PERANAN PERS DALAM PERGERAKAN NASIONAL

PERANAN PERS DALAM PERGERAKAN NASIONAL
Perkembangan pers berbahasa daerah atau melayu,yang dinilai oleh Douwes dekker
dalam awal karangan ini menduduki tempat terpenting dari pers Eropa,dan terutama setelah
berdirinya organisasi seperti boedi Oetomo,Sarekat islam dan Indische Partij menimbulkan
pemikiran di kalangan pemerintah Hindia Belanda untuk menetralisasi pengurus pers bumi
putra itu.Jalan yang di tunjukkan Dr.Rinkes ialah dengan mendirikan surat kabar berbahasa
Melayu oleh pemerintah sendiri serta memberikan bantuan kepada surat kabar yang di nilai
lunak dalam pemberitaannya.
Berdirinya Boedi Oetomo di Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908 dan persiapanpersiapan kongresnya yang pertama yang akan diadakan pada awal oktober tahun itu juga
mendapat tempat dalam pers Belanda dan Melayu.Surat edarannya pun dimuat dalam surat
kabar De Locomotief dan Bataviaasch Nieuwsblad,demikian juga dalam majalah Jong
Indie.Memang sejak kelahirannya,organisasi pertama ini memperhatikan pentingnya penerbit
dan surat kabar sebagai penyambung suara organisasi.Sesuai dengan sikap Boedi Oetomo
pada awal pertumbuhannya sejak golongan tua menjadi pemimpin-pemimpinnya,maka surat
kabar pun bercorak lunak,namun satu segi yang menarik ialah kesadaran redakturnya menulis
dan memberitakan yang penting bagi kemajuan dan kesejahteraan.Pentingnya surat kabar
berbahasa Melayu terbukti juga dari ikhtisar-ikhtisar yang muncul dalam majalah dan surat
kabar Belanda,seperti Tropisch Nederland,Kolonial Tijdschrift dan Java Bode.
Semenjak berdirinya Sarekat Islam,nampak adanya pemberitaan baru surat kabar,di
antara ada yang menonjol dan ada pula yang kurang berarti.diantaranya ada yang
menonjoldan ada pula yang kurang berarti.juga beberapa terbit di luar pulau Jawa.Mula-mula

Darmo Kondo merupakan surat kabar yang utama di Jawa,tetapi setelah berdirinya SI,di
Surabaya terbit Oetoesan Hindia yang isinya lebih hidup dan condong ke kiri.Darmo Kondo
sendiri tetap tenang dan kurang menunjukkan kepekaannya mengenai tanda-tanda
zaman,meskipun lingkungan pembaca cukup besar.Darmo Kondo sebelum tahun 1910
dimiliki dan dicetak oleh seorang keturunan Cina,Tan Tjoe Kwan dan redaksi ada ditangan
Tjnie Sianh Ling,yang diketahui mahir di dalam soal sastra Juwa.sejak itu dibeli oleh Boedi
Oetomo cabang Surakarta dangen modal 50.000,- .
Oetoesan Hindia lahir setelah SI mengadakan kongresnya yang pertama disurabaya,
26 januari 1913 dibawah pimpipinan Dokroaminoto, Sosrobroto serta Tirtodanudjo.
Tirtodanudjo merupakan penulis yang tajam menarik perhatian umum, demikian juga
karangan seorang bernama Samsi dari Semarang. Kedua-duanya merupakan pemegang rekor
delik pers dan seringkali berurusan dengan pihak pengadilan. Tjokroaminoto sendiri

mengimbangi dengan tulisan-tulisan yang tinggi mutunya dengan nada yang tenang, juga bila
dia menulis untuk mengkis serangan-serangan yang dutujukan kepadanya. Selama tigabelas
tahun Oetoesan Hindia isinya mencerminkan dunia pergerakan, politik, ekonomi dan
perburuhan, khusus yang dipimpin oleh Central Sarekat Islam.
Karangan para pemimpin Indonesia muncul dan mengisi suratkabar itu serta
merupakan perjatian pembaca. Singkatan nama-nama mereka O.S.tj. (Oemar Said
Tjokroaminoto),


A.M.

(Abdul

Muis).

H.A.S.

(Haji

Agus

Salim),T.Mk.

(Tjipto

Mangunkusumo), A.P. (Alimin Prawirohardjo), A.H.W. (Wignjadisastra) dan Surjopranoto
ailih berganti mangisi suratkabar itu, yang pengaruhnya sering nampak disuratkabar yang
terbit dikepulauan lain.

Namun kelamahan syratkabar bumiputra iaalah kurangnya pemasang iklan, sehigga
dengan uang langganan saja tidak cukup untuk dapat bertahan. Ditambah lagi banyak perkara
SI mengurangi ketekunan pengurusnya untuk tetap memikirkan kelangsungan suratkabarnya,
dan setelah djokroaminoto terkena perkara politik sehingga ia di jatuhi hukuman dan
pemecahan di dalam tubuh SI sendiri tak terhindarkan lagi, maka Oetoesan Hindia tutup usia
pada triwulan pertama tahun1923.
Suratkabar SI lainnya ialah Sinar Djawa di Semarang, Pantjaran Warta diketehui dan
Saroetomo di Surakarta yang terakhir itu adalah suratkabar asli Sarekat Islam sejak kelahiran
organisasi itu pada bulan Agustus 1912 mula-mula Saroetomo merupakan suratkabar yang
kurang berarti, tetapi berangsur-angsur nampak pengaruh Oetoesan Hindia sehingga makin
bermutu terutama dengan muncul mas Marco Dikromo, seorang berasal dari Bodjonegoro,
yang waktu itu berumur 23 tahun, maka karangan-karangan mewakili gaya tulis tersendiri
terkenal dalam hubungan ini ialah komentar mas Marco mengenai cara kerja Mindere
Whevaarts Commissie (Komisi untuk meyelidiki sebab-sebab keminduran rakyat Bumi
Putra) sehingga menimbulkan heboh besar setelah tulisan-tulisannya mendapat halangan dari
Saroetomo, terutama karena campur tangan pemerintah, maka ia mendirkan suratkabar
sendiri bernama Doenia Bergerak

Peranan Pers dalam Pergerakan Nasional
Indonesia

Akhir abad ke-19 hingga memasuki abad ke-20, dinamika pers dalam batas persuratkabaran
di Indonesia semakin meningkat. Tidak sedikit pribumi Indonesia yang terlibat dalam
kegiatan tersebut. Seiring dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat sejak
kebangkitan nasionalisme, maka di sisi lain pers sebagai medium komunikasi juga mewarnai
perjuangan pergerakan untuk mencapai Indonesia merdeka. Dengan karakteristik tersendiri,
lahirlah pers nasional atau pers pergerakan. Menurut Syamsul Basri bahwa pers dan
wartawan dengan tulisan dan sepak terjangnya waktu itu, berusaha menggalang dan
membangkitkan kesadaran masyarakat untuk bercita-cita memerdekakan Indonesia dari
penjajah.1)
M. Tabrani, seorang wartawan dan tokoh pergerakan, memberikan karakteristik pers nasional:
Pertama; harus bercorak nasional dalam arti seluas-luasnya, kedua; menjadi pendukung
gagasan kemerdekaan, namun harus berpendapat luas dalam mengolah peristiwa dan fakta
yang di dalam masyarakat selalu terdapat perbedaan, ketiga; tenggang menenggang.2)
Pers pada masa perjuangan pergerakan nasional, telah menampakkan keterlibatannya sebagai
medium komunikasi. Ia cenderung menjadi alat perjuangan dari kaum pergerakan. Sehingga
tidak berlebihan bila dikatakan bahwa pers nasional merupakan bagian tak terpisahkan dari
perjuangan pergerakan nasional karena sesungguhnya pers merupakan bagian dari perjuangan
itu.
Surat kabar yang oleh sebagian ahli diidentifikasi sebagai surat kabar pertama yang dimiliki
dan dierbitkan oleh bangsa Indonesia adalah Medan Priyayi yang diterbitkan oleh R.M.

Tirtoadisuryo tahun 1907. Dan pendiri Medan Priyayi dianggap dianggap sebagai wartawan
pertama yang menggunakan surat kabar sebagai alat untuk membentuk pendapat umum.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran kebangsaan yang aktualisasinya nampak dari
semakin banyaknya organisasi pergerakan, maka pers nasional juga semakin menempatkan
kedudukannya sebagai alat perjuangan pergerakan. Biasanya tokoh pergerakan terlibat dalam
kegiatan jurnalistik, bahkan banyak di antaranya yang memulai aktivitasnya melalui profesi
jurnalis.
Hampir semua organisasi pergerakan pada masa itu memiliki dan menggunakan surat kabar
atau majalah untuk menyuarakan ide-ide dan aspirasi perjuangannya. Bung Karno ketika
memberikan kata sambutan pada hari ulang tahun koran “Sipatahoenan” yang ke-10 di tahun
1933, mengatakan bahwa tiada perjuangan kemerdekaan secara modern yang tidak perlu
memakai penyuluhan, propaganda dan agitasi dengan pers. Pengakuan semacam ini
diungkap pula oleh Muhammad Hatta sewaktu membina koran PNI Baru, “Daulat Rakjat”,
yakni:
Memang majalah gunanya untuk menambah pengetahuan, menambah pengertian dan
menambah keinsyafan. Dan bertambah insyaf kaum pergerakan akan kewajiban dan makna
bergerak, bertambah tahu kita mencari jalan bergerak. Sebab itu majalah menjadi pemimpin
pada tempatnya. Dan anggauta-anggauta pergerakan yang mau memenuhi kewajibannya
dalam perjuangan tidak dapat terpisah dari majalahnya.6)
Pengakuan yang diungkapkan oleh kedua kampiun pergerakan tersebut memberi gambaran

akan pentingnya peranan pers dalam perjuangan pergerakan nasional.
Budi Utomo pada awal pertumbuhannya telah mengambil alih Dharmo Kondo, majalah
yang sebelumnya dimiliki dan diterbitkan oleh orang Cina. 7) Setelah mengalami masa pasang

surut dalam perkembangannya, harian Dharmo Kondo berubah nama menjadi Pewarta
Oemoem, dan menjadi pembawa suara Partai Indonesia Raya (Parindra). Selain Dharmo
Kondo, Budi Utomo pernah juga menerbitkan Budi Utomo (1920), Adilpalamerta (1929),
dan Toentoenan Desa pada tahun 1930.8)
Sementara itu Sarekat Islam setelah mengadakan kongresnya yang pertama pada tahun 1931
di Surabaya, menerbitkan Oetoesan Hindia. SI juga menerbitkan Bendera Islam,
Sarotama, Medan Moelimin, Sinar Djawa, Teradjoe.9)
Indische Partij di bawah pimpinan Tiga Serangkai menjadikan Het Tijdsichrift dan De
Expres sebagai alat propagandanya. Melalui kedua media ini, tulisan-tulisan tokoh Indische
Partij dimuat. Di antaranya yang terkenal adalah tulisan Suardi Suryaningrat yang berjudul
Als ik eens Nederlander was (Andaikata Aku Seorang Belanda).10)
Lahirnya PKI (1920) makin menambah jumlah surat kabar partai. Pada akhir tahun 1926,
tercatat lebih dari dua puluh penerbitan PKI yang tersebar di berbagai kota.
Di lain tempat, organisasi pergerakan yang ada di negeri Belanda, Perhimpunan Indonesia
telah menerbitkan medianya Indonesia Merdeka yang sebelumnya bernama Hindia Putera. 11)
Tulisan-tulisan tokoh PI dalam majalah tersebut banyak berpengaruh terhadap perjuangan

pergerakan di tanah air.
Bukan hanya organisasi politik yang menerbitkan pers, tapi organisasi kedaerahan, organisasi
kepemudaan, organisasi yang bersifat sosial keagamaan turut pula menerbitkan surat kabar
atau majalah. Para perkumpulan ini telah menyadari pentingnya sebuah media pers untuk
menyampaikan aspirasi perjuangan.
Syamsul Basri menjelaskan peranan pers yang menentukan dalam perjuangan pergerakan
nasional, yakni:
1. Menyadarkan masyarakat/bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan adalah hak yang
harus diperjuangkan
2. Membangkitkan dan mengembangkan rasa percaya diri, sebagai syarat utama
memperoleh kemerdekaan
3. Membangkitkan dan mengembangkan rasa persatuan
4. Membuka mata bangsa Indonesia terhadap politik dan praktek kolonial Belanda.12)
Demikianlah peranan pers nasional sebagai alat perjuangan dengan orientasinya yang
mendukung perjuangan pergerakan nasional telah mengambil bagian penting dari epsidoe
perjuangan dalam upaya mencapai kemerdekaan. Di samping sebagai wadah di mana ide-ide
dan aspirasi organisasi disuarakan, juga telah berperan dalam menyadarkan dan
membangkitkan semangat persatuan dan kesatuan yang kemudian menjadi senjata ampuh
melawan politik devide et impera Belanda.