MAKALAH PRAGMATISME DALAM ALIRAN FILSAFA

MAKALAH
PRAGMATISME DALAM ALIRAN FILSAFAT

Oleh : Sayyid Muhaddar
Pembimbing: Hanafi, M. SPdi
Sekolah Tinggi Agama Islam Hasan Jufri Bawean Kec. Sangkapura, Kab. Gresik
Periode : 2012-2013

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Taufik dan hidayah-Nya kepada kita
semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya – shalawat dan
salam selalu kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw beserta keluarga,
sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman
Dalam kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada bapak Dosen kami Hanafi, M. SPdi.yang telah memberikan pengetahuan, arahan dan
bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan tepat pada
waktunya dengan judul “ALIRAN PRAGMATISME DALAM FILSAFAT ”. Serta dalam
penyempurnaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dari
segi penulisan maupun isi dari makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat konstruktif dan membangun demi kesempurnaan makalah ini bermanfaat

bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

DAFTAR ISI
LAMPIRAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Pragmatisme
B. Tokoh-tokoh Filsafat Pragmatisme
C. Analisis Kritis atas Kekuatan dan Kelemahan Pragmatisme
BAB III : PENUTUP
KESIMPULAN
BAB I
PENDAHULUAN
Wacana filsafat yang menjadi topik utama pada zaman modern, khususnya abad ke-17,
adalah persoalan epistemologi. Pertanyaan pokok dalam bidang epistemologi adalah bagaimana
manusia memperoleh pengetahuan dan apakah sarana yang paling memadai untuk mencapai
pengetahuan yang benar, serta apa yang dimaksud dengan kebenaran itu sendiri. Untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bercorak epistemologis ini, maka dalam filsafat abad ke17 munculah dua aliran filsafat yang memberikan jawaban yang berbeda, bahkan saling

bertentangan. Aliran filsafat tersebut adalah rasionalisme dan empirisme. Empirisme itu sendiri
pada abad ke-19 dan 20 berkembang lebih jauh menjadi beberapa aliran yang berbeda, yaitu:
rasionalitas, empirisme dan pragmatisme.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pragmatisme
Menurut Kamus Ilmiah Populer, Pragmatisme adalah aliran filsafat yang menekankan
pengamatan penyelidikan dengan eksperimen (tindak percobaan), serta kebenaran yang
mempunyai akibat – akibat yang memuaskan. Sedangkan, definisi Pragmatisme lainnya
adalah hal mempergunakan segala sesuatu secara berguna.
Sedangkan menurut istilah adalah berasal dari bahasa Yunani “ Pragma” yang berarti
perbuatan ( action) atau tindakan (practice). Isme sendiri berarti ajaran atau paham. Dengan
demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikran itu menuruti
tindakan.
Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja hanya membawa akibat praktis.
Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran

dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian,
patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”. Pragmatisme memandang bahwa

kriteria kebenaran ajaran adalah “faedah” atau “manfaat”. Suatu teori atau hipotesis dianggap
oleh Pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar
kalau berfungsi (if it works).
Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini
biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang pragmatis, maka
maksudnya ialah rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari
pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruhan
pengertian pragmatisme.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran
sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau
peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti
berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang
kedua.
B. Tokoh-tokoh Filsafat Pragmatisme
1. Charles Sanders Peirce
Charles mempunyai gagasan bahwa suatu hipotesis (dugaan sementara/ pegangan dasar)
itu benar bila bisa diterapkan dan dilaksanakan menurut tujuan kita. Horton dan Edwards
di dalam sebuah buku yang berjudul Background of American literary thought(1974)
menjelaskan bahwa peirce memformulasikan (merumuskan) tiga prinsip-prinsip lain yang

menjadi dasar bagi pragmatisme sebagai berikut :
a. Bahwa kebenaran ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lebih daripada kemurnian opini
manusia.
b. Bahwa apa yang kita namakan “universal “ adalah yang pada akhirnya setuju dan
mnerima keyakinan dari “community of knowers “
c. Bahwa filsafat dan matematika harus di buat lebih praktis dengan membuktikan bahwa
problem-problem dan kesimpulan-kesimpulan yang terdapat dalam filsafat dan
matematika merupakan hal yang nyata bagi masyarakat(komunitas).
2. William James
William selain menamakan filsafatnya dengan “pragmatisme”, ia juga menamainya
“empirisme radikal”.
Menurut James, pragatisme adalah aliran yang mengajarkan bahwa yag benar ialah apa
yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan perantaraan yang akibat-akibatnya yang
bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu asal saja membawa
akibat praktis, misalnya pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistik, semuanya bisa
diterima sebagai kebenaran, dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang
bermanfaat.
Sedangkan empirisme radikal adalah suatu aliran yang harus tidak menerima suatu unsur
alam
bentuk

apa
pun
yang
tidak
dialami
secara
langsung.
Dalam bukunya The Meaning of The Truth, James mengemukakan tidak ada kebenaran mutlak,
yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang

mengenal, melainkan yang ada hanya kebenaran-kebenaran ‘plural’. Yang dimaksud kebenarankebenaran plural adalah apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali
dapat diubah oleh pengalaman berikutnya.
Menurut James, ada dua hal kebenaran yang pokok dalam filsafat yaitu Tough Minded
dan Tender Minded. Tough Minded dalam mencari kebenaran hanya lewat pendekatan empirirs
dan tergantung pada fakta-fakta yang dapat ditangkap indera.Sementara, Tender Minded hanya
mengakui kebenaran yang sifatnya berada dalam ide dan yang bersifat rasional.
Menurut James, terdapat hubungan yang erat antara konsep pragmatisme mengenai
kebenaran dan sumber kebaikan. Selama ide itu bekerja dan menghasilkan hasil-hasil yang
memuaskan maka ide itu bersifat benar. Suatu ide dianggap benar apabila dapat memberikan
keuntungan kepada manusia dan yang dapat dipercayai tersebut membawa kearah kebaikan.

Disamping itu pula, William James mengajukan prinsip-prinsip dasar terhadap
pragmatisme, sebagai berikut:
a. Bahwa dunia tidak hanya terlihat menjadi spontan, berhenti dan tak dapat di prediksi
tetapi dunia benar adanya.
b. Bahwa kebenaran tidaklah melekat dalam ide-ide tetapi sesuatu yang terjadi pada ideide daam proses yang dipakai dalam situasi kehidupan nyata.
c. Bahwa manusia bebas untuk meyakini apa yang menjadi keinginannya untuk percaya
pada dunia, sepanjang keyakinannya tidak berlawanan dengan pengalaman praktisny
maupun penguasaan ilmu pengetahuannya.
d. Bahwa nilai akhir kebenaran tidak merupakan satu titik ketentuan yang absolut, tetapi
semata-mata terletak dalam kekuasaannya mengarahkan kita kepada kebenarankebenaran yang lain tentang dunia tempat kita tinggal didalamnya (Horton dan
Edwards, 1974:172).
3. John Dewey
Dewey adalah seorang pragmatis, namun ia lebih suka menyebut sistemnya dengan
istilah Instrumentalis. Menurutnya, tujuan filsafat adalah untuk mengatur kehidupan dan aktivitas
manusia secara lebih baik, untuk di dunia dan sekarang. Tegasnya, tugas fiilsafat yang utama
ialah memberikan garis-garis pengarahan bagi perbuatan dalam kenyataan hidup. Oleh karena
itu, filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang tiada faedahnya.
Filsafat harus berpijak pada pengalaman (experience) , dan menyelidiki serta mengolah
pengalaman itu secara aktif kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun suatu system
norma-norma dan nilai.

Instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat
dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan penyimpulan
penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki
bagaimana pikiran-pikiran berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan
pengalaman-penglaman yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensikonsekuensi di masa depan.
Sehubungan hal diatas, menurut Dewey, penyelidikan adalah transformasi yang terawasi
atau terpimpin dari suatu keadaan yang tak menentu menjadi suatu keadaan yang tertentu. Oleh
karena itu, penyelidakan dengan penilainnya adalah alat( instrumental) . jadi yang di maksud
dengan instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat

dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulandalam bentuknya
yag bermacam-macam. Menurut Dewey, kita hidup dalam dunia yang belum selesai
penciptaanya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meniliti tiga aspek
dari yang kita namakan instrumentalisme.
• Pertama, kata temporalisme yang berarti ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu.
• Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari
kemarin.
• Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat dibuat lebih baik dengan tenaga kita.
Pandangan ini juga dianut oleh wiliam James.
C. Analisis Kritis atas Kekuatan dan Kelemahan Pragmatisme

1.kekuatan Pragmatisme
a. kemunculan pragmatis sebagai aliran filsafat dalam kehidupan kontemporer, khususnya
di Amerika Serikat, telah membawa kemajuan-kemnjuan yang pesat bagi ilmu
pengetahuan maupun teknologi. Pragmatisme telah berhasil membumikan filsafat dari
corak sifat yang Tender Minded yang cenderung berfikir metafisis, idealis, abstrak,
intelektualis, dan cenderung berfikir hal-hal yang memikirkan atas kenyataan,
materialis, dan atas kebutuhan-kebutuhan dunia, bukan nnati di akhirat. Dengan
demikan, filsafat pragmatisme mengarahkan aktivitas manusia untuk hanya sekedar
mempercayai (belief) pada hal yang sifatnya riil, indriawi, dan yang memanfaatnya bisa
di nikmati secara praktis-pragmatis dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pragmatisme telah berhasil mendorong berfikir yag liberal, bebas dan selalu
menyangsikan segala yang ada. Barangkali dari sikap skeptis tersebut, pragmatisme
telah mampu mendorong dan memberi semangat pada seseorang untuk berlomba-lomba
membuktikan suatu konsep lewat penelitian-penelitian, pembuktian-pembuktian dan
eksperimen-eksperimen sehingga munculllah temuan-temuan baru dalam dunia ilmu
pengetahuan yang mampu mendorong secara dahsyat terhadap kemajuan di badang
sosial dan ekonomi.
c. Sesuai dengan coraknya yang sekuler, pragmatisme tidak mudah percaya pada
“kepercayaan yang mapan”. Suatu kepercyaan yang diterim apabila terbukti
kebenarannya lewat pembuktian yang praktis sehingga pragmatisme tidak mengakui

adanya sesuatu yang sakral dan mitos, Dengan coraknya yang terbuka, kebanyakan
kelompok pragmatisme merupakan pendukung terciptanya demokratisasi, kebebasan
manusia dan gerakan-gerakan progresif dalam masyarakat modern.
2. Kelemahan Pragmatisme
a. Karena pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang bersifat metafisika dan
kebenaran absolute (kebenaran tunggal), hanya mengakui kebenaran apabila terbukti
secara alamiah, dan percaya bahwa duna ini mampu diciptakan oleh manusia sendiri,
secara tidak langsung pragmatisme sudah mengingkari sesuatu yang transcendental
(bahwa Tuhan jauh di luar alam semesta). Kemudian pada perkembangan lanjut,
pragmatisme sangat mendewakan kemampuan akal dalam mencapai kebutuhan
kehidupan, maka sikap-sikap semacam ini menjurus kepada ateisme.
b. Karena yang menjadi kebutuhan utama dalam filsafat pragmatisme adalah sesuatu yang
nyata, praktis, dan langsung dapat di nikmati hasilnya oleh manusia, maka pragmatisme

menciptkan pola pikir masyarakat yang matrealis. Manusia berusaha secara keras untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat ruhaniah. Maka dalam otak masyarakat
pragmatisme telah di hinggapi oleh penyakit matrealisme.
c. Untuk mencapai matrealismenya, manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa
memperdulikan lagi dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya. Ia bekerja
tanpa mengenal batas waktu sekedar memenuhi kebutuhan materinya, maka dalam

struktur masyarakatnya manusia hidup semakin egois individualis. Dari sini, masyarakat
pragmatisme menderita penyakit humanisme.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan.
Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan
dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara
praktis.Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John
Dewey.Seperti dengan aliran-aliran filsafat pada umumnya, pragmatisme juga memiliki kekuatan
dan kelemahan sehingga menimbulkan kritik-kritik terhadap aliran filsafat ini.
1. Kekuatan
 kemunculan pragmatis sebagai aliran filsafat dalam kehidupan kontemporer, khususnya di
Amerika Serikat, telah membawa kemajuan-kemnjuan yang pesat bagi ilmu pengetahuan
maupun teknologi.
 Pragmatisme telah berhasil mendorong berfikir yag liberal, bebas dan selalu menyangsikan
segala yang ada
 Sesuai dengan coraknya yang sekuler, pragmatisme tidak mudah percaya pada
“kepercayaan yang mapan”.

2. Kelemahan
 Karena pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang bersifat metafisika dan kebenaran
absolute(kebenaran tunggal), hanya mengakui kebenaran apabilaa terbukti secara
alamiah, dan percaya bahwa duna ini mampu diciptakan oleh manusia sendiri, secara
tidak langsung pragmatisme sudah mengingkari sesuatu yang transendental(bahwa Tuhan
jauh di luar alam semesta).
 Karena yang menjadi kebutuhan utama dalam filsafat pragmatisme adalah sesuatu yang
nyata, praktis, dan langsung dapat di nikmati hasilnya oleh manusia, maka pragmatisme
menciptkan pola pikir masyarakat yang matrealis.
 Untuk mencapai matrealismenya, manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa
memperdulikan lagi dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya.