MAKALAH PERANAN INDONESIA DALAM PERDAMAI
MAKALAH
PERANAN INDONESIA DALAM
PERDAMAIAN DUNIA DALAM ORGANISASI
GERAKAN NON BLOK
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir
Sejarah Wajib
Di Kelas XII – Semester 2 – 2015/2016
Disusun oleh :
Nama : Aghnia Putri Permana (01)
Kelas : XII IPA 6
SMA NEGERI 1 CIANJUR
Jalan Pangeran Hidayatullah No.62 Kabupaten Cianjur
Telp. (0263) 261295 Web : www.sman1cianjur.sch.id Email : [email protected]
LATAR BELAKANG GERAKAN NONBLOK
Kata "Non-Blok" diperkenalkan pertama kali oleh Perdana Menteri India Nehru dalam
pidatonya tahun 1954 di Colombo, Sri Lanka. Dalam pidato tersebut, Jawarharlal Nehru
menjelaskan lima pilar yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk membentuk relasi
Sino-India yang disebut dengan Panchsheel (lima pengendali). Prinsip ini kemudian
digunakan sebagai basis dari Gerakan Non-Blok. Lima prinsip tersebut adalah :
1. Saling menghormati integritas teritorial dan kedaulatan.
2. Perjanjian non-agresi
3. Tidak mengintervensi urusan dalam negeri negara lain
4. Kesetaraan dan keuntungan bersama
5. Menjaga perdamaian
Setelah berakhirnya Perang Dunia II, tepatnya di era 1950-an negara-negara di dunia
terpolarisasi dalam dua blok, yaitu Blok Barat di bawah pimpinan Amerika Serikat dan Blok
Timur di bawah pimpinan Uni Soviet. Pada saat ini terjadi, pertarungan yang sangat kuat
antara Blok Barat dan Timur, era ini dikenal sebagai sebagai era perang dingin (Cold War)
yang berlangsung sejak berakhirnya Perang Dunia II hingga runtuhnya Uni Soviet pada tahun
1898. Pertarungan antara Blok Barat dan Timur merupakan merupakan upaya untuk
memperluas sphere of interest dan sphere of influence. Dengan sasaran utama perebutan
perebutan penguasaan atas wilayah-wilayah potensial di seluruh dunia.
Dalam pertarungan perebutan pengaruh ini, negara-negara dunia ketiga (di Asia, Afrika,
Amerika Latin) yang mayoritas sebagai negara yang baru merdeka juga terlibat. Masalahnya,
perang dingin ini tidak hanya mempengaruhi perkembangan negara-negara di kawasan Eropa
tapi negara-negara di kawasan Asia pun menjadi ajang perebutan pengaruh dua negara yang
baru meraih kemederkaan dan negara yang baru meraih kemerdekaan akan mudah
dipengaruhi. Itu sebabnya negara adikuasa (Amerika dan ni Soviet) melihat semua itu sebagai
wilayah yang sangat menarik bagi kedua blok untuk menyebarkan pengaruhnya. Akibat
persaingan kedua blok tersebut, bahkan muncul beberapa konflik misalnya konflik yang
terjadi di Asia, seperti Perang Korea dan Perang Vietnam.
Indonesia bisa dikatakan memiliki peran yang sangat penting dalam proses kelahiran
organisasi ini. Lahirnya organisasi Gerakan Non-Blok dilatar belakangi oleh kekhawatiran
para pemimpin negara-negara dunia ketiga terutama dari Asia dan Afrika terhadap munculnya
ketegangan dunia saat itu karena adanya persaingan antara Blok Barat dan Blok Timur.
Dalam kondisi seperti ini, muncul kesadaran yang kuat dari para pemimpin dunia ketiga saat
itu untuk tidak terseret dalam persaingan antara kedua blok tersebut.
LAHIRNYA
(GNB)
GERAKAN
NON
BLOK
Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non Align Movement (NAM) adalah suatu gerakan yang
dipelopori oleh negara-negara dunia ketiga yang beranggotakan lebih dari 100 negara-negara
yang berusaha menjalankan luar negeri yang tidak memihak dan tidak menganggap dirinya
beraliansi dengan Blok Barat atau Blok Timur. GNB merepresentasikan 55% penduduk dunia
dan hampir 2/3 keanggoataan PBB. Mayoritas negara-engara anggota GNB adalah negaranegara yang baru memperoleh kemerdekaan setelah berakhirnya Perang Dunia.
Dengan dipelopori oleh lima pemimpin negara Indonesia, India, Pakistan, Burma dan
Srilanka. Terselenggaralah sebuah pertemuan pertama di Kolombo (Srilanka) pada April 28
April-2 Mei 1952, dilanjutkan dengan pertemuan di Istana Bogor pada 29 Desember 1954.
Dua konferensi di atas merupakan cikal bakal dari terselenggaranya Konferensi Asia-Afrika
(KAA) di Bandung pada 18 April-25 April 1955 yang dihadiri oleh wakil dari 29 negara Asia
dan Afrika.
Namun, Gerakan Non-Blok dicetuskan antara lain oleh Ir.Soekarno dari Indonesia. KAA di
Bandung merupakan proses awal lahirnya GNB. Tujuan diselenggarakannya KAA adalah
mengidentifikasi dan mendalami masalah-masalah dunia pada waktu itu dan berusaha
memformulasikan kebijakan bersama negara-negara yang baru merdeka tersebut pada tataran
hubungan international.
Lalu selanjutnya, pembentukan organisasi Gerakan Non-Blok dicanangkan dalam Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) I di Beogdad, Yugoslavia pada tanggal 1-6 September 1961 yang
dihadiri oleh 25 negara dari Asia dan Afrika. Dalam KTT 1 tersebut, negara-negara pendiri
GNB berketetapan untuk untuk mendirikan suatu gerakan dan bukan suatu organisasi untuk
menghindarkan diri dari implikasi birokratik dalam membangun upaya kerjasama diantara
mereka. Pada KTT 1 ini juga ditegaskan bahwa GNB tidak diarahkan pada suatu peran pasif
dalam politik Internasional, tetapi untuk memformulasikan posisi sendiri independen yang
merefleksikan kepentingan negara-negara anggotanya.
KAA SEBAGAI EMBRIO LAHIRNYA
ORGANISASI GNB
Persiapan KAA diawali dengan adanya Konferensi Colombo pada tanggal 28 April – 2 Mei
1954 antara lima perdana menteri, yaitu Perdana Menteri Sir Jhon Kotelawala (Srilanka), U
Nu (Birma), Jawaharlal Nehru (India), Ali Sastroamidjojo (Indonesia), dan Mohammed Ali
(Pakistan). Tujuan dari konferensi ini adealah untuk memperkuat hubungan antara lima
negara tersebut sertra membicarakan usaha-usaha untuk memelihara perdamaian.
Kemudian tanggal 29 Desember 1954 kelima negara tersebut mengadakan Konferensi Bogor,
dimana merupakan kelanjutan perundingan tentang gagasan yang timbul dalam Konferensi
Colombo, yaitu gagasan untuk amenyelenggarakan konferensi negara-negara Asia-Afrika.
Hasil keputusannya adalah mengadakan Konferensi Asia-Afrika pada permulaan tahun 1955
di Bandung
Akhirnya pada tanggal 18 April 1955, dimulailah Konferensi Asia Afrika yang
diselenggarakan di kota Bandung. Konferensi ini berlangsung hingga tanggal 25 April 1955
dan diikuti oleh wakil dari 29 negara Asia dan Afrika.
Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955 merupakan proses awal lahirnya
GNB. KAA diselenggarakan pada tanggal 18 - 24 April 1955 dan dihadiri oleh 29 Kepala
Negara dan Kepala Pemerintah dari benua Asia dan Afrika yang baru saja merdeka. KAA
ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendalami masalah-masalah dunia waktu itu dan
berupaya menformulasikan kebijakan bersama negara-negara baru tersebut pada tatanan
hubungan internasional. KAA menyepakati ’Dasasila Bandung’ yang dirumuskan sebagai
prinsip-prinsip dasar bagi penyelenggaraan hubungan dan kerja sama antara bangsa-bangsa.
Sejak saat itu, proses pendirian GNB semakin mendekati kenyataan, dan dalam proses ini
tokoh-tokoh yang memegang peran kunci sejak awal adalah Presiden Mesir Gamal Abdel
Nasser, Presiden Ghana Kwame Nkrumah, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Presiden
Indonesia Soekarno, dan Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito. Kelima tokoh dunia ini
kemudian dikenal sebagai para pendiri GNB.
Dalam Pertemuan tersebut, 29 kepala Negara Asia dan Afrika bertemu membahas masalah
dan kepentingan bersama, termasuk didalamnya mengupas secara serius tentang kolonialisme
dan pengaruh kekuatan “barat”. Pertemuan ini disebutkan pula sebagai Konferensi Asia
Afrika atau sering pula disebut sebagai Konferensi Bandung.
KONFERENSI TINGKAT TINGGI (KTT)
KTT termasuk hal yang berhubungan dengan adanya organisasi Gerakan Non-Blok ini karena
gerakan Non-Blok sendiri bermula dari Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika, diantaranya :
Konferensi pertama
Pertemuan pertama berlangsung tahun 1961 di Beogard guna mencetuskan prinsip politik
bersama. Pengertian politik itu berbunyi “politik berdasarkan koeksistensi damai, bebas blok,
tidak menjadi anggota persekutuan militer dan bercita cita melenyapkan kolonialisme dalam
segala bentuk dan manifestasinya”.
Konferensi pertama negara non blok September 1961 di Beograd dianggap
kelanjutan Konferensi Asia-Afrika 1955 di Bandung. Sebanyak 25 negara ikut ambil bagian
(8 dari Asia, 9 Afrika, 1 Eropa (Yugoslavia) ), 1 Amerika Latin (Kuba) dan 6 Arab. Tenaga
pendorong konferensi ini adalah Presiden Tito yang semakin bergeser ke Dunia Ketiga karena
ingin lepas dari isolasi kedua blok. Bertiga dengan Nehru dan Nasser, Tito memerankan
kelompok vokal pertemuan. Konferensi membahas diskriminasi ras, bantuan untuk kemajuan
dan perkembangan serta pelucutan senjata.
Konferensi kedua
Bulan Oktober 1964 berlangsung konferensi kedua di Kairo yang diikuti utusan 48 negara
dan sepuluh negara berstatus pengamat resmi (kebanyakan dari Amerika Latin).[1]Pada kedua
konferensi sudah tampak adanya pertentangan antara kelompok ngara moderat
pimpinan Nehru dan kelompok radikal pimpinan Soekarno serta Kwame Nkrumah.
Konferensi ketiga
Bulan September 1970 Konferensi Non Blok ketiga diadaan di Lusaka, ibu kota Zambia.
Jumlah peserta bertambah menjadi 54 negara, 9 negara mengirimkan pengamat. Tema pokok
konferensi yang dipimpin Presiden Zambia Kenneth Kaunda mempermasalahkan rezim
rasialis minoritas kulit putih di Afrika Selatan. Prinsip non blok dinyatakan tidak berkurang
kekuatannya seperti yang telah dirumuskan dalam resolusi Kairo dan Beogard.
Konferensi keempat
Konferensi tingkat tinggi keempat berlangsung September 1973 dan diikuti 75 negara
di Aljazair. Kamboja diwakili pangeran Sihanouk untuk pemerintahan kerajaan. Para
pengamat terdiri dari organisasi gerakan kemerdekaan dan pembebasan Afrika Selatan dan
Amerika Latin. Tema pokok konferensi yang dipimpin Presiden Aljazair Boumedienne
adalah masalah negara-negara melarat. Dalam resolusi penutup dirumuskan hak
menasionalisasi perusahaan asing.
Konferensi kelima
Konferensi kelima berlangsung Agustus 1976 di Colombo, ibu kota Sri Lanka. Dalam
konferensi ini, selain dipertegas kepentingan negara-negara non blok yang dirugikan tata
ekonomi dunia yang tidak adil yang bisa mengancam perdamaian dunia juga dirumuskan
perjuangan bersama negara-negara non blok dalam lapangan perdagangan, industri, teknologi
termasuk memperkuat media informasi negara-negara non blok. Konferensi berhasil
merumuskan program aksi bersama yang disebut deklarasi perjuangan.
Konferensi keenam
Konferensi non blok keenam berlangsung September 1979 di Havana, ibu kota Kuba. Jumlah
peserta menjadi 94 negara, peninjau dari 20 negara dan 18 organisasi dan negara yang
berstatus tamu. Meskipun suasana konferensi diliputi pertentangan antara kelompok moderat
dan kelompok radikal, konferensi berhasil merumuskan resolusi untuk memperkuat prinsipprinsip non-blok yang dirumuskan dalam deklarasi politik. Selain itu, deklarasi ekonomi yang
mempertegas sikap negara-negara non-blok terhadap apa yang mereka nyatakan sebagai
dominasi ekonomi asing yang merugikan kekayaan negara-negara sedang berkembang
berhasil pula dirumuskan.
Konferensi ketujuh
Keanggotaan Kamboja tidak berhasil diselesaikan sehingga baik pemerintahan Heng Samrin
maupun rezim Pol Pot hanya berstatus peninjau, Konferensi Tingkat Tinggi Non Blok yang
sedianya diadakan bulan September 1982 di Baghdad ibu kota Irak batal karena perang antara
Irak dan Iran belum berhasil diselesaikan. Lalu, Delhi ibu kota Indiamenjadi pengganti
tempat berlangsungnya Konferensi Non Blok ketujuh. Dan konferensi lainnya.
Tempat dan tanggal KTT GNB
No. Tanggal
Negara tuan rumah
Kota penyelenggaraan
1
1–6 September 1961
Yugoslavia
Beograd
2
5–10 Oktober 1964
Republik Arab Bersatu Kairo
3
8–10 September 1970
Zambia
Lusaka
4
5–9 September 1973
Aljazair
Algiers
5
16–19 Agustus 1976
Sri Lanka
Kolombo
6
3–9 September 1979
Kuba
Havana
7
7–12 Maret 1983
India
New Delhi
8
1–6 September 1986
Zimbabwe
Harare
9
4–7 September 1989
Yugoslavia
Beograd
10
1–6 September 1992
Indonesia
Jakarta
11
18–20 Oktober 1995
Kolombia
Cartagena de Indias
12
2–3 September 1998
Afrika Selatan
Durban
13
20–25 Februari 2003
Malaysia
Kuala Lumpur
14
15–16 September 2006
Kuba
Havana
15
11–16 Juli 2009
Mesir
Sharm el-Sheikh
16
26–31 Agustus 2012
Iran
Teheran
17
2015
Venezuela
Karakas
Sekretaris Jenderal
Sekretaris Jendral Gerakan Non-Blok
Nama
Asal negara
Mulai
Akhir
Josip Broz Tito
Yugoslavia
1961
1964
Gamal Abdel Nasser
Republik Arab Bersatu 1964
1970
Kenneth Kaunda
Zambia
1970
1973
Houari Boumédienne
Aljazair
1973
1976
William Gopallawa
Sri Lanka
1976
1978
Junius Richard Jayewardene
Sri Lanka
1978
1979
Fidel Castro
Kuba
1979
1982
N. Sanjiva Reddy
India
1982
1983
Zail Singh
India
1983
1986
Robert Mugabe
Zimbabwe
1986
1989
Janez Drnovšek
Yugoslavia
1989
1990
Stipe Mesić
Yugoslavia
1990
1991
Branko Kostić
Yugoslavia
1991
1992
Dobrica Ćosić
Yugoslavia
1992
1992
Soeharto
Indonesia
1992
1995
Ernesto Samper Pizano
Kolombia
1995
1998
Andrés Pastrana Arango
Kolombia
1998
1998
Nelson Mandela
Afrika Selatan
1998
1999
Thabo Mbeki
Afrika Selatan
1999
2003
Datuk Seri Mahathir bin
Mohammad
Malaysia
2003
2003
Datuk Seri Abdullah Ahmad Badawi
Malaysia
2003
2006
Fidel Castro
Kuba
2006
2008
Raúl Castro
Kuba
2008
2009
Hosni Mubarak
Mesir
2009
2011
Muhammad Mursi
Mesir
2011
2012
Mahmoud Ahmadinejad
Iran
2012
2013
Hassan Rouhani
Iran
2013
sekaran
g
PERTEMUAN GERAKAN NON BLOK
(GNB)
Normalnya, pertemuan GNB berlangsung setiap tiga tahun sekali. Negara yang pernah
menjadi tuan rumah KTT Gerakan Non-Blok ini diantaranya adalah Yugoslavia, Mesir,
Zambia, Aljazair, Sri Lanka, Kuba, India, Zimbabwe, Indonesia, Kolombia, Afrika Selatan,
dan juga Malaysia. Biasanya setelah mengadakan konferensi, kepala negara atau kepala
pemerintahan yang menjadi tuan rumah konferensi itu akan dijadikan ketua gerakan untuk
masa jabatan selama tiga tahun.
Pertemuan pertama GNB terjadi di Beograd pada September 1961 dan dihadiri oleh dua
puluh
lima
anggota,
masing-masing
11
dari Asia dan Afrika bersama
dengan Yugoslavia, Kuba dan Siprus. Kelompok ini mendedikasikan dirinya untuk
melawan kolonialisme, imperialisme dan neo-kolonialisme.
Pertemuan berikutnya diadakan di Kairo pada 1964. Pertemuan tersebut dihadiri 56 negara
anggota di mana anggota-anggota barunya datang dari negara-negara merdeka baru di Afrika.
Kebanyakan dari pertemuan itu digunakan untuk mendiskusikan konflik ArabIsrael dan Perang India-Pakistan.
Pertemuan pada tahun 1969 di Lusaka dihadiri oleh 54 negara dan merupakan salah satu yang
paling penting dengan gerakan tersebut membentuk sebuah organisasi permanen untuk
menciptakan hubungan ekonomi dan politik. Kenneth Kauda memainkan peranan yang
penting dalam even-even tersebut.
Pertemuan paling baru (ke-13) diadakan di Malaysia dari 20-25 Februari 2003. Namun, GNB
kini tampak semakin tidak mempunyai relevansi sejak berakhirnya Perang Dingin.
PERKEMBANGAN
BLOK
GERAKAN
NON
Tujuan Gerakan Non-Blok ditetapkan dalam KTT I di Beograd pada tahun 1961.
Tujuan didirikannya Gerakan Non-Blok adalah :
1. Ikut serta meredakan ketegangan dunia akibat perang dingin yang berlangsung antara
Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni
Soviet.
2. Tidak membenarkan
kekerasan senjata.
usaha
penyelesaian
sengketa
dengan
cara
melalui
3. Mengembangkan rasa solidaritas diantara negara anggota dengan jalan membantu
perjuangan negara-negara berkembang dalam mencapai persamaan, kemerdekaan dan
kemakmuran.
4.
Berusaha membendung pengaruh negatif, baik dari Blok Barat maupun Blok Timur
ke negara-negara yang tergabung dalam GNB.
Selain tujuan, Gerakan Non-Blok terbentuk dengan berdasarkan pada asas tertentu. Asas ini
juga menjadi landasan kegiatan-kegiatan negara-negara anggota GNB. Adapun asa GNB
adalah sebagai berikut :
1. GNB bukan suatu blok tersendiri dan tidak tergabung dalam blok yang saling
bertentangan.
2. GNB merupakan wadah perjuangan negara-negara berkembang yang gerakannya
tidak pasif.
3. GNB berusaha mendorong perjuangan dekolonisasi di semua tempat, serta memegang
teguh perjuangan melawan imperialisme, kolonialisme, neokolonialisme, rasialisme,
apartheid, dan zionisme.
PERANAN INDONESIA DALAM GNB
Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia ternyata mempunyai peranan yang cukup
penting dalam Gerakan Non Blok. Peran serta Indonesia dalam Gerakan Non Blok adalah
sebagai berikut :
1. Sebagai pemprakarsa lahirnya GNB
2. Presiden Soekarno sebagai duta untuk menyampaikan keputusan KTT I kepada
Presiden Amerika serikat John F. Kennedi.
3. Indonesia menjadi penyelenggara sekaligus ketua Gerakan Non Blok dalam KTT GNB
di Jakarta pada Bulan September 1992.
4. Presiden Soeharto merintis dibukanya kembali Dialog Untara Selatan yang telah lama
mengalami pemutusan, yakni dalam KTT G-7 di Tokyo Jepang tahun 1993.
5. Indonesia selalu mengusulkan dalam KTT kemajuan Ekonomi, penghapusan
penjajahan, dan kemurnia GNB tetap dipertahankan.
Indonesia tentu sangat berperan dengan organisasi Gerakan Non-Blok ini karena pencetusnya
sendiri adalah orang Indonesia seperti yang telah disebut sebelumnya yaitu Ir. Soekarno.
Adapun Indonesia pernah menjadi tuan rumah KTT Non-Blok pada tahun 1992 pada
konferensi kesepuluh di Jakarta yang menghasilkan “Pesan Jakarta”. Adapun isi Pesan
Jakarta adalah sebagai berikut :
1. Hak asasi manusia dan kemerdekaan merupakan keabsahan universal dan percaya
kemajuan ekonomi serta sosial akan memudahkan tercapainya semua sasaran. GNB
menolak konsep mengenai hak asasi manusia dan demokrasi yang didiktekan oleh
negara tertentu atas negara lain.
2. Prihatin atas beban utang dari negara-negara berkembang.
3. Mendesak dilakukannya pembaruan ekonomi dunia guna memperkuat kemampuan
PBB dalam meningkatkan kerja sama dan penggabungan internasional.
4. Menyerukan pengalihan anggaran militer untuk memudahkan peningkatan ekonomi
dan sosial negara-negara berkembang.
5. GNB memberikan perhatian terhadap masalah Apartheid di Afrika Selatan dan
mengutuk pembasmian etnik Bosnia.
6. Menyambut baik hasil pertemuan puncak bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro
tentang lingkungan hidup san pembangunan.
GNB menempati posisi khusus dalam politik luar negeri Indonesia karena Indonesia sejak
awal memiliki peran sentral dalam pendirian GNB. KAA tahun 1955 yang diselenggarakan di
Bandung dan menghasilkan Dasa Sila Bandung menjadi prinsip-prinsip utama GNB,
merupakan bukti peran Indonesia dalam mengawali pendirian GNB.
Dari Konferensi ini dihasilkan 10 prinsip yang disepakati bersama yang sering juga
disebutkan sebagai Dasa Sila Bandung, yaitu :
Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di
dalam piagam PBB;
Menghormati kedaulatan dan integrits territorial semua bangsa;
Mengakui persamaan ras dan persamaan semua bangsa baik besar maupun kecil;
Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soal-soal dalam negeri orang lain;
Menghormati hak-hak tiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendiri atau
kolektif sesuai dengan piagam PBB;
Tidak menggunakan peraturan-peraturan pertahanan kolektif untuk bertindak bagi
kepentingan khusus salah satu Negara besar. Dan tidak melaukan tekanan terhadap
Negara lain.
Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan
terhadap integritas territorial atau kemerdekaan politik suatu Negara.
Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan,
persetujuan, arbitrase atau penyelesaian hukum, atau cara damai lain berdasarkan pilihan
pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan piagam PBB.
Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama.
Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.
Indonesia dan GNB
Politik luar negeri yang memihak pada salah satu blok akan menyukarkan kedudukannya ke
dalam dan menjauhkan tercapainya konsolidasi. Terlepas dari cita-citanya yang subyektif dan
historis akan hidup damai dan bersahabat dengan segala bangsa, masalah yang dihadapi RI
memaksa dengan sendirinya melakukan politik bebas. Itulah sebabnya RI tidak memihak
antara dua blok besar, blok Amerika dan blok Soviet.
Sebaliknya, jika Indonesia berada di luar blok bersama-sama dengan Negara-negara Nonblok
lainnya, peranannya akan terlihat sebagai kekuatan moral dan diharapkan akan dapat
meredam ketajaman konfrontasi Negara adikuasa jika Negara Nonblok bersedia bertindak
secara kolektif sebagai penengah.
Bagi Indonesia, Gerakan Non Blok merupakan wadah yang tepat bagi Negara-negara
berkembang untuk memperjuangkan cita-citanya dan untuk itu Indonesia senantiasa berusaha
secara konsisten dan aktif membantu berbagai upaya kearah pencapaian tujuan dan prinsipprinsip Gerakan Non Blok.
GNB mempunyai arti yang khusus bagi bangsa Indonesia yang dapat dikatakan lahir sebagai
Negara netral yang tidak memihak. Hal tersebut tercermin dalam Pembukaan UUD 1945
yang menyatakan bahwa “kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka
penjajahan diatas dunia haurs dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan”. Selain itu diamanatkan pula bahwa Indonesia ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kedua mandat
tersebut juga merupakan falsafah dasar GNB.
Pada tanggal 2 September 1988, Menlu RI, Ali Alatas, mengutarakan “Indonesia telah
dilahirkan sebagai Negara Nonblok.” Drs. Mohammad Hatta selaku Perdana Menteri di
depan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tanggal 2 September
1948 mengatakan bahwa sebagai negar merdeka, Indonesia seharusnya menjadi subjek yang
berhak menentukan sikap sendiri dan berhak memperjuangkan tujuannya sendiri tanpa
menjadi pro-Rusia dan pro-Amerika.
Sesuai dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif, Indonesia memilih untuk menentukan
jalannya sendiri dalam upaya membantu tercapainya perdamaian dunia dengan mengadakan
persahabatan dengan segala bangsa.
Sebagai implementasi dari politik luar negeri yang bebas dan aktif itu, selain sebagai salah
satu Negara pendiri GNB, Indonesia juga senantiasa setia dan commited pada prinsip-prinsip
dan aspirasi GNB.
Indonesia dalam GNB
Peranan penting Konferensi Asia Afrika tahun 1955 bagi pembentukan Gerakan Non Blok
menunjukan keterlibatan Indonesia dalam gerakan itu sejak masih dalam gagasannya.
Indonesia pun terlibat aktif dalam persiapan penyelenggaraan KTT I GNB di Beograd,
Yugoslavia.
Dengan demikian Indonesia termasuk perintis dan pendiri GNB. Keikutsertaan Indonesia
dalam GNB sejak awal disebabkan oleh kesesuaian prinsip gerakan dengan politik luar
negeri bebas aktif. Indonesia berkeyakinan, perdamaian hanya mungkin tercipta dengan sikap
tidak mendukung pakta militer (NATO dan Pakta Warsawa).
Soekarno sangat mendukung GNB karena pada waktu itu dia sedang menggalang kekuatan
negara-negara baru atau New Emerging Forces (Nefos) untuk membebaskan Irian Barat yang
masih diduduki Belanda, di mana Soekarno sudah tidak percaya dengan perundingan
diplomasi dengan pihak Belanda.
Tuan Rumah KTT X GNB
Berdasarkan Keputusan Pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri Gerakan Non-Blok di Acccra,
Ghana, tanggal 4-7 September 1991, Indonesia telah ditetapkan sebagai tuan
rumah/penyelenggara KKTT GNB X. Dan selanjutnya KTT GNB X berlangsung pada tanggal
1 – 7 September 1992 di Jakarta dan Bogor.
Selama tiga tahun dipimpin Indonesia, banyak kalangan menyebut, GNB berhasil memainkan
peran penting dalam percaturan politik global. Lewat Jakarta Message, Indonesia memberi
warna baru pada gerakan ini. Antara lain, dengan meletakkan titik berat kerjasama pada
pembangunan ekonomi dengan menghidupkan kembali dialog Selatan-Selatan.
Hal tersebut diatas, dirasa sangat perlu sebab Komisi Selatan dalam laporannya yang
berjudul “The Challenge to the South” (1987), menegaskan bahwa negara-negara Selatan
harus mengandalkan kemampuannya sendiri, kalau sekedar berharap pada kerjasama UtaraSelatan ibarat pungguk merindukan bulan. Sebaliknya, dialog Selatan-Selatan akan
memperkuat posisi tawar (bargaining-position) Negara-negara berkembang meski hal ini
masih harus dibuktikan.
Dengan profil positifnya selama ini, Indonesia dipercaya untuk turut menyelesaikan berbagai
konflik regional, antara lain : Kamboja, gerakan separatis Moro di Filipina dan sengketa di
Laut Cina Selatan. Konflik Kamboja mereda setelah serangkaian pembicaraan Jakarta
Informal Meeting (I & II) serta Pertemuan Paris yang disponsori antara lain oleh Indonesia.
KTT X GNB di Jakarta berhasil merumuskan “Pesan Jakarta” yang disepakati bersama.
Dalam “Pesan Jakarta” tersebut terkandung visi GNB yaitu :
Hilangnya keraguan sementara anggota khususnya mengenai relevansi GNB setelah
berakhirnya Perang Dingin dan ketetapan hati untuk meningkatkan kerjasama yang
konstruktif serta sebagai komponen integral dalam “arus utama” (mainstream)hubungan
internasional;
Arah GNB yang lebih menekankan pada kerjasama ekonomi internasional dalam mengisi
kemerdekaan yang telah berhasil dicapai melalui cara-cara politik yang menjadi cirri
menonjol perjuangan GNB sebelumnya.
Adanya kesadaran untuk semakin meningkatkan potensi ekonomi Negara-negara anggota
melalui peningkatan kerjasama Selatan-Selatan.
Selama mengemban kepemimpinan GNB, Indonesia telah melakukan upaya-upaya penting
dalam menghidupkan kembali dialog konstruktif Utara-Selatan berdasarkan saling
ketergantungan yang setara (genuine interdependence), kesamaan kepentingan dan manfaat,
dan tanggung jawab bersama. Selain itu, Indonesia juga mengupayakan penyelesaian masalah
utang luar negeri negara-negara berkembang miskin (HIPCs/Heavily Indebted Poor
Countries) yang terpadu, berkesinambungan dan komprehensif.
Guna memperkuat kerja sama Selatan-Selatan, KTT GNB ke-10 di Jakarta sepakat untuk
mengintensifkan kerja sama Selatan-Selatan berdasarkan prinsip collective self-reliance.
Sebagai tindak lanjutnya, sesuai mandat KTT Cartagena, Indonesia bersama Brunei
Darussalam mendirikan Pusat Kerja Sama Teknik Selatan-Selatan GNB.
Dalam bidang ekonomi, selama menjadi Ketua GNB, Indonesia juga secara konsisten telah
mengupayakan pemecahan masalah hutang luar negeri negara-negara miskin baik pada
kesempatan dialog dengan Ketua G-7 maupun dengan menyelenggarakan Pertemuan Tingkat
Menteri GNB mengenai Hutang dan Pembangunan yang diselenggarakan di Jakarta pada
bulan Agustus 1994 serta berbagai seminar mengenai penyelesaian hutang luar negeri.
Sedangkan untuk hutang multilateral, dimana lembaga Bretton Woods semula enggan untuk
membahasnya, pada akhirnya telah mendapatkan perhatian Bank Dunia dan Dana Moneter
Internasional dengan diluncurkannya Prakarsa HIPCs (Heavily Indebted Poor Countries).
Peningkatan Fasilitas Penyesuaian Struktural (Enhanced Structural Adjustment Facility) dan
pembentukan Dana Perwalian oleh Bank Dunia serta komitmen negara-negara Paris Club
bagi penyelesaian hutang bilateral dengan menaikkan tingkat pengurangan beban hutang dari
67% menjadi 80%. Hal ini merupakan suatu keberhasilan upaya GNB dalam kerangka
memerangi kemiskinan.
Melalui pendekatan baru yang dikembangkan sewaktu Indonesia menjadi Ketua, GNB telah
berhasil mengubah sikap negara-negara anggota GNB tertentu yang pada intinya menerapkan
standard ganda terhadap lembaga Bretton Woods.
Disatu pihak secara bilateral negara-negara anggota GNB termasuk ingin memanfaatkan dana
yang tersedia dari Bretton Woods, tetapi secara politis menunjukkan sikap apriori terhadap
Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional. Seperti diketahui, bahwa pengambilan
keputusan pada lembaga Bretton Woods pada prinsipnya didasarkan atas besarnya jumlah
kekayaan anggota, dan ini dapat berarti selalu merugikan kepentingan negara-negara
berkembang. Namun sekarang, dapat dikatakan bahwa telah terjalin hubungan yang baik
dimana lembaga Bretton Woods telah mau mendengarkan argumentasi dan
mempertimbangkan usulan-usulan GNB.
Meskipun sekarang, Indonesia tidak lagi menjabat sebagai Ketua maupun Troika GNB
(kepemimpinan GNB terdiri dari Ketua satu periode sebelumnya, Ketua sekarang dan Ketua
yang akan datang), namun tidak berarti bahwa penanganan oleh Indonesia terhadap berbagai
permasalahan penting GNB akan berhenti atau mengendur. Sebagai anggota GNB, Indonesia
akan tetap berupaya menyumbangkan peranannya untuk kemajuan GNB dimasa yang akan
datang dengan mengoptimalkan pengalaman yang telah didapat selama menjadi Ketua dan
Troika GNB.
DAFTAR PUSTAKA
WEB
www.facebook.com/SoekarnoismeIndonesiaRaya/posts/544424972243842
https://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_Non-Blok
http://jucing.blogspot.co.id/
http://brainly.co.id/tugas/1272337
http://faiz-marwan.blogspot.co.id/2014/05/peran-indonesia-dalam-gerakannon-blok.html
BUKU
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2015). Sejarah Indonesia. Jakarta
: Kemendikbud
Mutiara dkk. 2015. Sejarah Indonesia (mata pelajaran wajib). Jakarta : Intan Pariwara.
PERANAN INDONESIA DALAM
PERDAMAIAN DUNIA DALAM ORGANISASI
GERAKAN NON BLOK
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir
Sejarah Wajib
Di Kelas XII – Semester 2 – 2015/2016
Disusun oleh :
Nama : Aghnia Putri Permana (01)
Kelas : XII IPA 6
SMA NEGERI 1 CIANJUR
Jalan Pangeran Hidayatullah No.62 Kabupaten Cianjur
Telp. (0263) 261295 Web : www.sman1cianjur.sch.id Email : [email protected]
LATAR BELAKANG GERAKAN NONBLOK
Kata "Non-Blok" diperkenalkan pertama kali oleh Perdana Menteri India Nehru dalam
pidatonya tahun 1954 di Colombo, Sri Lanka. Dalam pidato tersebut, Jawarharlal Nehru
menjelaskan lima pilar yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk membentuk relasi
Sino-India yang disebut dengan Panchsheel (lima pengendali). Prinsip ini kemudian
digunakan sebagai basis dari Gerakan Non-Blok. Lima prinsip tersebut adalah :
1. Saling menghormati integritas teritorial dan kedaulatan.
2. Perjanjian non-agresi
3. Tidak mengintervensi urusan dalam negeri negara lain
4. Kesetaraan dan keuntungan bersama
5. Menjaga perdamaian
Setelah berakhirnya Perang Dunia II, tepatnya di era 1950-an negara-negara di dunia
terpolarisasi dalam dua blok, yaitu Blok Barat di bawah pimpinan Amerika Serikat dan Blok
Timur di bawah pimpinan Uni Soviet. Pada saat ini terjadi, pertarungan yang sangat kuat
antara Blok Barat dan Timur, era ini dikenal sebagai sebagai era perang dingin (Cold War)
yang berlangsung sejak berakhirnya Perang Dunia II hingga runtuhnya Uni Soviet pada tahun
1898. Pertarungan antara Blok Barat dan Timur merupakan merupakan upaya untuk
memperluas sphere of interest dan sphere of influence. Dengan sasaran utama perebutan
perebutan penguasaan atas wilayah-wilayah potensial di seluruh dunia.
Dalam pertarungan perebutan pengaruh ini, negara-negara dunia ketiga (di Asia, Afrika,
Amerika Latin) yang mayoritas sebagai negara yang baru merdeka juga terlibat. Masalahnya,
perang dingin ini tidak hanya mempengaruhi perkembangan negara-negara di kawasan Eropa
tapi negara-negara di kawasan Asia pun menjadi ajang perebutan pengaruh dua negara yang
baru meraih kemederkaan dan negara yang baru meraih kemerdekaan akan mudah
dipengaruhi. Itu sebabnya negara adikuasa (Amerika dan ni Soviet) melihat semua itu sebagai
wilayah yang sangat menarik bagi kedua blok untuk menyebarkan pengaruhnya. Akibat
persaingan kedua blok tersebut, bahkan muncul beberapa konflik misalnya konflik yang
terjadi di Asia, seperti Perang Korea dan Perang Vietnam.
Indonesia bisa dikatakan memiliki peran yang sangat penting dalam proses kelahiran
organisasi ini. Lahirnya organisasi Gerakan Non-Blok dilatar belakangi oleh kekhawatiran
para pemimpin negara-negara dunia ketiga terutama dari Asia dan Afrika terhadap munculnya
ketegangan dunia saat itu karena adanya persaingan antara Blok Barat dan Blok Timur.
Dalam kondisi seperti ini, muncul kesadaran yang kuat dari para pemimpin dunia ketiga saat
itu untuk tidak terseret dalam persaingan antara kedua blok tersebut.
LAHIRNYA
(GNB)
GERAKAN
NON
BLOK
Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non Align Movement (NAM) adalah suatu gerakan yang
dipelopori oleh negara-negara dunia ketiga yang beranggotakan lebih dari 100 negara-negara
yang berusaha menjalankan luar negeri yang tidak memihak dan tidak menganggap dirinya
beraliansi dengan Blok Barat atau Blok Timur. GNB merepresentasikan 55% penduduk dunia
dan hampir 2/3 keanggoataan PBB. Mayoritas negara-engara anggota GNB adalah negaranegara yang baru memperoleh kemerdekaan setelah berakhirnya Perang Dunia.
Dengan dipelopori oleh lima pemimpin negara Indonesia, India, Pakistan, Burma dan
Srilanka. Terselenggaralah sebuah pertemuan pertama di Kolombo (Srilanka) pada April 28
April-2 Mei 1952, dilanjutkan dengan pertemuan di Istana Bogor pada 29 Desember 1954.
Dua konferensi di atas merupakan cikal bakal dari terselenggaranya Konferensi Asia-Afrika
(KAA) di Bandung pada 18 April-25 April 1955 yang dihadiri oleh wakil dari 29 negara Asia
dan Afrika.
Namun, Gerakan Non-Blok dicetuskan antara lain oleh Ir.Soekarno dari Indonesia. KAA di
Bandung merupakan proses awal lahirnya GNB. Tujuan diselenggarakannya KAA adalah
mengidentifikasi dan mendalami masalah-masalah dunia pada waktu itu dan berusaha
memformulasikan kebijakan bersama negara-negara yang baru merdeka tersebut pada tataran
hubungan international.
Lalu selanjutnya, pembentukan organisasi Gerakan Non-Blok dicanangkan dalam Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) I di Beogdad, Yugoslavia pada tanggal 1-6 September 1961 yang
dihadiri oleh 25 negara dari Asia dan Afrika. Dalam KTT 1 tersebut, negara-negara pendiri
GNB berketetapan untuk untuk mendirikan suatu gerakan dan bukan suatu organisasi untuk
menghindarkan diri dari implikasi birokratik dalam membangun upaya kerjasama diantara
mereka. Pada KTT 1 ini juga ditegaskan bahwa GNB tidak diarahkan pada suatu peran pasif
dalam politik Internasional, tetapi untuk memformulasikan posisi sendiri independen yang
merefleksikan kepentingan negara-negara anggotanya.
KAA SEBAGAI EMBRIO LAHIRNYA
ORGANISASI GNB
Persiapan KAA diawali dengan adanya Konferensi Colombo pada tanggal 28 April – 2 Mei
1954 antara lima perdana menteri, yaitu Perdana Menteri Sir Jhon Kotelawala (Srilanka), U
Nu (Birma), Jawaharlal Nehru (India), Ali Sastroamidjojo (Indonesia), dan Mohammed Ali
(Pakistan). Tujuan dari konferensi ini adealah untuk memperkuat hubungan antara lima
negara tersebut sertra membicarakan usaha-usaha untuk memelihara perdamaian.
Kemudian tanggal 29 Desember 1954 kelima negara tersebut mengadakan Konferensi Bogor,
dimana merupakan kelanjutan perundingan tentang gagasan yang timbul dalam Konferensi
Colombo, yaitu gagasan untuk amenyelenggarakan konferensi negara-negara Asia-Afrika.
Hasil keputusannya adalah mengadakan Konferensi Asia-Afrika pada permulaan tahun 1955
di Bandung
Akhirnya pada tanggal 18 April 1955, dimulailah Konferensi Asia Afrika yang
diselenggarakan di kota Bandung. Konferensi ini berlangsung hingga tanggal 25 April 1955
dan diikuti oleh wakil dari 29 negara Asia dan Afrika.
Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955 merupakan proses awal lahirnya
GNB. KAA diselenggarakan pada tanggal 18 - 24 April 1955 dan dihadiri oleh 29 Kepala
Negara dan Kepala Pemerintah dari benua Asia dan Afrika yang baru saja merdeka. KAA
ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendalami masalah-masalah dunia waktu itu dan
berupaya menformulasikan kebijakan bersama negara-negara baru tersebut pada tatanan
hubungan internasional. KAA menyepakati ’Dasasila Bandung’ yang dirumuskan sebagai
prinsip-prinsip dasar bagi penyelenggaraan hubungan dan kerja sama antara bangsa-bangsa.
Sejak saat itu, proses pendirian GNB semakin mendekati kenyataan, dan dalam proses ini
tokoh-tokoh yang memegang peran kunci sejak awal adalah Presiden Mesir Gamal Abdel
Nasser, Presiden Ghana Kwame Nkrumah, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Presiden
Indonesia Soekarno, dan Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito. Kelima tokoh dunia ini
kemudian dikenal sebagai para pendiri GNB.
Dalam Pertemuan tersebut, 29 kepala Negara Asia dan Afrika bertemu membahas masalah
dan kepentingan bersama, termasuk didalamnya mengupas secara serius tentang kolonialisme
dan pengaruh kekuatan “barat”. Pertemuan ini disebutkan pula sebagai Konferensi Asia
Afrika atau sering pula disebut sebagai Konferensi Bandung.
KONFERENSI TINGKAT TINGGI (KTT)
KTT termasuk hal yang berhubungan dengan adanya organisasi Gerakan Non-Blok ini karena
gerakan Non-Blok sendiri bermula dari Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika, diantaranya :
Konferensi pertama
Pertemuan pertama berlangsung tahun 1961 di Beogard guna mencetuskan prinsip politik
bersama. Pengertian politik itu berbunyi “politik berdasarkan koeksistensi damai, bebas blok,
tidak menjadi anggota persekutuan militer dan bercita cita melenyapkan kolonialisme dalam
segala bentuk dan manifestasinya”.
Konferensi pertama negara non blok September 1961 di Beograd dianggap
kelanjutan Konferensi Asia-Afrika 1955 di Bandung. Sebanyak 25 negara ikut ambil bagian
(8 dari Asia, 9 Afrika, 1 Eropa (Yugoslavia) ), 1 Amerika Latin (Kuba) dan 6 Arab. Tenaga
pendorong konferensi ini adalah Presiden Tito yang semakin bergeser ke Dunia Ketiga karena
ingin lepas dari isolasi kedua blok. Bertiga dengan Nehru dan Nasser, Tito memerankan
kelompok vokal pertemuan. Konferensi membahas diskriminasi ras, bantuan untuk kemajuan
dan perkembangan serta pelucutan senjata.
Konferensi kedua
Bulan Oktober 1964 berlangsung konferensi kedua di Kairo yang diikuti utusan 48 negara
dan sepuluh negara berstatus pengamat resmi (kebanyakan dari Amerika Latin).[1]Pada kedua
konferensi sudah tampak adanya pertentangan antara kelompok ngara moderat
pimpinan Nehru dan kelompok radikal pimpinan Soekarno serta Kwame Nkrumah.
Konferensi ketiga
Bulan September 1970 Konferensi Non Blok ketiga diadaan di Lusaka, ibu kota Zambia.
Jumlah peserta bertambah menjadi 54 negara, 9 negara mengirimkan pengamat. Tema pokok
konferensi yang dipimpin Presiden Zambia Kenneth Kaunda mempermasalahkan rezim
rasialis minoritas kulit putih di Afrika Selatan. Prinsip non blok dinyatakan tidak berkurang
kekuatannya seperti yang telah dirumuskan dalam resolusi Kairo dan Beogard.
Konferensi keempat
Konferensi tingkat tinggi keempat berlangsung September 1973 dan diikuti 75 negara
di Aljazair. Kamboja diwakili pangeran Sihanouk untuk pemerintahan kerajaan. Para
pengamat terdiri dari organisasi gerakan kemerdekaan dan pembebasan Afrika Selatan dan
Amerika Latin. Tema pokok konferensi yang dipimpin Presiden Aljazair Boumedienne
adalah masalah negara-negara melarat. Dalam resolusi penutup dirumuskan hak
menasionalisasi perusahaan asing.
Konferensi kelima
Konferensi kelima berlangsung Agustus 1976 di Colombo, ibu kota Sri Lanka. Dalam
konferensi ini, selain dipertegas kepentingan negara-negara non blok yang dirugikan tata
ekonomi dunia yang tidak adil yang bisa mengancam perdamaian dunia juga dirumuskan
perjuangan bersama negara-negara non blok dalam lapangan perdagangan, industri, teknologi
termasuk memperkuat media informasi negara-negara non blok. Konferensi berhasil
merumuskan program aksi bersama yang disebut deklarasi perjuangan.
Konferensi keenam
Konferensi non blok keenam berlangsung September 1979 di Havana, ibu kota Kuba. Jumlah
peserta menjadi 94 negara, peninjau dari 20 negara dan 18 organisasi dan negara yang
berstatus tamu. Meskipun suasana konferensi diliputi pertentangan antara kelompok moderat
dan kelompok radikal, konferensi berhasil merumuskan resolusi untuk memperkuat prinsipprinsip non-blok yang dirumuskan dalam deklarasi politik. Selain itu, deklarasi ekonomi yang
mempertegas sikap negara-negara non-blok terhadap apa yang mereka nyatakan sebagai
dominasi ekonomi asing yang merugikan kekayaan negara-negara sedang berkembang
berhasil pula dirumuskan.
Konferensi ketujuh
Keanggotaan Kamboja tidak berhasil diselesaikan sehingga baik pemerintahan Heng Samrin
maupun rezim Pol Pot hanya berstatus peninjau, Konferensi Tingkat Tinggi Non Blok yang
sedianya diadakan bulan September 1982 di Baghdad ibu kota Irak batal karena perang antara
Irak dan Iran belum berhasil diselesaikan. Lalu, Delhi ibu kota Indiamenjadi pengganti
tempat berlangsungnya Konferensi Non Blok ketujuh. Dan konferensi lainnya.
Tempat dan tanggal KTT GNB
No. Tanggal
Negara tuan rumah
Kota penyelenggaraan
1
1–6 September 1961
Yugoslavia
Beograd
2
5–10 Oktober 1964
Republik Arab Bersatu Kairo
3
8–10 September 1970
Zambia
Lusaka
4
5–9 September 1973
Aljazair
Algiers
5
16–19 Agustus 1976
Sri Lanka
Kolombo
6
3–9 September 1979
Kuba
Havana
7
7–12 Maret 1983
India
New Delhi
8
1–6 September 1986
Zimbabwe
Harare
9
4–7 September 1989
Yugoslavia
Beograd
10
1–6 September 1992
Indonesia
Jakarta
11
18–20 Oktober 1995
Kolombia
Cartagena de Indias
12
2–3 September 1998
Afrika Selatan
Durban
13
20–25 Februari 2003
Malaysia
Kuala Lumpur
14
15–16 September 2006
Kuba
Havana
15
11–16 Juli 2009
Mesir
Sharm el-Sheikh
16
26–31 Agustus 2012
Iran
Teheran
17
2015
Venezuela
Karakas
Sekretaris Jenderal
Sekretaris Jendral Gerakan Non-Blok
Nama
Asal negara
Mulai
Akhir
Josip Broz Tito
Yugoslavia
1961
1964
Gamal Abdel Nasser
Republik Arab Bersatu 1964
1970
Kenneth Kaunda
Zambia
1970
1973
Houari Boumédienne
Aljazair
1973
1976
William Gopallawa
Sri Lanka
1976
1978
Junius Richard Jayewardene
Sri Lanka
1978
1979
Fidel Castro
Kuba
1979
1982
N. Sanjiva Reddy
India
1982
1983
Zail Singh
India
1983
1986
Robert Mugabe
Zimbabwe
1986
1989
Janez Drnovšek
Yugoslavia
1989
1990
Stipe Mesić
Yugoslavia
1990
1991
Branko Kostić
Yugoslavia
1991
1992
Dobrica Ćosić
Yugoslavia
1992
1992
Soeharto
Indonesia
1992
1995
Ernesto Samper Pizano
Kolombia
1995
1998
Andrés Pastrana Arango
Kolombia
1998
1998
Nelson Mandela
Afrika Selatan
1998
1999
Thabo Mbeki
Afrika Selatan
1999
2003
Datuk Seri Mahathir bin
Mohammad
Malaysia
2003
2003
Datuk Seri Abdullah Ahmad Badawi
Malaysia
2003
2006
Fidel Castro
Kuba
2006
2008
Raúl Castro
Kuba
2008
2009
Hosni Mubarak
Mesir
2009
2011
Muhammad Mursi
Mesir
2011
2012
Mahmoud Ahmadinejad
Iran
2012
2013
Hassan Rouhani
Iran
2013
sekaran
g
PERTEMUAN GERAKAN NON BLOK
(GNB)
Normalnya, pertemuan GNB berlangsung setiap tiga tahun sekali. Negara yang pernah
menjadi tuan rumah KTT Gerakan Non-Blok ini diantaranya adalah Yugoslavia, Mesir,
Zambia, Aljazair, Sri Lanka, Kuba, India, Zimbabwe, Indonesia, Kolombia, Afrika Selatan,
dan juga Malaysia. Biasanya setelah mengadakan konferensi, kepala negara atau kepala
pemerintahan yang menjadi tuan rumah konferensi itu akan dijadikan ketua gerakan untuk
masa jabatan selama tiga tahun.
Pertemuan pertama GNB terjadi di Beograd pada September 1961 dan dihadiri oleh dua
puluh
lima
anggota,
masing-masing
11
dari Asia dan Afrika bersama
dengan Yugoslavia, Kuba dan Siprus. Kelompok ini mendedikasikan dirinya untuk
melawan kolonialisme, imperialisme dan neo-kolonialisme.
Pertemuan berikutnya diadakan di Kairo pada 1964. Pertemuan tersebut dihadiri 56 negara
anggota di mana anggota-anggota barunya datang dari negara-negara merdeka baru di Afrika.
Kebanyakan dari pertemuan itu digunakan untuk mendiskusikan konflik ArabIsrael dan Perang India-Pakistan.
Pertemuan pada tahun 1969 di Lusaka dihadiri oleh 54 negara dan merupakan salah satu yang
paling penting dengan gerakan tersebut membentuk sebuah organisasi permanen untuk
menciptakan hubungan ekonomi dan politik. Kenneth Kauda memainkan peranan yang
penting dalam even-even tersebut.
Pertemuan paling baru (ke-13) diadakan di Malaysia dari 20-25 Februari 2003. Namun, GNB
kini tampak semakin tidak mempunyai relevansi sejak berakhirnya Perang Dingin.
PERKEMBANGAN
BLOK
GERAKAN
NON
Tujuan Gerakan Non-Blok ditetapkan dalam KTT I di Beograd pada tahun 1961.
Tujuan didirikannya Gerakan Non-Blok adalah :
1. Ikut serta meredakan ketegangan dunia akibat perang dingin yang berlangsung antara
Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni
Soviet.
2. Tidak membenarkan
kekerasan senjata.
usaha
penyelesaian
sengketa
dengan
cara
melalui
3. Mengembangkan rasa solidaritas diantara negara anggota dengan jalan membantu
perjuangan negara-negara berkembang dalam mencapai persamaan, kemerdekaan dan
kemakmuran.
4.
Berusaha membendung pengaruh negatif, baik dari Blok Barat maupun Blok Timur
ke negara-negara yang tergabung dalam GNB.
Selain tujuan, Gerakan Non-Blok terbentuk dengan berdasarkan pada asas tertentu. Asas ini
juga menjadi landasan kegiatan-kegiatan negara-negara anggota GNB. Adapun asa GNB
adalah sebagai berikut :
1. GNB bukan suatu blok tersendiri dan tidak tergabung dalam blok yang saling
bertentangan.
2. GNB merupakan wadah perjuangan negara-negara berkembang yang gerakannya
tidak pasif.
3. GNB berusaha mendorong perjuangan dekolonisasi di semua tempat, serta memegang
teguh perjuangan melawan imperialisme, kolonialisme, neokolonialisme, rasialisme,
apartheid, dan zionisme.
PERANAN INDONESIA DALAM GNB
Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia ternyata mempunyai peranan yang cukup
penting dalam Gerakan Non Blok. Peran serta Indonesia dalam Gerakan Non Blok adalah
sebagai berikut :
1. Sebagai pemprakarsa lahirnya GNB
2. Presiden Soekarno sebagai duta untuk menyampaikan keputusan KTT I kepada
Presiden Amerika serikat John F. Kennedi.
3. Indonesia menjadi penyelenggara sekaligus ketua Gerakan Non Blok dalam KTT GNB
di Jakarta pada Bulan September 1992.
4. Presiden Soeharto merintis dibukanya kembali Dialog Untara Selatan yang telah lama
mengalami pemutusan, yakni dalam KTT G-7 di Tokyo Jepang tahun 1993.
5. Indonesia selalu mengusulkan dalam KTT kemajuan Ekonomi, penghapusan
penjajahan, dan kemurnia GNB tetap dipertahankan.
Indonesia tentu sangat berperan dengan organisasi Gerakan Non-Blok ini karena pencetusnya
sendiri adalah orang Indonesia seperti yang telah disebut sebelumnya yaitu Ir. Soekarno.
Adapun Indonesia pernah menjadi tuan rumah KTT Non-Blok pada tahun 1992 pada
konferensi kesepuluh di Jakarta yang menghasilkan “Pesan Jakarta”. Adapun isi Pesan
Jakarta adalah sebagai berikut :
1. Hak asasi manusia dan kemerdekaan merupakan keabsahan universal dan percaya
kemajuan ekonomi serta sosial akan memudahkan tercapainya semua sasaran. GNB
menolak konsep mengenai hak asasi manusia dan demokrasi yang didiktekan oleh
negara tertentu atas negara lain.
2. Prihatin atas beban utang dari negara-negara berkembang.
3. Mendesak dilakukannya pembaruan ekonomi dunia guna memperkuat kemampuan
PBB dalam meningkatkan kerja sama dan penggabungan internasional.
4. Menyerukan pengalihan anggaran militer untuk memudahkan peningkatan ekonomi
dan sosial negara-negara berkembang.
5. GNB memberikan perhatian terhadap masalah Apartheid di Afrika Selatan dan
mengutuk pembasmian etnik Bosnia.
6. Menyambut baik hasil pertemuan puncak bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro
tentang lingkungan hidup san pembangunan.
GNB menempati posisi khusus dalam politik luar negeri Indonesia karena Indonesia sejak
awal memiliki peran sentral dalam pendirian GNB. KAA tahun 1955 yang diselenggarakan di
Bandung dan menghasilkan Dasa Sila Bandung menjadi prinsip-prinsip utama GNB,
merupakan bukti peran Indonesia dalam mengawali pendirian GNB.
Dari Konferensi ini dihasilkan 10 prinsip yang disepakati bersama yang sering juga
disebutkan sebagai Dasa Sila Bandung, yaitu :
Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di
dalam piagam PBB;
Menghormati kedaulatan dan integrits territorial semua bangsa;
Mengakui persamaan ras dan persamaan semua bangsa baik besar maupun kecil;
Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soal-soal dalam negeri orang lain;
Menghormati hak-hak tiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendiri atau
kolektif sesuai dengan piagam PBB;
Tidak menggunakan peraturan-peraturan pertahanan kolektif untuk bertindak bagi
kepentingan khusus salah satu Negara besar. Dan tidak melaukan tekanan terhadap
Negara lain.
Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan
terhadap integritas territorial atau kemerdekaan politik suatu Negara.
Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan,
persetujuan, arbitrase atau penyelesaian hukum, atau cara damai lain berdasarkan pilihan
pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan piagam PBB.
Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama.
Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.
Indonesia dan GNB
Politik luar negeri yang memihak pada salah satu blok akan menyukarkan kedudukannya ke
dalam dan menjauhkan tercapainya konsolidasi. Terlepas dari cita-citanya yang subyektif dan
historis akan hidup damai dan bersahabat dengan segala bangsa, masalah yang dihadapi RI
memaksa dengan sendirinya melakukan politik bebas. Itulah sebabnya RI tidak memihak
antara dua blok besar, blok Amerika dan blok Soviet.
Sebaliknya, jika Indonesia berada di luar blok bersama-sama dengan Negara-negara Nonblok
lainnya, peranannya akan terlihat sebagai kekuatan moral dan diharapkan akan dapat
meredam ketajaman konfrontasi Negara adikuasa jika Negara Nonblok bersedia bertindak
secara kolektif sebagai penengah.
Bagi Indonesia, Gerakan Non Blok merupakan wadah yang tepat bagi Negara-negara
berkembang untuk memperjuangkan cita-citanya dan untuk itu Indonesia senantiasa berusaha
secara konsisten dan aktif membantu berbagai upaya kearah pencapaian tujuan dan prinsipprinsip Gerakan Non Blok.
GNB mempunyai arti yang khusus bagi bangsa Indonesia yang dapat dikatakan lahir sebagai
Negara netral yang tidak memihak. Hal tersebut tercermin dalam Pembukaan UUD 1945
yang menyatakan bahwa “kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka
penjajahan diatas dunia haurs dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan”. Selain itu diamanatkan pula bahwa Indonesia ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kedua mandat
tersebut juga merupakan falsafah dasar GNB.
Pada tanggal 2 September 1988, Menlu RI, Ali Alatas, mengutarakan “Indonesia telah
dilahirkan sebagai Negara Nonblok.” Drs. Mohammad Hatta selaku Perdana Menteri di
depan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tanggal 2 September
1948 mengatakan bahwa sebagai negar merdeka, Indonesia seharusnya menjadi subjek yang
berhak menentukan sikap sendiri dan berhak memperjuangkan tujuannya sendiri tanpa
menjadi pro-Rusia dan pro-Amerika.
Sesuai dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif, Indonesia memilih untuk menentukan
jalannya sendiri dalam upaya membantu tercapainya perdamaian dunia dengan mengadakan
persahabatan dengan segala bangsa.
Sebagai implementasi dari politik luar negeri yang bebas dan aktif itu, selain sebagai salah
satu Negara pendiri GNB, Indonesia juga senantiasa setia dan commited pada prinsip-prinsip
dan aspirasi GNB.
Indonesia dalam GNB
Peranan penting Konferensi Asia Afrika tahun 1955 bagi pembentukan Gerakan Non Blok
menunjukan keterlibatan Indonesia dalam gerakan itu sejak masih dalam gagasannya.
Indonesia pun terlibat aktif dalam persiapan penyelenggaraan KTT I GNB di Beograd,
Yugoslavia.
Dengan demikian Indonesia termasuk perintis dan pendiri GNB. Keikutsertaan Indonesia
dalam GNB sejak awal disebabkan oleh kesesuaian prinsip gerakan dengan politik luar
negeri bebas aktif. Indonesia berkeyakinan, perdamaian hanya mungkin tercipta dengan sikap
tidak mendukung pakta militer (NATO dan Pakta Warsawa).
Soekarno sangat mendukung GNB karena pada waktu itu dia sedang menggalang kekuatan
negara-negara baru atau New Emerging Forces (Nefos) untuk membebaskan Irian Barat yang
masih diduduki Belanda, di mana Soekarno sudah tidak percaya dengan perundingan
diplomasi dengan pihak Belanda.
Tuan Rumah KTT X GNB
Berdasarkan Keputusan Pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri Gerakan Non-Blok di Acccra,
Ghana, tanggal 4-7 September 1991, Indonesia telah ditetapkan sebagai tuan
rumah/penyelenggara KKTT GNB X. Dan selanjutnya KTT GNB X berlangsung pada tanggal
1 – 7 September 1992 di Jakarta dan Bogor.
Selama tiga tahun dipimpin Indonesia, banyak kalangan menyebut, GNB berhasil memainkan
peran penting dalam percaturan politik global. Lewat Jakarta Message, Indonesia memberi
warna baru pada gerakan ini. Antara lain, dengan meletakkan titik berat kerjasama pada
pembangunan ekonomi dengan menghidupkan kembali dialog Selatan-Selatan.
Hal tersebut diatas, dirasa sangat perlu sebab Komisi Selatan dalam laporannya yang
berjudul “The Challenge to the South” (1987), menegaskan bahwa negara-negara Selatan
harus mengandalkan kemampuannya sendiri, kalau sekedar berharap pada kerjasama UtaraSelatan ibarat pungguk merindukan bulan. Sebaliknya, dialog Selatan-Selatan akan
memperkuat posisi tawar (bargaining-position) Negara-negara berkembang meski hal ini
masih harus dibuktikan.
Dengan profil positifnya selama ini, Indonesia dipercaya untuk turut menyelesaikan berbagai
konflik regional, antara lain : Kamboja, gerakan separatis Moro di Filipina dan sengketa di
Laut Cina Selatan. Konflik Kamboja mereda setelah serangkaian pembicaraan Jakarta
Informal Meeting (I & II) serta Pertemuan Paris yang disponsori antara lain oleh Indonesia.
KTT X GNB di Jakarta berhasil merumuskan “Pesan Jakarta” yang disepakati bersama.
Dalam “Pesan Jakarta” tersebut terkandung visi GNB yaitu :
Hilangnya keraguan sementara anggota khususnya mengenai relevansi GNB setelah
berakhirnya Perang Dingin dan ketetapan hati untuk meningkatkan kerjasama yang
konstruktif serta sebagai komponen integral dalam “arus utama” (mainstream)hubungan
internasional;
Arah GNB yang lebih menekankan pada kerjasama ekonomi internasional dalam mengisi
kemerdekaan yang telah berhasil dicapai melalui cara-cara politik yang menjadi cirri
menonjol perjuangan GNB sebelumnya.
Adanya kesadaran untuk semakin meningkatkan potensi ekonomi Negara-negara anggota
melalui peningkatan kerjasama Selatan-Selatan.
Selama mengemban kepemimpinan GNB, Indonesia telah melakukan upaya-upaya penting
dalam menghidupkan kembali dialog konstruktif Utara-Selatan berdasarkan saling
ketergantungan yang setara (genuine interdependence), kesamaan kepentingan dan manfaat,
dan tanggung jawab bersama. Selain itu, Indonesia juga mengupayakan penyelesaian masalah
utang luar negeri negara-negara berkembang miskin (HIPCs/Heavily Indebted Poor
Countries) yang terpadu, berkesinambungan dan komprehensif.
Guna memperkuat kerja sama Selatan-Selatan, KTT GNB ke-10 di Jakarta sepakat untuk
mengintensifkan kerja sama Selatan-Selatan berdasarkan prinsip collective self-reliance.
Sebagai tindak lanjutnya, sesuai mandat KTT Cartagena, Indonesia bersama Brunei
Darussalam mendirikan Pusat Kerja Sama Teknik Selatan-Selatan GNB.
Dalam bidang ekonomi, selama menjadi Ketua GNB, Indonesia juga secara konsisten telah
mengupayakan pemecahan masalah hutang luar negeri negara-negara miskin baik pada
kesempatan dialog dengan Ketua G-7 maupun dengan menyelenggarakan Pertemuan Tingkat
Menteri GNB mengenai Hutang dan Pembangunan yang diselenggarakan di Jakarta pada
bulan Agustus 1994 serta berbagai seminar mengenai penyelesaian hutang luar negeri.
Sedangkan untuk hutang multilateral, dimana lembaga Bretton Woods semula enggan untuk
membahasnya, pada akhirnya telah mendapatkan perhatian Bank Dunia dan Dana Moneter
Internasional dengan diluncurkannya Prakarsa HIPCs (Heavily Indebted Poor Countries).
Peningkatan Fasilitas Penyesuaian Struktural (Enhanced Structural Adjustment Facility) dan
pembentukan Dana Perwalian oleh Bank Dunia serta komitmen negara-negara Paris Club
bagi penyelesaian hutang bilateral dengan menaikkan tingkat pengurangan beban hutang dari
67% menjadi 80%. Hal ini merupakan suatu keberhasilan upaya GNB dalam kerangka
memerangi kemiskinan.
Melalui pendekatan baru yang dikembangkan sewaktu Indonesia menjadi Ketua, GNB telah
berhasil mengubah sikap negara-negara anggota GNB tertentu yang pada intinya menerapkan
standard ganda terhadap lembaga Bretton Woods.
Disatu pihak secara bilateral negara-negara anggota GNB termasuk ingin memanfaatkan dana
yang tersedia dari Bretton Woods, tetapi secara politis menunjukkan sikap apriori terhadap
Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional. Seperti diketahui, bahwa pengambilan
keputusan pada lembaga Bretton Woods pada prinsipnya didasarkan atas besarnya jumlah
kekayaan anggota, dan ini dapat berarti selalu merugikan kepentingan negara-negara
berkembang. Namun sekarang, dapat dikatakan bahwa telah terjalin hubungan yang baik
dimana lembaga Bretton Woods telah mau mendengarkan argumentasi dan
mempertimbangkan usulan-usulan GNB.
Meskipun sekarang, Indonesia tidak lagi menjabat sebagai Ketua maupun Troika GNB
(kepemimpinan GNB terdiri dari Ketua satu periode sebelumnya, Ketua sekarang dan Ketua
yang akan datang), namun tidak berarti bahwa penanganan oleh Indonesia terhadap berbagai
permasalahan penting GNB akan berhenti atau mengendur. Sebagai anggota GNB, Indonesia
akan tetap berupaya menyumbangkan peranannya untuk kemajuan GNB dimasa yang akan
datang dengan mengoptimalkan pengalaman yang telah didapat selama menjadi Ketua dan
Troika GNB.
DAFTAR PUSTAKA
WEB
www.facebook.com/SoekarnoismeIndonesiaRaya/posts/544424972243842
https://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_Non-Blok
http://jucing.blogspot.co.id/
http://brainly.co.id/tugas/1272337
http://faiz-marwan.blogspot.co.id/2014/05/peran-indonesia-dalam-gerakannon-blok.html
BUKU
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2015). Sejarah Indonesia. Jakarta
: Kemendikbud
Mutiara dkk. 2015. Sejarah Indonesia (mata pelajaran wajib). Jakarta : Intan Pariwara.