MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DE

MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
HIATAL HERNIA
Disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah I

Disusun Oleh :

Yulia Wardah

(G2A215023)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2016

BAB I
PENDAHULUAN
A.


Latar Belakang
Hernia merupakan penonjolan keluar suatu organ atau bagian dari
organ melalui dinding rongga yang normalnya di tempat organ tersebut.
Hernia dapat terjadi akibat kelainan kongenital maupun didapat. Dari hasil
penelitian pada populasi hernia ditemukan sekitar 10% yang menimbulkan
masalah kesehatan dan pada umumnya pada pria (Stead, 2009).
Angka kejadian di dunia dengan perbandingan satu diantara 3.000
penduduk atau 0.03%. Di Amerika insiden hernia inguinalis dekstra yaitu
satu diantara 544 penduduk atau 0.18%. Hernia inguinalis dekstra sering
dijumpai pada laki-laki, dengan insiden 12 kali lebih sering dibandingkan
wanita (Lusianah & Suratun, 2010). Di Indonesia hernia menempati urutan
ke delapan dengan jumlah 291.145 kasus. Untuk data di Jawa Tengah,
mayoritas penderita selama bulan Januari-Desember 2007 diperkirakan
425 penderita (Sugeng & Weni, 2010).
Hernia sering terjadi pada pekerja yang banyak mengangkut bendabenda berat, mengejan terlalu kuat saat buang air kecil/besar, kehamilan,
kegemukan, batuk kronis, serta bisa jugadisebabkan oleh kelainan
kongenital (Dermawan dan Rahayuningsih, 2010).
Pada saat ini hampir semua hernia dikoreksi dengan pembedahan
kecuali bila ada kontraindikasi bermakna yang menolaknya. Pengobatan
operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang

rasioanal.Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Metode
bassini merupakan teknik hernioraphy yang dipublikasikan pada tahun
1887 (Sjamsuhidayat dan Jong, 2011). Hernioraphy merupakan perbaikan
dengan pemasangan jarring (mesh) yang biasa dilakukan untuk hernia
inguinalis yang dimasukkan melalui bedah terbuka atau laparoskopik.
Pemeriksaan berkala mengenai gejala infeksi paska hernioraphy sangatlah

penting, agar terhindar dari adanya resiko infeksi yang akan terjadi pada pasien (Price
&Borley, 2007).
Peran perawat sangatlah penting dalam membantu pemulihan paska operasi
hernioraphy, ini dikarenakan perlu dilakukan beberapa pengkajian lebih mendalam
terutama untuk mengetahui adanya resiko infeksi dan juga mengkaji karakteristik
nyeri pada pasien dengan post operasi hernioraphy.
B.

Tujuan Penulisan
1.

Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan hiatal hernia


secara

komprehensif.
2.

Tujuan Khusus
a.

Menjelaskan konsep medis hiatal hernia meliputi definisi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, komplikasi dan
penatalaksanaan medis.

b.

Menjelaskan

asuhan

keperawatan


penyakit

hiatal

hernia

meliputi

pengkajian keperawatan, diagnosa asuhan keperawatan, dan fokus
intervensi konsep dasar keperawatan.
c.

Membahas dan menganalisa asuhan keperawatan pada dengan hiatal hernia
meliputi pengkajian, diagnosa, fokus intervensi, implementasi dan evaluasi.

C.

Manfaat
1.


Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai masukan, tambahan wacana pengetahuan, dan menambah referensi
tentang penyakit hiatal hernia bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan dan
Kesehatan Unimus Semarang

2.

Bagi profesi keperawatan
Memberikan kontribusi yang lebih baik lagi terhadap pengembangan pelayanan
asuhan keperawatan pada pasien hiatal hernia.

3.

Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang asuhan keperwatan pada
hiatal hernia.

BAB II
KONSEP DASAR

A.

Konsep Dasar Penyakit
1.

Pengertian
Kata hernia berasal dari Bahasa Latin, herniae, yang berarti penonjolan
isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah (defek) pada dinding
rongga itu, baik secara kongenital maupun didapat, yang memberi jalan keluar
pada setiap alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut (Mansjoer,
2009).
Hiatal hernia merupakan penonjolan abnormal lambung proksimal
melewati pintu esophagus di diafragma yang menyebabkan posisi sambungan
esofagogaster lebih proksimal dan merupakan predisposisi terhadap terjadinya
penyakit refluks gastroesofagus (GERD) (Pierce, 2007).
Hernia hiatus adalah herniasi bagian proksimal lambung ke dada, yang
disebabkan oleh defek diafragma kongenital atau didapat. Kelainan ini bisa
merupakan predisposisi untuk refluks gastroesofagus kandungan lambung yang
asam dan peradangan sepertiga distal esofagus (esofagitis refluks) atau metaplasia
lambung (epitelium Barrett) (Davey, 2006).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hernia adalah
suatu kondisi dimana sfingter kardia menjadi terbuka luas sehingga memberi
kesempatan bagian lambung masuk kedalam rongga toraks.
Klasifikasi hernia menurut Lusianah dan Suratun (2010) adalah sebagai
berikut :
a.

Klasifikasi hernia menurut letaknya :
1)

Hernia inguinalis
Definisi hernia inguinalis menurut Dermawan dan Rahayuningsih
(2010) adalah menonjolnya isi suatu rongga yang melalui anulus
inguinalis yang terletak disebelah lateral vaso epigastrika inferior
menyusuri kanal inguinal dan keluar ke rongga perut melalui anulus
inguinalis eksternus. Sedangkan menurut Nurarif dan Kusuma (2013),

hernia inguinalis adalah hernia yang paling umum terjadi dan muncul
sebagai tonjolan di selangkangan atau skrotum.
Menurut Lusianah dan Suratun (2010), hernia inguinalis dibagi

menjadi :
a) Hernia indirek atau lateral
Hernia ini terjadi melalui cincin inguinal dan melewati korda
spermatikus melalui kanalis inguinalis, dapat menjadi besar dan
sering turun ke skrotum.Umumnya terjadi pada pria, benjolan
tersebut bisa mengecil, menghilang pada waktu tidur dan
menangis, mengejan, mengangkat benda berat atau berdiri dapat
tumbuh kembali.
b) Hernia direk atau medialis
Hernia ini melewati dinding abdomen di area kelemahan otot,
tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis
indirek.Lebih umum terjadi pada lansia. Hernia ini disebut
direkta karena langsung menuju anulus inguinalis eksterna
sehingga meskipun arteri inguinalis interna ditekan bila klien
berdiri atau mengejan, tetap akan timbul benjolan. Pada klien
terlihat adanya massa bundar pada arteri inguinalis eksterna yang
mudah mengecil bila klien tidur. Karena besarnya defek pada
dinding posterior maka hernia ini jarang menjadi irreponibel.
2)


Hernia femoralis
Hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada
wanita.Ini mulai sebagai penyumbat lemak dikanalis femoral yang
membesar dan secara bertahap menarik peritonium dan hampir tidak
dapat dihindari kandung kemih masuk kedalam kantong.

3)

Hernia umbilikal
Hernia umbilikal pada umumnya terjadi pada wanita karena
peningkatan tekanan abdominal, biasanya pada klien obesitas dan
multipara.

4)

Hernia insisional
Hernia insisional terjadi pada insisi bedah sebelumnya yang telah
sembuh secara tidak

adekuat, gangguan penyembuhan


luka

kemungkinan disebabkan oleh infeksi, nutrisi tidak adekuat, distensi

ekstem atau obesitas, usus atau organ lain menonjol melalui jaringan
parut yang lemah.

5)

Hernia Sliding
Hernia Sliding terjadi ketika kondisi spingter kardia membesar, yang
memungkinkan satu bagian lambung melewati rongga torak. Pada
hernia sliding lambung atas dan pertemuan gastroesofagus berubah
tempat kedalam torak. Refluk tampak disebabkan oleh pemajanan
sfingter esophagus bawah (SEB) pada tekanan rendah di toraks.
Masalah utama berkenaan dengan hernia sliding adalah terjadinya
refluk. Pada hernia sliding, SEB tetap dibawah diafragma sehingga
refluks tidak menjadi masalah.


6)

Hernia Hiatal
Hernia hiatal adalah esophagus masuk abdomen melalui lubang
diafragma, dan mengosongkan diri pada ujung bawah keadaan bagian
atas lambung. Normalnya, lubang dalam diafragma mengelilingi
esofagus dengan kencang, dan lambung berada separuhnya dalam
abdomen. Pada kondisi yang disebut hernia hiatal lubang diafragma
yang melewati esofagus menjadi membesar dan bagian atas lambung
cenderung untuk menggerakkan ke atas bagian bawah torak. Hernia
hiatal lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Regurgitasi dan
disfungsi motorik menyebabkan manifestasi mayor hernia hiatal.
Komplikasi hernia hiatal meliputi obstruksi, strangulasi, dan
terjadinya volvulus.

b.

Klasifikasi hernia berdasarkan terjadinya :
1)

Hernia kongenital (bawaan)
Hernia kongenital terjadi pada pertumbuhan janin usia lebih dari tiga
minggu testis yang mula-mula terletak di atas mengalami penurunan
(desensus) menuju ke skrotum. Pada waktu testis turun melewati
inguinal sampai skrotum prosesus vaginalis peritoneal yang terbuka
dan berhubungan dengan rongga peritoneum mengalami obliterasi
dan setelah testis sampai pada skrotum, prosesus vaginalis peritoneal
seluruhnya tertutup (obliterasi). Bila ada gangguan obliterasi maka

seluruh prosesus vaginalis peritonela terbuka, terjadilah hernia
inguinalis lateral.
2)

Hernia akuisitas (didapat)
Hernia yang terjadi setelah dewasa atau pada usia lanjut. Disebabkan
karena adanya tekanan intra abdominal yang meningkat dan dalam
waktu yang lama, misalnya batuk kronis, konstipasi kronis, gangguan
proses kencing (hipertropi prostat, striktur uretra), asites, dan
sebagainya.

c.

Klasifikasi hernia menurut sifatnya :
1)

Hernia reponibel
Bila isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika berdiri atau
mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak
ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.

2)

Hernia irreponibel
Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan kedalam rongga
karena perlengketan isi kantong pada peritoneum kantong hernia,
tidak ada keluhan nyeri/tanda sumbatan usus, hernia ini disebut juga
hernia akreta.

3)

Hernia strangulan atau inkaserata
Bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia, isi kantong terperangkap,
tidak dapat kembali kedalam rongga perut disertai akibat yang berupa
gangguan pasase atau vaskularisasi.

d.

Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010), klasifikasi hernia
berdasarkan isinya :
1)

Hernia adipose, yaitu hernia yang isinya jaringan lemak.

2)

Standing hernia, yaitu hernia yang isinya kembali sebagian dari
dinding kantong hernia.

3)

Hernia litter, hernia inkaserata/strangulasi yang sebagian dinding
ususnya terjepit dalam cincin hernia

2.

Etiologi
Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010), etiologi atau faktor
yang mengakibatkan hernia adalah :

a.

Kelemahan abdomen
Lemahnya dinding abdomen bisa disebabkan karena cacat bawaan atau
keadaan yang didapat sesudah lahir dan usia dapat mempengaruhi
kelemahan dinding abdomen (semakin bertambah usia dinding abdomen
semakin melemah).

b.

Peningkatan tekanan intra abdomen
Mengangkat benda berat, batuk kronis, kehamilan, kegemukan dan gerak
badan yang berlebih.

c.

Bawaan sejak lahir
Pada usia kehamilan 8 bulan terjadi penurunan testis melalui kanalis
inguinal menarik peritoneus dan disebut plekus vaginalis, peritoneal hernia
karena canalis inguinal akan tetap menutup pada usia 2 bulan.

d.

Kebiasaan mengangkat benda yang berat (heavy lifting)

e.

Kegemukan

f.

Batuk

g.

Terlalu mengejan saat buang air kecil/besar

h.

Ada cairan di rongga perut (ascites)

i.

Peritoneal dialysis

j.

Ventriculo peritoneal shun

k.

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)

l.

Riwayat keluarga ada yang menderita hernia

Hiatal hernia sendiri dapat terjadi karena :
a. Peningkatan tekanan intraabdomen.
Banyak faktor yang dapat meningkatkan tekanan intraabdomen.
Beberapa pasien mengalami hiatal hernia setelah mengalami injuri abdomen.
Tekanan abdomen dengan intensitas tinggi seperti pada batuk atau muntah
berat, kehamilan, obesitas, cairan intraabdomen, atau mengangkat benda berat
meningkatkan dorongan dan berisiko terjadi hiatal hernia.
b. Kelemahan kongenital.
Defek kongenital pada sfinter kardia memberikan predisposisi
melemahnya bagian ini, dengan adanya peningkatan tekanan intraabdomen,
maka kondisi hiatal hernia menjadi meningakat.
c. Peningkatan usia

Kelemahan

otot dan

kehilangan

elastisitas

pada

usia lanjut

meningkatkan risiko terjadinya hiatal hernia. Dengan melemahnya elastisitas,
sfingter kardia yang terbuka tidak kembali keposisi normal. Selain itu,
kelemahan otot diafragma juga membuka jalan masukknya bagian lambung ke
rongga toraks.
d. Kelainan struktural
e. Refluks gastroesofagus terutama disebabkan oleh faktor gaya hidup, obesitas
meningkatkan tekanan intraabdomen. Merokok, stres, dan faktor makanan
(misalnya makanan berlemak, kue kering, alkohol, cokelat) semuanya
menurunkan tekanan pada sfingter bawah esofagus dan menimbulkan refluks
(Davey, 2006).
3.

Patofisiologi
Esofagus melewati hiatus diafragma di bagian crural diafragma untuk
mencapai perut. The diafragma hiatus itu sendiri adalah sekitar 2 cm dan terutama
terdiri dari slip musculotendinous dari kanan dan kiri krura diafragma yang
timbul dari kedua sisi tulang belakang dan melewati sekitar kerongkongan
sebelum memasukkan ke dalam tendon sentral diafragma. Ukuran hiatus tidak
tetap, tapi menyempit setiap kali tekanan intra-abdominal meningkat, seperti saat
mengangkat beban atau batuk.
Sfingter esofagus bagian bawah (LES) adalah daerah otot polos sekitar
2,5-4,5 cm yang secara normal selalu berada di intraabdomen atau dibawah hiatus
diafragma. Pada kondisi ini peritoneum viseral dan ligamen frenoesofageal
menutupi esofagus. Ligamen frenoesofagus merupakan jaringan penghubung dari
krura diafragma untuk memelihara LES didalam rongga abdomen.
Kondisi peningkatan tekanan intraabdomen secara mendadak akan
memberikan aksi pada LES yang berada dibawah diafragma untuk meningkatkan
tekanan sfingter dengan tujuan untuk mencegah refluks dari isi lambung ke
esofagus.
Aksi dari gastroesofageal junction sebagai barier untuk mencegah refluks
gastroesofageal dengan mekanisme kombinasi barier antirefluks yang terdiri atas
krura diafragmatik, tekanan LES, dan segmen intraabdominal, serta stimulus his.
Adannya kondisi hiatal hernia akan mengakibatkan barier antirefluks tidak
terjadi, penurunan tekanan LES, dan juga menurunkan pembersihan asam oleh

esofagus sehingga mukosa esofagus menjadi lebih sering mengalami kontak
dengan cairan lambung dan meningkatkan risiko terjadinya peradangan mukosa
lambung dengan berbagai manifgus sehingga mukosa esofagus menjadi lebih
sering mengalami kontak dengan cairan lambung dan meningkatkan risiko
terjadinya peradangan mukosa lambung dengan berbagai manifestasi klinik yang
akan terjadi (Peter J dkk, 2008).
4.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis hernia menurut Dermawan dan Rahayuningsih
(2010) :
a.

Tanpa keluhan (asimtomatis)

b.

Daerah hernia agak menonjol, bertambah besar terutama saat berdiri

c.

Adanya nyeri dan demam

d.

Nyeri mendadak pada hernia

e.

Nyeri abdomen generalisata

f.

Mual dan muntah

g.

Hernia tegang, nyeri tekan
Menurut Davey (2006), manifestasi klinis hernia hiatal yang dapat

muncul adalah sebagai berikut :
a.

Nyeri dada seperti terbakar (heartburn), bisa menjadi keluhan utama dan
menyebabkan spasme esofagus. Keluhan ini sangat mirip dengan angina.

b.

Disfagia transien, bisa dialami pada esofagitis berat. Disfagia yang lebih
persisten disertai regurgitasi atau muntah menunjukkan berkembangnya
komplikasi sekunder seperti striktur esofagus peptikum atau bahkan
karsinoma.

5.

Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Kluwer, Williams & Wilkins (2012) pemeriksaan diagnostik
untuk klien dengan hiatal hernia adalah sebagai berikut :
a.

Laboratorium
1) Kadar hemoglobin serum dan hematokrit menurun pada pasien hernia
paraesofagus, jika terdapat perdarahan dari ulserasi esophagus
2) Uji darah samar dapat positif
3) Analisis isi lambung memperlihatkan adanya darah

b.

Pemotretan

1) Foto toraks menunjukkan adanya bayangan udara di belakang jantung
pada hernia yang besar; lobus bawah mengalami infiltrasi pada saat
aspirasi
2) Uji telan barium dengan fluoroskopi mendeteksi adanya hernia hiatus
dan abnormalitas diafragma
c.

Prosedur diagnostik
1) Hasil endoskopi dan biopsy
Mengidentifikasi taut mukosa dan tepi diafragma yang mencekung kea
rah esophagus; membedakan hernia hiatal, varises, erosi, ulkus,
esofagus barret, dan lesi gastroesofagus yang kecil lainnya; dan
menghilangkan kemungkinan tumor maligna
2) Studi motilitas esophagus menunjukkan pergerakan esofagus atau
abnormalitas tekanan esofagus bawah sebelum perbaikan bedah pada
hernia
3) Analisis pH mengidentifikasi refluks isi lambung
4) Uji perfusi asam (Bernstein) menunjukkan refluks esofagus
Menurut Lusianah dan Suratun (2010), pemeriksaan diagnostik pada

pasien dengan hernia adalah:
a.

Pemeriksaan darah lengkap: menunjukkan peningkatan sel darah putih,
serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit), dan ketidak seimbangan elektrolit. Pemeriksaan koagulasi
darah: mungkin memanjang, mempengaruhi homeostasis intra operasi atau
post operasi.

b.

Pemeriksaan urin: munculnya sel darah merah atau bakteri yang
mengindikasikan infeksi.

c.

Elektrokardiografi (EKG)
Penemuan akan sesuatu yang tidak normal memberikan prioritas perhatian
untuk memberikan anestesi.

d.

Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus atau
obstruksi usus.

6. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat timbul menurut Kluwer, Williams &
Wilkins (2012) adalah :

a. Striktur esofagus
b. Inkarserata (pada hernia paraesofagus)
c. Yang terkait dengan penyakit refluks gastroesofagus:
1) Esofagitis
2) Ulserasi dan perforasi esofagus
3) Hemoragi
4) Peritonitis
5) Mediastinitis
6) Aspirasi
7) Strangulasi dan gangren pada bagian lambung yang mengalami
hernia
d. Anemia defisiensi besi
e. Batuk kronis
f. Disfagia
7.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis menurut Price & Borley (2007) adalah :
a.

Pemakaian Sandat ( “truss” )
Alat ini baru digunakan bagi pasien – pasien yang usianya amat lanjut atau
yang keadanya lemah. Salah satu tipe sandat terdiri atas pegas yang kuat
dan bantalan yang diletakkan pada leher hernia sehingga leher tersebut
selalu tertutup oleh tekanan setelah isi hernia dikembalikan ke tempatnya
(direposisi).

b.

Pembedahan
Leher hernia ditutup dengan penjahitan dan kantongnya dieksisi. Jaringan
yang teregang diperbaiki dengan salah satu dari banyak bahan yang
tersedia.

c.

Nissen Fundoplication

yang dapat dilakukan secara trans abdominal

maupun trans torakal dimana tindakannya adalah melakukan fundoplikasi
secara keliling 360 derajat antara distal esofagus dan fundus gaster.
prognosis keberhasilannya 96%
d.

Belsey ( Mark IV ) Fundoplication : secara transtorakal sampai terlihat
esofagus intraabdominal, kemudia diperkuat dengan cara melakukan
aplikasi gaster secara keliling sebanyak 270 derajat sampai distal esofagus.

e.

Herniotomi
Eksisi kantung hernianya saja untuk pasien anak.

f.

Herniorafi
Membuang kantong hernia disertai tindakan bedah plastik untuk
memperkuat dinding perut bawah di belakang kanalis inguinalis.

g.

Memperbaiki defek- perbaikan dengan pemasangan jaring (mesh) yang biasa
dilakukan untuk hernia inguinalis, yang dimasukan melalui bedah terbuka
atau laparoskopik.
Penatalaksanaan keperawatan menurut Kluwer, Williams & Wilkins

(2012) yakni dengan memberikan pendidikan kesehatan yang mencakup :
a.

Upaya menghindari aktivitas mengangkat beban berat dan mengejan untuk
defekasi

b.

Perawatan luka post operasi

c.

Setelah pembedahan, tidak melakukan aktivitas normal atau kembali
bekerja tanpa ijin dokter bedah

B.

Konsep Dasar Keperawatan
1.

Pengkajian
a.

Demografi
Hernia hiatal lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Regurgitasi
dan disfungsi motorik menyebabkan manifestasi mayor hernia hiatal.
(Lusianah & Suratun, 2010). Hernia sering terjadi pada pekerja yang
banyak mengangkut benda-benda berat, mengejan terlalu kuat saat buang
air

kecil/besar,

kehamilan,

kegemukan,

batuk

kronis,

serta

bisa

jugadisebabkan oleh kelainan kongenital (Dermawan dan Rahayuningsih,
2010).
Kelemahan

otot dan

kehilangan

elastisitas

pada

usia lanjut

meningkatkan risiko terjadinya hiatal hernia. Dengan melemahnya
elastisitas, sfingter kardia yang terbuka tidak kembali keposisi normal.
Selain itu, kelemahan otot diafragma juga membuka jalan masukknya
bagian lambung ke rongga toraks.
Pengkajian hiatal hernia menurut Sjamsuhidayat dan Jong (2011)
terdiri atas pengkajian anamnesis, pemeriksaan fisik, dan evaluasi diagnostik.

a.

Anamnesis
1)

Keluhan utama
Pada anamnesis keluhan utama yang lazim didapatkan adalah keluhan
yang berhubungan dengan kondisi refluks gastroesofageal dan kontak
asam lambung pada mukosa esofagus yang memberikan keluhan
nyeri dada (retrosternal).

2) Riwayat penyakit sekarang
Pada hiatal hernia biasanya keluhan yang ada berupa heartburn (rasa
yang sangat tidak mengenakkan pada saat makanan mulai masuk
setelah ditelan), regurgitasi (arus balik isi lambung ke kerongkongan),
muntah keluhan rasa asam, atau pahit yang tidak mengenakkan pada
rongga mulut, peningkatan frekuensi sendawa, sering tersedak,
merasa dada seperti ditekan, ketidaknyamanan pada abdomen, nyeri
tekan abdomen atas terutama setelah makan, tiba-tiba batuk dan
kesulitan menelan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit dahulu yang penting untuk dikaji adalah penyakit
sistemik, seperti DM, hipertensi, tuberkulosis dipertimbangkan
sebagai sarana pengkajian preoperatif.
4)

Psikososial
Pada pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan kecemasan
karena nyeri dada (retrosternal) dan rencana pembedahan, serta
perlunya pemenuhan informasi prabedah.

b.

Pemeriksaan fisik
Pada survei umum pasien hiatal hernia pasien terlihat lemah dan kesakitan,
TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri, penurunan berat badan
pada pasien dengan keluhan disfagia yang kronis.
Menurut Erickson (2009), pengkajian diagnostik yang dapat membantu,
meliputi pemeriksaan kultur jaringan untuk mendeteksi adanya adenitis
tuberculosis, foto polos abdomen untuk mendeteksi adanya udara pada usus
dan untuk mendeteksi adanya ileus, dan USG untuk menilai massa hiatal
hernia.

2.

Pathways:

Predisposisi peningkatan tekanan
intraabdomen

Predisposisi kelemahan kongenital

Predisposisi peningkatan usia

Aksi peningkatan tekanan LES

Defek kelemahan pada hiatus
diafragma

Kelemahan otot dan kehilangan
elastsitas hiatus diafragma

Sfingter kardia menjadi terbuka
luas sehingga memberi kesempatan
bagian lambung masuk kedalam
rongga toraks
Kesulitan menelan, disfagia
Regurgitasi Refluks
gastroesofageal Mual,
muntah dan anoreksisia

Intake nutrisi tidak adekuat

Risiko ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan

Respons peradangan
saraf lokal

Intervensi bedah
Hiatal hernia

fundoflikasi

Barier antirefluks tidak terjadi,
penurunan tekanan LES dan penurunan
pembersihan asam oleh esofagus

Pascaoperatif

Prosedur bedah
Luka pascabedah

Mukosa esofagus menjadi lebih sering
kontak dengan cairan lambung

Esofagitis

Preoperatif

Respons psikologis
Nyeri retrosternal
Heartburn

Nyeri

(NANDA NIC-NOC, 2012;
Syamsuhidayat, 2011)

Port de entree
Kecemasan
pemenuhan informasi

Risiko infeksi

Risiko injuri

3.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien pre dan post operasi hiatal hernia
menurut NANDA (2012) dan Syamsuhidayat (2011):
a. Nyeri berhubungan dengan mukosa esofagus sebagai respon dari pembedahan
b. Kecemasan

berhubungan

dengan

prognosis

penyakit,

dan

rencana

pembedahan fundoplikasi
c. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan
makanan yang adekuat
d. Risiko infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi
4.

Fokus Intervensi
Intervensi keperawatan menurut Nurarif dan Kusuma (2013), NANDA
(2012), dan Syamsuhidayat (2011) :
a.

Nyeri berhubungan dengan mukosa esofagus sebagai respon dari
pembedahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang
atau hilang.
Kriteria hasil:
1)

Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi,
skala nyeri 0-1 (0-4)

2)

Dapat

mengidentifikasi

aktivitas

yang

meningkatkan

atau

menurunkan nyeri
3)

Pasien tidak gelisah

Intervensi:
1)

Kaji respon nyeri dengan pendekatan PQRST
Rasional

: Pendekatan komprehensif untuk menentukan rencana

intervensi
2)

Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
a)

Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul
Rasional: Istirahat

secara

fisiologis

akan

menurunkan

kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuan
metabolisme basal.
b)

Atur posisi semifowler

Rasional : Posisi ini mengurangi tegangan pada insisi dan organ
abdomen, yang membantu mengurangi nyeri.
c)

Dorong ambulasi dini
Rasional : Ambulasi pasca bedah sangat penting dilakukan.
Dengan ambulasi dini, maka akan meningkatkan normalisasi
fungsi organ (merangsang peristaltik dan flatus) sehingga
menurunkan ketidaknyamanan abdomen. Ambulasi dilakukan
secara bertahap, mulai pasien dibantu setengah duduk setelah 3
jam pasien sudah dirawat di ruang rawat bedah. Apabila
toleransi baik, maka dianjurkan duduk sendiri dan mulai turun
dari tempat tidur pada beberapa jam berikutnya. Ambulasi dini
yang efektif akan menghasilkan keberhasilan bedah terutama
pada program ODS (one day surgery)

d)

Beri oksigen nasal
Rasional : Pada fase nyeri hebat skala nyeri 3 (0-4), pemberian
oksigen nasal 3 l/menit dapat meningkatkan intake O2sehingga
akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia pada intestinal.

e)

Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
Rasional : Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
stimulus internal

f)

Manajemen

lingkungan

tenang,

batasi

pengunjung

dan

istirahatkan pasien
Rasional : Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri
eksternal

dan

pembatasan

pengunjung

akan

membantu

meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan. Istirahat
akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer.
g)

Lakukan manajemen sentuhan
Rasional : Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa
sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan
nyeri.

3)

Tingkatkan

pengetahuan

tentang

:

sebab-sebab

menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung

nyeri,

dan

Rasional

: Pengetahuan

mengurangi

nyerinya

yang

dan

dapat

akan

dirasakan

membantu

membantu

mengembangkan

kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik.
4)

Kolaborasi dengan tim medis pemberian analgetik
Rasional

: Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan

berkurang.
b.

Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, dan rencana
pembedahan fundoplikasi
Tujuan : Pasien secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang
Kriteria hasil :
1)

Pasien dapat tidur dan istirahat dengan baik.

2)

Pasien mampu mengungkapkan perasaanya kepada perawat.

3)

Pasien dapat mendemostrasikan ketarempilan pemecahan masalanya
dan perubahan koping yang digunakan sesui situasi yang dihadapi.

4)

Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah
standar.

Intervensi :
1)

Monitor respon fisik, seperti kelemahan ,perubahan tanda vital,
gerakan yang berulang-ulang, serta catat kesesuaian respon verbal dan
nonverbal selama komunikasi
Rasional: Digunakan dalam mengevaluasi derajat / tingkat kesadaran /
konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.

2)

Anjurkan

pasien

dankeluarga

untuk

mengungkapkan

dan

mengespresikan rasa takutnya.
Rasional: Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi , kejelasan
dari rasa takut,dan mengurangi cemas yang berlebihan.
3)

Catat reaksi dari pasien/keluarga. Berikan kesempatan untuk
mendiskusikan perasaanya,konsentrasinya, dan harapan masa depan.
Rasional: Anggota keluarga dengan responya pada apa yang terjadi
dan kecemasannya dapat disampaikan kepada perawat.

c.

Kekurangan nutrisi berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan
makanan yang adekuat
Tujuan : Intake nutrisi dapat optimal dilaksanakan.
Kriteria hasil :

1)

Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat

2)

Terjadi penurunan gejala refluks esofagus, meliputi: odinofagia
berkurang, pirosis berkurang, RR dalam batas normal 12-20 x/menit

3)

Berat badan pada hari ke-7 pascaoperasi meningkat 0,5 kg.

Intervensi pre operasi:
1)

Kaji toleransi fisik terhadap asupan nutrisi.
Rasional: Pasien dengan hiatal hernia mempunyai tingkat variasi
terhadap toleransi intake nutrisi. Pada pasien dengan toleransi kurang
intake nutrisi oral harus tidak diberikan dan diganti dengan jalan
nasogastrik.

2)

Evaluasi adanya alergi makanan dan kontraindikasi makanan.
Rasional: Beberapa pasien mun gkin mengalami alergi terhadap
beberapa komponen makanan tertentu dan beberapa penyakit lain,
seperti diabetes militus, hipertensi, gout, dan lainnya memberikan
manifestasi tehadap persiapan komposisi makanan yang akan
diberikan.

3)

Pantau intake dan output, anjurkan untuk timbang berat badan secara
periodik (sekali seminggu).
Rasional: Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan
cairan.

Intervensi post operasi:
1)

Batasi intake oral selama 48 jam setelah intervensi.
Rasional: Dalam waktu 24-48 jam, pasien dievaluasi atas keberhasilan
pembedahan. Intake oral yang diberikan sebelum 48 jam akan
mengganggu evaluasi adanya kebocoran pada insisi post operasi yang
akan meningkatkan risiko sepsis yang berbahaya. Pasien mendapat
nutrisi dengan cara intravena dan peran perawat mendokumentasikan
jumlah dan jenis nutrisi yang masuk dan jumlah yang keluar.
Pemasangan selang nasogastrik dilakukan sebelum pembedahan dan
dipertahankan pada saat pascaoperasi. Apabila tidak ada gejala
kebocoran pascaoperasi, pemberian diet cair melewati selang
nasogastrik dilakukan sesuai tingkat toleransi.

2)

Dokumentasi jumlah nutrisi yang masuk, hasil aspirasi dan toleransi
dari intake nutrisi.

Rasional: Sebagai evaluasi sebagai intervensi.
3)

Beri makanan halus atau makanan cair secara bertahap dan dicampur
dengan air.
Rasional: Makanan halus secara bertahap dicampur dengan cairan
jernih sampai diet penuh tercapai. Makanan bubuk yang mudah
dilarutkan tersedia dalam mkomersial. Makanan halus dapat
memenuhi diet normal, yang dapat dimakan melalui selang. Pasien
yang khusus menerima makanan yang diblender melalui selang, tidak
dipaksa untuk mengikuti pola diet normal, yang secara psikologis
lebih dapat diterima. Selain itu, fungsi defekasi normal ditingkatkan,
melalui kandungan serat dan residu yang serupa pada diet normal.
Masukan susu dihindari pada pasien dengan defisiensi laktosa.

4)

Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jenis dan komposisi diet.
Rasional: Komposisi dan jenis diet diberikan sesuai tingkat toleransi
individu.

5)

Timbang berat badan tiap hari dan catat pertambahannya.
Rasional: Intervensi untuk evaluasi terhadap intervensi keperawatan
yang telah diberikan.

d.

Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi infeksi dan
terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak
Kriteria hasil:
1)

Jahitan dilepas pada hari ke-12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan
peradangan pada area luka pembedahan

2)

Leukosit dalam batas normal

3)

TTV dalam batas normal

Intervensi:
1)

Kaji jenis pembedahan, hari pembedahan, dan apakah ada order
khusus dari tim dokter bedah dalam melakukan perawatan luka.
Rasional

: Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari

tujuan yang diharapkan.
2)

Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering
Rasional

: Kondisi

bersih

dan

kering

akan

menghindari

kontaminasi komensal. Sebaliknya jika dalam keadaan basahakan

menyebabkan respons inflamasi lokal dan akan memperlama
penyembuhan luka.
3)

Lakukan perawatan luka
a) Lakukan perawatan luka steril pada hari kedua pascabedah dan
diulang setiap dua hari
Rasional

: Perawatan luka sebaiknya tidak setiap hari untuk

menurunkan kontak tindakan dengan luka yang dalam kondisi
steril sehingga mencegah kontaminasi kuman ke luka bedah.
b) Bersihkan luka dan drainase dengan cairan antiseptik jenis iodine
providum dengan caraswabbingdari arah dalam ke luar.
Rasional : Pembersihan debris (sisa fagositosis, jaringan mati)
dan kuman sekitar luka dengan mengoptimalkan kelebihan dari
iodine providum sebagai antiseptik dengan arah dari dalam keluar
karena dapat mencegah kontaminasi kuman ke jaringan luka.
c) Bersihkan bekas sisa iodine providum dengan alkohol 70% atau
normal salin dengan caraswabbing dari arah dalam ke luar.
Rasional : Antiseptik iodine providum mempunyai kelemahan
dalam

menurunkan

proses

epitelisasi

jaringan

sehingga

memperlambat pertumbuhan luka, maka harus dibersihkan
dengan alkohol atau normal salin.
d) Tutup luka dengan kasa steril dan tutup dengan plester adhesif
yang menyeluruh menutupi kasa.
Rasional : Penutupan secara menyeluruh dapat menghindari
kontaminasi dari benda atau udara yang bersentuhan dengan luka
bedah.
4)

Kolaborasi penggunaan antibiotik
Rasional

: Antibiotik injeksi diberikan selama satu hari pasca bedah

yang kemudian dilanjutkan antibiotik oral sampai jahitan dilepas.
Peran perawat mengkaji adanya reaksi dan riwayat alergi antibiotik,
serta memberikan antibiotik sesuai pesanan dokter.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hiatal hernia adalah herniasi bagian proksimal lambung ke dada, yang
disebabkan oleh defek diafragma kongenital atau didapat. Kelainan ini bisa
merupakan predisposisi untuk refluks gastroesofagus kandungan lambung yang asam
dan peradangan sepertiga distal esofagus (esofagitis refluks) atau metaplasia lambung
(epitelium Barrett) (Davey, 2006).
Hiatal hernia dapat terjadi karena :
1. Peningkatan tekanan intraabdomen.
2. Kelemahan kongenital.
3. Peningkatan usia
4. Kelainan struktural
5. Refluks gastroesofagus

B. SARAN
1. Institusi pendidikan
Sebagai tambahan referensi dalam bidang pendidikan sehingga dapat menyiapkan
perawat yang berkompetensi dan berdedikasi tinggi dalam memberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif.
2. Lahan praktek
Hendaknya menyediakan tenaga kesehatan yang profesional dengan memberikan
pelatihan terkait asuhan keperawatan pada pasien dengan hiatal hernia yang
meliputi penatalaksanaan dan proses pembedahan guna membantu penyembuhan
pasien.

3.

DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, D. & Rahayuningsih, T. 2010. Keperawatan Medikal Bedah (Sistem
Pencernaan). Yogyakarta: Gosyen Publishing
Erickson, Kimberly Mc. Crudden. 2009. Abdominal Hernias. eMedicine Specialties. General
Surgery Abdomen.

Grace,P & Borley, N.,R .2007. Surgery At Glance.Third Edition. Alih Bahasa: dr Vidhia
Umami. Jakarta : Penerbit Erlangga
Herdman, T. Heather. 2012. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Alih
Bahasa: Made S, & Nike B.,S. Jakarta: EGC
Kluwer, Wolter., Williams, L. & Wilkins. 2012. Kapita Selekta Penyakit. Jakarta: EGC
Lusianah & Suratun. 2010. Asuhan Keperawatan
Gastrointestinal.Jakarta: Trans Info Media

Klien

Gangguan

Sistem

Mansjoer, A, Kuspuji T, Rahmi S, Wahyu I. W, Wiwiek S. 2009. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Nurarif, A. & Kusuma, H. 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA.Jakarta: Media Action Publishing
Patrick Davey. At a Glance Medicine. 2006. Jakarta: Erlangga
Peter J. Kahrilas, M.D., Hyon C. Kim, M.D., and John E Pandolfino, M.D. 2008. Approaches
to the Diagnosis and Grading of Hiatal Hernia
http://emedicine.medscape.com/article/178393-overview#showall Diunduh 16 Mei
2016
Sjamsuhidajat R &de Jong, W. 2011.Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Gastrointestinal.Jakarta: Trans Info Media
Stead, Dr P. 2009. Laparascopic Hernia Repair. Edisi 2. New York: Global Digital Services
& Endosurgery Institute
Sugeng, Jitowiyono dan Weni Kristiyanasari. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi.
Yogyakarta: Nuha Medika

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124