SEJARAH DAN PERKEMBANGAN USHUL FIQH (1)

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN USHUL FIQH

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Ushul Fiqh
Program
Dosen Pengampu:

LOGO

Disusun Oleh:

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ( STAI )
SUBANG
2016

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT. Yang telah senantiasa
memberikan limpahan nikmat, taufik, karunia, rahmat, dan hidayah-Nya kepada kita semua
selaku umat manusia sekaligus hamba-Nya yang insya’allah selalu berada dalam lindunganNya.
Salawat serta salam semoga tercurah selalu kepada junjungan alam, yaitu baginda

Nabi Muhammad SAW., juga kepada keluarganya, para sahabatnya, serta kepada para
pengikutnya yang senantiasa taat dan patuh terhadap ajaran-ajarannya.
Dalam kesempatan yang baik ini, penulisan materi makalah sedikitnya memberikan
gambaran mengenai sejarah awal munculnya ushul fiqh, serta perkembangan ushul fiqh yang
kemudian menjadi suatu disiplin ilmu. Pada dasarnya ushul fiqh telah ada pada masa Nabi
Muhammad SAW., namun baru didalami para sahabat setelah Nabi Muhammad SAW. Wafat,
karena hanya Nabi Muhammad-lah satu-satunya pemegang otoritas agama.
Penulisan makalah ini tentu saja masih memiliki banyak kekurangan, baik dari segi
penulisan, bahasa, maupun dari segi sistematika penyusunannya. Oleh karena itu, penulis
sangat menghargai segala bentuk kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca
guna perbaikan dalam penyusunan makalah selanjutnya.
Penulis ucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam penyusunan makalah ini, sehingga penyusunannya dapat terselesaikan dengan baik dan
lancar.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan khususnya bagi
penulis, Amien.
Pamanukan, Maret 2016
Penulis,
....................................................................
i

..................................................................
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ i
DAFTAR ISI...............................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah..................................................................................

1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................

1


BAB II PEMBAHASAN............................................................................................

2

Periodisasi Embrio Ushul Fiqh Pada Masa Nabi, Sahabat, Dan Tabi’in....................

2

A. Periode Nabi....................................................................................................

2

B. Periode Sahabat...............................................................................................

2

C. Periode Tabi’in................................................................................................

4


Latar Belakang Muncul Dan Tumbuh Berkembangnya Ushul Fiqh Sebagai Suatu Disiplin
Ilmu.............................................................................................................................

5

BAB III PENUTUP....................................................................................................7
Ksimpulan...................................................................................................................

7

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................9

....................................................................

ii
..................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum Islam dalam perjalanan panjangnya senantiasa megalami dinamika. Masa
perjalanan hukum Islam sendiri sebenarnya dapat diklasifikasikan menjadi beberapa fase,
yaitu masa Rasulullah, masa sahabat dan masa tabi’in, selain itu juga disusul dengan masa
tabi’it tabi’in. Pada masa Rasulullah persoalan hukum yang dihadapi oleh umat Islam
terbilang belum begitu kompleks. Selain itu penetapan suatu hukum atas persoalan yang

terjadi masih diserahkan penuh kepada Rasulullah SAW. Kemudian pasca beliau wafat,
persoalan yang dihadapi oleh umat Islam semakin komplek, dan

terkadang suatu

permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam pada saat itu belum dijumpai pada zaman
Rasulullah. Atas dasar itu lahirlah sebuah ilmu ushul fiqh sebagai jawaban atas persoalan
yang dihadapi oleh umat Islam. Jika ditilik lebih jauh lagi, sebenarnya embrio ushul fiqh telah
ada sejak Rasulullah masih hidup. Kemudian setelah beliau wafat kajian mengenai ushul fiqh
semakin mendapatkan perhatian yang cukup besar besar dari kalangan ahli hukum Islam.
Ada beberapa pendapat yang menjelaskan mengenai asal dari ushul fiqh. Secara
teoritis, ilmu ushul fiqh lebih dahulu lahir dari ilmu fiqh, karena ushul fiqh sebagai alat untuk
melahirkan fiqh. Akan tetapi, fakta sejarah menunjukkan, ushul fiqh bersamaan lahirnya fiqh.
Sedangkan dari segi penyusunannya, ilmu fiqh lebih dahulu lahir dari pada ilmu ushul fiqh.

Namun, Terlepas dari hal itu, dalam pembahasan makalah ini akan dijelaskan secara rinci
mengenai hal ikhwal sejarah perkembangan ushul fiqh.
B.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana Periodisasi Embrio Ushul Fiqih pada Masa Nabi, Sahabat, dan Tabi’in?
2. Bagaimana Latar Belakang Muncul dan Tumbuh Berkembangnya Ushul Fiqih Sebagai
Suatu Disiplin Ilmu?
............................................................

1
..................................................................
BAB II
PEMBAHASAN

PERIODISASI EMBRIO USHUL FIQH PADA MASA NABI, SAHABAT, DAN TABI’IN

A. Periode Nabi
Pertumbuhan ushul fiqh tidak terlepas dari perkembangan hukum Islam sejak zaman

Nabi SAW hingga pada masa tersusunya ushul fiqh sebagai salah satu bidang ilmu pada abad
ke-2 H. Pada zaman Nabi SAW, sumber hukum Islam ada 2, yaitu Alqur’an dan sunnah.
Apabila suatu kasus terjadi, Nabi SAW menunggu wahyu yang menjelaskan kasus hukum
tersebut. Apabila wahyu tidak turun maka Nabi menetapkan kasus tersebut melalui sabdanya,
yang kemudian dikenal dengan hadis dan sunah. Dalam menetapkan hukum dari berbagai
kasus yang ada di zamanya, ulama ushul fiqh menyimpulkan ada isyarat bahwa Nabi

melakukannya melalui ijtihad. Hasil ijtihad Nabi ini secara otomatis menjadi sunnah bagi
ummat.
Dalam beberapa kasus, Nabi SAW juga mengaplikasikan qiyas ketika menjawab
pertanyaan para sahabat. Cara-cara beliau dalam menetapkan hukum inilah yang menjadi
bibit munculnya ilmu ushul fiqh. Oleh sebab itu, para ushuliyyin menyatakan bahwa ushul
fiqh itu sendiri bersamaan hadirnya dengan fiqh, yakni sejak zaman Nabi SAW. Bibit ini
semakin jelas di zaman para sahabat karena persoalan yang mereka hadapi semakin
berkembang, sedangkan Al-qur’an dan sunnah telah selesai turun seiring dengan wafatnya
Nabi SAW.
B. Periode Sahabat
Pada masa ini kajian tentang fiqih mulai dirumuskan, yaitu setelah wafatnya
Rasulullah SAW. Sebab pada masa hidupnya Rasulullah SAW, semua persoalan hukum yang
timbul diserahkan kepada Beliau. Meskipun satu atau dua kasus hukum yang timbul

terkadang disiasati para sahabat Beliau dengan ijtihad, tetapi hasil akhir dari ijtihad tersebut,
............................................................
2
..................................................................
dari segi tepat atau tidaknya ijtihad mereka itu, dikembalikan kepada Rasulullah SAW. Hal
ini karena Rasulullah SAW adalah satu-satunya pemegang otoritas kebenaran Agama, melalui
wahyu yang diturunkan kepada Beliau.
Pada periode sahabat, dalam melakukan ijtihad untuk melahirkan hukum, pada
hakikatnya para sahabat menggunakan ushul fiqh sebagai alat untuk berijtihad. Hanya saja,
ushul fiqh yang mereka gunakan baru dalam bentuknya yang paling awal, dan belum banyak
terungkap dalam rumusan-rumusan sebagaimana yang kita kenal sekarang.
Contoh cikal bakal ilmu ushul fiqh yang terdapat pada masa Rasulullah SAW dan
masa sahabat, antara lain berkaitan dengan ketentuan urutan penggunaan sumber dan dalil
hukum, sebagai bagian dari ushul fiqh, misalnya dapat dilihat dari informasi tentang dialog
antara Rasulullah SAW dan Mu’az bin Jabal, ketika Rasulullah SAW mengutus Mu’az ke
Yaman.
“ketika Rasulullah SAW bermaksud mengutus Mu’az ke Yaman, beliau bertanya: “
bagaimana kamu memutuskan bila suatu kasus diajukan kepadamu? Ia menjawab: “saya
akan putuskan berdasarkan kitab Allah” beliau bertanya lagi: “jika kamu tidak
menemukannya dalam kitab Allah? ia menjawab: “ saya yakan putuskan berdasarkan sunah

Rasulullah SAW ” beliau bertanya lagi: “jika kamu tidak menemukannya dalam kitab Allah
maupun sunnah Rasulullah?Ia menjawab: “saya akan berijtihad, namun saya tidak akan

ceroboh.” beliau berkata sambil menepuk dada Mu’az : “ segala puji bagi Allah yang telah
memberikan taufiq utusan Rasulullah kepada apa yang di ridhai Rasul itu.”
Para sahabat Rasulullah SAW selain karena kedekatan mereka kepada Beliau, mereka
juga menimba banyak pengalaman dari Beliau dan memahami secara mendalam
pembentukan hukum Islam (tasyri’), juga karena mereka sendiri memiliki pengetahuan
bahasa arab yang sangat baik. Dengan bekal pengalaman dan kemampuan tersebut, maka
ketika Rasulullah SAW wafat mereka telah dapat melakukan ijtihad untuk mengatasi masalah
kekosongan hukum atas peristiwa-peristiwa baru yang terjadi yang belum ada ketentuan
hukumnya secara eksplisit dalam Alqur’an dan sunnah. Mereka juga tidak banyak mengalami
kesulitan

memahami

ayat-ayat Alqur’an

dan


maksud

sunnah

untuk

melakukan

pengembangan hukum Islam, terutama melalui metode qiyas.
Langkah-langkah yang ditempuh para sahabat apabila menghadapi persoalan hukum
ialah menelusuri ayat-ayat Al qur’an yang berbicara tentang masalah tersebut. Apabila tidak
ditemukan hukumnya dalam Al qur’an maka mereka mencarinya di dalam sunnah. Apabila di
dalam sunnah pun tidak ditemukan barulah mereka berijtihad.
.................................................................................................................................................... 3....
C. Periode Tabi’in
Sejalan dengan berlalunya masa sahabat, timbullah masa tabi’in. Pada masa ini,
bersamaan dengan perluasan wilayah-wilayah Islam, dimana pemeluk Islam semakin
heterogen bukan saja dari segi kebudayaan dan adat istiadat lokal, tetapi juga dari segi
bahasa, peradaban , ilmu pengetahuan, teknologi dan perekonomian, banyak bermunculan
kasus-kasus hukum baru, yang sebagiannya belum dikenal sama sekali pada masa Rasulullah

SAW dan masa sahabat. Untuk menjawab kasus-kasus hukum ini, lahir tokoh-tokoh Islam
yang bertindak sebagai pemberi fatwa hukum. Mereka ini sebelumnya telah lebih dahulu
menimba pengalaman dan pengetahuan di bidang ijtihad dan hukum dari para sahabat
pendahulu mereka. Para ahli hukum generasi tabi’in ini, antara lain, Said bin al-Musayyab
(15-94H) sebagai mufti di Madinah. Sementara di Irak tampil pula Alqamah bin al-Qais (w.
62H) dan Ibrahim an-Nakha’i (w. 96H), di samping para ahli hukum lainnya.
Dalam melakukan ijtihad, sebagaimana generasi sahabat, para ahli hukum generasi
tabi’in juga menempuh langkah-langkah yang sama dengan yang dilakukan para pendahulu
mereka. Akan tetapi, dalam pada itu, selain merujuk Alquran dan sunnah, mereka telah
memiliki tambahan rujukan hukum yang baru, yaitu ijma’ ash-shahabi, ijma’ ahl al-Madinah,
fatwa ash-shahabi, qiyas, dan mashlahah mursalah, yang telah dihasilkan oleh generasi
sahabat.

Terhadap sumber rujukan yang baru itu, mereka memiliki kebebasan memilih metode
yang mereka anggap paling sesuai. Oleh karena itu, sebagian ulama tabi’in ada yang
menggunakan metode qiyas, dengan cara berusaha menemukan ‘illah hukum suatu nashsh
dan kemudian menerapkannya pada kasus-kasus hukum yang tidak ada nashsh-nya tetapi
memiliki ‘illah yang sama. Sementara sebagian ulama lainnya lebih cenderung memilih
metode mashlahah, dengan cara melihat dari segi kesesuaian tujuan hukum dengan
kemaslahatan yang terdapat dalam prinsip-prinsip syara’.
Perbedaan cara yang ditempuh oleh kedua kelompok tabi’in ini, terutama timbul
karena perbedaan pendapat: apakah fatwa ash-shahabi dapat menjadi dalil hukum (hujjah)?
Dan apakah ijma’ ahl al-Madinah merupakan ijma’ sehingga berkedudukan sebagai hujjah
qath’iah (dalil hukum yang bersifat pasti)?
Adanya kedua kelompok ulama di atas merupakan cikal bakal lahirnya dua aliran
besar dalam ilmu ushul fiqh dan fiqh, yaitu aliran Mutakallimin atau asy-Syafi’iyyah, yang
............................................................................................................................................... 4....
dianut jumhur (mayoritas) ulama, dan aliran fuqaha’ atau hanafiyyah yang pada mulanya
berkembang di Irak.

LATAR BELAKANG MUNCUL DAN TUMBUH BERKEMBANGNYA USHUL FIQH
SEBAGAI SUATU DISIPLIN ILMU

Ilmu ushul Fiqih, lahir sejak abad ke-2 H. Ilmu tersebut, pada abad pertama Hijriyah
memang tidak diperlukan karena keberadaan Rasulullah SAW. masih bisa mengeluarkan
fatwa dan memutuskan suatu hukum berdasarkan ajaran Alqur’an, Sunnah dan apa yang
diwahyukan kepada beliau. Disamping itu secara fithri, ijtihad Rasul tidak memerlukan Ushul
atau kaidah-kaidah yang dijadikan sebagai istinbat dan ijtihad. Begitu pula dengan para
sahabat, mereka memberikan fatwa hokum dan memutuskan suatu keputusan berdasarkan
nash-nash yang dipahami lantaran kemampuan potensial mereka dibidang bahasa arab yang
benar, tanpa memerlukan kaidah-kaidah bahasa yang dapat dijadikan sebagai dasar
pemahaman nash. Para sahabat juga melakukan istinbat terhadap hukum yang tidak ada
nashnya berdasarkan kemampuan potensial mereka dalam membina hokum syari’at Islam

yang terpusat di dalam jiwa mereka yang disebabkan akrabnya mereka dengan Rasulullah di
dalam pergaulan. Selain itu, para sahabat juga ikut menyaksikan sebab-sebab turunnya AlQur’an dan sebab-sebab dikeluarkannya hadits, serta memahami maksud dan tujuan syari’
(pembuat hokum, yakni Allah) disamping prinsip-prinsip pembentukan hokum Islam.
Namun ketika dunia Islam semakin berkembang luas dengan hasil kemenangan yang
diraih, dan bangsa Arab telah banyak bergaul dengan bangsa-bangsa lain, sehingga timbul
interaksi bahasa lisan dan tulis-menulis, maka beberapa sinonim dan gaya bahasa Arab
tercampur dengan bahasa lain. Sebagai akibatnya, naluri bahasa mereka menjadi tidak murni
lagi. Maka terjadilah kerancuan dan kemungkinan yang terjadi di dalam cara memahami
nash. Sehingga dianggap perlu menyusun batas-batas dan kaidah-kaidah bahasa yang dapat
mendukung pemahaman nash, sebagaimana bangsa arab mampu memahami nash sesuai
bahasa yang ia gunakan. Penyusunan kaidah itu tidak jauh berbeda dengan penyusunan
kaidah-kaidah Nahwu yang dapat membantu kemampuan berbahasa secara baik.

............................................................................................................................................... 5....
Demikian setelah waktu lama dari awal pembentukan hukum Islam, banyak terjadi
perdebatan antara Ahli Hadits dan Ahli Ra’yu. Banyak juga orang yang hanya berdasarkan
keberanian mengeluarkan suatu hujjah yang tidak pantas sebagai hujjah, bahkan menolak
hujjah yang sebenarnya. Kondisi ini mendorong peletakan batasan-batasan dan bahasa
tentang dalil syar’iyyah dan syarat-syarat atau cara menggunakan dalil-dalil. Seluruh
pembahasan tentang penggunaan dalil, batasan-batasan atau kaidah-kaidah bahasa ini yang
disebut sebagai ilmu ushul fiqh.
Namun, ilmu tersebut tumbuh dalam kondisi yang sangat sederhana, seperti halnya
anak kecil yang baru lahir. Kemudian, secara bertahap ilmu tersebut tumbuh semakin
meningkat sehingga mencapai usia 200 tahun. Sejak itu, mulailah ilmu itu berkembang
dengan pesatnya, tersebar dan memencar bersama berkembangnya hukum Fiqh, sebab setiap
Imam mujtahid , baik Imam yang empat atau yang lainnya, selalu memberi petunjuk dengan
dalil hukum yang disertai dengan ilmu Ushul Fiqh dan arahan pengambilan dalil dengan ilmu
itu juga. Sedang para mujtahid yang tidak menggunakan cara tersebut, berarti telah membuat
hujjah dengan jalan yang menyimpang. Padahal, semua pengambilan dalil dan penggunaan
hujjah selalu mengandung kaidah-kaidah Ushul.
Orang pertama yang menghimpun kaidah-kaidah yang berserakan itu, ialah Imam
Abu yusuf, seorang pengikut setia imam Abu Hanifah. Hal ini, dikatakan oleh Ibnu Nadim

dalam kitabnya yang bernama Al Fahrasat . Namun sangat disayangkan catatan-catatan
tersebut tidak sampai ketangan

kita. Oleh ahli ushul fiqih dianggap yang pertama

mengumpulkan dan menyusun ilmu ini adalah Imam Syafi’i dalam kitabnya yang bernama
Ar-Risalah. Dan setelah itu,

muncullah para penulis lain yang melengkapi dan

menyempurnakannya seperti Imam Ghazali dalam kitabnya yang bernama Al-Mustasyfa, AlAmidi dalam kitabnya yang bernama Al-Minhaj yang disyaratkan oleh Asnawi.
Dari kalangan madzhab Hanafi yang terkenal Abu Zaid Al Dabbas dalam kitabnya
yang bernama Ushul, Fadhul Islam Al Basdawi dalam kitabnya yang bernama Ushul dan
Nasafi dalam kitabnya yang bernama Al Manar. Disamping itu lahirlah pula kitab yang
bernama Badi’un Nizam Al Jami Baina Bazdawi wal ‘itisom oleh Muzafaruddin Al Baghdadi
Al Hanafi, kitab tahrir oleh kamal bin Humam dan kitab Jam’ul jawani oleh ibnu Subki.
Di abad sekarang ini ada pula beberapa buah kitab yang ditulis oleh beberapa ulama’,
diantaranya kitab Irsyadul Fuhul oleh Syaukani, kitab Ushul Fiqh oleh Hudari Bek, kitab
Tahsilul wushul oleh Muhammad Abdurrahman Mahlawi. Dan masih banyak kitab-kitab
Ushul Fiqh yang lainya.
............................................................................................................................................... 6....
BABIII
PENUTUP
KESIMPULAN
A. Periodisasi embrio ushul fiqih pada masa Nabi, Sahabat, dan Tabi’in
Periode Nabi SAW: para ushuliyyin menyatakan bahwa ushul fiqh itu sendiri
bersamaan hadirnya dengan fiqh, yakni sejak zaman Nabi SAW. Bibit ini semakin jelas di
zaman para sahabat karena persoalan yang mereka hadapi semakin berkembang, sedangkan
Al-qur’an dan sunnah telah selesai turun seiring dengan wafatnya Nabi SAW. Periode
Sahabat Pada masa ini kajian tentang fiqih mulai dirumuskan, yaitu setelah wafatnya
Rasulullah SAW. Pada periode sahabat, dalam melakukan ijtihad untuk melahirkan hukum,
pada hakikatnya para sahabat menggunakan ushul fiqh sebagai alat untuk berijtihad. Hanya
saja, ushul fiqh yang mereka gunakan baru dalam bentuknya yang paling awal, dan belum
banyak terungkap dalam rumusan-rumusan sebagaimana yang kita kenal sekarang. Periode
Tabi’in: Dalam melakukan ijtihad, sebagaimana generasi sahabat, para ahli hukum generasi
tabi’in juga menempuh langkah-langkah yang sama dengan yang dilakukan para pendahulu
mereka. Akan tetapi, dalam pada itu, selain merujuk Alquran dan sunnah, mereka telah
memiliki tambahan rujukan hukum yang baru, yaitu ijma’ ash-shahabi, ijma’ ahl al-Madinah,

fatwa ash-shahabi, qiyas, dan mashlahah mursalah, yang telah dihasilkan oleh generasi
sahabat.
B. Latar belakang muncul dan tumbuh berkembangnya ushul fiqh sebagai suatu disiplin ilmu
. Ilmu ushul Fiqih, lahir sejak abad ke-2 H. Ilmu tersebut, pada abad pertama Hijriyah
memang tidak diperlukan karena keberadaan Rasulullah SAW. masih bisa mengeluarkan
fatwa dan memutuskan suatu hukum berdasarkan ajaran Alqur’an, Sunnah dan apa yang
diwahyukan kepada beliau. Namun ketika dunia Islam semakin berkembang luas dengan
hasil kemenangan yang diraih, dan bangsa Arab telah banyak bergaul dengan bangsa-bangsa
lain, sehingga timbul interaksi bahasa lisan dan tulis-menulis, maka beberapa sinonim dan
gaya bahasa Arab tercampur dengan bahasa lain. Sebagai akibatnya, naluri bahasa mereka
menjadi tidak murni lagi. Demikian setelah waktu lama dari awal pembentukan hukum Islam,
banyak terjadi perdebatan antara Ahli Hadits dan Ahli Ra’yu. Banyak juga orang yang hanya
berdasarkan keberanian mengeluarkan suatu hujjah yang tidak pantas sebagai hujjah, bahkan
.................................................................

7

..................................................................

menolak hujjah yang sebenarnya. Kondisi ini mendorong peletakan batasan-batasan dan
bahasa tentang dalil syar’iyyah dan syarat-syarat atau cara menggunakan dalil-dalil. Seluruh
pembahasan tentang penggunaan dalil, batasan-batasan atau kaidah-kaidah bahasa ini yang
disebut sebagai ilmu ushul fiqh.
Demikian makalah yang dapat saya buat. Saya menyadari bahwa makalah yang saya
susun ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca demi lebih baiknya penulisan makalah yang selanjutnya. Semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

............................................................................................................................................... 8....
DAFTAR PUSTAKA
Asmawi. Perbandingan Ushul Fiqih. Jakarta: AMZAH. 2011.
Dahlan , Abd. Rahman. Ushul Fiqih. Jakarta: AMZAH. 2011.
Karim A, Syafi’I, Fiqih-Ushul Fiqih, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1997.
Wahab, Abdul khalaf, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: Gema Risalah Press, 1996.

.............................................................
.
9
...................................................................