Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dan PBL Ditinjau dari Hasil Belajar Tematik Siswa Kelas 5 SD

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Pembelajaran Tematik SD

a. Pengertian Pembelajaran Tematik

  Pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang menggabungkan beberapa materi pembelajaran dari beberapa mata pelajaran ke dalam tema (Trianto, 2009: 84). Model pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu dengan suatu sistem pembelajaran yang dapat memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok aktif dalam menggali dan menemukan konsep yang bermakna dan autentik (Rusman, 2012: 254).

  Berdasarkan tema-tema pembelajaran yang ada, diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya: (1) Siswa dapat dengan mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu (2) Siswa dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama (3) Siswa memiliki kesan dalam memahami konsep pembelajaran (4) Guru dapat mengembangkan kompetensi dasar dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi yang dimiliki siswa (5) Materi disajikan dalam konteks tema yang jelas sehingga siswa mampu merasakan manfaat dan makna belajar; (6) Siswa lebih bergairah dalam belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi yang nyata serta dapat mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain (7) Beberapa mata pelajaran dapat dipersiapkan sekaligus sehingga dapat diselesaikan dalam dua sampai tiga pertemuan, sehingga dapat menghemat waktu.

b. Tujuan Pembelajaran Tematik

  Pembelajaran tematik SD memiliki tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dalam ranah afektif, kognitif dan psikomotorik. Menurut Kemendikbud (2013), tujuan pembelajaran tematik adalah : 1. Perhatian terpusat pada satu tema atau topik tertentu.

  2. Kompetensi muatan pelajaran dipelajari dan dikembangkan dalam tema yang sama.

  3. Siswa dapat memahami materi dengan lebih mendalam dan berkesan.

  4. Kompetensi berbaha siswa dapat dikembangkan dengan mentkan berbagai muatan pelajaran dengan pengalaman pribadi siswa.

  5. Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata (bercerita, bertanya, menulis maupun mempelajari pelajaran lainnya).

  6. Manfaat dan makna belajar lebih terasa bermanfaat karena materi yang disajikan dalam tema yang jelas.

  7. Beberapa mata pelajaran dapat dipersiapkan sekaligus sehingga dapat diselesaikan dalam dua sampai tiga pertemuan, sehingga dapat menghemat waktu.

  8. Budi pekerti dan moral siswa dapat dikembangkan dengan mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai situasi dan kondisi.

1) Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Tematik

  Pembelajaran tematik menekankan pada keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Menurut Suryosubroto (2009: 136-137), ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam pembelajaran tematik yaitu : a. Kelebihan pembelajaran tematik :

  1. Pembelajaran tematik bersifat menyenangkan karena sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.

  2. Pengalaman dan kegiatan belajar sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa.

  3. Pembelajaran terasa berkesan dan bermakna sehingga hasil belajar akan bertahan lebih lama.

  4. Keterampilan sosial siswa dapat tumbuh malalui pembelajaran tematik seperti bekerja sama, toleransi, komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

  b. Kekurangan pembelajaran tematik : 1.

  Guru dituntut memiliki keterampilan dan kreatifitas yang tinggi.

2. Tidak setiap guru mampu mengimplementasikan secara tepat kurikulum dengan konsep yang ada dalam mata pelajaran.

  Berdasarkan kelebihan dan kekurangan pembelajaran tematik tersebut maka dapat dinyatakan bahwa guru harus memiliki keterampilan dan kreatifitas yang tinggi serta mampu mengintegrasikan kurikulum dengan konsep-konsep yang tepat agar pembelajaran yang dilakukan tidak hanya menarik, menyenangkan dan berkesan bagi peserta didik melainkan juga semakin bermakna dan dapat dipahami secara menyeluruh oleh peserta didik. Oleh karena itu, diperlukan kreatifitas yang tinggi bagi seorang guru dalam menyampaikan pembelajaran tematik melalui model pembelajaran yang tepat dan bervariasi.

2) Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Tematik Kelas 5 Semester

  II Kompetensi inti adalah tingkat kemampuan yang harus dicapai

  siswa untuk mencapai standar kompetensi lulusan pada setiap tingkat kelas (Permendikbud No. 24 Tahun 2016). Kurikulum 2013 mempunyai cita-cita luhur berupa berkarakter mulia, keterampilan yang tepat, proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, sifat pembelajaran yang kontekstual dan terpadu. Dalam hal ini pembelajaran tematik menekankan pada 3 aspek dalam kompetensi inti, yaitu KI 2 (sikap), KI 3 (pengetahuan) dan KI 4 (spiritual) secara proporsional.

  Kompetensi inti (KI) Tematik kelas 5 semester 2 dirangkum dalam tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1 KI Tematik Kelas 5 SD/MI Semester 2

  Kompetensi Inti 1. Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya.

  2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, santun, percaya diri, peduli, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, tetangga, dan negara.

  3. Memahami pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat dasar dengan cara mengamati, menanya,dan mencoba berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, serta benda- benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah, dan tempat bermain.

  4. Menunjukkan keterampilan berpikir dan bertindak kreatif, produktif,kritis, mandiri, kolaboratif, dan komunikatif. Dalam bahasa yang jelas,sistematis, logis dan kritis, dalam karya yang estetis, dalam gerakanyang mencerminkan anak sehat, dan tindakan yang mencerminkan perilaku anak sesuai dengan tahap perkembangannya.

  Kompetensi dasar yaitu kemampuan dan materi pembelajaran minimal yang harus dicapai oleh siswa dalam suatu mata pelajaran pada masing-masing satuan pendidikan yang mengacu pada kompetensi inti (Permendikbud No. 24 Tahun 2016).

  Kompetensi dasar (KD) tematik tema 8 Lingkungan Sahabat Kita subtema 2 Perubahan Lingkungan pembelajaran 1 kelas 5 semester 2 dirangkum dalam tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2 KD Tema 8 Subtema 2 Pembelajaran 1 Kelas 5 SD/MI Semester 2

  Muatan Pelajaran Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia

  3.8 Menguraikan urutan peristiwa atau tindakan yang terdapat pada teks nonfiksi.

  4.8 Menyajikan kembali peristiwa atau tindakan dengan memperhatikan

latar cerita yang terdapat pada teks fiksi.

  IPA

  3.8 Menganalisis siklus air dan dampaknya pada peristiwa di bumi serta kelangsungan makhluk hidup.

  4.8 Membuat karya tentang skema siklus air berdasarkan informasi dari berbagai sumber.

  Dengan Kompetensi Dasar diatas, peneliti menentukan indikator sebagai berikut :

Tabel 2.3 Indikator Tema 8 Subtema 2 Pembelajaran 1 Kelas 5 SD/MI Semester 2 Muatan Kompetensi Dasar Indikator Pelajaran Bahasa

  3.8 Menguraikan urutan

  3.8.1 Siswa dapat menjelaskan dan Indonesia peristiwa atau menyimpulkan arti dan tindakan yang dampak pada perubahan terdapat pada teks lingkungan. nonfiksi.

  3.8.2 Siswa dapat menentukan cara menjaga lingkungan dalam siklus air.

  3.8.3 Siswa dapat mengidentifikasi unsur-unsur yang terdapat

  4.8 Menyajikan kembali dalam siklus air. peristiwa atau

  4.8.1 Siswa dapat menjabarkan tindakan dengan peristiwa pada bacaan “Siklus memperhatikan latar Air Tanah” dalam bentuk cerita yang terdapat bagan. pada teks fiksi.

  IPA

  3.8 Menganalisis siklus air

  3.8.1 Siswa dapat menentukan dan dampaknya pada faktor-faktor yang peristiwa di bumi mempengaruhi siklus air. serta kelangsungan

  3.8.2 Siswa dapat menentukan dan makhluk hidup. menjabarkan pemanfaatan serta cara penghematan air dalam kehidupan sehari-hari.

  3.8.3 Siswa dapat mengidentifikasi membandingkan kondisi yang menyebabkan terjadinya air tanah dan air permukaan.

  3.8.4 Siswa dapat menguraikan proses terbentuknya air tanah dan air permukaan berkaitan dengan sifat porositas batu

  4.8 Membuat karya tentang

  4.8.1 Siswa dapat membuat gambar skema siklus air siklus air tanah. berdasarkan informasi dari berbagai sumber.

2.1.2 Model Pembelajaran

  Model pembelajaran merupakan pedoman dalam merencanakan pembelajaran yang akan dilaksanakan baik di kelas ataupun tutorial dan alat-alat yang dibutuhkan dalam pembelajaran (Joyce, 2009: 4). Model melakukan praktik pembelajaran di kelas (Hamzah, 2014: 153). Dari dua pandangan model pembelajaran di atas, definisi model pembelajaran pada dasarnya sama, yakni sebagai landasan dalam merancang pembelajaran baik di sekolah maupun di luar sekolah menggunakan alat-alat pembelajaran.

2.1.3 Model Pembelajaran Tipe Discovery Learning (DL)

2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Tipe Discovery Learning (DL)

  Discovery Learning sesuai apa yang tercantum dalam

  Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 pada lampiran III adalah sebagai berikut: Model pembelajaran Discovery Learning mengarahkan peserta didik untuk memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery learning adalah salah satu level pembelajaran inkuiri yang mempunyai tujuan agar siswa dapat menemukan konsep dalam pembelajaran dengan panduan dari guru (Balim, 2009: 2). Pada penggunaan discovery learning, pengalaman langsung yang dialami siswa dalam menemukan konsep akan menarik perhatian peserta didik, membuat peserta didik antusias dan memungkinkan terbentuknya konsep-konsep abstrak, penyerapan materi yang lebih mudah, motivasi yang meningkat, serta pembelajaran yang lebih realistik dan bermakna (Illahi, 2012: 70).

  Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang menekankan peserta didik untuk menggunakan keterampilan dan kemampuannya dalam mencari jawaban dari permasalahan yang diberikan oleh guru. Dengan kata lain, peserta didik dilatih menarik kesimpulan dari fakta-fakta hasil pengamatan melalui percobaan yang telah dilaksanakan.

  

2.1.3.2 Sintaks/Langkah-langkah Model Pembelajaran Discovery Learning

(DL)

  Tahap pelaksanaan discovery learning di atas meliputi enam tahap yaitu stimulation, problem statement, data collection, data processing,

  verification, generalization berikut uraian langkah metode discovery learning dalam melaksanakan pembelajaran menurut Sani dan Kurniasih

  (2014: 30-34) meliputi:

  1. Menciptakan stimulus atau rangsangan (Stimulation) Kegiatan guru dalam menciptakan stimulus kepada siswa dilakukan ketika siswa sedang melakukan aktivitas mengamati fakta dan fenomena dengan cara melihat, mendengar, membaca dan menyimak.

  2. Menyiapkan adalah pernyataan masalah (Problem Statement).

  Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, lalu salahatu masalah tersebut dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis atau jawaban sementara.

  3. Mengumpulkan data (Data Collecting) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis dengan cara mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dengan mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri maupun mencari literatur.

  4. Mengolah data (Data Processing) Setelah semua informasi didapatkan, seluruhnya diolah dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Hal ini berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

  5. Memverifikasi data (Verification) Giswa memeriksa secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data yang telah diolah. Verifikasi bertujuan agar proses belajar berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

  6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi) Tahap generalisasi adalah proses menarik kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.

Tabel 2.4 Sintaks Model Pembelajaran Discovery Learning (DL)

  Fase Kegiatan Guru Fase 1 Stimulation (pemberian rangsangan) Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

  Fase 2 Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)

  Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian pilih salah satu masalah dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah). Fase 3 Data collection (pengumpulan data) Guru memberi kesempatan siswa mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya untuk menjawab hipotesis. Fase 4 Data processing (pengolahan data) Guru membimbing siswa agar mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Fase 5 Verification (pembuktian) Guru membimbing siswa agar memeriksa secara cermat berbagai informasi yang didapat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan

  Fase 6 Generalization (menarik kesimpulan/ generalisasi)

  Guru membimbing siswa untuk mengevaluasi proses penyelesaian masalah yang telah mereka diskusikan dan bersama-sama menarik kesimpulan.

2.1.3.3 Kelebihan Langkah Model Pembelajaran Discovery Learning (DL)

  Model pembelajaran Discovery Learning memiliki keuntungan/kelebihan diantaranya yaitu dapat membantu siswa dalam memperbaiki dan meningkatkan keterampilan dan proses kognitif, menguatkan ingatan dalam memperoleh pengetahuan karena siswa dituntut untuk menemukan sendiri dan bekerjasama dengan kelompok, menimbulkan rasa senang saat menyelidiki dan menemukan konsep atau pengetahuan baru, berpusat pada siswa sehingga berperan aktif dalam mengeluarkan gagasan, mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri, mendorong siswa merumuskan hipotesis sendiri, siswa dapat memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar (Kurniasih, 2014:66).

  Sedangkan kelebihan model pembelajaran discovery learning yaitu membantu siswa untuk mengembangkan konsep yang didapat, memperbanyak kesiapan serta penguasan keterampilan, pengetahuan yang didapat siswa dapat meninggalkan kesan sehingga mudah diingat, membangkitkan semangat belajar siswa, memberikan kesempatan siswa untuk berkembang sesuai kemampuan masing-masing, meningkatkan kepercayaan diri siswa, berpusat pada siswa dengan kata lain guru hanya sebagai fasilitator (Roestiyah, 2012: 20-21)

  Pembelajaran menggunakan model pembelajaran discovery

  learning lebih berpusat kepada siswa. Hal ini berarti, siswa akan lebih

  terlihat aktif ketika proses pembelajaran berlangsung. Siswa juga diminta untuk mencari tahu sendiri informasi melalui percobaan yang dilaksanakan. Hal ini akan menumbuhkan rasa senang dan percaya diri pada siswa saat mengikuti proses pembelajaran yang berdampak meningkatnya hasil belajar siswa.

2.1.3.4 Kelemahan Langkah Model Pembelajaran Discovery Learning (DL)

  Adapun kekurangan model discovery learning dalam pembelajaran menurut Kurniasih (2014:67) yaitu, siswa yang kurang pandai akan mengalami kesulitan abstrak dalam berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, tidak efisien jika digunakan untuk mengajar siswa dalam jumlah yang banyak karena membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk menemukan pemecahan masalah, lebih cocok untuk mengembangkan aspek konsep sedangkan aspek keterampilan dan emosi kurang mendapat perhatian.

  Berdasarkan kekurangan dalam model pembelajaran discovery

  learning tersebut, pembelajaran tematik menggunakan model

  pembelajaran discovery learning tidak serta merta dapat mempermudah seluruh peserta didik dalam mengasah keterampilan dan memahami konsep pembelajaran. Sehingga guru harus menyesuaikan strategi pembelajaran dengan minat dan kebutuhan dari setiap peserta didik.

2.1.4 Model Pembelajaran Tipe Problem Based Learning (PBL)

2.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Tipe Problem Based Learning (PBL)

  Problem Based Learning merupakan salah satu model

  pembelajaran yang dapat digunakan sesuai dengan kurikulum dan proses pembelajaran. Di dalamnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa untuk memperoleh pengetahuan yang penting sehingga membuat siswa mahir dalam memecahkan masalah dan memiliki strategi belajar sendiri serta turut serta berpartisipasi dalam tim (Amir, 2009:21). Model pembelajaran problem based learning didasarkan pada prinsip dalam menggunakan masalah sebagai titik awal akuisisi dan integrasi pengetahuan baru (Cahyo, 2013: 283). Pembelajaran ini dirancang sedemikian rupa agar siswa mendapatkan pengetahuan penting supaya mahir dalam memecahkan masalah dan berpartisipasi dalam tim.

  Model pembelajaran problem-based learning menurut Karaduman (2013),

  problem-based learning (PBL), aims students to gain autonomous learning, independent study, inquisition and problem-solving skills; and it is an approach in which individuals are confronted with simulated situations like the ones they are probable to face in their daily lives and encouraged to learn individually through self-study and research. This method being used in mathematics classes has an importance for the permanent storage of knowledge. One other factor which affects the students’ learning is their efficient and proper way of study.

  Model PBL ini menyebabkan motivasi dan rasa ingin tahu menjadi segi peranan guru. Guru tidak hanya berada di depan kelas sebagai pemandu siswa dalam menyelesaikan permasalahan dengan memberikan langkah-langkah penyelesaian yang sudah jadi, melainkan guru berkeliling kelas untuk memfasilitasi siswa berdiskusi, memberikan pertanyaan dan membantu untuk menjadi lebih sadar akan pentingnya pembelajaran (Pratiwi dkk, 2013).

2.1.4.2 Sintaks/Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Based

  Learning (PBL)

  Tahap pelaksanaan problem based learning di atas meliputi lima tahap. Berikut uraian langkah model pembelajaran problem based learning dalam melaksanakan pembelajaran menurut Sani dan Kurniasih (2014: 40- 44) meliputi:

  Sintaksis PBL dalam penelitian ini meliputi lima tahapan, yaitu :

  a. Mengorientasikan siswa pada masalah Pada tahap ini guru mengawali pembelajaran dengan menyampaikan topik materi pembelajaran dan tujuan pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar yang akan di capai. Selanjutnya guru memberikan motivasi kepada siswa agar terlibat aktif dalam pembelajaran.

  b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar Pada tahap ini guru mengorganisasikan kondisi kelas, apakah siswa dikondisikan secara berpasangan atau secara berkelompok tergantung tingkat masalah yang diberikan kepada siswa untuk didiskusikan. Apabila dikondisikan secara berpasangan, akan lebih efektif dan efisien apabila dipasangkan dengan teman semejanya. Seandainya dikondisikan berkelompok, setia p kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa

  dengan memperhatikan heterogenitas anggotanya, dimana anggota kelompok mempunyai kemampuan akademik yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Selanjutnya guru memberikan lembar

  aktivitas siswa yang berisi masalah berkaitan dengan materi yang akan

dipelajari serta media pembelajaran pendukung dalam diskusi. c. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Pada tahap ini guru meminta siswa mencermati masalah dalam lembar aktivitas siswa . Selanjutnya guru melakukan monitoring dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan baik secara individual maupun kelompok, bertanya tentang pemikiran siswa dalam menyelesaikan masalah, serta memotivasi semua siswa agar terlibat aktif dalam penyelesaian masalah. Sedangkan kegiatan siswa adalah melakukan penyelidikan, mengembangkan cara berpikir mereka dengan menemukan masalah, membangun pemahamannya sendiri terhadap konsep, serta mencari penyelesaian masalah untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan.

  d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Pada tahap ini siswa mempresentasikan hasil diskusi mereka agar ditanggapi oleh siswa lain. Tahap ini dilakukan agar terjadi tukar ide atau pendapat antar siswa sehingga memungkinkan dapat membantu meminimalkan perbedaan ataupun kesalahan dalam penyelesaian masalah siswa. Sehingga guru berperan untuk membimbing dialog dan tanya jawab antar siswa serta mengarahkan ke penyelesaian yang diinginkan sebelum adanya evaluasi.

  e. Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah Pada tahap ini guru membimbing siswa untuk mengevaluasi proses penyelesaian masalah yang telah mereka diskusikan dan presentasikan.

  Selanjutnya guru dan siswa bersama-sama menarik kesimpulan dari materi pembelajaran yang telah dipelajari.

Tabel 2.5 Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Fase Kegiatan Guru

  Fase 1 Mengorientasikan siswa pada masalah Guru mengawali pembelajaran dengan menyampaikan topik materi pembelajaran dan tujuan pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar yang akan di capai. Fase 2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar Guru mengorganisasikan kondisi kelas, apakah siswa dikondisikan secara berpasangan atau secara berkelompok tergantung tingkat masalah yang diberikan kepada siswa untuk didiskusikan. Fase 3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Guru melakukan monitoring dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan baik secara individual maupun kelompok, bertanya tentang pemikiran siswa dalam menyelesaikan masalah, serta memotivasi semua siswa agar terlibat aktif dalam penyelesaian masalah. Fase 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

  Guru berperan untuk membimbing dialog dan tanya jawab antar siswa serta mengarahkan ke penyelesaian yang diinginkan sebelum adanya evaluasi. Fase 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah

  Guru membimbing siswa untuk mengevaluasi proses penyelesaian masalah yang telah mereka diskusikan dan presentasikan dan bersama-sama menarik kesimpulan.

2.1.4.3 Kelebihan dan Kelemahan langkah Model Pembelajaran Tipe

  Problem Based Learning (PBL)

  Kelebihan model PBL (Problem Based Learning) menurut Anitah (2009: 71), ada empat keuntungan PBL (Problem Based Learning) yaitu “Memandu peserta didik belajar, memadukan materi sehinggga pemahaman lebih komprehensif, memberikan perspektif yang berbeda, dan mengajarkan keterampilan memecahkan masalah”. Keunggulan PBL terletak pada perancangan masalahnya (Amir, 2010: 32).

  Sedangkan kelemahan model pembelajaran yaitu, siswa merasa enggan mencoba ketika tidak memiliki minat dan kepercayaan diri, membutuhkan persiapan yang matang dan siswa cenderung memecahkan masalah tanpa pemahaman yang matang sehingga mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari (Sanjaya, 2014)

  Berdasarkan kelebihan dan kekurangan dalam model pembelajaran

  problem based learning tersebut, pembelajaran tematik menggunakan model pembelajaran problem based learning dapat membangun keterampilan dalam pemecahan masalah peserta didik melalui aktivitas belajar, akan tetapi guru juga memiliki peran aktif dalam menyajikan materi. Sehingga peserta didik membutuhkan peran guru dalam memotivasi dalam hal pemecahan masalah.

2.1.5 Hasil Belajar

  Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman dan proses belajar (Sudjana, 2010: 22). Sehubungan dengan pendapat itu, maka Wahidmurni, dkk. (2010: 18), menjelaskan bahwa seseorang dapat dikatakan berhasil dalam belajar apabila mampu menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan-perubahan tersebut dapat berupa dari segi kemampuan berpikir, keterampilan, maupun sikap terhadap suatu objek. Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan melakukan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpulan data yang disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar.

  Berdasarkan teori Taksonomi Bloom, hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui 3 ranah antara lain kognitif, afektif dan psikomotorik. Perinciannya adalah sebagai berikut :

  1. Ranah kognitif Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

  2. Ranah afektif Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi 5 jenjang kemampuanyaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, mengorganisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai yang kompleks.

  3. Ranah psikomotorik Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda neuromuscular (menghubungkan, mengamati).

  Tipe hasil belajar kognitif lebih mendominasi dibandingkan afektif dan psikomotorik, hal ini dikarenakan hasil belajar kognitif lebih menonjol. Namun, hasil belajar afektif dn psikomotorik juga diharuskan menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.

  Dengan demikian hasil belajar dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang diperoleh individu melalui proses belajar yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku berupa pengetahuan dan kemampuan dalam berbagai hal.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

  Sukarman (2012) menyimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada Siswa Kelas IV Semester 2 SD Negeri Batiombo 02 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang.

  Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Tatang Herman (2007) juga menyimpulkan bahwa PBL terbuka dan PBL terstruktur secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan berpikir matematis siswa dibanding pembelajaran konvensional (biasa). Namun, antara PBL terbuka dan PBL terstruktur tidak ditemukan adanya perbedaan yang berarti dalam meningkatkan kemampuan berpikir matematis siswa.

  Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Farhan (2014) tentang “keefektifan PBL dan IBL ditinjau dari prestasi belajar, kemampuan representasi matematis, dan motivasi belajar”.Dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa PBL lebih efektif dibandingkan dengan inquiry-based

  learning ditinjau dari prestasi belajar, kemampuan representasi matematis,

  dan motivasi. Hal ini didukung oleh pernyataan Widjajanti (2009, p.1), bahwa dibandingkan pendekatan pembelajaran konvensional, PBL membantu para siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan penalaran.

  Penelitian Siti Fatimah (2015) dengan judul “Eksperimentasi Model Pembelajaran Discovery Learning (DL) dan Problem Based Learning (PBL) Berbasis Assessment for Learning (AfL) Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Tingkat Motivasi Siswa“, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh model pembelajaran Discovery Learning dan

  Problem Based Learning terhadap prestasi belajar matematika.

  Penelitian Lenti Agustin (2015) dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar Matematika Antara Pendekatan Saintifik Model Discovery Learning dan

  Problem Based Learning Pada Siswa Kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu”,

  menunjukkan, bahwa: 1) Tidak ada pebedaan hasil belajar matematika pada aspek keterampilan, 2) Ada perbedaan hasil belajar matematika pada aspek pengetahuan, 3) Tidak ada pebedaan hasil belajar matematika pada aspek sikap antara pendekatan saintifik model Discovery Learning dan Problem

  Based Learning pada siswa kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu.

  Berdasarkan beberapa penelitian mengenai penerapan model pembelajaran discovery learning dan problem based learning dalam pembelajaran dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran discovery

  learning dapat menjadikan peserta didik aktif dan paham terhadap konsep

  materi yang diajarkan, sedangkan model pembelajaran problem based

  learning selain membantu mengkonstruksi pengetahuan dan keaktifan

  peserta didik, model pembelajaran tersebut juga membangun keterampilan penalaran.

2.3 Kerangka Pikir

  Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang menggabungkan beberapa muatan pelajaran menjadi sebuah tema dengan bahan ajar yang sudah ditentukan. Pembelajaran tematik juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Namun tidak seluruh siswa dapat mengikuti pembelajaran tematik dengan baik, hal ini dikarenakan dalam pembelajaran tematik siswa dituntut aktif sehingga pembelajaran yang diterima dapat bermakna.

  Penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan merupakan salah satu hal yang dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa. Dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat, hasil belajar siswa dalam hal kognitif afektif dan psikomotorik siswa akan dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini, model pembelajaran yang akan digunakan untuk dibandingkan adalah model pembelajaran Discovery

  Learning dan Problem Based Learning.

  

Pembelajaran Tematik

Kondisi

  Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Awal

  

Pretest

Discovery Learning

  Problem Based Learning Pemberian rangsangan

  Orientasi masalah Identifikasi masalah

  Pengorganisasian siswa Indikator Pembelajaran

  Membimbing penyelidikan Pengumpulan Data

  Menyajikan hasil Pengolahan Data

  

Postest

  karya

  Analisis dan evaluasi masalah

Hasil belajar tematik

  Pembuktian

  Penarikan kesimpulan

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir Model Pembelajaran Discovery Learning dan

  

PBL

2.4 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan susunan kerangka pikir yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan suatu hipotesis penelitian sebagai berikut:

  1. Terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar Tematik Tema 8 Lingkungan Sahabat Kita Subtema 2 Perubahan Lingkungan dalam penerapan model pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based

  Learning pada siswa kelas 5 SD semester 2.

  2. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar Tematik Tema

  8 Lingkungan Sahabat Kita Subtema 2 Perubahan Lingkungan dalam penerapan model pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based

  Learning pada siswa kelas 5 SD semester 2.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pertanggungjawaban Pidana Korporasi yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pertanggungjawaban Pidana Korporasi yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi

0 0 55

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pertanggungjawaban Pidana Korporasi yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi

0 0 46

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Irasionalitas Persyaratan Pencalonan Perseorangan dalam Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Irasionalitas Persyaratan Pencalonan Perseorangan dalam Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah

0 0 52

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Irasionalitas Persyaratan Pencalonan Perseorangan dalam Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah

0 0 51

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada Mata Pelajaran Matematika Kelas 4 SD Nege

0 0 33

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada Mata Pelajaran Matematika Kelas 4 SD Nege

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada Mata Pelajaran Matematika Kelas 4 SD Nege

0 0 251

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dan PBL Ditinjau dari Hasil Belajar Tematik Siswa Kelas 5 SD

0 0 6