PERAN KONVENSI ANTI GENOSIDA DALAM PENYE

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kejahatan genosida mulai dikenal sejak tahun 1944. Terminologi genosida pertama
kali diperkenalkan oleh seorang pengacara berkebangsaan Polandia bernama Raphael
Lemkin. Genosida digunakan untuk mendeskripsikan sebuah pembantaian sistematik
terhadap suatu golongan etnis ataupun agama. Genosida berasal dari penggabungan kata
Genos (ras) dari bahasa Yunani dan Cidium (membunuh) dari bahasa Latin.
Beberapa contoh kasus kejahatan genosida yang pernah terjadi dan menjadi
perhatian internasional antara lain, Simele Massacre di Irak pada tahun 1933 dan
Holocaust oleh Nazi di Eropa pada tahun 1940. Dua kejahatan genosida di atas merupakan
dua kejahatan yang paling menggeparkan pada masa itu. Sehingga pada tahun 1948
melalui Majelis Umum PBB disepakatilah The Convention on the Prevention and
Punishment of the Crime of Genocide (Konvensi tentang Pencegahan dan Hukuman
Kejahatan Genosida), yang akhirnya berjalan efektif pada 1951. Konvensi ini secara garis
besar berisikan tentang definisi genosida, ketentuan hukum, mekanisme penghukuman,
dan lain-lain.
Perang Bosnia yang terjadi dalam rentang tahun 1992-1995 adalah salah satu kasus
genosida besar yang terjadi pasca dibentuknya konvensi mengenai genosida ini. Dalam
perang ini pihak Bosnia Serb dan Bosnia Croat menyerang Bosnia Herzegovina, terutama

yang berada di wilayah Bosnia Timur. Pihak Bosnia Serb dan Bosnia Croat melakukan
ethnic cleansing terhadap Bosnia Herzegovina dengan metode pengurungan, pembunuhan,
perkosaan, pelecehan seksual, penyiksaan, pemukulan, perampokan dan perlakuan tidak
manusiawi terhadap penduduk sipil, penembakan terhadap warga sipil yang melanggar
hukum, penggunaan tidak sah dan menjarah aset nyata dan pribadi, penghancuran rumah
dan bisnis, dan penghancuran tempat ibadah.1
Sebagai upaya penyelesaian Perang Bosnia ini, akhirnya dibentuk pulalah The
International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY) sebagai badan di bawah
PBB yang berfungsi membantu menyelesaikan konflik di Balkan. Kejahatan genosida di
Bosnia Timur ini mengundang berbagai tanggapan internasional terhadap aksi kekejaman
yang terjadi di sana.
1

“The International Tribunal For The Former Yugoslavia”, http://www.icty.org/x/cases/mladic/ind/en/karii950724e.pdf accessed on 09/04/2011.pkl.12.24.WIB.

1

Berdasarkan uraian di atas, penulis akan membahas bagaimana posisi The
Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide dalam
penyelesaian kasus genosida di Bosnia Timur dan bagaimana dampak dari genosida

tersebut terhadap masyarakat Bosnia saat ini, serta bagaimana peran ICTY dalam
membantu menyelesaikan konflik genosida tersebut.

1.2 Rumusan Masalah
Sebuah permasalahan utama yang akan dibahas pada paper ini ialah “Bagaimana
posisi The Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide dalam
penyelesaian kasus genosida di Bosnia Timur?”

1.3 Landasan Konseptual
Untuk menjelaskan peristiwa genosida di Bosnia ini, ada beberapa konsep yang
penulis pergunakan. Konsep pertama adalah konsep mengenai genosida. Jika merujuk
pada UN Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide,
pengertian tentang genosida tercantum dalam pasal 2 yang menyatakan bahwa genosida
berarti suatu tindakan yang dimaksudkan untuk menghancurkan, secara keseluruhan atau
sebagian, suatu suku bangsa, etnis, ras maupun kelompok-kelompok keagamaan tertentu
melalui pembunuhan anggota kelompoknya, membuat luka fisik maupun mental yang
parah, sengaja menimbulkan kondisi untuk menghancurkan fisik secara sebagian maupun
keseluruhan, melakukan tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran di suatu
kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok ke kelompok lain.2
Sedangkan dalam pasal 1 yang menyatakan bahwa pihak-pihak yang telah menyetujui

konvensi ini menyatakan bahwa genosida itu, baik yang dilakukan dalam waktu damai
atau dalam waktu perang, merupakan suatu kejahatan atas hukum Internasional yang
diusahakan untuk dicegah dan dihukum.3 Selain itu, penulis juga menggunakan konsep
Humanitarian Intervention untuk menjelaskan bagaimana permasalahan genosida di
Bosnia bisa diselesaikan. Sedangkan pengertian intervensi kemanusiaan menurut
Holzgrefe adalah peringatan atau penggunaan kekuatan di seluruh perbatasan negara oleh
satu negara atau lebih yang bertujuan untuk mencegah atau menghentikan pelanggaran
2

Francis Anthony Boyle, The Bosnian People Charge : Genocide (Amherst, Massachusetts: Aletheia Press,
1996), hlm. 13
3
“Convention on The
Prevention and Punichment of The
Crime of Genocide”,
http://pustakahpi.kemlu.go.id/dir_dok/Convention%20on%20The%20Prevention%20and%20Punishment%
20of%20the%20Crime%20of%20Genocide%201948.pdf, accessed on 09/04/2011.pkl.11.47 WIB.

2


yang serius dan tersebar luas dari hak asasi manusia yang mendasar dari individu daripada
warganya sendiri tanpa meminta izin dari negara yang dimana pelanggarannya terjadi di
wilayahnya.4 Intervensi kemanusiaan bertujuan untuk menegakkan hak asasi manusia yang
dilanggar oleh suatu negara. Negara lain dapat melakukan intervensi ini tanpa harus
meminta izin kepada negara yang bersangkutan dan biasanya menggunakan kekuatan
militernya. Penyelesaian masalah genosida ini tidak terlepas dari adanya desakan-desakan
dari negara-negara di dunia untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia berat.

1.4 Hipotesis
Hipotesis dalam paper ini ialah bahwa Konvensi Anti Genosida memegang posisi
penting sebagai dasar acuan dalam melihat kejahatan genosida yang terjadi pada Perang
Bosnia. Selain itu, masyarakat internasional melalui PBB memberikan kontribusi yang
berarti dalam penyelesaian konflik yang terjadi di Bosnia ini. Salah satunya dengan
disetujuinya Resolusi PBB Nomor 827 Tahun 1993 sebagai upaya menyelesaikan konflik
dan juga mengadili pihak-pihak yang terlibat, dibentuklah International Criminal Tribunal
for the Former Yugoslavia (ICTY). Peran ICTY juga dinilai berhasil dalam proses
penyelesaian perang yang berujung kepada genosida ini.

4


J. L. Holzgrefe dan Robert O. Keohane (eds.), Humanitarian Intervention: Ethical, Legal, and Political
Dilemmas, (Cet. IV; Cambridge; Cambridge University Press; 2003), hlm. 18

3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Singkat Perang Bosnia
Pada 3 Maret 1992, melalui sebuah referendum, rakyat Bosnia Herzegovina secara
mayoritas menyepakati pemisahan diri dari Yugoslavia dan mendirikan Republik Bosnia
Herzegovina. Pemerdekaan diri Bosnia ini menjadi awal dari perang etnis terbesar dalam
sejarah Eropa kontemporer. Perang ini terjadi karena etnis Serbia yang bermukim di
Bosnia memboikot referendum tersebut dan atas dukungan tentara Serbia di bawah
pimpinan Slobodan Milosevic, meletuslah perang antara Serbia dan Bosnia. Tentara Serbia
melakukan pembunuhan massal terhadap warga muslim Bosnia. Perang ini berlangsung
selama 43 bulan dan menewaskan 250.000 warga muslim Bosnia, dan 1,5 juta lainnya
terpaksa hidup di pengungsian.
Secara rinci, perang di Bosnia berlangsung antar tahun 1992 hingga tahun1995. Di
masa awal perang, tentara Bosnia-Serbia melakukan serangan ke berbagai desa muslim

Bosnia dan Bosnia Kroasia yang menyebabkan banyak korban jiwa sedangkan yang
selamat dipaksa pergi. Pecahnya konflik bersenjata antara pihak Serbia Bosnia dan Kroat
Bosnia dimulai dari serangan pihak Kroat Bosnia, di bawah pimpinan dari golongan
ekstrim kanan Kroasia, terhadap penduduk Serbia Bosnia di desa Sijekovac dekat kota
Bosanski Brod (bagian utara Bosnia Herzegovina) yang menewaskan 29 orang penduduk
sipil Serbia Bosnia Herzegovina, 7 orang wanita Serbia Bosnia menderita perkosaan dan 3
di antaranya dibunuh.5
Perkembangan situasi politik di Bosnia Herzegovina turut memengaruhi
perkembangan situasi militer. Kegagalan-kegagalan usaha-usaha perdamaian yang
disponsori oleh masyarakat internasional telah mendorong meningkatnya pertempuranpertempuran di antara pihak-pihak yang bertikai di Bosnia Herzegovina. Meningkatnya
pertempuran antara pasukan Muslim Bosnia dan Kroat Bosnia melawan pasukan Serbia
Bosnia, antara lain di samping sebagai akibat terbentuknya Federasi Muslim Bosnia
dengan Kroat Bosnia sesuai inisiatif Washington pada bulan Maret 1994, juga dikarenakan
adanya persetujuan-persetujuan gencatan senjata yang tidak dipatuhi oleh pihak-pihak
yang bertikai. Dengan kata lain, satu pihak mematuhi akan tetapi pihak lainnya melakukan
pelanggaran-pelanggaran dan memanfaatkan gencatan senjata sebagai momentum yang
5

“Penjahat Perang Bosnia Dihukum 27 Tahun”, http://www.gatra.com/2006-09-28/artikel.php?id=98180
accessed on 15/04/2011.pkl.20.18 WIB


4

baik untuk melancarkan operasi-operasi militernya.6 Rumitnya pertikaian yang terjadi
antara Muslim Bosnia, Serbia-Bosnia dan Kroat-Bosnia menyebabkan perang ini sulit
diselesaikan dan menimbulkan korban yang cukup banyak, terutama dari kalangan Muslim
Bosnia, yang dikenal dengan kejahatan genosida.

2.2 Penyelesaian Konflik
Dewan Keamanan PBB melalui Resolusi Nomor 827 Tahun 1993 dan laporan dari
Sekretaris Jendral PBB, Boutros Boutros Ghali, Dewan Keamanan menyetujui pendirian
International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY), berupa pengadilan ad
hoc yang bertempat di Den Haag, Belanda.7 Resolusi ini dikeluarkan karena dunia
internasional masih terkejut dengan pelanggaran berat terhadap hukum humaniter
internasional di wilayah yang dulu disebut Yugoslavia, terutama di Bosnia dan
Herzegovina, termasuk pembunuhan massal, penghukuman sistematis dan pemerkosaan
wanita dan pemusnahan etnis. Resolusi tersebut menyatakan bahwa situasi tersebut
memberikan ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional, dan menyatakan
komitmennya untuk mengakhiri kriminal tersebut dan membawa keadilan bagi para
korban.8

ICTY telah menuntut lebih dari 160 orang atas kasus yang terjadi dari tahun 1991
sampai 2001 terhadap anggota dari kelompok etnis Kroasia, Bosnia dan Herzegovina,
Serbia, Kosovo dan Former Yugoslav Republic of Macedonia. Lebih dari 60 orang telah
dihukum dan sekarang lebih dari 40 orang masih dalam proses. Baik orang-orang Serbia
dan Kroasia didakwa dan dihukum atas kejahatan perang sistematis, sedangkan orangorang Bosnia didakwa dan dihukum atas kejahatan individu. Beberapa pemimpin politik
Serbia tingkat tinggi (Momčilo Krajišnik and Biljana Plavšić) juga yang dari Kroasia
(Dario Kordić) dihukum atas kejahatan perang, sedangkan beberapa yang lain masih dalam
pemeriksaan di ICTY (Radovan Karadžić,Vojislav Šešelj and Jadranko Prlić).9 Termasuk
Slobodan Milošević dituntut dengan kejahatan perang sehubungan dengan perang di

6

“ICTY:Conflict between Bosnia and Herzegovina and the Federal Republic of Yugoslavia", http://hrw.org/
reports/ 2004/ij/icty/2.htm#Toc62882595, accessed on 15/04/2011.pkl.21.09.WIB
7
Magdalena M. Martín Martínez, National Sovereignty and International Organizations (Martinus Nijhoff
Publishers: 1996), hlm. 279
8
Robert Cryer, An Introduction to International Criminal Law and Procedure (Cambridge University Press :
2007), hlm. 103

9
ICTY, “About the ICTY”, http://www.icty.org/sections/AbouttheICTY, accessed on 16/04/2011.
pkl.14.21.WIB

5

Bosnia, termasuk atas pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa10, kejahatan terhadap
kemanusiaan dan genosida. Figur lainnya yang dicurigai seperti Ratko Mladić dan Goran
Hadžić sekarang dalam status buron.11
Sejak berdirinya tahun 1993, ICTY telah mengubah dengan tetap hukum humaniter
internasional dan menyediakan kesempatan bagi para korban untuk menyuarakan „horor‟
mereka atas kejadian yang mereka saksikan dan alami. Dalam aturan pengambilan
keputusan tentang genosida, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, ICTY
telah menunjukkan bahwa jabatan atau posisi individu terdahulu tidak dapat
menyelamatkan pelaku dari hukuman. Tribunal ini telah memberikan dasar bagi apa yang
sekarang diterima sebagai norma-norma dalam resolusi konflik dan pengembangan pasca
konflik di seluruh dunia, secara khusus dalam kasus di mana para pemimpin yang dicurigai
atas kejahatan massal yang harus menghadapi hukum. Tribunal ini telah membuktikan
keadilan internasional yang efisien dan transparan itu memungkinkan. Tribunal ini juga
telah membuktikan bahwa pembantaian massal di Srebrenica adalah genosida. Para hakim

juga menyatakan bahwa pemerkosaan digunakan oleh angkatan bersenjata pihak Bosnia
Serbia sebagai alat untuk meneror. Dalam banyak kasus yang sering terdengar bersalah
adalah pihak dari orang Serbia dan Bosnia Serbia.
Sesuai dengan statusnya yang ad hoc, diperkirakan pada November 2010, 10 kasus
diadili, 4 kasus akan diselesaikan tahun 2011 dan 5 kasus akan diselesaikan tahun 2012.
Kasus atas Radovan Karadžić diharapkan akan selesai pada akhir 2013. Semua kasus
direncanakan akan diselesaikan pada akhir tahun 2014. ICTY telah menghukum para
pemimpin yang bersalah, memberikan keadilan bagi para korban. Memberikan kesempatan
bagi para korban untuk bersuara, mengungkapkan kenyataan atau fakta yang terjadi,
mengembangkan hukum internasional dan memperkuat rule of law.12

2.3 Analisis Masalah
Wilayah yang dulu disebut sebagai Federal Republic of Yugoslavia telah
menandatangani dan meratifikasi Convention on the Prevention and Punishment of the
Crime of Genocide pada tanggal 11 Desember 1948 dan 29 Agustus 1950. Kemudian pada
tanggal 15 Juni 1993 Sekretaris Jendral PBB menerima komunikasi dari pihak Yugoslavia
10

Konvensi Jenewa teridiri dari 4 traktat dan 3 protokol yang mengatur standar hukum internasional dalam
hukum internasional mengenai perlakuan humanitarian bagi korban perang.

11
BBCNews, “Milosevic charged with Bosnia genocide”, http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/1672414.stm,
accessed on 16/04/2011.pkl.14.24.WIB
12
ICTY, “Achievements”, http://www.icty.org/sid/324, accessed on 16/04/2011.pkl.14.35.WIB

6

bahwa,
"Considering the fact that the replacement of sovereignty on the part of the
territory of the Socialist Federal Republic of Yugoslavia previously comprising the
Republic of Bosnia and Herzegovina was carried out contrary to the rules of
international law, the Government of the Federal Republic of Yugoslavia herewith
states that it does not consider the so-called Republic of Bosnia and Herzegovina a
party to the Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide,
but does consider that the so-called Republic of Bosnia and Herzegovina is bound by
the obligation to respect the norms on preventing and punishing the crime of genocide
in accordance with general international law irrespective of the Convention on the
Prevention and Punishment of the Crime of Genocide.” 13
(Mempertimbangkan fakta bahwa pergantian kekuasaan di wilayah Socialist Federal
Republic of Yugoslavia, yang di mana dulu Republic of Bosnia and Herzegovina merupakan
bagian di dalamnya, berlangsung tidak sesuai dengan hukum internasional, dengan ini
Government of the Federal Republic of Yugoslavia menyatakan bahwa, apa yang kemudian
disebut Republic of Bosnia and Herzegovina, bukan bagian dari Convention on the Prevention
and Punishment of the Crime of Genocide, tetapi tetap mempertimbangkan Republic of Bosnia
and Herzegovina terikat atas dasar kewajiban untuk menghormati norma-norma dalam
mencegah dan menghukum kejahatan genosida sejalan dengan hukum internasional umum,
terlepas dari Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide).

Walaupun begitu, pihak Serbia dalam kasus ini masih disalahkan karena telah
gagal dalam upaya untuk menghindari aksi genosida. Meskipun tidak secara langsung
dinyatakan terikat dengan konvensi anti genosida tersebut. Namun, Serbia tetap memiliki
tanggungjawab untuk menghindari tindakan genosida, karena bagaimana pun ketika Serbia
bagian dari Yugoslavia, Yugoslavia telah meratifikasi konvensi tersebut, yang secara tidak
langsung juga mengikat masyarakat Serbia. Sesuai dengan artikel II (b) dari Konvensi
Wina 1969 tentang ratifikasi, Yugoslavia (dengan Serbia di dalamnya) tetap berkewajiban
untuk mematuhi Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide
karena telah meratifikasinya pada tahun 1948 dan 1950.

13

United Nations Treaty Collection: 1, “Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of
Genocide New York, 9 December 1948”, http://preventgenocide.org/law/convention/UNTreatyCollectionGenocide ConventionStatusReport.htm, accessed on 16/04/2011.pkl.14.35.WIB

7


(b) “ratification”, “acceptance”, “approval” and “accession” mean in each case the
international act so named whereby a State establishes on the international plane its
consent to be bound by a treaty;14
Dengan begitu, Serbia yang dulu bagian dari Yugoslavia dianggap telah melanggar
Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide karena telah
gagal menghindari aksi genosida di wilayahnya.
Selain itu, tindakan NATO yang mengebom Bosnia dan Herzegovina pada tahun
1995 atau yang dikenal dengan kode nama NATO Operation Deliberate Force,
dilancarkan dalam rangka meruntuhkan kemampuan militer dari Army of the Republika
Srpska yang mengancam dan menyerang „daerah aman‟ milik PBB di Bosnia selama
Perang Bosnia. Operasi ini dilaksanakan antara 30 Agustus dan 20 September 1995.
Tindakan NATO ini dapat digolongkan sebagai humanitarian intervention.
Humanitarian intervention mengandung banyak definisi, kesimpulan yang bisa
ditarik dari definisi tersebut adalah, sebagai berikut:15
1) Penggunaan

kekuatan

militer:

meskipun

beberapa

ahli

memilih

untuk

menggunakan kata non-forcible dalam definisinya, tetapi mayoritas menggunakan kata
tersebut. Argumen utama dalam memasukkan dimensi militer adalah fakta bahwa antar
pihak yang berperang biasanya menyebabkan kekerasan, maka penguasaan atau
penyelesaiannya juga memerlukan keterlibatan militer.
2) Tidak adanya izin dari negara yang ditargetkan: ini adalah poin utama, yang
menyebabkan aksi ini disebut humanitarian intervention dan membedakannya dengan
peacekeeping. Hal ini juga berarti dalam maksud intervensi dilakukan dalam kasus adanya
kekerasan yang membabi buta yang disebabkan oleh negara itu sendiri atau negara tersebut
sudah hancur, di mana tidak ada kekuasaan yang berlaku.
3) Tujuannya adalah untuk membantu non-warga negara, yaitu orang-orang yang
bukan warga negara negara tersebut tetapi sedang tinggal di negara tersebut.16
4) Agen intervensi (memasukkan intervensi dalam payung PBB).

14

“Vienna Covention on the Law of Treaties”, http://untreaty.un.org/ilc/texts/instruments/english/
conventions/1_1_1969.pdf, accessed on 15/04/2011.pkl.18.32.WIB
15
“Humanitarian Intervention: The Evolution of the Idea and Practice” http://www.sam.gov.tr/perceptions/
Volume6/June-July2001/kardas09.PDF, accessed on 15/04/2011.pkl.18.36.WIB
16
“Glossary: Non-nationals”, http://epp.eurostat.ec.europa.eu/statistics_explained/index.php/
Glossary:Non-nationals, accessed on 16/04/2011.pkl.10.13.WIB

8

Dalam poin keempat, mengenai agen intervensi, keberadaan ICTY, selain sejalan
dengan bab VII Piagam PBB seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, juga sesuai
dengan tujuan pada artikel III, IV, V, VI dan VIII dari Convention on the Prevention and
Punishment of the Crime of Genocide yang intinya berbunyi bahwa aksi genosida harus
mendapat hukuman.17
Article III: The following acts shall be punishable:
(a) Genocide;
(b) Conspiracy to commit genocide;
(c) Direct and public incitement to commit genocide;
(d) Attempt to commit genocide;
(e) Complicity in genocide.
Sesuai dengan artikel III, dalam Perang Bosnia terjadi pembunuhan 8000 Muslim
Bosnia, penghukuman tidak berdasarkan hukum, pembunuhan, pemerkosaan, pelecehan
atau penyerangan seksual, penyiksaan, pemukulan, perampokan dan perilaku tidak
manusiawi terhadap penduduk sipil dan tindakan-tindakan lainnya dalam satu paket ethnic
cleansing atau genosida.
Article IV: Persons committing genocide or any of the other acts enumerated in
article III shall be punished, whether they are constitutionally responsible rulers,
public officials or private individuals.
Sesuai dengan pasal ini, orang-orang yang bertanggung jawab atau para pelaku
harus dihukum entah mereka pemimpin, petugas atau individu-individu yang bertanggung
jawab. Hal ini dapat dilihat dengan ditahan dan diprosesnya (dan dijatuhi hukuman)
Slobodan Milosevic, Radislav Krstić, Ljubiša Beara dan banyak pelaku lainnya.
Article V: The Contracting Parties undertake to enact, in accordance with their
respective Constitutions, the necessary legislation to give effect to the provisions of
the present Convention, and, in particular, to provide effective penalties for persons
guilty of genocide or any of the other acts enumerated in article III.
Semua negara yang terlibat dalam Konvensi Genosida ini seharusnya
mengharmonisasikan konvensi ini dengan hukum nasionalnya, dalam arti bila terjadi
pelanggaran terhadap konvensi ini maka pelaku di negara tersebut dapat dihukum dengan
hukum nasional sesuai dengan ratifikasi konvensi genosida ini. Tetapi walaupun Federal
17

Prevent Genocide International, “Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of
Genocide”, http://www.preventgenocide.org/law/convention/text.htm, accessed on
16/04/2011.pkl.10.34.WIB

9

Republic of Yugoslavia sudah meratifikasi Konvensi Genosida ini, Federal Republic of
Yugoslavia tetap mengelak dengan berbagai cara agar tidak terkesan melanggar Konvensi
Genosida ini. Padahal ketika Yugoslavia telah meratifikasi, maka secara tidak langsung
Serbia ikut terikat. Oleh karena itu Serbia bertanggungjawab untuk mendukung konvensi
ini. Bahkan harus menyesuaikan dengan hukum nasionalnya bagi para pelanggar. Dalam
kasus ini, Serbia yang baru memisahkan diri dari Yugoslavia, masihlah memiliki
ketidakstabilan politik dan hukum yang mengakibatkan banyaknya pelanggaran HAM
terutama genosida yang dilakukan masyarakatnya. Sehingga PBB dalam hal ini memiliki
wewenang untuk mencampuri urusan tersebut terkait humanitarian intervention. Yang
selanjutnya direalisasikan dalam bentuk lembaga yang bernama ICTY.
Article VI: Persons charged with genocide or any of the other acts enumerated in
article III shall be tried by a competent tribunal of the State in the territory of which
the act was committed, or by such international penal tribunal as may have
jurisdiction with respect to those Contracting Parties which shall have accepted its
jurisdiction.
Article VIII: Any Contracting Party may call upon the competent organs of the
United Nations to take such action under the Charter of the United Nations as they
consider appropriate for the prevention and suppression of acts of genocide or any of
the other acts enumerated in article III.
Pasal VI dan VIII ini menjelaskan alasan keberadaan ICTY. Berdirinya ICTY
sangat sesuai atau sejalan dengan maksud dari pasal tersebut.

Secara lebih jauh, kasus yang berhubungan dengan tuduhan akan Serbia atas
usahanya memusnahkan populasi Muslim Bosnia tersebut dilaporkan oleh Dr. Francis
Boyle, penasihat Alija Izetbegović selama Perang Bosnia. Kasus tersebut diproses di
Mahkamah Internasional di Den Haag dan berakhir 9 Mei 2006. Mahkamah Internasional
mempresentasikan keputusannya tanggal 26 Februari 2007, di mana salah satunya
menyatakan bahwa Mahkamah Internasional setuju atau sejalan dengan ICTY dalam hal
bahwa aksi di Srebrenica telah melanggar pasal II (a) dan (b) dari Convention on the
Prevention and Punishment of the Crime of Genocide. Aksi di Srebrenica dilakukan
dengan tujuan spesifik yaitu untuk memusnahkan kelompok Muslim Bosnia dan

10

Herzegovina dan aksi ini adalah genosida, dilakukan oleh anggota Army of Republic
Srpska di Srebrenica dari 13 Juli 1995.18

Mahkamah Internasional menemukan bahwa Serbia tidak langsung bertanggung
jawab atas genosida Srebrenica, tidak juga terlibat di dalamnya, tetapi termasuk melakukan
pelanggaran terhadap Konvensi Genosida karena gagal mencegah genosida Srebrenica,
untuk tidak berkooperasi dengan ICTY dalam menghukum para pelaku (terutama Ratko
Mladić) dan untuk melanggar kewajibannya dalam menuruti perintah yang diberikan
Mahkamah Internasional.19
Dalam kasus yang ada hubungannya dengan aplikasi Konvensi Genosida ini,
Bosnia-Herzegovina menanyakan pada Mahkamah Internasional untuk mengintervensi
melawan Federal Republic of Yugoslavia (termasuk Serbia di dalamnya) dengan tuduhan
pelanggaran terhadap konvensi. Segera setelah melaporkannya, Bosnia-Herzegovina
meminta persetujuan Mahkamah Internasional atas beberapa ketentuan untuk menjaga
hak-haknya. Untuk bagiannya, Yugoslavia juga meminta beberapa ketentuan tertentu.
Setelah menyatakan bahwa Mahkamah Internasional punya yurisdiksi yang cukup, 8 April
1993 Mahkamah Internasional mengindikasikan bahwa Yugoslavia dapat memberlakukan
beberapa ketentuan khusus. Lebih lanjut Mahkamah Internasional menyatakan bahwa
Yugoslavia dan Bosnia-Herzegovina harus tidak melakukan tindakan apapun (dan
Mahkamah Internasional harus memastikan kedua belah pihak tidak melakukan aksi apaapa) yang dapat mendorong atau memancing atau menambah parah konflik yang sedang
terjadi.
Mahkamah Internasional menahan proses untuk menyetujui/menyatakan/merespon
7 bantahan dari pemerintah Federal Republic of Yugoslavia (termasuk Serbia di dalamnya)
berhubungan dengan penerimaan aplikasi terhadap Bosnia-Herzegovina dan yurisdiksi
Mahkamah Internasional untuk memproses kasus tersebut. Federal Republic of Yugoslavia
mengklaim (1) Kejadian di Bosnia-Herzegovina merupakan perang saudara dan bukanlah
konflik atau perselisihan internasional menurut makna pasal IX dari Konvensi Genosida
(Article IX: Disputes between the Contracting Parties relating to the interpretation,
application or fulfilment of the present Convention, including those relating to the

18

“The Application of the Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide (Bosnia
and Herzegovina v. Serbia and Montenegro) [2007] Judgment, ICJ General List No. 91, hlm. 108, par. 297,
http://www.icj-cij.org/docket/files/91/13685.pdf, accessed on 22/04/2011.pkl.14.21.WIB
19
The New York Times, “Court Declares Bosnia Killings Were Genocide”,
http://www.nytimes.com/2007/02/27/ world/europe/27hague.html?ref=world, accessed on
22/04/2011.pkl.14.13.WIB

11

responsibility of a State for genocide or for any of the other acts enumerated in article III,
shall be submitted to the International Court of Justice at the request of any of the parties
to the dispute) (2) Otoritas untuk melakukan pemrosesan berangkat atau berasal dari
pelanggaran terhadap peraturan hukum domestik (3) Bosnia-Herzegovina bukanlah bagian
dari Konvensi Genosida dan (5) Konvensi tidak operatif antara negara-negara sebelum 14
Desember 1995 dan pastinya tidak untuk kejadian-kejadian yang terjadi sebelum 18 Maret
1993. Pendeknya, Mahkamah Internasional kekurangan yurisdiksi.
Dalam keputusannya tanggal 11 Juli 1996, Mahkamah Internasional menolak
bantahan terdahulu dari Federal Republic of Yugoslavia, menyatakan bahwa semua
kondisi yang diperlukan untuk yurisdiksinya telah terpenuhi. Mahkamah Internasional
juga menyatakan bahwa konflik yang legal terjadi antara pihak-pihak dan tidak satu makna
pun dari pasal I dari Konvensi Genosida yang membatasi Mahkamah Internasional untuk
mengambil langkah kepada siapa saja yang melakukan genosida. Konvensi genosida tidak
mengandung klausa apa pun yang dapat membatasi yurisdiksi dari Mahkamah
Internasional.
Selanjutnya pada 2 Juli 1999, Kroasia mempresentasikan aplikasi melawan Federal
Republic of Yugoslavia karena telah melanggar Konvensi Genosida. Dengan statusnya
yang dalam beberapa bagian masih belum jelas, Federal Republic of Yugoslavia diterima
atau diakui oleh PBB. Dalam aplikasi yang dilaporkan atau diberikan pada 23 April 2001,
PBB menanyakan pada Mahkamah Internasional untuk merevisi keputusan terdahulunya,
dengan dasar bahwa hanya dengan penerimaan Federal Republic of Yugoslavia oleh PBB
sebuah kondisi seperti dalam pasal 61 Statuta Mahkamah Internasional dapat terpenuhi.
Karena Federal Republic of Yugoslavia bukan anggota dari PBB sebelum 1 November
2001, Federal Republic of Yugoslavia berargumen bahwa Federal Republic of Yugoslavia
bukan bagian dari statuta dan dengan begitu bukan bagian pula dari Konvensi Genosida.
Mahkamah Internasional menolak/membantah/melawan argumen Federal Republic
of Yugoslavia. Mahkamah Internasional mengobservasi bahwa di bawah makna pasal 61
paragraf 1 dari statutanya, aplikasi dari keputusan yang direvisi hanya dapat dibuat ketika
didasarkan pada penemuan fakta yang tidak diketahui saat keputusan tersebut dulu
diambil. Menurut Mahkamah Internasional, “Fakta yang terjadi beberapa tahun setelah
keputusan diambil merupakan bukan fakta baru dalam makna pasal 61”. Pengakuan
Federal Republic of Yugoslavia oleh PBB terjadi setelah keputusan Mahkamah
Internasional tahun 1996. Maka, Mahkamah Internasional dalam keputusannya 3 Februari
2003, menyatakan bahwa aplikasi Federal Republic of Yugoslavia untuk merevisi tidak
12

dapat diterima. Dengan begitu Mahkamah Internasional punya yurisdiksi untuk
mengajudikasi dalam kasus klaim genosida.20
Dari keseluruhan proses yang panjang dan rumit itulah, akhirnya para penjahat
genosida berhasil dijatuhi hukuman dan diadili atas dasar The Convention on the
Prevention and Punishment of the Crime of Genocide (Konvensi tentang Pencegahan dan
Hukuman Kejahatan Genosida).

20

“Genocide and Crimes Against Humanity: International Court of Justice”,
http://www.enotes.com/genocide-encyclopedia/international-court-justice, accessed on
22/04/2011.pkl.14.15.WIB

13

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan dari paper ini ialah bahwasanya Perang Bosnia yang berlangsung
antara tahun 1992 hingga 1995 merupakan salah satu contoh bentuk pelanggaran Hak
Asasi Manusia (HAM) di dunia. Pada perang tersebut terjadi pelanggaran HAM berupa
kejahatan genosida antara Bosnia-Herzegovina, Bosnia-Kroat dan Bosnia-Serb. Pihak
Bosnia-Serb bermaksud melakukan ethnic cleansing terhadap Muslim Bosnia dengan cara
pembunuhan 8000 Muslim Bosnia, penghukuman tidak berdasarkan hukum, pembunuhan,
pemerkosaan, pelecehan atau penyerangan seksual, penyiksaan, pemukulan, perampokan
dan perilaku tidak manusiawi terhadap penduduk sipil dan tindakan-tindakan lainnya
dalam satu paket yang disebut dengan ethnic cleansing atau genosida.
Sesuai dengan hipotesis penulis, bahwasanya dari sudut pandang hukum
internasional, kejahatan genosida ini merupakan tindakan pelanggaran hukum yang harus
diselesaikan dan diadili para pelakunya. Untuk mencapai tujuan tersebut, The Convention
on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide (Konvensi tentang
Pencegahan dan Hukuman Kejahatan Genosida) merupakan sebuah instrumen hukum
internasional yang dijadikan landasan dalam menentukan tindakan-tindakan kognitif
maupun afirmatif dalam menyelesaikan kasus genosida pada Perang Bosnia ini.
Selain itu, masyarakat internasional di bawah naungan PBB memiliki kontribusi
yang sangat besar bagi penyelesaian sengketa ini. Masyarakat internasional melalui PBB
telah melakukan upaya intervensi kemanusiaan untuk membantu menyelesaikan sengketa
genosida yang terjadi. Realisasinya dalam bentuk tribunal yang bernama The International
Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY) sebagai badan di bawah PBB yang
membantu menyelesaikan sengketa perang tersebut. Dalam posisinya, ICTY juga dinilai
efektif dalam menyelesaikan kasus ini. Hal tersebut dibuktikan dengan penangkapan dan
pemberian hukuman terhadap aktor-aktor yang dinilai sebagai penjahat-penjahat utama
kejahatan genosida terhadap Muslim Bosnia, contohnya Slobodan Milošević.

14