MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM MANAJEMEN ORA

A. Pendahuluan

Mayoritas manusia berorientasi untuk mendapatkan kebahagiaan, menanti ketentraman dan ketenangan jiwa, terlebih dalam lingkungan keluarga. Pentingnya keharmonisan keluarga paling berpengaruh untuk pribadi dan masyarakat adalah pembentukan keluarga dan komitmennya pada kebenaran. Terkait dengan hal ini, Allah dengan hikmah-Nya telah mempersiapkan tempat yang mulia buat manusia untuk menetap dan tinggal dengan tentram didalamnya (Irwan Prayitno, 2003: 50)

Keluarga merupakan salah satu isu penting dalam Islam. Suatu masyarakat terbentuk oleh sekelompok keluarga. Jika keluarga sebagai pembentuk masyarakat itu sehat dan kuat, maka suatu negara akan sehat dan kuat pula. Sebaliknya jika keluarganya sakit dan lemah, maka suatu negara juga akan lemah dan sakit. Dalam Islam, keluarga adalah pusat pembentuk masyarakat dan peradaban Islam. Secara pemahaman masyarakat Barat, keluarga adalah ibu, bapak dan anak atau bahkan single parent, karena mereka memandang keluarga sebagai nuclear family. Sedangkan masyarakat Islam memandang keluarga dalam pengertian yang lebih luas (extended family) bahkan tiga atau empat generasi masih dianggap satu keluarga (Muhtar Gandaatmaja, 1993: 35)

Dalam bahasa Arab kata “keluarga” disebut ahl atau ahila yang berarti keluarga secara menyeluruh termasuk kakek, nenek, paman, bibi dan keponakan. Dalam pengertian yang lebih luas, keluarga dalam Islam merupakan satu kesatuan unit yang besar yang disebut ummah atau komunitas

YIN YANG. Vol. 11 No. 2 2016 YIN YANG. Vol. 11 No. 2 2016

Keluarga islami adalah rumah tangga di dalamnya ditegakkan adab- adab islami, baik yang menyangkut individu maupun keseluruhan anggota rumah tangga. Keluarga islami adalah sebuah rumah tangga yang didirikan di atas landasan ibadah. Mereka bertemu dan berkumpul karena Allah, saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Keluarga secara sinonimnya ialah rumah tangga, dan keluarga adalah satu institusi sosial yang berasas karena keluarga menjadi penentu (determinant) utama tentang apa jenis warga masyarakat. Keluarga menyuburi (nurture) dan membentuk (cultivate) manusia yang budiman, keluarga yang sejahtera adalah tiang dalam pembinaan masyarakat (Sufean Hussin dan Jamaluddin Tubah, 2004: 1)

Menurut Leha Zaleha Muhamat (2005: 2), istilah ‘keluarga’ ialah komponen masyarakat yang terdiri daripada suami, istri dan anak-anak atau suami dan istri saja (sekiranya pasangan masih belum mempunyai anak baik anak kandung/angkat atau pasangan terus meredhai kehidupan dengan tanpa dihiasi dengan gelagat kehidupan anak-anak). Pengertian ini hampir sama dengan pengertian keluarga yang dijelaskan oleh Zakaria Lemat (2003:

71) yaitu, keluarga merupakan kelompok paling kecil dalam masyarakat, sekurang- kurangnya dianggotai oleh suami dan istri atau ibu bapak dan anak-anak. Ia adalah asas pembentukan sebuah masyarakat. Kebahagiaan masyarakat adalah bergantung kepada setiap keluarga yang menganggotai masyarakat.

William J. Goode (2007: 16) menjelaskan keluarga sebagai suatu unit sosial yang ekspresif atau emosional. Keluarga bertugas sebagai agensi instrumental untuk struktur sosial yang lebih besar, semua institusi, dan agensi lain bergantung kepada sumbangannya. Misalnya, tingkah laku peranan yang dipelajari dalam keluarga menjadi tingkah laku yang diperlukan dalam segmen masyarakat lain. Keluarga sebagai pencetak dan pembentuk generasi-generasi bangsa dan agama. Generasi yang memiliki otak yang handal dan moral atau etika yang berkualitas untuk masa depan. Secara ideal, pendidikan Islam

ISSN: 1907-2791 e-ISSN: 2548-5385

Anak adalah amanat Allah kepada para orang tua. Amanat adalah sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang yang pada akhirnya akan dimintai pertanggungjawaban. Firman Allah yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. “ Anak merupakan salah satu bagian dalam keluarga, tanggung jawab pendidikan anak berada di tangan orang tua. Kecenderungan anak kepada orang tua sangat tinggi. Apa yang ia lihat, di dengar dari orang tuanya akan menjadi informasi belajar baginya. Sehingga hanya dengan keluarga- keluarga yang memegang prinsip akidah ketauhidan dan dapat melahirkan generasi-generasi berkepribadian Islam sejati, yang menjadikan Allah SWT sebagai awal dan tujuan akhir segala aktivitas lahir dan batin kehidupannya. Oleh karena itu, menyusun manajemen pendidikan agama Islam secara benar merupakan sumbangan yang cukup berarti tidak saja bagi penyiapan suatu tata kehidupan umat Islam, akan tetapi juga bagi penyiapan keluarga, masyarakat dan bangsa di masa depan yang lebih baik.

YIN YANG. Vol. 11 No. 2 2016

Usaha merumuskan manajemen pendidikan agama Islam dalam keluarga, ternyata tidak mudah. Terbukti banyak keluarga yang mengalami hambatan dalam memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Hal ini mungkin disebabkan manajemen yang disusun kurang memenuhi apa yang diharapkan. Atau tingkat sosialisasi dan pemahaman masyarakat yang masih rendah, sehingga tidak dapat mengaplikasikan dalam bentuk nyata.

Di samping itu, aspek luar yang mempengaruhi keluarga semakin besar. Seperti era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain berdampak positif juga bisa berdampak negatif. Beberapa masalah yang dihadapi keluarga dewasa ini adalah :

1. Renggangnya hubungan keluarga sebagai akibat individualisme yang acap kali menimbulkan kesenjangan hubungan antara suami-istri, antara orang tua dan anak-anaknya (terutama remaja).

2. Berkurangnya peran dan fungsi orang tua dalam membimbing dan mengawasi anak.

3. Berubahnya penghayatan terhadap norma-norma agama dan sosial budaya yang bisa berlaku dalam kelurga sehingga muncul kecendrungan beralihnya sistem kekeluargaan, dari keluarga besar (extended family) kepada keluarga inti (nuclear family). Hubungan antara keluarga besar menjadi renggang atau retak. Fungsi keluarga tak dapat ditunaikan. Kebanyakan anak menjadi nakal atau melakukan kejahatan, hal ini terjadi pada keluarga yang berantakan (broken home) (Ikhtijanto, 1995: 15)

Islam adalah agama yang suci, agama yang sangat memperhatikan agar pertumbuhan dan perkembangan anak berada di bawah naungan keluarga harmonis. Didalamnya semua orang dapat menunaikan kesempatannya dan mengetahui hak serta kewajibannya. Selain itu, mereka bisa memasuki lingkungan masyarakat di sela-sela suasana keluarga yang telah membekali mereka dengan dasar-dasar yang sangat penting berupa pendidikan maupun akhlak yang benar.

ISSN: 1907-2791 e-ISSN: 2548-5385

205

Dalam konteks interaksi antar agama, masyarakat Indonesia dikenal sudah memiliki sistem nilai tersendiri sehingga dapat melakukan toleransi dengan berbagai macam kebhinekaan yang ada dalam masyarakat. Masing- masing masyarakat memiliki sistem nilai yang diyakini, dipatuhi, dan dilaksanakan demi menjaga harmonisasi dalam masyarakat. Nilai-nilai inilah yang dikenal sebagai kearifan lokal (traditional wisdom). Menurut Nicholas Maxwell, yang dimaksud traditional wisdom adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan, serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan komunitas ekologis yang menyangkut relasi yang baik di antara sesama manusia, juga di antara semua penghuni komunitas ekologis (Magnis-Suseno, 2001) Seluruh kearifan tradisional tersebut biasanya dihayati, dipraktikkan, diajarkan, dan diwariskan dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Religiositas masyarakat berikut tradisi dan kearifan local yang masih berlaku di masyarakat memiliki peran untuk mendorong kerukunan hidup dan damai antaragama. Oleh karena biasanya kearifan lokal mengajarkan perdamaian dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan. Hakikatnya, dalam hal memandang agama, biasanya masyarakat melihat dari dua aspek, yaitu aspek ketuhanan dan aspek kemanusiaan (Zainuddin, 2004) Aspek ketuhanan dari agama mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, yang caranya sudah ditentukan oleh masing-masing agama. Aspek kemanusiaan berkaitan dengan interaksi manusia beragama dengan sesamanya (in-group) dan dengan penganut agama lain (out-group).

B. Manajemen Pendidikan Islam

Sebelum menguraikan lebih jauh pada poin ini, terlebih dahulu akan menjelaskan secara singkat bahwa dari segi analisis manajemen dalam pendidikan agama Islam di keluarga akan terkesan sama yang meliputi pengertian, fungsi, dan sebagainya. Sedangkan yang membedakan terletak pada materi pendidikan, dan bagaimana cara melaksanakannya (analisis pendidikannya). Karena hal ini yang akan menjadi titik tekan pada setiap dasar-dasar pendidikan agama islam di keluarga.

YIN YANG. Vol. 11 No. 2 2016

1. Dasar Pendidikan Islam

a. Perencanaan

Perencanaan atau planning merupakan fungsi pertama dari manajemen. Menurut S.P. Hasibuan (1995: 94) Planning adalah fungsi dasar atau fundamental manajemen karena organizing, actuating dan controlling pun harus terlebih dahulu direncanakan. Dengan demikian betapa pentingnya kedudukan perencanaan dalam sebuah kegiatan atau aktivitas. Menurut Muhammad Rifa’i (1986: 72) mengemukakan bahwa perencanaan merupakan “prequisilte to actioan” artinya sebuah prasyarat dalam bertindak, berhasil tidaknya suatu usaha ditentukan oleh matangnya dan lengkapnya perencanaan.

Atas dasar pengertian itu, maka setiap usaha apapun tujuannya hanya dapat berjalan secara efektif dan efisien bilamana sebelumnya sudah dipersiapkan dan direncanakan terlebih dahulu dengan matang. Menurut Abdul Rosyad Saleh (1977: 48) bahwa efektifitas dan efisiensi dalam penyelenggaran pendidikan di keluarga merupakan suatu hal yang mendapat perhatian. Penyelenggaraan pendidikan di keluarga dikatakan berjalan secara efektif bilamana apa yang menjadi tujuan benar-benar dapat dicapai, dan dalam mencapainya dikeluarkan pengorbanan berupa pikiran, tenaga, biaya, waktu dan sebagainya

Dengan perencanaan, pelaksanaan pendidikan di keluarga dapat berjalan secara lebih tearah dan teratur rapi. Hal ini bisa terjadi, sebab dengan pemikiran secara masak mengenai tujuan apa yang akan dicapai (tertuang tujuan pendidikan), hal-hal apa yang harus dilaksanakan (tertuang kurikulum), dan bagaimana cara melaksanakannya dalam rangka pendidikan agama itu (tertuang metode), atas dasar inilah maka kegiatan pendidikan di keluarga itu dapat diurutkan dan diatur sedemikian rupa, tahap demi tahap yang mengarah pada pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.

Kepentingan dari perencanaan adalah untuk memudahkan orang tua dalam melakukan pengawasan dan penilaian terhadap jalannya pelaksanaan pendidikan baIk yang sedang berlangsung maupun yang sudah selesai. Demikianlah proses pelaksanaan pendidikan dikeluarga yang didasarkan

ISSN: 1907-2791 e-ISSN: 2548-5385

Menurut Muhammad Rifa’i (1986: 75) prinsip-prinsip dalam perencanaan meliputi:

1. Perencanaan harus merupakan proses yang kooperatif

2. Penrencaan harus didasarkan atas kebutuhan dan fakta yang riil dan obyektif

3. Perencanaan harus fleksibel

4. Perencanaan harus mengandung unsur-unsur evaluasi

5. Perencaan harus mempunyai tujuan yang jelas Prinsip pertama, perencanaan pendidikan dalam keluarga adalah

kooperatif. Suatu program kegiatan pendidikan dalam keluarga hendaknya merupakan hasil pemikiran bersama antara ayah dan ibu sebagai pendidik anaknya. Prinsip kedua, didasarkan pada kebutuhan dan fakta yang riil dan objektif. Dalam hal ini rencana tidak boleh merupakan cita-cita atau impian belaka, rencana harus dilaksanakan dan merupakan titik tolak untuk memilih suatu usaha yang konkret. Prinsip ketiga, harus fleksibel. Maksudnya waktu penyusunan rencana harus dipikirkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi. Prinsip keempat, harus mengandung unsur evaluasi; dalam hal ini ayah dan ibu bertugas sebagai pengawas dengan tujuan agar mereka dapat mengatur hasil pendidikan tersebut dengan senantiasa berpedoman pada rencana dan tujuan yang hendak dicapai. Prinsip kelima, mempunyai tujuan yang jelas dan terperinci; maksudnya orang tua tidak dapat membuat suatu rencana jika belum ada tujuan yang jelas. Maka apa sebenarnya yang akan dicapai orang tua tersebut dalam mendidik anaknya. Prinsip keenam, perencanaan memerlukan kepemimpinan. Disinilah diperlukan jiwa pemimpin dalam keluarga yakni peran ayah sebagai pemimpin keluaga mampu menggerakkan istri dan anaknya untuk melaksanakan pendidikan.

Menurut S.P. Hasibuan (1995:113) untuk lebih mengefisienkan suatu perencanaan, maka orang tua harus mampu menjawab enam pokok pertanyaan dalam suatu perencanaan, antara lain:

YIN YANG. Vol. 11 No. 2 2016

1. What (apa), yakni berkaitan dengan penetapan tujuan

2. Why (mengapa), berkaitan dengan alasan atau latar belakang

3. Where (dimana), yakni berkaitan dengan tempat (keluarga)

4. When (kapan), yakni berkaitan dengan waktu

5. Who (siapa), yakni berkaitan dengan orang (pendidik)

6. How (bagaimana), yakni berkaitan dengan cara (metode) Pokok pertama dalam perencanaan adalah menetapkan tujuan yang

akan dicapai. Tujuan pendidikan tauhid di keluarga yakni agar anak beriman dan meyakini Allah swt adalah Esa, mengetahui sifat-sifat-Nya serta tanda-tanda kekuasaan-Nya (Abdullah Nasih Ulwan, 1992: 103). Hal ini perlu ditanamkan pada anak semenjak dengan keyakinan dan ketauhidan yang asasi dengan hakikat alamiah dan dengan segala keyakinan menuju kebaikan. Untuk membina hal ini orang tua harus menanamkan pada anaknya kepercayaan serta ketauhidan pada Allah swt dengan bahasa yang dimengerti oleh anak, hal ini sebagaimana yang diisyaratkan Imam Ghazali bahwa seorang pendidik hendaknya dalam bicara dengan anak-anak harus sesuai dengan daya pengertiannya (akal), jangan diberikan pada anak sesuatu yang tidal dapat ditangkap oleh akalnya (Athiyah Al-Abrasy, 1970: 12).

Pelaksanaan pendidikan tauhid bagi anak pertama-tama harus diselenggarakan di lingkungan keluarga sebab sebagai tahap awal pembentukkan akidah oleh kedua orang tuanya. Sebagaimana yang diilustrasikan oleh Luqman pada anaknya dalam firman Allah swt surat Luqman: 13, yaitu:

ميظع ملظل كشرلا نإ للهاب كشرت لا نيباي هظعي وهو هنبلا نامقل لاق ذإو “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya

mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (Abdullah Nasih Ulwan, 1992: 66)

Pada ayat di atas, ditunjukkan bahwa nilai yang paling fundamental yang mesti ditanamkan orang tua pada anaknya adalah tauhid (akidah). Anak dibimbing untuk mengenal Tuhan-Nya agar ia tidak berubah pada tuhan-

ISSN: 1907-2791 e-ISSN: 2548-5385

Dalam memberikan pendidikan tauhid pada anak hendaknya orang tua menggunakan metode atau pendekatan yang tepat sesuai dengan fase anak agar tujuan yang ditentukan dapat tercapai dengan baik. Menurut Ahmad Tafsir (1997: 9) metode berasal dari bahasa Latin yakni metha artinya cara dan hodos artinya untuk melakukan sesuatu hal. Metode pendidikan tauhid di keluarga menyangkut bagaimana caranya pendidikan itu harus dilaksanakan dimana tindakan atau kegiatan pendidikan yang telah dirumuskan akan efektif bilamana dilaksanakan dengan mempergunakan cara-cara yang tepat. Menurut Winarno Surakhmand dalam pemilihan metode banyak hal yang harus dipertimbangkan, antara lain:

1. Keadaan anak, dalam hal ini tingkat kecerdasannya

2. Situasi yang mencakup hal umum

3. Tijuan yang hendak dicapai

4. Alat-alat yang tersedia

5. Kemampuan pendidik

6. Sifat bahan pelajaran (Tafsir, 1997:33) Diantara metode (pendekatan) atau cara-cara mendidik anak yang

efektif di dalam membentuk ketauhidan anak baik secara moral, psikologis dan sosial adalah dengan memberikan nasihat. Sebab pendekatan sangat berperan dalam menjelaskan pada anak tentang segala hakikat dasar tauhid. Dalam memberikan nasehat orang tua perlu menyampaikannya dengan cara yang baik, seperti yang ditegaskan oleh Nabi saw, yaitu:

فورعمب هرما نكيلف فورعمب رما نم “Barang siapa yang mengajarkan pada yang baik, maka hendaknya ajarannya itu dilakukan dengan yang baik pula” (Nasih Ulwan, 1992:71)

YIN YANG. Vol. 11 No. 2 2016 YIN YANG. Vol. 11 No. 2 2016

Fungsi kedua menajemen setelah perencanaan adalah pengorganisasian. Menurut Terry (1985: 82) pengorganisasian adalah proses pengelompokkan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan dan penugasan setiap keompok pada seorang manager yang mempunyai kekuatan. Hadari Nawawi dalam bukunya Administrasi Pendidikan (1988: 20) mengemukakan bahwa setelah perencanaan ditata sedemikian rupa, kemudian disusun suatu organisasi pendidikan yang meliputi organisasi personal, pembagian kerja serta struktur keorganisasian yang kemudian menimbulkan suatu koordinasi kerja yang baik, sehingga dalam pelaksanaan pendidikan di keluarga terdapat suatu komunikasi aktif antara pihak yang satu dengan yang lainnya.

Pengorganisasian tersebut mempunyai arti penting bagi proses pendidikan di keluarga, sebab dengan pengorganisasian maka rencana pendidikan di keluarga menjadi lebih mudah pelaksanaannya. Hal ini disebabkan karena dengan dibagi-bagikan tindakan atau kegiatan pendidikan di keluarga dalam tugas yang lebih terperinci akan mencegah timbulnya kumulasi kerja yang hanya seseorang saja, ini tentunya akan sangat memberatkan. Adanya spesialisasi ini akan mendatangkan kemudahan bagi proses pendidikan di keluarga, sebab setiap pekerjaan dilakukan oleh orang- orang yang mendalam akan tugas masing-masing.

Sebagaimana dengan uraian di atas, maka langkah-langkah terpenting dalam pengorganisasian meliputi:

1. Menggolongkan tindakan dalam kesatuan-kesatuan tertentu

2. Menentukan tugas masing-masing dalam kesatuan serta menempatkan pelaksana untuk melakukan tugas tersebut

3. Memberikan wewenang pada masing-masing pelaksana

4. Menentapkan jalinan hubungan (Abdul Rosyad Saleh, 1977: 79) Dengan empat langkah di atas, maka tersusunlah suatu pola atau

bentuk kerjasama dalam melaksanakan pendidikan tauhid di keluarga dimana ayah dan ibu yang mengandung kerjasama itu mengetahui pekerjaan apa yang harus dilaksanakan, sampai sejauh mana wewenang masing-masing

ISSN: 1907-2791 e-ISSN: 2548-5385

Dalam prakteknya, dimanapun tugas ayah memberikan pengertian dasar tentang tauhid dengan menekankan pada aspek sifat-sifat Allah SWT, kekuasaan Allah dan sebagainya sebagaimana diuraikan di awal. Sedangkan tugas ibu mengetahui materi yang sudah diberikan atau bisa juga bekerjasama antara ayah dan ibu tergantung apa materi dan kemudahan satu sama lainnya. Walaupun sifatnya sederhana, hal ini bertujuan agar dalam pelaksanaannya terkesan teratut tidak tumpang tindih dalam mendidik anaknya.

c. Penggerakan

Setelah rencana pendidikan di keluarga ditetapkan, begitu pula setelah kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan itu dibagi-bagikan pada pendidik maka tindakan berikutnya adalah penggerakkan atau actuating. Penggerakkan sebenarnya merupakan inti manajemen hal ini disebabkan karena fungsi perencanaan dan pengorganisasian akan berhasil dan baik apabila sudah dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai dengan rencan.

Menurut Ishak Solih (1990: 62) fungsi penggerakkan dalam melaksanakan perencanaan mengenai pengembangan pendidikan ini hendaknya memegang penciptaan dan penerusan keinginan oleh setiap anggota kelompok kerja untuk melaksanakan kewajiban sesuai pelaksana pengembang, sesuai dengan tugasnya masing-masing. Bagi proses pendidikan di keluarga penggerakkan ini mempunyai arti dan peranan yang sangat penting, sebab diantara fungsi manajemen lainnya maka penggerakkan merupakan fungsi yang secar alangsung berhubungan dengan manusia (pendidik).

Adanya tenaga pendidik tentulah rencana pendidikan yang meskipun telah diformulir secara baik hanya akan di atas kertas saja. Disini, fungsi penggerakkan berperan sebagai pendorong tenaga pendidik untuk segera melaksanakan aktivitas. Menurut Terry dalam S.P. Hasibuan (1995: 176) penggerakkan adalah merupakan semua anggota kelompok agar mau

YIN YANG. Vol. 11 No. 2 2016 YIN YANG. Vol. 11 No. 2 2016

Dari uaraian di atas, jelaslah bahwa penggerakan itu merupakan fungsi yang sangat penting bahkan menentukan jalannya proses pendidikan di keluarga. Dengan kata lain, penggerakkan yakni proses dari ralitasm program yang telah ditentukan. Menurut Abdul Rosyid Saleh (1977: 112) langkah- langkah terpenting dalam penggerakkan antara lain:

1. Pemberian motivasi

2. Pembimbingan

3. Penjalinan hubungan

4. Penyelenggaraan komunikasi

5. Peningkatan kemampuan pendidik Menurut Maslow (1970) bahwa motivasi adalah suatu proses yang

menentukan tingkatan kegiatan, intensitas, konstitusi serta arahan umum dari tingkah laku manusia (Slamet, 1995: 170). Dalam pendidikan tauhid di keluarga bahwa pemberian motivasi merupakan salah satu aktivitas yang harus dilakukan oleh pimpinan pendidikan di keluarga dalam rangka penggerakkan pendidikan tauhid. Motivasi dalam hal ini adalah pengabdiaan orang tua dalam mendidik tauhid anaknya yang semata-mata demi cinta kasih kodrati sehingga dalam suasana kemesraan inilah proses pendidkan tauhid akan berlangsung dengan baik.

Dalam hal ini, Abdurrahman An-Nahlawi (1989: 197) berpendapat bahwa keluarga yang kedua tiangnya adalah ayah dan ibu memikul tanggung jawab kasih sayang dan kecintaan pada anak-anak karena itu semua azas pertumbuhan dan perkembangan psikis serta sosial yang kokoh lurus bagi mereka. Jadi dengan demikian pemberian motivasi dalam melakukan pendidika tauhid di keluarga merupakan hal terpenting yang harus dilakukan oleh orang tua. Motivasi terpenting adalah ibadah pada Allah swt dan kewajiban sebagai pendidik bagi anaknya.

Pembimbingan dalam pendidikan di keluarga juga diperlukan guna untuk pencapaian sasaran pendidikan tauhid. Hal ini bisa dilakukan oleh ayah sebagai pimpinan pendidikan dan sekaligus kepala keluarga dapat

ISSN: 1907-2791 e-ISSN: 2548-5385

Penjalinan hubungan juga mutlak diperlukan dimana kedua orang tua dalam melakukan tugas kependidikannya akan berjalan lancar. Disamping itu dapat menyadari bahwa segenap aktivitas yang dilakukan itu adalah dalam rangka pencapaian sasaran pendidikan tauhid. Menurut Bedjo Siswanto (1990: 126) dalam melakukan perjalinan hubungan ada tiga hal yang perlu diperhatikan, antara lain:

1. Koordinasi, yakni pelaksanaan atas aktivitas secara teratur guna memberikan jumlah, waktu dan pengarahan pelaksanaannya yang tepat.

2. Integrasi, yakni penggabungan bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh

3. Sinkronisasi, yakni menyatakan berbagai aktivitas untuk dilaksanakan secara berbarengan.

Peranan komunikasi juga penting terutama komunikasi timbal-balik antara kedua orang tua dalam kelancaran proses pendidikan di keluarga. Menurut Mc. Farland dalam Soewarno (1996: 94) komunikasi adalah proses interaksi atau hubungan saling pengertian satu sama lainnya dengan maksud agar dapat diterima dan dimengerti diantara sesamanya dengan jalan bisa atau tulisan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam pelaksanaan pendidikan tauhid adalah perlu dikembangkan terutama komunikasi antar ayah dan ibu di lingkungan keluarga dalam pendidikan untuk anaknya.

Pengembangan peningkatan kemampuan pendidik juga sangat penting sebab dengan adanya usaha tersebut maka kesadaran, kemampuan, keahlian, dan keterampilan orang tua selalu meningkat dengan harapan proses pendidikan pihak orang tua harus selalu mengadakan penilaian terhadap kemampuan dan kecakapan sesuai dengan tuntunan zaman. M. Arifin

YIN YANG. Vol. 11 No. 2 2016

(1992: 41) menyebutkan adanya beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh lembaga pendidikan pada masa depan, antara lain: 1) Politik; 2) Kebudayaan; 3) IPTEK; 4) Ekonomi; 5) Perubahan sosial; 6) Sistem nilai

d. Pengawasan

Fungsi berikutnya dari manajemen adalah pengawasan atau controlling. Menurut Soewarno (1996: 143) pengawasan ialah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencan, perintah, tujuan, serta kebijakan yang telah ditentukan. Tujuan utamanya adalah agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara efisien, sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

Dalam pelaksanaan pendidikan tauhid, fungsi pengawasan ini menjadi penting artinya terutama dalam rangka mencapai keberhasilan proses pendidikan tersebut. Anak yang dibiarkan tumbuh sendiri menurut alamnya akan menjadi manusia yang hidup dengan nafsunya dan kemungkinan besar anak itu tidak patuh terhadap pendidikan yang telah diajarkan. Dari uraian tersebut, nampak jelas aktivitas penting yang perlu dilakukan oleh orang tua, sebeb mereka merupakan alat pengaman dan sekaligus dinamisator jalannya proses pendidikan.

Maksud pendidikan yang disertai pengawasan yaitu mendampingi anak dalam upaya membentuk akidah dan moral dalam mempersiapkan secara psikis dan sosial Islam dengan prinsipnya yang universal dan peraturannya yang abadi mendorong orang tua selalu mengawasi dan mengontrol anak mereka dalam setiap segi kehidupan dan aspek kependidikan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat At-Tahrim: 6, yaitu:

“Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”

Dalam prakteknya, pengawasan dalam pelaksanaan pendidikan tauhid di keluarga itu bisa dilakukan oleh kedua orang tuanya yakni ayah dan ibu, namun bisa juga oleh ayah karena sebagai kepala keluarga ataupun ibu yang

ISSN: 1907-2791 e-ISSN: 2548-5385

2. Dasar-dasar Pendidikan

a. Perencanaan

Perencanaan atau planning merupakan fungsi pertama dari manajemen. Menurut S.P. Hasibuan (1995:94) planning adalah fungsi dasar atau fundamental manajemen karena organizing, actuating dan controlling pun harus terlebih dahulu direncanakan. Dengan demikian betapa pentingnya kedudukan perencanaan dalam sebuah kegiatan atau aktivitas. Menurut Muhammad Rifa’i (1986:72) mengemukakan bahwa perencanaan merupakan “perquisite to action” artinya sebuah pra-syarat dalam bertindak, berhasil tidaknya tindakannya suatu usaha ditentukan oleh matangnya dan lengkapnya perencanaan.

Atas dasar pengertian itu, maka setiap usaha apapun tujuannya hanya dapat berjalan secara efektif dan efisien bilamana sebelumnya sudah dipersiapkan dan direncanakan terlebih dahulu dengan matang. Menurut Abdul Rasyad Saleh (1977: 48) bahwa efektivitas dan efesiensi dalam penyelenggaraan pendidikan di keluarga merupakan suatu hal yang harus mendapat perhatian. Penyelenggaraan pendidikan di keluarga dikatakan berjalan secara efektif bilamana apa yang menjadi tujuan benar-benar dapat dicapai dan dalam mencapainya dikeluarkan pengorbanan berupa pikiran, tenaga, waktu, biaya, dan sebagainya.

Pendidikan akhlak berkaitan dengan pendidikan Islam, sebab tujuan tertinggi pendidikan Islam untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, sopan dalam bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku, beradab, ikhlas, jujur dan sebagainya (Athiyah Al-Abrasy, 1970: 102). Ahli-ahli pendidikan Islam sependapat bahwa tujuan terakhir dari pendidikan ialah tujuan-tujuan moralitas, suatu akhlak yang tinggi adalah tujuan utama dan tertinggi dari pendidikan Islam dan bukanlah sekedar mengajarkan

YIN YANG. Vol. 11 No. 2 2016 YIN YANG. Vol. 11 No. 2 2016

قلاخلاا مركام ممتلأ تشعب امنا “Sesungguhnya Aku diutus ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlak” Para filosof Islam merasakan betapa pentingnya periode anak-anak

dalam pendidikan akhlak dan membiasakan anak-anak pada tingkah laku yang baik sejak kecilnya. Mereka ini semua sependapat bahwa pendidikan anak-anak sejak kecil harus mendapat perhatian penuh. Pepatah lama mengatakan “Belajar diwaktu kecil ibarat mengukir di atas batu, belajar di waktu besar ibarat mengukir di air”. Artinya bahwa pendidikan akhlak yang tinggi, wajib dimulai di rumah (keluarga) sejak waktu kecil dan jangan sampai dibiarkan anak-anak tanpa pendidikan, bimbingan, petunjuk sehingga mereka terbiasa pada akhlak yang baik kelak. Hal ini sebagaimana pendapat Imam Ghazali dan Ibnu Sina dalam Athiyah Al-Abrasy (1970: 114) mengatakan bahwa anak-anak haruslah dibiasakan sejak waktu kecil, jika dibiasakan berbuat baik sejak kecil maka akan menjadi kebiasaan yang terpuji sehingga menjadi kebiasaan pula bila ia sudah besar.

Jadi apabila dikaitkan dengan pendidikan akhlak di keluarga, maka hal yang pertama dan utama yang perlu ditanamkan oleh orang tua pada anaknya dapat membedakan hal yang baik dan hal yang buruk sebagai pendidikan awal dan dasar. Kerena pendidikan akhlak membicarakan nilai suatu perbuatan menurut ajaran agama, membicarakan sifat-sifat terpuji atau tercela menurut agama, membiarkan berbagai hal yang langsung ikut mempengaruhi pembentukan sifat itu pada diri anak.

1) Pembiasaan Shalat

Dalam kaitan ini hal yang penting adalah pembiasaan pada anak untuk melakukan shalat, karena shalat merupakan pondasi dalam Islam sehingga dalam hal ini, anak perlu dibiasakan untuk melaksanakan shalat sejak dini.

ISSN: 1907-2791 e-ISSN: 2548-5385

Sebagaimana Nabi Muhammad saw selalu menekankan akan pentingnya anak dilatih untuk shalat yaitu ketika usia 7 tahun sehingg anak nantinya akan terbiasa sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Hakim, sebagai berikut:

يننس شرعل ةلاصلا وكرتاذا اهيلع اوبضراو يننس عبسل ةلاصلاب بيصلا اوملع “Ajarilah anak-anakmu mengerjakan shalat sejak usia 7 tahun dan pukullah jika mereka

enggan mengerjakan shalat katika 10 tahun” (Abdullah Nasih Ulwan, 1992: 62)

2) Pembiasaan Membaca al-Qur’an

Nabi saw menyuruh para orang tua untuk membiasakan pada anak mereka tentang mencintai Nabi saw, ahli-baitnya dan membaca al-Qur’an. Pembiasaan membaca al-Qur’an juga perlu ditanamkan sejak dini dengan pemahaman yang sederhana, misalnya pengenalan tajwid atau cara membaca al-Qur’an Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh At-Thabrani:

نارقلا ةولاثو هتيب لا بحو مكيبن بح :لاصخ ثلاث على مكدلاوا اوبذا “Didiklah anak-anak kalian dengan tiga hal: mencintai Nabi, ahli bait dan membaca al-

Qur’an” (Abdullah Nasih Ulwan, 1992: 210) Dalam Muqqadimah-nya Ibnu Khaldun mengisyaratkan betapa

pentingnya mengajarkan al-Qur’an pada anak-anak beliau menjelaskan bahwa mengajarkan al-Qur’an merupakan dasar pengajaran, sebab hal ini merupakan salah satu syiar agama juga dalam Ihya-nya Imam Ghazali mewasiatkan hendaknya anak diajari al-Qur’an, hadits dan sebagainya, hal ini tidak lain supaya mereka fasih dan terbiasa (Abdullah Nasih Ulwan, 1992: 210).

3) Pembiasaan Berdoa

Orang tua hendaknya membiarkan anak untuk menerapkan doa-doa yang ma’tsur dengan jalam menghapal doa yang penting seperti doa makan dan sesudahnya, bangun tidur dan sesudahnya serta bepergian (sekolah)

YIN YANG. Vol. 11 No. 2 2016

Pembiasaan adalah salah satu alat pendidik yang penting sekali terutama bagi anak-anak oleh karena itu sebagai permulaan pendidikan sehingga anak dapat menurut dan taat pada peraturan dengan jalan pembiasaan sebagaimana Imam Ghazali mengatakan bahwa anak adalah amanah di tangan orang tuanya, maka apabila ia dibiasakan pada suatu yang baik maka akan tumbuh dengan baik pula (Atiyah Al-Abrasyi, 1979: 114).

d. Pengawasan

Fungsi terakhir dari manajemen adalah pengawasan atau controlling. Yang dimaksud dengan pengawasan adalah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau kebijakan yang telah ditentukan (Soewarno, 1996: 143)

Dalam pelaksanaan pendidikan di keluarga, fungsi pengawasan ini menjadi penting artinya terutama dalam rangka mencapai keberhasilan proses pendidikan. Maksud pendidikan yang disertai pengawasan yaitu mendampingi anak dalam segala aktivitas yang dilakukan guna membentuk pribadi anak. Mengawasinya, mempersiapkannya dan menanyakan secara terus menerus oleh orang tua sangat penting artinya guna mengevaluasi sejauh mana pendidikan yang telah diajarkan itu dilaksanakan secara baik atau tidak. Demikian pula aliran psikologi individual mengutamakan pentingnya pembiasaan itu dalam pendidikan dan memandang kecil arti bakat dan keturunan.

Pengawasa berate mendampingi anak dalam setiap aspek kependidikan dalam prakteknya berarti orang tua mendampingi anak dalam hal ini:

1) Mendampingi anak dalam melaksanakan shalat atau secara bersama-sama.

2) Mendampingi anak dalam membaca Al Qur’an.

3) Mendampingi anak dalam berdo’a Para filosof pendidikan Islam seperti Al-Ghazali dan Ibnu Sina telah

menyuarakan supaya pembiasaan tingkah laku pada anak dilakukan sejak kecil, sebagaimana pepatah Arab “Siapa yang membiasakan sesuatu diwaktu

ISSN: 1907-2791 e-ISSN: 2548-5385

4. Dasar Pendidikan Sosial

a. Perencanaan

Perencanaan atau planning merupakan fungsi pertama dari manajemen. Menurut S.I. Hasibuan (1995: 94) planning adalah fungsi dasar atau fundamental manajemen karena organizing, actuating dan controlling pun harus terlebih dahulu direncanakan. Dengan demikian betapa pentingnya kedudukan perencanaan dalam sebuah kegiatan atau aktivitas. Menurut Muhammad Rifa’i (1986: 72) mengemukakan bahwa perencanaan merupakan “prequisilte to action” artinya sebuah prasyarat dalam bertindak, berhasil tidaknya suatu usaha ditemukan oleh matangnya dan lengkapnya perencanaan.

Dengan perencanaan, penyelenggaraan pendidikan sosial di keluarga dapat berjalan secara lebih terarah dan teratur rapi. Hal ini bisa terjadi sebab dengan pemikiran yang matang mengenai hal apa yang harus dilakukan, bagaimana cara melakukannya. Kegaitan apa yang mesti mendapat prioritas. Jadi dalam pendidikan sosial dikeluarga orang tua mempunyai tanggung jawab besar dalam mendidik anak untuk terikat oleh tata-krama kemasyarakatan dan menegakan dasar-dasar sosial yang mulia bersumber dari nilai Islam dan kedalaman emosional persaudaraan sehingga anak mampu tampil di tengah- tengah masyarakat Islam dengan modal yang baik.

Pendidikan sosial meliputi berbagai hal, menurut Abdullah Nasih Ulwan (1992: 150) dasar pendidikan sosial bagi anak, antara lain:

1. Memelihara hak orang lain

2. Tata cara bergaul

3. Menghormati dan tata krama pada masyarakat Jelaslah bahwa sarana-sarana tersebut di atas mengandung usaha

penelusuran moral dan tingkah laku anak, persiapan sosial dan psikologis

YIN YANG. Vol. 11 No. 2 2016 YIN YANG. Vol. 11 No. 2 2016

b. Pengorbanan

Fungsi kedua manajemen setelah perencanaan adalah pengorganisasian. Menurut Terry (1985: 82) pengorganisasian adalah proses pengelompokkan kegiatan-kegiatan seorang manajer yang mempunyai kekuasaan. Hadari Nawawi dalam bukunya Administrasi Pendidikan (1988: 20) mengemukakan bahwa setelah perencanaan ditata sedemikian rupa, kemudian disusun suatu organisasi pendidikan yang meliputi organisasi personal, pembagian kerja serta struktur keorganisasian yang kemudian menimbulkan suatu koordinasi kerja yang baik, sehingga dalam pelaksanaan pendidikan dikeluarga terdapat suatu komuniakasi aktif antara pihak yang satu dengan yang lainnya.

Jadi dengan demikian apabila dikaitkan dengan pendidikan sosial, maka pengorganisasian dapat dirumuskan sebagai aktivitas menyusun suatu kerangka kerja yang menjadi wadah bagi setiap usaha pendidikan di keluarga. Adapun pengorganisasian yang meliputi materi-materi sebagaimana diungkap di awal antara lain:

1) Tata cara Bergaul

2) Memlihara hak orang lain

3) Menghormati dan tata-krama pada Masyarakat (Abdullah Nasih Ulwan, 1992: 150)

Dalam prakteknya, dimana dalam hal ini orang tua harus secara berasama-sama memberikan pendidikan sosial kerena sifat yang cukup luas, juga berhubungan dengan orang lain. Dimana antara ayah dan ibu yang mendukung usaha kerjasama itu mengetahui pekerjaan apa yang harus dilaksanakan, sampai sejauh mana wewenang serta jalinan hubungan satu dengan lainnya dalam rangka usaha kerjasama itu.

ISSN: 1907-2791 e-ISSN: 2548-5385

5. Dasar Pendidikan Kewarga Negaraan

a. Perencanaan

Fungsi pertama dalam manajemen adalah perencanaan. Dalam pandangan Manullang (1992: 21) perencanaan secara sederhana adalah penentuan serangkaian tidakan untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Suatu rencana tanpa adanya perubahan atau hambatan yang berarti. Dalam pasal ini, maka tanpa adanya perubahan atau hambatan yang berarti. Dalam pasal ini, maka tujuan pendidikan diarahkan pada mendidik anak menjadi manusia yang bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Perencanaan pendidikan ini berarti menjadikan anak menjadi warga negara yang baik, maka tugas orang tua dalam hal ini menanamkan nilai- nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 45, dengan menekankan pada aspek-aspek:

1) Mengetahui hak dan kewajiban

2) Menanamkan rasa kesetiakawanan sosial

3) Bertanggung jawab Tujuan terpenting dalam pendidikan ini pada dasarnya adalah

mebentuk kepribadian anak agar selaras dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila ataupun norma yang berlaku di masyarakat serta mengetahui apa yang menjadi peraturan negara. Dalam kaitan ini John Dewey bahwa pendidikan menurutnya membentuk manusia untuk menjadi warga negara yang baik, untuk itu baik keluarga maupun sekolah diajarkan segala sesuatu pada anak yang perlu bagi kehidupannya dalam masyarakat (Ngalim Purwanto, 2000: 24).

Selain orang tua harus mendorong anaknya untuk mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun dalam mengajarkan materi seperti di atas maka orang tua harus menggunakan metode yang tepat supaya tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik. Tujuan diadakannya metode adalah menjadikan proses dan hasil pendidikan lebih berdaya guna dan berhasil tepat Menurut Ahmad Tafsir 1997: 34) metode yang tepat dalam hal ini yaitu ceramah, dialog atau diskusi, karena metode ini membiarkan uraian

YIN YANG. Vol. 11 No. 2 2016 YIN YANG. Vol. 11 No. 2 2016

Dengan langkah di atas, maka perencanaan akan semakin mudah dilaksanakan mengingat dalam perencanaan banyak hal yang mesti dipertimbangkan seperti bahan materi, tujuan yang dicapai dan bagaimana cara menerapkannya. Hal ini merupakan landasan dari perencanaan.

b. Pengorganisasian

Setelah perencanaan maka pengorganisasian merupakan tahapan berikutnya dalam proses manajemen S.P. Hasibuan (1995: 121) pengorganisasian artinya menentukan pekerjaan yang harus dilakukan pengelompokkan tugas-tugas dan membagi pekerjaan yang harus dilakukan, pengelompokkan tugas-tugas dan membagi pekerjaan pada setiap orang. Jadi apabila dihubungkan dengan pendidikan, kewarganegaraan dapat dirumuskan sebagai aktivitas menyusun kerangka kerja dengan jalan membagi tugas antara ayah dan ibu, sehingga satu dengan lainnya terjalin hubungan kerja.

Menurut Abdul Rosyad Saleh (1997: 79) adapun langkah-langkah dalam pengorganisasian, meliputi:

1. Mengelompokkan tindakan pada kesatuan tertentu

2. Menentukan dan merumuskan tugas masing-masing kesatuan

3. Memberikan wewenang pada masing-masing pelaksana

4. Menetapkan jalinan hubungan Akhirnya dengan langkah tersebut dimana masing-masing orang tua

menjalankan tugasnya pada kesatuan kerja yang telah ditentukan akan memudahkan orang tua dalam mengadakan evaluasi pendidikan tersbut. Dalam prakteknya, bisa dilakukan oleh ayah dengan memberikan pemahaman dasar tentang hak dan kewajiban, kesetiakawanan sosial, bertanggung jawab, sedangkan tugas itu bisa mengevaluasi sejauh mana pengajaran yang

ISSN: 1907-2791 e-ISSN: 2548-5385

c. Penggerakkan

Menurut S.P Hasibuan (1995: 176) penggerakkan adalah proses realisasi dari seseorang yang secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian. Dari uraian ini jelaslah bahwa pernggerakkan fungsi yang sangat penting bahwa menentukan jalannya proses pendidikan di keluarga. Tujuannya meminta para orang tua untuk melakukan kegiatan pendidikan intelek di keluarga secara bergairah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

Penggerakkan pendidikan kewargaan di keluarga berarti proses menggerakkan orang tua untuk melakukan aktivitas pendidkannya. Menurut Abdul Rosyad Saleh (1977: 112) bahwa penggerakkan meliputi, motivasi, pembimbingan dan penjalinan komunikasi. Menurut Maslow (1970) bahwa adalah suatu proses yang menentukan tingkat kegiatan, intensitas, konsistensi dan arah umum dari tingkah laku manusia (Slameto, 1995:17), motivasi ini dapat diberikan pada anak dengan cara memberikan pengertian yang dapat dimengerti oleh anak, mengingat bahwa anak merupakan fase yang sangat butuh akan dorongan dari orang tuanya, begitu juga pembimbingan dan komunikasi sangat penting artinya guna mengarahkan anak untuk melakukan hal-hal semestinya dilakukan sebagaimana yang telah diajarkan oleh orang tuanya sehingga pada diri anak akan timbul rasa tanggung jawab penuh.

d. Pengawasan

Fungsi yang terakhir dari manajemen adalah pengawasan atau controlling. Yang dimaksud dengan pengawasan adalah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan rencana, perintah, tujuan atau kebijakan yang telah ditentukan (Soewarno, 1996: 143).

YIN YANG. Vol. 11 No. 2 2016

Dalam pelaksanaan pendidikan di keluarga, fungsi pengawasan ini menjadi penting artinya terutama dalam rangka mencapai keberhasilan proses pendidikan. Maksud pendidikan yang disertai pengawasan yaitu mendampingi anak dalam, segala aktivitas yang dilakukan guna membentuk pribadi anak. Mengawasinya, mempersiapkannya dan menanyakan secara terus menerus oleh orang tua sangat penting artinya guna mengevaluasi sejauh mana pendidikan yang telah diajarkan itu dilaksanakan secara baik atau tidak. Demikian pula aliran psikologi individual mengutamakan pentingnya pembiasaan itu dalam pendidikan dan memandang kecil arti bakat dan keturunan.

Pengawasan berarti mendampingi anak dalam setiap aspek kependidikan, dalam prakteknya berarti orang tua mendampingi anak dalam hal:

1) Mendampingi anak dalam pengajaran hak dan kesetiakawanan sosial

2) Mendampingi anak dalam menerapkan kesetiakawanan sosial

3) Mendampingi anak dalam menerapkan tanggung jawab Orang tua harus memperlihatkan cara anak melaksanakan hak dan

kewajiban, adapun hak anak adalah mendapatkan penghidupan, pendidikan dan pemeliharaan yang layak, sedangkan kewajiban adalah berbakti pada orang tua dengan menjalankan apa yang diperintahkannya. Begitu juga orang tua harus memberikan pengertian rasa keistimewaan sosial antara dirinya dengan temannya seperti bersikan adil, peduli dan sebagainya sehingga anak akan timbul rasa tanggung jawab penuh. Inilah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yakni bagaimana bersikap dengan orang lain pada khususnya, sebab kewarganegaraan adalah materi yang berhubungan dengan norma- norma yang ada di lingkungan masyarakat.

C. Pendidikan Orang Tua Terhapat Anak

Menurut Zakiyah Daradjat (1996: 35) orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Demikian juga menurut Andreas Harefa

ISSN: 1907-2791 e-ISSN: 2548-5385

“Hubungan antara orang tua dan anak yang demikian intim tidaklah mungkin digantikan secara total oleh lembaga-lembaga persekolahan, termasuk universitas. Bahkan sekolah-sekolah agamapun tidak mungkin menggantikan sepenuhnya peran dan tanggung jawab orang tua. Institusi formal yang memberikan ajaran-ajaran yang bersifat umum maupun agama hanya mungkin meringankan beban tanggung jawab orang tua, tetapi tidak dapat dan tidak boleh diharapkan untuk menggantikan peran dan tanggung jawab orang tua secara keseluruhan”

Dari pernyataan ini dapat kita ketahui bahwa kehidupan keluarga merupakan lapangan pendidikan yang sangat urgen dalam membentuk dan mengarahkan kepribadian anak supaya menjadi manusia atau generasi yang berguna bagi agama dan bangsa. Dan orang tuanya merupakan pangkal pendidik yang akan banyak mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak lebih lanjut. Disadari atau tidak itu adalah merupakan tanggung jawab orang tua yang dibebankan oleh Tuhan kepada mereka. Sementara itu menurut Hasbullah (2003:198) tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup beragama.

Sementara itu di dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 7 ayat (2) menyatakan bahwa orang tua dari usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya. Hal ini juga diperkuat dengan pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dalam lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

Dari penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa orang tua mempunyai peran dan tanggung jawab yang besar terhadap pendidikan anak-anaknya. Oleh karena itu orang tua harus betul-betul mampu memberikan dasar- dasar keagamaan pada anak secara maksimal serta mampu memberikan tauladan yang baik bagi diri anak. Sebab anak akan cenderung mencontoh atau mengikuti segala perbuatan yang dilakukan oleh pihak orang tua.

YIN YANG. Vol. 11 No. 2 2016 YIN YANG. Vol. 11 No. 2 2016

Untuk membentuk anak yang shaleh dan shalehah serta mempunyai kepribadian yang baik, yakni anak yang menjalin hubungan baik dengan Allah dan sesama makhluk lainnya, maka pokok-pokok yang harus di berikan tiada lain adalah nilai-nilai pendidikan agama Islam itu sendiri. Yang mana nilai-nilai pendidikan agama Islam itu tercover dalam ajaran Islam itu sendiri.

Menurut para ulama sebagaimana yang dikutip oleh Nipan Abdul Halim (2003: 91) ajaran Islam secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga yakni: akidah, ibadah, dan akhlak. Begitu juga Yusuf Ali Anwar (2003: 107) dalam bukunya Studi Agama Islam menyatakan bahwa ajaran- ajaran Islam secara garis besar terhimpun dan terklasifikasi dalam tiga hal pokok yakni akidah, ibadah dan akhlak. Dengan demikian menjadi jelas bahwa pokok-pokok pendidikan yang harus ditanamkan atau diberikan pada anak sedikitnya harus meliputi pendidikan akidah, pendidikan ibadah, pendidikan akhlak. Karena ketiga pokok ajaran Islam tersebut sebenarnya sudah mencakup aspek kehidupan manusia secara universal.

Menurut Hasan Basri (1999: 89) dalam bukunya keluarga sakinah berpendapat bahwa ajaran agama dengan tuntunan akhlak dan ibadah serta akidah jika dilaksanakan sungguh-sungguh akan mampu menghasilkan perkembangan anak yang saleh yang mampu membahagiakan keluarga. Di antara peranan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan agama Islam pada diri anak semenjak usia dini.

b. Mengajarkan Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan kitab Allah yang khusus diturunkan kepada Nabi Muhammad. Al-Quran diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad, agar dapat dijadikan suatu pedoman. Oleh karena itu, mengajarkan Al-Qur’an pada anak mulai sejak dini memang sangat dianjurkan karena Al-Qur’an sendiri merupakan kitab Allah yang berisi tentang informasi-informasi, aturan-aturan dan hukum-hukum dari Allah bagi manusia. Kitab-kitab Allah itu menjadi pedoman hidup manusia didunia agar hidup, manusia

ISSN: 1907-2791 e-ISSN: 2548-5385

Karena betapa Al-Qur’an dalam hal ini sangat urgen bagi kehidupan manusia maka sudah selayaknyalah Al-Qur’an diajarkan pada umat manusia utamanya pada diri anak supaya nantinya mereka mempunyai bekal untuk melangkah pada kehidupan selanjutnya yakni kehidupan yang lebih hakiki, lebih paripurna yang sesuai dengan norma-norma atau gari-garis yang diajarkan oleh agama.

Ibnu Khaldun sebagaimana yang dikutip oleh Abdullah Nashih Ulwan (1996: 46), mengisyaratkan tentang pentingnya mengajarkan dan menyuruh menghafalkan Al-Qur’an pada anak kecil. Ia menjelaskan bahwa “mengajarkan Al-Qu’an merupakan dasar pengajaran dalam semua sistem pengajaran di berbagai negara Islam, karena hal itu merupakan salah satu syiar agama yang akan berpengaruh terhadap proses pemantapan aqidah dan meresapnya iman”.

c. Mengajarkan Sholat

Ibadah sholat merupakan ibadah yang paling istimewa kedudukannya ketimbang ibadah-ibadah yang lainnya. Hal ini terbukti dengan diterimanya langsung ibadah ini, sementara ibadah-ibadah yang lainnya cukup disampaikan kepada Nabi melalui wahyu yang disampaikan oleh malaikat Jibril. Jadi, dari sini jelas bahwa shiolat mempunyai tujuan kebahagiaan manusia sendiri dalam mengarungi kehidupan dunia lebih-lebih kehidupan akhirat kelak. Dengan demikian dapat kita pahami bahwa shalat merupakan indikasi tegak atau tidaknya seseorang dalam beragama, semakin baik shalat seseorang akan semakin tegak pula akidah Islamiahnya.

Sholat juga merupakan ibadah yang paling pokok yang menjadi ciri antara orang dan kafir, ibadah yang bersifat ritual ini menyimpan makna yang besar bagi setiap yang melaksanakannya. Menurut Toto Suryana (1997: 116) shalat mengandung makna pembinaan pribadi yaitu dapat menghindar dari perbuatan dosa dan kemungkaran.

YIN YANG. Vol. 11 No. 2 2016

Karena shalat di sini merupakan sesuatu yang fundamental, maka sejak usia dini harus diperkenalkan dan dianjurkan pada anak. Dalam hal ini orang tua seharusnya dapat menuntun dan mengajarkan sholat pada diri anak mulai sejak usia kecil dengan cara selalu mengajak anak untuk selalu melakukan ibadah sholat. Dan apabila anak sudah menginjak usia tujih tahun, orang tua harus bisa memerintahkan anak-anaknya untuk selalu melakukan sholat lima waktu. Dan apabila hingga usia sepuluh tahun ia masih belum mengerjakan sholat maka orang tua harus bisa menghukum anak-anaknya. Tentunya yang dimaksud hukuman dalam hal ini adalah hukuman yang mendidik

Sehubungan dengan diperintahkannya shalat semenjak anak berusia tujuh tahun, maka sejak itu pula anak harus diberi pengetahuan secukupnya tentang hal ihwal seputar shalat. Namun yang terpenting dalam hal ini pemberian teladan dari fihak orang tua.

d. Nilai-Nilai Akhlak

Menurut Mahjuddin (1999: 138) akhlak dalam Islam merupakan sendi yang ketiga setelah akidah dan syari’ah (ibadah) dengan fungsi yang selalu mewarnai sikap dan prilaku manusia dalam memanifestasikan keimanannya, ibadah serta muamalahnya terhadap sesama manusia.

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

47 440 21

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

MANAJEMEN STRATEGI RADIO LOKAL SEBAGAI MEDIA HIBURAN (Studi Komparatif pada Acara Musik Puterin Doong (PD) di Romansa FM dan Six To Nine di Gress FM di Ponorogo)

0 61 21

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

JUDUL INDONESIA: IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA METRO\ JUDUL INGGRIS: IMPLEMENTATION OF INCLUSIVE EDUCATION IN METRO CITY

1 56 92

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA NO. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

6 67 59

HUBUNGAN PERHATIAN ORANGTUA DAN MANAJEMEN WAKTU BELAJAR DI RUMAH DENGAN PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS X IPS SMA NEGERI 3 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

11 108 89