PERSEPSI MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN KARIR MENJADI AKUNTAN FORENSIK
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN KARIR MENJADI AKUNTAN FORENSIK
Oleh : MARIA CHRISTY ARUM SIDHI NIM : 232012248
KERTAS KERJA
Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan-persyaratan untuk mencapai Gelar Sarjana Ekonomi
FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS PROGRAM STUDI
: AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016
HALAMAN MOTTO
“Commit to the Lord whatever you do, and he will establish your
plans.” Proverbs 16:3
“Do your best and let God do the rest.” Ben Carson
“Let’s not get tired of doing what is good, for at the right time we
will reap a harvest if we do not give up.” Galatians 6:9
“Your future is created by what you do today.”
UCAPAN TERIMAKASIH
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan kertas kerja dengan judul:” Persepsi Mahasiswa Akuntansi terhadap Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Karier Menjadi Akuntan Forensik.”.
Mulai dari perencanaan hingga penyelesaian kertas kerja ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan-bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak sebagai berikut :
1. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan berupa doa dan semangat baik secara moril maupun spiritual.
2. Ibu Dr. Intiyas Utami, S.E., M.Si., Ak., CA., QIA. selaku dosen pembimbing yang telah membantu mewujudkan tulisan ini.
3. Bapak Dr. Usil Sis Cahyo, SE., MBA dan Ibu Supatmi, SE., Akt., M.Ak selaku dosen penguji.
4. Bapak Neil Samuel Rupidara, S.E., M.Sc., PhD. selaku wali studi.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Jurusan Akuntansi Universitas Kristen Satya Wacana yang telah mengajar dan membagikan ilmu pengetahuan dalam kegiatan perkuliahan.
6. Sahabat-sahabat dan teman seperjuangan Kelvin, Grace, Ace, Sara, Eci yang membantu memberi masukan dalam penyusunan kertas kerja.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhirnya kertas kerja ini terselesaikan, disadari bahwa kertas kerja ini
jauh dari sempurna. Untuk itu penulis dengan rendah hati mengharapkan kritik dan saran yang dapat memberikan kesempurnaan pada penulisan kertas kerja ini. Akhir kata, semoga kertas kerja ini dapat bermanfaat bagi penulis, juga pihak yang membutuhkan.
Salatiga, 17 Maret 2016 Penulis
ABSTRACT
Job opportunities of forensic accountants is very high in Indonesia but the availability of resources are still limited. After graduating accounting students are going to enter the job, one of them is a forensic accountant. This study describes the interest of students to the profession of forensic accountants, based on factors of financial rewards, professional training, professional recognition, social values, work environment and labor market considerations. The sample used is the students of UKSW and UNIKA Soegijapranata who has submitted a research proposal and thesis. Data were analyzed using descriptive statistic methods later in crosstabulation with the characteristics of the respondent. The results shows that overall respondents have a financial interest in the awards, professional training, professional recognition, social values, work environment, and high market considerations.
Keywords: Financial rewards, profesional training, profesional recognition, social value, work environment, labor market considerations.
SARIPATI
Peluang kerja akuntan forensik sangat tinggi di Indonesia akan tetapi sumber daya yang tersedia masih sedikit. Mahasiswa akuntansi setelah lulus akan memasuki dunia kerja, salah satunya adalah akuntan forensik. Penelitian ini mendeskripsikan minat mahasiswa terhadap profesi akuntan forensik, berdasarkan faktor penghargaan finansial, pelatihan profesional, pengakuan profesional, nilai-nilai sosial, lingkungan kerja dan pertimbangan pasar kerja. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa UKSW dan UNIKA Soegijapranata yang telah mengajukan proposal tugas akhir dan tugas akhir. Data dianalisis dengan metode statistik deskriptif kemudian ditabulasisilangkan dengan karakteristik responden. Hasil menunjukkan bahwa secara keseluruhan responden memiliki minat atas penghargaan finansial, pelatihan profesional, pengakuan profesional, nilai-nilai sosial, lingkungan kerja, dan pertimbangan pasar yang tinggi.
Kata Kunci: Penghargaan finansial, pelatihan profesional, penghargaan profesional, nilai-nilai sosial, lingkungan kerja, pertimbangan pasar.
KATA PENGANTAR
Kertas kerja ini berisi tentang minat mahasiswa terhadap profesi akuntan forensik berdasarkan penghargaan finansial, pelatihan profesional, pengakuan profesional, nilai-nilai sosial, lingkungan kerja dan pertimbangan pasar kerja pada Universitas Kristen Satya Wacana yang belum memasukkan akuntan forensik dalam kurikulum dan Universitas Katolik Soegijapranata yang telah mempelajari akuntan forensik secara mendalam. Secara logika, semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki seseorang, maka akan memberikan penilaian yang objektif. Namun, dalam penelitian ini berkata lain.
Akhirnya, semoga penyusunan kertas kerja ini bermanfaat bagi pembaca dan peneliti lainnya. Kekurangan dan ketidaksempurnaan penelitian ini sangat mungkin ditemui. Masukan, kritik dan saran akan penulis terima untuk perbaikan penelitian selanjutnya.
Salatiga, 17 Maret 2016
Penulis
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Mahasiswa Akuntansi UKSW dan UNIKA
Soegijapranata. Lampiran 2 Daftar Pertanyaan Wawancara Mahasiswa Akuntansi UKSW dan
UNIKA Soegijapranata Lampiran 3 Data Mentah Hasil Kuesioner Lampiran 4 Output SPSS Uji Deskriptif Statistik Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian di UNIKA Soegijapranata
PENDAHULUAN Fraud merupakan tindak kecurangan yang disengaja dengan tujuan
tertentu, salah satu jenis tindakan fraud adalah korupsi. Tindak pidana korupsi merupakan tindakan yang merugikan banyak kalangan seperti hancurnya reputasi organisasi, dan dampak negatif lainnya, sebagai contoh fraud yang terjadi pada kasus Bank Bali dan Bank Century telah mengurangi kepercayaan investor luar negeri untuk kembali berinvestasi (Kristanti 2012). Permasalahan dan praktik kejahatan keuangan tersebut biasanya hanya dipandang dari sisi ekonomi, pemerintahan, dan sisi hukum saja dalam pencarian solusinya, masih jarang sekali penyelesaian masalah tersebut dipandang dari sisi akuntansi, padahal nyatanya praktik kejahatan yang terjadi banyak dijumpai dalam penyusunan laporan keuangan.
Menjamin kebersihan suatu laporan keuangan dari tindak fraud diperlukan peran auditor yang independen. Auditor dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas tidak hanya pada bidang ekonomi, keuangan, perbankan, perpajakan, bisnis namun juga teknologi informasi dan hukum. Selama ini akuntansi yang dikenal untuk mendukung kelancaran suatu bisnis hanya akuntansi biaya, akuntansi keuangan, akuntansi manajerial, dan auditing saja. Bidang-bidang akuntansi tersebut belum dapat memberikan solusi terkait masalah fraud, maka berkembanglah ilmu akuntansi forensik. Akuntansi forensik merupakan penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan (Tuanakotta 2010). Pada awalnya di Amerika akuntansi forensik digunakan untuk pembagian warisan dan kasus pembunuhan. Akuntansi forensik mulai popular di Indonesia pada tahun 1997. Kesuksesan akuntansi forensik baru terlihat pada tahun 1999 ketika akuntan dari PricewaterHouseCoopers (PwC) berhasil mengungkap skandal Bank Bali. PwC berhasil menunjukkan arus dana yang bersumber dari pencairan dana peminjaman dan meringkasnya menjadi arus dana dari Responden-Responden tertentu. Kesuksesan akuntansi forensik dalam pengungkapan fraud mengakibatkan tingginya kebutuhan akan tenaga akuntan forensik. Profesi Menjamin kebersihan suatu laporan keuangan dari tindak fraud diperlukan peran auditor yang independen. Auditor dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas tidak hanya pada bidang ekonomi, keuangan, perbankan, perpajakan, bisnis namun juga teknologi informasi dan hukum. Selama ini akuntansi yang dikenal untuk mendukung kelancaran suatu bisnis hanya akuntansi biaya, akuntansi keuangan, akuntansi manajerial, dan auditing saja. Bidang-bidang akuntansi tersebut belum dapat memberikan solusi terkait masalah fraud, maka berkembanglah ilmu akuntansi forensik. Akuntansi forensik merupakan penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan (Tuanakotta 2010). Pada awalnya di Amerika akuntansi forensik digunakan untuk pembagian warisan dan kasus pembunuhan. Akuntansi forensik mulai popular di Indonesia pada tahun 1997. Kesuksesan akuntansi forensik baru terlihat pada tahun 1999 ketika akuntan dari PricewaterHouseCoopers (PwC) berhasil mengungkap skandal Bank Bali. PwC berhasil menunjukkan arus dana yang bersumber dari pencairan dana peminjaman dan meringkasnya menjadi arus dana dari Responden-Responden tertentu. Kesuksesan akuntansi forensik dalam pengungkapan fraud mengakibatkan tingginya kebutuhan akan tenaga akuntan forensik. Profesi
Robbins (2005) mengemukakan bahwa persepsi orang dapat berbeda dari kenyataan objektif. Persepsi menurut Walgito (2010: 99) merupakan suatu proses yang didahului oleh proses pengindraan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau yang disebut proses sensorik. Dalam persepsi stimulus dapat datang dari luar, tetapi juga datang dari dalam diri individu itu sendiri. Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam membentuk persepsi, yaitu objek yang di persepsi, alat indera, saraf, dan pusat susunan saraf, serta perhatian (Walgito 2010: 101). Seperti yang dikemukakan oleh Robinns (2005) teori atribusi merupakan penjelasan cara-cara manusia menilai orang secara berlainan, tergantung pada makna apa yang dihubungkan ke suatu perilaku tertentu. Berdasarkan teori tersebut apabila ilmu tentang akuntansi forensik mulai diperkenalkan pada mahasiswa akuntansi maka akan mulai banyak peminat akan profesi ini (Kristanti 2012).
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan minat terhadap faktor- faktor seperti penghargaan finansial, pelatihan profesional, pengakuan profesional nilai-nilai sosial, lingkungan kerja dan pertimbangan pasar oleh mahasiswa akuntansi yang mempengaruhi pemilihan karier menjadi akuntan forensik. Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak akademisi dan lembaga yang telah mempekerjakan tenaga akuntan forensik, sehingga dapat lebih memahami keinginan calon akuntan forensik dalam memilih karier/profesi dan untuk lebih memotivasi mereka yang sudah bekerja di lembaganya. Penelitian ini digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya.
LANDASAN TEORI Teori Persepsi
Persepsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal yang dialami oleh setiap orang dalam memahami setiap informasi tentang lingkungan melalui panca indera. Persepsi dapat diartikan sebagai proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami setiap informasi tentang lingkungannya melalui panca inderanya (melihat, mendengar, mencium, menyentuh dan merasakan). Robbins (2005) mengemukakan bahwa persepsi orang dapat berbeda dari kenyataan objektif. Persepsi menurut Walgito (2010: 99) merupakan suatu proses yang didahului oleh proses pengindraan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau yang disebut proses sensorik. Dalam persepsi stimulus dapat datang dari luar, tetapi juga datang dari dalam diri individu itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Sofyandi dan Garniwa (2007) adalah 1. Pelaku Persepsi; 2. Target; 3. Situasi.
Gambar 1
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Akuntan Forensik
Istilah akuntansi forensik diambil dari kata forensik yang menurut Merriam Webster’s Collegiate Dictionary dalam Tuanakotta (2010) adalah ditujukan, digunakan atau cocok dengan pengadilan atau peradilan atau diskusi dan debat publik, berkaitan atau berhadapan dengan penerapan pengetahuan ilmiah untuk masalah hukum. Dengan melihat makna kata forensik dari kamus tersebut maka akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi pada masalah hukum. Crumbley (2009), menulis bahwa akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum atau, akuntansi yang tahan uji dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan yudisial atau tinjauan administratif. Sedangkan menurut Tuanakotta (2010), akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk Istilah akuntansi forensik diambil dari kata forensik yang menurut Merriam Webster’s Collegiate Dictionary dalam Tuanakotta (2010) adalah ditujukan, digunakan atau cocok dengan pengadilan atau peradilan atau diskusi dan debat publik, berkaitan atau berhadapan dengan penerapan pengetahuan ilmiah untuk masalah hukum. Dengan melihat makna kata forensik dari kamus tersebut maka akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi pada masalah hukum. Crumbley (2009), menulis bahwa akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum atau, akuntansi yang tahan uji dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan yudisial atau tinjauan administratif. Sedangkan menurut Tuanakotta (2010), akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk
Rosenthal memberikan pendapat mengenai definisi akuntansi forensik dengan lebih modern sebagai penggunaan teknik pengumpulan intelijen dan keterampilan akuntansi atau bisnis untuk mengembangkan informasi dan pendapat, untuk digunakan oleh pengacara yang terlibat dalam litigasi dan memberikan kesaksian persidangan jika dipanggil (Crumbley 2009). Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa akuntansi forensik bekerja menurut hukum atau ketentuan perundang-undangan dan tidak berurusan dengan akuntansi yang sesuai dengan Generally Accepted Accounting Principles (GAAP). Crumbley (2009) menyatakan bahwa ukuran akuntansi forensik bukan GAAP, melainkan apa yang menurut hukum atau ketentuan perundang-undangan adalah akurat.
Penghargaan Finansial Penghargaan finansial yang diperoleh sebagai kontra prestasi dari
pekerjaan yang telah dilakukan diyakini sebagian besar perusahaan sebagai daya tarik untuk memuaskan karyawannya (Wijayanti 2001). Semakin besar perusahaan yang menggunakan jasa akuntan forensik, maka pendapatan yang diterima akan semakin tinggi. Hal ini berarti bahwa ketika responden memilih profesi akuntan forensik maka mempertimbangkan penghargaan finansial yang diperoleh, karena pada dasarnya manusia memiliki kebutuhan fisiologis seperti makanan yang harus dipenuhi. Penghargaan finansial yang diterima diharapkan mampu memenuhi kebutuhan manusia. Stolle (1976) dalam Aprylian (2011) menyatakan bahwa berkarier di Kantor Akuntan Publik (KAP) merupakan suatu karier yang memberikan penghargaan secara finansial dan pengalaman bekerja yang bervariasi. Berkarier di KAP dapat menghasilkan pendapatan yang tinggi atau besar dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh dari karier yang lain.
Pelatihan Profesional Pendidikan formal saja tidak cukup untuk menjadi akuntan forensik yang
dapat melaksanakan pekerjaan audit dengan baik, namun juga harus ditunjang oleh pengalaman praktik di lapangan dengan jam kerja yang memadai. Pelatihan profesional ini meliputi, pelatihan sebelum bekerja, mengikuti pelatihan diluar lembaga, mengikuti pelatihan rutin di lembaga, dan variasi pengalaman kerja. Pelatihan professional merupakan upaya untuk pengenalan, motivasi dan pengembangan karier menjadi akuntan forensik. Untuk menjadi akuntan forensik diperlukan sertifikasi khusus dari lembaga sertifikasi tertentu, sehingga untuk menjadi akuntan forensik diperlukan pelatihan profesional terlebih dahulu. Rahayu et al. (2003) menunjukkan karier sebagai akuntan publik dianggap lebih memerlukan pelatihan kerja untuk meningkatkan kemampuan profesional dan mendapatkan pengalaman kerja yang bervariasi, sedangkan pada akuntan perusahaan dan akuntan pemerintah menganggap bahwa pelatihan kerja kurang diperlukan, sedangkan bagi akuntan pendidik mahasiswa menganggap tidak diperlukannya pelatihan kerja, sehingga pengalaman kerja yang bervariasi lebih sedikit diperoleh dibandingkan karier sebagai akuntan perusahaan dan pemerintah. Hasil penelitian Sembiring (2009) mengungkapkan bahwa dalam memilih profesi akuntan publik, mahasiswa sangat mempertimbangkan pelatihan profesional.
Pengakuan Profesional Pengakuan profesional meliputi hal yang berhubungan dengan pengakuan
terhadap prestasi. Pengakuan profesional dipertimbangkan oleh mahasiswa yang memilih profesi akuntan forensik. Hal ini menunjukkan bahwa dalam memilih profesi tidak hanya mencari penghargaan finansial, tetapi juga ada keinginan untuk pengakuan berprestasi dan mengembangkan diri. Elemen-elemen dalam pengakuan profesional tersebut antara lain kesempatan untuk berkembang, pengakuan berprestasi, kesempatan untuk naik gaji, dan penghargaan atas terhadap prestasi. Pengakuan profesional dipertimbangkan oleh mahasiswa yang memilih profesi akuntan forensik. Hal ini menunjukkan bahwa dalam memilih profesi tidak hanya mencari penghargaan finansial, tetapi juga ada keinginan untuk pengakuan berprestasi dan mengembangkan diri. Elemen-elemen dalam pengakuan profesional tersebut antara lain kesempatan untuk berkembang, pengakuan berprestasi, kesempatan untuk naik gaji, dan penghargaan atas
Nilai-nilai Sosial Nilai-nilai sosial meliputi kesempatan berinteraksi kepuasan pribadi,
kesempatan untuk menjalankan hobi, dan perhatian perilaku individu. Wijayanti (2001) mengungkapkan bahwa nilai-nilai sosial, dipertimbangkan oleh mahasiswa akuntansi dalam memilih profesi yang meliputi: kesempatan berinteraksi, kepuasan pribadi, kesempatan untuk menjalankan hobi, dan perhatian perilaku individu. Stolle (1976) dalam Aprilyan (2011) menyatakan bahwa nilai-nilai sosial ditunjukkan sebagai faktor yang menampakkan kemampuan seseorang pada masyarakatnya, atau dengan kata lain nilai-nilai sosial adalah nilai seseorang dari sudut pandang orang lain di lingkungannya. Hal ini berarti bahwa nilai-nilai sosial diminati oleh mahasiswa dalam memilih profesi sebagai akuntan forensik.
Lingkungan Kerja Lingkungan kerja merupakan suasana kerja yang meliputi sifat kerja
(rutin, atraktif, dan sering lembur), tingkat persaingan antar karyawan dan tekanan kerja merupakan faktor dari lingkungan pekerjaan. Minat mahasiswa terhadap profesi akuntan forensik akan timbul apabila lingkungan kerja yang sehat akan menimbulkan rasa aman, serta mengoptimalkan kinerja dan meningkatkan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu et al. (2003) menunjukkan bahwa karier sebagai akuntan pendidik pekerjaannya lebih rutin dibanding karier yang lain. Rahayu juga mengungkapkan bahwa mahasiswa yang memilih profesi akuntan publik dan akuntan perusahaan menganggap bahwa profesi yang mereka pilih akan memberikan banyak kesempatan untuk berkembang. Karier sebagai akuntan pemerintah pekerjaannya yang rutinitasnya sedikit lebih tinggi dibanding akuntan perusahaan.
Pertimbangan Pasar Kerja
Pertimbangan pasar kerja meliputi keamanan kerja dan tersedianya lapangan kerja atau kemudahan mengakses lowongan kerja. Keamanan kerja merupakan faktor yang menyebabkan karier yang dipilih dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama dan jauh dari kasus PHK. Sari (2013) menunjukkan bahwa pertimbangan pasar kerja memiliki pengaruh yang paling
signifikan terhadap minat dalam memilih karier. Hasil penelitian Rasmini (2007) menunjukkan bahwa mahasiswa menganggap karier sebagai akuntan publik mampu memberikan keamanan kerja yang lebih terjamin. Hasil penelitian Sembiring (2009) menunjukkan bahwa personalitas berpengaruh terhadap minat menjadi akuntan publik. Berdasarkan pemaparan tersebut akan logis apabila mahasiswa mempertimbangkan pasar kerja berupa jenjang karier dan prospek perkembangan kariernya di masa mendatang.
Kerangka Penelitian Gambar 1 menggambarkan kerangka penelitian minat atas profesi akuntan
forensik diukur dengan variabel penghargaan finansial, pelatihan profesional, pengakuan profesional, nilai-nilai sosial, lingkungan kerja, dan pertimbangan pasar.
Gambar 2 Kerangka Penelitian
METODA PENELITIAN Data dan Sumber Data
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yang ditujukan untuk mendeskripsikan minat terhadap profesi akuntan forensik yang diukur dengan faktor penghargaan finansial, pelatihan profesional, pengakuan profesional nilai-nilai sosial, lingkungan kerja dan pertimbangan pasar berdasarkan karakteristik individu mahasiswa dengan objek penelitian mahasiswa jurusan Akuntansi di Universitas Kristen Satya Wacana dan Universitas Katolik Soegijapranata. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dengan metode pengumpulan data melalui survey dan wawancara pada responden dan menyebar daftar pertanyaan (kuesioner). Responden adalah mahasiswa S1 jurusan Akuntansi Universitas Kristen Satya Wacana dan Universitas Katolik Soegijapranata yang telah mengajukan proposal atau tugas akhir. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode convenience sampling. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa mahasiswa yang sudah mengajukan proposal penelitian tugas akhir diperhitungkan dalam waktu yang tidak lama lagi akan menyelesaikan studinya dan segera akan bekerja.
Definisi Variabel dan Operasionalisasi Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari enam variabel
yaitu penghargaan finansial, pelatihan profesional, pengakuan profesional, nilai- nilai sosial, lingkungan kerja, pertimbangan pasar kerja untuk mengukur minat mahasiswa terhadap profesi Akuntan Forensik.
Variabel Penghargaan Finansial Penghargaan finansial, penghasilan atau gaji merupakan hasil yang diperoleh
sebagai kontra prestasi dari pekerjaan yang telah diyakini secara mendasar bagi sebagian besar perusahaan sebagai daya tarik utama untuk memberikan kepuasan kepada karyawannya. Penghargaan finansial diuji dengan 3 (tiga) butir sebagai kontra prestasi dari pekerjaan yang telah diyakini secara mendasar bagi sebagian besar perusahaan sebagai daya tarik utama untuk memberikan kepuasan kepada karyawannya. Penghargaan finansial diuji dengan 3 (tiga) butir
Variabel Pelatihan Profesional Pelatihan profesional, meliputi hal-hal yang berhubungan dengan peningkatan
keahlian. Pelatihan profesional diuji dengan 4 (empat) pernyataan mengenai pelatihan sebelum mulai bekerja, pelatihan profesional, pelatihan kerja rutin dan pengalaman kerja.
Variabel Pengakuan Profesional Pengakuan profesional meliputi hal-hal yang berhubungan dengan pengakuan
terhadap prestasi. Pengakuan profesional diuji dengan 4 (empat) pernyataan mengenai kemungkinan bekerja dengan ahli lain, kesempatan untuk berkembang, dan pengakuan prestasi.
Variabel Nilai-nilai Sosial Nilai-nilai ditunjukkan sebagai faktor yang menunjukkan kemampuan di
masyarakat atau nilai yang dapat dilihat dari sudut pandang responden-responden lain di lingkungannya. Nilai-nilai sosial diuji dengan 6 (enam) pernyataan mengenai cara untuk naik pangkat, kesempatan untuk melakukan pelayanan sosial, kesempatan untuk berinteraksi dengan responden lain, kepuasan pribadi, kesempatan untuk menjalankan hobi di luar pekerjaan, perhatian terhadap perilaku individu dan gengsi pekerjaan di mata responden lain.
Variabel Lingkungan Kerja Lingkungan kerja merupakan sesuatu yang berkaitan dengan sifat pekerjaan,
tingkat persaingan dan banyaknya tekanan kerja. Lingkungan kerja diuji dengan pernyataan mengenai sifat pekerjaan (rutin, atraktif, sering lembur).
Variabel Pertimbangan Pasar Kerja Pertimbangan pasar kerja, meliputi keamanan kerja dan tersedianya lapangan
kerja atau kemudahan mengakses lowongan kerja. Keamanan kerja merupakan faktor dimana karier yang dipilih dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Karier diharapkan bukan pilihan karier sementara, tetapi dapat terus berlanjut sampai pensiun. Pertimbangan pasar kerja diuji dengan (dua) pernyataan mengenai keamanan kerja, dan kemudahan mengakses lowongan kerja.
Teknik dan Langkah Analisis Data Teknik analisis dalam penelitian ini adalah statistika deskriptif dengan
menggunakan perhitungan mean atau rata-rata untuk menguji data-data kuesioner yang diperoleh. Langkah analisis yang akan dilakukan adalah mengolah data-data kuesioner ke dalam perhitungan statistika yaitu perhitungan mean, dan median kemudian menganalisis hasil perhitungan mean di bandingkan dengan nilai tengah untuk menentukan tinggi dan rendahnya minat atas variabel-variabel yang telah ditentukan dan menarik kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh dengan menyajikan informasi dalam bentuk uraian tertulis.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan di Universitas Kristen Satya Wacana dan
Universitas Katolik Soegijapranata, memperoleh hasil bahwa dari 81 responden,
47 responden (50,02%) berasal dari UKSW dan 34 responden (49,98%) berasal dari UNIKA.
Responden masing-masing universitas dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang berasal dari UKSW berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak
41 responden (87,23%) dan laki-laki sebanyak 6 responden (12,77%). Pada UNIKA responden berjenis kelamin perempuan terdapat sebanyak 20 responden (58,82%) dan laki-laki sebanyak 14 responden (41,18%).
Semester yang sedang ditempuh pada masing-masing universitas, responden yang berasal dari UKSW berjumlah 47 responden (100%) sedang menempuh semester 8, sedangkan pada UNIKA terdapat 32 responden (94,12%) yang sedang menempuh semester 7 dan 2 responden (5,88%) sedang menempuh semester 9.
Responden pada masing-masing universitas dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan IPK, yaitu IPK di bawah 2,75 dan IPK di atas 2,75 Berdasarkan tabel
4 di atas dapat diperoleh gambaran bahwa responden dari UKSW, sebanyak 2 responden (4,26%) memiliki IPK di bawah 2,75 dan 45 responden (95,74%) sedangkan pada UNIKA terdapat 7 responden (20,59%) memiliki IPK di bawah 2,75 dan 27 responden (79,41%) memiliki IPK di atas 2,75.
Tabel 1 Karakteristik Demografi Responden
Universitas
Karakteristik Responden
(Responden) Persentase Jenis Kelamin
(Responden) Persentase
27 79,41% Sumber: Data Primer yang Diolah (Februari, 2016)
Penelitian ini meliputi variabel penghargaan finansial, pelatihan profesional, pengakuan profesional, nilai sosial, lingkungan kerja, dan pertimbangan pasar setelah diuji memiliki nilai rata-rata di atas nilai tengah skala teoritis Likert antara 1 sampai 5, yang artinya semakin tinggi skor yang diberikan pada setiap pertanyaan masing-masing variabel maka semakin tinggi minat terhadap profesi akuntan forensik. Uji statistik deskriptif menunjukkan rata-rata jawaban setiap variabel berada di atas nilai tengah yang menunjukkan arti bahwa responden berminat terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan karier menjadi profesi akuntan forensik.
Tabel 2 Deskripsi Variabel Penelitian
Median Standard
Deviations Penghargaan Finansial
Teoritis
9 1,500 Pelatihan Profesional
9 1,800 Pengakuan Profesional
12 1,976 Nilai-nilai Sosial
18 2,276 Lingkungan Kerja
21 2,276 Pertimbangan Pasar
6 1,458 N = 81
Sumber: Data Primer yang Diolah (Februari, 2016)
Skor rata-rata empiris jawaban responden untuk variabel penghargaan finansial, pelatihan profesional dan pengakuan profesional, nilai-nilai sosial, dan pertimbangan pasar termasuk dalam kategori tinggi. Skor rata-rata pada variabel penghargaan finansial menunjukkan nilai sebesar 12,02 lebih tinggi dari nilai tengah sebesar 9, yang berarti bahwa secara keseluruhan responden berminat atas penghargaan finansial pada profesi akuntan forensik. Pada variabel pelatihan profesional, minat mahasiswa untuk mengikuti pelatihan pada profesi akuntan forensik tinggi. Hal ini ditunjukkan dari nilai output uji deskriptif dimana nilai rata-rata sebesar 12,69 lebih tinggi dari nilai tengah yang sebesar 9. Para responden dianggap berminat untuk mendapatkan apresiasi dan penghargaan pada profesi akuntan forensik, yang terlihat dari skor rata-rata variabel pengakuan profesional sebesar 16,09, jauh lebih tinggi dari nilai tengah sebesar 12. Rata-rata responden dinilai memiliki ketertarikan pada nilai-nilai sosial yang tinggi. hal ini ditunjukkan dengan rata-rata jawaban kuesioner sebesar 21,49 lebih tinggi dari nilai tengah yaitu sebesar 18. Data penelitian ini menunjukkan tingginya skor rata- rata pada variabel lingkungan kerja dan pertimbangan pasar menunjukkan secara keseluruhan responden dianggap mempertimbangkan lingkungan kerja dan peluang kerja pada profesi akuntan forensik
Penghargaan Finansial Minat atas Penghargaan Finansial berdasarkan Universitas
Tabel 3 menggambarkan bahwa secara keseluruhan responden dari UKSW memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dari
47 responden yang mengisi kuesioner, hanya terdapat 1 responden yang tidak memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi, sedangkan sisanya sebanyak 46 responden memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi. Demikian juga pada responden dari UNIKA yang menunjukkan bahwa dari 34 responden, seluruhnya memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi.
Tabel 3 Deskripsi Minat atas Penghargaan Finansial berdasarkan Universitas
Minat atas Penghargaan Finansial
Total Universitas
UKSW 46 1 47 UNIKA
34 0 34 Total
Sumber: Data Primer yang Diolah (Februari, 2016)
Hasil wawancara mengenai minat atas penghargaan finansial pada mahasiswa menyatakan bahwa profesi yang memberikan penghargaan finansial seperti dana pensiun diminati karena memberikan jaminan seumur hidup. Seperti yang diungkapkan responden perempuan dari UKSW yang berusia 21 tahun.
“Penghargaan finansial yang diharapkan tentu saja tersedianya dana pensiun. Apapun yang terjadi tetap mendapat jaminan seumur hidup”
Hal serupa diungkapkan oleh mahasiswa UNIKA dengan usia 21 tahun ketika ditanya mengenai minat atas penghargaan finansial pada profesi akuntan forensik menyatakan tujuan bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan.
“Tujuan bekerja adalah memenuhi kebutuhan, nah gaji itu merupakan salah satu alat yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan, jadi kalau akuntan forensik kasih jaminan kesejahteraan secara finansial ya pasti minat jadi akuntan forensik.”
Faktor-faktor motivasional pada masing-masing responden atas penghargaan finansial akan membentuk minat pada profesi akuntan forensik. Pernyataan responden dari UKSW menunjukkan bahwa sebagian besar responden UKSW mengharapkan ketersediaan dana pensiun ketika menjadi akuntan forensik. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Felton et al. (1994) dimana mahasiswa yang memilih untuk berprofesi sebagai akuntan publik lebih mempertimbangkan gaji jangka panjang dan kesempatan kerja yang lebih menjanjikan. Hal yang sama terjadi pada responden dari UNIKA, dimana responden menyatakan berminat apabila ketersediaan jaminan kesejahteraan Faktor-faktor motivasional pada masing-masing responden atas penghargaan finansial akan membentuk minat pada profesi akuntan forensik. Pernyataan responden dari UKSW menunjukkan bahwa sebagian besar responden UKSW mengharapkan ketersediaan dana pensiun ketika menjadi akuntan forensik. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Felton et al. (1994) dimana mahasiswa yang memilih untuk berprofesi sebagai akuntan publik lebih mempertimbangkan gaji jangka panjang dan kesempatan kerja yang lebih menjanjikan. Hal yang sama terjadi pada responden dari UNIKA, dimana responden menyatakan berminat apabila ketersediaan jaminan kesejahteraan
Minat atas Penghargaan Finansial berdasarkan Jenis Kelamin Tabulasi silang pada tabel 4 menunjukkan minat atas penghargaan
finansial berdasarkan jenis kelamin. Responden dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan di UKSW sama-sama tinggi, hal ini ditunjukkan dari 41 responden perempuan UKSW, 40 responden memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi, dan hanya 1 responden memiliki minat yang rendah. Sedangkan seluruh responden laki-laki dari UKSW memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi. Responden yang berasal dari UNIKA berjumlah 34 responden, masing-masing terdiri dari 20 responden perempuan dan
14 responden laki-laki, seluruhnya memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan dari UKSW dan UNIKA memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi.
Tabel 4 Deskripsi Minat atas Penghargaan Finansial berdasarkan Jenis Kelamin
Minat atas Penghargaan Finansial Total Jenis Kelamin
Perempuan 40 1 41 UKSW
Laki-Laki 6 0 6 Perempuan
20 0 20 UNIKA
Laki-Laki 14 0 14 Total
81 1 81
Sumber: Data Primer yang Diolah (Februari, 2016)
Wawancara mendalam tentang minat atas penghargaan finansial pada profesi akuntan forensik pada responden laki-laki dari UKSW dengan usia 21 tahun yang menyatakan bahwa akuntan forensik adalah pekerjaan dengan risiko yang cukup tinggi, maka akan mendapatkan penghargaan finansial yang sesuai dengan pekerjaannya.
“Jika saya adalah seorang akuntan forensik, saya mengharapkan gaji awal yang tinggi pada perusahaan tempat saya bekerja, selain itu saya juga mengharapkan adanya tunjangan lain berupa asuransi kesehatan gaji yang tinggi dan asuransi kesehatan dirasa pantas untuk diberikan kepada seorang akuntan forensik mengingat risiko dalam pekerjaannya cukup besar dan juga dalam profesi ini cukup susah untuk mencari seorang akuntan forensik yang telah profesional.”
Hal ini didukung pernyataan responden perempuan dari UNIKA dengan usia 21 tahun ketika ditanya minat terhadap profesi akuntan forensik menyatakan keahlian lain selain akuntansi diharapkan meningkatkan penghargaan finansial yang di dapat.
“Profesi sebagai akuntan forensik itu membutuhkan keahlian di banyak bidang, selain akuntansi dan audit saja, jadi diharapkan memberikan gaji lebih tinggi dari profesi lain.”
Penghargaan finansial pada akuntan forensik tentu menjadi daya tarik bagi responden baik laki-laki dan perempuan dari UKSW maupun UNIKA. Minat atas penghargaan finansial yang tinggi pada kedua universitas, menunjukkan bahwa penghargaan finansial merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan mahasiswa ketika memilih profesinya kelak. Responden perempuan dan laki-laki
dari UKSW memiliki ketertarikan yang sama yaitu harapan untuk mendapatkan gaji awal yang tinggi dan adanya jaminan kesehatan. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Felton et al. (1994) menyatakan bahwa mahasiswa yang memilih profesi akuntan publik percaya bahwa penghargaan dari profesi ini lebih besar daripada pengorbanannya. Pengorbanan dan risiko kerja sebagai akuntan forensik diharapkan responden dapat diganti dengan penghargaan yang sesuai seperti gaji yang tinggi dan adanya jaminan kesehatan, untuk menjamin kehidupan akuntan forensik. Demikian pula pada responden laki-laki dan perempuan di UNIKA yang menginginkan gaji yang lebih tinggi dari profesi lainnya. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Wijayanti (2001) yang menyatakan bahwa mahasiswa akuntansi yang memilih karier sebagai akuntan publik mengharapkan gaji awal yang tinggi, memperoleh kesempatan berkembang yang lebih baik dibandingkan dengan karier yang lain. Mahasiswa akuntansi baik laki-laki maupun perempuan yang memilih profesi akuntan forensik akan mempertimbangkan gaji awal dan kesempatan untuk belajar pada bidang lain.
Minat atas Penghargaan Finansial berdasarkan Semester Tabel 5 menggambarkan bahwa 32 responden yang sedang menempuh
semester 7 merupakan responden dari UNIKA, dimana seluruhnya memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi. Selanjutnya 47 responden yang sedang menempuh semester 8 merupakan responden dari UKSW, dimana secara keseluruhan memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi, hal ini ditunjukkan dari 47 responden, hanya ada 1 responden yang memiliki minat atas penghargaan finansial yang rendah. Sedangkan 2 responden yang sedang menempuh semester 9 merupakan responden dari UNIKA dimana seluruhnya memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa responden dari semester 7, 8 dan 9 memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi.
Tabel 5 Deskripsi Minat atas Penghargaan Finansial berdasarkan Semester
Minat Atas Penghargaan Finansial Total Semester
Tinggi
Rendah (Responden)
(Responden) UKSW
Sumber: Data Primer yang Diolah (Februari, 2016)
Kesimpulan ini didukung pernyataan responden perempuan dari UNIKA, berusia 21 tahun, yang menyatakan bahwa penghargaan finansial akan memberikan motivasi untuk akuntan forensik agar kinerjanya lebih baik.
“Menurut aku pekerjaan akuntan forensik adalah pekerjaan yang seimbang, maksudnya kinerja dengan penghasilan yang diperoleh sesuai, buat memotivasi para akuntan forensik agar lebih semangat.”
Responden dari UKSW, dengan usia 21 tahun yang sedang menempuh semester 8 mendukung kesimpulan tersebut.
“Sebenarnya sih nggak begitu paham profesi akuntan forensik, akuntan forensik di Indonesia masih jarang jadi pasti menjanjikan secara karier dan finansial. Gaji awal yang tinggi dan asuransi kesehatan dirasa pantas untuk diberikan kepada seorang akuntan forensik mengingat risiko dalam pekerjaannya cukup besar dan juga dalam profesi ini cukup susah untuk mencari seorang akuntan forensik yang telah profesional.”
Responden semester 7 yang seluruhnya berasal dari UNIKA memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi dengan harapan adanya kesesuaian antara pekerjaan dan penghasilan yang diterima. Demikian pula pada responden semester 8 yang rata-rata mengharapkan gaji awal dan tunjangan ketika bekerja, hal ini disebabkan responden merasa risiko pekerjaan akuntan forensik tinggi dan sumber daya akuntan forensik yang masih sedikit. Hal sama diungkapkan oleh responden semester 9 yang menginginkan gaji yang sesuai dengan pengorbanan yang telah dilakukan. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Oktavia (2005) dan Setiyani (2005) mengungkapkan bahwa Responden semester 7 yang seluruhnya berasal dari UNIKA memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi dengan harapan adanya kesesuaian antara pekerjaan dan penghasilan yang diterima. Demikian pula pada responden semester 8 yang rata-rata mengharapkan gaji awal dan tunjangan ketika bekerja, hal ini disebabkan responden merasa risiko pekerjaan akuntan forensik tinggi dan sumber daya akuntan forensik yang masih sedikit. Hal sama diungkapkan oleh responden semester 9 yang menginginkan gaji yang sesuai dengan pengorbanan yang telah dilakukan. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Oktavia (2005) dan Setiyani (2005) mengungkapkan bahwa
Minat atas Penghargaan Finansial berdasarkan IPK Tabel tabulasi silang menunjukkan bahwa Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)
responden UKSW yang di atas 2,75 terdapat 45 responden, dimana 44 responden memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi dan 1 responden memiliki minat atas penghargaan finansial yang rendah, selanjutnya 2 responden dari UKSW dengan IPK di bawah 2,75 memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi. Sedangkan dari 34 responden UNIKA, 27 responden memiliki IPK di atas 2,75 dan 7 memiliki IPK di bawah 2,75, dimana seluruh responden dari UNIKA memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi. Berdasarkan penjelasan tersebut, secara keseluruhan responden UKSW dan UNIKA dengan IPK di atas 2,75 dan di bawah 2,75 memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi.
Tabel 6 Deskripsi Minat atas Penghargaan Finansial berdasarkan IPK
Indek Prestasi
Total Kumulatif
Minat atas Penghargaan Finansial
Sumber: Data Primer yang Diolah (Februari, 2016)
Hasil wawancara dengan responden yang berasal dari UKSW yang berusia
21 tahun, dengan jenis kelamin perempuan menyatakan bahwa IPK tidak mempengaruhi minat atas penghargaan finansial.
“IPK tidak menunjukkan tingkat keahlian seseorang, jadi baik IPK tinggi atau rendah, sama-sama punya minat dan kesempatan untuk memperoleh gaji yang sesuai dengan keahliannya.”
Pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan responden UNIKA yang berusia 21 tahun, dengan jenis kelamin laki-laki yang menyatakan bahwa
“Harapannya sih kalau jadi akuntan forensik ya menjamin secara finansial, gajinya tinggi, terus ada jenjang karier yang bisa dicapai gitu.”
Responden dengan IPK di atas 2,75 dan di bawah 2,75 dari UKSW sama- sama memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi, hal ini diduga karena responden mengharapkan penilaian profesionalitas dan kinerja tidak didasarkan pada IPK, sehingga gaji yang diterima sesuai dengan pengorbanan dan kinerja yang dilakukan. Demikian pula pada responden dengan IPK di atas dan di bawah 2,75 dari UNIKA sama-sama memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi dengan harapan adanya jaminan penghargaan finansial dengan wujud gaji yang tinggi. Gaji dipertimbangkan dalam pemilihan profesi karena memang tujuan utama seseorang bekerja adalah memperoleh gaji. Carpenter dan Strawser (1970) dalam Rahayu (2003) mengungkapkan bahwa gaji merupakan salah satu variabel yang akan dipertimbangkan oleh mahasiswa akuntansi dalam memilih Responden dengan IPK di atas 2,75 dan di bawah 2,75 dari UKSW sama- sama memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi, hal ini diduga karena responden mengharapkan penilaian profesionalitas dan kinerja tidak didasarkan pada IPK, sehingga gaji yang diterima sesuai dengan pengorbanan dan kinerja yang dilakukan. Demikian pula pada responden dengan IPK di atas dan di bawah 2,75 dari UNIKA sama-sama memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi dengan harapan adanya jaminan penghargaan finansial dengan wujud gaji yang tinggi. Gaji dipertimbangkan dalam pemilihan profesi karena memang tujuan utama seseorang bekerja adalah memperoleh gaji. Carpenter dan Strawser (1970) dalam Rahayu (2003) mengungkapkan bahwa gaji merupakan salah satu variabel yang akan dipertimbangkan oleh mahasiswa akuntansi dalam memilih
Pelatihan Profesional Minat atas Pelatihan Profesional berdasarkan Universitas
Hasil tabulasi silang pada tabel 7 menggambarkan bahwa dari 47 responden UKSW, 42 responden memiliki minat atas pelatihan profesional yang tinggi, dan sisanya sebanyak 5 responden memiliki minat atas pelatihan profesional yang rendah. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa responden dari UKSW secara keseluruhan memiliki minat atas pelatihan profesional yang tinggi. Sedangkan pada UNIKA, dari 34 responden seluruhnya memiliki minat atas pelatihan profesional yang tinggi. Hasil tersebut disimpulkan bahwa responden dari kedua universitas memiliki minat atas pelatihan profesional yang tinggi.
Tabel 7 Deskripsi Minat Atas Pelatihan Profesional berdasarkan Universitas
Minat Atas Pelatihan Profesional
Total Universitas
UKSW 42 5 47 UNIKA
34 0 34 Total
Sumber: Data Primer yang Diolah (Februari, 2016)
Hasil wawancara mengenai pelatihan profesional pada akuntan forensik dengan responden UKSW yang berusia 21 tahun menyatakan berminat karena pelatihan profesional dapat menunjang profesi akuntan forensik.
“Sangat perlu. Pelatihan yang berhubungan dan menunjang profesi akuntan forensik seperti sertifikasi di bidang akuntansi atau hukum, juga bentuk pelatihan seperti workshop dan diskusi sesama profesi akuntan forensik. Dengan adanya pelatihan profesional ini, kemampuan atau profesionalisme akuntan forensik dapat meningkat dan berguna dalam penyelesaian tugas-tugas akuntan forensik berikutnya.”
Penyataan dari responden UKSW didukung oleh penyataan responden dari UNIKA yang berusia 21 tahun, yang menyatakan bahwa sebelum menjadi akuntan forensik perlu mengikuti sertifikasi.
“Setahu saya kalau mau jadi akuntan forensik harus ikut pendidikan akuntan forensik dengan lembaganya, jadi sebelum jadi akuntan forensik sudah pasti harus ikut latihannya itu.”
Minat atas pelatihan profesional pada UNIKA dapat dikatakan lebih tinggi dibandingkan UKSW, Hal ini disebabkan di UNIKA telah memasukkan mata kuliah akuntan forensik kedalam kurikulum. Hasil penelitian Stolle (1976) dalam Aprilyan (2011) menunjukkan bahwa mahasiswa beranggapan bahwa akuntan publik lebih memerlukan pelatihan kerja dan lingkungan kerjanya lebih bervariasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wijayanti (2001) bahwa faktor pengalaman kerja yang bervariasi dipertimbangkan oleh mahasiswa yang memilih profesi akuntan publik dan akuntan pemerintah. Mahasiswa juga beranggapan bahwa pelatihan profesional perlu dilakukan oleh semua profesi akuntansi. Seorang akuntan forensik wajib menjalankan pelatihan profesional sebelum bekerja. Langkah yang perlu ditempuh untuk menjadi akuntan forensik yang pertama adalah menempuh S1 akuntansi, kemudian mengambil pendidikan profesi akuntansi dan lulus ujian sertifikasi akuntan publik, dilanjutkan dengan pendidikan akuntan forensik yang diselenggarakan oleh Lembaga Akuntan Forensik Indonesia (LAFI). Mahasiswa akuntansi beranggapan bahwa profesi akuntan forensik merupakan cabang profesi baru sehingga perlu diperkenalkan lebih dalam.
Minat atas Pelatihan Profesional berdasarkan Jenis Kelamin Hasil tabulasi silang pada tabel 8, menggambarkan bahwa dari 41
responden perempuan dari UKSW, 36 responden memiliki minat atas pelatihan profesional yang tinggi dan 5 responden sisanya memiliki minat yang rendah. Sedangkan seluruh responden laki-laki dari UKSW memiliki minat atas pelatihan profesional yang tinggi. Dari 20 responden perempuan yang berasal dari UNIKA, seluruhnya memiliki minat atas penghargaan finansial yang tinggi, demikian juga pada 14 responden laki-laki dari UNIKA memiliki minat atas pelatihan profesional yang tinggi. Penjelasan tersebut menggambarkan bahwa secara keseluruhan responden laki-laki dan perempuan dari kedua universitas memiliki minat atas pelatihan profesional yang tinggi.
Tabel 8 Deskripsi Minat atas Pelatihan Profesional berdasarkan Jenis Kelamin
Minat atas Pelatihan Profesional Total Jenis Kelamin
Tinggi
Rendah (Responden)
(Responden) Perempuan
Laki-Laki 14 0 14 Total
Sumber: Data Primer yang Diolah (Februari, 2016)
Responden dari UKSW yang berusia 21 tahun dengan jenis kelamin perempuan menyatakan pelatihan profesional sangat penting untuk memperkenalkan meningkatkan kepercayaan sebagai akuntan forensik.
“Pelatihan profesi itu penting untuk meningkatkan kepercayaan pengguna jasa akuntan forensik dengan mengetahui bahwa akuntan forensik tersebut telah mengikuti atau memiliki gelar profesi . ”
Hasil wawancara dengan responden UNIKA yang berusia 21 tahun dengan jenis kelamin laki-laki menyatakan bahwa pelatihan sangat penting karena akuntan forensik membutuhkan keahlian di bidang lain.