PENGARUH WORKSHOP PENDIDIKAN INKLUSIF TERHADAP KOMPETENSI GURU MENANGANI KELAS INKLUSIF DI KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2012
PENGARUH WORKSHOP PENDIDIKAN INKLUSIF TERHADAP KOMPETENSI GURU MENANGANI KELAS INKLUSIF DI KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2012 SKRIPSI
Oleh: EKA RATNAWATI
K5108027
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Juli 2012
commit to user
commit to user
PENGARUH WORKSHOP PENDIDIKAN INKLUSIF TERHADAP KOMPETENSI GURU MENANGANI KELAS INKLUSIF DI KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2012
Oleh : EKA RATNAWATI K5108027 SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Juli 2012
commit to user
commit to user
commit to user
MOTTO
Kesuksesan tidak akan pernah datang bagi orang yang hanya menunggu tanpa berbuat, kesuksesan hanya bagi orang yang selalu berbuat untuk mewujudkan apa yang diinginkan #
(Penulis)
Keluhanmu tidak akan membuatmu keluar dari masalah, tapi usahamu yang akan membuatmu keluar dari masalah # (Penulis)
commit to user
PERSEMBAHAN
Seiring rasa syukurku pada-Mu, kupersembahkan karya ini untuk: Ayah dan ibuku tercinta
Terimakasih atas doamu yang tiada terputus, pengorbanan yang tiada henti, dan kasih sayang yang tiada terbatas serta nasehat dan dukungan yang kalian berikan selama ini. Aku sayang kalian berdua.
Suami dan anakku tercinta
Terimakasih karena senantiasa memberikan doa, kasih sayang, keceriaan, dan selalu ada disampingku baik disaat suka dan duka,maupun disaat kusehat dan kusakit. Kalian adalah semangat bagiku, aku sayang kalian.
Adikku tersayang
Terimakasih untuk doa, dukungan, semangat, dan keceriaan yang
diberikan. Priske Widyastuti
Terimakasih selama ini telah menjadi sahabat yang baik yang mau mendengarkan keluh kesahku, semoga persahabatan kita tak kan pernah
berakhir.
Rekan-rekan yang melakukan penelitian bersama di Wonogiri Terimakasih atas kerjasama kalian semua.
Teman-teman PLB angkatan 2008 Almamater
commit to user
ABSTRAK
Eka Ratnawati. PENGARUH WORKSHOP PENDIDIKAN INKLUSIF
TERHADAP KOMPETENSI GURU MENANGANI KELAS INKLUSIF DI
KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2012 . Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh workshop pendidikan inklusif terhadap kompetensi guru dalam menangani kelas inklusif di Kabupaten Wonogiri tahun 2012.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain One group pre test-post test design, dimana sekelompok subyek dikenai perlakuan untuk jangka waktu tertentu, dan pengaruh perlakuan diukur dari perbedaan antara pengukuran awal (pre test) dan pengukuran akhir (post test). Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah guru umum sekolah dasar dengan perwakilan 2 orang guru dari setiap kecamatan di Wonogiri yang berjumlah 50 guru. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik skala, yaitu skala likert untuk mengukur kompetensi guru. Penelitian ini menggunakan metode analisis statistik parametrik, yaitu T- Test for correlated means atau Paired-Samples T -Test.
Dari hasil analisis deskriptif dapat diperoleh nilai rata-rata post test lebih besar yaitu 372,56 daripada nilai rata-rata pre test 334,82. Hasil analisis parametrik diperoleh nilai dengan P = 0.000 < α = 0,05. Kesimpulan penelitian menyatakan bahwa ada pengaruh secara signifikan pelaksanaan workshop pendidikan inklusif terhadap kompetensi guru menangani kelas inklusif di Kabupaten Wonogiri tahun 2012.
Kata kunci: workshop pendidikan inklusif, kompetensi guru
commit to user
ABSTRACK
EkaRatnawati. WORKSHOP ON THE INFLUENCE OF INCLUSIVE
EDUCATION TEACHER COMPETENCE IN DEALING WITH CLASS
INCLUSIVE WONOGIRI YEAR 2012. Thesis, Faculty of Teacher Training and Education Surakarta Sebelas Maret University. July 2012.
The purpose of this study was to determine the effect of inclusive education workshop on teacher’s competence in managing the inclusive classroom in Wonogiri 2012.
This study used an experiment method with a One group pre test-post test design, where a group of subjects was treated for a certain period, and the effect of treatment was measured from the difference of pre test and post test. In this study the sample used primary school teachers with two representatives from each district in Wonogiri which account for 50 teachers. Data collection techniques use the technique of Likert scale to measure teacher’s competence. This study used a parametric statistical analysis, the T-test for correlated means or Paired-Samples T-Test.
the descriptive analysis of the data showed a mean value of 372.56 is post test greater than the mean of pre test 334.82. The results of parametric analysis of values obtained with P=0.000 < α = 0,05. The study shows that there is significant influence of the implementation of inclusive education workshop on teacher’s competence to manage Wonogiri inclusive classroom in the district in 2012.
Key words: workshop on inclusive education, teacher competence
commit to user
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Ataskehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan
skripsi
dengan judul “PENGARUH WORKSHOP PENDIDIKAN
INKLUSIF
TERHADAP
KOMPETENSI GURU
MENANGANI KELAS INKLUSIF DI KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2012”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Luar Biasa, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, penulis sampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini;
2. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini;
3. Drs. Amir Fuady, M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini;
4. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP
UNS Surakarta, yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi;
5. Drs. Hermawan, M. Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Luar Biasa FKIP UNS dan Pembimbing akademik yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi serta memberikan arahannya;
commit to user
6. Prof. Drs. Sunardi, M.Sc, Ph.D, selaku Pembimbing I yang dengan sabar telah memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;
7. Dewi Sri Rejeki, S.Pd, M.Pd, selaku Pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis menyelesaikan skripsi ini;
8. Segenap Bapak/Ibu dosen Program Studi Pendidikan Luar Biasa yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, sehingga peneliti mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini;
9. Berbagai pihak yang telah membantu peneliti demi lancarnya penulisan skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan penulis. Dengan segala rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pengembang ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan pada umumnya.
Surakarta,
Juli 2012
Penulis
commit to user
1. Hasil Penelitian…………………………………………….. 57
a. Data Kompetensi Guru Sebelum Perlakuan…………..
58
b. Data Kompetensi Guru Setelah Perlakuan……………
60
B. Pengujian Hipotesis …………………………………………... 62
C. Pembahasan Hasil Penelitian………………………………….. 63
BAB V KESIMPULAN, IMPIKASI DAN SARAN.......................................
65
A. Kesimpulan ……………………………………………………
65
B. Implikasi ………………………………………………………
65
C. Saran…………………………………………………………...
66
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 67 LAMPIRAN………………………………………………………………….
70
commit to user
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Jadwal Waktu Penelitian……………............................................. 42 Tabel 3.2. Desain Penelitian One Group Pre test-post test .............................. 43 Table 3.3. Kisi-Kisi Instrumen......................................................................... 52 Tabel 4.1. Deskriptif Statistik................................................................. ......... 58 Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Nilai Pre test ................................................. 58 Tabel 4.3. Deskriptif Statistik .......................................................................... 60 Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Nilai Post test................................................. 60 Tabel 4.5. Ringkasan Hasil Deskriptif Data Niai Pre test dan Post test .......... 62 Tabel 4.6. Perhitungan Analisis data ............................................................... 62 Tabel 4.7. Hasil Tes Statistik .......................................................................... 62
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ............................................................ 40
commit to user
DAFTAR GRAFIK
Grafik.4.1. Grafik Histogram Kompetensi Guru sebelum Perlakuan…….. 59 Grafik.4.2. Grafik Histogram Kompetensi Guru setelah Perlakuan………… 61
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kisi-kisi Angket/Skala ................................................................ 70 Lampiran 2. Skala Kompetensi Guru............................................................... 84 Lampiran 3. Data Guru yang Mengikuti Workshop ........................................ 97 Lampiran 4. Data Sekolah yang Mewakili Kecamatan dalam Workshop ....... 99 Lampiran 5. Data nilai pre test dan post test.................................................... 100 Lampiran 5. Perhitungan Uji T-Test…………………………………… ........ 102 Lampiran 6. Perhitungan Analisis Data Pre Test ............................................. 103 Lampiran 7. Perhitungan Analisis Data Post Test .......................................... 105 Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian............................................................... 107
commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal 5 Ayat 1 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa ”Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan.
Selama ini, pendidikan bagi anak berkelainan disediakan dalam tiga macam lembaga pendidikan, yaitu Sekolah Berkelainan (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. SLB, sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis kelainan yang sama, sehingga ada SLB Tunanetra, SLB Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan SLB Tunaganda. Sedangkan SDLB menampung berbagai jenis anak berkelainan, sehingga di dalamnya mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan/atau tunaganda. Sedangkan pendidikan terpadu adalah sekolah biasa yang juga menampung anak berkelainan, dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar mengajar yang sama. Namun selama ini baru menampung anak tunanetra, itupun perkembangannya kurang menggembirakan karena banyak sekolah umum yang keberatan menerima anak berkelainan.
Pada umumnya lokasi SLB berada di Ibu Kota Kabupaten. Padahal anak- anak berkelainan tersebar hampir di seluruh daerah (Kecamatan/Desa), tidak hanya di Ibu Kota Kabupaten. Akibatnya, sebagian anak-anak berkelainan, terutama yang kemampuan ekonomi orangtuanya lemah, terpakasa tidak disekolahkan karena lokasi SLB jauh dari rumah, sementara kalau akan disekolahkan di SD terdekat, SD tersebut tidak bersedia menerima karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin selama ini dapat diterima di SD terdekat, namun karena ketiadaan pelayanan khusus bagi mereka,
commit to user
akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah. Permasalahan di atas akan berakibat pada kegagalan program wajib belajar.
Untuk mengantisipasi hal di atas, dan dalam rangka menyukseskan wajib belajar pendidikan dasar, dipandang perlu meningkatkan perhatian terhadap anak- anak berkelainan, baik yang telah memasuki sekolah umum (SD) tetapi belum mendapatkan pelayanan pendidikan khusus maupun anak-anak berkelainan yang belum sempat mengenyam pendidikan sama sekali karena tidak diterima di SD terdekat atau karena lokasi SLB jauh dari tempat domisilinya.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak berkelainan. Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pasal inilah yang memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan berupa penyelenggaraan pendidikan inklusif.
Melalui pendidikan inklusif, anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas. Oleh karena itu, anak berkelainan perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah (SD) terdekat. Sudah barang tentu SD terdekat tersebut perlu dipersiapkan segala sesuatunya. Pendidikan inklusif diharapkan dapat memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak berkelainan selama ini. Tidak mungkin membangun SLB di tiap Kecamatan/Desa sebab memakan biaya yang sangat mahal dan waktu yang cukup lama.
Dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar di kelas inklusif, yang siswanya terdiri atas anak-anak normal dan anak-anak berkebutuhan khusus, disamping diperlukan guru kelas dan guru mata pelajaran, diperlukan pula guru
commit to user
pendidikan khusus (GPK) yang merupakan partner guru kelas dan guru mata pelajaran dalam upaya melayani anak berkebutuhan khusus agar potensi yang dimiliki berkembang optimal. Hal ini dapat dimaklumi karena memang guru kelas dan guru bidang studi tersebut ketika masih menempuh studi di lembaga pendidikan (SPG/IKIP) tidak dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan mengajar anak berkebutuhan khusus.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut perlu diupayakan pengadaan tenaga kependidikan yang ikut berperan serta menangani anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah umum dan juga pembinaannya, agar mereka dapat melayani sesuai dengan kebutuhannya.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Guru mempunyai fungsi, peran dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional bidang pendidikan, sehingga profesi guru perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Selain itu guru memiliki peran sebagai ujung tombak dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan, dengan demikian peningkatan kualitas pendidikan harus dilakukan dengan upaya peningkatan kompetensi guru, termasuk guru sekolah inklusif.
Undang-Undang RI. Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen juga menyiratkan antara lain untuk mewujudkan guru yang profesional, bermutu, sejahtera, dan bermartabat. Keberadaan guru yang bermutu merupakan syarat mutlak hadirnya sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas. Hampir semua bangsa di dunia ini selalu mengembangkan kebijakan yang mendorong keberadaan guru yang berkualitas. Salah satu kebijakan yang dikembangkan oleh pemerintah di banyak Negara adalah kebijakan intervensi langsung menuju peningkatan mutu dan memberikan jaminan serta kesejahteraan hidup guru yang memadai.
Tidak semua guru umum siap untuk menjadi guru yang berkualitas terutama untuk mengajar anak berkebutuhan khusus, karena kualitas guru di Indonesia pada umunya masih tergolong relatif rendah. Hal ini antara lain disebabkan oleh belum terpenuhinya kualifikasi pendidikan minimal guru, yang
commit to user
diamanatkan Undang-Undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah RI No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yaitu antara lain menetapkan kualifikasi pendidikan minimal guru adalah S1 dan
D4. Kualitas guru, termasuk guru sekolah inklusif bagi anak-anak berkelainan atau berkebutuhan khusus merupakan salah satu unsur terpenting dalam memberikan layanan pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, penulis mengambil judul penelitian “Pengaruh Workshop Pendidikan Inklusif
Terhadap Kompetensi Guru Menangani Kelas Inklusif Di Kabupaten Wonogiri Tahun 2012”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahannya sebagai berikut:
1. Dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas inklusif masih banyak terdapat guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru pendidikan khusus yang belum memenuhi kompetensi sebagai seorang guru.
2. Salah satu dari beberapa alternatif yang dipilih Pemerintah Kota/Kabupaten untuk meningkatkan kompetensi guru dalam menangani kelas inklusif adalah dengan diadakannya workshop pendidikan inklusif. Permasalahan yang timbul adalah apakah dengan workshop pendidikan inklusif tersebut dapat meningkatakan kompetensi guru dalam menangani kelas inklusif.
C. Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Subyek penelitian ini adalah semua guru Sekolah Dasar yang ada di Kabupaten Wonogiri.
2. Obyek penelitian ini adalah kompetensi para guru Sekolah Dasar yang ada di Kabupaten Wonogiri.
commit to user
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah terurai di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah workshop pendidikan inklusif berpengaruh terhadap kompetensi guru dalam menangani kelas inklusif di Kabupaten Wonogiri”.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh workshop pendidikan inklusif terhadap kompetensi guru menangani kelas inklusif di Kabupaten Wonogiri.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis Menambah pengetahuan dalam bidang pendidikan luar biasa tentang pengaruh workshop pendidikan inklusif terhadap kompetensi guru dalam meningkatkan kualitas pelayanan bagi anak didik.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan pemikiran lebih lanjut dalam rangka meningkatkan
kompetensi guru di Indonesia.
b. Sebagai masukan bagi lembaga pendidikan dalam meningkatkan
kualitas pelayanan bagi anak didik.
commit to user
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Kajian Kompetensi Guru
a. Pengertian Kompetensi
Zurnali (2010) merangkum beberapa pengertian kompetensi dari pakar. Berikut akan disajikan definisi kompetensi:
1) Richard E. Boyatzis mengemukakan: kompetensi merupakan karakteristik- karakteristik dasar seseorang yang menuntun atau menyebabkan keefektifan dan kinerja yang menonjol.
2) Menurut Glossary Our Workforce Matters, kompetensi adalah karakteristik dari karyawan yang mengkontribusikan kinerja pekerjaan yang berhasil dan pencapaian hasil organisasi. Hal ini mencakup pengetahuan, keahlian dan kemampuan ditambah karakteristik lain seperti nilai, motivasi, inisiatif dan kontrol diri.
3) Le Boterf menyatakan: kompetensi merupakan sesuatu yang abstrak, hal ini tidak menunjukkan adanya material dan ketergantungan pada kegiatan kecakapan individu. Jadi kompetensi bukan keadaan tapi lebih pada hasil kegiatan dari pengkombinasian sumberdaya
personal (pengetahuan, kemampuan, kualitas, pengalaman, kapasitas kognitif, sumberdaya emosional, dan lainnya) dan sumberdaya lingkungan (teknologi, database, buku, jaringan hubungan, dan lainnya).
4) Menurut Sinnott, kompetensi adalah alat pengkritisi dalam tugas kerja dan pergantian perencanaan. Di tingkat minimum, kompetensi berarti: a) mengenali kapabilitas, sikap dan atribut yang dibutuhkan untuk memenuhi staf saat ini dan dimasa depan sebagai prioritas organisasi dan pertukaran strategis dan b) memfokuskan pada usaha pengembangan karyawan untuk menghilangkan kesenjangan antara kapabilitas yang dibutuhkan dengan yang tersedia.
commit to user
Dari definisi-definisi yang dikemukakan para ahli tersebut, banyak ditemukan dalam penelitian-penelitian disertasi dan tesis menggunakan acuan pada definisi kompetensi yang dikemukakan oleh Richard E. Boyatzis, yang menyatakan kompetensi merupakan karakteristik-karakteristik dasar seseorang yang menuntun atau menyebabkan keefektifan dan kinerja yang menonjol. Dan tidak sedikit pula penelitian-penelitian kompetensi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di dunia untuk melihat kompetensi para pekerja/karyawannya yang menggunakan pendapat Boyatzis ini.
Menurut Zurnali (2010), hal ini dengan pertimbangan bahwa para karyawan yang memiliki kompetensi tidak akan menghasilkan perilaku yang berorientasi pada pelanggan yang optimal jika pekerja tidak diberikan kebebasan, keleluasaan, dan kemandirian dalam mengendalikan pekerjaannya baik yang mencakup keputusan inti berkenaan dengan pekerjaan, kerangka waktu, maupun isi yang berhubungan dengan substansi keputusan.
Menurut Yodhia (2007), secara general, kompetensi sendiri dapat dipahami sebagai sebuah kombinasi antara ketrampilan (skill), atribut personal, dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi. Dalam sejumlah literatur, kompetensi sering dibedakan menjadi dua tipe, yakni soft competency atau jenis kompetensi yang berkaitan erat dengan kemampuan untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun interaksi dengan orang lain. Contoh soft competency adalah: leadership, communication, interpersonal relation, dll. Tipe kompetensi yang kedua sering disebut hard competency atau jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsional atau teknis suatu pekerjaan. Dengan kata lain, kompetensi ini berkaitan dengan seluk beluk teknis yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditekuni. Contoh hard competency adalah : electrical engineering, marketing research, financial analysis, manpower planning, dll.
commit to user
b. Komponen Kompetensi
Komponen-komponen atau karakteristik yang membentuk sebuah kompetensi menurut Spencer & Spencer (1993 : 11) adalah :
1) Motives, yaitu konsistensi berpikir mengenai sesuatu yang diinginkan atau dikehendaki oleh seseorang, sehingga menyebabkan suatu kejadian. Motif tingkah laku seperti mengendalikan, mengarahkan, membimbing, memilih untuk menghadapi kejadian atau tujuan tertentu.
2) Traits, yaitu karakteristik fisik dan tanggapan yang konsisten
terhadap informasi atau situasi tertentu.
3) Self Concept, yaitu sikap, nilai, atau imaginasi seseorang.
4) Knowledge, informasi seseorang dalam lingkup tertentu. Komponen kompetensi ini sangat kompleks. Nilai dari knowledge test, sering gagal untuk memprediksi kinerja karena terjadi kegagalan dalam mengukur pengetahuan dan kemampuan sesungguhnya yang diperlakukan dalam pekerjaan.
5) Skills, yaitu kemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas fisik atau
mental tertentu. Komponen kompetensi motives dan traits disebut hidden competency
karena sulit untuk dikembangkan dan sulit mengukurnya. Komponen kompetensi knowledge dan skills disebut visible competency yang cenderung terlihat, mudah dikembangkan dan mudah mengukurnya. Sedangkan komponen kompetensi self concept berada di antara kedua kriteria kompetensi tersebut.
Definisi yang diajukan oleh Spencer & Spencer menjelaskan bahwa dalam menggunakan konsep kompetensi harus ada “Kriteria Pembanding” (Criterion Reference) untuk membuktikan bahwa sebuah elemen kompetensi mempengaruhi baik atau buruknya kinerja seseorang.
c. Pengertian Kompetensi Guru
Menurut McAhsan dalam Mulyasa (2003:38) mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors”. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan,
commit to user
keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Finch dan Crunkilton dalam Mulyasa (2003:38) memberikan pengertian kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Pengertian tersebut menggambarkan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang harus dimiliki oleh guru.
Sofo (1999:123) mengemukakan “A competency is composed of skill, knowledge, and attitude, but in particular the consistent applications of those skill, knowledge, and attitude to the standard of performance required in employment”. Dengan kata lain kompetensi tidak hanya mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan tersebut dalam pekerjaan.
Sedangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa: “kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasi oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”.
Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru.
Robbins (2001:37) menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang di
commit to user
perlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan.
Gordon dalam Mulyasa (2003:38) menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut:
(1) Pengetahuan atau “knowledge”, yaitu kesadaran dalam bidang
kognitif; (2) Pemahaman atau “understanding”, yaitu kedalaman kognitif dan
afektif yang dimiliki oleh seseorang; (3) Keterampilan atau “skills”, yaitu suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya;
(4) Nilai atau “value”, yaitu ukuran/standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyat dalam diri seseorang; (5) Sikap atau “attitude”, yaitu perasaan senang dan tidak senang atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar; (6) Minat atau “interest”, yaitu kecenderungan seseorang untuk
melakukan sesuatu perbuatan. Berdasarkan pengertian-pengertian kompetensi tersebut di atas, maka
kompetensi guru merupakan perpaduan dari pegetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, sikap dan minat seseorang yang berprofesi sebagai guru, sehingga yang bersangkutan dapat menampilkan perilaku-perilaku utama kognitif, afektif dan psikomotor yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sebagai seorang guru.
d. Komponen Kompetensi Guru
Kompetensi mengajar dapat dikatakan merupakan kemampuan dasar yang mengimplikasikan apa yang seharusnya dilaksanankan guru atau pendidik dalam melaksanakan tugasnya. Kompetensi yang dimiliki oleh setiap pendidik akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya. Seorang pendidik senantiasa dituntut untuk mengembangkan pribadi dan profesinya secara terus menerus, juga dituntut untuk mampu dan siapa berperan secara profesional dalam lingkungan sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu, seorang guru harus mampu mengembangkan empat aspek kompetensi bagi dirinya, yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional.
commit to user
1) Kompetensi Pedagogik Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.
a) Kompetensi Menyusun Rencana Pembelajaran Menurut Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penyusunan rencana pembelajaran meliputi:
(1) Mampu mendeskripsikan tujuan, (2) Mampu memilih materi, (3) Mampu mengorganisir materi, (4) Mampu menentukan metode/strategi pembelajaran, (5) Mampu menentukan sumber belajar atau media dan alat
peraga pembelajaran, (6) Mampu menyusun perangkat penilaian, (7) Mampu menentukan teknik penilaian, dan (8) Mampu mengalokasikan waktu.
Berdasarkan uraian di atas, merencanakan program belajar mengajar merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung, yang mencakup: merumuskan tujuan, menguraikan deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar, memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian penguasaan tujuan.
b) Kompetensi Melaksanakan Proses Belajar Mengajar Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang telah disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan guru menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah
commit to user
kegiatan yang lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar mengajar, pengetahuan tentang siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik belajar, misalnya: prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode mengajar, dan keterampilan menilai hasil belajar siswa.
Yutmini (1992:13) mengemukakan, persyaratan kemampuan yang harus di miliki guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar meliputi kemampuan:
(1) Menggunakan metode belajar, media pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan pelajaran, (2) Mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan
perlengkapan pengajaran, (3) Berkomunikasi dengan siswa, (4) Mendemonstrasikan berbagai metode mengajar, dan (5) Melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar.
Hal serupa dikemukakan oleh Harahap (1982:32) yang menyatakan, kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan program mengajar adalah mencakup kemampuan:
(1) Memotivasi siswa belajar sejak saat membuka sampai
menutup pelajaran, (2) Mengarahkan tujuan pengajaran, (3) Menyajikan bahan pelajaran dengan metode yang relevan
dengan tujuan pengajaran, (4) Melakukan pemantapan belajar, (5) Menggunakan alat-alat bantu pengajaran dengan baik dan
benar, (6) Melaksanakan layanan bimbingan penyuluhan, (7) Memperbaiki program belajar mengajar, dan (8) Melaksanakan hasil penilaian belajar.
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar menyangkut pengelolaan pembelajaran, dalam menyampaikan materi pelajaran harus dilakukan secara terencana dan sistematis, sehingga tujuan pengajaran dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan efisien. Kemampuan-
commit to user
kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar terlihat dalam mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal siswa, kemudian mendiagnosis, menilai dan merespon setiap perubahan perilaku siswa.
Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi melaksanakan proses belajar mengajar meliputi:
(1) Membuka pelajaran, (2) Menyajikan materi, (3) Menggunakan media dan metode, (4) Menggunakan alat peraga, (5) Menggunakan bahasa yang komunikatif, (6) Memotivasi siswa, (7) Mengorganisasi kegiatan, (8) Berinteraksi dengan siswa secara komunikatif, (9) Menyimpulkan pelajaran, (10)Memberikan umpan balik, (11)Melaksanakan penilaian, dan (12)Menggunakan waktu.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa melaksanakan proses belajar mengajar merupakan sesuatu kegiatan dimana berlangsung hubungan antara manusia, dengan tujuan membantu perkembangan dan menolong keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Pada dasarnya melaksanakan proses belajar mengajar adalah menciptakan lingkungan dan suasana yang dapat menimbulkan perubahan struktur kognitif para siswa.
c) Kompetensi Melaksanakan Penilaian Proses Belajar Mengajar
Menurut Sutisna (1993:212), penilaian proses belajar mengajar dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan belajar mengajar yang telah disusun dan dilaksanakan. Penilaian diartikan sebagai proses yang menentukan betapa baik organisasi program atau kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai maksud- maksud yang telah ditetapkan.
Commite dalam Wirawan (2002:22) menjelaskan, evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari setiap upaya manusia,
commit to user
evaluasi yang baik akan menyebarkan pemahaman dan perbaikan pendidikan, sedangkan evaluasi yang salah akan merugikan pendidikan. Tujuan utama melaksanakan evaluasi dalam proses belajar mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa, sehingga tindak lanjut hasil belajar akan dapat diupayakan dan dilaksanakan. Dengan demikian, melaksanakan penilaian proses belajar mengajar merupakan bagian tugas guru yang harus dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran, sehingga dapat diupayakan tindak lanjut hasil belajar siswa.
Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penilaian belajar peserta didik, meliputi: (1) mampu memilih soal berdasarkan tingkat kesukaran, (2)
mampu memilih soal berdasarkan tingkat pembeda, (3) mampu memperbaiki soal yang tidak valid, (4) mampu memeriksa jawab, (5) mampu mengklasifikasi hasil-hasil penilaian, (6) mampu mengolah dan menganalisis hasil penilaian, (7) mampu membuat interpretasi kecenderungan hasil penilaian, (8) mampu menentukan korelasi soal berdasarkan hasil penilaian, (9) mampu mengidentifikasi tingkat variasi hasil penilaian, (10) mampu menyimpulkan dari hasil penilaian secara jelas dan logis, (11) mampu menyusun program tindak lanjut hasil penilaian, (12) mengklasifikasi kemampuan siswa, (13) mampu mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian, (14) mampu melaksanakan tindak lanjut, (15) mampu mengevaluasi hasil tindak lanjut, dan (16) mampu menganalisis hasil evaluasi program tindak lanjut hasil penilaian.
2) Kompetensi Kepribadian Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan
commit to user
“ditiru” (di contoh sikap dan perilakunya). Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik.
Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah (2000:225- 226) menegaskan bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis. Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan adanya keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia memiliki resistensi atau daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam pengamatan dan pengenalan. Dalam Undang-undang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi kepribadian adalah “kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik”.
Surya (2003:138) menyebut kompetensi kepribadian ini sebagai kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi seorang guru yang diperlukan agar dapat menjadi guru yang baik. Kompetensi personal ini mencakup kemampuan pribadi yang berkenaan dengan pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri.
Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan personal guru, mencakup: (1) Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya
sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya,
(2) Pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang
seyogyanya dianut oleh seorang guru,
commit to user
(3) Kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan dalam upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya.
Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi personal mengharuskan guru memiliki kepribadian yang mantap sehingga menjadi sumber inspirasi bagi subyek didik, dan patut diteladani oleh siswa. Berdasarkan uraian di atas, kompetensi kepribadian guru tercermin dari indikator (1) sikap, dan (2) keteladanan.
3) Kompetensi Sosial Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial adalah “kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar”.
Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi sosial adalah kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial.
Untuk dapat melaksanakan peran sosial kemasyarakatan, guru harus memiliki kompetensi (1) aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak cukup digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi juga harus beritikad baik sehingga hal ini bertautan dengan norma yang dijadikan landasan dalam melaksanakan tugasnya, (2) pertimbangan sebelum memilih jabatan guru, dan (3) mempunyai program yang menjurus untuk meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan.
commit to user
Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.
kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator (1) interaksi guru dengan siswa, (2) interaksi guru dengan kepala sekolah, (3) interaksi guru dengan rekan kerja, (4) interaksi guru dengan orang tua siswa, dan (5) interaksi guru dengan masyarakat.
4) Kompetensi Profesional Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya.
Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan profesional mencakup: (1) Penguasaan pelajaran yang terkini atas penguasaan bahan yang
harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan bahan yang diajarkan tersebut,
(2) Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan
kependidikan dan keguruan, (3) Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan
pembelajaran siswa.
commit to user
Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi profesional mengharuskan guru memiliki pengetahuan yang luas dan dalam tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi yaitu menguasai konsep teoretik, maupun memilih metode yang tepat dan mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar.
Depdiknas (2004:9) mengemukakan bahwa kompetensi profesional meliputi: (1) pengembangan profesi, (2) pemahaman wawasan, dan (3)
penguasaan bahan kajian akademik. Pengembangan profesi meliputi (a) mengikuti informasi perkembangan iptek yang mendukung profesi melalui berbagai kegiatan ilmiah, (b) mengalihbahasakan buku pelajaran/karya ilmiah, (c) mengembangkan berbagai model pembelajaran, (d) menulis makalah, (e) menulis/menyusun diktat pelajaran, (f) menulis buku pelajaran, (g) menulis modul, (h) menulis karya ilmiah, (i) melakukan penelitian ilmiah (action research), (j) menemukan teknologi tepat guna, (k) membuat alat peraga/media, (l) menciptakan karya seni, (m) mengikuti pelatihan terakreditasi, (n) mengikuti pendidikan kualifikasi, dan (o) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum. Pemahaman wawasan meliputi (a) memahami visi dan misi, (b) memahami hubungan pendidikan dengan pengajaran, (c) memahami konsep pendidikan dasar dan menengah, (d) memahami fungsi sekolah, (e) mengidentifikasi permasalahan umum pendidikan dalam hal proses dan hasil belajar, (f) membangun sistem yang menunjukkan keterkaitan pendidikan dan luar sekolah. Penguasaan bahan kajian akademik meliputi (a) memahami struktur pengetahuan, (b) menguasai substansi materi, (c) menguasai substansi kekuasaan sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan siswa.
Berdasarkan uraian di atas, kompetensi profesional guru tercermin dari indikator (1) kemampuan penguasaan materi pelajaran, (2) kemampuan penelitian dan penyusunan karya ilmiah, (3) kemampuan pengembangan profesi, dan (4) pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan.
commit to user
2. Kajian Workshop/Pelatihan
a. Pengertian Workshop/Pelatihan
Dimaknai dari kata dasarnya Workshop sendiri adalah tempat kerja bisa juga disebut Bengkel, dimana intinya workshop adalah tempat tenaga kerja (mekanik,montir dll) melakukan kegiatan teknis dengan didukung alat- alat kerja.
Workshop adalah pelatihan kerja, yang meliputi teori dan praktek dalam satu kegiatan terintegrasi. Definisi lain dari workshop adalah wadah atau tempat penampungan untuk memodifikasi data dan alat-alat.
Dalam supervisi pendidikan menyebutkan Workshop pendidikan adalah suatu kegiatan belajar kelompok yang terdiri dari petugas-petugas pendidikan yang memecahkan problema yang dihadapi melalui percakapan dan bekerja secara kelompok maupun bersifat perseorangan.
Workshop sering juga diartikan sebagai training, training jika diartikan dalam bahasa indonesia artinya pelatihan. Dengan definisi tersebut sangat jelas bahwa kita benar-benar akan praktik. Training bersifat “learning by doing”, dipandu oleh pelatih dan kita praktik apa yang diajarkan.
Menurut Nitisemito (1996:35) pelatihan atau training adalah suatu kegiatan yang bermaksud untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku ketrampilan, dan pengetahuan dari karyawannya sesuai dengan keinginan perusahaan.
Menurut Simamora (1999:345) pelatihan adalah serangkaian aktifitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan pengalaman atau perubahan sikap seseorang.
Moekijat (1991:2) mendefinisikan pelatihan merupakan usaha yang bertujuan untuk menyesuaikan seseorang dengan lingkungannya, baik lingkungan di luar pekerjaan, maupun lingkungan di dalamnya.
Payaman Simanjuntak (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari investasi SDM (human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dan dengan demikian meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan biasanya dilakukan dengan kurikulum yang
commit to user
disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, diberikan dalam waktu yang relatif pendek, untuk membekali seseorang dengan keterampilan kerja.
Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian atau definisi dari workshop/pelatihan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang untuk meningkatkan kinerjanya dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
b. Jenis-Jenis Workshop/Pelatihan
Jenis workshop ditentukan berdasarkan lembaga/organisasinya, waktu dan sifatnya. Menurut Simamora (2006:278) ada lima jenis-jenis pelatihan yang dapat diselenggarakan:
1) Pelatihan keahlian
Pelatihan keahlian (skills training) merupakan pelatihan yang sering di jumpai dalam organisasi. Program pelatihannya relatif sederhana: kebutuhan atau kekuragan diidentifikasi rnelalui penilaian yang jeli. Kriteria penilalan efekifitas pelatihan juga berdasarkan pada sasaran yang diidentifikasi dalam tahap penilaian.
2) Pelatihan Ulang
Pelatihan ulang (retraining) adalah subset pelatihan keahilan. Pelatihan ulang berupaya memberikan kepada para karyawan keahlian-keahlian yang mereka butuhkan untuk menghadapi tuntutan kerja yang berubah-ubah. Seperti tenaga kerja instansi pendidikan yang biasanya bekerja rnenggunakan mesin ketik manual mungkin harus dilatih dengan mesin komputer atau akses internet.
3) Pelatihan Lintas Fungsional
Pelatihan lintas fungsional (cros fungtional training) melibatkan pelatihan karyawan untuk melakukan aktivitas kerja dalam bidang lainnya selain dan pekerjan yang ditugaskan.
4) Pelatihan Tim
Pelatihan tim merupakan bekerjasarna terdiri dari sekelompok individu untuk menyelesaikan pekerjaan demi tujuan bersama dalam sebuah tim kerja.
5) Pelatihan Kreatifitas
Pelatihan kreatifitas (creativitas training) berlandaskan pada asumsi bahwa kreativitas dapat dipelajari. Maksudnya tenaga kerja diberikan peluang untuk mengeluarkan gagasan sebebas mungkin yang berdasar pada penilaian rasional dan biaya dan kelaikan.
commit to user
c. Tujuan Workshop/Pelatihan