7
Harga pasar dari Efek Syariah harus mencerminkan nilai valuasi kondisi yang sesungguhnya
dari aset yang menjadi dasar penerbitan Efek tersebut dan/atau sesuai dengan mekanisme
pasar yang teratur, wajar dan efisien serta tidak direkayasa.
• Pelaporan dan Keterbukaan Informasi13
Dalam hal DSN-MUI memandang perlu untuk mendapatkan informasi, maka DSN-MUI
berhak memperoleh informasi dari Bapepam dan Pihak lain dalam rangka penerapan Prinsipprinsip syariah di Pasar Modal.
4. Peraturan Bapepam-LK
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (disingkat Bapepam-LK) adalah
sebuah lembaga di bawah Kementerian Keuangan Indonesia yang bertugas membina,
mengatur, dan mengawasi sehari-hari kegiatan pasar modal serta merumuskan dan
melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang lembaga keuangan. 14
Fungsi yang dimiliki Bapepam-LK adalah15:
• Penyusunan dan penegakan peraturan di bidang pasar modal primer dan sekunder
• Penegakan peraturan di bidang pasar modal;
• Pembinaan dan pengawasan terhadap pihak yang memperoleh izin usaha, persetujuan,
pendaftaran dari Badan dan pihak lain yang bergerak di pasar modal;
• Penetapan prinsip-prinsip keterbukaan perusahaan bagi Emiten dan Perusahaan Publik;
• Penyelesaian keberatan yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek,
Kliring dan Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian;
• Penetapan ketentuan akuntansi di bidang pasar modal;
• Penyiapan perumusan kebijakan di bidang lembaga keuangan;
• Pelaksanaan kebijakan di bidang lembaga keuangan, sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku;
• Perumusan standar, norma, pedoman kriteria dan prosedur di bidang lembaga keuangan;
• Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang lembaga keuangan;
• Pelaksanaan tata usaha Badan.
Secara umum, seluruh peraturan yang telah dikeluarkan oleh Bapepam-LK terkait dengan
pasar modal dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok peraturan sebagai berikut16:
• Bursa Efek
• Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP)
• Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP)
• Reksa Dana
• Perusahaan Efek, Wakil Perusahaan Efek, dan Penasihat Investasi
• Lembaga Penunjang Pasar Modal
• Profesi Penunjang Pasar Modal
• Emiten dan Perusahaan Publik
• Dokumen Publik dan Laporan ke Bapepam
• Pemeriksaan oleh Bapepam
Ibid, Hal. 8.
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Pengawas_Pasar_Modal_dan_Lembaga_Keuangan
15
Ibid
16
http://www.bapepam.go.id/pasar_modal/regulasi_pm/peraturan_pm/
13
14
8
•
•
Sanksi
Peraturan Lainnya
Pada kajian ini, ruang lingkup pembahasan yaitu terkait Keputusan Ketua Bapepam-LK No.
KEP-208/BL/2012 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah. Dari Surat
Keputusan tersebut, dapat kita ambil intisari sebagai berikut17:
• Efek yang dimuat dlam Daftar Efek Syariah
o Efek berupa saham termasuk Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) syariah
dan Waran syariah yang diterbitkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik yang
menyatakan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya dilakukan
berdasarkan prinsip syariah sebagaimana tertuang dalam anggaran dasar;
o Efek berupa saham termasuk Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) syariah
dan Waran syariah yang diterbitkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik yang tidak
menyatakan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya dilakukan
berdasarkan prinsip syariah, sepanjang Emiten atau Perusahaan Publik tersebut:
tidak melakukan kegiatan usaha sebagai berikut:
perjudian dan permainan yang tergolong judi;
perdagangan yang dilarang menurut syariah, antara lain:
perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan
barang/jasa;
perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu;
jasa keuangan ribawi, antara lain:
bank berbasis bunga;
perusahaan pembiayaan berbasis bunga;
jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi
(maisir), antara lain asuransi konvensional;
memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan, dan/atau menyediakan
antara lain:
barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi);
barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram lighairihi)
yang ditetapkan oleh DSN-MUI;
barang atau jasa yang merusak moral dan/atau bersifat
mudarat;
melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah); dan
memenuhi rasio-rasio keuangan sebagai berikut:
total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak lebih
dari 45% (empat puluh lima per seratus); atau
total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan
dengan total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak lebih
dari 10% (sepuluh per seratus);
B. Struktur Modal (Capital Structure)
1. Pengertian Struktur Modal
17
BEPEPAM-LK. KEP-208/BL/2012. Jakarta: Bapepam-LK. 2012. hal 1
9
Menurut J. Fred Weston dan Thomas E Copeland (1996) mengatakan bahwa struktur modal
adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari utang jangka panjang, saham preferen, dan
modal pemegang saham.
Menurut Frank J Fabozzi and Pamela Peterson (2000), capital structure is the combination of
debt and equity used to finance a firm’s projects. The capital structure of a firm is some mix
of debt, internally generated equity, and new equity.18
Menurut Keown et.al (2008), struktur modal adalah paduan atau kombinasi sumber dana
jangka panjang yang digunakan oleh perusahaan.19
Menurut Farah Margaretha (2005), struktur modal menggambarkan pembiayaan permanen
perusahaan yang terdiri atas utang jangka panjang dan modal sendiri. 20
Menurut Robert C Higgins (2004), capital structure is the composition of the liabilities side
of a company’s balance sheet, the mix of funding sources a company uses to finance its
operations.
Menurut Handono Mardiyanto (2009), struktur modal didefinisikan sebagai komposisi dan
proposi utang jangka panjang dan ekuitas (saham preferen dan saham biasa) yang ditetapkan
perusahaan.21
Menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali (2010), struktur modal adalah proposi dalam
menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dimana dana yang diperoleh
menggunakan kombinasi atau paduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang yang
terdiri dari dua sumber utama yakni yang berasal dari dalam dan luar perusahaan.22
Menurut Husnan Suad (2004) struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara
modal asing dengan modal sendiri.
Menurut Sabar Warsini (2003) struktur modal merupakan sumber pendanaan jangka panjang
terdiri dari obligasi dan saham.
Menurut Bambang Riyanto (2001), struktur modal adalah pembelanjaan permanen yang
mencerminkan pertimbangan atau perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal
sendiri.23
Struktur modal menunjukkan proposi atas penggunaan hutang untuk membiayai investasinya,
sehingga dengan mengetahui struktur modal, investor dapat mengetahui keseimbangan antara
risiko dan tingkat pengembalian investasinya.
Jadi, berdasarkan beberapa referensi tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa struktur
modal adalah proposi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dengan
Frank J Fabozzi. Manajemen Investasi. Jakarta: Salemba Empat. 2000
Arthur J. Keown, et.al. Manajemen Keuangan: Prinsip dan Penerapan Jakarta: Indeks. 2008
20
Farah Margaretha. Teori dan Aplikasi Manajemen Keuangan: Investasi dan Sumber Dana Jangka Panjang.
Jakarta: Grasindo. 2005.
21
Handoyo Mardiyanto. Intisari Manajemen Keuangan. Jakarta: Grasindo. 2009.
22
Ahmad Rodoni dan Herni Ali. Analisis Investasi dan Teori Portfolio. Jakarta: Rajawali Press. 2010.
23
Bambang Riyanto. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE. 2001. hal 67.
18
19
10
sumber pendanaan jangka panjang yang berasal dari dana internal dan dana eksternal, dengan
demikian struktur modal adalah struktur keuangan dikurangi utang jangka pendek.
Sedangkan pengertian struktur keuangan menurut Farah Margaretha (2005) 24
menggambarkan susunan keseluruhan sisi kredit neraca yang terdiri atas utang jangka
pendek, utang jangka panjang, dan modal sendiri.
Utang jangka pendek tidak diperhitungkan dalam struktur modal karena utang jenis ini
umumnya bersifat spontan (berubah sesuai dengan perubahan tingkat penjualan) sementara
itu utang jangka panjang bersifat tetap selama jangka waktu yang relatif panjang (lebih dari
satu tahun) sehingga keberadaannya perlu lebih dipikirkan oleh para manajer keuangan.
Itulah alasan utama mengapa struktur modal hanya terdiri dari utang jangka panjang dan
ekuitas. Karena alasan itu pulalah biaya modal hanya mempertimbangkan sumber dana
jangka panjang (Handono Mardiyanto, 2009).25
Kebutuhan dana yang berasal dari dalam atau sering disebut modal sendiri adalah modal yang
berasal dari perusahaan itu sendiri seperti cadangan laba yang berasal dari pemilik seperti
modal saham. Modal inilah yang menjadi tanggungan terhadap keseluruhan resiko
perusahaan dan dijadikan jaminan bagi kreditor. Sedangkan dana yang berasal dari luar
adalah modal yang berasal dari kreditur (panyandang dana), modal inilah yang merupakan
utang bagi perusahaan yang bersangkutan.
Tujuan dari manajemen struktur modal atau capital structure management adalah
menggabungkan sumber-sumber dana yang digunakan perusahaan untuk membiayai operasi.
Dengan kata lain, tujuan ini dapat dilihat sebagai pencarian gabungan dana yang akan
meminimumkan biaya modal dan dapat memaksimalkan harga saham. Struktur modal yang
demikian, dapat kita sebut sebagai struktur modal yang optimal (Ahmad Rodoni dan Herni
Ali, 2010).26
2. Jenis-jenis Struktur Modal
a. Modigliani-Miller
Teori capital structure yang modern dimulai dengan paper Modigliani dan Miller (1958)
(selanjutnya terkenal dengan MM) yang merupakan terobosan baru dalam manajemen
keuangan modern. Proposisi yang diajukan MM mempunyai pendukung yang sangat besar
sampai sekarang. Proposisi yang menyatakan tidak relevannya keputusan financing
memberikan implikasi penting, yaitu pada kondisi bagaimana keputusan tersebut menjadi
tidak relevan; dan secara implisit juga menimbulkan pertanyaan pada kondisi bagaimana
keputusan tersebut menjadi relevan (Harris dan Raviv, 1991; Myers, 2001).
Dengan seiringnya waktu, teori ini berkembang menjadi 2 jenis, yaitu teori tanpa pajak dan
teori dengan pajak.
Teori MM tanpa pajak
Farah Margaretha. Teori dan Aplikasi Manajemen Keuangan: Investasi dan Sumber Dana Jangka Panjang.
Jakarta: Grasindo. 2005.
25
Handoyo Mardiyanto. Intisari Manajemen Keuangan. Jakarta: Grasindo. 2009.
26
Ahmad Rodoni dan Herni Ali. Analisis Investasi dan Teori Portfolio. Jakarta: Rajawali Press. 2010.
24
11
Teori struktur modal modern yang pertama adalah teori Modigliani dan Miller (teori MM).
Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan atau tidak mempengaruhi nilai
perusahaan. MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka (Brigham dan
Houston, 2001, p.31)27 yaitu:
• Tidak terdapat agency cost.
• Tidak ada pajak.
• Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan
• Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek
perusahaan di masa depan
• Tidak ada biaya kebangkrutan
• Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan dari
hutang.
• Para investor adalah price-takers.
• Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market value).
Teori MM dengan pajak.
Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan kemudian MM memasukkan faktor pajak
ke dalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas
keluar. Hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai
pengurang pajak.28
b. Pecking Order Theory
Menurut Myers (1984), pecking order theory menyatakan bahwa ”Perusahaan dengan tingkat
profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang
profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah.” Dalam pecking order
theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai
urut-urutan preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory
dikutip oleh Smart, Megginson, dan Gitman (2004, p.458-459), terdapat skenario urutan
(hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu :
1. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan
internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan
yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.
2. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai
dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang paling rendah risikonya, turun ke
hutang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen,
dan yang terakhir saham biasa.
3. Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah
pembayaran deviden yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan
tersebut untung atau rugi.
4. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan deviden yang
konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka
27
28
http://setiawanzenegger10.blogspot.com/2011/06/teori-struktur-modal.html
Ibid
12
perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia. Pecking order
theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory menjelaskan
urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang
optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini
dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi
justru mempunyai tingkat hutang yang kecil.
Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan dana untuk
kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan (hierarki) yang disebutkan dalam
pecking order theory. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Hamid (1992) dan Singh
(1995) menyatakan bahwa “Perusahaan-perusahaan di negara berkembang lebih memilih
untuk menerbitkan ekuitas daripada berhutang dalam membiayai perusahaannya.” Hal ini
berlawanan dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih
untuk menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat
membutuhkan pendanaan eksternal.
c. Trade off Theory
Menurut trade-off teory yang diungkapkan oleh Myers (2001), “Perusahaan akan berhutang
sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan
hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan
(financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan
biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu
perusahaan.
Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa
faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan
(financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric
information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat hutang yang optimal
tercapai ketika penghematan pajak (tax shields) mencapai jumlah yang maksimal terhadap
biaya kesulitan keuangan (costs of financial distress).
Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka tradeoff antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal.
Perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha
mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang
tersebut akan mengurangi pajak.
Dalam kenyataannya jarang manajer keuangan yang berpikir demikian. Donaldson (1961)
melakukan pengamatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas
yang tinggi cenderung rasio hutangnya rendah. Hal ini berlawanan dengan pendapat trade-off
theory. Trade-off theory tidak dapat menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas
dan rasio hutang.
d. Market Timing Theory
Teori yang diungkapkan oleh Baker dan Wurgler (2002) ini mengemukakan bahwa
“Perusahaan-perusahaan akan menerbitkan equity pada saat market value tinggi dan akan
13
membeli kembali equity pada saat market value rendah” (p.1) Praktik inilah yang kemudian
disebut sebagai equity market timing.
Tujuan dari melakukan equity market timing ini adalah untuk mengeksploitasi fluktuasi
sementara yang terjadi pada cost of equity terhadap cost of other forms of capital.
Menurut Baker dan Wurgler (2002),”Struktur modal adalah hasil kumulatif dari usaha
melakukan equity market timing di masa lalu”. Baker dan Wurgler menemukan bahwa
perusahaan dengan tingkat hutang rendah adalah perusahaan yang menerbitkan equity pada
saat market value tinggi dan perusahaan dengan tingkat hutang tinggi adalah perusahaan yang
menerbitkan equity pada saat market value rendah. Baker dan Wurgler menggunakan marketto-book ratio, yang umumnya digunakan sebagai proxy untuk mengukur kesempatan
investasi, namun dalam teorinya market-to-book ratio juga digunakan untuk melihat apakah
nilai suatu ekuitas itu overvalued atau undervalued. Baker dan Wurgler membangun suatu
model variabel yaitu external finance weighted-average market-to-book ratio. Variabel ini
adalah rata-rata tertimbang dari market-to-book ratio suatu perusahaan di masa lampau.
Variabel ini digunakan oleh Baker dan Wurgler untuk melihat usaha dari suatu perusahaan
dalam melakukan equity market timing.
Ada dua versi dari equity market timing yang mengikuti hasil penelitian Baker dan Wurgler.
Yang pertama adalah versi dinamis dari Myers dan Majluf (1984) mengenai informasi
asimetris yang mengasumsikan rasional manajer dan investor. Versi yang kedua dari equity
market timing melibatkan para investor atau manajer yang tidak rasional dan persepsi dari
mispricing. Para manajer akan menerbitkan equity saat mereka yakin bahwa cost of equity
rendah dan membeli kembali equity saat cost of equity tinggi. Market-to-book diketahui
secara umum berkorelasi negatif dengan future equity returns, dan nilai ekstrem dari marketto-book dikaitkan dengan ekpektasi-ekspektasi yang ekstrem dari investor, sesuai dengan
penelitian dari La Porta (1996), La Porta et al. (1997), Frankel dan Lee (1998), dan Schleifer
(2000). Apabila manajer mencoba untuk mengeksploitasi terlalu jauh (ekstrem) ekspektasiekspektasi dari investor, net equity issues akan berkorelasi positif dengan market-to-book. 29
Apabila tidak terdapat struktur modal yang optimal, manajer tidak perlu mengganti
keputusan-keputusan pendanaannya pada saat perusahaan telah dinilai dengan benar dan cost
of equity terlihat normal, hal ini menunggu fluktuasi-fluktuasi sementara yang terjadi pada
market-to-book mempunyai efek yang tetap pada leverage.
29
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/teori-struktur-modal.html
14
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pandangan Islam terhadap Hutang (Qardh)
Sayyid Sabiq dalam karyanya Fiqh Sunnah mendefinisikan hutang sebagai harta yang
diberikan oleh kreditor (pemberi utang) kepada debitor (penerima utang), agar debitor
mengembalikan yang serupa dengannya kepada kreditor ketika mampu. Secara etimologis,
qardh berarti “pemotongan”.30
Perutangan adalah salah satu sarana ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt., karena
memberikan utang berarti menyayangi manusia, mengasihi mereka, memudahkan urusan
mereka, dan menghilangkan kesusahan mereka. Islam menganjurkannya dan
menyarankannya bagi kreditor dan Islam membolehkannya bagi debitor mengambil harta
untuk memanfaatkannya dalam pemenuhan hajat-hajatnya lalu mengembalikan yang serupa
dengannya.31
Dalam Fiqh Sunnah juga disebutkan beberapa kaidah dalam utang (qardh), diantaranya
adalah:
1. Piutang yang mendatangkan manfaat adalah Riba
Manfaat yang dimaksud dalam kajian poin ini bukanlah manfaat dalam mempergunakan
harta dari kreditor tetapi adalah kelebihan pembayaan utang dari debitor kepada kreditor.
Berdasarkan pengertian utang diatas, dapat kita pahami bahwa debitor tidak boleh
mengembalikan kepada kreditor kecuali apa yang diutangnya atau yang serupa dengannya.
Hal ini juga sesuai dengan kaidah fiqh “setiap piutang yang mendatangkan manfaat adalah
Riba”.
Keharaman ini hanya berlaku apabila manfaat dari pitang diisyaratkan atau dikenal dalam
tradisi. Apabila manfaat ini tidak disyariatkan dan tidak dikenal dalam tradisi, maka devitor
boleh membayar utang dengan sesuatu yang lebih baik kualitasnya daripada apa yang
diutang, atau menambah kuantitas, atau menjual rumahnya kepada kreditor.32
2. Bersegera membayar hutang sebelum mati
3. Mengulur-ulur membayar utang adalah kezhaliman
4. Anjuran memberi tangguh kepada orang yang dalam kesusahan
Sayyid Sabiq. Fiqh Sunnah. Cet. II. Jil.5. Jakarta: Pena. 2010. Hal. 115
Ibid
32
Ibid. Hal. 119.
30
31
15
Dari pandangan Islam tentang utang diatas menunjukkan bahwa selama ini di Pasar Modal
konvensional yang memberikan imbalan atas utang piutang adalah berstatus haram.
Keharaman ini dikarenakan penjelasan diatas tentang kaidah utang piutang salah satunya
dalam “Kullu qardhin jarra manfaat fahuwa Riba” (Setian piutang yang mendatangkan
manfaat/imbalan adalah Riba). Instrumen Pasar Modal yang bersifat utang piutang adalah
Obligasi yang merupakan bukti pengakuan hutang dari perusahaan.
Tetapi, jika bersifat investasi saham yang diberikan oleh pemilik modal dan mendapatkan
deviden dari jumlah saham yang dia miliki adalah diperbolehkan sebagaimana akad investasi
mudharabah dalam Islam. Instrumen yang masuk dalam hal ini adalah instrumen saham
dimana didefinisikan sebagai buki kepemilikan atas suatu perusahaan.
B. Pandangan Islam terhadap Mudharabah.
Akad yang biasanya dipakai dalam instrumen Pasar Modal Syariah, salah satunya adalah
akad mudharabah. Kata mudharabah diambil dari kata adh-dharbu fil ardhi yang berarti
‘Bepergian dimuka bumi untuk berdagang’33, Allah SWT. Berfirman:
“...dan yang lain berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah” (QS. alMuzammil : 20)
Mudharabah dinamaakan juga dengan qiradh. Kata qiradh berarti ‘pemotongan’ karena
pemilik harta memotong sebain dari hartanya untuk diperdagangkan dan memotong sebagian
dari keuntungannya. Selain itu, mudharabah juga dinamaan dengan muamalah.
Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah mendefinisikan mudharabah secara istilahi dengan
pengertian akad antara dua pihak yang mengharuskan salah satu dari keduanya untuk
menyerahkan sejumlah uang kepada yang lain untuk diperdagangkan, dengan catatan
keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan keduanya.
Pada prinsipnya, Saham sebagai salah satu instrumen pasar modal sesuai dengan konsep
inventasi mudharabah pada sistem keuangan syariah, sehingga menurut hemat penulis, bahwa
pada dasarnya Saham adalah investasi yang diperbolehkan oleh syariah Islam.
Tetapi pada prakteknya yang terjadi pada pasar sekunder, saham diperjualbelikan dengan halhal yang melanggar ketentuan keuangan Islam yang lain, seperti penawaran palsu, judi, dan
lainnya. Sehingga dalam fatwa Dewan Syariah Nasonal Majelis Ulama Indonesia dan Surat
Keputusan Bepepam LK merincikan transaksi-transaksi apa saja yang tidak boleh dilakukan
oleh emiten penerbit efek syariah dan apa yang tidak boleh dalam trasaks-transakso di
dalamnya.
C. Pandangan Islam terhadap Ijarah.
Terdapat satu akad lagi yang digunakan dalam Pasar Modal Syariah, adalah akad Ijarah. Kata
Ijarah berasal dari kata ajr yang berarti ‘imbalan’. Dalam bahasa indonesia ijarah lebih
diartikan sebagai ‘sewa-menyewa’ atau ‘penyewaan’. Secara Istilah, ijarah merupakan akad
atas manfaat dengan imbalan. Oleh karena itu emnurut Sayyid Sabiq, tidak boleh menyewa
33
Ibid. Hal. 165.
16
pohon untuk dimakan buahnya karena pohon bukanlah manfaat. Tidak boleh juga menyewa
emas dan perak, menyewa makanan untuk dimakan, serta menyewa barang yang bisa ditakar
dan ditimbang karena semua ini tidak bisa dimanfaatkan kecuali dengan menghabiskannya.
Tidak boleh juga menyewasapi, kambing, atau unta untuk diperah susunya karena penyewaan
memberikan kepemilikan atas manfaat, sementara dalam kondisi ini ia memberikan manfaat
atas susu yang merupakan benda, padalah akad penyewaan berlaku pada manfaat bukan
pada benda.34
Manfaat terdiri dari beberapa bentuk. Pertama, manfaat benda, seperti penghunian rumah dan
pemakaian mobil. Kedua, manfaat pekerjaan, seperti pekerjaan arsitek, tukang bangunan,
tukang tenun, tukang celup, tukang jahit, dan sejenisnya. Dan ketiga,manfaat orang yang
mengerahkan tenaganya, seperti pembantu dan buruh.
Akad inilah yang biasanya dipakai di Pasar Modal Syariah, selain dari mudharabah. Tetapi
hal ini terdapat persyaratan lain yang tidak ada pada mudharabah, yaitu aset ijarah, yang
digunakan untuk akad sewa-menyewa yang dilakukan antara pemilik modal dan penerbit
efek. Jadi penerbit efek sebagai mu’ajjir, dan investro sebagai musta’jir. Dan imbalan yang
dikeluarkan sebagai konpensasi manfaat dinamakan dengan ajr atau ujrah. Aset ijarah
biasanya disebut dengan nama Underlying Asset.
D. Struktur Modal pada Emiten Penerbit Efek Syariah
Fatwa No.20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanan Investasi untuk Reksa Dana
Syariah menyebutkan bahwa Jenis usaha, produk barang, jasa yang diberikan dan akad serta
cara pengelolaan perusahaan Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah
tidak boleh bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah dimana salah satunya disebutkan
bahwa “dalam melakukan investasi pada Emiten (perusahaan) yang pada saat transaksi
tingkat (nisbah) hutang perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari
modalnya”. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Total
Laporan Keuangan Perusahaan X
Aktiva
Pasiva
Hutang Ribawi
4.900
49%
Modal
5.100
51%
10.000
100%
10.000 100% Total
Total
Laporan Keuangan Perusahaan X
Aktiva
Pasiva
Hutang Ribawi
5.100
51%
Modal
4.900
49%
10.000
100%
10.000 100% Total
Kemudian dalam Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yang
direfleksikan melalui Surat Keputusan Ketua No. KEP-208/BL/2012 tentang Kriteria dan
Penerbitan Daftar Efek Syariah. Disana disebutkan bahwa struktur modal yang harus dimiliki
oleh emiten penerbit efek syariah adalah:
1. Total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak lebih dari 45%
(empat puluh lima per seratus); atau
2. Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total
pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari 10% (sepuluh per
seratus).
34
Ibid. Hal. 145.
17
Dengan ketentuan diatas, penulis dapat memberikan ilustrasi sebagai berikut:
Laporan Keuangan Perusahaan X
Aktiva
Pasiva
Hutang Ribawi
4.600
Total
Laporan Keuangan Perusahaan X
Aktiva
Pasiva
Hutang Ribawi
4.500
46%
45%
Hutang Syar'i
1.500
15%
Hutang Syar'i
1.500
15%
Modal
3.900
39%
Modal
4.000
40%
10.000
100%
10.000
100%
10.000 100% Total
Laporan Keuangan Perusahaan X
Income Statement
Pendapatan Usaha
8.500
Pendapatan Bunga/Ribawi
Pendapatan Lainnya
Total Pendapatan
Total
10.000 100% Total
85%
Laporan Keuangan Perusahaan X
Income Statement
Pendapatan Usaha
8.400
84%
1.000
10%
Pendapatan Bunga/Ribawi
1.100
11%
500
5%
500
5%
10.000 100%
Pendapatan Lainnya
Total Pendapatan
10.000 100%
Dari kedua ketentuan struktur permodalan emiten penerbit efek syariah di atas, dapat kita
lihat bahwa ketentuan dari Bapepam-LK lebih konservatif dibanding dengan fatwa DSNMUI. Bahkan, Bapepam LK memberikan tambahan ketentuan terkait Laporan Laba/Rugi
dimana “Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan
total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari 10%.”
Dengan dikeluarkan peratukan Bapepam-LK tersebut, seharusnya emiten yang akan dan telah
menerbitkan efek syariah harusnya manaati peraturan yang telah diterbitkan salah satunya
terkait malah struktur permodalan dan struktur kinerja keuangan perusahaan/emiten. Tetapi
juga jangan keluar dari prosedur lainnya.
E. Pembahasan Syariah tentang Capital Structure Theory.
Pembahasan ini dilakukan agar kita dalam memahami dan menerapkan Pasar Modal Syariah
tidak serta-merta mengambil mentah-mentah apasaja teori yang dibangun di dalamnya. Kita
harus senantianya meng-screening semua teori agar tidak bertentangan dengan falsafah dan
prinsip keuangan syariah.
Berikut ini adalah studi kritis dari teori struktur modal (capital structure theory) yang telah
ada:
1. Modigliani-Miller
Teori MM tanpa pajak
18
Terdapat beberapa teori yang sesuai dan tidak sesuai dengan Keuangan Islami dengan catatan
instrumen hutang pada Invesntasi Pasar Modal Kovensional digantikan dengan instrumen
mudharabah atau ijarah, yaitu:
•
Tidak ada pajak.
Pajak adalah kewajiban warga negara atas negara, maka dalam tataran hukum positif, pajak
harus dibayarkan.
•
Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan.
Tingkat imbal hasil harus sesuai dengan realisasi kinerja perusahaan jika dengan akad bagi
hasil, dan harus sesuai dengan kesepakatan fee diawal jika dalam akad ijarah.
•
Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek
perusahaan di masa depan
Hal ini sesuai dengan semangat keuangan syariah, bahwa para pihak sebagai partner dalam
bersyarikah, tidak boleh ada hal yang ditutup-tutupi dan informasi palsu.
•
Tidak ada biaya kebangkrutan
Jika dalam akah bagi hasil kebangrutan harus dilihat dahulu penyebabnya, jika karena
kalalaian/fraud dari pengelola modal, harus ditanggung oleh pengelola tersebut. Tetapi jika
karena kinerja memang menurun, maka kerugian harus dibagikan secara proporsianal dari
modal yang diinvestasikan.
•
Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan dari
hutang.
EBIT akan mencerminkan dari permodalan yang perusahaan dapatkan. Dalam arti kata,
sejauh perusahaan mengelola dengan baik dana investasi yang telah diberikan.
•
Para investor adalah price-takers.
Harga harus sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran secara alami, bukan ditentukan
oleh pemilik modal. Jika hal itu dilaksanakan sama saja budaya atau paham kapitalisme
masih dilaksanakan.
•
Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market value).
Harga Pasar dalam eksekusi aset merupakan keadilan bagi pengelola modal.
Teori MM dengan pajak.
Sesungguhnya Pajak akan ada juga dalam proses pembayaran Bagi Hasil dari perusahaan
2. Pecking Order Theory
19
Menurut Myers (1984), pecking order theory menyatakan bahwa ”Perusahaan dengan tingkat
profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang
profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah.”
Sesungguhnya, keputusan perusahaan harus dapat diperhitungkan dengan matang bagaimana
harusnya proporsi saham atau obligasi yang akan diterbitkan. Karena berhutang itu boleh,
jika orang tersebut memiliki kemampuan dalam pembayarannya.tetapi hal ini juga harus
melihat ketentuan dari Bapepam-LK No. KEP-208/BL/2012 tentang Kriteria dan Penerbitan
Daftar Efek Syariah.
3. Trade off Theory
Menurut trade-off teory yang diungkapkan oleh Myers (2001), “Perusahaan akan berhutang
sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan
hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan
(financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan
biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu
perusahaan.
Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa
faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan
(financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiens
Oleh : Molbi F. Harsanto, SEI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan pasar modal berbasis syariah di Indonesia cukup dinamis baik dilihat dari
beragamnya efek syariah yang diterbitkan, indeks syariah yang diluncurkan maupun Fatwa
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) terkait pasar modal dan
peraturan Bapepam-LK yang mengatur mengenai pasar modal berbasis syariah. Penerbitan
reksa dana syariah oleh PT. Danareksa Investment Management pada tanggal 3 Juli 1997
merupakan tonggak pertama perkembangan pasar modal berbasis syariah di Indonesia.
Tonggak berikut nya adalah peluncuran Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 oleh
PT. Bursa Efek Indonesia berkerja sama dengan PT. Danareksa Investment Management.
Selanjutnya, perkembangan pasar modal berbasis syariah sampai dengan saat ini ditandai
dengan banyaknya produk yang diterbitkan seperti penerbitan sukuk (obligasi syariah),
reksadana syariah, saham yang memenuhi kriteria sebagai efek syariah, dan peluncuran
Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) oleh PT. Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain itu
terdapat produk syariah lainnya berupa Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang telah
diatur melalui Undang-Undang SBSN Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah
Negara. Sebagai implementasi dari UU tersebut, pemerintah pertama kali menerbitkan SBSN
pada 26 Agustus 2008 yaitu SBSN IFR senilai Rp2,7triliun dan SBSN IFR0001 senilai Rp1,9
triliun. Penerbitan SBSN ritel juga menjadi salah satu momentum dalam perkembangan pasar
modal syariah. SBSN ritel yang pertama kali diterbitkan pada tanggal 25 Februari 2009
adalah SR001senilai Rp5,56 triliun.
Beragamnya produk syariah di pasar modal tersebut memerlukan adanya kepastian hukum
khususnya terkait aspek kesyariahannya. Untukitu DSN-MUI telah menerbitkan Fatwa-fatwa
terkait pasar modal. Fatwa pertama yang diterbitkan adalah Fatwa No.20/DSN-MUI/IV/2001
tentang Pedoman Pelaksanan Investasi untuk Reksa Dana Syariah. Selanjutnya, DSN-MUI
telah menerbitkan Fatwa-fatwa terkait pasar modal berbasis syariah antara lain Fatwa
No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah, Fatwa No.40/DSN-MUI/X/2003 tentang
Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, dan
Fatwa No.80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Syariah dalam Mekanisme Perdagangan
Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.
Perkembangan pasar modal di Indonesia khususnya pasar modal berbasis syariah yang
dinamis perlu juga didukung dengan kejelasan regulasi yang diterbitkan oleh Bapepam-LK
sebagai regulator industri pasar modal di Indonesia. Hal ini mengingat Fatwa DSN-MUI
terkait pasar modal yang telah diterbitkan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat
bagi seluruh pemangku kepentingan di industri pasar modal. Oleh karena itu, untuk
mendukung perkembangan pasar modal berbasis syariah, Bapepam-LK telah menerbitkan
paket Peraturan terkait pasar modal syariah yaitu Peraturan Nomor IX.A.13 tentang
Penerbitan Efek Syariah, Peraturan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang Digunakan
1
dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal, dan Peraturan Nomor II.K.I tentang Kriteria
dan Penerbitan Daftar Efek Syariah.
Pada tahun 2012, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
mengeluarkan Surat Keputusan Nomor KEP-208/BL/2012 tentang Kriteria dan Penerbitan
Daftar Efek Syariah, dimana secara detil menyebutkan rasio keuangan yang harus dimiliki
oleh Emiten tang akan menerbitkan Efek Syariah. Sejalan dengan itu, dalam pasar modal
terdapat teori-teori yang membahas tentang Struktur Modal (Capital Structure). Sehingga
peraturan dan ketentuan pasar modal syariah dapat mempengaruhi teori Struktur Modal yang
dimiliki oleh Emiten-emiten penerbit efek syariah.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang dibahas dalam kajian ini adalah, “Bagaimanakah dampak Pasar Modal
Syariah terhadap teori Capital Structure?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana dampak Pasar Modal Syariah
terhadap teori Capital Structure.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pasar Modal Syariah
1. Pengertian Pasar Modal
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia menyebutkan bahwa Pasar
Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek,
Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan
profesi yang berkaitan dengan Efek.1
Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka
panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana,
instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan
bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi
kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan
prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya.
Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrumen jangka
panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana,
dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures, dan lain-lain.2
Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar
modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan
Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga
dan profesi yang berkaitan dengan Efek”.
Menurut Husnan (2003) adalah pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang
yang bisa diperjual-belikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang
diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta. Menurut Usman
(1990: 62), umumnya surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal dapat
dibedakan menjadi surat berharga bersifat hutang dan surat berharga yang bersifat pemilikan.
Surat berharga yang bersifat hutang umumnya dikenal nama obligasi dan surat berharga yang
bersifat pemilikan dikenal dengan nama saham. Lebih jauh dapat juga didefinisikan bahwa
obligasi adalah bukti pengakuan hutang dari perusahaan, sedangkan saham adalah bukti
penyertaan dari perusahaan.
Pengertian pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi,
termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara dibidang
1
2
DSN-MUI. Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003. Jakarta: DSN-MUI. 2003. hal 6.
http://www.idx.co.id/id-id/beranda/informasi/bagiinvestor/pengantarpasarmodal.aspx
3
keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Dalam arti sempit, pasar
modal adalah suatu pasar (tempat, berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan
saham-saham, obligasi-obligasi, dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para
perantara pedagang efek (Sunariyah, 2000: 4). Dilihat dari pengertian akan pasar modal
diatas, maka jelaslah bahwa pasar modal juga merupakan salah satu cara bagi perusahaan
dalam mencari dana dengan menjual hak kepemilikkan perusahaan kepada masyarakat.
2. Pengertian Pasar Modal Syariah
Berdasarkan definisi tersebut, terminologi pasar modal syariah dapat diartikan sebagai
kegiatan dalam pasar modal sebagaimana yang diatur dalam UUPM yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, pasar modal syariah bukanlah suatu sistem yang
terpisah dari sistem pasar modal secara keseluruhan. Secara umum kegiatan Pasar Modal
Syariah tidak memiliki perbedaan dengan pasar modal konvensional, namun terdapat
beberapa karakteristik khusus Pasar Modal Syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme
transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Pasar modal syariah merupakan kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek yang dijalankan berdasarkan prinsip
syariah.3
Saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada perusahaan dan dengan
bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak untuk mendapatkan bagian hasil dari
usaha perusahaan tersebut.
Menurut Soemitra, saham syariah merupakan surat berharga yang merepresentasikan
penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan. Penyertaan modal dilakukan pada perusahaanperusahaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah. Akad yang berlangsung dalam
saham syariah dapat dilakukan dengan akad mudharabah dan musyarakah.
Menurut Kurniawan (2008), Saham Syariah adalah saham-saham yang diterbitkan oleh suatu
perusahaan yang memiliki karakteristik sesuai dengan syariah Islam.
Serta dalam Fatwa DSN-MUI menyebutkan bahwa Efek Syariah adalah efek sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal adalah surat berharga
yang akad, pengelolaan perusahaannya, maupun cara penerbitannya memenuhi Prinsipprinsip Syariah.4
Secara umum kegiatan Pasar Modal Syariah tidak memiliki perbedaan dengan pasar modal
konvensional, namun terdapat beberapa karakteristik khusus Pasar Modal Syariah yaitu
bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Penerapan prinsip syariah di pasar modal tentunya bersumberkan pada Al Quran sebagai
sumber hukum tertinggi dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya, dari kedua sumber
hukum tersebut para ulama melakukan penafsiran yang kemudian disebut ilmu fiqih. Salah
3
4
Sholihin, Ahmad Ifham.2010. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta:PT Gramedia. Hal. 351.
DSN-MUI. Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003. Jakarta: DSN-MUI. 2003. hal 6.
4
satu pembahasan dalam ilmu fiqih adalah pembahasan tentang muamalah, yaitu hubungan
diantara sesama manusia terkait perniagaan.
Menurut Metwally (1995) fungsi dari keberadaan pasar modal syariah :
• Memungkinkan bagi masyarakat berpartispasi dalam kegiatan bisnis dengan memperoleh
bagian dari keuntungan dan risikonya.
• Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna mendapatkan likuiditas
• Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan
mengembangkan lini produksinya
• Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada harga saham yang
merupakan ciri umum pada pasar modal konvensional
• Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan bisnis
sebagaimana tercermin pada harga saham.5
3. Fatwa MUI
a. Definisi dan Sifat Fatwa
Secara etimologi kata fatwa berasal dari bahasa Arab al-fatwa. Menurut Ibnu Manzhur
kata fatwa ini merupakan bentuk mashdar dari kata fata, yaftu, fatwa, yang bermakna
muda, baru, penjelasan, penerangan. Pendapat ini hampir sama dengan pendapat Al-Fayumi,
yang menyatakan bahwa al-fatwa berasal dari kata al-fata artinya pemuda yang kuat.
Sehingga seorang yang mengeluarkan fatwa dikatakan sebagai mufti, karena orang tersebut
diyakini mempunyai kekuatan dalam memberikan penjelasan (al-bayan) dan jawaban
terhadap permasalahan yang dihadapinya sebagaimana kekuatan yang dimiliki oleh seorang
pemuda. Sedangkan menurut Al-Jurjani fatwa berasal dari al-fatwa atau al-futya, artinya
jawaban terhadap suatu permasalahan (musykil) dalam bidang hukum. Sehingga fatwa dalam
pengertian ini juga diartikan sebagai memberikan penjelasan (al-ibanah).6
Secara terminologi, sebagaimana dikemukakan oleh Zamarkhsari, (w. 538H) fatwa adalah
penjelasan hukum syara’ tentang suatu masalah atas pertanyaan seseorang atau kelompok.
Menurut As-Syatibi, fatwa dalam arti al-iftaa berarti keterangan-keterangan tentang hukum
syara’ yang tidak mengikat untuk diikuti.7
Istilah fatwa berasal dari perkataan bahasa Arab yaitu fata, yaftu, fatwa atau futya yang
berarti menjawab (penjelasan atau penerangan) perkara-perkara yang menjadi permasalahan.
Selanjutnya, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi fatwa adalah jawab
(keputusan, pendapat) yang diberikan oleh mufti tentang suatu masalah atau nasihat orang
alim atau pelajaran baik atau petuah.
Menurut Yusuf Qardawi definisi fatwa adalah menerangkan hukum syara’ dalam suatu
persoalan sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa (mustafti) baik
secara perorangan atau kolektif.8
Huda, Nurul dan Nasution, Mustofa ,Edwin. 2008. Investasi Pada Pasar Modal Syariah. Jakarta:Kencana Hal
76.
6
KH. Ma ruf Amin. Fatwa dalam Sistem Hukum Islam. Jakarta: Elsas. 2008. hal 1919
7
Ibid
8
KH. Ma ruf Amin. Fatwa dalam Sistem Hukum Islam. Jakarta: Elsas. 2008. hal 2020
5
5
b. Fatwa DSN-MUI tentang Pasar Modal
Hingga saat ini Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia yang secara khusus
mengatur Pasar Modal sudah cukup banyak diantara adalah:
• Fatwa No. 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk
Reksa Dana Syariah.
• Fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah.
• Fatwa No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah.
• Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan
Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.
• Fatwa No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.
• Fatwa No. 59/DSN-MUI/V/2007 tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi.
• Fatwa No. 65/DSN-MUI/III/2008 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu Syariah.
• Fatwa No. 66/DSN-MUI/III/2008 tentang Waran Syariah.
• Fatwa No. 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Syariah dalam Mekanisme
Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.
Pada kajian ini, ruang lingkup pembahasan yaitu terkait fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003
tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.
Dari fatwa tersebut, dapat kita ambil intisari sebagai berikut:
•
Kriteria Emiten atau Perusahaan Publik9
o Jenis usaha, produk barang, jasa yang diberikan dan akad serta cara pengelolaan
perusahaan Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah tidak
boleh bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah.
o Jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah sebagaimana
dimaksud dalam poin nomor 1, antara lain:
perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang;
lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi
konvensional;
produsen, distributor, serta pedagang makanan dan minuman yang haram; dan
produsen, distributor, dan/atau penyedia barang-barang ataupun jasa yang
merusak moral dan bersifat mudarat.
melakukan investasi pada Emiten (perusahaan) yang pada saat transaksi tingkat
(nisbah) hutang perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari
modalnya;
o Emiten atau Perusahaan Publik yang bermaksud menerbitkan Efek Syariah wajib
untuk menandatangani dan memenuhi ketentuan akad yang sesuai dengan syariah atas
Efek Syariah yang dikeluarkan.
o Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah wajib menjamin
bahwa kegiatan usahanya memenuhi Prinsip-prinsip Syariah dan memiliki Shariah
Compliance Officer.
o Dalam hal Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah sewaktuwaktu tidak memenuhi persyaratan tersebut di atas, maka Efek yang diterbitkan
dengan sendirinya sudah bukan sebagai Efek Syariah.
•
Jenis Efek Syariah10
9
DSN-MUI. Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003. Jakarta: DSN-MUI. 2003. hal 6.
DSN-MUI. Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003. Jakarta: DSN-MUI. 2003. hal 7.
10
6
o Efek Syariah mencakup Saham Syariah, Obligasi Syariah, Reksa Dana Syariah,
Kontrak investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) Syariah, dan surat
berharga lainnya yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Syariah.
o Saham Syariah adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi
kriteria sebagaimana tercantum dalam pasal 3, dan tidak termasuk saham yang
memiliki hak-hak istimewa.
o Obligasi Syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip Syariah
yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan
Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi
hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
o Reksa Dana Syariah adalah Reksa Dana yang beroperasi menurut ketentuan dan
prinsip Syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta
(shahib al-mal/rabb al-mal) dengan Manajer Investasi, begitu pula pengelolaan dana
investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil
shahib almal dengan pengguna investasi.
o Efek Beragun Aset Syariah adalah Efek yang diterbitkan oleh kontrak investasi
kolektif EBA Syariah yang portofolio-nya terdiri dari aset keuangan berupa tagihan
yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul di kemudian hari, jual
beli pemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan, Efek bersifat investasi yang dijamin
oleh pemerintah, sarana peningkatan investasi/arus kas serta aset keuangan setara,
yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Syariah.
o Surat berharga komersial Syariah adalah surat pengakuan atas suatu pembiayaan
dalam jangka waktu tertentu yang sesuai dengan Prinsip-prinsip syariah.
•
Transaksi yang dilarang11
o Pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak
diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang di dalamnya mengandung
unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman.
o 2. Transaksi yang mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat
dan kezhaliman sebagaimana dimaksud di atas meliputi:
Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu;
Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (Efek Syariah) yang
belum dimiliki (short selling);
Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh
keuntungan atas transaksi yang dilarang;
Menimbulkan informasi yang menyesatkan;
Margin trading, yaitu melakukan transaksi atas Efek Syariah dengan fasilitas
pinjaman berbasis bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian Efek Syariah
tersebut; dan
Ihtikar (penimbunan), yaitu melakukan pembelian atau dan pengumpulan suatu
Efek Syariah untuk menyebabkan perubahan harga Efek Syariah, dengan tujuan
mempengaruhi Pihak lain;
Dan transaksi-transaksi lain yang mengandung unsur-unsur diatas.
•
Harga Pasar Wajar12
11
12
Ibid
Ibid, Hal. 8.
7
Harga pasar dari Efek Syariah harus mencerminkan nilai valuasi kondisi yang sesungguhnya
dari aset yang menjadi dasar penerbitan Efek tersebut dan/atau sesuai dengan mekanisme
pasar yang teratur, wajar dan efisien serta tidak direkayasa.
• Pelaporan dan Keterbukaan Informasi13
Dalam hal DSN-MUI memandang perlu untuk mendapatkan informasi, maka DSN-MUI
berhak memperoleh informasi dari Bapepam dan Pihak lain dalam rangka penerapan Prinsipprinsip syariah di Pasar Modal.
4. Peraturan Bapepam-LK
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (disingkat Bapepam-LK) adalah
sebuah lembaga di bawah Kementerian Keuangan Indonesia yang bertugas membina,
mengatur, dan mengawasi sehari-hari kegiatan pasar modal serta merumuskan dan
melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang lembaga keuangan. 14
Fungsi yang dimiliki Bapepam-LK adalah15:
• Penyusunan dan penegakan peraturan di bidang pasar modal primer dan sekunder
• Penegakan peraturan di bidang pasar modal;
• Pembinaan dan pengawasan terhadap pihak yang memperoleh izin usaha, persetujuan,
pendaftaran dari Badan dan pihak lain yang bergerak di pasar modal;
• Penetapan prinsip-prinsip keterbukaan perusahaan bagi Emiten dan Perusahaan Publik;
• Penyelesaian keberatan yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek,
Kliring dan Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian;
• Penetapan ketentuan akuntansi di bidang pasar modal;
• Penyiapan perumusan kebijakan di bidang lembaga keuangan;
• Pelaksanaan kebijakan di bidang lembaga keuangan, sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku;
• Perumusan standar, norma, pedoman kriteria dan prosedur di bidang lembaga keuangan;
• Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang lembaga keuangan;
• Pelaksanaan tata usaha Badan.
Secara umum, seluruh peraturan yang telah dikeluarkan oleh Bapepam-LK terkait dengan
pasar modal dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok peraturan sebagai berikut16:
• Bursa Efek
• Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP)
• Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP)
• Reksa Dana
• Perusahaan Efek, Wakil Perusahaan Efek, dan Penasihat Investasi
• Lembaga Penunjang Pasar Modal
• Profesi Penunjang Pasar Modal
• Emiten dan Perusahaan Publik
• Dokumen Publik dan Laporan ke Bapepam
• Pemeriksaan oleh Bapepam
Ibid, Hal. 8.
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Pengawas_Pasar_Modal_dan_Lembaga_Keuangan
15
Ibid
16
http://www.bapepam.go.id/pasar_modal/regulasi_pm/peraturan_pm/
13
14
8
•
•
Sanksi
Peraturan Lainnya
Pada kajian ini, ruang lingkup pembahasan yaitu terkait Keputusan Ketua Bapepam-LK No.
KEP-208/BL/2012 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah. Dari Surat
Keputusan tersebut, dapat kita ambil intisari sebagai berikut17:
• Efek yang dimuat dlam Daftar Efek Syariah
o Efek berupa saham termasuk Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) syariah
dan Waran syariah yang diterbitkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik yang
menyatakan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya dilakukan
berdasarkan prinsip syariah sebagaimana tertuang dalam anggaran dasar;
o Efek berupa saham termasuk Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) syariah
dan Waran syariah yang diterbitkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik yang tidak
menyatakan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya dilakukan
berdasarkan prinsip syariah, sepanjang Emiten atau Perusahaan Publik tersebut:
tidak melakukan kegiatan usaha sebagai berikut:
perjudian dan permainan yang tergolong judi;
perdagangan yang dilarang menurut syariah, antara lain:
perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan
barang/jasa;
perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu;
jasa keuangan ribawi, antara lain:
bank berbasis bunga;
perusahaan pembiayaan berbasis bunga;
jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi
(maisir), antara lain asuransi konvensional;
memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan, dan/atau menyediakan
antara lain:
barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi);
barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram lighairihi)
yang ditetapkan oleh DSN-MUI;
barang atau jasa yang merusak moral dan/atau bersifat
mudarat;
melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah); dan
memenuhi rasio-rasio keuangan sebagai berikut:
total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak lebih
dari 45% (empat puluh lima per seratus); atau
total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan
dengan total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak lebih
dari 10% (sepuluh per seratus);
B. Struktur Modal (Capital Structure)
1. Pengertian Struktur Modal
17
BEPEPAM-LK. KEP-208/BL/2012. Jakarta: Bapepam-LK. 2012. hal 1
9
Menurut J. Fred Weston dan Thomas E Copeland (1996) mengatakan bahwa struktur modal
adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari utang jangka panjang, saham preferen, dan
modal pemegang saham.
Menurut Frank J Fabozzi and Pamela Peterson (2000), capital structure is the combination of
debt and equity used to finance a firm’s projects. The capital structure of a firm is some mix
of debt, internally generated equity, and new equity.18
Menurut Keown et.al (2008), struktur modal adalah paduan atau kombinasi sumber dana
jangka panjang yang digunakan oleh perusahaan.19
Menurut Farah Margaretha (2005), struktur modal menggambarkan pembiayaan permanen
perusahaan yang terdiri atas utang jangka panjang dan modal sendiri. 20
Menurut Robert C Higgins (2004), capital structure is the composition of the liabilities side
of a company’s balance sheet, the mix of funding sources a company uses to finance its
operations.
Menurut Handono Mardiyanto (2009), struktur modal didefinisikan sebagai komposisi dan
proposi utang jangka panjang dan ekuitas (saham preferen dan saham biasa) yang ditetapkan
perusahaan.21
Menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali (2010), struktur modal adalah proposi dalam
menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dimana dana yang diperoleh
menggunakan kombinasi atau paduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang yang
terdiri dari dua sumber utama yakni yang berasal dari dalam dan luar perusahaan.22
Menurut Husnan Suad (2004) struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara
modal asing dengan modal sendiri.
Menurut Sabar Warsini (2003) struktur modal merupakan sumber pendanaan jangka panjang
terdiri dari obligasi dan saham.
Menurut Bambang Riyanto (2001), struktur modal adalah pembelanjaan permanen yang
mencerminkan pertimbangan atau perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal
sendiri.23
Struktur modal menunjukkan proposi atas penggunaan hutang untuk membiayai investasinya,
sehingga dengan mengetahui struktur modal, investor dapat mengetahui keseimbangan antara
risiko dan tingkat pengembalian investasinya.
Jadi, berdasarkan beberapa referensi tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa struktur
modal adalah proposi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dengan
Frank J Fabozzi. Manajemen Investasi. Jakarta: Salemba Empat. 2000
Arthur J. Keown, et.al. Manajemen Keuangan: Prinsip dan Penerapan Jakarta: Indeks. 2008
20
Farah Margaretha. Teori dan Aplikasi Manajemen Keuangan: Investasi dan Sumber Dana Jangka Panjang.
Jakarta: Grasindo. 2005.
21
Handoyo Mardiyanto. Intisari Manajemen Keuangan. Jakarta: Grasindo. 2009.
22
Ahmad Rodoni dan Herni Ali. Analisis Investasi dan Teori Portfolio. Jakarta: Rajawali Press. 2010.
23
Bambang Riyanto. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE. 2001. hal 67.
18
19
10
sumber pendanaan jangka panjang yang berasal dari dana internal dan dana eksternal, dengan
demikian struktur modal adalah struktur keuangan dikurangi utang jangka pendek.
Sedangkan pengertian struktur keuangan menurut Farah Margaretha (2005) 24
menggambarkan susunan keseluruhan sisi kredit neraca yang terdiri atas utang jangka
pendek, utang jangka panjang, dan modal sendiri.
Utang jangka pendek tidak diperhitungkan dalam struktur modal karena utang jenis ini
umumnya bersifat spontan (berubah sesuai dengan perubahan tingkat penjualan) sementara
itu utang jangka panjang bersifat tetap selama jangka waktu yang relatif panjang (lebih dari
satu tahun) sehingga keberadaannya perlu lebih dipikirkan oleh para manajer keuangan.
Itulah alasan utama mengapa struktur modal hanya terdiri dari utang jangka panjang dan
ekuitas. Karena alasan itu pulalah biaya modal hanya mempertimbangkan sumber dana
jangka panjang (Handono Mardiyanto, 2009).25
Kebutuhan dana yang berasal dari dalam atau sering disebut modal sendiri adalah modal yang
berasal dari perusahaan itu sendiri seperti cadangan laba yang berasal dari pemilik seperti
modal saham. Modal inilah yang menjadi tanggungan terhadap keseluruhan resiko
perusahaan dan dijadikan jaminan bagi kreditor. Sedangkan dana yang berasal dari luar
adalah modal yang berasal dari kreditur (panyandang dana), modal inilah yang merupakan
utang bagi perusahaan yang bersangkutan.
Tujuan dari manajemen struktur modal atau capital structure management adalah
menggabungkan sumber-sumber dana yang digunakan perusahaan untuk membiayai operasi.
Dengan kata lain, tujuan ini dapat dilihat sebagai pencarian gabungan dana yang akan
meminimumkan biaya modal dan dapat memaksimalkan harga saham. Struktur modal yang
demikian, dapat kita sebut sebagai struktur modal yang optimal (Ahmad Rodoni dan Herni
Ali, 2010).26
2. Jenis-jenis Struktur Modal
a. Modigliani-Miller
Teori capital structure yang modern dimulai dengan paper Modigliani dan Miller (1958)
(selanjutnya terkenal dengan MM) yang merupakan terobosan baru dalam manajemen
keuangan modern. Proposisi yang diajukan MM mempunyai pendukung yang sangat besar
sampai sekarang. Proposisi yang menyatakan tidak relevannya keputusan financing
memberikan implikasi penting, yaitu pada kondisi bagaimana keputusan tersebut menjadi
tidak relevan; dan secara implisit juga menimbulkan pertanyaan pada kondisi bagaimana
keputusan tersebut menjadi relevan (Harris dan Raviv, 1991; Myers, 2001).
Dengan seiringnya waktu, teori ini berkembang menjadi 2 jenis, yaitu teori tanpa pajak dan
teori dengan pajak.
Teori MM tanpa pajak
Farah Margaretha. Teori dan Aplikasi Manajemen Keuangan: Investasi dan Sumber Dana Jangka Panjang.
Jakarta: Grasindo. 2005.
25
Handoyo Mardiyanto. Intisari Manajemen Keuangan. Jakarta: Grasindo. 2009.
26
Ahmad Rodoni dan Herni Ali. Analisis Investasi dan Teori Portfolio. Jakarta: Rajawali Press. 2010.
24
11
Teori struktur modal modern yang pertama adalah teori Modigliani dan Miller (teori MM).
Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan atau tidak mempengaruhi nilai
perusahaan. MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka (Brigham dan
Houston, 2001, p.31)27 yaitu:
• Tidak terdapat agency cost.
• Tidak ada pajak.
• Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan
• Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek
perusahaan di masa depan
• Tidak ada biaya kebangkrutan
• Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan dari
hutang.
• Para investor adalah price-takers.
• Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market value).
Teori MM dengan pajak.
Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan kemudian MM memasukkan faktor pajak
ke dalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas
keluar. Hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai
pengurang pajak.28
b. Pecking Order Theory
Menurut Myers (1984), pecking order theory menyatakan bahwa ”Perusahaan dengan tingkat
profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang
profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah.” Dalam pecking order
theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai
urut-urutan preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory
dikutip oleh Smart, Megginson, dan Gitman (2004, p.458-459), terdapat skenario urutan
(hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu :
1. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan
internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan
yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.
2. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai
dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang paling rendah risikonya, turun ke
hutang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen,
dan yang terakhir saham biasa.
3. Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah
pembayaran deviden yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan
tersebut untung atau rugi.
4. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan deviden yang
konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka
27
28
http://setiawanzenegger10.blogspot.com/2011/06/teori-struktur-modal.html
Ibid
12
perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia. Pecking order
theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory menjelaskan
urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang
optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini
dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi
justru mempunyai tingkat hutang yang kecil.
Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan dana untuk
kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan (hierarki) yang disebutkan dalam
pecking order theory. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Hamid (1992) dan Singh
(1995) menyatakan bahwa “Perusahaan-perusahaan di negara berkembang lebih memilih
untuk menerbitkan ekuitas daripada berhutang dalam membiayai perusahaannya.” Hal ini
berlawanan dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih
untuk menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat
membutuhkan pendanaan eksternal.
c. Trade off Theory
Menurut trade-off teory yang diungkapkan oleh Myers (2001), “Perusahaan akan berhutang
sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan
hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan
(financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan
biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu
perusahaan.
Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa
faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan
(financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric
information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat hutang yang optimal
tercapai ketika penghematan pajak (tax shields) mencapai jumlah yang maksimal terhadap
biaya kesulitan keuangan (costs of financial distress).
Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka tradeoff antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal.
Perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha
mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang
tersebut akan mengurangi pajak.
Dalam kenyataannya jarang manajer keuangan yang berpikir demikian. Donaldson (1961)
melakukan pengamatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas
yang tinggi cenderung rasio hutangnya rendah. Hal ini berlawanan dengan pendapat trade-off
theory. Trade-off theory tidak dapat menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas
dan rasio hutang.
d. Market Timing Theory
Teori yang diungkapkan oleh Baker dan Wurgler (2002) ini mengemukakan bahwa
“Perusahaan-perusahaan akan menerbitkan equity pada saat market value tinggi dan akan
13
membeli kembali equity pada saat market value rendah” (p.1) Praktik inilah yang kemudian
disebut sebagai equity market timing.
Tujuan dari melakukan equity market timing ini adalah untuk mengeksploitasi fluktuasi
sementara yang terjadi pada cost of equity terhadap cost of other forms of capital.
Menurut Baker dan Wurgler (2002),”Struktur modal adalah hasil kumulatif dari usaha
melakukan equity market timing di masa lalu”. Baker dan Wurgler menemukan bahwa
perusahaan dengan tingkat hutang rendah adalah perusahaan yang menerbitkan equity pada
saat market value tinggi dan perusahaan dengan tingkat hutang tinggi adalah perusahaan yang
menerbitkan equity pada saat market value rendah. Baker dan Wurgler menggunakan marketto-book ratio, yang umumnya digunakan sebagai proxy untuk mengukur kesempatan
investasi, namun dalam teorinya market-to-book ratio juga digunakan untuk melihat apakah
nilai suatu ekuitas itu overvalued atau undervalued. Baker dan Wurgler membangun suatu
model variabel yaitu external finance weighted-average market-to-book ratio. Variabel ini
adalah rata-rata tertimbang dari market-to-book ratio suatu perusahaan di masa lampau.
Variabel ini digunakan oleh Baker dan Wurgler untuk melihat usaha dari suatu perusahaan
dalam melakukan equity market timing.
Ada dua versi dari equity market timing yang mengikuti hasil penelitian Baker dan Wurgler.
Yang pertama adalah versi dinamis dari Myers dan Majluf (1984) mengenai informasi
asimetris yang mengasumsikan rasional manajer dan investor. Versi yang kedua dari equity
market timing melibatkan para investor atau manajer yang tidak rasional dan persepsi dari
mispricing. Para manajer akan menerbitkan equity saat mereka yakin bahwa cost of equity
rendah dan membeli kembali equity saat cost of equity tinggi. Market-to-book diketahui
secara umum berkorelasi negatif dengan future equity returns, dan nilai ekstrem dari marketto-book dikaitkan dengan ekpektasi-ekspektasi yang ekstrem dari investor, sesuai dengan
penelitian dari La Porta (1996), La Porta et al. (1997), Frankel dan Lee (1998), dan Schleifer
(2000). Apabila manajer mencoba untuk mengeksploitasi terlalu jauh (ekstrem) ekspektasiekspektasi dari investor, net equity issues akan berkorelasi positif dengan market-to-book. 29
Apabila tidak terdapat struktur modal yang optimal, manajer tidak perlu mengganti
keputusan-keputusan pendanaannya pada saat perusahaan telah dinilai dengan benar dan cost
of equity terlihat normal, hal ini menunggu fluktuasi-fluktuasi sementara yang terjadi pada
market-to-book mempunyai efek yang tetap pada leverage.
29
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/teori-struktur-modal.html
14
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pandangan Islam terhadap Hutang (Qardh)
Sayyid Sabiq dalam karyanya Fiqh Sunnah mendefinisikan hutang sebagai harta yang
diberikan oleh kreditor (pemberi utang) kepada debitor (penerima utang), agar debitor
mengembalikan yang serupa dengannya kepada kreditor ketika mampu. Secara etimologis,
qardh berarti “pemotongan”.30
Perutangan adalah salah satu sarana ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt., karena
memberikan utang berarti menyayangi manusia, mengasihi mereka, memudahkan urusan
mereka, dan menghilangkan kesusahan mereka. Islam menganjurkannya dan
menyarankannya bagi kreditor dan Islam membolehkannya bagi debitor mengambil harta
untuk memanfaatkannya dalam pemenuhan hajat-hajatnya lalu mengembalikan yang serupa
dengannya.31
Dalam Fiqh Sunnah juga disebutkan beberapa kaidah dalam utang (qardh), diantaranya
adalah:
1. Piutang yang mendatangkan manfaat adalah Riba
Manfaat yang dimaksud dalam kajian poin ini bukanlah manfaat dalam mempergunakan
harta dari kreditor tetapi adalah kelebihan pembayaan utang dari debitor kepada kreditor.
Berdasarkan pengertian utang diatas, dapat kita pahami bahwa debitor tidak boleh
mengembalikan kepada kreditor kecuali apa yang diutangnya atau yang serupa dengannya.
Hal ini juga sesuai dengan kaidah fiqh “setiap piutang yang mendatangkan manfaat adalah
Riba”.
Keharaman ini hanya berlaku apabila manfaat dari pitang diisyaratkan atau dikenal dalam
tradisi. Apabila manfaat ini tidak disyariatkan dan tidak dikenal dalam tradisi, maka devitor
boleh membayar utang dengan sesuatu yang lebih baik kualitasnya daripada apa yang
diutang, atau menambah kuantitas, atau menjual rumahnya kepada kreditor.32
2. Bersegera membayar hutang sebelum mati
3. Mengulur-ulur membayar utang adalah kezhaliman
4. Anjuran memberi tangguh kepada orang yang dalam kesusahan
Sayyid Sabiq. Fiqh Sunnah. Cet. II. Jil.5. Jakarta: Pena. 2010. Hal. 115
Ibid
32
Ibid. Hal. 119.
30
31
15
Dari pandangan Islam tentang utang diatas menunjukkan bahwa selama ini di Pasar Modal
konvensional yang memberikan imbalan atas utang piutang adalah berstatus haram.
Keharaman ini dikarenakan penjelasan diatas tentang kaidah utang piutang salah satunya
dalam “Kullu qardhin jarra manfaat fahuwa Riba” (Setian piutang yang mendatangkan
manfaat/imbalan adalah Riba). Instrumen Pasar Modal yang bersifat utang piutang adalah
Obligasi yang merupakan bukti pengakuan hutang dari perusahaan.
Tetapi, jika bersifat investasi saham yang diberikan oleh pemilik modal dan mendapatkan
deviden dari jumlah saham yang dia miliki adalah diperbolehkan sebagaimana akad investasi
mudharabah dalam Islam. Instrumen yang masuk dalam hal ini adalah instrumen saham
dimana didefinisikan sebagai buki kepemilikan atas suatu perusahaan.
B. Pandangan Islam terhadap Mudharabah.
Akad yang biasanya dipakai dalam instrumen Pasar Modal Syariah, salah satunya adalah
akad mudharabah. Kata mudharabah diambil dari kata adh-dharbu fil ardhi yang berarti
‘Bepergian dimuka bumi untuk berdagang’33, Allah SWT. Berfirman:
“...dan yang lain berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah” (QS. alMuzammil : 20)
Mudharabah dinamaakan juga dengan qiradh. Kata qiradh berarti ‘pemotongan’ karena
pemilik harta memotong sebain dari hartanya untuk diperdagangkan dan memotong sebagian
dari keuntungannya. Selain itu, mudharabah juga dinamaan dengan muamalah.
Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah mendefinisikan mudharabah secara istilahi dengan
pengertian akad antara dua pihak yang mengharuskan salah satu dari keduanya untuk
menyerahkan sejumlah uang kepada yang lain untuk diperdagangkan, dengan catatan
keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan keduanya.
Pada prinsipnya, Saham sebagai salah satu instrumen pasar modal sesuai dengan konsep
inventasi mudharabah pada sistem keuangan syariah, sehingga menurut hemat penulis, bahwa
pada dasarnya Saham adalah investasi yang diperbolehkan oleh syariah Islam.
Tetapi pada prakteknya yang terjadi pada pasar sekunder, saham diperjualbelikan dengan halhal yang melanggar ketentuan keuangan Islam yang lain, seperti penawaran palsu, judi, dan
lainnya. Sehingga dalam fatwa Dewan Syariah Nasonal Majelis Ulama Indonesia dan Surat
Keputusan Bepepam LK merincikan transaksi-transaksi apa saja yang tidak boleh dilakukan
oleh emiten penerbit efek syariah dan apa yang tidak boleh dalam trasaks-transakso di
dalamnya.
C. Pandangan Islam terhadap Ijarah.
Terdapat satu akad lagi yang digunakan dalam Pasar Modal Syariah, adalah akad Ijarah. Kata
Ijarah berasal dari kata ajr yang berarti ‘imbalan’. Dalam bahasa indonesia ijarah lebih
diartikan sebagai ‘sewa-menyewa’ atau ‘penyewaan’. Secara Istilah, ijarah merupakan akad
atas manfaat dengan imbalan. Oleh karena itu emnurut Sayyid Sabiq, tidak boleh menyewa
33
Ibid. Hal. 165.
16
pohon untuk dimakan buahnya karena pohon bukanlah manfaat. Tidak boleh juga menyewa
emas dan perak, menyewa makanan untuk dimakan, serta menyewa barang yang bisa ditakar
dan ditimbang karena semua ini tidak bisa dimanfaatkan kecuali dengan menghabiskannya.
Tidak boleh juga menyewasapi, kambing, atau unta untuk diperah susunya karena penyewaan
memberikan kepemilikan atas manfaat, sementara dalam kondisi ini ia memberikan manfaat
atas susu yang merupakan benda, padalah akad penyewaan berlaku pada manfaat bukan
pada benda.34
Manfaat terdiri dari beberapa bentuk. Pertama, manfaat benda, seperti penghunian rumah dan
pemakaian mobil. Kedua, manfaat pekerjaan, seperti pekerjaan arsitek, tukang bangunan,
tukang tenun, tukang celup, tukang jahit, dan sejenisnya. Dan ketiga,manfaat orang yang
mengerahkan tenaganya, seperti pembantu dan buruh.
Akad inilah yang biasanya dipakai di Pasar Modal Syariah, selain dari mudharabah. Tetapi
hal ini terdapat persyaratan lain yang tidak ada pada mudharabah, yaitu aset ijarah, yang
digunakan untuk akad sewa-menyewa yang dilakukan antara pemilik modal dan penerbit
efek. Jadi penerbit efek sebagai mu’ajjir, dan investro sebagai musta’jir. Dan imbalan yang
dikeluarkan sebagai konpensasi manfaat dinamakan dengan ajr atau ujrah. Aset ijarah
biasanya disebut dengan nama Underlying Asset.
D. Struktur Modal pada Emiten Penerbit Efek Syariah
Fatwa No.20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanan Investasi untuk Reksa Dana
Syariah menyebutkan bahwa Jenis usaha, produk barang, jasa yang diberikan dan akad serta
cara pengelolaan perusahaan Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah
tidak boleh bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah dimana salah satunya disebutkan
bahwa “dalam melakukan investasi pada Emiten (perusahaan) yang pada saat transaksi
tingkat (nisbah) hutang perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari
modalnya”. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Total
Laporan Keuangan Perusahaan X
Aktiva
Pasiva
Hutang Ribawi
4.900
49%
Modal
5.100
51%
10.000
100%
10.000 100% Total
Total
Laporan Keuangan Perusahaan X
Aktiva
Pasiva
Hutang Ribawi
5.100
51%
Modal
4.900
49%
10.000
100%
10.000 100% Total
Kemudian dalam Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yang
direfleksikan melalui Surat Keputusan Ketua No. KEP-208/BL/2012 tentang Kriteria dan
Penerbitan Daftar Efek Syariah. Disana disebutkan bahwa struktur modal yang harus dimiliki
oleh emiten penerbit efek syariah adalah:
1. Total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak lebih dari 45%
(empat puluh lima per seratus); atau
2. Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total
pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari 10% (sepuluh per
seratus).
34
Ibid. Hal. 145.
17
Dengan ketentuan diatas, penulis dapat memberikan ilustrasi sebagai berikut:
Laporan Keuangan Perusahaan X
Aktiva
Pasiva
Hutang Ribawi
4.600
Total
Laporan Keuangan Perusahaan X
Aktiva
Pasiva
Hutang Ribawi
4.500
46%
45%
Hutang Syar'i
1.500
15%
Hutang Syar'i
1.500
15%
Modal
3.900
39%
Modal
4.000
40%
10.000
100%
10.000
100%
10.000 100% Total
Laporan Keuangan Perusahaan X
Income Statement
Pendapatan Usaha
8.500
Pendapatan Bunga/Ribawi
Pendapatan Lainnya
Total Pendapatan
Total
10.000 100% Total
85%
Laporan Keuangan Perusahaan X
Income Statement
Pendapatan Usaha
8.400
84%
1.000
10%
Pendapatan Bunga/Ribawi
1.100
11%
500
5%
500
5%
10.000 100%
Pendapatan Lainnya
Total Pendapatan
10.000 100%
Dari kedua ketentuan struktur permodalan emiten penerbit efek syariah di atas, dapat kita
lihat bahwa ketentuan dari Bapepam-LK lebih konservatif dibanding dengan fatwa DSNMUI. Bahkan, Bapepam LK memberikan tambahan ketentuan terkait Laporan Laba/Rugi
dimana “Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan
total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari 10%.”
Dengan dikeluarkan peratukan Bapepam-LK tersebut, seharusnya emiten yang akan dan telah
menerbitkan efek syariah harusnya manaati peraturan yang telah diterbitkan salah satunya
terkait malah struktur permodalan dan struktur kinerja keuangan perusahaan/emiten. Tetapi
juga jangan keluar dari prosedur lainnya.
E. Pembahasan Syariah tentang Capital Structure Theory.
Pembahasan ini dilakukan agar kita dalam memahami dan menerapkan Pasar Modal Syariah
tidak serta-merta mengambil mentah-mentah apasaja teori yang dibangun di dalamnya. Kita
harus senantianya meng-screening semua teori agar tidak bertentangan dengan falsafah dan
prinsip keuangan syariah.
Berikut ini adalah studi kritis dari teori struktur modal (capital structure theory) yang telah
ada:
1. Modigliani-Miller
Teori MM tanpa pajak
18
Terdapat beberapa teori yang sesuai dan tidak sesuai dengan Keuangan Islami dengan catatan
instrumen hutang pada Invesntasi Pasar Modal Kovensional digantikan dengan instrumen
mudharabah atau ijarah, yaitu:
•
Tidak ada pajak.
Pajak adalah kewajiban warga negara atas negara, maka dalam tataran hukum positif, pajak
harus dibayarkan.
•
Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan.
Tingkat imbal hasil harus sesuai dengan realisasi kinerja perusahaan jika dengan akad bagi
hasil, dan harus sesuai dengan kesepakatan fee diawal jika dalam akad ijarah.
•
Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek
perusahaan di masa depan
Hal ini sesuai dengan semangat keuangan syariah, bahwa para pihak sebagai partner dalam
bersyarikah, tidak boleh ada hal yang ditutup-tutupi dan informasi palsu.
•
Tidak ada biaya kebangkrutan
Jika dalam akah bagi hasil kebangrutan harus dilihat dahulu penyebabnya, jika karena
kalalaian/fraud dari pengelola modal, harus ditanggung oleh pengelola tersebut. Tetapi jika
karena kinerja memang menurun, maka kerugian harus dibagikan secara proporsianal dari
modal yang diinvestasikan.
•
Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan dari
hutang.
EBIT akan mencerminkan dari permodalan yang perusahaan dapatkan. Dalam arti kata,
sejauh perusahaan mengelola dengan baik dana investasi yang telah diberikan.
•
Para investor adalah price-takers.
Harga harus sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran secara alami, bukan ditentukan
oleh pemilik modal. Jika hal itu dilaksanakan sama saja budaya atau paham kapitalisme
masih dilaksanakan.
•
Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market value).
Harga Pasar dalam eksekusi aset merupakan keadilan bagi pengelola modal.
Teori MM dengan pajak.
Sesungguhnya Pajak akan ada juga dalam proses pembayaran Bagi Hasil dari perusahaan
2. Pecking Order Theory
19
Menurut Myers (1984), pecking order theory menyatakan bahwa ”Perusahaan dengan tingkat
profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang
profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah.”
Sesungguhnya, keputusan perusahaan harus dapat diperhitungkan dengan matang bagaimana
harusnya proporsi saham atau obligasi yang akan diterbitkan. Karena berhutang itu boleh,
jika orang tersebut memiliki kemampuan dalam pembayarannya.tetapi hal ini juga harus
melihat ketentuan dari Bapepam-LK No. KEP-208/BL/2012 tentang Kriteria dan Penerbitan
Daftar Efek Syariah.
3. Trade off Theory
Menurut trade-off teory yang diungkapkan oleh Myers (2001), “Perusahaan akan berhutang
sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan
hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan
(financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan
biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu
perusahaan.
Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa
faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan
(financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiens