PENGARUH KEBERADAAN AIR PADA PROSES PEMADATAN ASPHALT CONCRETE (AC) TERHADAP PERMEABILITAS

PENGARUH KEBERADAAN AIR PADA PROSES PEMADATAN ASPHALT CONCRETE (AC) TERHADAP PERMEABILITAS

Effect of Existence Water at Concrete Asphalt

Compaction Process to Permeability

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Disusun oleh :

KRISHNA NUR PATRIA

I 1109015

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

commit to user

commit to user

MOTTO

”Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua” (Aristoteles)

”Semakin banyak anda mengetahui sesuatu, maka anda akan semakin merasa bodoh...” (Socrates)

‘” ฀Tidak ada orang yang bodoh bila kita mau berusaha karena kebodohan datang dari diri kita yang malas” (Penulis)

Persembahan

· A y a h d a n Ibu tercinta yang selalu ada kapanpun Krishna

membutuhkan semangat dan tempat berkeluh kesah, memberikan dukungan dan dorongan, terimakasih untuk kasih sayang yang telah ibu berikan,

· Kedua saudaraku dan kekasihku tercinta....terimakasih telah

memberikan semangat dan doanya,

· Teman-teman transfer angkatan 2008 dan anak-anak kos

abuba yang telah membantu atas terselesaikannya skripsi saya.

commit to user

ABSTRAK

Krishna Nur Patria, 2012 . Pengaruh Keberadaan Air Pada Proses

Pemadatan Asphalt Concrete (AC) Terhadap Permeabilitas Skripsi. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Kerusakan jalan terjadi bukan hanya karena kelebihan muatan, fenomena alam atau konstruksi jalan yang tidak memenuhi standar tetapi dapat pula disebabkan oleh keberadaan air pada saat pelaksanaan pemadatan aspal. Asphalt Concrete (AC) merupakan suatu lapisan bergradasi menerus dengan jenis agregat yang digunakan adalah agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi (filler). Dalam pelaksanaan penghamparan dan pemadatan di lapangan dihindari adanya keberadaan air, hal ini dikarenakan dapat mempengaruhi adhesi antara aspal dengan agregat sehingga dapat menyebabkan pengelupasan bitumen dari agregat disebabkan karena campuran permeabel terhadap air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keberadaan air pada saat pemadatan Asphalt Concrete (AC) terhadap koefisien permeabilitas serta menentukan batasan kadar air yang boleh digunakan pada saat proses pemadatan AC berdasarkan syarat permeabilitas.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini menggunakan campuran Asphalt Concrete (AC) pada OBC yang sebelumnya didapat dari pengujian Marshall sebesar 6,004% dengan variasi kadar air yaitu 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5%, 3%,3,5%, 4%, 4,5%, 7,5%, 10%, 12,5%, 15%, 20% dari berat campuran aspal. Cara pemadatan benda uji dilakukan dengan menumbuk campuran dengan compactor (berat 4,536 kg) sebanyak 15 kali tumbukan dan ditambahkan air, kemudian dilanjutkan dengan penumbukan lagi sebanyak 60 kali tumbukan. Pengujian benda uji dengan menggunakan alat uji permeabilitas tipe AF-16. Uji regresi dan korelasi untuk mendapatkan hubungan antara koefisien permeabilitas dengan variasi kadar air.

Dari hasil analisis didapatkan pola hubungan linier dimana dengan bertambahnya nilai kadar air berbanding lurus dengan nilai koefisien permeabilitas dengan

R 2 =0,8523 dan r=0,9232. Kemudian kadar air maksimum yang dapat ditambahkan pada campuran Asphalt Concrete (AC) sesuai permeabilitas adalah antara 0,67% - 17,17% dari berat campuran aspal.

Kata Kunci : Asphalt Concrete (AC), kadar air, permeabilitas, OBC, pengujian Marshall

commit to user

ABSTRACT

Krishna Nur Patria, 2012. Effect of Existence Water at Concrete Asphalt

Compaction Process to Permeability. Thesis of Civil Engineering Departmen of Engineering Faculty of Surakarta Sebelas Maret University.

Road damage occurs not only because of the excess charge, or a natural phenomenon that does not meet road construction standards but can also be caused by the presence of water at the time of compaction of asphalt. Asphalt Concrete (AC) is a continuously graded layer with a type of aggregate used is coarse aggregate, fine aggregate and filler material (filler). In the implementation spread and compaction in the field avoided the presence of water, this is due to affect the adhesion between the asphalt with aggregate so that it can cause peeling of bitumen from the aggregate due to a mixture permeable to water. This study aims to determine the effect of the presence of water during compaction Asphalt Concrete (AC) to determine the coefficient of permeability and water content limitations may be used during the compaction process conditioned by the permeability requirements.

This research uses experimental methods performed at the Laboratory of Highway Engineering Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. This study uses a mixture of Asphalt Concrete (AC) in the previous OBC obtained from Marshall testing of 6.004% with a variation of water content of 0.5%, 1%, 1.5%, 2%, 2.5%, 3%, 3 , 5%, 4%, 4.5%, 7.5%, 10%, 12.5%, 15%, 20% by weight of the asphalt mixture. The way the specimen compaction is done by mashing the mixture with a compactor (weight 4.536 kg) as much as 15 times the impact and added water, followed by pulverization again as much as 60 times the collision. Test specimens using a permeability test equipment type AF-16. Regression and correlation test to obtain the relationship between the permeability coefficient of variation of water content.

From the analysis of patterns obtained in which the linear relationship with increasing water content value is directly proportional to the coefficient of permeability with R2 = 0.8523 and r = 0.9232. Then the maximum water content that can be added to the mixture Asphalt Concrete (AC) according to the permeability is between 0.67% - 17.17% by weight of the asphalt mixture.

Keyword: Asphalt Concrete (AC), moisture content, permeability, OBC, Marshall

test

commit to user

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan judul “Pengaruh Keberadaan Air Pada Proses Pemadatan Asphalt Concrete (AC) Terhadap Permeabilitas” ini dengan baik.

Penyusunan skripsi yang masih jauh dari sempurna ini sangat memberi pengalaman berharga bagi penulis, di samping itu semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi kalangan Teknik Sipil umumnya dan khususnya Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus ditempuh guna meraih gelar Sarjana Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari pihak-pihak yang ada di sekitar penulis, karena itu dalam kesempatan ini penulis harus menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada yang tertera di bawah ini :

1. Segenap Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Segenap Pimpinan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Segenap Pimpinan Program S-1 Non Reguler, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ir. Ary Setyawan, MSc. (Eng), Ph.D, selaku Dosen Pembimbing I Skripsi penulis. Terimakasih atas keprcayaan, bimbingan dan motivasi yang telah Bapak berikan selama proses pengerjaan skripsi ini. Banyak sekali ilmu dan pengalaman bapak yang memotivasi kami untuk terus berusaha.

5. Slamet Jauhari Legowo, ST,MT, selaku Dosen Pembimbing II Skripsi. Terimakasih atas waktu, bimbingan dan bantuan yang bapak berikan dalam pengerjaan skripsi ini. Banyak ilmu dan saran yang bapak berikan telah membantu kami menyelesaikan skripsi ini.

6. Agus Setiya Budi, ST,MT, selaku Dosen Pembimbing Akademis. Terimakasih atas bimbingan dan motivasi yang telah bapak berikan selama proses belajar penulis di jurusan teknik sipil ini.

7. Tim Penguji ujian pendadaran skripsi, terimakasih atas kesediaannya untuk menguji dan membimbing penulis hingga penulis dapat lulus.

8. Semua Staf Pengajar pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.

commit to user

10. Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan selama ini. Semua nasehat dan waktu yang kalian berikan telah memberikan kekuatan pada penulis untuk terus maju.

11. Kedua saudaraku serta kekasihku yang telah memberikan dukungan lewat doa dan semangat yang kalian berikan.

12. Teman-teman kos abuba serta teman-teman Mahasiswa Sipil Transfer angkatan 2009.

13. Semua pihak yang telah membantu kelancaran skripsi penulis. Akhirnya pengantar ini juga menjadi semacam ingatan bagi penulis selama

menempuh tahap pembelajaran di Universitas Sebelas Maret Surakarta hingga skripsi ini harus disusun sebagai syarat mendapatkan gelar kesarjanaan. Terima kasih.

Surakarta, Agustus 2012

Penulis

commit to user

commit to user

Halaman Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 2.3. Tabel 2.4. Tabel 2.5. Tabel 2.6. Tabel 2.7. Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7. Tabel 4.8. Tabel 4.9. Tabel 4.10.

Gradasi Bahan Pengisi ……................................................................ Batas-Batas Gradasi Menerus Agregat Campuran …….................... Batas Gradasi Menerus Agregat Campuran No. IV SNI 03-1737-1989 .... Persyaratan Aspal Keras..................................................................... Persyaratan Campuran Lapis Aspal Beton.......................................... Presentase minimum rongga dalam Campuran .................................. Klasifiksi campuran Aspal Berdasarkan Angka Permeabilitas ....... Jadwal Kegiatan Penelitian …............................................................ Jumlah Pembuatan Benda Uji Marshall …........................................ Jumlah pembuatan Benda Uji Permeabilitas ….................................. Hasil Pemeriksaan Coarse Aggregate (CA) ....................................... Hasil Pemeriksaan Medium Aggregate (MA)..................................... Hasil Pemeriksaan Fine Aggregate (FA) .......................................... Hasil Pemeriksaan Natural Sand (NS)..............................................

Hasil Pemeriksaan Aspal Keras......................................................... Perencanaan Gradasi Campuran Lapis Asphalt Concrete (AC)......... Hasil Uji Volumetrik Asphalt Concrete (AC) ................................... Hasil Uji Marshall Asphalt Concrete (AC)........................................ Nilai Karakteristik Aspal pada Kadar Aspal Optimum ..................... Hasil Pengujian Permeabilitas............................................................

12

13

14

15

18

18

23

27

32

32

41

41

42

42

43

44

46

48

52

54

commit to user

DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

A = luas permukaan benda uji AASHTO = American Association of State Highway and Transportation

Officials AC = Asphalt Concrete

ASTM

= American Society for Testing and Material

BS

= British Standart

cm

= centimeter

C = angka koreksi ketebalan CA = Coarse Agregate

cc = centimeter cubic

d = diameter benda uji

D = densitas

dt

= detik

f = flow FA = Fine Agregate FF = Filler/ bahan pengisi

gr

= gram

h = selisih tinggi tekanan total

HRS

= Hot Rolled Sheet

= gradien hidrolik

= Permeabilitas

= Koefisien Permeabilitas

= faktor kalibrasi alat

= Lalu Lintas

= Medium Agregate

mm

= milimeter

ml

= mililiter

commit to user

MQ

= Marshall Quotient

NS

= Natural Sand

N2

= gas nitrogen

OBC = Optimum Bitumen Content P

= Tekanan air pengujian

Pb

= Kadar aspal perkiraan

= Portland Cement

= pembacaan stabilitas pada dial alat Marshall

= debit rembesan R 2 = koefisien determinasi

= koefisien korelasi

RSNI

= Revisi Standar Nasional Indonesia

= stabilitas SG ak = specific gravity agregat kasar SG ah = specific gravity agregat halus SG b = specific gravity aspal SG f = specific gravity filler SG mix = specific gravity campuran

SNI

= Standar Nasional Indonesia SSD = Saturated Surface Dry (berat kering permukaan)

= lama waktu rembesan terukur

= tebal benda uji

V = volume remcesan

VIM

= Void in Mix Wah = berat agregat halus Wak = berat agregat kasar Wb = berat aspal

WC

= wearing course Wdry = berat kering/berat di udara

commit to user

Ws = berat jenuh Ww = berat di dalam air

= variabel bebas

= variabel tidak bebas p = phi ( 3,14 )

= presentase/persen

°C

= derajat Celcius

= berat jenis zat alir

γ air

= berat jenis air = Viskositas zat alir

%Wak = persen berat agregat kasar % Wah = persen berat aspal halus % Wb = persen berat aspal %Wf

= persen berat filler

commit to user

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejumlah ruas jalan pada akhir-akhir ini banyak dijumpai dalam kondisi rusak dengan berbagai jenis tingkatannya. Kerusakan tersebut bahkan banyak yang dapat dikategorikan sebagai rusak berat dan sedang. kerusakan jalan dapat disebabkan repitisi atau pengulangan beban. Artinya beban kendaraan berat sekali lewat mungkin tidak akan menyebabkan kerusakan jalan. Tetapi jika terus menerus jalan akan mengalami kerusakan. Artinya kerusakan jalan adalah disebabkan oleh 'kelelahan' akibat beban berulang. Kerusakan jalan dapat pula disebabkan oleh kesalahan pada saat pelaksanaan pekerjaan aspal. Masalah itu adalah akibat adanya keberadaan air saat pelaksanaan pemadatan aspal baik secara disengaja ataupun tidak.

Pada pertengahan tahun 2011 sampai awal tahun 2012, sesuai dengan kondisi alam, daerah-daerah di Indonesia mengalami musim hujan, sehingga kerusakan jalan seringkali dikaitkan dengan fenomena alam ini. Pada saat musim hujan, perbaikan tidak atau relatif sulit untuk dilakukan, khususnya untuk jenis konstruksi jalan lentur. Padahal untuk sebagian besar jalan di Indonesia masih menggunakan aspal sebagai bahan utama pembuatan. Selain itu beberapa hal yang ditemukan di lapangan, dalam pengerjaannya di beberapa titik adanya penghamparan aspal (hotmix) dikerjakan pada saat kondisi hujan. Dengan kondisi itu, menimbulkan suhu dan kualitas aspal yang dihampar tidak memenuhi standar sesuai spesifikasi.

Selain karena faktor air hujan, sering kali pada saat pelaksanaan pemadatan aspal mengabaikan prosedur dari pelaksanaan aspal dalam spesifikasi teknik tersebut,

commit to user

menambahkan air dengan tujuan agar aspal cepat mengeras sehingga dapat mempercepat waktu pelaksanaan, namun tanpa disadari hal itu berpengaruh terhadap kualitas aspal tersebut, ini dapat menyebabkan kelekatan aspal menjadi berkurang dan aspal menjadi porous. Jika aspal porous maka menyebabkan aspal tersebut tidak kedap air (permeabilitas) sehingga pada saat terjadi hujan lapisan aspal tersebut dapat dilewati oleh air yang masuk ke lapisan di bawahnya dan menyebabkan kerusakan lapisan tersebut. Untuk itu pada saat pemadatan aspal diperlukan batasan-batasan yang diperbolehkan tentang adanya keberadaan air.

Gambar 1.1. Penambahan Air Saat Pemadatan Aspal

Asphalt Concrete (AC) yang merupakan suatu jenis campuran perkerasan lentur. Pada saat ini penggunaan AC sudah semakin banyak digunakan. Penggunaan tipe perkerasan lain dengan permukaan kasar seperti perkerasan tipe Macadam sudah mulai ditinggalkan. AC yang dibuat sebagai campuran panas (Hot Mix), merupakan konstruksi pendukung dari perkerasan lentur (Fleksible Pavement) dan merupakan konstruksi yang paling umum digunakan. Jenis aspal ini terdiri atas campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus dengan jenis agregat yang digunakan adalah agregat kasar, agregat halus, dan bahan pengisi (filler). Dalam pelaksanaan penghamparan dan pemadatan di lapangan dihindari adanya

commit to user

dengan agregat sehingga dapat menyebabkan pengelupasan bitumen dari agregat disebabkan karena campuran permeabel terhadap air.

Dari uraian di atas diperlukan adanya pengujian permeabilitas. Permeabilitas sendiri adalah sifat yang menunjukkan kemampuan material untuk meloloskan zat alir (fluida) baik udara maupun air. Permeabilitas mempengaruhi durabilitas dan stabilitas campuran aspal. Pengujian ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui besarnya kadar air yang dapat berpengaruh terhadap permeabilitas Asphalt Concrete (AC).

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan diteliti yaitu :

a. Seberapa besar pengaruh keberadaan air saat pemadatan Asphalt Concrete (AC) terhadap koefisien permeabilitas.

b. Berapa kadar air maksimum yang dapat digunakan dalam proses pemadatan aspal yang didapat dari pengujian permeabilitas tersebut.

1.3. Batasan Masalah

Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka diperlukan batasan – batasan masalah yaitu sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan dengan uji laboratorium sesuai standar SNI.

2. Batas gradasi agregat menggunakan SNI 03-1737-1989 No. IV

3. Sampel agregat yang digunakan berasal dari PT. Panca Darma.

4. Bahan pengisi (filler) menggunakan filler abu batu

5. Bitumen yang digunakan merupakan aspal penetrasi 60/70.

6. Pengujian aspal pen.60/70, pengujian agregat, dan pengujian bahan pengisi (filler) menggunakan data sekunder.

commit to user

UNS.

8. Pembuatan sampel permeabilitas pada saat tumbukan ke-15 diberikan penambahan air kemudian dilanjutkan kembali tumbukan sampai 75 kali.

9. Pengujian sampel menggunakan alat uji permeabilitas Tipe AF-16.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui pengaruh keberadaan air saat proses pemadatan Asphalt Concrete (AC) terhadap koefisien permeabilitas.

b. Menentukan batasan kadar air yang boleh digunakan pada saat proses pemadatan Asphalt Concrete (AC) berdasarkan syarat permeabilitas.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Memberikan pengetahuan mengenai pengaruh keberadaan air pada saat proses pemadatan Asphalt Concrete (AC) terhadap permeabilitas.

commit to user

LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Campuran aspal panas adalah suatu campuran perkerasan jalan lentur yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal sebagai bahan pengikat dengan perbandingan tertentu dan untuk mengeringkan agregat dan mencairkan aspal agar dapat dengan mudah dicampur dengan baik maka sebelum pencampuran bahan tersebut harus dipanaskan. Kemampuan dalam menahan kerusakan campuran aspal ini setelah dilaksanakan pemadatan sangat tergantung pada keawetan lapisan aspal tersebut. Air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keawetan dari suatu campuran aspal. Air dapat mengurangi adhesi antara aspal dengan agregat dan mengakibatkan hilangnya agregat dari permukaan sehingga mempengaruhi kemampuan lapisan dalam menahan beban.

Proses pemadatan aspal di lapangan dimulai dengan pemadatan awal (breakdown rolling ), Pemadatan pertama yang dilakukan setelah penghamparan campuran beraspal panas yang berfungsi untuk mendudukkan material posisinya dan sekaligus memadatkannya menggunakan mesin gilas roda baja statis. Pemadatan antara (secondary rolling), yang merupakan pemadatan akibat beban lalu lintas menggunakan pemadat roda karet (pneumatic tire roller). Pemadatan akhir (finishing rolling), pemadatan yang dilakukan untuk menghilangkan jejak-jejak roda ban. Penggilasan dilakukan pada temperatur di atas titik lembek aspal menggunakan mesin gilas roda baja statis. (Sukirman, 1999)

Roda alat pemadat harus dibasahi secara terus menerus untuk mencegah pelekatan campuran aspal pada roda alat pemadat, tetapi air yang berlebihan tidak diperkenankan. Untuk menghindari lengketnya campuran aspal pada roda karet,

commit to user

03-1737-1989) Musuh utama aspal adalah air, karena air bisa melonggarkan ikatan antara agregat

dengan aspal. Pada saat ikatan aspal dan agregat longgar karena air, kendaraan yang lewat akan memberi beban yang akan merusak ikatan tersebut dan permukaan jalan pada akhirnya. Tipikal kerusakan karena pengaruh air adalah lubang. Sekali lubang terbentuk maka air akan tertampung di dalamnya sehingga dalam hitungan minggu lubang yang semua kecil dapat membesar dengan cepat. (Wibowo, 2010)

Permeabilitas adalah sifat yang menunjukkan kemampuan material untuk meloloskan zat cair (fluida) baik udara maupun air. Rongga sangat penting dan memberi pengaruh terhadap permeabilitas di dalam perkerasan yang dapat mengakibatkan oksidasi dan penguapan pada bahan ikatannya. (Aribowo, 2003)

Permeability of hot mix asphalt (HMA) is a property that is important to the pavement’s durability. Measuring permeability along with density will give a better indication of a pavement’s durability than density alone. The presence of water for extended periods of time in the pavement is directly linked to early deterioration. Permeability or the hydraulic conductivity of the pavement, defined as the rate of flow of a fluid through a material under a unit head, is usually based on Darcy’s Law. Kovacs further refined the method to include the properties of the transported fluid. (Harris, 2007)

Pratika Riris Putrianti (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh keberadaan air pada pemadatan campuran Hot rolled Sheet (HRS) terhadap karakteristik Marshall dan Indirect Tensile Strength (ITS). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh keberadaan air pada saat pemadatan campuran Hot Rolled Sheet (HRS) ditinjau dari nilai karakteristik Marshall dan Indirect Tensile Strength (ITS) serta mengetahui presentase nilai keberadaan air masih

commit to user

yaitu terdiri atas pengujian kadar optimum aspal mengunakan metode Marshall. Data yang diperoleh berupa data karakteristik Marshall terhadap keberadaan air dengan kadar air sebesar 0%; 0,5%; 1%; 1,5%; 2% terhadap berat total campuran dan begitu pula dengan data ITS. Dari hasil pengujian semakin banyaknya prosentase kadar air maka semakin menurun nilai rata-rata karakteristik marshall yaitu stabilitas sebesar 30,55%, flow 36,91%, VIM 19,88%, dan MQ 46,64% dan begitu pula dengan nilai ITS menurun sebesar 68,99%.

Rezy fahriandani (2010) melakukan penelitian tentang kajian permeabilitas pada Asphalt Conrete (AC) campuran panas dengan bahan tambah asbuton butir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai koefisien permeabilitas dalam hal ini menggunakan Asphalt Concrete (AC) campuran panas dengan/tanpa bahan tambah asbuton butir, mengetahui pola hubungan antara kadar aspal dengan koefisien permeabilitas dan pola hubungan kadar asbuton butir dengan koefisien permeabilitas pada OBC mix serta mengetahui hubungan pola hubungan koefsien permeabilitas pada OBC mix dengan karakteristik campuran lainnya yaitu, porositas dan densitas.

Penelitian ini membuat Asphalt Concrete (AC) campuran panas dengan penambahan asbuton butir 0%, 2%, 3%, 4% dan 5% dengan tipe asbuton butir 5/20. Benda uji dibuat masing-masing 12 buah. Setelah itu dilakukan pengujian dengan menggunakan alat uji permeabilitas AF-16 untuk mendapatkan nilai koefisien permeabilitas (k). Dari hasil penelitian didapat penambahan asbuton butir dalam campuran diperoleh nilai koefisien permeabilitas dari kadar aspal optimum berturut-turut 4,389x10 -4 cm/dt, 7,003x10 -4 cm/dt, 8,340x10 -4 cm/dt, 8,985x10 -4 cm/dt dan 9,649x10 -4 cm/dt dengan kategori poor drainage. Diperoleh pula hubungan dimana kadar aspal berbanding terbalik dengan koefisien permeabilitas dan kadar asbuton butir berbanding lurus dengan koefisien

commit to user

berbanding lurus dengan koefisien permeabilitas pada OBC mix dengan R 2 =0,8046

dan r=0,897 serta densitas berbanding terbalik dengan koefisien permeabilitas

pada OBC mix dengan koefisien permeabilitas dengan R 2 =0,982 dan r=0,991.

Penelitian yang penulis lakukan berbeda dengan penelitian yang dilakukan Prastika Riris Putrianti dan Rezy Fahriandani. Penulis melakukan penelitian ini pada intinya untuk mendapatkan nilai koefisien permeabilitas (k) namun yang ditinjau adalah pengaruh variasi penambahan kadar air terhadap pemadatan Asphalt Concrete (AC) pada Optimum Bitumen Contain (OBC). Dalam penelitian ini membuat campuran Asphalt Concrete (AC) pada OBC yang sebelumnya didapat dari pengujian Marshall dengan penambahan variasi kadar air perkiraan yaitu 1%, 2%, 3%, 4%, 5% dari berat campuran aspal dengan masing – masing 3 buah benda uji. Setelah itu sampel diuji permeabilitas dengan alat uji permeabilitas tipe AF-16. Permeabilitas campuran asphalt concrete (AC) dapat diukur dengan nilai yang menunjukan nilai permeabilitas atau sebagai koefisien permeabilitas (k) (cm/detik). Batasan dalam penelitian ini koefisien permeabilitas hasil pengujian tidak boleh lebih besar dari 1,0 x 10 -4 cm/detik dengan kategori poor drainage artinya perkerasan masih dalam kondisi yang cukup kedap terhadap air bagi perkerasan Asphalt Concrete (AC).

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Asphalt Concrete (AC)

Asphalt Concrete (AC) adalah campuran panas yang merupakan salah satu jenis lapis konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran antara agregat gradasi menerus dan aspal sebagai bahan pengikat pada suhu tertentu, sedangkan filler atau mineral pengisi rongga udara pada campuran aspal semen dengan agregat, antara lain semen portland, debu batu kapur/karang yang

commit to user

aspal sehingga diperoleh kemudahan untuk mencampurnya maka kedua material harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum dicampur yang dikenal sebagai “ hot mix “. Pekerjaan pencampuran dilakukan di pabrik pencampur kemudian dibawa ke lokasi dan dihampar dengan menggunakan alat penghampar (paving machine) sehingga diperoleh lapisan lepas yang seragam dan merata untuk selanjutnya dipadatkan dengan mesin pemadat dan akhirnya diperoleh lapisan padat AC (Sukirman, 1999)

2.2.2. Klasifikasi Asphalt Concrete (AC)

Berdasarkan fungsinya Asphalt Concrete (AC) campuran panas dapat diklasifikasikan sebagai berikut : · Sebagai lapis permukaan yang tahan terhadap cuaca, gaya geser, dan tekanan

roda serta memberikan lapis kedap air yang dapat melindungi lapis di bawahnya dari rembesan air.

· Sebagai lapis pondasi atas. · Sebagai lapis pembentuk pondasi, jika dipergunakan pada pekerjaan

peningkatan atau pemeliharaan jalan.

Sesuai dengan fungsinya maka lapis AC mempunyai kandungan agregat dan aspal yang berbeda. Sebagai aspal aus, maka aspal yang dikandungnya haruslah cukup sehingga dapat memberikan lapisan kedap air. Agregat yang dipergunakan lebih halus dibandingkan dengan AC yang berfungsi sebagai lapis pondasi.

2.2.3. Karakteristik Asphalt Concrete (AC)

· Stabilitas, adalah kemampuan perkerasan aspal menerima baban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap, seperti gelombang, alur dan bleeding. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas AC adalah :

commit to user

butiran gregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal.

2. Kohesi yang merupakan gaya ikat aspal yang berasal dari daya lekatnya, sehingga mampu memelihara tekanan kontak antar butir agregat.

· Keawetan/durabilitas, adalah kemampuan AC menerima repetisi beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dengan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh suhu dan iklim

· Kelenturan/fleksibilitas adalah kemampuan AC untuk menyesuaikan diri akibat penurunan dan pergerakan dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadinya retak

· Ketahan terhadap kelelahan/Fatique reistance, adalah kemampuan AC menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan retak

· Kekesatan/tahanan geser/Skid resistance, adalah kemampuan permukaan AC terutama kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan sehinga kendaraan tidak tergelincir atau slip

· Kedap air/impermeabilitas, adalah kemampuan AC untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara kedalam lapisan.

· Mudah dilaksanakan/workability, adalah kemampuan campuran AC untuk mudah dihamparkan dan dipadatkan. Tingkat workability menentukan tingkat efisiensi pekerjaan.

commit to user

2.2.4.1. Agregat Kasar

Agregat kasar harus terdiri dari batu pecah atau kerikil pecah yang bersih, kering, kuat, awet dan bebas dari bahan lain yang mengganggu serta memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Keausan pada 500 putaran (PB.0206-76 Manual Pemeriksaaan Bahan Jalan) : maksimum 40%.

b. Kelekatan dengan aspal (PB.0205-76 MPBJ) : minimum 95%.

c. Jumlah berat butiran tertahan saringan No. 4 yang mempunyai paling sedikit dua bidang pecah (visual) : minimum 50% (khusus untuk kerikil pecah)

d. Indeks kepipihan/kelonjongan butir tertahan 9,5 mm atau 3/8” (BS-812) : maksimum 25%.

e. Penyerapan air (PB.0202-76 MPPBJ) : Maksimum 3%.

f. Berat jenis curah (bulk) (PB.0202-76 MPBJ) : Minimum 2,5.

g. Bagian yang lunak (AASHTO T-189) : Maksimum 5%. Sumber : SNI 03-1737-1989

2.2.4.2. Agregat Halus

a. Agregat halus harus terdiri dari pasir alam atau pasir buatan atau pasir terak atau gabungan daripada bahan-bahan tersebut.

b. Agregat halus harus bersih, kering, kuat, bebas dari gumpalan - gumpalan lempung dan bahan-bahan lain yang mengganggu serta terdiri dari butir-butir yang bersudut tajam dan mempunyai permukaan yang kasar.

c. Agregat halus yang berasal dari batu kapur pecah hanya boleh digunakan apabila dicampur dengan pasir alam dalam perbandingan yang sama kecuali apabila pengalaman telah menunjukkan bukti bahwa bahan tersebut tidak mudah licin oleh lalu lintas.

commit to user

batuan induk yang memenuhi persyaratan Agregat Kasar kecuali persyaratan c dan d.

e. Agregat halus harus mempunyai ekivalen pasir minimum 50%.

2.2.4.3. Bahan Pengisi/ Filler

a. Apabila diperlukan, bahan pengisi harus terdiri dari abu batu, abu batu kapur, kapur padam, semen (PC) atau bahan non plastis lainnya.

b. Bahan pengisi harus kering dan bebas dari bahan lain yang mengganggu dan apabila dilakukan pemeriksaan analisa saringan secara basah, harus memenuhi gradasi sebagai berikut:

Tabel 2.1 Gradasi Bahan Pengisi

Ukuran Saringan

Presentase Berat yang Lolos

No. 30 (0,590 mm) No. 50 (0,279 mm)

No. 100 (0,149 mm) No. 200 (0,074 mm)

65 – 100 Sumber : SNI 03-1737-1989

2.2.4.4. Agregat Campuran

a. Agregat campuran harus mempunyai gradasi yang menerus mulai dari butir yang kasar sampai yang halus, dan apabila diperiksa dengan cara PB.0201-76 MPBJ harus memenuhi salah satu gradasi sebagaimana yang tercantum pada Tabel 2.

b. Agregat campuran yang diperoleh melalui pencampuran menurut proporsi yang diperlukan untuk rumusan campuran kerja, harus mempunyai ekivalen pasir yang tidak kurang dari 50% (AASHTO T 176).

commit to user

Tabel 2.2 Batas – Batas Gradasi Menerus Agregat Campuran

Sumber : SNI 03-1737-1989 Catatan : No. Campuran : I, III, IV, VI, VII, VIII, IX, X dan XI digunakan untuk lapis

permukaan. No. Campuran : II, digunakan untuk lapis permukaan, perata (leveling) dan lapis

antara (binder). No. Campuran : V, digunakan untuk lapis permukaan dan lapis antara (binder).

Penelitian ini menggunakan gradasi menerus agregat campuran No. IV seperti pada Tabel 2.3 sesuai dengan Standar Nasional Indonesia menurut Dirjen Bina Marga 1989.

I II III

IV V VI VII VIII IX X XI Kasar Kasar Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat 20-40 25-50 20-40 25-50 40-65 50-75 40-50 20-40 40-65 40-65 40-50

1 1/2" 38,1 mm

100

- - - 1" 25,4 mm

100 90-100 -

100 100 - 3/4" 19,1 mm

100

100 80-100 82-100 100

- 85-100 85-100 100 1/2" 12,7 mm 100 75-100 100 80-100 -

72-90 80-100 100

- - - 3/8" 9,52 mm 75-100 60-85 80-100 70-90 60-80 -

- 65-85 56-78 74-92 No.4 4,76 mm 35-55 35-55 55-75 50-70 48-65 52-70 54-72 62-80 45-65 38-60 48-70 No.8 2,38 mm 20-35 20-35 35-50 35-50 35-50 40-56 42-58 44-60 34-54 27-47 33-53 No.30 0,59 mm 10-22 10-22 18-29 18-29 19-30 24-36 26-38 28-40 20-35 13-28 15-30 No.50 0,279 mm 6-16 6-16 13-23 13-23 13-23 16-26 18-28 20-30 16-26 9-20 10-20 No.100 0,149 mm 4-12 4-12 8-16 8-16 7-15 10-18 12-20 12-20 10-18 -

- No.200 0,074 mm 2-8

2-8 4-10 4-10 1-8 6-12 6-12 6-12 5-10 4-8 4-9

Ukuran Saringan

No. Campuran Gradasi/Tekstur Tebal Padat (mm)

% Berat Yang Lolos saringan

commit to user

Tabel 2.3. Batas Gradasi Menerus Agregat Campuran No IV SNI 03-1737-1989

Diameter Saringan (mm) % Lolos Saringan

4 – 10 Sumber : SNI 03-1737-1989

2.2.4.5 Aspal

Aspal untuk Asphalt Concrete (AC) harus terdiri dari aspal keras penetrasi 60/70 atau 80/100 yang seragam, tidak mengandung air, bila dipanaskan sampai suhu 175 o

C tidak berbusa, dan memenuhi syarat sebagaimana tercantum pada Tabel

2.4.

commit to user

Jenis Pemeriksaan

Cara Pemeriksaan

Min Mak 1. Penetrasi (25 o C5 detik)

PA.0301-76

60 79 80 99 0,1 mm

2. Titik Lembek (ring ball)

PA.0302-76

48 58 46 54 oC

3. Titik Nyala (Clev.open cup)

PA.0303-76

200

225 - oC

4. Kehilangan Berat (163oC, 5 jam)

5. Kelarutan (C2 11CL3

PA.0305-76

99 -

99 - % berat

6. Daktilitas (25oC, 5cm/menit)

PA.0301-76

7. Penetrasi setelah kehilangan berat *)

PA.0301-76

54 -

50 - % semula

8. daktilitas setelah kehilangan berat *)

PA.0306-76

50 -

75 - Cm

9. Berat Jenis

PA.0307-76

1 - Gr/cc Sumber : SNI 03-1737-1989

2.3. Perencanaan Campuran ( Mix Design)

Lapisan aspal yang baik haruslah memenuhi 4 (empat) syarat yaitu stabilitas, durabilitas, fleksibilitas dan tahanan geser (skid resistance). Jika menggunakan gradasi rapat (dense graded) akan menghasilkan kepadatan yang baik, berarti

commit to user

sehingga memberikan kelenturan (fleksibility) yang kurang baik dan akibat tambahan pemadatan dari repetisi beban lalu lintas serta aspal yang mencair akibat pengaruh cuaca akan memberikan tahanan geser yang kecil. Sebaliknya jika menggunakan gradasi terbuka (open graded), akan diperoleh kelenturan yang baik tetapi stabilitas kurang. Kadar aspal yang terlalu sedikit akan mengakibatkan kurangnya lapisan pengikat antar butir, lebih – lebih jika kadar rongga yang dapat diresapi aspal besar. Hal ini akan mengakibatkan lapisan pengikat aspal akan cepat lepas dan durabilitas berkurang. Kadar aspal yang tinggi akan mengakibatkan kelenturan yang baik tetapi dapat terjadi bleeding sehingga stabilitas dan tahanan geser berkurang. Untuk itu haruslah direncanakan campuran antara agregat dan aspal seoptimal mungkin sehingga dihasilkan lapisan perkerasan dengan kualitas yang tinggi yang meliputi gradasi agregat (dengan memperhatikan mutunya) dan kadar aspal sehingga dihasilkan lapisan perkerasan yang memenuhi persyaratan tentang stabilitas, durabilitas, fleksibilitas, dan tahanan geser. Yang perlu diperhatikan adalah jika agregat dicampur dengan aspal maka:

- Partikel – partikel antar agregat akan terikat satu sama lain oleh aspal. - Rongga – rongga agregat ada yang terisi aspal dan ada pula yang terisi udara. - Terdapat rongga antar butir yang terisi udara. - Terdapat lapisan aspal yang ketebalannya tergantung dari kadar aspal yang

dipergunakan untuk menyelimuti partikel–partikel agregat.

Dari hasil mix design diharapkan diperoleh suatu lapisan perkerasan yang mempunyai karakteristik sebagai berikut :

- Kadar aspal cukup memberikan kelenturan. - Stabilitas cukup memberikan kemampuan memikul beban sehingga tak

terjadi deformasi yang merusak. - Kadar rongga cukup memberikan kesempatan pemadatan tambahan akibat

beban berulang dan flow dari aspal.

commit to user

- Dapat memberikan kemudahan kerja (workability) sehingga tidak terjadi segregasi.

- Dapat menghasilkan campuran yang akhirnya menghasilkan lapis perkerasan yang sesuai dengan persyaratan dalam pemilihan lapis perkerasan pada tahap perencanaan.

Dalam membuat rancangan campuran rencana (mix design) lakukan rancangan dan pemadatan marshall sampai membal (refusal). Berdasarkan RSNI 03-1737- 1989 perkiraan awal kadar aspal rancangan dapat diperoleh dari rumus di bawah ini :

Pb = 0,035 (% CA) + 0,045 (% FA) + 0,18 (% filler) + konstanta Keterangan : Pb

= kadar aspal perkiraan; CA = agregat kasar tertahan saringan No.8; FA = agregat halus lolos saringan No.8 dan tertahan saringan No. 200;

Filler = agregat halus lolos saringan No.200; Nilai konstanta sekitar 0,5 sampai dengan 1,0 untuk AC dan HRS.

Buatlah benda uji dengan kadar aspal yang dibulatkan mendekati 0,5%, dengan tiga kadar aspal di atas dan dua kadar aspal di bawah kadar aspal perkiraan awal. (Contoh, bilamana rumus memberikan nilai 5,7%, dibulatkan menjadi 5,5%, buatlah benda uji dengan kadar aspal 5,5%, dengan tiga kadar aspal di atas adalah 6%, 6,5% dan 7% serta dua kadar aspal di bawah adalah 4,5% dan 5%).

2.4. Pengujian Campuran Panas Asphalt Concrete (AC)

2.4.1. Pengujian Marshall

Pengujian Marshall adalah pengujian terhadap benda uji campuran panas untuk menentukan nilai kadar aspal optimum dan karakteristik campuran dengan cara mengetahui nilai flow, stabilitas, dan Marshall Quotient.

commit to user

memenuhi pers yaratan campuran lapis aspal beton yang tercantum pada tabel 2.5

Tabel 2.5. Persyaratan Campuran Lapis Aspal Beton

Sifat Campuran

LL Berat (2x75 tumbukan)

Min

Mak Stabilitas (kg)

550

Kelelehan (mm)

2,0

4,0

Stabilitas/Kelelehan (kg/mm)

200

350

Rongga dalam campuran (%)

Rongga dalam agregat (%) Lihat tabel 2.6. Indeks perendaman (%)

75 -

Sumber : SNI 03-1737-1989

Tabel 2.6. Presentase Minimum Rongga Dalam Campuran Ukuran Maksimum Nominal Agregat

Prosentasi Minimum Inchi Rongga dalam Agregat mm

11,0 Sumber : SNI 03-1737-1989

commit to user

Stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi akibat beban yang bekerja, tanpa mengalami deformasi permanen seperti gelombang, alur ataupun bleeding dinyatakan dalam satuan kg atau lb. Nilai stabilitas diperoleh dari hasil pembacaan langsung pada alat Marshall Test sewaktu melakukan pengujian Marshall. Stabilitas terjadi dari hasil geseran antar butir, penguncian antar partikel dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Dengan demikian stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan penggunaan agregat dengan gradasi yang rapat, agregat dengan permukaan kasar dan aspal dalam jumlah yang cukup. Nilai stabilitas terkoreksi dihitung dengan rumus :

S=q × C × k × 0,454 …....................…………..................…………... (Rumus 2.1) Dimana :

S = nilai stabilitas terkoreksi (kg) q

= pembacaan stabilitas pada dial alat Marshall (lb) k

= faktor kalibrasi alat

C = angka koreksi ketebalan 0,454 = konversi beban dari lb ke kg

2.4.1.2. Flow

Flow dari pengujian Marshall adalah besarnya deformasi vertikal sampel yang terjadi mulai saat awal pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum sehingga sampel sampai batas runtuh dinyatakan dalam satuan mm atau 0,01 mm. Nilai flow yang tinggi mengindikasikan campuran bersifat plastis. Pengukuran flow bersamaan dengan pengukuran nilai stabilitas Marshall. Nilai flow juga diperoleh dari hasil pembacaan langsung pada alat Marshall Test sewaktu melakukan pengujian Marshal.

commit to user

Merupakan perbandingan antara stabilitas dengan kelelahan plastis (flow) yang merupakan indikator kelenturan yang potensial terhadap keretakan dan dinyatakan dalam kg/mm.

MQ = F

S …………….....…………………….................…...…...........(Rumus 2.2)

Dimana : MQ

= Marshall Quotient (kg/mm) S = nilai stabilitas terkoreksi (kg)

F = nilai flow (mm)

2.4.1.4. Densitas

Densitas menunjukkan kepadatan pada campuran perkerasan. Gradasi agregat, kadar aspal dan pemadatan akan mempengaruhi tingkat kepadatan perkerasan lentur. Besarnya nilai densitas diperoleh dari rumus :

D= ( ) Ww Ws

Wdry -

x γ air............………….........................…...…......…(Rumus 2.3) Dimana :

D = densitas ( gr/cm 3 )

Wdry = berat kering (gram ) Ws

= berat jenuh (gram ) Ww

= berat dalam air ( gram ) γ air

= berat jenis air ( gr/cm 3 )

2.4.1.5. Spesific Gravity Campuran

Spesific Grafity Campuran adalah berat campuran untuk setiap volume (dalam gr/cm³). Dihitung berdasarkan persen berat tiap komponen dan spesific grafity tiap

commit to user

(SGmix) diperoleh dari rumus berikut :

Dimana: %Wak

: persen berat agregat kasar

(%)

% Wah

: persen berat aspal halus

(%)

% Wb

: persen berat aspal

(%)

%Wf

: persen berat filler

(%)

SGagk

: Specific Grafity agregat kasar ( gr/cm 3 )

SGagh

: Specific Grafity agregat halus ( gr/cm 3 )

SGb

: Specific Grafity aspal

( gr/cm 3 )

SGf

: Specific Grafity filler

( gr/cm 3 )

2.4.1.6. Porositas (Void In Mix)

Porositas (Void In Mix) adalah kandungan udara yang terdapat pada campuran perkerasan, baik yang dapat mengalirkan air maupun yang tidak dapat mengalirkan air. Besarnya porositas dapat diperoleh dengan rumus berikut :

VIM ……………………...…....................….(Rumus 2.5)

Dimana : VIM

: Porositas (VIM) spesimen (%)

D : Densitas benda uji yang dipadatkan (gr/cm 3 ) SGmix : Specific grafity campuran (gr/cm 3 )

commit to user

Permeabilitas sendiri adalah sifat yang menunjukkan kemampuan material untuk meloloskan zat alir (fluida) baik udara maupun air. Permeabilitas mempengaruhi durabilitas dan stabilitas campuran aspal. Ukuran permeabilitas ada dua yaitu

permeabilitas sebagai K (cm 2 ) dan koefisien permeabilitas k (cm/detik). Hubungan antara nilai K dan koefisien k adalah :

k = K.

atau K = k.

.............................................................................(Rumus 2.6)

Dengan :

: Berat jenis zat alir (gr/cm 2 ) : Viskositas zat alir (gr.detik/cm 2 )

: Permeabilitas (cm 2 )

k : Koefisien permeabilitas (cm/detik)

Permeabilitas campuran Asphalt Concrete (AC) dapat diukur dengan nilai yang menunjukan nilai permeabilitas atau sebagai koefisien permeabilitas (k). (cm/detik). Nilai koefisien permeabilitas dapat didekati dengan persamaan empiris yang sudah banyak digunakan dari analisis hidrolika. Menurut formula yang diturunkan dari hukum Darcy dalam Fahriandani (2010) adalah sebagai berikut :

q = k.i.A ........................................................................................(Rumus 2.7) Rumus diatas diturunkan menjadi :

K=

ú.

........................................................................................(Rumus 2.8) K= ...

..

........................................................................................(Rumus 2.9)

commit to user

q=

= Debit rembesan (cm 2 /detik)

V = Volume rembesan (cm 2 )

T = Lama waktu rembesan terukur (detik)

i = = Gradien hidrolik, parameter tak berdimensi

h=

2 fú̊

= Selisih tinggi tekanan total, (cm)

P = Tekanan air pengujian, (kg/cm 2 ) γair = 0,001 kg/cm 3

A = Luas penampang benda uji yang dilalui q, (cm 2 )

Berdasarkan koefisien permeabilitas, campuran Asphalt Concrete (AC) dapat diklasifikasikan menurut derajat permeabilitas. Mullen (1967) dalam Fahriandani (2010) menetapkan pembagian aspal berdasarkan permeabilitas seperti Tabel 2.7.

Tabel 2.7. Klasifikasi Campuran Aspal Berdasarkan Angka Permeabilitas.

k (cm/detik)

Impervious Practically Impervious Poor Drainage Fair Drainage Good Drainage Sumber : Mullen (1967) dalam Fahriandani (2010)

commit to user

2.5.1. Analisis Regresi

Bila terdapat suatu data yang terdiri atas dua atau lebih variabel, adalah sewajarnya untuk mempelajari cara bagaimana variabel-variabel itu saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Hubungan yang didapat pada umumnya dinyatakan dalam bentuk persamaan matematik yang menyatakan hubungan fungsional antara variabel-variabel. Dengan analisis regresi kita bisa memprediksi perilaku dari variabel terikat dengan menggunakan data variabel bebas. Dalam analisis regresi ada dua jenis variabel, yaitu:

1. Variabel bebas (x), yaitu variabel yang keberadaannya tidak dipengaruhi oleh variabel lain. Dalam hal ini adalah kadar aspal dan kadar air.

2. Variabel tidak bebas (y), yaitu variabel yang keberadaannya dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam hal ini adalah nilai marshall dan koefisien permeabilitas.

Analisis regresi ini diperoleh dari bentuk persamaan linier y=b+ax dan polynomial

y=ax 2 +bx+c, persamaan garis regresi ini diperoleh dari sekumpulan data yang kemudian disusun menjadi diagram pencar (scater). Langkah-langkah untuk menentukan persamaan garis regresi ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. M engumpulkan data dari variabel yang dibutuhkan misalnya x sebagai variabel bebas dan y sebagai variabel tidak bebas.

2. Menggambarkan titik-titik pasangan (x,y) dalam sebuah sistem koordinat bidang. Hasil dari gambar itu disebut Scatter Diagram (Diagram Pencar/Tebaran) dimana dapat dibayangkan bentuk kurva halus yang sesuai dengan data. Kegunaan dari diagram pencar adalah membantu menunjukkan apakah terdapat hubungan yang bermanfaat antara dua variabel dan

commit to user

kedua variabel tersebut.

3. Menentukan persamaan garis regresi dengan mencari nilai-nilai koefisien regresi dan koefisien korelasi dengan bantuan Microsoft Excel.

2.5.2. Teori Korelasi

Teknik korelasi merupakan teknik analisis yang melihat kecenderungan pola dalam satu variabel berdasarkan kecenderungan pola dalam variabel yang lain. Maksudnya, ketika satu variabel memiliki kecenderungan untuk naik maka kita melihat kecenderungan dalam variabel yang lain apakah juga naik atau turun atau tidak menentu. Jika kecenderungan dalam satu variabel selalu diikuti oleh kecenderungan dalam variabel lain, kita dapat mengatakan bahwa kedua variabel ini memiliki hubungan atau korelasi. Jika data hasil pengamatan terdiri dari banyak variabel , ialah beberapa kuat hubungan antara-antara variabel itu terjadi. Dalam kata-kata lain perlu ditentukan derajat hubungan antara variabel-variabel. Ada dua pengukuran korelasi, yaitu coefficient of determination (koefisien determinasi) dan coefficient of correlation (koefisien korelasi).

2.5.2.1. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui prosentase kekuatan hubungan antara variabel terikat (koefisien permeabilitas) dengan variabel bebas

(kadar air). Batasan nilai koefisien determinasi (R 2 ) berkisar antara 0 ≤ R 2 ≤ 1.

Nilai koefisien determinasi dapat dihitung dari persamaan regeresi, namun dengan

bantuan Microsoft Excel nilainya dapat langsung diketahui. Koefisien

determinasi dapat juga diartikan sebagai ukuran ketepatan garis regresi yang diperoleh dari hasil pendugaan terhadap penelitian.

commit to user

Koefisien korelasi digunakan untuk menentukan kategori hubungan antara variabel bebas dan variabel tidak bebas. Adapun rumus mencari koefisien korelasi (r) adalah sebagai berikut:

= √ ...............................................................................................(Rumus 2.10) Dimana: r

= koefisien korelasi R 2 = koefisiean determinasi

Indeks/bilangan yang digunakan untuk menentukan kategori keeratan hubungan berdasarkan nilai r adalah sebagai berikut:

a. 0 ≤ r ≤ 0,2 maka korelasi lemah sekali

b. 0,2 ≤ r ≤ 0,4 maka korelasi lemah

c. 0,4 ≤ r ≤ 0,7 maka korelasi cukup kuat

d. 0,7 ≤ r ≤ 0,9 maka korelasi kuat

e. 0,9 ≤ r ≤ 1 maka korelasi sangat kuat

commit to user

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk mendapatkan data. Data tersebut diolah untuk mendapatkan suatu hasil perbandingan dengan syarat – syarat yang ada. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3.2. Waktu Penelitian