PEMANFAATAN AIR TANAH DI BANDUNG
PEMANFAATAN AIR TANAH
DI BANDUNG
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Tata Tulis Karya Ilmiah
oleh
KEITHCAR LLANG MAYO 16415088
VICKY AJI PANGESTU 16415168
GABRIEL POWERICHO LUO DAELY 16415320
FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN
PERMINYAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2015
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Pemanfaatan Air Tanah di Bandung ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan di dalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Dra. Anniar
Samanudi, M.Hum. selaku dosen mata kuliah Tata Tulis Karya Ilmiah (TTKI)
yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai apa saja kandungan yang ada di dalam
air tanah, dampak jika air tanah yang dipakai tidak bersih, dan juga bagaimana
membuat air tanah tersebut layak untuk dipakai. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Bandung, Oktober 2015
Penyusun
ABSTRAK
Karya tulis ini dilatarbelakangi oleh permasalahan terkait pemanfaatan air tanah
dan dampaknya di Bandung secara umum yang menyebabkan ketidakseimbangan
ekosistem. Air sangat dibutuhkan oleh setiap makhluk hidup dalam segala aspek
kehidupannya. Salah satu sumber air yang dapat diperoleh adalah dari air tanah.
Air tanah diambil dengan membuat sumur pada tanah yang memiliki simpanan air
yang disebut akuifer. Pengambilan sumber daya air dari bawah tanah secara masif
dapat menyebabkan ketimpangan tata air dan penurunan permukaan tanah yang
disebabkan oleh turunnya permukaan air tanah itu. Seperti diketahui, Bandung
memiliki kondisi geografis yang unik sehingga Bandung menjadi tempat yang
subur dan memiliki potensi air tanah yang besar.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pemanfaatan air tanah di
Bandung berkaitan dengan dampak terhadap ekosistem, tata air, dan geologi di
Bandung secara umum serta usaha konservasi air tanah. Metode yang kami
gunakan dalam pengambilan data adalah dengan metode deskriptif analitis dengan
pendekatan empiris dan rasional. Data diambil dari literatur-literatur yang
berkaitan dengan penelitian kami.
Kata kunci: air tanah, lingkungan, ekosistem, pemanfaatan.
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA...........................................................................................................i
ABSTRAK..........................................................................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iv
DAFTAR TABEL................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah......................................1
1.1.1 Latar belakang..................................................................1
1.1.2 Rumusan masalah.............................................................3
1.2 Tujuan Penelitian dan Manfaat...................................................3
1.3 Ruang Lingkup Kajian...............................................................3
1.4 Anggapan Dasar.........................................................................4
1.5 Hipotesis.....................................................................................4
1.6 Metode Dan Teknik Pengumpulan Data....................................4
1.6.1 Metode..............................................................................4
1.6.2 Teknik pengumpulan data................................................5
1.7 Sistematika Penulisan.................................................................5
BAB II
TEORI DASAR AIR TANAH
2.1 Pengertian Air Tanah..................................................................6
2.2 Kandungan-Kandungan Air Tanah ............................................8
2.3 Sumber Air Tanah.......................................................................9
2.4 Cara Memperoleh Air Tanah......................................................10
2.5 Pengembangan Air Tanah...........................................................11
BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG
3.1 Letak Geografis..........................................................................13
3.2 Batas Administrasi Daerah.........................................................13
3.3 Luas Wilayah..............................................................................15
3.4 Kondisi Topografis.....................................................................15
3.5 Daerah Aliran Sungai (DAS).....................................................16
3.6 Kependudukan Kota Bandung...................................................17
3.7 Penggunaan Lahan di Kota Bandung.........................................20
3.8 Iklim dan Cuaca Kota Bandung.................................................23
3.9 Kondisi Air Tanah di Bandung...................................................23
BAB IV SIMPULAN
4.1 Simpulan....................................................................................29
4.2 Saran...........................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................31
RIWAYAT HIDUP.............................................................................................. 35
DAFTAR TABEL
TABEL
Halaman
I. Sejarah Kependudukan Kota Bandung …………………… 20
II. Jenis Penggunaan Tanah di Kota Bandung ……………….. 21
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Penampang Artesis ………………………………………. 11
2. Peta Geografis Kota Bandung …………………………… 14
3. Kondisi Permukiman di Kota Bandung ………………….. 18
4. Peta Persebaran Penduduk di Jawa Barat ………………... 19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah
1.1.1
Latar belakang masalah
Pesatnya perrtumbuhan penduduk di dunia saat ini mengakibatkan salah satu
kebutuhan dasar manusia yaitu air yang digunakan manusia menjadi sangat
penting. Setiap aspek kehidupan manusia pasti bergantung pada air. Air dapat
diperoleh dari berbagai macam sumber, salah satunya adalah air tanah. Air tanah
dapat diambil dengan membuat sumur pada tanah yang memiliki simpanan air
tanah yang disebut akuifer. Pengambilan sumber daya air dari bawah tanah
dengan masif bisa menyebabkan ketimpangan tata air dan penurunan permukaan
tanah yang disebabkan oleh turunnya permukaan air tanah itu.
Pemanfaatan air tanah secara berlebihan mengakibatkn pengurangan gaya angkat
tanah sehingga terjadi peningkatan tegangan efektif tanah. Akibat meningkatnya
tegangan efektif ini akan menyebabkan penyusutan butiran tanah kembali dan
penurunan permukaan tanah. Kemungkinan lain yang dapat terjadi adalah erosi di
bagian dalam tanah akibat terangkutnya material tanah di bawah muka air tanah
yang disebabkan pemompaan sumur secara berlebihan.
Agar keberadaan air tanah tetap terjaga dan tidak merusak ekosistem,
pemanfaatan air tanah harus dilakukan secara efisien dan bijaksana. Pemanfaatan
air tanah harus dikelola dengan baik demi hajat hidup orang banyak. Pemakaian
air tanah pun harus mengikuti regulasi pemerintah yang berlaku agar pemanfaatan
air tanah dapat dikelola dengan baik. Pemanfaatan air tanah harus dilakukan
secara efisien dan efektif dalam rangka menjaga keberadaan air tanah, termasuk di
kota-kota besar, seperti Bandung.
Bandung merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia memiliki
keadaan geografis yang unik. Seperti kita ketahui, Bandung dikelilingi oleh
pegunungan dan terletak pada ketinggian sekitar 768 meter di atas permukaan
laut. Bandung dilewati oleh sungai-sungai utama seperti Sungai Cikapundung dan
Sungai Citarum serta anak-anak sungainya yang mengalir ke arah selatan. Curah
hujan di Bandung juga tinggi, mencapai 1500-1400 mm/tahun. Dengan kondisi
geografis seperti ini membuat Bandung sebagai tempat yang subur dan memiliki
potensi air tanah yang cukup besar.
Tujuan penelitian ini ingin mengetahui cara memanfaatkan air tanah secara efisien
di Kota Bandung. Jika pemanfaatan air tanah tidak terkontrol, maka akan
menimbulkan permasalahan-permasalahan seperti terjadinya tanah longsor, erosi,
dan penurunan permukaan tanah. Untuk itu pemanfaatan air tanah sangat penting
dibahas agar setiap pengguna air tanah bijaksana dalam memanfaatkan air tanah.
1.1.2
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, muncul persoalan yaitu:
1. Bagaimana pemanfaatan air tanah dalam kehidupan sehari-hari?
2. Bagaimana pemanfaatan air tanah secara efisien?
3. Bagaimana pemanfaatan air tanah di Bandung?
1.2 Tujuan Penelitian dan Manfaat
Tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan laporan ini ialah untuk menemukan
cara bagaimana pemanfaatan air tanah secara efisien di Bandung. Diharapkan
tulisan ini dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Bandung
mengenai pemanfaatan air tanah.
1.3 Ruang Lingkup Kajian
Untuk menjawab rumusan masalah di atas perlu pengkajan beberapa pokok, yaitu:
1. definisi air tanah
2. pemanfaatan air tanah dalam kehidupan sehari-hari
3. fungsi air tanah
4. manfaat air tanah
5. regulasi penggunaan air tanah di Indonesia
6. pemanfaatan air tanah secara efisien
7. usaha konservasi air tanah
8. kondisi geografis Kota Bandung
9. pengelolaan air tanah di Kota Bandung
10. dampak pemanfaatan air tanah
1.4 Anggapan Dasar
Air tanah merupakan air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bwah
permukaan tanah. Air tanah mempunyai peranan yang sangat penting terutama
dalam menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk kepentingan
rumah tangga maupun kepentingan industri. Ketergantungan pasokan air bersih
dan air tanah mencapa ± 70%. Potensi air tanah di Bandung sekitar 912 juta meter
kubik per tahun.
1.5 Hipotesis
Pemanfaatan air tanah di Bandung akan efisien jika para penggunanya
menggunakannya secara bijaksana, dengan memperhatikan kelestarian sumber
daya air tanah ini..
1.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
1.6.1
Metode
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu mendeskripsikan data baik dari literature
maupun dari lapangan kemudian dianalisis. Sehubungan dengan metode yang
digunakan dalam penelitian kali ini adalah metode deskriptif analitis dengan
pendekatan empiris dan rasional.
1.6.2
Teknik pengumpulan data
Pada penelitian kali ini kami menggunakan teknik pengumpulan data, berupa
studi literatur, dan observasi lapangan.
1.7 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan penelitian ini terbagi menjadi empat bab, yaitu pendahuluan,
teori dasar air tanah, gambaran umum Bandung, dan simpulan. Pada bab satu akan
dibahas mengenai latar belakang penelitian ini, rumusan masalah, tujuan
penelitian, ruang lingkup kajian, metode dan teknik pengumpulan data pada
laporan penelitian ini, serta sistematika penulisan. Pada bab dua akan disajikan
penjelasan umum tentang air tanah, kandungan-kandungan yang terdapat dalam
air tanah, sumber air tanah, dan cara memperoleh air tanah serta pemanfaatan air
tanah dalam kehidupan sehari-hari. Bab tiga akan membahas mengenai gambaran
umum Bandung seperti letak geografis Bandung, kependudukan di Kota Bandung,
kandungan mineral tanah, iklim di Bandung, daerah aliran sungai di Bandung, dan
kondisi air tanah di Bandung. Bab empat berisi tentang simpulan dan saran dari
penulis mengenai permasalahan yang kami angkat terkait pemanfaatan air tanah,
khususnya di Bandung.
BAB II
TEORI DASAR AIR TANAH
2.1 Pengertian Air Tanah
Ada banyak pengertian atau definisi mengenai air tanah. Undang Undang Nomor
7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU No. 7/2004) mendefinisikan air
tanah sebagai air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah. Sementara beberapa ahli di dalam buku-buku teks memberikan
definisi yang berbeda-beda mengenai air tanah.
Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang
antarbutir-butir tanah yang meresap ke dalam tanah dan bergabung membentuk
lapisan tanah yang disebut akuifer. Lapisan yang mudah dilalui oleh air tanah
disebut lapisan permeabel, seperti lapisan yang terdapat pada pasir atau kerikil,
sedangkan lapisan yang sulit dilalui air tanah disebut lapisan impermeable, seperti
lapisan lempung atau geluh. Lapisan yang dapat menangkap dan meloloskan air
disebut akuifer. (Herlambang, 1996:5)
Air tanah adalah sejumlah air di bawah permukaan bumi yang dapat dikumpulkan
dengan sumur-sumur, terowongan atau sistem drainase atau dengan pemompaan.
Dapat juga disebut aliran yang secara alami mengalir ke permukaan tanah melalui
pancaran atau rembesan (Kodoatie, 1996:7). Dalam definisi lainnya, air tanah
adalah air yang menempati rongga-rongga dalam lapisan geologi. Lapisan tanah
yang terletak di bawah permukaan tanah dinamakan lajur jenuh (saturated zone),
dan lajur tidak jenuh terletak di atas lajur jenuh sampai ke permukaan tanah, yang
rongga-rongganya berisi air dan udara. (Soemarto, 1989:248)
Air yang berada pada lajur jenuh adalah bagian dari keseluruhan air bawah
permukaan yang biasa disebut air tanah (groundwater). Air bawah bawah tanah
(underground water dan sub-terranean water) adalah istilah lain yang digunakan
untuk air yang berada pada lajur jenuh, namun istilah yang lazim digunakan
adalah air tanah (Johnson, 1972:3).
Pada kedalaman tertentu, pori-pori tanah atau batuan mulai terisi air dan mulai
jenuh. Batas atas lajur jenuh air disebut dengan muka air tanah (water table). Air
yang tersimpan pada lajur jenuh disebut dengan air tanah, yang kemudian
bergerak sebagai aliran air tanah melalui batuan dan lapisan-lapisan tanah yang
ada di bumi sampai air tersebut keluar sebagai mata air, atau terkumpul masuk ke
kolam, danau, sungai, dan laut (Fetter, 1994:32).
Air bawah permukaan adalah segala bentuk aliran air hujan yang mengalir di
bawah permukaan tanah sebagai akibat struktur perlapisan geologi, beda potensi
kelembaban tanah, dan gaya gravitasi bumi. Air bawah permukaan tersebut biasa
dikenal dengan air tanah (Asdak, 2002:20). Air yang berada di bawah muka air
pada umumnya disebut air tanah, dan lajur di bawahnya disebut sebagai lajur
jenuh.
Curah hujan yang masuk ke dalam tanah dan meresap ke lapisan yang ada di
bawahnya, yang kemudian tertampung pada lapisan di bawah pemukaan tanah
disebut air tanah (Wilson, 1993:2).
Jumlah air tawar yang terbesar, menurut catatan yang ada, tersimpan di dalam
perut bumi, yang dikenal sebagai air tanah (Chow, 1978:56). Berdasarkan
perkiraan jumlah air di bumi (Chow et al, 1988:44) dijelaskan bahwa jumlah air
tanah yang ada di bumi ini jauh lebih besar dibanding jumlah air permukaan (98%
dari semua air di daratan tersembunyi di bawah permukaan tanah dalam pori-pori
batuan dan bahan-bahan butiran).
2.2 Kandungan-Kandungan Air Tanah
Air hujan yang meresap ke bawah permukaan tanah dalam bentuk penelusan
maupun peresapan, dalam perjalanannya membawa unsur-unsur kimia. Komposisi
kimia air tanah ini memberikan beberapa pengaruh terhadap berbagai kegiatan
pemanfaatannya seperti pertanian, industri maupun domestik. Komposisi zat
terlarut dalam air tanah dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok (dalam
Hadipurwo, 2006:74):
1.
Unsur utama (major constituents), dengan kandungan 1,0-1000 mg/L,
yakni natrium, kalsium, magnesium, bikarbonat, sulfat, klorida, silika.
2.
Unsur sekunder (secondary constituents), dengan kandungan 0,01-10
mg/L, yakni besi, stronsium, kalium, kabornat, nitrat, florida, boron.
3.
Unsur minor (minor constituents), dengan kandungan 0,0001-0,1 mg/L,
yakni antimon, aluminium, arsen, barium, brom, kadmium, krom, kobalt,
tembaga, germanium, iodium, timbal, litium, mangan, molibdenum, nikel,
fosfat, rubidium, selenium, titanium, uranium, vanadium, seng.
4.
Unsur langka (trace constituents), dengan kandungan biasanya kurang
dari 0,001 mg/L, yakni berilium, bismut, serium, sesium, galium, emas,
indium, lantanum, niobium, platina, radium, rutenium, skandium, perak,
talium, torium, timah, tungsten, itrium, zirkon.
2.3 Sumber Air Tanah
Adalah hal yang mutlak bagi para birokrat pengelola sumber daya air (tanah),
untuk memahami asal-usul dan sifat-sifat air tanah, agar tidak terjadi
kesalahpengertian tentang sumber daya yang dikelola. Kesalahpengertian tersebut
akan menjadikan tujuan mewujudkan kemanfaatan air tanah terutama bagi kaum
miskin pengelolaan tidak mencapai sasarannya, bahkan justru akan menimbulkan
dampak yang merugikan bagi keterdapatan air tanah itu sendiri.
Air tanah merupakan air yang berada di bawah permukaan tanah dan terletak pada
zona jenuh air. Air tanah berasal dari permukaan tanah, misalkan hujan, sungai,
danau. Dari dalam bumi sendiri, air tersebut terjadi bersama-sama dengan
batuannya, misalkan pada waktu terjadinya batuan endapan terdapat air yang
terjebak oleh batuan endapan tersebut. Contohnya air fosil yang biasanya asin dan
air vulkanik – panas dan mengandung sulfur.
(http://klastik.wordpress.com/2008/03/27/dari-mana-asal-air-tanah/)
2.4 Cara Memperoleh Air Tanah
Dalam perjalananya, aliran air tanah ini sering kali melewati suatu lapisan akuifer
yang di atasnya memiliki lapisan penutup yang bersifat kedap air (impermeable).
Hal ini mengakibatkan perubahan tekanan antara air tanah yang berada di bawah
lapisan penutup dan air tanah yang berada diatasnya. Perubahan tekanan inilah
yang didefinisikan sebagai air tanah tertekan (confined aquifer) dan air tanah
bebas (unconfined aquifer). Dalam kehidupan sehari-hari pola pemanfaatan air
tanah bebas sering kita lihat dalam penggunaan sumur gali oleh penduduk,
sedangkan air tanah tertekan dalam sumur bor yang sebelumnya telah menembus
lapisan penutupnya. Air tanah bebas (water table) memiliki karakter berfluktuasi
terhadap iklim sekitar, mudah tercemar dan cenderung memiliki kesamaan
karakter kimia dengan air hujan. Kemudahannya untuk didapatkan membuat
kecenderungan disebut sebagai air tanah dangkal.
Air tanah tertekan inilah yang seringkali disebut sebagai air sumur artesis
(artesian well). Pola pergerakannya yang menghasilkan gradien potensial,
mengakibatkan adanya istilah artesis positif; kejadian dimana potensial air tanah
ini berada di atas permukaan tanah sehingga air tanah akan mengalir vertikal
secara alami menuju kesetimbangan garis potensial khayal ini. Artesis nol adalah
kejadian di mana garis potensial khayal ini sama dengan permukaan tanah
sehingga muka air tanah akan sama dengan muka tanah. Artesis negatif yakni
kejadian di mana garis potensial khayal ini di bawah permukaan tanah sehingga
muka air tanah akan berada di bawah permukaan tanah.
Gambar 1
Penampang Artesis
(Sumber: http://www.fishyforum.com/fishysalt/fishyronment/9689-air tanah-apadan-bagaimana-mencarinya.html)
2.5 Pengembangan Air Tanah
Peningkatan eksploitasi air tanah yang sangat pesat di berbagai sektor di Indonesia
telah menuntut perlunya persiapan berupa langkah-langkah nyata untuk
menanganinya, khususnya memperkecil dampak negatif yang ditimbulkan. Air
tanah sebagai salah satu sumberdaya air saat ini telah menjadi permasalahan
nasional. Air tanah yang merupakan sumber daya alam terbarukan (renewable
natural resources) saat ini telah memainkan peran penting di dalam penyediaan
pasokan kebutuhan air bagi berbagai keperluan sehingga menyebabkan terjadinya
pergeseran nilai terhadap air tanah itu sendiri. Air tanah pada masa lalu
merupakan barang bebas (free goods) yang dapat dipakai secara bebas tanpa batas
dan belum memerlukan pengawasan pemanfaatan. Pada era pembangunan saat ini
yang disertai dengan peningkatan kebutuhan air tanah yang sangat pesat telah
mengubah nilai air tanah menjadi barang ekonomis (economic goods), artinya air
tanah diperdagangkan seperti komoditas yang lain bahkan di beberapa tempat air
tanah mempunyai peran yang cukup strategis. Air tanah berperan untuk memenuhi
kebutuhan air minum masyarakat, air irigasi, air untuk keperluan industri, dan
lain-lain.
BAB III
GAMBARAN UMUM BANDUNG
3.1 Letak Geografis
Kota Bandung terletak di antara 107º 36’ bujur timur dan 6º 55’ lintang selatan,
dengan keadaan geologis dan tanah terdiri atas lapisan aluvial hasil letusan
Gunung Tangkuban Perahu. Jenis material di bagian utara umumnya merupakan
jenis andosol, sedangkan di bagian selatan serta timur terdiri atas sebaran jenis
aluvial kelabu dengan bahan endapan tanah liat. Di bagian tengah dan barat
tersebar jenis tanah andosol.
(http://eprints.undip.ac.id/34565/5/1593_chapter_II.pdf)
3.2 Batas Administrasi Daerah
Kota Bandung secara administratif berbatasan dengan daerah kabupaten/kota
lainnya yaitu:
a. sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung, dan Kabupaten
Bandung Barat;
b. sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi;
c. sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung;
d. sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung.
Berdasarkan posisi tersebut, maka Kota Bandung berada pada lokasi yang cukup
strategis, dilihat dari segi komunikasi dan potensi perekonomian. Hal tersebut
disebabkan Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan utama di Pulau
Jawa, yaitu :
a. Barat – Timur, pada posisi ini Kota Bandung menjadi poros tengah yang
b.
menghubungkan antara Ibukota Provinsi Banten dan Jawa Tengah;
Utara – Selatan, selain menjadi penghubung utama ibukota negara dengan
wilayah selatan, juga menjadi lokasi titik temu antara daerah penghasil
perkebunan, peternakan dan perikanan.
(http://eprints.undip.ac.id/34565/5/1593_chapter_II.pdf)
Gambar 2
Peta Geografis Kota Bandung
(Sumber: http://www.indotravelers.com/ENGLISH/westjava/bandung/bandung-map.html)
3.3 Luas Wilayah
Kota Bandung terdiri dari 30 Kecamatan dan 151 Kelurahan, mempunyai Luas
wilayah 16.729,65 Ha. Luas tersebut didasarkan pada Peraturan Daerah
Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Nomor 10 Tahun 1989 tentang Perubahan
Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung yang merupakan tindak
lanjut dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1987 tentang
Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung dengan
Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung.
(http://dinkes.bandung.go.id/wp-content/uploads/2013/10/BAB-II-PROFILKESEHATAN-KOTA-BANDUNG-TAHUN-12.pdf)
3.4 Kondisi Topografis
Kota Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga bentuk morfologi
wilayahnya bagaikan sebuah mangkok raksasa. Secara geografis, kota ini terletak
di tengah-tengah provinsi Jawa Barat serta berada pada ketinggian sekitar 768
meter di atas permukaan laut dengan titik tertinggi berada di sebelah utara dengan
ketinggian 1.050 meter di atas permukaan laut dan sebelah selatan merupakan
kawasan rendah dengan ketinggian 675 meter di atas permukaan laut. Di wilayah
Kota Bandung bagian selatan sampai jalur lintasan kereta api, permukaan tanah
relatif datar, sedangkan di wilayah kota bagian utara memiliki kontur yang
berbukit-bukit.
3.5 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Kota Bandung dialiri dua sungai utama, yaitu Sungai Cikapundung dan Sungai
Citarum beserta anak-anak sungainya yang pada umumnya mengalir ke arah
selatan dan bertemu di Sungai Citarum. Dengan kondisi yang demikian, Bandung
selatan sangat rentan terhadap masalah banjir terutama pada musim hujan.
Kota Bandung terletak pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hulu yang
mempunyai luas total 1771 km2. DAS tersebut yang terdiri dari 14 sub-DAS
utama mempunyai karakteristik hidrotopografi yang unik berbentuk cekungan
yang dikelilingi oleh pegunungan. Di bagian utara terdapat Gunung Burangrang,
Tangkuban Perahu, Cikuray dan di selatan ada Gunung Malbar dan Gunung
Patuha. Bukit dan gunung tersebut mempunyai ketinggian kurang lebih 2000 m
sedangakan bagian tengah terdapat depresi yang dulu berbentuk Danau Bandung
dengan ketinggian kurang lebih 600 – 700 m dimana mengalir Sungai Citarum
sebagai outlet tunggal dari ke-14 anak sungai. Kemiringan lahan bergerak cepat
dari 70% di daerah hulu, sampai sangat datar kurang lebih 0,02% pada Sungai
Citarum.
Sungai – sungai yang melewati Kotamadya Bandung, pada ummumnya
bersumber di Kecamatan Lembang (Kabupaten Bandung). Di tengah kota
mengalir Sungai Cikapundung, di bagian barat Sungai Cibereum dan di bagian
timur kota mengalir Sungai Cidurian. Selain ketiga sungai yang relatif besar
tersebut, terdapat beberapa sungai kecil yaitu Sungai Cikapundung Kolot, Sungai
Cipedes, Sungai Cibuntu, Sungai Leuwilimus, Sungai Citepus, Sungai Cilimus,
Sungai Ciroyom, Sungai Nyengseret, Sungai Cikamandilan, Sungai Cipaganti,
Sungai Cijengkol, Sungai Cikalintu, Sungai Cikudapateuh, Sungai Lobak Lorang
dan Sungai Cibeunying. Sungai-sungai kecil tersebut bersama dengan drainase
membentuk jaringan drainase yang semakin kompleks sejalan dengan
perkembangan kota. DAS Cikapundung dengan luas total 134 km2 berasal dari
rangkaian Gunung Sukatinggi, Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Kramat,
Gunung Lingkung, Gunung Pulasari di utara kotamadya Bandung dan bermuara
ke Sungai Citarum Hulu di daerah Dayeuh Kolot. Panjang sungai utama kurang
lebih 30 km dengan bentuk DAS melebar di daerah hulu dan sempit di bagian
hilir. (http://eprints.undip.ac.id/34565/5/1593_chapter_II.pdf)
3.6 Kependudukan Kota Bandung
Kota Bandung tercatat sebagai daerah terpadat di Jawa Barat. Tingkat kepadatan
penduduk Kota Bandung mencapai 14.228 orang per kilometer persegi. Disusul
Kota Cimahi dengan 13.134 orang per kilometer persegi. Hal tersebut terungkap
dalam konferensi pers Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar tahun 2010. Jumlah
penduduk Kota Bandung mencapai 2.393.633 orang.
Gambar 3
Kondisi Permukiman di Kota Bandung
(http://www.bandungaktual.com)
Data lain dari BPS Kota Bandung menunjukkan, penduduk Kota Bandung
berdasarkan Proyeksi Sensus Penduduk 2010 adalah 2.424.957 orang dengan
komposisi penduduk laki-laki sebanyak 1.230.615 orang dan penduduk
perempuan sebanyak 1.194.324 orang. Rata-rata kepadatan penduduk Kota
Bandung 14,494 jiwa/Km2, dilihat dari segi kepadatan penduduk per kecamatan,
maka Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan daerah terpadat dengan kepadatan
penduduk 38,983 jiwa/km2. Data Pemerintah Provinsi Jabar menyebutkan angka
2,536.649 jiwa. Data resmi di website Pemerintah Kota Bandung menunjukkan,
jumlah rumah tangga Kota Bandung adalah sebanyak 644.709 rumah tangga
dengan jumlah rata-rata 3,8 jiwa per rumah tangga.
Penduduk Kota Bandung menurut Registrasi Penduduk sampai dengan bulan
Maret 2004 berjumlah 2.510.982 jiwa dengan luas wilayah 16.729,50 Ha. (167,67
km2 ), sehingga kepadatan penduduknya per hektar sebesar 155 jiwa. Komposisi
penduduk warga negara asing yang berdomisili di Kota Bandung adalah sebesar
4.301 jiwa. Jumlah warga negara asing menurut catatan Kantor Imigrasi
Bandung yang berdiam tetap di Kota Bandung setiap bulannya rata-rata sebesar
2.511 orang, sedangkan jumlah warga negara asing yang berdiam sementara di
Kota Bandung setiap bulannya rata-rata sebesar 5.849 jiwa.
Gambar 4
Peta Persebaran Penduduk di Jawa Barat
(Sumber: pusdalisbang.jabarprov.go.id)
Kota Bandung merupakan kota terpadat di Jawa Barat, penduduknya didominasi
oleh etnis Sunda, sedangkan etnis Jawa merupakan penduduk minoritas terbesar
di kota ini dibandingkan etnis lainnya. Pertambahan penduduk Kota Bandung
awalnya berkaitan erat dengan ada sarana transportasi kereta api yang dibangun
sekitar tahun 1880 yang menghubungkan kota ini dengan Jakarta (sebelumnya
bernama Batavia) (Ekajati et al, 1985:63). Pada tahun 1941 tercatat sebanyak
226.877 jiwa jumlah penduduk Kota Bandung. Kemudian setelah peristiwa yang
dikenal dengan Long March Siliwangi, penduduk kota ini kembali bertambah
dimana pada tahun 1950 tercatat jumlah penduduknya sebanyak 644.475 jiwa.
(Sariyun, 1993:32)
Tabel I
Sejarah Kependudukan Kota Bandung
Tahun
Jumlah penduduk
1941
226.877
1950
644.475
2005
2.315.895
2006
2.340.624
2007
2.364.312
2008
2.390.120
(Sumber: http://jabar.bps.go.id)
3.7 Penggunaan Lahan di Kota Bandung
Pada saat ini Kota Bandung yang digunakan sebagai lahan terbangun yang cukup
padat terutama di bagian pusat kota, sehingga memaksakan perlu adanya
pengembangan fisik ke arah pinggiran kota. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2011, penggunaan tanah berdasarkan jenis penggunaannya
yang paling terbesar yaitu untuk kegiatan pemukiman yaitu sebesar 8739,983 Ha.
Untuk lebih jelasnya mengenai penggunaan tanah berdasarkan jenis
penggunaannya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel II
Jenis Penggunaan Tanah di Kota Bandung
No
.
1.
2.
3.
4.
Jenis Penggunaan Tanah
Luas (Ha)
Pemukiman
Fasilitas Umum
Kantor & Pemerintahan
Kesehatan
8739,983
191,413
360,902
37,288
5.
6.
Pendidikan
Perdagangan & Jasa
Pertahanan dan
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
270,581
629,946
226,132
Keamanan
Bandara
Kuburan
Industri
Instalasi
Taman/rumput
Kebun Campuran
Pertanian Lahan Kering
Pertanian Lahan Basah
Tanah Kosong
Jalan
Kolam
Sungai
71,068
137,576
774,471
27,530
265,118
614,463
614,463
1955,047
320,242
1167,647
14,454
96,100
16.817,94
Jumlah
4
(Sumber: Kota Bandung Dalam Angka 2011)
Banyaknya jenis kegiatan yang berjalan di Kota Bandung, terjadinya perubahan
pemanfaatan ruang, terdapatnya pemukiman kumuh dengan kondisi lingkungan
yang tidak sehat, terbatasnya lahan untuk tempat pemakaman umum (TPU) dan
belum tersedianya lahan untuk sektor informal pada akhirnya memberikan
tekanan berat pada kondisi fisik alam Kota Bandung. Berbagai masalah
lingkungan muncul di antaranya: penurunan air tanah, penurunan kualitas air
tanah, suhu udara yang semakin meningkat, kualitas udara menurun, masalah
sampah yang belum dapat ditangani secara optimal, luas lahan terbuka yang
berfungsi lindung sangat sedikit dan terancam keberadaannya, ketidakseimbangan
kegiatan antarwilayah dan sebagainya.
(http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/587/jbptunikompp-gdl-mfahmiiska-29301-9unikom_m-i.pdf)
3.8 Iklim dan Cuaca Kota Bandung
Terletak sedikit di atas 750 meter di atas permukaan laut dan dikelilingi oleh
perbukitan vulkanik dan pegunungan, Bandung adalah ibu kota provinsi Jawa
Barat di Indonesia. Bandung memiliki iklim tropis tetapi tetap dingin daripada
kebanyakan tempat lain di Indonesia. Kota ini bersuhu sekitar 25-30 oC pada siang
hari dan 18-25 oC pada malam hari sepanjang tahun, memiiliki curah hujan ratarata 200,4 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 21,3 hari per bulan Khas untuk
iklim tropis, Bandung tidak memiliki musim dingin atau musim panas yang
berbeda dan suhu tetap konstan sebagian besar sepanjang tahun dengan fluktuasi
ringan. Bahkan, cuaca di sini dapat diklasifikasikan menjadi basah dan kering
karena musim hujan memiliki peran penting dalam iklim tempat itu. Musim hujan
di Bandung dimulai dari awal Oktober dan berlangsung sampai akhir April
dengan kelembaban rata-rata 85 persen, suhu menyentuh hampir 30o C dan curah
hujan rata-rata 220 milimeter per bulan. Namun pada beberapa tahun belakangan
mengalami peningkatan suhu yang disebabkan antara lain oleh polusi dan
meningkatnya pemanasan global (global warming).
(http://forum.detik.com/cuaca-di-bandung-t343377.html).
3.9 Kondisi Air Tanah di Bandung
Akibat tingginya konsumsi air baku untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan
industri, termasuk perhotelan, cadangan air tanah di Cekungan Bandung semakin
memprihatinkan. Para ahli memperkirakan, pada 10–20 tahun mendatang,
kawasan Bandung Raya terancam krisis air tanah. Mimpi buruk itu seakan nyata
lantaran pemerintah daerah tidak bias menyediakan air bersih dan air baku bagi
masyarakat. Kondisi air tanah di Bandung kian memprihatinkan. Meskipun masih
bisa dimanfaatkan, tetapi debit penggunaannya harus terus dibatasi. Selain itu,
pembangunan ekonomi yang dijalankan pemerintah pun harus tetap memerhatikan
aspek pelestarian alam.
Kini air tanah di Cekungan Bandung banyak dimanfaatkan untuk keperluan
industri, perniagaan, dan apartemen. Akibatnya, permukaan air di cekungan
Bandung, setiap tahun terus menurun dan pasokan air tanah di Kota Bandung
sudah kritis. Jika pengambilan air tanah ini terus berlangsung, maka pengaruhnya
sangat buruk. Permukaan air tanah akan terus menurun, dan hal ini sudah terjadi
di Rancaekek yang merupakan bagian dari Cekungan Bandung. Selain
itu, pengambilan air tersebut akan mengakibatkan pergeseran tanah dan
mengakibatkan pengeroposan tanah. Menipisnya pasokan air tanah, di antaranya
disebabkan semakin banyaknya sumur artesis dan peruntukan lahan yang tidak
sesuai dengan tata ruang. Akibatnya, penggunaan air sulit terkendali.
Sekarang air tanah sangat diandalkan untuk kegiatan perekonomian. Padahal,
prioritas penggunaan air tanah ialah untuk pemakaian rumah tangga. Ini terjadi
karena Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) tidak dapat memenuhi seluruh
kebutuhan industri, sementara pasokan air permukaan terbatas dan sudah banyak
yang tercemar serta pasokan air tanah saat ini mengalami penurunan sekitar 60
persen dari debit air semula yang berkisar 20-40 liter per detik, menjadi sekitar
lima liter per detik.
Saat ini pun air hujan sebagai sumber pengisi air tanah itu semakin berkurang
curahannya dari tahun ke tahun. Curah hujan yang mencapai 3000-an mm pada
tahun 1800-an menjadi hanya 2000-an mm pada tahun 2000. Sebaliknya, yang
menyedot air tanah semakin berlebihan. Para penyedot air untuk kepentingan
industri yang begitu boros air, serta semakin merebaknya bisnis air bening dalam
kemasan telah menyumbang semakin dalamnya muka air tanah. Akibatnya, sumur
harus dibor lebih dalam lagi karena muka air tanah dangkal (kedalaman 140 m)
telah turun sekitar 1-10 m, muka akuifer tengah (40-150 m) turun sekitar 10-80 m,
dan akuifer dalam (150 m) turun sekitar 50-80 m. Fakta berikutnya dari
penurunan muka air tanah itu adalah adanya beberapa kawasan yang amblas di
Cekungan Bandung, seperti terjadi di Leuwigajah, Rancaekek, Dayeuhkolot, dan
Kopo.
Muka air tanah di Bandung pada saat ini berada sekitar 100 meter di bawah muka
tanah, sebagai akibat penggunaan air tanah yang tidak terkendali dan daerah
resapan air yang semakin berkurang. Hal ini akan berdampak pada pencemaran
air, adanya daerah yang amblas, dan terjadinya kekeringan. Kemampuan manusia
untuk mencari sumber air tanah dalam purba begitu canggih, disertai teknologi
penyedotan air yang semakin luar biasa. Pompa air itu mampu menyedot air
dalam hitungan detik untuk sekian ribu kubik. Sementara perjalanan air hujan
sejak meresap ke dalam tanah hingga sampai di kedalaman lapisan tanah
memakan waktu puluhan ribu tahun. Perjalanan air tanah dari kawasan Bandung
Utara sampai di kedalaman Gedebage dan Tegalluar memakan waktu sekitar
30.000-45.000 tahun.
(http://kiagusrachmadi-kaem.blogspot.co.id/2011/09/kondisi-air-tanah-kotabandung.html)
Awalnya akuifer atau kandungan air tanah di Cekungan Bandung relatif produktif
dan tersebar merata. Selain mudah memperolehnya, juga tidak perlu membangun
sistem penyalur air. Kualitasnya pun jauh lebih baik daripada air permukaan.
Pemerhati lingkungan dari Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar
Sunda (DPKLTS) Sobirin Supardiono mengatakan, “Pengambilan air tanah
memang memungkinkan karena Cekungan Bandung memiliki daerah imbuhan air
tanah yang cukup luas. Namun, lama kelamaan upaya memperoleh air menjadi
sulit karena muka air tanah semakin turun seiring meningkatnya jumlah penduduk
dan industri.”
Berdasarkan hasil monitoring berbagai instansi dan penelitian para ahli, sejak
1972– 2002, penurunan muka air tanah di cekungan Bandung berkisar 0,05–7,70
meter/tahun. Pada 2002, sebagian besar muka air tanah di Kota Bandung berada
sekitar 100 meter di bawah muka tanah. Dari hasil penelitian Direktorat Geologi
Tata Lingkungan, diketahui bahwa penurunan muka air tanah di Kota Bandung
dan sekitarnya rata-rata 4 meter/tahun. Lembaga ini mempunyai empat titik
pemantauan air tanah,yaitu Leuwigajah (Kota Cimahi), Majalaya (Kabupaten
Bandung), Rancaekek (Kabupaten Bandung), dan Kebon Kawung (Kota
Bandung). Di beberapa titik pantau tersebut, saat ini kedalaman muka air tanah
sudah mencapai minus 80 meter sampai minus 90 meter.Padahal, pada 20–25
tahun yang lalu, muka air tanah di titik pantau tersebut antara 0 hingga plus 10
meter. Bila permukaan air tanah terus turun diperkirakan dalam kurun 20 tahun
mendatang, akan terjadi ancaman krisis air tanah. Untuk beberapa daerah tertentu,
krisis air ini bisa terjadi sekitar 10 tahun lagi. Berdasarkan kondisi ini, Pemprov
Jawa Barat telah menetapkan zona air bawah tanah kritis dan rawan.
Fenomena menarik dari hasil pengamatan Dinas Pertambangan dan Energi Jabar
ketika krisis moneter tahun 1998, muka air tanah Kota Bandung justru naik sekitar
2 meter. Kenaikan muka air tanah ini diduga banyak pabrik berhenti produksi
hingga penggunaan air tanah berkurang. Pengambilan air tanah dan jumlah sumur
sejak 1900–2003 menunjukkan awalnya perbandingan antara jumlah sumur dan
jumlah air yang diperoleh cukup tinggi. Kemudian, perbandingan ini terus
menurun Sejak awal 1990-an, untuk mendapatkan jumlah air yang sama
diperlukan lebih banyak sumur. Dengan demikian, produktivitas air tanah terus
menurun karena jumlah sumur bor dan persediaan air tanah ini tidak seimbang.
Dari 550 pabrik yang tersebar di cekungan Bandung, 80% di antaranya
merupakan industri tekstil yang mengambil kebutuhan airnya dari tanah.
Berdasarkan data Direktorat Geologi Tata Lingkungan dan Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Jabar, total kebutuhan air bersih di cekungan
Bandung pada 2000 sekitar 1.265.204 juta m3/tahun. Sedangkan, PDAM hanya
mampu menyediakan 43% dari kebutuhan tersebut.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Pemanfaatan air tanah di Bandung dengan metode konservasi sangat penting
untuk mendukung produktivitas dan kualitas air untuk masyarakat, khususnya
petani. Pemompaan air tanah hanya dapat diizinkan sesuai dengan kecepatan
sirkulasinya. Pemanfaatan air tanah bebas dalam lapisan yang dangkal di daerah
persawahan padi dapat dilaksanakan terdahulu karena tidak akan terjadi
penerobosan air asin, kecuali daerah pantai. Pemanfaatan air tanah bebas di
lapisan yang dalam tidak perlu dikhawatirkan karena jenis air tanah ini merupakan
air tanah celah. Pemanfaatan air tanah terkekang di lapisan yang dalam terdapat di
dataran aluvium dengan lapisan-lapisan endapan yang dalam sangat banyak
dilakukan maka penurunan tanah sering terjadi karena pemompaan. Konservasi
air tanah di daerah pertanian dengan pembuatan sistem pengamatan permukaan air
tanah dan neraca air. Metode lainnya adalah dengan melakukan pengisian kembali
secara buatan (recharge) dengan membuat lubang-lubang biopori.
4.2 Saran
Pemanfaatan air tanah di Bandung dapat dilakukan secara efisien tetapi
keberhasilannya sangat ditentukan oleh kondisi biofisik, sosial ekonomi, dan
keinginan masyarakat. Hal tersebut perlu dicermati mengingat tidak ada satupun
teknik konservasi yang sempurna. Setiap teknik konservasi membutuhkan
persyaratan tertentu agar teknik tersebut efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Chay. 2002. “Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai”.
Yogyakarta: Penerbit Universitas Gadjah Mada.
Alam, M. Fahmi Iskandar. 2012. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
DAN KARAKTERISTIK PEMAKAMAN DI KOTA BANDUNG.
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/587/jbptunikompp-gdl-mfahmiiska29301-9-unikom_m-i.pdf. Dikunjungi pada 14 November 2015.
Asmirawati, A.F. 2005. Perencanaan Jembatan Cable Stayed Pasupati –
Bandung. http://eprints.undip.ac.id/34565/5/1593_chapter_II.pdf.
Dikunjungi pada 14 November 2015.
Bubs. 2013. Kota Bandung Mengalami Krisis.
http://www.kaskus.co.id/lastpost/525aa95859cb17a46c000009.
Dikunjungi pada 17 November 2015.
Chow, Ven te. 1978. Advances in Hydroscience. London: Academic Press.
Chow, Ven te, et al. 1988. Applied Hydrology. New York: McGraw-Hill.
Dinas Kesehatan Kota Bandung. 2013. Profil Kesehatan Kota Bandung Tahun
2012. http://dinkes.bandung.go.id/wp-content/uploads/2013/10/BAB-IIPROFIL-KESEHATAN-KOTA-BANDUNG-TAHUN-12.pdf. Dikunjungi 14
November 2015.
Ekajati, Edi Suhardi et al. 1985. Sejarah Kota Bandung, 1945-1979. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional, Proyek Invetarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.
Fetter, C. W. 1994. Applied Hydrogeology. New Jersey: Prentice Hall.
Firman, Muhammad dan Amal Nur Ngazis. 2011. Air Tanah Jakarta dan
Bandung Mengkhawatirkan.
http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/263325-lipi--air-tanah-diperkotaan-mengkhawatirkan. Dikunjungi pada 17 November 2015.
Hadipurwo, Satriyo dan Danaryanto. 2006. “Konservasi Sebagai Upaya
Penyelamatan Air Tanah di Indonesia”. Direktorat Pembinaan
Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah Direktorat Jenderal
Mineral Batubara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral.
Hendrayana, Heru.2002.”Dampak Pemanfaatan Air Tanah”.Yogyakarta:
Departemen Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada.
Herlambang, A. 1996. “Kualitas Air Tanah Dangkal di Kabupaten Bekasi”.
Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Johnson, Gerald. 1972. Geology of the Yorktown, Poquoson West, and Poquoson
East Quadrangles, Virginia. Charlottesville: Virginia Division of Mineral
Resources.
Kalsum, Umi. 2010. Bandung Terancam Krisis Air, Tahura Ditambah.
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/143221bandung_terancam_krisis_air__tahura_ditambah. Dikunjungi pada 22
November 2015.
Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Badan Geologi. 2010. Kandungan
Unsur Air Tanah. http://www.pag.bgl.esdm.go.id/siat/?
q=content/kandungan-unsur-dalam-air-tanah. Dikunjungi 3 November
2015.
Kodoatie, J. Robert. 1996. Pengantar Hidrogeologi. Yogyakarta: Andi Offset.
Pamungkas, Putra. 2008. Dari Mana Asal Air Tanah?.
https://klastik.wordpress.com/2008/03/27/dari-mana-asal-air-tanah/.
Dikunjungi pada 3 November 2015.
Pollling7. 2012. Cuaca di Bandung. http://forum.detik.com/cuaca-di-bandungt343377.html. Dikunjungi pada 22 November 2015.
Putra, Kiagus Rachmadi Eka. 2011. Kondisi Air Tanah Kota Bandung.
http://kiagusrachmadi-kaem.blogspot.co.id/2011/09/kondisi-air-tanahkota-bandung.html. Dikunjungi pada 22 November 2015.
Roel. 2007. Air Tanah? Apa dan Bagaimana Mencarinya?.
http://www.fishyforum.com/fishysalt/fishyronment/9689-airtanah-apa-danbagaimana-mencarinya.html. Dikunjungi pada 3 November 2015.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
2004 Jakarta: Sekretariat Negara.
Sariyun, Y. dan H. S. Martodirdjo. 1993. Pembinaan Disiplin di Lingkungan
Masyarakat Kota di Jawa Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan
Nilai Tradisional, Proyek Invetarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.
Sinta, Dwi Ari. 2010. Air Tanah Proses. http://arisinta.blogspot.co.id/p/air-tanahproses.html. Dikunjungi pada 3 November 2015.
Soemarto, C.D. 1986. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional.
Suganda, Her. 2007. Jendela Bandung, Pengalaman Bersama Kompas. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas.
Wilson, E.M. 1993. Hidrologi Teknik. Bandung: Penerbit Institut Teknologi
Bandung.
RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS
Nama
: Keithcar Llang Mayo
Nama panggilan
: Kicar
Tempat, tanggal lahir : Kotabumi, 12 November 1997
Jenis kelamin
: Pria
Agama
: Islam
Status perkawinan
: Belum Menikah
Pekerjaan
: Mahasiswa
Alamat asal
: Jl. Kapten Mustofa No.36 Kotabumi, Lampung
Alamat di Bandung
: Jl. Dago Pojok No.22a
RIWAYAT PENDIDIKAN
SD
: SDN 4 Tanjungaman, Kotabumi, Lampung Utara (2003-2009)
SMP
: SMPN 7 Kotabumi, Lampung Utara (2009-2012)
SMA : SMAN 2 Bandarlampung, Lampung (2012-2015)
PT
: Institut Teknologi Bandung, FTTM (2015-sekarang)
IDENTITAS
Nama
: Vicky Aji Pangestu
Nama panggilan
: Aji
Tempat, tanggal lahir : Pringsewu, 25 April 1997
Jenis kelamin
: Pria
Agama
: Islam
Status perkawinan
: Belum Menikah
Pekerjaan
: Mahasiswa
Alamat asal
: Gading Rejo, Lampung
Alamat di Bandung
: Asrama ITB Kidang Pananjung
RIWAYAT PENDIDIKAN
SD
: SDN 1 Karangsari, Padangratu, Lampung Tengah (2003-2009)
SMP
: SMPN 1 Gadingrejo, Gadingrejo, Pringsewu (2009-2012)
SMA : SMAN 1 Gadingrejo, Gadingrejo, Pringsewu (2012-2015)
PT
: Institut Teknologi Bandung, FTTM (2015-sekarang)
IDENTITAS
Nama
: Gabriel Powericho Luo Daely
Nama panggilan
: Gabriel/Pow/Erich
Tempat, tanggal lahir : Surabaya, 12 Februari 1998
Jenis kelamin
: Pria
Agama
: Kristen Protestan
Status perkawinan
: Belum Menikah
Pekerjaan
: Mahasiswa
Alamat asal
: Jln. Purnawairawan Perum Taman Gunter Blok E11,
Tanjungkarang Barat, Bandarlampung
Alamat di Bandung : Jln. Sangkuriang Gg. Mamah Ating No. 37/154E, Bandung
RIWAYAT PENDIDIKAN
SD
: SD Fransiskus 1 Tanjungkarang, Bandarlampung (2004-2010)
SMP
: SMP Fransiskus Tanjungkarang, Bandarlampung (2010-2013)
SMA : SMAN 2 Bandarlampung, Bandarlampung (2013-2015)
PT
: Institut Teknologi Bandung, FTTM (2015-sekarang)
DI BANDUNG
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Tata Tulis Karya Ilmiah
oleh
KEITHCAR LLANG MAYO 16415088
VICKY AJI PANGESTU 16415168
GABRIEL POWERICHO LUO DAELY 16415320
FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN
PERMINYAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2015
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Pemanfaatan Air Tanah di Bandung ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan di dalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Dra. Anniar
Samanudi, M.Hum. selaku dosen mata kuliah Tata Tulis Karya Ilmiah (TTKI)
yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai apa saja kandungan yang ada di dalam
air tanah, dampak jika air tanah yang dipakai tidak bersih, dan juga bagaimana
membuat air tanah tersebut layak untuk dipakai. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Bandung, Oktober 2015
Penyusun
ABSTRAK
Karya tulis ini dilatarbelakangi oleh permasalahan terkait pemanfaatan air tanah
dan dampaknya di Bandung secara umum yang menyebabkan ketidakseimbangan
ekosistem. Air sangat dibutuhkan oleh setiap makhluk hidup dalam segala aspek
kehidupannya. Salah satu sumber air yang dapat diperoleh adalah dari air tanah.
Air tanah diambil dengan membuat sumur pada tanah yang memiliki simpanan air
yang disebut akuifer. Pengambilan sumber daya air dari bawah tanah secara masif
dapat menyebabkan ketimpangan tata air dan penurunan permukaan tanah yang
disebabkan oleh turunnya permukaan air tanah itu. Seperti diketahui, Bandung
memiliki kondisi geografis yang unik sehingga Bandung menjadi tempat yang
subur dan memiliki potensi air tanah yang besar.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pemanfaatan air tanah di
Bandung berkaitan dengan dampak terhadap ekosistem, tata air, dan geologi di
Bandung secara umum serta usaha konservasi air tanah. Metode yang kami
gunakan dalam pengambilan data adalah dengan metode deskriptif analitis dengan
pendekatan empiris dan rasional. Data diambil dari literatur-literatur yang
berkaitan dengan penelitian kami.
Kata kunci: air tanah, lingkungan, ekosistem, pemanfaatan.
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA...........................................................................................................i
ABSTRAK..........................................................................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iv
DAFTAR TABEL................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah......................................1
1.1.1 Latar belakang..................................................................1
1.1.2 Rumusan masalah.............................................................3
1.2 Tujuan Penelitian dan Manfaat...................................................3
1.3 Ruang Lingkup Kajian...............................................................3
1.4 Anggapan Dasar.........................................................................4
1.5 Hipotesis.....................................................................................4
1.6 Metode Dan Teknik Pengumpulan Data....................................4
1.6.1 Metode..............................................................................4
1.6.2 Teknik pengumpulan data................................................5
1.7 Sistematika Penulisan.................................................................5
BAB II
TEORI DASAR AIR TANAH
2.1 Pengertian Air Tanah..................................................................6
2.2 Kandungan-Kandungan Air Tanah ............................................8
2.3 Sumber Air Tanah.......................................................................9
2.4 Cara Memperoleh Air Tanah......................................................10
2.5 Pengembangan Air Tanah...........................................................11
BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG
3.1 Letak Geografis..........................................................................13
3.2 Batas Administrasi Daerah.........................................................13
3.3 Luas Wilayah..............................................................................15
3.4 Kondisi Topografis.....................................................................15
3.5 Daerah Aliran Sungai (DAS).....................................................16
3.6 Kependudukan Kota Bandung...................................................17
3.7 Penggunaan Lahan di Kota Bandung.........................................20
3.8 Iklim dan Cuaca Kota Bandung.................................................23
3.9 Kondisi Air Tanah di Bandung...................................................23
BAB IV SIMPULAN
4.1 Simpulan....................................................................................29
4.2 Saran...........................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................31
RIWAYAT HIDUP.............................................................................................. 35
DAFTAR TABEL
TABEL
Halaman
I. Sejarah Kependudukan Kota Bandung …………………… 20
II. Jenis Penggunaan Tanah di Kota Bandung ……………….. 21
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Penampang Artesis ………………………………………. 11
2. Peta Geografis Kota Bandung …………………………… 14
3. Kondisi Permukiman di Kota Bandung ………………….. 18
4. Peta Persebaran Penduduk di Jawa Barat ………………... 19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah
1.1.1
Latar belakang masalah
Pesatnya perrtumbuhan penduduk di dunia saat ini mengakibatkan salah satu
kebutuhan dasar manusia yaitu air yang digunakan manusia menjadi sangat
penting. Setiap aspek kehidupan manusia pasti bergantung pada air. Air dapat
diperoleh dari berbagai macam sumber, salah satunya adalah air tanah. Air tanah
dapat diambil dengan membuat sumur pada tanah yang memiliki simpanan air
tanah yang disebut akuifer. Pengambilan sumber daya air dari bawah tanah
dengan masif bisa menyebabkan ketimpangan tata air dan penurunan permukaan
tanah yang disebabkan oleh turunnya permukaan air tanah itu.
Pemanfaatan air tanah secara berlebihan mengakibatkn pengurangan gaya angkat
tanah sehingga terjadi peningkatan tegangan efektif tanah. Akibat meningkatnya
tegangan efektif ini akan menyebabkan penyusutan butiran tanah kembali dan
penurunan permukaan tanah. Kemungkinan lain yang dapat terjadi adalah erosi di
bagian dalam tanah akibat terangkutnya material tanah di bawah muka air tanah
yang disebabkan pemompaan sumur secara berlebihan.
Agar keberadaan air tanah tetap terjaga dan tidak merusak ekosistem,
pemanfaatan air tanah harus dilakukan secara efisien dan bijaksana. Pemanfaatan
air tanah harus dikelola dengan baik demi hajat hidup orang banyak. Pemakaian
air tanah pun harus mengikuti regulasi pemerintah yang berlaku agar pemanfaatan
air tanah dapat dikelola dengan baik. Pemanfaatan air tanah harus dilakukan
secara efisien dan efektif dalam rangka menjaga keberadaan air tanah, termasuk di
kota-kota besar, seperti Bandung.
Bandung merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia memiliki
keadaan geografis yang unik. Seperti kita ketahui, Bandung dikelilingi oleh
pegunungan dan terletak pada ketinggian sekitar 768 meter di atas permukaan
laut. Bandung dilewati oleh sungai-sungai utama seperti Sungai Cikapundung dan
Sungai Citarum serta anak-anak sungainya yang mengalir ke arah selatan. Curah
hujan di Bandung juga tinggi, mencapai 1500-1400 mm/tahun. Dengan kondisi
geografis seperti ini membuat Bandung sebagai tempat yang subur dan memiliki
potensi air tanah yang cukup besar.
Tujuan penelitian ini ingin mengetahui cara memanfaatkan air tanah secara efisien
di Kota Bandung. Jika pemanfaatan air tanah tidak terkontrol, maka akan
menimbulkan permasalahan-permasalahan seperti terjadinya tanah longsor, erosi,
dan penurunan permukaan tanah. Untuk itu pemanfaatan air tanah sangat penting
dibahas agar setiap pengguna air tanah bijaksana dalam memanfaatkan air tanah.
1.1.2
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, muncul persoalan yaitu:
1. Bagaimana pemanfaatan air tanah dalam kehidupan sehari-hari?
2. Bagaimana pemanfaatan air tanah secara efisien?
3. Bagaimana pemanfaatan air tanah di Bandung?
1.2 Tujuan Penelitian dan Manfaat
Tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan laporan ini ialah untuk menemukan
cara bagaimana pemanfaatan air tanah secara efisien di Bandung. Diharapkan
tulisan ini dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Bandung
mengenai pemanfaatan air tanah.
1.3 Ruang Lingkup Kajian
Untuk menjawab rumusan masalah di atas perlu pengkajan beberapa pokok, yaitu:
1. definisi air tanah
2. pemanfaatan air tanah dalam kehidupan sehari-hari
3. fungsi air tanah
4. manfaat air tanah
5. regulasi penggunaan air tanah di Indonesia
6. pemanfaatan air tanah secara efisien
7. usaha konservasi air tanah
8. kondisi geografis Kota Bandung
9. pengelolaan air tanah di Kota Bandung
10. dampak pemanfaatan air tanah
1.4 Anggapan Dasar
Air tanah merupakan air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bwah
permukaan tanah. Air tanah mempunyai peranan yang sangat penting terutama
dalam menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk kepentingan
rumah tangga maupun kepentingan industri. Ketergantungan pasokan air bersih
dan air tanah mencapa ± 70%. Potensi air tanah di Bandung sekitar 912 juta meter
kubik per tahun.
1.5 Hipotesis
Pemanfaatan air tanah di Bandung akan efisien jika para penggunanya
menggunakannya secara bijaksana, dengan memperhatikan kelestarian sumber
daya air tanah ini..
1.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
1.6.1
Metode
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu mendeskripsikan data baik dari literature
maupun dari lapangan kemudian dianalisis. Sehubungan dengan metode yang
digunakan dalam penelitian kali ini adalah metode deskriptif analitis dengan
pendekatan empiris dan rasional.
1.6.2
Teknik pengumpulan data
Pada penelitian kali ini kami menggunakan teknik pengumpulan data, berupa
studi literatur, dan observasi lapangan.
1.7 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan penelitian ini terbagi menjadi empat bab, yaitu pendahuluan,
teori dasar air tanah, gambaran umum Bandung, dan simpulan. Pada bab satu akan
dibahas mengenai latar belakang penelitian ini, rumusan masalah, tujuan
penelitian, ruang lingkup kajian, metode dan teknik pengumpulan data pada
laporan penelitian ini, serta sistematika penulisan. Pada bab dua akan disajikan
penjelasan umum tentang air tanah, kandungan-kandungan yang terdapat dalam
air tanah, sumber air tanah, dan cara memperoleh air tanah serta pemanfaatan air
tanah dalam kehidupan sehari-hari. Bab tiga akan membahas mengenai gambaran
umum Bandung seperti letak geografis Bandung, kependudukan di Kota Bandung,
kandungan mineral tanah, iklim di Bandung, daerah aliran sungai di Bandung, dan
kondisi air tanah di Bandung. Bab empat berisi tentang simpulan dan saran dari
penulis mengenai permasalahan yang kami angkat terkait pemanfaatan air tanah,
khususnya di Bandung.
BAB II
TEORI DASAR AIR TANAH
2.1 Pengertian Air Tanah
Ada banyak pengertian atau definisi mengenai air tanah. Undang Undang Nomor
7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU No. 7/2004) mendefinisikan air
tanah sebagai air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah. Sementara beberapa ahli di dalam buku-buku teks memberikan
definisi yang berbeda-beda mengenai air tanah.
Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang
antarbutir-butir tanah yang meresap ke dalam tanah dan bergabung membentuk
lapisan tanah yang disebut akuifer. Lapisan yang mudah dilalui oleh air tanah
disebut lapisan permeabel, seperti lapisan yang terdapat pada pasir atau kerikil,
sedangkan lapisan yang sulit dilalui air tanah disebut lapisan impermeable, seperti
lapisan lempung atau geluh. Lapisan yang dapat menangkap dan meloloskan air
disebut akuifer. (Herlambang, 1996:5)
Air tanah adalah sejumlah air di bawah permukaan bumi yang dapat dikumpulkan
dengan sumur-sumur, terowongan atau sistem drainase atau dengan pemompaan.
Dapat juga disebut aliran yang secara alami mengalir ke permukaan tanah melalui
pancaran atau rembesan (Kodoatie, 1996:7). Dalam definisi lainnya, air tanah
adalah air yang menempati rongga-rongga dalam lapisan geologi. Lapisan tanah
yang terletak di bawah permukaan tanah dinamakan lajur jenuh (saturated zone),
dan lajur tidak jenuh terletak di atas lajur jenuh sampai ke permukaan tanah, yang
rongga-rongganya berisi air dan udara. (Soemarto, 1989:248)
Air yang berada pada lajur jenuh adalah bagian dari keseluruhan air bawah
permukaan yang biasa disebut air tanah (groundwater). Air bawah bawah tanah
(underground water dan sub-terranean water) adalah istilah lain yang digunakan
untuk air yang berada pada lajur jenuh, namun istilah yang lazim digunakan
adalah air tanah (Johnson, 1972:3).
Pada kedalaman tertentu, pori-pori tanah atau batuan mulai terisi air dan mulai
jenuh. Batas atas lajur jenuh air disebut dengan muka air tanah (water table). Air
yang tersimpan pada lajur jenuh disebut dengan air tanah, yang kemudian
bergerak sebagai aliran air tanah melalui batuan dan lapisan-lapisan tanah yang
ada di bumi sampai air tersebut keluar sebagai mata air, atau terkumpul masuk ke
kolam, danau, sungai, dan laut (Fetter, 1994:32).
Air bawah permukaan adalah segala bentuk aliran air hujan yang mengalir di
bawah permukaan tanah sebagai akibat struktur perlapisan geologi, beda potensi
kelembaban tanah, dan gaya gravitasi bumi. Air bawah permukaan tersebut biasa
dikenal dengan air tanah (Asdak, 2002:20). Air yang berada di bawah muka air
pada umumnya disebut air tanah, dan lajur di bawahnya disebut sebagai lajur
jenuh.
Curah hujan yang masuk ke dalam tanah dan meresap ke lapisan yang ada di
bawahnya, yang kemudian tertampung pada lapisan di bawah pemukaan tanah
disebut air tanah (Wilson, 1993:2).
Jumlah air tawar yang terbesar, menurut catatan yang ada, tersimpan di dalam
perut bumi, yang dikenal sebagai air tanah (Chow, 1978:56). Berdasarkan
perkiraan jumlah air di bumi (Chow et al, 1988:44) dijelaskan bahwa jumlah air
tanah yang ada di bumi ini jauh lebih besar dibanding jumlah air permukaan (98%
dari semua air di daratan tersembunyi di bawah permukaan tanah dalam pori-pori
batuan dan bahan-bahan butiran).
2.2 Kandungan-Kandungan Air Tanah
Air hujan yang meresap ke bawah permukaan tanah dalam bentuk penelusan
maupun peresapan, dalam perjalanannya membawa unsur-unsur kimia. Komposisi
kimia air tanah ini memberikan beberapa pengaruh terhadap berbagai kegiatan
pemanfaatannya seperti pertanian, industri maupun domestik. Komposisi zat
terlarut dalam air tanah dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok (dalam
Hadipurwo, 2006:74):
1.
Unsur utama (major constituents), dengan kandungan 1,0-1000 mg/L,
yakni natrium, kalsium, magnesium, bikarbonat, sulfat, klorida, silika.
2.
Unsur sekunder (secondary constituents), dengan kandungan 0,01-10
mg/L, yakni besi, stronsium, kalium, kabornat, nitrat, florida, boron.
3.
Unsur minor (minor constituents), dengan kandungan 0,0001-0,1 mg/L,
yakni antimon, aluminium, arsen, barium, brom, kadmium, krom, kobalt,
tembaga, germanium, iodium, timbal, litium, mangan, molibdenum, nikel,
fosfat, rubidium, selenium, titanium, uranium, vanadium, seng.
4.
Unsur langka (trace constituents), dengan kandungan biasanya kurang
dari 0,001 mg/L, yakni berilium, bismut, serium, sesium, galium, emas,
indium, lantanum, niobium, platina, radium, rutenium, skandium, perak,
talium, torium, timah, tungsten, itrium, zirkon.
2.3 Sumber Air Tanah
Adalah hal yang mutlak bagi para birokrat pengelola sumber daya air (tanah),
untuk memahami asal-usul dan sifat-sifat air tanah, agar tidak terjadi
kesalahpengertian tentang sumber daya yang dikelola. Kesalahpengertian tersebut
akan menjadikan tujuan mewujudkan kemanfaatan air tanah terutama bagi kaum
miskin pengelolaan tidak mencapai sasarannya, bahkan justru akan menimbulkan
dampak yang merugikan bagi keterdapatan air tanah itu sendiri.
Air tanah merupakan air yang berada di bawah permukaan tanah dan terletak pada
zona jenuh air. Air tanah berasal dari permukaan tanah, misalkan hujan, sungai,
danau. Dari dalam bumi sendiri, air tersebut terjadi bersama-sama dengan
batuannya, misalkan pada waktu terjadinya batuan endapan terdapat air yang
terjebak oleh batuan endapan tersebut. Contohnya air fosil yang biasanya asin dan
air vulkanik – panas dan mengandung sulfur.
(http://klastik.wordpress.com/2008/03/27/dari-mana-asal-air-tanah/)
2.4 Cara Memperoleh Air Tanah
Dalam perjalananya, aliran air tanah ini sering kali melewati suatu lapisan akuifer
yang di atasnya memiliki lapisan penutup yang bersifat kedap air (impermeable).
Hal ini mengakibatkan perubahan tekanan antara air tanah yang berada di bawah
lapisan penutup dan air tanah yang berada diatasnya. Perubahan tekanan inilah
yang didefinisikan sebagai air tanah tertekan (confined aquifer) dan air tanah
bebas (unconfined aquifer). Dalam kehidupan sehari-hari pola pemanfaatan air
tanah bebas sering kita lihat dalam penggunaan sumur gali oleh penduduk,
sedangkan air tanah tertekan dalam sumur bor yang sebelumnya telah menembus
lapisan penutupnya. Air tanah bebas (water table) memiliki karakter berfluktuasi
terhadap iklim sekitar, mudah tercemar dan cenderung memiliki kesamaan
karakter kimia dengan air hujan. Kemudahannya untuk didapatkan membuat
kecenderungan disebut sebagai air tanah dangkal.
Air tanah tertekan inilah yang seringkali disebut sebagai air sumur artesis
(artesian well). Pola pergerakannya yang menghasilkan gradien potensial,
mengakibatkan adanya istilah artesis positif; kejadian dimana potensial air tanah
ini berada di atas permukaan tanah sehingga air tanah akan mengalir vertikal
secara alami menuju kesetimbangan garis potensial khayal ini. Artesis nol adalah
kejadian di mana garis potensial khayal ini sama dengan permukaan tanah
sehingga muka air tanah akan sama dengan muka tanah. Artesis negatif yakni
kejadian di mana garis potensial khayal ini di bawah permukaan tanah sehingga
muka air tanah akan berada di bawah permukaan tanah.
Gambar 1
Penampang Artesis
(Sumber: http://www.fishyforum.com/fishysalt/fishyronment/9689-air tanah-apadan-bagaimana-mencarinya.html)
2.5 Pengembangan Air Tanah
Peningkatan eksploitasi air tanah yang sangat pesat di berbagai sektor di Indonesia
telah menuntut perlunya persiapan berupa langkah-langkah nyata untuk
menanganinya, khususnya memperkecil dampak negatif yang ditimbulkan. Air
tanah sebagai salah satu sumberdaya air saat ini telah menjadi permasalahan
nasional. Air tanah yang merupakan sumber daya alam terbarukan (renewable
natural resources) saat ini telah memainkan peran penting di dalam penyediaan
pasokan kebutuhan air bagi berbagai keperluan sehingga menyebabkan terjadinya
pergeseran nilai terhadap air tanah itu sendiri. Air tanah pada masa lalu
merupakan barang bebas (free goods) yang dapat dipakai secara bebas tanpa batas
dan belum memerlukan pengawasan pemanfaatan. Pada era pembangunan saat ini
yang disertai dengan peningkatan kebutuhan air tanah yang sangat pesat telah
mengubah nilai air tanah menjadi barang ekonomis (economic goods), artinya air
tanah diperdagangkan seperti komoditas yang lain bahkan di beberapa tempat air
tanah mempunyai peran yang cukup strategis. Air tanah berperan untuk memenuhi
kebutuhan air minum masyarakat, air irigasi, air untuk keperluan industri, dan
lain-lain.
BAB III
GAMBARAN UMUM BANDUNG
3.1 Letak Geografis
Kota Bandung terletak di antara 107º 36’ bujur timur dan 6º 55’ lintang selatan,
dengan keadaan geologis dan tanah terdiri atas lapisan aluvial hasil letusan
Gunung Tangkuban Perahu. Jenis material di bagian utara umumnya merupakan
jenis andosol, sedangkan di bagian selatan serta timur terdiri atas sebaran jenis
aluvial kelabu dengan bahan endapan tanah liat. Di bagian tengah dan barat
tersebar jenis tanah andosol.
(http://eprints.undip.ac.id/34565/5/1593_chapter_II.pdf)
3.2 Batas Administrasi Daerah
Kota Bandung secara administratif berbatasan dengan daerah kabupaten/kota
lainnya yaitu:
a. sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung, dan Kabupaten
Bandung Barat;
b. sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi;
c. sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung;
d. sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung.
Berdasarkan posisi tersebut, maka Kota Bandung berada pada lokasi yang cukup
strategis, dilihat dari segi komunikasi dan potensi perekonomian. Hal tersebut
disebabkan Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan utama di Pulau
Jawa, yaitu :
a. Barat – Timur, pada posisi ini Kota Bandung menjadi poros tengah yang
b.
menghubungkan antara Ibukota Provinsi Banten dan Jawa Tengah;
Utara – Selatan, selain menjadi penghubung utama ibukota negara dengan
wilayah selatan, juga menjadi lokasi titik temu antara daerah penghasil
perkebunan, peternakan dan perikanan.
(http://eprints.undip.ac.id/34565/5/1593_chapter_II.pdf)
Gambar 2
Peta Geografis Kota Bandung
(Sumber: http://www.indotravelers.com/ENGLISH/westjava/bandung/bandung-map.html)
3.3 Luas Wilayah
Kota Bandung terdiri dari 30 Kecamatan dan 151 Kelurahan, mempunyai Luas
wilayah 16.729,65 Ha. Luas tersebut didasarkan pada Peraturan Daerah
Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Nomor 10 Tahun 1989 tentang Perubahan
Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung yang merupakan tindak
lanjut dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1987 tentang
Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung dengan
Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung.
(http://dinkes.bandung.go.id/wp-content/uploads/2013/10/BAB-II-PROFILKESEHATAN-KOTA-BANDUNG-TAHUN-12.pdf)
3.4 Kondisi Topografis
Kota Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga bentuk morfologi
wilayahnya bagaikan sebuah mangkok raksasa. Secara geografis, kota ini terletak
di tengah-tengah provinsi Jawa Barat serta berada pada ketinggian sekitar 768
meter di atas permukaan laut dengan titik tertinggi berada di sebelah utara dengan
ketinggian 1.050 meter di atas permukaan laut dan sebelah selatan merupakan
kawasan rendah dengan ketinggian 675 meter di atas permukaan laut. Di wilayah
Kota Bandung bagian selatan sampai jalur lintasan kereta api, permukaan tanah
relatif datar, sedangkan di wilayah kota bagian utara memiliki kontur yang
berbukit-bukit.
3.5 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Kota Bandung dialiri dua sungai utama, yaitu Sungai Cikapundung dan Sungai
Citarum beserta anak-anak sungainya yang pada umumnya mengalir ke arah
selatan dan bertemu di Sungai Citarum. Dengan kondisi yang demikian, Bandung
selatan sangat rentan terhadap masalah banjir terutama pada musim hujan.
Kota Bandung terletak pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hulu yang
mempunyai luas total 1771 km2. DAS tersebut yang terdiri dari 14 sub-DAS
utama mempunyai karakteristik hidrotopografi yang unik berbentuk cekungan
yang dikelilingi oleh pegunungan. Di bagian utara terdapat Gunung Burangrang,
Tangkuban Perahu, Cikuray dan di selatan ada Gunung Malbar dan Gunung
Patuha. Bukit dan gunung tersebut mempunyai ketinggian kurang lebih 2000 m
sedangakan bagian tengah terdapat depresi yang dulu berbentuk Danau Bandung
dengan ketinggian kurang lebih 600 – 700 m dimana mengalir Sungai Citarum
sebagai outlet tunggal dari ke-14 anak sungai. Kemiringan lahan bergerak cepat
dari 70% di daerah hulu, sampai sangat datar kurang lebih 0,02% pada Sungai
Citarum.
Sungai – sungai yang melewati Kotamadya Bandung, pada ummumnya
bersumber di Kecamatan Lembang (Kabupaten Bandung). Di tengah kota
mengalir Sungai Cikapundung, di bagian barat Sungai Cibereum dan di bagian
timur kota mengalir Sungai Cidurian. Selain ketiga sungai yang relatif besar
tersebut, terdapat beberapa sungai kecil yaitu Sungai Cikapundung Kolot, Sungai
Cipedes, Sungai Cibuntu, Sungai Leuwilimus, Sungai Citepus, Sungai Cilimus,
Sungai Ciroyom, Sungai Nyengseret, Sungai Cikamandilan, Sungai Cipaganti,
Sungai Cijengkol, Sungai Cikalintu, Sungai Cikudapateuh, Sungai Lobak Lorang
dan Sungai Cibeunying. Sungai-sungai kecil tersebut bersama dengan drainase
membentuk jaringan drainase yang semakin kompleks sejalan dengan
perkembangan kota. DAS Cikapundung dengan luas total 134 km2 berasal dari
rangkaian Gunung Sukatinggi, Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Kramat,
Gunung Lingkung, Gunung Pulasari di utara kotamadya Bandung dan bermuara
ke Sungai Citarum Hulu di daerah Dayeuh Kolot. Panjang sungai utama kurang
lebih 30 km dengan bentuk DAS melebar di daerah hulu dan sempit di bagian
hilir. (http://eprints.undip.ac.id/34565/5/1593_chapter_II.pdf)
3.6 Kependudukan Kota Bandung
Kota Bandung tercatat sebagai daerah terpadat di Jawa Barat. Tingkat kepadatan
penduduk Kota Bandung mencapai 14.228 orang per kilometer persegi. Disusul
Kota Cimahi dengan 13.134 orang per kilometer persegi. Hal tersebut terungkap
dalam konferensi pers Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar tahun 2010. Jumlah
penduduk Kota Bandung mencapai 2.393.633 orang.
Gambar 3
Kondisi Permukiman di Kota Bandung
(http://www.bandungaktual.com)
Data lain dari BPS Kota Bandung menunjukkan, penduduk Kota Bandung
berdasarkan Proyeksi Sensus Penduduk 2010 adalah 2.424.957 orang dengan
komposisi penduduk laki-laki sebanyak 1.230.615 orang dan penduduk
perempuan sebanyak 1.194.324 orang. Rata-rata kepadatan penduduk Kota
Bandung 14,494 jiwa/Km2, dilihat dari segi kepadatan penduduk per kecamatan,
maka Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan daerah terpadat dengan kepadatan
penduduk 38,983 jiwa/km2. Data Pemerintah Provinsi Jabar menyebutkan angka
2,536.649 jiwa. Data resmi di website Pemerintah Kota Bandung menunjukkan,
jumlah rumah tangga Kota Bandung adalah sebanyak 644.709 rumah tangga
dengan jumlah rata-rata 3,8 jiwa per rumah tangga.
Penduduk Kota Bandung menurut Registrasi Penduduk sampai dengan bulan
Maret 2004 berjumlah 2.510.982 jiwa dengan luas wilayah 16.729,50 Ha. (167,67
km2 ), sehingga kepadatan penduduknya per hektar sebesar 155 jiwa. Komposisi
penduduk warga negara asing yang berdomisili di Kota Bandung adalah sebesar
4.301 jiwa. Jumlah warga negara asing menurut catatan Kantor Imigrasi
Bandung yang berdiam tetap di Kota Bandung setiap bulannya rata-rata sebesar
2.511 orang, sedangkan jumlah warga negara asing yang berdiam sementara di
Kota Bandung setiap bulannya rata-rata sebesar 5.849 jiwa.
Gambar 4
Peta Persebaran Penduduk di Jawa Barat
(Sumber: pusdalisbang.jabarprov.go.id)
Kota Bandung merupakan kota terpadat di Jawa Barat, penduduknya didominasi
oleh etnis Sunda, sedangkan etnis Jawa merupakan penduduk minoritas terbesar
di kota ini dibandingkan etnis lainnya. Pertambahan penduduk Kota Bandung
awalnya berkaitan erat dengan ada sarana transportasi kereta api yang dibangun
sekitar tahun 1880 yang menghubungkan kota ini dengan Jakarta (sebelumnya
bernama Batavia) (Ekajati et al, 1985:63). Pada tahun 1941 tercatat sebanyak
226.877 jiwa jumlah penduduk Kota Bandung. Kemudian setelah peristiwa yang
dikenal dengan Long March Siliwangi, penduduk kota ini kembali bertambah
dimana pada tahun 1950 tercatat jumlah penduduknya sebanyak 644.475 jiwa.
(Sariyun, 1993:32)
Tabel I
Sejarah Kependudukan Kota Bandung
Tahun
Jumlah penduduk
1941
226.877
1950
644.475
2005
2.315.895
2006
2.340.624
2007
2.364.312
2008
2.390.120
(Sumber: http://jabar.bps.go.id)
3.7 Penggunaan Lahan di Kota Bandung
Pada saat ini Kota Bandung yang digunakan sebagai lahan terbangun yang cukup
padat terutama di bagian pusat kota, sehingga memaksakan perlu adanya
pengembangan fisik ke arah pinggiran kota. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2011, penggunaan tanah berdasarkan jenis penggunaannya
yang paling terbesar yaitu untuk kegiatan pemukiman yaitu sebesar 8739,983 Ha.
Untuk lebih jelasnya mengenai penggunaan tanah berdasarkan jenis
penggunaannya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel II
Jenis Penggunaan Tanah di Kota Bandung
No
.
1.
2.
3.
4.
Jenis Penggunaan Tanah
Luas (Ha)
Pemukiman
Fasilitas Umum
Kantor & Pemerintahan
Kesehatan
8739,983
191,413
360,902
37,288
5.
6.
Pendidikan
Perdagangan & Jasa
Pertahanan dan
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
270,581
629,946
226,132
Keamanan
Bandara
Kuburan
Industri
Instalasi
Taman/rumput
Kebun Campuran
Pertanian Lahan Kering
Pertanian Lahan Basah
Tanah Kosong
Jalan
Kolam
Sungai
71,068
137,576
774,471
27,530
265,118
614,463
614,463
1955,047
320,242
1167,647
14,454
96,100
16.817,94
Jumlah
4
(Sumber: Kota Bandung Dalam Angka 2011)
Banyaknya jenis kegiatan yang berjalan di Kota Bandung, terjadinya perubahan
pemanfaatan ruang, terdapatnya pemukiman kumuh dengan kondisi lingkungan
yang tidak sehat, terbatasnya lahan untuk tempat pemakaman umum (TPU) dan
belum tersedianya lahan untuk sektor informal pada akhirnya memberikan
tekanan berat pada kondisi fisik alam Kota Bandung. Berbagai masalah
lingkungan muncul di antaranya: penurunan air tanah, penurunan kualitas air
tanah, suhu udara yang semakin meningkat, kualitas udara menurun, masalah
sampah yang belum dapat ditangani secara optimal, luas lahan terbuka yang
berfungsi lindung sangat sedikit dan terancam keberadaannya, ketidakseimbangan
kegiatan antarwilayah dan sebagainya.
(http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/587/jbptunikompp-gdl-mfahmiiska-29301-9unikom_m-i.pdf)
3.8 Iklim dan Cuaca Kota Bandung
Terletak sedikit di atas 750 meter di atas permukaan laut dan dikelilingi oleh
perbukitan vulkanik dan pegunungan, Bandung adalah ibu kota provinsi Jawa
Barat di Indonesia. Bandung memiliki iklim tropis tetapi tetap dingin daripada
kebanyakan tempat lain di Indonesia. Kota ini bersuhu sekitar 25-30 oC pada siang
hari dan 18-25 oC pada malam hari sepanjang tahun, memiiliki curah hujan ratarata 200,4 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 21,3 hari per bulan Khas untuk
iklim tropis, Bandung tidak memiliki musim dingin atau musim panas yang
berbeda dan suhu tetap konstan sebagian besar sepanjang tahun dengan fluktuasi
ringan. Bahkan, cuaca di sini dapat diklasifikasikan menjadi basah dan kering
karena musim hujan memiliki peran penting dalam iklim tempat itu. Musim hujan
di Bandung dimulai dari awal Oktober dan berlangsung sampai akhir April
dengan kelembaban rata-rata 85 persen, suhu menyentuh hampir 30o C dan curah
hujan rata-rata 220 milimeter per bulan. Namun pada beberapa tahun belakangan
mengalami peningkatan suhu yang disebabkan antara lain oleh polusi dan
meningkatnya pemanasan global (global warming).
(http://forum.detik.com/cuaca-di-bandung-t343377.html).
3.9 Kondisi Air Tanah di Bandung
Akibat tingginya konsumsi air baku untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan
industri, termasuk perhotelan, cadangan air tanah di Cekungan Bandung semakin
memprihatinkan. Para ahli memperkirakan, pada 10–20 tahun mendatang,
kawasan Bandung Raya terancam krisis air tanah. Mimpi buruk itu seakan nyata
lantaran pemerintah daerah tidak bias menyediakan air bersih dan air baku bagi
masyarakat. Kondisi air tanah di Bandung kian memprihatinkan. Meskipun masih
bisa dimanfaatkan, tetapi debit penggunaannya harus terus dibatasi. Selain itu,
pembangunan ekonomi yang dijalankan pemerintah pun harus tetap memerhatikan
aspek pelestarian alam.
Kini air tanah di Cekungan Bandung banyak dimanfaatkan untuk keperluan
industri, perniagaan, dan apartemen. Akibatnya, permukaan air di cekungan
Bandung, setiap tahun terus menurun dan pasokan air tanah di Kota Bandung
sudah kritis. Jika pengambilan air tanah ini terus berlangsung, maka pengaruhnya
sangat buruk. Permukaan air tanah akan terus menurun, dan hal ini sudah terjadi
di Rancaekek yang merupakan bagian dari Cekungan Bandung. Selain
itu, pengambilan air tersebut akan mengakibatkan pergeseran tanah dan
mengakibatkan pengeroposan tanah. Menipisnya pasokan air tanah, di antaranya
disebabkan semakin banyaknya sumur artesis dan peruntukan lahan yang tidak
sesuai dengan tata ruang. Akibatnya, penggunaan air sulit terkendali.
Sekarang air tanah sangat diandalkan untuk kegiatan perekonomian. Padahal,
prioritas penggunaan air tanah ialah untuk pemakaian rumah tangga. Ini terjadi
karena Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) tidak dapat memenuhi seluruh
kebutuhan industri, sementara pasokan air permukaan terbatas dan sudah banyak
yang tercemar serta pasokan air tanah saat ini mengalami penurunan sekitar 60
persen dari debit air semula yang berkisar 20-40 liter per detik, menjadi sekitar
lima liter per detik.
Saat ini pun air hujan sebagai sumber pengisi air tanah itu semakin berkurang
curahannya dari tahun ke tahun. Curah hujan yang mencapai 3000-an mm pada
tahun 1800-an menjadi hanya 2000-an mm pada tahun 2000. Sebaliknya, yang
menyedot air tanah semakin berlebihan. Para penyedot air untuk kepentingan
industri yang begitu boros air, serta semakin merebaknya bisnis air bening dalam
kemasan telah menyumbang semakin dalamnya muka air tanah. Akibatnya, sumur
harus dibor lebih dalam lagi karena muka air tanah dangkal (kedalaman 140 m)
telah turun sekitar 1-10 m, muka akuifer tengah (40-150 m) turun sekitar 10-80 m,
dan akuifer dalam (150 m) turun sekitar 50-80 m. Fakta berikutnya dari
penurunan muka air tanah itu adalah adanya beberapa kawasan yang amblas di
Cekungan Bandung, seperti terjadi di Leuwigajah, Rancaekek, Dayeuhkolot, dan
Kopo.
Muka air tanah di Bandung pada saat ini berada sekitar 100 meter di bawah muka
tanah, sebagai akibat penggunaan air tanah yang tidak terkendali dan daerah
resapan air yang semakin berkurang. Hal ini akan berdampak pada pencemaran
air, adanya daerah yang amblas, dan terjadinya kekeringan. Kemampuan manusia
untuk mencari sumber air tanah dalam purba begitu canggih, disertai teknologi
penyedotan air yang semakin luar biasa. Pompa air itu mampu menyedot air
dalam hitungan detik untuk sekian ribu kubik. Sementara perjalanan air hujan
sejak meresap ke dalam tanah hingga sampai di kedalaman lapisan tanah
memakan waktu puluhan ribu tahun. Perjalanan air tanah dari kawasan Bandung
Utara sampai di kedalaman Gedebage dan Tegalluar memakan waktu sekitar
30.000-45.000 tahun.
(http://kiagusrachmadi-kaem.blogspot.co.id/2011/09/kondisi-air-tanah-kotabandung.html)
Awalnya akuifer atau kandungan air tanah di Cekungan Bandung relatif produktif
dan tersebar merata. Selain mudah memperolehnya, juga tidak perlu membangun
sistem penyalur air. Kualitasnya pun jauh lebih baik daripada air permukaan.
Pemerhati lingkungan dari Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar
Sunda (DPKLTS) Sobirin Supardiono mengatakan, “Pengambilan air tanah
memang memungkinkan karena Cekungan Bandung memiliki daerah imbuhan air
tanah yang cukup luas. Namun, lama kelamaan upaya memperoleh air menjadi
sulit karena muka air tanah semakin turun seiring meningkatnya jumlah penduduk
dan industri.”
Berdasarkan hasil monitoring berbagai instansi dan penelitian para ahli, sejak
1972– 2002, penurunan muka air tanah di cekungan Bandung berkisar 0,05–7,70
meter/tahun. Pada 2002, sebagian besar muka air tanah di Kota Bandung berada
sekitar 100 meter di bawah muka tanah. Dari hasil penelitian Direktorat Geologi
Tata Lingkungan, diketahui bahwa penurunan muka air tanah di Kota Bandung
dan sekitarnya rata-rata 4 meter/tahun. Lembaga ini mempunyai empat titik
pemantauan air tanah,yaitu Leuwigajah (Kota Cimahi), Majalaya (Kabupaten
Bandung), Rancaekek (Kabupaten Bandung), dan Kebon Kawung (Kota
Bandung). Di beberapa titik pantau tersebut, saat ini kedalaman muka air tanah
sudah mencapai minus 80 meter sampai minus 90 meter.Padahal, pada 20–25
tahun yang lalu, muka air tanah di titik pantau tersebut antara 0 hingga plus 10
meter. Bila permukaan air tanah terus turun diperkirakan dalam kurun 20 tahun
mendatang, akan terjadi ancaman krisis air tanah. Untuk beberapa daerah tertentu,
krisis air ini bisa terjadi sekitar 10 tahun lagi. Berdasarkan kondisi ini, Pemprov
Jawa Barat telah menetapkan zona air bawah tanah kritis dan rawan.
Fenomena menarik dari hasil pengamatan Dinas Pertambangan dan Energi Jabar
ketika krisis moneter tahun 1998, muka air tanah Kota Bandung justru naik sekitar
2 meter. Kenaikan muka air tanah ini diduga banyak pabrik berhenti produksi
hingga penggunaan air tanah berkurang. Pengambilan air tanah dan jumlah sumur
sejak 1900–2003 menunjukkan awalnya perbandingan antara jumlah sumur dan
jumlah air yang diperoleh cukup tinggi. Kemudian, perbandingan ini terus
menurun Sejak awal 1990-an, untuk mendapatkan jumlah air yang sama
diperlukan lebih banyak sumur. Dengan demikian, produktivitas air tanah terus
menurun karena jumlah sumur bor dan persediaan air tanah ini tidak seimbang.
Dari 550 pabrik yang tersebar di cekungan Bandung, 80% di antaranya
merupakan industri tekstil yang mengambil kebutuhan airnya dari tanah.
Berdasarkan data Direktorat Geologi Tata Lingkungan dan Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Jabar, total kebutuhan air bersih di cekungan
Bandung pada 2000 sekitar 1.265.204 juta m3/tahun. Sedangkan, PDAM hanya
mampu menyediakan 43% dari kebutuhan tersebut.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Pemanfaatan air tanah di Bandung dengan metode konservasi sangat penting
untuk mendukung produktivitas dan kualitas air untuk masyarakat, khususnya
petani. Pemompaan air tanah hanya dapat diizinkan sesuai dengan kecepatan
sirkulasinya. Pemanfaatan air tanah bebas dalam lapisan yang dangkal di daerah
persawahan padi dapat dilaksanakan terdahulu karena tidak akan terjadi
penerobosan air asin, kecuali daerah pantai. Pemanfaatan air tanah bebas di
lapisan yang dalam tidak perlu dikhawatirkan karena jenis air tanah ini merupakan
air tanah celah. Pemanfaatan air tanah terkekang di lapisan yang dalam terdapat di
dataran aluvium dengan lapisan-lapisan endapan yang dalam sangat banyak
dilakukan maka penurunan tanah sering terjadi karena pemompaan. Konservasi
air tanah di daerah pertanian dengan pembuatan sistem pengamatan permukaan air
tanah dan neraca air. Metode lainnya adalah dengan melakukan pengisian kembali
secara buatan (recharge) dengan membuat lubang-lubang biopori.
4.2 Saran
Pemanfaatan air tanah di Bandung dapat dilakukan secara efisien tetapi
keberhasilannya sangat ditentukan oleh kondisi biofisik, sosial ekonomi, dan
keinginan masyarakat. Hal tersebut perlu dicermati mengingat tidak ada satupun
teknik konservasi yang sempurna. Setiap teknik konservasi membutuhkan
persyaratan tertentu agar teknik tersebut efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Chay. 2002. “Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai”.
Yogyakarta: Penerbit Universitas Gadjah Mada.
Alam, M. Fahmi Iskandar. 2012. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
DAN KARAKTERISTIK PEMAKAMAN DI KOTA BANDUNG.
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/587/jbptunikompp-gdl-mfahmiiska29301-9-unikom_m-i.pdf. Dikunjungi pada 14 November 2015.
Asmirawati, A.F. 2005. Perencanaan Jembatan Cable Stayed Pasupati –
Bandung. http://eprints.undip.ac.id/34565/5/1593_chapter_II.pdf.
Dikunjungi pada 14 November 2015.
Bubs. 2013. Kota Bandung Mengalami Krisis.
http://www.kaskus.co.id/lastpost/525aa95859cb17a46c000009.
Dikunjungi pada 17 November 2015.
Chow, Ven te. 1978. Advances in Hydroscience. London: Academic Press.
Chow, Ven te, et al. 1988. Applied Hydrology. New York: McGraw-Hill.
Dinas Kesehatan Kota Bandung. 2013. Profil Kesehatan Kota Bandung Tahun
2012. http://dinkes.bandung.go.id/wp-content/uploads/2013/10/BAB-IIPROFIL-KESEHATAN-KOTA-BANDUNG-TAHUN-12.pdf. Dikunjungi 14
November 2015.
Ekajati, Edi Suhardi et al. 1985. Sejarah Kota Bandung, 1945-1979. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional, Proyek Invetarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.
Fetter, C. W. 1994. Applied Hydrogeology. New Jersey: Prentice Hall.
Firman, Muhammad dan Amal Nur Ngazis. 2011. Air Tanah Jakarta dan
Bandung Mengkhawatirkan.
http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/263325-lipi--air-tanah-diperkotaan-mengkhawatirkan. Dikunjungi pada 17 November 2015.
Hadipurwo, Satriyo dan Danaryanto. 2006. “Konservasi Sebagai Upaya
Penyelamatan Air Tanah di Indonesia”. Direktorat Pembinaan
Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah Direktorat Jenderal
Mineral Batubara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral.
Hendrayana, Heru.2002.”Dampak Pemanfaatan Air Tanah”.Yogyakarta:
Departemen Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada.
Herlambang, A. 1996. “Kualitas Air Tanah Dangkal di Kabupaten Bekasi”.
Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Johnson, Gerald. 1972. Geology of the Yorktown, Poquoson West, and Poquoson
East Quadrangles, Virginia. Charlottesville: Virginia Division of Mineral
Resources.
Kalsum, Umi. 2010. Bandung Terancam Krisis Air, Tahura Ditambah.
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/143221bandung_terancam_krisis_air__tahura_ditambah. Dikunjungi pada 22
November 2015.
Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Badan Geologi. 2010. Kandungan
Unsur Air Tanah. http://www.pag.bgl.esdm.go.id/siat/?
q=content/kandungan-unsur-dalam-air-tanah. Dikunjungi 3 November
2015.
Kodoatie, J. Robert. 1996. Pengantar Hidrogeologi. Yogyakarta: Andi Offset.
Pamungkas, Putra. 2008. Dari Mana Asal Air Tanah?.
https://klastik.wordpress.com/2008/03/27/dari-mana-asal-air-tanah/.
Dikunjungi pada 3 November 2015.
Pollling7. 2012. Cuaca di Bandung. http://forum.detik.com/cuaca-di-bandungt343377.html. Dikunjungi pada 22 November 2015.
Putra, Kiagus Rachmadi Eka. 2011. Kondisi Air Tanah Kota Bandung.
http://kiagusrachmadi-kaem.blogspot.co.id/2011/09/kondisi-air-tanahkota-bandung.html. Dikunjungi pada 22 November 2015.
Roel. 2007. Air Tanah? Apa dan Bagaimana Mencarinya?.
http://www.fishyforum.com/fishysalt/fishyronment/9689-airtanah-apa-danbagaimana-mencarinya.html. Dikunjungi pada 3 November 2015.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
2004 Jakarta: Sekretariat Negara.
Sariyun, Y. dan H. S. Martodirdjo. 1993. Pembinaan Disiplin di Lingkungan
Masyarakat Kota di Jawa Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan
Nilai Tradisional, Proyek Invetarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.
Sinta, Dwi Ari. 2010. Air Tanah Proses. http://arisinta.blogspot.co.id/p/air-tanahproses.html. Dikunjungi pada 3 November 2015.
Soemarto, C.D. 1986. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional.
Suganda, Her. 2007. Jendela Bandung, Pengalaman Bersama Kompas. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas.
Wilson, E.M. 1993. Hidrologi Teknik. Bandung: Penerbit Institut Teknologi
Bandung.
RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS
Nama
: Keithcar Llang Mayo
Nama panggilan
: Kicar
Tempat, tanggal lahir : Kotabumi, 12 November 1997
Jenis kelamin
: Pria
Agama
: Islam
Status perkawinan
: Belum Menikah
Pekerjaan
: Mahasiswa
Alamat asal
: Jl. Kapten Mustofa No.36 Kotabumi, Lampung
Alamat di Bandung
: Jl. Dago Pojok No.22a
RIWAYAT PENDIDIKAN
SD
: SDN 4 Tanjungaman, Kotabumi, Lampung Utara (2003-2009)
SMP
: SMPN 7 Kotabumi, Lampung Utara (2009-2012)
SMA : SMAN 2 Bandarlampung, Lampung (2012-2015)
PT
: Institut Teknologi Bandung, FTTM (2015-sekarang)
IDENTITAS
Nama
: Vicky Aji Pangestu
Nama panggilan
: Aji
Tempat, tanggal lahir : Pringsewu, 25 April 1997
Jenis kelamin
: Pria
Agama
: Islam
Status perkawinan
: Belum Menikah
Pekerjaan
: Mahasiswa
Alamat asal
: Gading Rejo, Lampung
Alamat di Bandung
: Asrama ITB Kidang Pananjung
RIWAYAT PENDIDIKAN
SD
: SDN 1 Karangsari, Padangratu, Lampung Tengah (2003-2009)
SMP
: SMPN 1 Gadingrejo, Gadingrejo, Pringsewu (2009-2012)
SMA : SMAN 1 Gadingrejo, Gadingrejo, Pringsewu (2012-2015)
PT
: Institut Teknologi Bandung, FTTM (2015-sekarang)
IDENTITAS
Nama
: Gabriel Powericho Luo Daely
Nama panggilan
: Gabriel/Pow/Erich
Tempat, tanggal lahir : Surabaya, 12 Februari 1998
Jenis kelamin
: Pria
Agama
: Kristen Protestan
Status perkawinan
: Belum Menikah
Pekerjaan
: Mahasiswa
Alamat asal
: Jln. Purnawairawan Perum Taman Gunter Blok E11,
Tanjungkarang Barat, Bandarlampung
Alamat di Bandung : Jln. Sangkuriang Gg. Mamah Ating No. 37/154E, Bandung
RIWAYAT PENDIDIKAN
SD
: SD Fransiskus 1 Tanjungkarang, Bandarlampung (2004-2010)
SMP
: SMP Fransiskus Tanjungkarang, Bandarlampung (2010-2013)
SMA : SMAN 2 Bandarlampung, Bandarlampung (2013-2015)
PT
: Institut Teknologi Bandung, FTTM (2015-sekarang)