BATAS WILAYAH DARAT DAN LAUT INDONESIA

BATAS WILAYAH DARAT DAN LAUT INDONESIA DENGAN NEGARA LAIN
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900 kilometer,
memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun
laut (maritim). Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negaranegara Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Timor Leste. Perbatasan darat Indonesia
tersebar di tiga pulau, empat Provinsi dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing memiliki
karakteristik perbatasan yang berbeda-beda. Demikian pula negara tetangga yang
berbatasannya baik bila ditinjau dari segi kondisi sosial, ekonomi, politik maupun budayanya.
Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia,
Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua
Nugini (PNG). Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang
jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil. Beberapa diantaranya masih perlu
penataan dan pengelolaan yang lebih intensif karena mempunyai kecenderungan
permasalahan dengan negara tetangga.

Berikut adalah batas laut Indonesia:
v Indonesia-Malaysia
Garis batas laut wilayah antara Indonesia dengan Malaysia adalah garis yang
menghubungkan titik-titik koordinat yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama di
Kuala Lumpur, pada 17 Maret 1977.
Berdasarkan UU No 4 Prp tahun 1960, Indonesia telah menentukan titik dasar batas wilayah
lautnya sejauh 12 mil. Sebagai implementasi dari UU tersebut, beberapa bagian perairan

Indonesia yang jaraknya kurang dari 12 mil laut, menjadi laut wilayah Indonesia. Termasuk
wilayah perairan yang ada di Selat Malaka.
Pada Agustus 1969, Malaysia juga mengumumkan bahwa lebar laut wilayahnya menjadi 12
mil laut, diukur dari garis dasar yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan konvensi
Jenewa 1958 (mengenai Laut Wilayah dan Contigous Zone). Sehingga timbul persoalan,
yaitu letak garis batas laut wilayah masing-masing negara di Selat Malaka (di bagian yang
sempit) atau kurang dari 24 mil laut. Adapun batas Landas Kontinen antara Indonesia dan
Malaysia ditentukan berdasarkan garis lurus yang ditarik dari titik bersama ke titik koordinat
yang disepakati bersama pada 27 Oktober 1969.
Atas pertimbangan tersebut, dilaksanakan perundingan (Februari-Maret 1970) yang
menghasilkan perjanjian tentang penetapan garis Batas Laut Wilayah kedua negara di Selat
Malaka. Penentuan titik koordinat tersebut ditetapkan berdasarkan Garis Pangkal masingmasing negara.
Dengan diberlakukannya Konvensi Hukum Laut Internasional 1982, maka penentuan titik
dasar dan garis pangkal dari tiap-tiap negara perlu diratifikasi berdasarkan aturan badan
internasional yang baru. Selama ini penarikan batas Landas Kontinen Indonesia dengan
Malaysia di Perairan Selat Malaka berpedoman pada Konvensi Hukum Laut 1958.

MoU RI dengan Malaysia yang ditandatangani pada 27 Oktober 1969 yang menetapkan
Pulau Jara dan Pulau Perak sebagai acuan titik dasar dalam penarikan Garis Pangkal jelas
jelas merugikan pihak Indonesia, karena median line yang diambil dalam menentukan batas

landas kontinen kedua negara tersebut cenderung mengarah ke perairan Indonesia.
Tidak hanya itu, Indonesia juga belum ada kesepakatan dengan pihak Malaysia tentang ZEEnya. Penentuan ZEE ini sangat penting dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan
masing-masing negara.
Akibat belum adanya kesepakatan ZEE antara Indonesia dengan Malaysia di Selat Malaka,
sering terjadi penangkapan nelayan oleh kedua belah pihak. Hal ini disebabkan karena
Malaysia menganggap batas Landas Kontinennya di Selat Malaka, sekaligus merupakan
batas laut dengan Indonesia. Hal ini tidak benar, karena batas laut kedua negara harus
ditentukan berdasarkan perjanjian bilateral.
Berdasarkan kajian Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, batas laut Indonesia dan Malaysia di
Selat Malaka seharusnya berada di median line antara garis pangkal kedua negara yang
letaknya jauh di sebelah utara atau timur laut batas Landas Kontinen. Berdasarkan ketentuan
UNCLOS-82, sebagai coastal state, Malaysia tidak diperbolehkan menggunakan Pulau Jara
dan Pulau Perak sebagai base line yang jarak antara kedua pulau tersebut lebih dari 100 mil
laut.
Jika ditinjau dari segi geografis, daerah yang memungkinkan rawan sengketa perbatasan
dalam pengelolaan sumber-sumber perikanan adalah di bagian selatan Laut Andaman atau di
bagian utara Selat Malaka.

v Indonesia-Singapura
Penentuan titik-titik koordinat pada Batas Laut Wilayah Indonesia dan Singapura didasarkan

pada prinsip sama jarak (equidistance) antara dua pulau yang berdekatan. Pengesahan titiktitik koordinat tersebut didasarkan pada kesepakatan kedua pemerintah.
Titik-titik koordinat itu terletak di Selat Singapura. Isi pokok perjanjiannya adalah garis Batas
Laut Wilayah Indonesia dan laut wilayah Singapura di Selat Singapura yang sempit (lebar
lautannya kurang dari 15 mil laut) adalah garis terdiri dari garis-garis lurus yang ditarik dari
titik koordinat.
Namun, di kedua sisi barat dan timur Batas Laut Wilayah Indonesia dan Singapura masih
terdapat area yang belum mempunyai perjanjian perbatasan. Di mana wilayah itu merupakan
wilayah perbatasan tiga negara, yakni Indonesia, Singapura dan Malaysia.
Pada sisi barat di perairan sebelah utara pulau Karimun Besar terdapat wilayah berbatasan
dengan Singapura yang jaraknya hanya 18 mil laut. Sementara di wilayah lainnya, di sisi
timur perairan sebelah utara pulau Bintan terdapat wilayah yang sama yang jaraknya 28,8 mil
laut. Kedua wilayah ini belum mempunyai perjanjian batas laut.
Permasalahan muncul setelah Singapura dengan gencar melakukan reklamasi pantai di
wilayahnya. Sehingga terjadi perubahan garis pantai ke arah laut (ke arah perairan Indonesia)

yang cukup besar. Bahkan dengan reklamasi, Singapura telah menggabungkan beberapa
pulaunya menjadi daratan yang luas. Untuk itu batas wilayah perairan Indonesia – Singapura
yang belum ditetapkan harus segera diselesaikan, karena bisa mengakibatkan masalah di
masa mendatang. Singapura akan mengklaim batas lautnya berdasarkan Garis Pangkal
terbaru, dengan alasan Garis Pangkal lama sudah tidak dapat diidentifikasi.

Namun dengan melalui perundingan yang menguras energi kedua negara, akhirnya
menyepakati perjanjian batas laut kedua negara yang mulai berlaku pada 30 Agustus 2010.
Batas laut yang ditentukan adalah Pulau Nipa dan Pulau Tuas, sepanjang 12,1 kilometer.
Perundingan ini telah berlangsung sejak tahun 2005, dan kedua tim negosiasi telah berunding
selama delapan kali. Dengan demikian permasalahan berbatasan laut Indonesia dan
Singapura pada titik tersebut tidak lagi menjadi polemik yang bisa menimbulkan konflik,
namun demikian masih ada beberapa titik perbatasan yang belum disepakati dan masih
terbuka peluang terjadinya konflik kedua negara. Perbatasan Indonesia dan Singapura terbagi
menjadi tiga bagian yaitu bagian tengah (disepakati tahun 1973), bagian Barat (Pulau Nipa
dengan Tuas, disepakati tahun 2009) dan bagian timur (Timur 1, Batam dengan Changi
(bandara) dan Timur 2 antara Bintan.

v Indonesia-Thailand
Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan Thailand adalah garis lurus yang ditarik dari titik
pertemuan ke arah Tenggara. Hal itu disepakati dalam perjanjian antara pemerintah Indonesia
dengan Thailand tentang penetapan Garis Batas Dasar Laut di Laut Andaman pada 11
Desember 1973.
Titik koordinat batas Landas Kontinen Indonesia-Thailand ditarik dari titik bersama yang
ditetapkan sebelum berlakunya Konvensi Hukum Laut PBB 1982. Karena itu, sudah
selayaknya perjanjian penetapan titik-titik koordinat di atas ditinjau kembali.

Apalagi Thailand telah mengumumkan Zona Ekonomi Eksklusif dengan Royal Proclamation
pada 23 Februari 1981, yang isinya; “The exclusive Economy Zone of Kingdom of Thailand
is an area beyond and adjacent to the territorial sea whose breadth extends to two hundred
nautical miles measured from the baselines use for measuring the breadth of the Territorial
Sea”. Pada prinsipnya Proklamasi ZEE tersebut tidak menyebutkan tentang penetapan batas
antar negara.

v Indonesia-India
Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan India adalah garis lurus yang ditarik dari titik
pertemuan menuju arah barat daya yang berada di Laut Andaman. Hal itu berdasarkan
persetujuan pada 14 Januari 1977 di New Delhi, tentang perjanjian garis batas Landas
Kontinen kedua negara. Namun, pada beberapa wilayah batas laut kedua negara masih belum
ada kesepakatan.

v Indonesia-Australia
Perjanjian Indonesia dengan Australia mengenai garis batas yang terletak antara perbatasan
Indonesia- Papua New Guinea ditanda tangani di Jakarta, pada 12 Februari 1973. Kemudian
disahkan dalam UU No 6 tahun 1973, tepatnya pada 8 Desember 1973).
Adapun persetujuan antara Indonesia dengan Australia tentang penetapan batas-batas Dasar
Laut, ditanda tangani paada 7 Nopember 1974. Pertama, isinya menetapkan lima daerah

operasional nelayan tradisional Indonesia di zona perikanan Australia, yaitu Ashmore reef
(Pulau Pasir); Cartier Reef (Pulau Ban); Scott Reef (Pulau Datu); Saringapatan Reef, dan
Browse.
Kedua, nelayan tradisional Indonesia di perkenankan mengambil air tawar di East Islet dan
Middle Islet, bagian dari Pulau Pasir (Ashmore Reef). Ketiga, nelayan Indonesia dilarang
melakukan penangkapan ikan dan merusak lingkungan di luar kelima pulau tersebut.
Sementara persetujuan Indonesia dengan Australia, tentang pengaturan Administrative
perbatasan antara Indonesia-Papua New Gunea; ditanda tangani di Port Moresby, pada 13
November 1973. Hal tersebut telah disahkan melalui Keppres No. 27 tahun 1974, dan mulai
diberlakukan pada 29 April 1974. Atas perkembangan baru di atas, kedua negara sepakat
untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan MOU 1974.

v Indonesia-Vietnam
Pada 12 November 1982, Republik Sosialis Vietnam mengeluarkan sebuah Statement yang
disebut “Statement on the Territorial Sea Base Line”. Vietnam memuat sistem penarikan
garis pangkal lurus yang radikal. Mereka ingin memasukkan pulau Phu Quoc masuk ke
dalam wilayahnya yang berada kira-kira 80 mil laut dari garis batas darat antara Kamboja dan
Vietnam.
Sistem penarikan garis pangkal tersebut dilakukan menggunakan 9 turning point. Di mana
dua garis itu panjangnya melebihi 80 mil pantai, sedangkan tiga garis lain panjangnya

melebihi 50 mil laut. Sehingga, perairan yang dikelilinginya mencapai total luas 27.000 mil2.
Sebelumnya, pada 1977 Vietnam menyatakan memiliki ZEE seluas 200 mil laut, diukur dari
garis pangkal lurus yang digunakan untuk mengukur lebar Laut Wilayah. Hal ini tidak sejalan
dengan Konvensi Hukum Laut 1982, karena Vietnam berusaha memasukkan pulau-pulau
yang jaraknya sangat jauh dari titik pangkal. Kondisi tersebut menimbulkan tumpang tindih
dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di sebelah utara Pulau Natuna.

v Indonesia-Filipina
Berdasarkan dokumen perjanjian batas-batas maritim Indonesia dan Filipina sudah beberapa
kali melakukan perundingan, khususnya mengenai garis batas maritim di laut Sulawesi dan
sebelah selatan Mindanao (sejak 1973). Namun sampai sekarang belum ada kesepakatan
karena salah satu pulau milik Indonesia (Pulau Miangas) yang terletak dekat Filipina, diklaim

miliknya. Hal itu didasarkan atas ketentuan konstitusi Filipina yang masih mengacu pada
treaty of paris 1898. Sementara Indonesia berpegang pada wawasan nusantara (the
archipelagic principles) sesuai dengan ketentuan Konvensi PBB tentang hukum laut
(UNCLOS 1982).

v Indonesia-Republik Palau
Republik Palau berada di sebelah Timur Laut Indonesia. Secara geografis negara itu terletak

di 060. 51” LU dan 1350.50” BT. Mereka adalah negara kepulauan dengan luas daratan ± 500
km2.
Berdasarkan konstitusi 1979, Republik Palau memiliki yuridiksi dan kedaulatan pada
perairan pedalaman dan Laut Teritorial-nya hingga 200 mil laut. Diukur dari garis pangkal
lurus kepulauan yang mengelilingi kepulauan.
Palau memiliki Zona Perikanan yang diperluas (Extended Fishery Zone) hingga berbatasan
dengan Zona Perikanan Eksklusif, yang lebarnya 200 mil laut diukur dari garis pangkal. Hal
itu menyebabkan tumpang tindih antara ZEE Indonesia dengan Zona Perikanan yang
diperluas Republik Palau. Sehingga, perlu dilakukan perundingan antara kedua negara agar
terjadi kesepakatan mengenai garis batas ZEE.

v Indonesia-Timor Leste
Berdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menyebabkan terbentuknya
perbatasan baru antara Indonesia dengan negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat
dan laut antara RI dan Timor Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang.
First Meeting Joint Border Committee Indonesia-Timor Leste dilaksanakan pada 18-19
Desember 2002 di Jakarta. Pada tahap ini disepakati penentuan batas darat berupa deliniasi
dan demarkasi, yang dilanjutkan dengan perundingan penentuan batas maritim. Kemudian
perundingan Joint Border Committee kedua diselenggarakan di Dilli, pada Juli 2003.


Berikut adalah Batas Darat Indonesia:
Perbatasan darat Indonesia dengan negara tetangga adalah bahwa proses penetapan batasnya
(Delimitasi) telah diselesaikan di masa pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah Hindia
Belanda menetapkan batas dengan Inggris untuk segmen batas darat di Kalimantan dan
Papua. Sedangkan Hindia Belanda menetapkan batas darat dengan Portugis di Pulau Timor.
Merujuk kepada ketentuan hukum internasional Uti Possidetis Juris (suatu negara mewarisi
wilayah penjajahnya), maka Indonesia dengan negara tetangga hanya perlu menegaskan
kembali atau merekonstruksi batas yang telah ditetapkan tersebut. Penegasan kembali atau
demarkasi tidaklah semudah yang diperkirakan. Permasalahan yang sering terjadi di dalam
proses demarkasi batas darat adalah munculnya perbedaan interpretasi terhadap treaty atau
perjanjian yang telah disepakati Hindia Belanda. Selain itu, fitur-fitur alam yang sering

digunakan di dalam menetapkan batas darat tentunya dapat berubah seiring dengan
perjalanan waktu. Lebih lanjut lagi tidak menutup kemungkinan, sosial budaya dan adat
daerah setempat juga telah berubah, mengingat rentang waktu yang panjang semenjak batas
darat ditetapkan pihak kolonial dulu.

v RI – MALAYSIA
Perbatasan darat antara Indonesia dengan Malaysia di Pulau Borneo memiliki panjang sekitar
2.000 km. Sebagian besar batasnya merupakan batas alam yang berupa punggung gunung /

garis pemisah air (watershed). Garis batas tersebut membentang dari Tanjung Datu di sebelah
barat hingga ke pantai timur pulau Sebatik di sebelah timur. Penentuan batas darat diantara
kedua negara merujuk kepada kesepakatan antara Hindia-Belanda dengan Inggris pada tahun
1891, 1915 dan 1925. Sampai dengan saat ini program penegasan batas (demarkasi) antar
kedua negara terus dilakukan secara bersama. Hal ini telah dimulai sejaktahun 1973 yang
salah satu hasilnya hingga kini telah terpasang pilar batas sebanyak lebih dari 19.000 patok
batas dengan berbagai type (type A,B, C dan D). Perlu digaris bawahi pula bahwa kedua
negara juga masih perlu menyelesaikan dan menyepakati sembilan segment batas.
Joint Border Mapping Perbatasan Darat Indonesia – Malaysia

Sebagai bagian dari usaha pengelolaan perbatasan, pemerintah Indonesia, Cq. Bakosurtanal
dan Pemerintah Malaysia menyepakati untuk membuat sebuah peta bersama untuk sepanjang
koridor batas darat kedua negara. Hasil dari peta bersama ini akan sangat berguna bagi
Pemerintah kedua negara dan para stakeholders yang akan mengelola koridor perbatasan
tersebut.

v RI – PAPUA NEW GUINEA
Batas darat antara Indonesia dengan Papua Nugini (PNG) mengacu pada kepada Perjanjian
antara Indonesia dan Australia mengenai garis-garis batas tertentu antara Indonesia Dan
Papua Nugini Tanggal 12 Februari 1973, yang diratifikasi dengan UU No 6 tahun 1973. Garis

batas Indonesia dengan Papua Nugini yang disepakati merupakan garis batas buatan
(artificial boundary), kecuali pada ruas Sungai Fly yang menggunakan batas alam yang
berupa titik terdalam dari sungai (thalweg). Garis batas RI-PNG menggunakan meridian
astronomis 141º 01’00”BT mulai dari utara Irian Jaya (Papua ) ke selatan sampai ke sungai
Fly mengikuti thalweg ke selatan sampai memotong meridian 141 º 01’ 10” BT. Demarkasi
batas sepanjang perbatasan kedua negara (±820km) telah dilaksanakan bersama antara
Indonesia dengan PNG dengan menempatkan sebanyak 52 pilar dari MM 1 sampai dengan
MM 14A yang merupakan batas utama Meridian Monument.

v RI – TIMOR LESTE

Batas darat antara Indonesia dengan Timor-Leste mengacu kepada perjanjian antara
pemerintah Hindia Belanda dan Portugis pada tahun 1904 dan Permanent Cort Award (PCA)
1914, serta Provisional Agreement antara Indonesia dan Timor Leste yang ditandatangani
pada 8 April 2005. Perbatasan Indonesia dangan Timor Leste terdapat dua sektor yaitu,
Sektor Barat sepanjang ±120 km dan Sektor Timur (enclave Occussi) sepanjang ±180 km.
Pelaksanaan demarkasi batas darat sudah dilaksanakan sejak tahun 2002. Sampai dengan saat
ini, masih terdapat tiga unresolved segments yang membutuhkan penyelesaian. Ketiga
unresolved segments tersebut berada di Manusasi/Oben, Noel Besi/Citrana dan
Memo/Dilumil. Namun daripada itu, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa kedua
negara telah memiliki produk penetapan dan penegasan batas bersama yang wajib dipatuhi
oleh para pihak, termasuk Provisional Agreement yang mana di dalamnya salah satunya
menyatakan bahwa di dalam penyelesaian unresolved segments, para pihak akan
mempertimbangkan kepentingan masyarakat di sekitar wilayah tersebut.
Border Sign Post
Border Sign Post (BSP) merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia
Cq Bakosurtanal di perbatasan darat antara Indonesia dan Timor Leste. BSP adalah tanda
penunjuk batas berwujud sebuah papan pengumuman bagi umum/pelintas batas dan aparat
pengamanan batas bahwa di dekat lokasi itu terdapat titik/garis batas negara yang mana hal
ini ditunjukkan dengan keterangan jarak. BSP merupakan sebuah pelengkap bagi keberadaan
titik/garis batas negara. Secara umum, BSP diletakkan di lokasi-lokasi yang teridentifikasi
sebagai jalur perlintasan masyarakat atau adanya masyarakat yang tinggal di dekat lokasi
batas tersebut.
Penempatan BSP bermanfaat untuk membantu masyarakat pelintas batas dan aparat
pengamanan untuk mengetahui lokasi titik/garis batas, memahami keberadaan lokasi diri di
sekitar titik/garis batas dan menumbuhkan kesadaran perlunya ikut memelihara keberadaan
titik/garis batas. Merujuk kepada manfaat dan arti pentingnya di dalam pengelolaan
perbatasan, maka diharapkan BSP di perbatasan darat Indonesia dan Timor Leste ini akan
dapat menjadi sebuah pilot project untuk perbatasan darat lainnya.

PULAU-PULAU TERLUAR YANG MERUPAKAN PERBATASAN NEGARA
Diantara 92 pulau terluar ini, ada 12 pulau yang harus mendapatkan perhatian serius
dintaranya:
1

Pulau Rondo

Pulau Rondo terletak di ujung barat laut Propinsi Nangro Aceh Darussalam (NAD). Disini
terdapat Titik dasar TD 177. Pulau ini adalah pulau terluar di sebelah barat wilayah Indonesia
yang berbatasan dengan perairan India.
2

Pulau Berhala

Pulau Berhala terletak di perairan timur Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan
Malaysia. Di tempat ini terdapat Titik Dasar TD 184. Pulau ini menjadi sangat penting karena
menjadi pulau terluar Indonesia di Selat Malaka, salah satu selat yang sangat ramai karena
merupakan jalur pelayaran internasional
3

Pulau Nipa

Pulau Nipa adalah salah satu pulau yang berbatasan langsung dengan Singapura. Secara
Administratif pulau ini masuk kedalam wilayah Kelurahan Pemping Kecamatan Belakang
Padang Kota Batam Propinsi Kepulauan Riau. Pulau Nipa ini tiba tiba menjadi terkenal
karena beredarnya isu mengenai hilangnya/ tenggelamnya pulau ini atau hilangnya titik dasar
yang ada di pulau tersebut. Hal ini memicu anggapan bahwa luas wilayah Indonesia semakin
sempit.
Pada kenyataanya, Pulau Nipa memang mengalami abrasi serius akibat penambangan pasir
laut di sekitarnya. Pasir pasir ini kemudian dijual untuk reklamasi pantai Singapura. Kondisi
pulau yang berada di Selat Philip serta berbatasan langsung dengan Singapura disebelah
utaranya ini sangat rawan dan memprihatinkan.
Pada saat air pasang maka wilayah Pulau Nipa hanya tediri dari Suar Nipa, beberapa pohon
bakau dan tanggul yang menahan terjadinya abrasi. Pulau Nipa merupakan batas laut antara
Indonesia dan Singapura sejak 1973, dimana terdapat Titik Referensi (TR 190) yang menjadi
dasar pengukuran dan penentuan media line antara Indonesia dan Singapura. Hilangnya titik
referensi ini dikhawatirkan akan menggeser batas wilayah NKRI. Pemerintah melalui
DISHIDROS TNI baru-baru ini telah mennam 1000 pohon bakau, melakukan reklamasi dan
telah melakukan pemetaan ulang di pulau ini, termasuk pemindahan Suar Nipa (yang dulunya
tergenang air) ke tempat yang lebih tinggi.
4

Pulau Sekatung

Pulau ini merupakan pulau terluar Propinsi Kepulauan Riau di sebelah utara dan berhadapan
langsung dengan Laut Cina Selatan. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 030 yang menjadi
Titik Dasar dalam pengukuran dan penetapan batas Indonesia dengan Vietnam.
5

Pulau Marore

Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan langsung dengan
Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 055.
6

Pulau Miangas

Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan langsung dengan Pulau
Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 056.
7

Pulau Fani

Pulau ini terletak Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi Irian Jaya Barat,
berbatasan langsung dengan Negara kepulauanPalau. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD
066.
8

Pulau Fanildo

Pulau ini terletak di Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi Irian Jaya Barat,
berbatasan langsung dengan Negara kepulauanPalau. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD
072.
9

Pulau Bras

Pulau ini terletak di Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi Irian Jaya Barat,
berbatasan langsung dengan Negara Kepualuan Palau. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD
072A.
10

Pulau Batek

Pulau ini terletak di Selat Ombai, Di pantai utara Nusa Tenggara Timur dan Oecussi Timor
Leste. Dari Data yang penulis pegang, di pulau ini belum ada Titik Dasar
11

Pulau Marampit

Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan langsung dengan Pulau
Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 057.
12

Pulau Dana

Pulau ini terletak di bagian selatan Propinsi Nusa Tenggara Timur, berbatasan langsung
dengan Pulau Karang Ashmore Australia. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 121

Pendidikan Kewarga Negaraan
“BATAS-BATAS WILAYAH INDONESIA”

DIBUAT OLEH:
1. AGUS HABIB BAHARUDDIN A.
2. SUJARWO
XI TKJ 3

SMK NEGRI 2 DEMAK
TAHUN AJARAN 2014/2015