AKHLAK DALAM KELUARGA 2 pdf

AKHLAK DALAM KELUARGA 2

TUGAS AL ISLAM DAN KEMUHAMADIYAHAN 4

OLEH

Rachmania Tatsa Lestyaji
201410230311294
Mutawashittin D

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2017

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan sebuah makalah
yang berjudul “Akhlak Dalam Keluarga 2” tepat pada waktunya. Shalawat
serta salam selalu saya curahkan kepada junjungan kita, Nabi Besar
Muhammad SAW, beserta sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar- besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu
dalam proses pembuatan makalah ini, baik moril maupun materiil.
Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Malang, Februari 2017

Penulis

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
AKHLAK DALAM KELUARGA 2 .................................................................................. 1
A. Membangun Keluarga Sakinah ................................................................................... 1

B.

C.

Hak dan Kewajiban Suami Istri .................................................................................. 6
1.

Kewajiban Isteri / Hak Suami ............................................................................ 6

2.

Kewajiban Suami / Hak Isteri .......................................................................... 12

3.

Hak Bersama Antara Suami Isteri .................................................................... 15

Manajemen Konflik Antara Suami Istri .................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 19


ii

AKHLAK DALAM KELUARGA 2

A. Membangun Keluarga Sakinah
Al-Qur’an sebagai kitab suci, diyakini oleh muslim tentang keabadian,
keuniversalan serta kebenarannya. Al-Qur’an adalah kitab suci yang terakhir
yang dipedomani umat Islam hingga akhir masa. Al-Qur’an bukan sekedar
memuat petunjuk tentang hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga
mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (hablum min Allah wa
hablum min an-nas), serta manusia dengan alam sekitarnya. Untuk

memahami ajaran Islam secara sempurna, diperlukan pemahaman terhadap
kandungan Al-Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari
secara sungguh-sungguh dan konsisten. Di antara persoalan yang terkait
dengan hablum min an-nas yang dibahas dalam al-Qur’an adalah pernikahan.
Dalam Islam, seluruh umat muslim dianjurkan membangun biduk rumah
tangga berdasarkan Al-Quran. Secara bahasa, kata rumah (al-bait) dalam AlQamus Al-Muhith bermakna kemuliaan; istana;keluarga seseorang; kasur


untuk tidur; bisa pula bermakna menikahkan , atau bermakna orang yang
mulia. Berdasarkan makna tersebut, rumah bukan hanya sekedar tempat untuk
melindungi diri dari cuaca maupun hal-hal lain. Tetapi keluarga juga
merupakan tempat yang mulia dan bisa bermakna penghuni dan suasa.1
Rumah tangga islami bukan sekedar berdiri di atas diatas kenyataan
kemusliman seluruh angota keluarga. Bukan karena seringnya terdengar
lantunan ayat-ayat Al-Qur’an dari rumah itu. Banyak para ahli yang
memberikan definisi mengenai keluarga islami, menurut Yunahar Ilyas
(2007) rumah tangga islami adalah rumah tangga yang di dalamnya
ditegakkan adab-adsab Islam, baik yang menyangkut individu maupun
keseluruhan anggota rumah tangga. Rumah tangga islami ini didirikan di atas
landasan ibadah yang selalu mengingatkan satu sama lain untuk mencegah
dari mungkar dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, karena
kecintaan mereka kepada Allah SWT.

1

Yunahar Ilyas, Pernik-pernik Rumah Tangga Islami: Tatanan dan Perannya dalam
Kehidupan Masyarakat, (Surakarta: Era Intermedia, 2007), 36


1

Rumah tangga islami juga merupakan rumah tangga teladan yang
menjadi panutan dan dambaan umat. Mereka berkhidmat kepada Allah SWT.
dalam suka maupun duka, dalam keadaan senggang maupun sempit. Sehingga
rumah tangga islami memuat adanya tiga komponen penting yang menjadi
idaman seluruh umat muslim ketika membangun sebuah rumah tangga, yaitu
sakinah, mawadah, dan rahmah (perasaan tenang, cinta, dan kasih sayang).

Dari komponen tersebut mampu membuat seluruh anggota keluarga
merasakan suasana “surga” di dalamnya.
Rumah tangga Islami akan dimulai dengan adanya pernikahan.
Pernikahan sendiri merupakan suatu ikatan perjanjian antara dua insan lakilaki dan perempuan dengan syarat-syarat adanya ijab Kabul, dua saksi, mahar
dan wali nikah. Menikah merupakan perintah agama dan rasul yang patut
untuk dipatuhi dan diteladani, karena sangat banyak hikmah dan manfaat
yang dapat dipetik dari sebuah pernikahan.2 Hal ini tercantum dalam AlQur’an:

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan
orang-orang layak (kawin) dari hamba sahayamu yang laki-laki dan
hamba sahayamu yang permpuan. Jika mereka miskin Allah akan

memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah SWT Maha Luas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS Al-Nur: 32).3

Dalam perintah tersebut, Allah SWT mewajibkan seluruh anggota
masyarakat Islam untuk menikahkan orang-orang yang masih lajang dan
janganlah mengkhawatirkan kehidupan setelah menikah. Karena, apabila
umatnya bertawakal dengan ikhlas, maka Allah SWT akan menjamin urusan
tersebut. Sehingga sudah jelas perintah Allah SWT tercantum dalam kitabA. M. Ismatulloh, Konsep Sakinah, Mawaddah dan Rahmah dalam Al-Qu’an: Perspektif
Penafsiran Kitab Al-Qu’an dan Tafsirnya, dalam Jurnal Pemikiran Hukum Islam, Vol.14 No.1
Tahun 2015, 54
3
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Revisi Terbaru) Departemen Agama
RI, (Semarang:CV Asy Syifa’, 2014), 512
2

2

Nya yang mulia agar (orang-orang yang mampu) menikahkan orang-orang
yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (nikah) dari
hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba sahayamu yang perempuan.4

Sebuah pernikahan tidak boleh dibatasi dengan waktu, misal nikah hanya
untuk satu malam, satu hari, satu minggu, satu bulan, dan seterusnya. Hal ini
karena pernikahan bertujuan untuk membentuk keluarga yang kekal, bukan
ikatan sementara yang hanya untuk memuaskan nafsu seks yang posesif dan
egosentris. Oleh karena itu, pernikahan harus didasari dengan cinta, kasih

sayang, keikhlasan dan ibadah. Dasar ini akan mendorong masing-masing
pihak untuk saling memahami, mengisi, melengkapi, berkorban dengan
ikhlas, dan sabar dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia.
Untuk itu, cinta dan kasih sayang antar suami istri harus terus dijaga agar
pernikahan dapat kekal dan bahagia.5
Keinginan untuk hidup berkeluarga merupakan sesuatu yang fitri dan
tidak bisa ditolak oleh siapa pun. Sebab Allah SWT sendiri secara fitrah telah
menganugerahkan kepada setiap manusia jenis kelamin tertentu, dan
kemudian melengkapinya dengan adanya perasaan tertarik kepada jenis
kelamin yang lain. Seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an:

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah),
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang


lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Ruum:30)6
Keadaan yang demikian inilah yang menyebabkan pria dan wanita saling
membutuhkan dalam kehidupan keluarga, agar mereka mendapatkan kasih
4

Ayatullah Muhammad H. Mazhahiri, Membangun Surga Dalam Rumah Tangga , (Bogor:
Cahaya, 2001), 36
5
Ali Akbar, Merawat Cinta Kasih, (Jakarta: Pustaka Antar, 1981), 17.
6
Yasid bin Abdul Qadir Jawas, Kiat-kiat Menuju Keluarga Sakinah , dalam,
https://almanhaj.or.id/2863-kiat-kiat-menuju-keluarga-sakinah.html, diakses 1 Maret 2017.

3

sayang, ketentraman, dan dapat meneruskan keturunannya.Sebagaimana yang
telah dijelaskan dalam Al-Qur’an :

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan

untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antar kalian rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Q.S. Ar-Ruum ayat: 21) 7

Ayat di atas berkaitan dengan kehidupan pokok seluruh manusia, yang
berhubungan juga dengan upaya untuk mewujudkan pernikahan. Karena
itulah, keberadaan wanita diperuntukkan bagi laki-laki dan keberadaan lakilaki bagi wanita. Sebab pada hakikatnya manusia diciptakan Allah berpasangpasangan agar dapat saling menyayangi, saling menerima dan memberi antara
satu dengan yang lainnya, untuk memperoleh ketentraman (sakinah) jiwa
dalam rangka menunjang penghambaan kepada Allah SWT. Melaksanakan
pernikahan adalah melaksanakan perintah agama dan sekaligus mengikuti
jejak dan sunnah para rasul Allah. Karena itu, jika seseorang sudah
mencukupi

persyaratan untuk

menikah maka

dia diperintahkan untuk


melaksanakannya, karena dengan menikah hidupnya akan lebih sempurna.
Kata sakinah, dalam QS. Al-Ruum ayat 21 diatas, dalam al-Qur’an dan
Tafsirnya Departemen Agama ditafsirkan dengan cenderung dan tenteram.
Penafsiran ini tidak jauh berbeda dengan penafsiran yang dikemukakan oleh
mufassir lainnya. Mufassir Indonesia Quraish Shihab, menjelaskan bahwa
kata sakinah yang tersusun dari huruf-huruf sin, kaf dan nun mengandung
makna “ketenangan”

atau

antonim

kegoncangan

dan

pergerakan.

Menurutnya pakar- pakar bahasa menegaskan bahwa kata itu tidak digunakan
7


Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Revisi Terbaru) Departemen Agama
RI, (Semarang:CV Asy Syifa’, 2014), 899

4

kecuali untuk menggambarkan ketenangan dan ketenteraman setelah
sebelumnya ada gejolak.8
Menurut Yunahar Ilyas (2007) terdapat 10 kunci dasar untuk membangun
keluarga yang sakinah9, yaitu :
1. Didirikan di atas landasan ibadah. Semenjak membangun rumah

tangga, haruslah memilih jodoh yang sesuai dengan syari’at Islam,
tidak hanya dilihat dari fisik namun dilihat dari agamanya
2. Terjadi internalisasi nilai-nilai Islam secara kaffah (menyeluruh).

Artinya seluruh anggota keluarga mampu membentengi dan
memfilter pengaruh dari luar, terlebih pada era globalisasi saat ini.
3. Terdapat Qudwah (keteladanan) yang nyata. Keteladanan ini bisa

didapatkan dari orangtua yang akan membentuk anak-anaknya
menjadi pribadi yang berteladan.
4. Penempatan posisi masing-masing anggota keluarga harus sesuai

dengan syari’at. Penempatan posisi ini berguna agar masing-masing
anggota keluarga mampu melaksanakan dengan tepat hak-hak dan
kewajibannya di dalam keluarga.
5. Terbiasa tolong menolong dalam menegakkan adab-adab Islam. Jika

semua anggota keluarga telah bisa menempatkan diri secara tepat,
maka ta’awun (tolong menolong) dalam kebaikan ini akan lebih
mungkin terjadi.
6. Rumah harus kondusif bagi terlaksananya peraturan Islam. Dalam

sebuah keluarga akan mampu menjalankan adab-adab Islam jika
struktur bangunan rumah yang dimiliki mendukung, seperti ruang
tidur anak laki-laki dan perempuan dipisah.
7. Tercukupinya kebutuhan materi secara wajar. Untuk berlangsungnya

proses tarbiyah islamiyah dalam keluarga membutuhkan sejumlah
materi agar mampu mendapatkan sesuatu hal atau memenuhi
kebutuhan hidup.
A.M. Ismatulloh, Konsep Sakinah, Mawaddah dan Rahmah dalam Al-Qu’an: Perspektif
Penafsiran Kitab Al-Qu’an dan Tafsirnya, dalam Jurnal Pemikiran Hukum Islam, Vol.14 No.1
Tahun 2015, 62
9
Yunahar Ilyas, Pernik-pernik Rumah Tangga Islami: Tatanan dan Perannya dalam
Kehidupan Masyarakat, (Surakarta: Era Intermedia, 2007), 38-44
8

5

8. Menghindari hal-hal yang tidak sesuai dengan semangat Islam. Pada

kasus-kasus tertentu yang dapat ditolerir, benda-benda, hiasan, dan
peralatan harus dibuang atau dibatasi agar tidak memunculkan
perilaku berlebih-lebihan.
9. Berperan dalam pembinaan masyarakat. Sangat dibutuhkan adanya

upaya ishlahul mujtama’ (pembinaa masyarakat) di sekitarnya
menuju pemahaman yang benar tentang nilai-nilai Islam yang shahih,
untuk kemudian berusaha bersama-sama membina diri dan keluarga
sesuai dengan arahan Islam.
10. Terbentengi dari pengaruh lingkungan yang buruk. Apabila keluarga

Islami tidak bisa mempengaruhi lingkungan sekitarnya menuju
kebaikan

karena

terlanjur

parah,

maka

dibutuhkan

adanya

penyelamatan internal bagi keluarganya. Apabila diperlukan,
keluarga tersebut harus meninggalkan lokasi jahiliah itu.

B. Hak dan Kewajiban Suami Istri
1. Kewajiban Isteri / Hak Suami

Di antara kewajiban isteri terhadap suaminya10 adalah:
a. Taat kepada suami.
Isteri berkewajiban untuk mentaati segala perintah suami
dengan catatan selama perintah suami itu tidak mengajak kepada
perbuatan maksiat kepada Allah dan selama perbuatan tersebut
sesuai dengan kemampuan isteri. Apabila perintah tersebut
mengajak berbuat maksiat kepada Allah, misalnya meminta isteri
agar diijinkan untuk mendukhulnya dari duburnya, maka si isteri
tidak boleh menta'atinya. Dalil kewajiban isteri untuk mentaati
perintah dan kemauan suami adalah:
"Dari Husain bin Muhshain dari bibinya berkata: "Saya
datang menemui Rasulullah saw. Beliau lalu bertanya: " Apakah
kamu mempunyai suami? " Saya menjawab: " Ya". Rasulullah saw

bertanya kembali: " Apa yang kamu lakukan terhadapnya? " Saya
10

Aep Saepulloh Darusmanwiati, Hak dan Kewajiban Suami Isteri, (Kairo: Makalah Islam,
2005), 2-5

6

menjawab: " Saya tidak begitu mempedulikannya, kecuali untuk
hal-hal yang memang saya membutuhkannya ". Rasulullah saw

bersabda kembali: "Bagaimana kamu dapat berbuat seperti itu,
sementara suami kamu itu adalah yang menentukan kamu
masuk ke surga atau ke neraka " (HR. Imam Nasai, Hakim, Ahmad

dengan Hadis Hasan).
Rasulullah SAW pernah ditanya tentang isteri yang baik. Beliau
menjawab: "Apabila diperintah, ia selalu taat, apabila dipandang
menyenangkan, dan ia selalu menjaga diri dan harta suami
(manakala suaminya tidak ada) " (HR. Nasa'i).

Namun dengan catatan selama perintahnya itu bukan untuk
berbuat maksiat kepada Allah. Apabila ia menyuruh bermaksiat
kepadaNya, maka istri tidak boleh mentaatinya. Hal ini didasarkan
kepada dalil berikut ini:
Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada kewajiban taat dalam
berbuat maksiat kepada Allah. Kewajiban taat itu hanyalah
untuk perbuatan yang baik" (HR. Bukhari Muslim).

b. Berdiam diri di rumah, tidak keluar rumah kecuali dengan idzin
suami.
"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah
kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah
yang dahulu " (QS. Al-Ahzab: 33).

Dalam hal ini Imam Ibn Taimiyyah dalam bukunya Majmu alFatawa mengatakan:
"Seorang isteri haram untuk keluar dari rumahnya kecuali
ada idzin dari suaminya. Apabila ia keluar rumah tanpa ada
idzin dari suaminya, maka isteri tersebut sudah dipandang
sebagai isteri yang berbuat nusyuz, berdosa kepada Allah dan
rasulNya serta ia berhak untuk mendapatkan hukuman" .

c. Ta’at dan tidak menolak apabila diajak berhubungan badan.
"Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda: "Apabila
suami meminta isterinya untuk berhubungan badan, lalu

7

isterinya itu menolak dan enggan, maka ia akan dilaknat oleh
para malaikat sampai pagi hari tiba" (HR. Bukhari Muslim).

d. Tidak mengijinkan orang lain masuk ke rumah, kecuali ada
idzin dan ada keridhaan dari suami.
Seorang isteri dilarang memasukkan ke dalam rumah laki-laki
lain sekalipun laki-laki itu adalah temannya sendiri ketika kuliah,
atau saudara jauhnya selama dapat diperkirakan bahwa si suami
tidak akan menyukainya dan demi untuk menghindari fitnah.
Namun, apabila adik atau kakak si isteri atau orang lainnya yang
diperkirakan si suami akan merelakan dan meridhainya, maka
tentu hal demikian diperbolehkan. Hal ini didasrkan kepada salah
satu hadits berikut ini:
"Rasulullah

saw

bersabda:

"Seorang

isteri

dilarang

mengijinkan orang lain masuk ke dalam rumahnya kecuali ada
idzin dari suaminya " (HR. Muslim).

e. Dilarang melakukan puasa sunnat ketika si suami ada kecuali ada
idzinnya.
Apabila si isteri hendak melakukan puasa sunnat ketika
suaminya ada, maka ia harus meminta idzin terlebih dahulu kepada
suaminya. Hal ini dikhawatirkan ketika si isteri berpuasa, lalu si
suami meminta untuk berhubungan badan, tentu si isteri tidak
dapat memenuhinya karena ia sedang berpuasa. Hal lain, umumnya
orang yang berpuasa itu lemas dan kurang optimal dalam melayani
suaminya. Untuk itu, si isteri harus meminta idzin terlebih dahulu
kepada suaminya manakala ia bermaksud untuk melakukan puasa
agar si suami mengetahui ketika pelayanan si isteri kurang optimal
nanti. Mengapa dilarang melakukan puasa sunnat kecuali ada idzin
dari suaminya? Karena hokum melakukan puasa sunnat adalah
sunnat saja, sementara taat kepada suami hukumnya adalah wajib.
Tentu yang wajib harus lebih didahulukan daripada yang hukumnya
sunnat.

8

"Rasulullah saw bersabda: "Haram bagi seorang isteri
melakukan puasa sunnat ketika suaminya ada kecuali dengan
idzinnya. Demikian juga seorang isteri tidak boleh mengidzinkan
orang lain memasuki rumahnya kecuali ada idzinnya " (HR.

Bukhari).
f. Tidak menginfakkan sesuatu hartanya kecuali ada idzin dari suami.
Apabila si isteri bermaksud untuk infak dengan harta dari si
suami, maka ia terlebih dahulu harus meminta ijin dari suaminya.
Demikian juga, apabila ia bermaksud memberikan sesuatu kepada
adik-adiknya atau keluarganya, maka ia harus meminta ijin terlebih
dahulu. Mengapa? Karena dalam ajaran Islam, harta yang
diusahakan oleh si suami adalah milik si suami. Sementara
kewajiban si suami, bukan semata kepada isterinya, akan tetapi juga
kepada keluarganya (ibunya, adiknya dan lainnya). Untuk itu,
pemberian apapun yang akan dilakukan oleh si isteri, harus
meminta ijinnya terlebih dahulu. Hal ini didasarkan kepada hadits
berikut ini:
"Rasulullah saw bersabda: "Seorang isteri tidak boleh
menginfakkan sebagian harta suami kecuali ada idzinnya " (HR.

Abu Dawud, Turmudzi, Ibn Majah dengan sanad Hasan).
g. Menjaga kehormatan dirinya, menjaga putra putrinya juga harta
suaminya ketika si suami sedang tidak ada dirumah.
Hal ini berdasarkan firman Allah berikut ini:

9

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita
yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri
ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu,
maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." (An-Nisa:

34).
"Rasulullah saw pernah ditanya tentang isteri yang baik.
Beliau menjawab: "Apabila diperintah, ia selalu taat, apabila
dipandang menyenangkan, dan ia selalu menjaga diri dan harta
suami (manakala suaminya tidak ada) " (HR. Nasa'i).

h. Mensyukuri pemberian suami, selalu merasa cukup dan melayani
suami dengan baik.
"Abdullah bin Amr berkata, Rasulullah saw bersabda: " Allah
tidak akan memperhatikan seorang isteri yang tidak pernah
mensyukuri pemberian suaminya, juga tidak pernah merasa
cukup dengan apa yang diberikan suaminya kepadanya " (HR.

Nasai).
"Rasulullah saw bersabda: "…Lalu diperlihatkan kepada saya
neraka, dan saya tidak pernah melihatnya seperti yang saya lihat
hari ini. Ternyata kebanyakan penghuninya adalah para
wanita ". Para sahabat bertanya: " Mengapa ya Rasulullah saw?"

Rasulullah saw menjawab: "Karena mereka berbuat dosa

sebelum mereka berbuat dosa kepada Allah. Mereka banyak
berdosa

kepada

suaminya,

dan

banyak

meninggalkan

kebaikan" (HR. Bukhari Muslim).

10

i. Berdandan dan mempercantik diri di hadapan suami.
"Rasulullah saw pernah ditanya tentang isteri yang baik. Beliau
menjawab: "Apabila diperintah, ia selalu taat, apabila dipandang
menyenangkan, dan ia selalu menjaga diri dan harta suami
(manakala suaminya tidak ada)" (HR. Nasa'i).

j. Tidak berbuat sesuatu yang dapat menyakiti dan tidak disukai oleh
suami.
Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada seorang isteri pun yang
menyakiti suaminya di dunia, kecuali isterinya dari bidadari surga
akan berkata: "Janganlah kamu menyakitinya, Allah akan
membinasakan kamu. Dia itu adalah simpanan bagi kamu kelak
yang hamper saja ia berpindah kepada kami" (HR. Turmudzi, Ibn

Majah dengan sanad Hasan).
k. Harus menjaga kelanggengan rumah tangga dan tidak boleh
meminta talak tanpa ada alasan syar’I yang jelas.
"Rasulullah saw bersabda: "Wanita mana saja yang meminta
untuk ditalak kepada suaminya tanpa ada alasan yang jelas,
maka haram baginya untuk mencium baunya surga" (HR.

Turmudzi, Abu Dawud dan Ibn Majah).
l. Berkabung selama empat bulan sepuluh hari ketika suaminya
meninggal.
Bagi wanita yang ditinggal mati oleh suaminya, ia tidak boleh
berhias, berdandan menor, menikah lagi, juga tidak menerima
pinangan laki-laki lain yang menggunakan kata-kata yang jelas (tapi
boleh menerima pinangan yang diucapkan dengan kata-kata
sindirian=lihat kembali makalah mengenai meminang) sebelum
habis masa iddahnya (masa menunggunya) selama empat bulan
sepuluh hari (130 hari). Apabila masa iddah empat bulan sepuluh
hari telah habis, maka ia boleh berhias, berdandan dan menikah
lagi dengan laki-laki lainnya. Hal ini didasarkan kepada firman
Allah swt berikut ini:

11

"Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan
meninggalkan

istri-istri

(hendaklah

para

istri

itu)

menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.
Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa
bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri
mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu
perbuat" (QS. Al-Baqarah: 234).

2. Kewajiban Suami / Hak Isteri

Di antara kewajiban suami atau hak isteri 11adalah:
a. Membayar mahar / mas kawin.
Pembahasan mengenai hal ini telah dibahas pada makalah
sebelumnya tentang Mahar, Resepsi dan Adab Malam Pengantin.
Untuk lebih jelasnya, silahkan lihat kembali kepada makalah
tersebut.
b. Memperlakukan dan menggauli isteri sebaik mungkin.
Memperlakukan isteri dengan baik di antaranya dapat berwujud
dengan tidak menyakitinya, memperlakukannya sebagai mitra,
teman bukan sebagai pembantu, memberikan semua hak-haknya
menurut kemampuan dan lainnya. Hal ini didasarkan kepada
firman Allah swt berikut ini:

11

Aep Saepulloh Darusmanwiati, Hak dan Kewajiban Suami Isteri, (Kairo: Makalah Online,
2005), 6-7

12

"Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu
mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu
menyusahkan

mereka karena hendak mengambil kembali

sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya,
terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata.
Dan bergaullah dengan mereka (isteri-isteri) secara patut.
Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah)
karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak" (QS. An-Nisa: 19).

"Rasulullah saw bersabda: "Sebaik baik kalian wahai laki-laki
adalah orang yang paling baik kepada keluarganya. Dan saya
adalah orang yang paling baik kepada keluarga saya" (HR.

Turmudzi dan Ibn Hibban).
c. Memberikan nafkah, pakaian dan rumah/ tempat tinggal dengan
layak dan baik.
Yang dimaksud dengan nafkah di sini adalah nafkah yang
diberikan oleh suami untuk isteri dan anak-anaknya berupa
makanan, pakaian, tempat tinggal dan lainnya menurut ukuran
yang layak berdasarkan kemampuan suami.
Memberikan nafkah kepada isteri dan anak-anak wajib
hukumnya, hal ini didasarkan kepada firman Allah berikut ini:

13

"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya.

Dan

orang

yang

disempitkan

rezkinya

hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah
kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan" (At-

Thalaq: 7).

"Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada
para ibu dengan cara makruf" (QS. Al-Baqarah: 233).

"Dari Jabir, Rasulullah saw bersabda:

"…Bertakwalah

kepada Allah tentang perempuan, karena mereka itu adalah
setengah umur dari kalian. Kalian mengambilnya dengan
amanah Allah, menjadikan halal kemaluannya dengan kalimah
Allah. Kalian berkewajiban untuk memberikan nafkah, pakaian
kepadanya dengan makruf" (HR. Muslim).

"Mu'awiyah al-Qusyairi berkata: "Saya bertanya kepada
Rasulullah saw: "Wahai Rasulullah saw, apa hak isteri kami
itu?" Rasulullah saw menjawab: "Memberi makannya apabila
kamu makan, memberi pakaian apabila kamu berpakaian, tidak
boleh memukul muka, jangan menjelekannya, dan jangan kamu
pergi menjauhinya kecuali di dalam rumah saja" (HR. Ab

Dawud, Ibn Majah, Ahmad dan Nasai).
Apabila si suami pelit, tidak memberikan nafkah yang cukup
untuk isteri dan anak- anaknya padahal dia mampu dan
berkelapangan, maka si isteri boleh mencurinya dengan baik-baik
menurut kebutuhan untuk mencukupi kebutuhannya dan kebutuhan
anak- anaknya. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:
"Dari Siti Aisyah, Hind bint Utba bertanya kepada Rasulullah
saw: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan seorang

14

laki-laki yang sangat pelit. Ia tidak memberikan sesuatu kepada
saya dan anak saya kecuali apa yang saya ambil ketika dia tidak
mengetahuinya.” Rasulullah saw menjawab: "Ambillah apa yang
mencukupi untuk kamu dan untuk anak kamu dengan jalan
yang baik" (HR. Bukhari Muslim).

3. Hak Bersama Antara Suami Isteri

Berikut ini ada beberapa hak bersama yang harus didapatkan baik
oleh suami maupun oleh isteri. Hak-hak yang dimaksud adalah:
1. Halalnya untuk berhubungan badan. Baik suami isteri berhak
mendapatkan kenikmatan berhubungan badan. Oleh karena itu,
suami boleh meminta pasangannya untuk melayaninya, demikian
juga si isteri berhak meminta suaminya untuk melayani "tidur" nya.
2. Masing-masing berhak mendapatkan warits. Apabila salah satu
pasangannya

meninggal,

maka

pasangan

lainnya

berhak

mendapatkan harta waritasan dari pasangannya yang meninggal
tersebut.
3. Masing-masing berhak untuk diperlakukan dengan baik dan benar.
4. Keduanya menjadi haram untuk menikahi kerabat masing-masing
sebagaimana
mengenai

telah

dijelaskan dalam makalah sebelumnya

wanita-wanita

yang

haram

dinikahi,

lantaran

perkawinan (al-mushaharah). Misalnya, dengan menikahnya
laki-laki dan perempuan, maka si suami haram untuk menikahi
adik isterinya selama isterinya masih hidup dan keduanya masih
menikah. Demikian juga, ia haram untuk menikahi mertuanya—
untuk lebih jelasnya, lihat kembali makalah sebelumnya seputar
masalah wanita yang haram dinikahi.

C. Manajemen Konflik Antara Suami Istri
Dalam menjalankan biduk rumah tangga, akan ada beberapa permasalahan
yang muncul antara anggota keluarga, terlebih pasangan suami istri.
Permasalahan tersebut mampu membuat keluarga tersebut semakin erat

15

ikatan satu sama lain, atau malah mampu memunculkan perpecahan antara
anggota keluarga. Hal ini bis adisebut dengan konflik dalam keluarga. Berikut
beberapa konflik suami-istri yang biasanya disebabkan oleh kurangnya rasa”
saling” antara keduanya12:
1. Kurangnya saling pengertian terhadap kelebihan dan kekurangan masingmasing
2. Kurangnya saling percaya
3. Kurangnya saling terbuka
4. Kurang komunikasi yang efektif
Banyak pasangan suami-istri yang menjalani perkawinan lebih dari 20
tahun dan tetep harmonis mengungkapkan rahasia keharmonisan keluarganya
bahwa kuncinya adalah saling percaya dan saling pengertian serta adanya
komunikasi yang terbuka dan efektif. Para ahli komunikasi menyatakan
bahwa komunikator yang baik adalah orang yang dapat menimbulkan rasa
senang bagi orang yang diaajak berkomunikasi. Banyak Pasangan yang baru
menikah pada tahun-tahun pertama mengalami apa yang disebut dengan
“wedding blues” yaitu stress pasca menikah.
Meskipun terdapat beberapa konflik yang mampu membuat perpecahan
dalam keluarga, terdapat strategi untuk mengatasi konflik tersebut. Strategi
ini masuk ke dalam beberapa tahapan yang harus dilakukan13, yaitu:

a. Tahap primer. Tahap ini merupakan tahap pencegahan terhadap
terjadinya konflik keluarga. Upaya-upaya yang dilakukan oleh suami-istri
antara lain:
1. Milikilah kesepakatan dengan pasangan, bagaimana langkah keluar dari
konflik
Ini prinsip “sedia payung sebelum hujan". Kesepakatan antara
suami dan isteri ini sangat penting dibuat di saat suasana nyaman dan
tidak ada konflik. Buat “road map" atau “plan" bagaimana langkah

12

Elina Raharisti, Manjemen Konflik Keluarga, dalam,
www.sarjanaku.com/2011/01/managemen-konflik-keluarga.html, diakses 27 Februari 2017.
13
Cahyadi Takariawan, Manajemen Konflik dalam Rumah Tangga , dalam,
http://www.fimadani.com/manajemen-konflik-dalam-rumah-tangga/, diakses 1 Maret 2017.

16

untuk keluar dari konflik. Setiap pasangan akan memiliki karakter yang
berbeda dalam pembuatan langkah ini.
2. Kuatkan motivasi, bahwa berumah tangga adalah ibadah
Motivasi ini yang menggerakkan bahtera kehidupan rumah tangga
anda. Jika anda selalu menguatkan motivasi ibadah dalam rumah
tangga, akan membawa suasana yang nyaman dalam kehidupan.
Motivasi ibadah ini sesungguhnya telah meredam banyak sekali potensi
konflik.
3. Kuatkan visi keluarga, untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan
akhirat
Visi akan menjadi panduan arah kehidupan rumah tangga anda.
Visi adalah pernyataan luhur yang akan anda capai dalam kehidupan
keluarga. Visi menggambarkan “siapa jatidiri keluarga anda".
4. Milikilah ketrampilan komunikasi
Biasakan mengobrol dengan pasangan, jangan ada sumbatan dalam
berkomunikasi. Tidak perlu membuat kesepakatan waktu-waktu khusus,
karena komunikasi bisa dilakukan kapan saja, dimana saja, dengan
sarana apa saja.

b. Tahap sekunder. Tahap ini sudah terjadi konflik dan bagaimana cara
mengatasinya:
1. Redam emosi dan kemarahan dalam-dalam
Bicaralah dalam suasana yang enak dan nyaman. Jangan berbicara
dalam suasana emosional. Jangan sekali-kali mengambil keputusan
dalam suasana emosional. Jangan turuti ego anda. Tenanglah, sabarlah.
“Badai pasti berlalu".
2. Kembalikan kepada motivasi dan visi berumah tangga yang anda miliki
Inilah guna motivasi dan visi keluarga. Saat menghadapi konflik
ingatlah motivasi anda berumah tangga adalah ibadah. Ingatlah bahwa
visi keluarga anda adalah untuk mendapatkan surga dunia dan surga
akhirat.
3. Laksanakan kesepakatan anda “langkah keluar dari konflik"

17

Anda telah memiliki kesepakatan langkah keluar dari konflik.
Seperti anda membawa payung, tinggal anda gunakan saat hujan tiba.
Anda tidak dibuat bingung akan melangkah kemana, karfena flowchart
telah anda miliki.
4. Jangan berpikir hitam putih, “siapa salah siapa benar"
Dalam menghadapi konflik suami dan isteri, jangan terpaku pada
pemikiran pembuktian siapa yang salah dan siapa yang benar.
Berpikirlah “win win solution", mencoba mencari solusi dengan semua
pihak dimenangkan.
5. Selesaikan oleh anda berdua
Hadapilah konflik oleh anda berdua. Jangan melebar kemanamana. Pihak ketiga (keluarga besar, konsultan, lembaga konsultasi, dll)
hanya dilibatkan saat seluruh cara tidak membawa hasil perbaikan.
Anda berdua harus di pihak yang sama, “Ini masalah kita".
6. Jangan pernah menampakkan konflik di depan anak-anak
Bahaya, dan negatif bagi anak-anak anda jika tampak anda konflik
di hadapan mereka. Bersikaplah baik di hadapan anak-anak. Jangan
ajari konflik, jangan buat mereka trauma dan frustrasi menghadapi ayah
ibunya.

c. Tahap tersier setelah konflik teratasi.
1. Lupakan konflik anda, dan jangan ungkit lagi
Sudahlah, semua sudah berlalu. Sudah terlanjur terjadi. Tak akan
bisa ditarik kembali. Maka sikap yang tepat adalah, segera lupakan
konflik itu. Fokus pada kehidupan keluarga, masa depan anak-anak,
merenda hari esok yang lebih baik. Harapan itu selalu ada.
2. Minta maaf kepada pasangan anda, dan maafkanlah pasangan anda
Jangan berat meminta maaf. Jangan bertanya “Apa salah saya
sehingga harus minta maaf?" Ketahuilah, dalam sebuah konflik, semua
pihak memiliki andil kesalahan. Maka segeralah minta maaf, dan
maafkan pasangan anda.
3. Fokus melihat sisi kebaikan pasangan

18

Jangan terfokus melihat sisi kekurangan dan kelemahan pasangan.
Dunia anda akan sempit jika hanya terpaku kepada hal-hal yang negatif
dari pasangan. Luaskan bentangan jiwa anda, dengan memfokuskan diri
melihat sisi-sisi kelebihan dan kebaikan pasangan.
4. Berpikir positif
Miliki kebiasaan berpikir positif. Setiap kejadian dalam hidup pasti
ada hikmahnya untuk pendewasaan diri dan keluarga kita. Setiap
masalah pasti ada jalan keluar yang akan semakin membawa
kematangan dalam menjalani kehidupan selanjutnya. Tak ada yang siasia dalam hidup kita.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Ali. Merawat Cinta Kasih. Jakarta: Pustaka Antar, 1981.
Darusmanwiati, Aep Saepulloh. 2005. Hak dan Kewajiban Suami Isteri.
Makalah Islam. Kairo

Departemen Agama. 2014. Al-Qur’an dan Terjemahannya (Revisi Terbaru)
Departemen Agama RI. Semarang: CV Asy Syifa’.

Ilyas, Yunahar. 2007. Pernik-pernik Rumah Tangga Islami: Tatanan dan
Perannya dalam Kehidupan Masyarakat. Surakarta: Era Intermedia.

Ismatulloh, A. M. 2015. Konsep Sakinah, Mawaddah dan Rahmah dalam AlQu’an: Perspektif Penafsiran Kitab Al-Qu’an dan Tafsirnya. Jurnal Pemikiran
Hukum Islam. Vol.14 No.1

Jawas, Yasid bin Abdul Qadir. 2010. Kiat-kiat Menuju Keluarga Sakinah.
Diakses pada tanggal 1 Maret 2017, dari : https://almanhaj.or.id/2863-kiat-kiatmenuju-keluarga-sakinah.html.
Mazhahiri, Ayatullah Muhammad H. 2001. Membangun Surga Dalam
Rumah Tangga . Bogor: Cahaya.

Raharisti, Elina. 2011. Manjemen Konflik Keluarga . Diakses pada tanggal 27
Februari 2017, dari : www.sarjanaku.com/2011/01/managemen-konflikkeluarga.html

19

Takariawan, Cahyadi. Manajemen Konflik dalam Rumah Tangga . Diakses
pada tangal 1 Maret 2017, dari: http://www.fimadani.com/manajemen-konflikdalam-rumah-tangga/.

20