STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUKSI KENTANG di

TUGAS TERSTRUKTUR
STRATEGI DAN PENGATURAN PRODUKSI
HORTIKULTURA (PNA 4642)

Strategi Pengembangan Produksi Kentang

Oleh:
Nefid Rifki Nur P.
Iqbal Trisakti Saputra
Nurlana Rahayu

A1L113005
A1L113008
A1L113009

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2016
1


PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia-Nya, sehingga penulisan makalah Strategi dan Pengaturan Produksi
Hortikultura berjudul “Strategi Pengembangan Produksi Kentang” berhasil
diselesaikan. Penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh
karena itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Saparso M.P. dan Ir. Eko Dewanto, M.Si. selaku dosen
pengampu mata kuliah Strategi dan Pengaturan Produksi Hortikultura yang
telah memberikan arahan, bimbingan serta motivasi dalam penyusunan
makalah ini.
2. Semua pihak yang telah memberikan arahan, bimbingan serta motivasi dalam
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna. Meskipun
demikian, penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Purwokerto, 2 April 2016

Penulis


2

DAFTAR ISI
PRAKATA............................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
I. PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Tujuan........................................................................................................2
II. PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Botani dan Manfaat Kentang

...........................................................3

B. Prospek Pengembangan Kentang di Indonesia.........................................5
C. Upaya Pengembangan Kentang ..............................................................14
III. PENUTUP.............................. ...................................................................47
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................49

3


I.

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di
mata dunia Internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat
menjanjikan. Hortikultura yang termasuk di dalamnya antara lain tanaman buahbuahan, sayur-sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat, merupakan komoditas
yang sangat prospektif untuk dikembangkan dalam rangka memenuhi kebutuhan
pasar dan juga untuk mengatasi ketahanan pangan Bangsa Indonesia. Bangsa
Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa pada saat ini,
pengadaan pangan merupakan masalah yang sangat serius untuk ditangani.
Ketahanan pangan (food security) sangat erat kaitannya dengan stabilitas
ekonomi, biaya produksi dan stabilitas sosial politik nasional. Ketahanan pangan
tidak hanya menyangkut kuantitas yaitu menyangkut aspek penyediaan jumlah
pangan yang selalu meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, dan

peningkatan pendapatan, tetapi kualitas dan keanekaragaman bahan pangan juga
harus dipenuhi untuk mengantisipasi perubahan preferensi konsumen yang
semakin peduli pada masalah gaya hidup, kesehatan dan kebugaran. Sehingga
masalah ketahanan pangan dapat teratasi dengan baik (Tambunan, 2003).
Salah satu komoditas hortikultura yang menguntungkan adalah kentang.
Kentang (Solanum Tuberosum) merupakan salah satu komoditi pangan yang
penting di dunia. Di Indonesia kentang dikonsumsi sebagai sayur dan belakangan
ini sudah mulai dikonsumsi sebagai makanan alternatif yang disukai dalam bentuk

1

french fries atau potato chips sebagai makanan ringan. Kentang memiliki potensi
dan prospek yang baik untuk mendukung program diversifikasi pangan dalam
rangka ketahanan pangan berkelanjutan.
B. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu:
1. Mengetahui botani dan manfaat kentang.
2. Mengetahui prospek dan pemasaran kentang.
3. Mengetahui upaya pengembangan produksi kentang.


2

II.

PEMBAHASAN

A. Botani dan Manfaat Kentang
Menurut Soelarso (2008), Tanaman kentang (Solanum tuberosum L)
memiliki sitematika sebagai berikut:
Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Tubiflorae

Famili

: Solanaceae


Genum

: Solanum

Species

: Solanum tuberosum L

Daun tanaman kentang merupakan daun majemuk yang terdiri dari, tangkai
utama (rachis), anak daun primer (pinnae), dan anak daun sekunder (folioles)
yang tumbuh pada tangkai daun utama diantara anak daun primer. Memiliki akar
utama dan akar halus. Akar utama tidak terlalu panjang, dan akar halus (serabut)
dapat menyebar 60 cm, dan kedelaman akar sekitar 20 cm. Batang tanaman
kentang berada diatas permukaan tanah berwarna hijau polos, hijau kemerahan,
atau ungu tua. Batang berbentuk bulat, berbentuk semak dan panjang batang 50120 cm. Bunga kentang adalah zygomorp (mempunyai bidang simetris), berjenis
kelamin dua (hemaprodus) warna mahkota bunga (corolla) putih, merah jambu
atau ungu. Daun kelopak (calyx), daun mahkota dan benang sari (stamen) masingmasing berjumlah 5 buah dan satu putik (pistilus) (Soelarso, 2008).
Mahkota berbentuk terompet dengan ujung seperti bintang, 5 buah benang
sari berwaerna kuning melingkari tangkai putik. Bunga kentang membuka pada

pagi hari dan menutup pada soe hari, yang berlangsung selama 3 sampai 7 hari.
Buah kentang berwarna hijau tua hingga hijau keungguan, berbentuk bulat,

3

bergaris tengah sekitar 2,5 cmdan berongga 2. Buah kentang mengandung 500
bakal biji dan yang berkemabng menjadi biji sekirat 10-300 biji buah kentang dpat
dipanen kira-kira 6-8 minggu setelah penyerbukan (Soelarso, 2008).
Stolon biasanya tumbuh di dekat umbi ketang, yaitu bagian batang yang
terletak di bawah permukaan tanah, memiliki daun kecil seperti sisik. Buku-bulu
(internode) yang memanjang dan melengkung pada bagian ujungnya di sebut
stolon. Ujung stolon membengkak sebagai tempat berkumpulnya zat cadangan
makanan yang disebut umbi ketang. stolon yang tidak tertutup tanah akan
berkembang menjadi batang vertikal yang memiliki daun. Tidak semua stolon
berkembang menjadi umbi kentang. Secara morfologis umbi kengatang adalah
modifikasi dari batang, organ penyimpanan makanan utama bagi tanaman
kentang. Sebuah umbi kentang mempunyai 2 ujung yaitu heel yang berhubungan
dengan stolon dan ujung lawanya disebut apical (Soelarso, 2008).
Mata dari umbi kentang merupakan buku (internode). Jumlah mata umbi 214 buah, tergantung pada ukuran umbi. Mata umbi tersusun dalam lingkaran spiral
pada permukan umbi dan berpusar pada ujung umbi. Bebreapa bentuk umbi yang

dikenal yaitu bulat, oval, bulat panjang, dan oval. Tunas umbi dapat digunakan
untuk identivikasi varietas yaitu dalam hal waktu, kecepatan tumbuh, dan warna
tunasnya. Waktu tumbuh tunas sekirat 3-6 bulan. Umbi mulai terbentuk setelah 25
hari setelah tunas tumbuh (Soelarso, 2008).
Melihat kandungan gizinya, kentang merupakan sumber utama karbohidrat.
Kentang menjadi makanan pokok di banyak negara barat. Zat-zat gizi yang
terkandung dalam 100 gram bahan adalah kalori 347 kal, protein 0,3 gram, lemak

4

0,1 gram, karbohidrat 85,6 gram, kalsium (Ca) 20 gram, fosfor (P) 30 mg, besi
(Fe) 0,5 mg dan vitamin B. Menurut Sastrahidayat (2011), kentang rata-rata
mengandung 78% air, 22% bahan kering, dan kurang dari 1% lemak. Sekitar 82%
bahan kering tersebut adalah karbohidrat terutama pati, serat, dan sedikit gula
sederhana.
B. Prospek Pengembangan Kentang di Indonesia
1. Keadaan Produksi Kentang
Kentang (Solanum Tuberosum) merupakan salah satu komoditi pangan yang
penting di dunia. Tanaman ini pertama kali masuk ke Indonesia pada abad ke 18
dan hanya tumbuh dengan baik didataran tinggi (diatas 1000 meter diatas

permukaan laut). Konsumsi kentang di Indonesia perkapita masih relatif rendah
dibandingkan dengan standar konsumsi kentang rata-rata secara internasional,
pertumbuhan konsumsi kentang di Indonesia mengalami pertumbuhan yang
berarti. Konsumsi perkapita kentang segar rata-rata tumbuh tiap tahunnya sebesar
4,5 % antara tahun 1971 dan tahun 1998 (Fuglie, 2002).
Berikut adalah data produksi kentang dari tahun 2010 sampai 2014 dari seluruh
provinsi di Indonesia.

5

Tabel 1. Perkembangan Produksi Kentang seluruh Provinsi di Indonesia dari tahun
2010 sampai 2014.
Kentang (Ton)
Produksi Tanaman Sayuran

Provinsi
2014

ACEH
SUMATERA UTARA

SUMATERA BARAT
RIAU
JAMBI
SUMATERA SELATAN
BENGKULU
LAMPUNG
KEP. BANGKA
BELITUNG
KEP. RIAU
DKI JAKARTA
JAWA BARAT
JAWA TENGAH
DI YOGYAKARTA
JAWA TIMUR
BANTEN
BALI
NUSA TENGGARA
BARAT
NUSA TENGGARA
TIMUR

KALIMANTAN
BARAT
KALIMANTAN
TENGAH
KALIMANTAN
SELATAN
KALIMANTAN
TIMUR
KALIMANTAN
UTARA
SULAWESI UTARA

2013

2012

2011

2010

1213

11310

6842

8617

8587

29232

100736

128966

123078

126203

10328

44668

31302

29530

31949

0

0

0

3

0

1912

75512

85536

89102

84794

900

2823

1704

1090

1161

15241

12830

12612

6469

5873

769

664

561

763

842

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

26285

258716

261966

220155

275101

32420

273513

252608

250404

265123

316

0

8

30

116

10319

189864

162039

85521

115423

23

0

0

0

0

1283

3226

2665

2384

4679

612

4056

6526

3755

5130

373

301

323

162

542

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

32

0

0

0

0

33

0

15

0

0

-

-

-

-

-

2300

115202

116415

114548

126210

6

SULAWESI TENGAH
230
SULAWESI SELATAN
2375
SULAWESI
TENGGARA
19
GORONTALO
0
SULAWESI BARAT
0
MALUKU
79
MALUKU UTARA
1
PAPUA BARAT
6
PAPUA
213
INDONESIA
136514
(Sumber Badan Pusat Statistik).

236

192

1173

1094

30295

23444

18420

7627

0

0

0

0

0

0

0

0

24

7

2

12

186

6

0

0

0

0

0

0

23

98

170

256

97

405

112

83

1124282

1094240

955488

1060805

2. Keadaan Pasar Kentang di Indonesia
Untuk mengkaji perdagangan dalam negeri yaitu dengan melihat
perkembangan harga nasional kentang di tingkat produsen, tingkat konsumen dan
di sentra produksi. Perkembangan rata-rata per tahun harga kentang di tingkat
produsen dan konsumen di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir yaitu tahun
1997 sampai 2007 menunjukkan kecenderungan meningkat dengan rata-rata
pertumbuhan per tahun masing-masing sebesar 19,77% harga tingkat produsen
dan 18,68% harga tingkat konsumen (Pusat Data Infomasi Pertanian, 2009).

Gambar 1. Perkembangan rata-rata harga produsen dan konsumen kentang tahun
1997 -2007.

7

Apabila dilihat harga rata-rata di tingkat produsen selama sepuluh tahun dari
tahun 1997-2007 maka terjadi peningkatan harga yang cukup tajam pada tahun
1998 s/d 2000, dimana pada tahun 1997 harga produsen rata-rata kentang sebesar
Rp 721/kg kemudian pada tahun 1998 menjadi Rp 1.100/kg atau meningkat
sebesar 52,54% dan terus meningkat hingga tahun 2000 harga kentang di tingkat
produsen mencapai Rp 2.255/kg dan selanjutnya pertumbuhan relatif stabil. Harga
produsen kentang tahun 2007 menjadi Rp 3.939/kg atau meningkat 11,26 %
dibandingkan tahun 2006. Sementara perkembangan harga konsumen kentang
memiliki pola yang fluktuatif dengan pertumbuhan yang cukup tajam terjadi pada
tahun 1998 s/d 1999 masing-masing naik 94,68 %dan 36,49% dan kemudian di
tahun 2000 mengalami penurunan sebesar 12,96 %dan selanjutnya naik kembali
hingga akhirnya tahun 2007 mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu 20,31
% atau menjadi Rp 6.089/kg atau merupakan margin terbesar selama sepuluh
tahun terakhir yaitu mencapai Rp 2.130/kg (Pusat Data Infomasi Pertanian, 2009).
Apabila dilihat harga konsumen dan harga produsen kentang di provinsi
sentra tahun 2007, maka harga tertinggi di tingkat konsumen terdapat di provinsi
Sulawesi Utara yaitu Rp 4.979/kg, dan harga terendah terdapat di provinsi Jawa
Tengah yaitu Rp 4.316/ kg. Demikian pula harga tertinggi di tingkat produsen juga
terdapat di provinsi Sulawesi Utara dengan harga Rp 3.978/kg dan harga terendah
terdapat di provinsi Sumatera Utara dengan harga Rp 3.089/kg (Gambar 2). (Pusat
Data Informasi Pertanian, 2009).

8

Gambar 2. Harga produsen dan konsumen kentang di provinsi sentra tahun 2007.
3. Keadaan Pasar Kentang di Dunia Internasional
Untuk mengkaji kinerja perdagangan kentang luar negeri yaitu dengan
melihat neraca perdagangan kentang yang merupakan pengurangan antara
volume/nilai ekspor dengan volume/nilai impor kentang baik segar, beku maupun
olahan. Pada periode tahun 2004 –2008 terlihat bahwa baik volume maupun nilai
perdagangan kentang mengalami defisit yang berarti bahwa volume impor
kentang lebih besar bila dibandingkan dengan volume ekspornya kecuali pada
tahun 2006 volume neraca perdagangan mengalami surplus yang sangat besar
sementara nilai neraca perdagangannya justru defisit, hal ini dapat dilihat pada
Tabel 2 (Pusat Data Informasi Pertanian, 2009).

9

Tabel 2. Perkembangan neraca perdagangan kentang Indonesia, tahun 2004- 2008.
No
1

2

3

Uraian
Ekspor
-Volume (ton)
-Nilai
(000US$)
Impor
-Volume (ton)
-Nilai
(000US$)
Neraca
perdagangan
-Volume (ton)
-Nilai
(000US$)

2004

2005

Tahun
2006

2007

2008

16.791

14.512

86.442

10.282

8.585

94,37

3,739

3,739

6.288

3.331

2.892

1,23

28.150

32.218

31.756

34.812

37.642

7,69

20.299

21.666

23.219

27.687

35.505

15,44

-11.359

-17.706

54.686

-24.530

-19.343

-129,74

-16.490

-17.738

-16.931

-24.355

-24.314

11,68

Pertumbuhan (%)
2004-2008

Sumber: BPS diolah Pusdatin
Surplus yang sangat tinggi terjadi pada volume neraca perdagangan tahun
2006 yaitu sebesar 54.686 ton, dimana volume ekspor kentang jauh lebih besar
bila dibandingkan dengan volume impornya. Volume ekspor kentang tahun 2006
mencapai 86.442 ton dengan nilai sebesar US$ 6,29 juta sementara volume
impornya 31.756 ton dengan nilai US$ 23,22 juta. Rata-rata pertumbuhan volume
neraca perdagangan dari tahun 2004 –2008 mengalami penurunan defisit 129.74%
per tahun dengan rata-rata pertumbuhan volume ekspor surplus 94,37 % per tahun
dan rata-rata pertumbuhan volume impornya surplus 7,69 % per tahun. Sementara
rata-rata pertumbuhan nilai neraca perdagangannya mengalami surplus 11,68 %
per tahun dengan rata-rata pertumbuhan nilai ekspor surplus 1,23 % per tahun dan
rata-rata pertumbuhan nilai impornya surplus 15,44 % per tahun (Gambar 3)
(Pusat Data Informasi Pertanian, 2009).

10

Gambar 3. Perkembangan neraca perdagangan kentang Indonesia tahun 20042008.
Indonesia dalam pasar Internasional mengekspor kentang dalam bentuk
segar. dimana berdasarkan volume ekspor tahun 2008 sebesar 93,34% kentang
segar, 4,86% kentang beku dan 1,4% kentang olahan (Pusat Data Informasi
Pertanian, 2009).

Gambar 4. Persentase ekspor dan impor kentang segar, beku dan olahan Indonesia
tahun 2008 .

11

Berdasarkan negara tujuan ekspor kentang segar Indonesia tahun 2008,
Singapura merupakan negara tujuan ekspor kentang segar Indonesia yang terbesar
yaitu mencapai 81,15% atau senilai US$ 1, 90 juta disusul Malaysia sebesar
18,38% atau US$ 430 ribu (Pusat Data Informasi Pertanian, 2009).

Gambar 5. Negara tujuan ekspor kentang segar Indonesia, tahun 2008.
Sementara berdasarkan negara asal impor kentang Indonesia tahun 2008,
pada Gambar 6. terdapat 5 (lima) negara asal impor terbesar kentang Indonesia
yaitu USA sebesar 35,91% dari total nilai impor kentang Indonesia, kemudian
diikuti oleh Canada sebesar 24,33 %, German 11,71%, Netherland 6,48 %,
Australia sebesar 5,47 % dan negara lainnya sebesar 16,10% (Pusat Data
Informasi Pertanian, 2009).

12

Gambar 6. Negara asal impor kentang Indonesia, tahun 2008.
Amerika Serikat merupakan negera terbesar asal kentang Indonesia, sebesar
43,78% atau senilai US$ 5,55 juta dalam wujud kentang olahan, kemudian dalam
wujud kentang beku sebesar 30,40 %atau senilai 3.685 ton dengan US$3,86 juta,
dalam wujud kentang irisansebesar23 %atau US$ 2,92juta, wujud pati kentang
sebesar 2,11 % atau nilai US$ 268 ribu dan kentang segar hanya 0,71 % atau US$
91 ribu. Sementara dari Canada, Indonesia juga lebih banyak mengimpor dalam
bentuk kentang olahan sebesar 68,53 % atau US$ 5,89juta dan selebihnya dalam
wujud kentang segar, bibit dan pati kentang (Pusat Data Informasi Pertanian,
2009).
4. Sentra Produksi
Pusat produksi ada di Jawa (70%) dan diluar Jawa sebesar 30%. Daerah
penghasil utama kentang di Indonesia adalah Sumatra Utara, Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Akhir-akhir ini daerah Sulawesi Utara menjadi pilihan
alternatif untuk produksi tanaman pangan ini. Jawa Tengah mampu memproduksi

13

lebih dari 25 % dari total output petani kentang nasional (Adiyoga, 1999). Dataran
tinggi Dieng menjadi pusat produksi untuk daerah Jawa Tengah disamping
beberapa area di lereng gunung Slamet, gunung Merapi, dan daerah Tawang
Mangu.

Gambar 1. Provinsi sentra produksi kentang berdasarkan rata-rata produksi tahun
2004 – 2008 (Sumber BPS diolah oleh Pusdatin).
C. Upaya Pengembangan Produksi Kentang
1. Pertumbuhan penangkar benih benih bermutu
Menurut Setiadi (2009), benih atau bibit kentang adalah bagian tanaman
berupa umbi dan bukan berupa biji botani yang digunakan untuk memperbanyak
dan atau mengembangbiakan tanaman kentang. Umbi yang akan ditanam perlu
diseleksi dahulu, dipilih yang sehat, dan berasal dari tanaman yang bebas hama
dan penyakit. Pengelompokkan ukuran benih

menurut Direktorat Jenderal

Perbenihan dan Sarana Produksi, Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen
Pertanian RI adalah sebagai berikut:

14



Ukuran LL bobot lebih dari 120 gram.



Ukuran L2 bobot 90-120 gram



Ukuran L1 bobot 60-90 gram



Ukuran M bobot 30-60 gram



Ukuran S bobot 10-30 gram



Ukuran SS bobot kurang dari 10 gram

Menurut Drs. H. Hendro Sunarjono, ukuran umbi untuk benih yang biasa ditanam
adalah


Kelas I, bobot 30-45 gram; diameter 35-45 mm.



Kelas II, bobot 45-60 gram; diameter 45-55 mm.



Kelas III, bobot 60-80 gram; diameter 55-65 mm.
Menurut Suryana (2013), benih kentang bermutu diproduksi melalui

beberapa generasi, diantaranya plantlet, G0, G1, G2, G3 sampai dengan G4.
Plantlet atau Pre-nuclear didapat dari pemurnian varietas kentang dengan teknik
kultur jaringan yang dilakukan di laboratorium. Plantlet yang ada distek dan
ditanam dalam screen house A untuk menghasilkan benih kentang G0 atau
Nuclear, hasil panen yang berupa benih G0 disimpan di dalam gudang untuk
kemudian ditanam lagi di screen house B untuk menghasilkan Elite Seed atau
benih G1. Benih G1 kemudian ditanam lagi di lapangan untuk menghasilkan
benih dasar G2 dan hasil panen disimpan dalam gudang. Selanjutnya diperbanyak
kembali di lapangan untuk menghasilkan benih pokok G3 dan ditanam lagi agar
menghasilkan benih sebar G4. Benih G4 inilah yang digunakan petani sebagai
benih dalam budidaya kentang.

15

Pertumbuhan penangkar benih bermutu di Indonesia harus digalakkan. Tata
cara menjadi penangkar benih kentang menurut Pitojo (2004) yaitu pemohon dan
permohonan sertifikasi. Pemohon yang diperkenankan untuk menjadi penangkar
benih bina atau benih yang telah dilepas oleh pemerintah adalah perorangan,
badan hukum, atau instansi pemerintah. Pemohon sertifikasi harus mengajukan
permohonan menjadi penangkar, yang ditandatangani perseorangan atau bersama.
Pemohon harus memenuhi ketentuan, yaitu menguasai lahan penangkaran benih,
memiliki benih sumber, mampu memelihara dan mengatur lahan dan
pertanamannya, mempunyai fasilitas penangkaran, bersedia mematuhi petunjuk,
serta bersedia membayar biaya pemeriksaan dan sertifikasi.
Permohonan sertifikasi ditujukan kepada instansi penyelenggara sertifikasi,
yaitu Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura
di wilayah kerjanya. Permohonan sertifikasi dapat dialamatkan pada instansi yang
telah memiliki izin penyelenggaraan sertifikasi. Pengajuan permohonan dilakukan
paling lambat sepuluh hari sebelum tanam, dengan menggunakan formulir
permohonan sertifikasi yang telah ditentukan, dilampiri dengan label benih
sumber. Khusus untuk benih penjenis harus dilampiri keterangan dari pemulia
tanaman.
2. Pola produksi
Indonesia memiliki berbagai jenis topografi dengan beragam jenis cuaca
yang cocok untuk pengembangan produksi kentang. Sastrahidayat (2011)
menyatakan bahwa kentang asalnya merupakan tanaman beriklim dingin, dan
suhu merupakan faktor kendala utama dalam produksi kentang karena umbinya

16

akan berhenti tumbuh bila suhu dibawah 10oC dan diatas 30oC, sedangkan untuk
mendapatkan hasil umbi yang optimal dibutuhkan suhu rata-rata hariannya antara
18-20oC. Oleh karena itu, saat tanaman kentangpun berbeda-beda ditinjau dari
kondisi iklimnya. Daerah beriklim dingin biasanya ditanam pada awal musim
semi, akhir musim dingin (winter) untuk daerah subtropis, sedangkan untuk
wilayah subtropis kentang ditanam selama musim dingin.
Di indonesia tanaman kentang dibudidayakan di daerah pegunungan dengan
ketinggian tempat lebih dari 1000 m dpl. Diantara dataran tinggi tersebut, antara
lain: Pengalengan-Bandung (Jawa Barat), Pegunungan Dieng-Wonosobo (Jawa
Tengah), Pegunungan Tengger dan Batu-Malang (Jawa Timur), Brastagi
(Sumatera Utara) dan lain-lain.

Penanaman kentang harus mengikuti tata cara yang tepat dan benar dalam
membudidayakan kentang. Tabel diatas disimpulkan penanaman kentang pada

17

bulan Oktober, November, Desember dan Mei perlu diperhitungkan secara matang
karena bulan-bulan tersebut memasuki musim raya tanam kentang dan curah
hujan mulai meninggi. Curah hujan yang tinggi-tingginya berada pada bulan
Januari yang sekaligus menjadi peluang bagi petani untuk menanam kentang
namun memerlukan input yang besar. Bulan April, Juni, Juli dan September
merupakan musim kemarau dimana petani tidak banyak menanam kentang karena
masalah persediaan air. Hal ini memberikan solusi penanaman kentang diperlukan
rotasi tanaman agar terhindar dari patogen. Petani di Pengalengan menyarankan
setiap selesai panen kentang, lahan sebaiknya tidak ditanami (diberakan) sampai
musim tanam kentang berikutnya. Hai ini untuk mencegah datangnya biang hama
dan penyakit yang masuk ke tanaman kentang lewat tanaman lain (Setiadi, 2009).
Penanaman kentang harus menggunakan varietas yang banyak diminati
konsumen. Varietas kentang yang laku dipasaran dan memiliki nilai ekonomi
tinggi antara lain varietas cipanas, varietas cosima, varietas Segunung, varietas
Cattela, varietas French Fries, varietas Desiree, varietas Diamant, varietas Alpha,
varietas Granola, varietas Agria, varietas Kondor, dan varietas Ajax. Selain
varietas-varietas tersebut yang sesuai untuk ditanam di daerah dataran tinggi, telah
ditemukan varietas baru yang sesuai untuk daerah dataran medium (300-700 m
dpl). Misalnya, varietas DTO-28 yang menghasilkan 31,1 ton/ha di Bali, DTO-33
yang dapat menghasilkan 29, 9 ton/ha di Magelang dan Berolina, introduksi dari
Jerman yang dapat menghasilkan 28 ton/ha di Magelang (Samadi, 2007).
Menurut Agromedia (2007), pengembangan budidaya kentang dapat
dilakukan di dataran rendah. Varietas kentang yang toleran terhadap suhu panas

18

dan dapat dikembangkan di dataran rendah adalah cipanas, DTO-28, LT-1,
cosima, dan DTO-33. Lahan dataran rendah untuk produksi kentang

harus

memenuhi beberapa syarat agar bisa ditanami kentang. Syaratnya adalah:


Jenis tanah latosol atau alluvial



Suhu malam hari 20-27oC



Terdapat angin sepoi-sepoi yang menjadikan lingkungan menjadi dingin
dan sejuk



Tersedia air pengairan yang cukup, tetapi tidak kebanjiran



Bukan bekas tanaman Solanaceae atau tanaman pisang
Selain pengaturan musim tanam dan varietas, benih kentang dapat

diperbanyak melalui teknik aeroponik. Kelebihan teknik ini antara lain: dapat
dilakukan sepanjang tahun, tidak terpengaruh musim karena dilakukan di dalam
rumah kaca, rasio perbanyakan benih yang dihasilkan lebih tinggi daripada
dengan teknik konvensional (stek buku tunggal), benih bebas patogen.
Ketersediaan inovasi teknologi yang dihasilkan melalui program Balitbangtan,
yang meliputi varietas unggul, teknik budidaya, pengendalian OPT, penyediaan
benih, yang saling terkait tersebut, diharapkan dapat mendukung penyediaan
karbohidrat melalui komoditas kentang (Julianto, 2014).
Menurut Suryono dan Ratna (2012), keunggulan teknologi aeroponik
adalah: (1) dapat menghasilkan umbi kentang yang banyak (10 kali lipat
dibandingkan cara konvensional yang hanya sekitar 3-5 knol/tanaman), (2)
mengurangi penggunaan pestisida, umbi sehat dan bersih, (3) mudah dipanen dan
diatur sesuai ukuran yang diinginkan, (4) hemat tenaga kerja, (5) bebas patogen

19

dan (6) nutrisi dapat diatur sesuai perkembangan tanaman. Sistem produksi benih
kentang dengan aeroponik mulai dicoba oleh Balitbang Provinsi Jawa Tengah
tahun 2011 dengan tenaga ahli dari Fakultas Pertanian Unsoed yang dimotori oleh
Dr Ir Saparso MP, yaitu memanfaatkan pengaruh formula larutan nutrisi dan jarak
tanam terhadap pertumbuhan dan hasil pembibitan kentang dalam sistem
aeroponik. Hasil yang diperoleh adalah jumlah umbi per rumpun mencapai ratarata 44 buah.
Titik utama aplikasi aeroponik di lapang adalah tekanan yang dihasilkan
oleh pompa harus tinggi dan kesesuaian desain instalasi. Tekanan tinggi pada
selang saluran akan menghasilkan butiran air berbentuk kabut. Permasalahan di
lapangan untuk teknik aeroponik pada umumnya adalah tekanan yang dihasilkan
pompa kurang tinggi sehingga terkreasi butiran air kasar bukan kabut sehingga
jumlah oksigen butiran air menurun. Semakin kecil butiran air, maka permukaan
butiran air semakin luas. Semakin luas permukaan butiran air, maka
persinggungan dengan udara semakin banyak. Semakin banyak persinggungan
dengan udara, maka kemungkinan penambatan oksigen oleh butiran air semakin
besar (Suryono dan Ratna, 2012).
Oksigenasi dari tiap butiran kabut halus larutan hara yang sampai ke akar
merupakan kunci keunggulan aeroponik. Selama perjalanan dari lubang sprinkler
hingga sampai ke akar, butiran akan menambat oksigen dari udara sehingga
jumlah oksigen dalam butiran meningkat dan baik untuk perkembangan tanaman.
Penelitian teknik budi daya kentang dengan aeroponik telah dilakukan untuk

20

produksi umbi kentang mini konvensional. Teknik budi daya dengan aeroponik
dapat memperoleh laba 33%/m2 sampai 67%/m2(Suryono dan Ratna, 2012).
Usaha pembibitan tersebut memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Oleh
karena itu, untuk mendorong percepatan innovation driven economy, pada 2012
hingga 2013 Balitbang Provinsi Jateng bekerja sama dengan Unsoed dan adanya
pendampingan dari Dinas Pertanian (Ir. Suhari) dan Intermediator Teknologi
Kemenristek (Ratna Sari Dewi S.TP) berusaha mendorong pengembangan
pembibitan kentang mutu unggul (bersertifikat). Rumah aeroponik bantuan
teknologi dari Balitbang berukuran 4 x 8 m2 dengan kapasitas 21 m2 terletak di
Desa Grogol, Kecamatan Pejawaran, Kabupaten Banjarnegara. Rumah konstruksi
aeroponik dapat dibangun sesuai kebutuhan dan ketersediaan dana. Rumah
tanaman dengan biaya konstruksi rendah memilki ciri antara lain strukturnya
sederhana dengan konstruksi dari bahan lokal yang tersedia di kawasan yang
beriklim setempat (Suryono dan Ratna, 2012).
Bambu dan kayu adalah bahan yang banyak digunakan di Indonesia, karena
biaya relatif murah. Untuk jangka waktu pemakaian lebih dari 10 tahun, sebaiknya
rumah tanaman dibangun dengan rangka besi. Untuk pemakaian kurang dari 5
tahun, sebaiknya digunakan rangka bambu. Ventilasi alamiah sebaiknya
dimanfaatkan secara maksimum sehingga tidak diperlukan peralatan khusus untuk
mengendalikan kondisi lingkungan dalam rumah tanaman. Untuk kawasan
beriklim tropis, orientasi rumah tanaman sebaiknya memanjang ke timur dan
barat, sehingga atap rumah tanaman menghadap ke utara dan selatan. Hal ini
memungkinkan cahaya matahari dapat mengenai tanaman secara lebih merata

21

sepanjang hari. Laju ventilasi alamiah sangat bergantung dengan kecepatan udara
di luar rumah tanaman, sehingga rumah tanaman dapat dibuat lebih optimum
dengan informasi kondisi iklim setempat (Suryono dan Ratna, 2012).
3. SOP berbasis GAP
Strategi pengaturan cara budidaya kentang perlu dilakukan untuk
memperoleh mutu tanaman kentang yang baik. Mutu produk komoditas
hortikultura diperoleh dengan meningkatkan produkuktivitas dan kualitas produk
yang sesuai dengan standar kemanan pangan, dinamika prefensi konsumen, dan
memiliki daya saing. Kegiatan peningkatan mutu prosuk hortikulturan akan
difokuskan pada penarapan Good Agriculture Practices (GAP) dan Good
Handling Practices (GHP), registrasi kebun, fasilitasi budidaya,
implementasi teknologi budidaya yang ramah lingkungan.

pascapanen,

Penerapan GAP

melalui SOP yang spesifik lokasi, spesifik komoditas dan spesifik sasaran pasar
dimaksudkan agar meningkatkan prosuktifitas, kualitas produk, ramah lingkungan
dan memiliki daya saing tinggi dengan produk padananya dari luar negeri.
Penerapan GAP di Indonesia di dukung dengan peraturan mentri pertanian No.
48/Permentan/OT.140/10/2009 tentang perdoman Budidaya buah dan sayur yang
baik.
Tujuan dari penerapan GAP diantaranya:
a. Meningkatkan produksi dan produktifitas
b. Meninkatkan mutu hasil dan menjamin keamanan pangan
c. Meningkatkan daya saing
d. Memperbaiki efisiensi penggunaan sumber daya alam

22

e. Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan, dan sistem
produksi yang berkelajutan
f. Mengembangkan sikap mental pada petani yang bertanggung jawabm ,
terhadap kesehatan, kemanaan diri dan lingkungan
g. Meningkatkan penerimaan oleh pasar internasional
h. Memberi jaminan kepada konsumen
(Draft petunjuk Umum Hortikultura, 2014)
Menurut Pergub Jabar80 tahun 2014 pasal 16 tentang tanaman pertanian.
Penerapan GAP meliputi:
a. Persiapan lahan
b. Pengaturan jarak tanam sesuai anjuran
c. Penggunaan benih unggul
d. Penggunaan pupuk sesuai anjuran
e. Pengaturan pengairan sesuai kebutuhan tanaman
f. Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
g. Penerapan GHP untuk memenuhi pangsa pasar yang tersedia.
Standar operasional pelaksaaan (SOP) pada budidaya tanaman kentang
berbeda-bede sesuai dengan kelembagaan petani atau perusahan yang memiliki
lahan. Menurut Direktorat BTSB, (2006), untuk memenuhi kebutuhan tanaman
kentang di dalam negeri maupun luar negeri dengan kualitas dan kuantitas yang
memadai perlu pola produksi sesuai norma budaya yang baik dan benar seperti
Stanandar Operasional Porosedur (SOP) yang digunakan sebagai acuan petani
kentang.

23

Target merupakan acun dalam menyusun SOP yang diterapkan dikebun
sesuai kebutuhan pasar. Taget budaidaya kentang yaitu produktifitas > 20 ton/ha,
tingkat kehilangan hasil , 10 %, kualitas umbi yang dihasilkan sesuai standar pasar
mencapai 90%. Kegiatan selanjutnya dalah pemilihan lokasi sesuai syarat tumbuh
tanaman kentang, agar dihasilkan kentang sesuai standar mutu yang ditetapkan,
dan tidak merusak lingkungan. Dilihat dari aspek tanah perlu top solum yang
cukup, ketersediaan sumber air, bukan sumber penyakit tular tanah, drainase baik,
tidak menyalahi kaideh konservasi tanah dan air. Alat yang digunakan dalam
menentukan lokasi yaitu altimeter, untuk mengukur ketinggian lokasi, pH meter,
Abney level untuk mengukur kemiringan lahan, alat tulis (Direktorat BTSB,
2006).
Prosedur pelaksanaan:
a. Mengukur tinggi lokasi dan kemirngan lahan
b. Mengukur pH tanah
c. Melakukan pemetaan lokasi lahan
Sasaran:
a. Diperoleh dneah rencana tata guna (desain) Lahan.
b. Diperoleh lokasi dengan kondisi


Ketinggian tempat tumbuh misal 100 mdpl



Kemiringan anjuran 5-20 0



Tanah berstruktur gembur, subur, dengan pH 55-6,5, berdrainase baik



Bukan lahan bekas tanaman sejenis atau sefamili



Lahan dekat dengan sumber mata air

24



Gamber lokasi lahan
Penentuan waktu tanam, berguna menentukan waktu tanam yang tepat bagi

pertumbuhan tanaman. Alat dan bahan yang digunakanan, data curah hujan
bulanan, dan ketersediaan air untuk mengatur waktu tanam sesuai daerah, dan
alat tulis (Direktorat BTSB, 2006).
Prosedur pelaksanaan
a. Lakukan pengkajian untuk mengetahui saat air tersedia secara alami di lahan
(mengetahui awal dan akhir musim hujan)
b. Lakukan pengamatan terhadap kebiasaan petani setempat dalam budidaya
tanaman di lokasi tersebut
c. Tentukan waktu tanaman yang tepat
d. Lakukan pencatatan sesuai format yang ditentukan
Sasaran yaitu diperoleh waktu tanam yang tepat.
Penyiapan lahan, yaitu membersihkan lahan dari sesuatu yang dapat
menggangu pertumbuhan tanaman agar kentang bebas dari gangguan fisik dan
biologis.
Alat dan bahan
a. Parang
b. Cangkul
c. Herbisida
d. Keranjang
e. Alat tulis, dan blangko isian untuk mencatat kegiatan
Prosedur pelaksaaan

25

a. Bersihkan lahan dari bebatuan, gulma, semak yang dapt menghalangi
pertumbuhan tanaman
b. Buang kotoran dan sisa bahan yang dibersihkan
c. Bongkar tanaman atau bagian tanaman yang dapat menjadi sumber penyakit
d. Kubur sisa gulma dan semak belukar
e. Lakukan pencatatan
Sasaran yaitu lahan bebas bebatuan, gulma, semak belukar, tersedia lahan
untuk pertanaman (Direktorat BTSB, 2006). Kegiatan budidaya (Direktorat
BTSB, 2006), yaitu:
a. Penyiapan lahan, yaitu pengolahan tanah, pembuatan parit dan garitan. A;at
yang digunakan seperti traktor, meteran, tali, bambu , alat tulis, blanko. Lahan
di bajak hingga kedalaman 30 cm, dan biarkan sealama 15 hari. Garitan dibuat
dengan kedalaman 10 cm, jarak antar garitan 80 cm. Pada lahan lereng dibuat
penanaman pohon pengat pematang.
b. Pembuatan jarak tanam, dan gunakan jarak tanam yang optimal. Alat yang
digunaka, tali, meteran, dan alat tulis. Ukur talidengan jarak 30-40 cm, untuk
menentukan titik tanam. Pada jarak tertentu tandai dengan bambu, lakukan
pencatatan.
c. Penyiapan benih, agar diperoleh benih yang seragam. Alat yang dibuthkan
kerangjang, alat tulis. Pilih benih yang bertunas 1-2 cm
d. Pemumukan Dasar dan penanaman. Usahakan menggunakan pupuk oerganik
diawal. Dosis pupuk yang digunakan yaitu 555 kg/ha sp-36 (200 kg P2O5),
326 kg/ha urea , 259 Kg/ha KCl, benih yang dibutuhkan 1500 kg/ha

26

e. Pemupukan susulan dan Pembubunan, berguna menambah kebuthan hara dan
perakaran dan umbi kentang tumbuh optimal. Alat yang digunakan seperti
cangkul, skop, ember, dan pupuk. Dilakukan pada tanaman berumur 30 Hari
Setelah Tanam (HST), dan 40 HST.
f. Pengairan untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman dan penyerapan unsur
hara oleh tanaman. Alat yang digunakan pompa air, sumber air, bak air, selang
air. Air dapat langsung sialiran kel alahn atau dipompa menggunakan pompa
air.
g. Pemasangan ajir/ turus, dibuat dnegan panjang ajir 70 cm, lebar 2-3 cm. Ajir
ditancapkan 5 cm dari tanaman.
h. Penyiangan dan saniatasi, dilakukan pada tanaman berumur 30 hari ,
sersasmaan kegiatan pembumbunan tanaman.
i. Pengendalian orgenisme panggangu tumbuhan, untuk menekan OPT sehingga
mempertahankan produksi dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
j. Penentuan saat panen, dengan melihan keadaan fisik tanaman, agar diperoleh
mutu dan produksi umbi yang optimal. Biasanya dipanen pada umbur 120 hst.
Pengujian tingkat ketuan dengan menggesekan kullit umbi kentang dengan
kentang lainnya.
k. Panen yaitu penggambilan umbi kentang dari dalam tanah. Kentang yang telah
dipanen dimasukan kedalam keranjang.
(Direktorat BTSB, 2006)
4. Pengelolaan Hama Terpadu (PHT)

27

Menurut Duriat et al. (2006), masalah dalam dalam budidaya kentang salah
satunya yaitu keberadaan organisme pengganggu tanaman (OPT). CIP-Balitsa
(1999) dalam Duriat et al (2006),

telah terinventarisasi OPT pada kentang

sebanyak 72 jenis yang terdiri atas 4 jenis bakteri patogen, 13 jenis cendawan
patogen, 15 jenis virus patogen, 1 jenis mikoplasma patogen, 8 jenis penyakit
fisiologi (abiotik), dan 31 jenis hama. Jumlah OPT yang sebanyak ini merupakan
kompilasi dari berbagai daerah atau negara penghasil kentang.
Di setiap negara atau daerah terdapat OPT utama sesuai dengan faktor–
faktor pendukung seperti jenis dan varietas tanaman yang diserang serta keadaan
lingkungan. Jadi belum tentu OPT yang penting di suatu wilayah menjadi sama
pentingnya dengan OPT di wilayah lain. Kehilangan hasil yang disebabkan oleh
beberapa OPT penting pada tanaman kentang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis hama dan penyakit penting tanaman kentang
Nama umum

Nama ilmiah/
Penyebab

Hama:
1. Penggerek umbi Phthorimaea
operculella

Bagian
tanaman
yang
diserang *)

Fase
pertumbuhan
tanaman

Kehilang
an hasil
(%)

D +U

M-T

36 a)

2. Lalat
penggorok daun

Liriomyza
huidobrensis

D

M-T

34 b)

3. Kutu kebul
4. Pengisap daun

Bemisia tabaci
Myzus persicae
Thrips palmi
Tetranychus urticae
dan
Polyphagotarsonem
us latus
Agrotis ipsilon
Spodoptera,

D
D

T
M-T

-

B
D

M
T

-

5. Ulat tanah
6. Ulat pemakan

28

daun
7. Nematoda

Chrysodeixis,
Helicoperva
Meloidogyne dan
Globodera

Penyakit biotik:
1. busuk daun layu Phythoptora
infestans, Ralstonia
solanacearum,
Fusarium
oxysporum,
2. Bercak kering
Alternaria solani
3. Kaki hitam
Erwinia spp.
4. Busuk cincin
Clavibacter
michiganensis spp
Spedonicus
5. Daun
Potato leaf roll virus
menggulung
(PLRV)
6. Mosaik
PVT, PVX, PVS
Penyakit abiotik:
Karena bahan kimia
Hara tidak seimbang
karena lingkungan
pertumbuhan abnormal

Penyebab:
Herbisida
kekurangan/kelebiha
n hara
Suhu rendah
Kesuburan dan air
berlebihan
Suhu yang terlalu
tinggi

U+A

T

12-20 c)
2,75 t/ha
setiap 20
telur/gra
m tanah

D +C
B+U
B+U

M-T
M
M-T

50 d)
19 d)
6-25e)

D
B+U
U+D

T
T
T

-

D +S

M

25-90f)

D+S

M

5-80 g)

D
D+U

M-T
M-T

-

D+U
U

T
T

-

U

T

-

Keterangan:

*) D= daun, U=umbi, C= cabang, S=sistemik, A= akar
**): M= Muda, T=Tua
Sumber: Duriat et al (2006)
Pertanaman kentang di musim hujan seringkali mengalami serangan berat
penyakit busuk daun, sebaliknya pada musim kemarau hama sering menimbulkan
masalah. Untuk mengatasi hal ini umumnya petani hanya melakukan
pengendalian secara konvensional, yang hanya menekankan pada penggunaan
pestisida. Penggunaan fungisida pada pertanaman kentang di luar musim dapat

29

mencapai 40% dari biaya produksi. Disadari bahwa penggunaan pestisida yang
berlebihan akan memberikan dampak yang merugikan. Oleh karena itu
pemerintah telah mengeluarkan kebijakan bahwa setiap program perlindungan
tanaman dilaksanakan dengan pendekatan konsepsi PHT.
Dasar hukum PHT tertera pada Inpres 3/1986 yang kemudian lebih
dimantapkan lagi melalui Undang-undang No. 12/1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman. Sasaran PHT adalah : 1) produktivitas pertanian semakin mantap, 2)
penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, 3) populasi OPT dan kerusakan
tanaman karena serangannya tetap berada pada aras yang secara ekonomis tidak
merugikan, dan 4) pengurangan resiko pencemaran lingkungan akibat penggunaan
pestisida (Untung 1993). Penerapan PHT menurut Duriat dkk (2006) adalah
sebagai berikut:
A. Penggunaan Varietas yang sesuai
Bibit sebaiknya menggunakan varietas yang cocok. Varietas yang cocok
untuk dataran tinggi yaitu hampir semua jenis/varietas kentang dapat digunakan.
Dataran medium verietas kentang yang digunakan yaitu varietas Berolina, DTO33, Desiree, Red Pontiac dan lain-lain. Klon CIP 387.315-15 merupakan varietas
harapan untuk dilepas yang hasilnya tinggi dan memiliki rasa yang sama dengan
Granola (Setiawati et al. 1999, dalam Duriat et al, 2006). Selain dari penggunaan
varietas yang cocok, bibit harus bermutu dan bersertifikat serta memiliki
penampakan fisik yang baik. Bibit kentang bersertifikat resmi diberi label. Label
putih untuk G-2 (benih dasar), label ungu untuk G-3 (benih pokok) dan label biru
G-4 (benih sebar) (Pradjadinata 2005 dalam Duriat et al, 2006). Penampakan fisik

30

bibit kentang yang ideal yaitu umbi mulus, panjang tunas umbi 1-3 cm. Bibit asal
biji (TPS) sehat dan mulus dengan 4-5 helai daun sejati.
B. Kultur teknis yang tepat
1. Pra tanam
a. Pemilihan bibit
Bibit selama berada di gudang penyimpanan harus diketahui kondisi umbi
bibitnya yang akan menentukan tindakan pencegahan OPT di gudang. Kondisi
umbi bibit yang ideal adalah:


Umbi bibit dipilih yang sehat (mulus dan tidak cacat) lalu dikelompokkan
sesuai dengan ukurannya, yaitu A (>60-80 g), B (>45-60 g), C (>30-45 g),
D (>20-30 g).



Pengaturan cahaya dalam gudang. Bila gudang gelap tunas cepat tumbuh,
lemah dan pucat. Bila gudang terang pertumbuhan tunas tumbuh lambat
dan pendek namun kekar dan warnanya lebih tua.



Suhu optimal gudang 14-18 °C. Suhu rendah (3-5 °C) memperlambat
pertunasan, sedangkan kondisi di atas suhu kamar mempercepat
pertunasan.



Kelembaban optimal 75-90%. Kelembaban 10-20%
>20-40%
>40-70%
>70%-tanaman mati
keputusan

pengendalian

Hama
Tidak ada serangan
>0-20%
>20-40%
>40-60%
>60-80%
>80%
OPT

berdasarkan

ambang

pengendalian.
Pengamatan OPT perlu dilakukan sepanjang hidup tanaman, mengingat jenis
OPT yang dominan pada tiap fase pertumbuhan tanaman sering berbeda, atau
OPT tertentu dapat menyerang tanaman dari sejak fase muda sampai fase tua.

36

Dalam PHT, penggunaan pestisida dilakukan apabila populasi OPT/ tingkat
kerusakan tanaman sudah sampai pada level yang harus dikendalikan. Ada
beberapa hasil penelitian yang dapat digunakan sebagai dasar pengendalian secara
kimiawi.
Tabel 3. Ambang pengendalian OPT penting pada tanaman kentang
No
1

OPT penting
Penggerek umbi (Phthorimaea operculella)

2

Kutu daun (Myzus persicae)

3

Trips (Thrips palmi)

4
Busuk daun (Phytopthora infestans)
5
Layu bakteri (Ralstonia solanacearum)
6
Virus (PLRV, Mosaik)
Sumber: Duriat et al (2006)

Nilai ambang
25 ngengat/ perangkap
feromonoid seks pada MK
20 larva/tanaman contoh
7 ekor nimfa/ 10 daun
contoh
100 ekor nimfa/ 10 daun
contoh
1 bercak aktif/ 10 tanaman
1 tanaman/ 100 tanaman
10% tanaman muda

a. Tindakan pengendalian hama


Ulat tanah dikumpulkan dari sekitar tanaman yang terpotong atau rusak
kemudian dimusnahkan.



Daun yang terserang penggerek umbi dipetik, dikumpulkan dalam kantung
plastik kemudian dimusnahkan (dikubur atau dibakar bersama plastiknya).
Ulat pemakan daun dikumpulkan dan dimusnahkan.



Tanaman yang terserang penyakit layu cendawan atau bakteri dicabut
bersama umbi dan tanahnya dimasukkan ke dalam kantung/karung plastik,
kemudian dimusnahkan.



Tanaman yang terserang virus daun menggulung dan virus mosaik apabila
pada waktu tanaman muda (30 hari) kurang dari 10 % dan populasi

37

kutudaun

rendah,

maka

tanaman

sakit

sebaiknya

dicabut

dan

dimusnahkan. Apabila serangan virus sudah mencapai lebih dari 10% dan
populasi kutudaun tinggi, sebaiknya dibiarkan saja, karena tindakan
apapun tidak akan mengurangi serangan.


Apabila tanaman terserang pengorok daun Liriomyza, bentangkan kain
kuning (lebar 0,9 m x panjang sesuai kebutuhan atau 7 m, untuk setiap
lima bedengan memanjang) berperekat di atas tajuk tanaman kentang
(Baso et al. 2000). Goyangan pada tanaman membuat lalat dewasa
beterbangan dan terperangkap pada kain kuning.



Jika populasi larva P. operculella telah mencapai ambang kendali (25
ngengat / trap pada MH, 100 ngengat / trap pada MK atau 20 larva / 10
tanaman contoh), tanaman kentang disemprot dengan insektisida yang
efektif dan selektif, antara lain Atabron 50 EC, Orthene 70 SP sert