PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN BERFIKIR KREATIF SISWA SMP.
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Fisika
oleh
Desy Nuryanti NIM. 0706442
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014
(2)
Meningkatkan Hasil Belajar dan
Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa
SMP
Oleh Desy Nuryanti
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Desy Nuryanti 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP
disetujui dan disahkan oleh pembimbing: Pembimbing I
Drs. I Made Padri, M.Pd. NIP. 195010051976031003
Pembimbing II
Drs. Waslaluddin, M.T. NIP. 196302071991031002
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Fisika
Dr. Ida Kaniawati, M.Si. NIP.196807031992032001
(4)
PERYATAAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang ... 1
B.Rumusan Masalah ... 6
C.Batasan Masalah ... 7
D.Tujuan Penelitian ... 8
E. Manfaat Penelitian ... 8
F. Struktur Organisasi Skripsi ... 8
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
A.Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) ... 10
B. Hasil Belajar ... 18
C.Keterampilan Berpikir Kreatif ... 23
D.Hubungan Model Pembelajaran CTL, Hasil Belajar dan Keterampilan Berpikir Kreatif ... 27
BAB III METODE PENELITIAN ………. ... 33
A.Lokasi dan Subjek Penelitian ………. ... 33
B.Metode dan Desain Penelitian ... 33
C.Definisi Operasional ………. ... 34
D.Instrumen Penelitian ………... ... 36
(5)
………..
A.Pelaksanaan Penelitian ……….. 64
B.Keterlaksanaan Model Pembelajaran ……… 65
C.Peningkatan Hasil Belajar Siswa ……….. 67
1. Hasil Belajar Ranah Kognitif ………. 67
2. Hasil Belajar Ranah Afektif ……… 71
3. Hasil Belajar Ranah Psikomotor ………. 75
D.Peningkatan Keterampilan Berpikir Kreatif ………. 79
E. Pembahasan Upaya Menghindari Hal-hal yang Menyimpang dalam Penelitian ……….. 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 85
A.Kesimpulan ……….. 85
B.Saran ………... 86
DAFTAR PUSTAKA ……….. xiv
LAMPIRAN ……… 87 RIWAYAT HIDUP
(6)
STUDENTS
Motivated by the cognitive learning outcomes that have not yet reached the KKM and observations indicate that the learning process is didn’t trained students to think creatively , the purpose of study is to know how the application of the Contextual Teaching and Learning ( CTL ) to improve learning outcomes and Creative Thinking Skills ( KBK ) students . The method of research used in this study is pre-experimental with one group pretest - posttest design . Retrieval of data on research conducted using a multiple choice test to measure cognitive, a description of the test to measure the Creative Thinking Skills , a non - test observation sheet for measured of affective student, observation sheets of psychomotor domain of students , and the observation sheet CTL models for students and teachers . Anaysis data for Cognitive test and KBK test done by calculating the normalized gain value from the pretest and posttest scores , while the analysis data of observational from the affective and psychomotor done by calculating the average score of students that is converted into Indeks Prestasi
Kelompok ( IPK ) . Analysis data for results from observations of CTL models is
calculating the percentage of the learning stage has been completed , then interpreted into the category Keterlaksanaan Model Pembelajaran ( KMP ) . The results showed the average value of the normalized gain of 0,44 for the cognitive domains including the medium category , with details of the gain values were normalized to aspects C1 is 0,37 , aspects C2 is 0,71 , aspect C3 is 0,45 and aspects C4 is 0,32 . The results of the study to the KBK conducted an average gain of normalized by 0,40 with the medium category , with details of the value of the average normalized gain of 0,45 for fluency aspects , 0,32 for aspects flexilbility, and 0,53 for aspects originality and 0,32 for aspects elaboration. The results of the analysis for the affective aspect obtained by IPK of 79,87 % with including high category and psychomotor aspects of 86.36 % including high category . The result of observation for CTL model by the teacher for each meeting is 88 % , 100 % , and 100 % , whereas by the student for each meeting by 86 % , 88 % , 86.8 % . Therefore , it can be concluded that the application of Contextual Teaching and Learning models can improve learning outcomes and skills of junior high school students to think creatively .
Keywords: Contextual Teaching and Learning, Learning Outcomes, Creative Thinking Skills
(7)
STUDENTS
Motivated by the cognitive learning outcomes that have not yet reached the KKM
and observations indicate that the learning process is didn’t trained students to think creatively , the purpose of study is to know how the application of the Contextual Teaching and Learning ( CTL ) to improve learning outcomes and Creative Thinking Skills ( KBK ) students . The method of research used in this study is pre-experimental with one group pretest - posttest design . Retrieval of data on research conducted using a multiple choice test to measure cognitive, a description of the test to measure the Creative Thinking Skills , a non - test observation sheet for measured of affective student, observation sheets of psychomotor domain of students , and the observation sheet CTL models for students and teachers . Anaysis data for Cognitive test and KBK test done by calculating the normalized gain value from the pretest and posttest scores , while the analysis data of observational from the affective and psychomotor done by calculating the average score of students that is converted into Indeks Prestasi
Kelompok ( IPK ) . Analysis data for results from observations of CTL models is
calculating the percentage of the learning stage has been completed , then interpreted into the category Keterlaksanaan Model Pembelajaran ( KMP ) . The results showed the average value of the normalized gain of 0,44 for the cognitive domains including the medium category , with details of the gain values were normalized to aspects C1 is 0,37 , aspects C2 is 0,71 , aspect C3 is 0,45 and aspects C4 is 0,32 . The results of the study to the KBK conducted an average gain of normalized by 0,40 with the medium category , with details of the value of the average normalized gain of 0,45 for fluency aspects , 0,32 for aspects flexilbility, and 0,53 for aspects originality and 0,32 for aspects elaboration. The results of the analysis for the affective aspect obtained by IPK of 79,87 % with including high category and psychomotor aspects of 86.36 % including high category . The result of observation for CTL model by the teacher for each meeting is 88 % , 100 % , and 100 % , whereas by the student for each meeting by 86 % , 88 % , 86.8 % . Therefore , it can be concluded that the application of Contextual Teaching and Learning models can improve learning outcomes and skills of junior high school students to think creatively .
Keywords: Contextual Teaching and Learning, Learning Outcomes, Creative Thinking Skills
(8)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Gage (dalam Dahar, 1989, hlm. 11)
menyebutkan bahwa “…belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses
dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Selain itu, menurut Jerome Brunner (dalam Trianto, 2009, hlm. 15)
menyebutkan bahwa “belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa
membangun (mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman/pengetahuan yang sudah dimilikinya”. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diartikan bahwa belajar adalah proses aktif melalui berbagai pengalaman dan membangun pengetahuannya sehingga menyebabkan perilaku dari organisme berubah. Proses-proses belajar yang telah disebutkan tadi seharusnya ada dalam proses pembelajaran, agar siswa dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, salah satunya yaitu siswa dapat mencapai hasil belajar yang baik dalam pembelajaran di kelas.
Seluruh mata pelajaran termasuk mata pelajaran IPA harus mencapai tujuan pembelajaran baik secara khusus dan tujuan pendidikan nasional pada umumnya. Tujuan pendidikan nasional Indonesia sendiri tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu,
"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Selain itu, mengingat pula cakupan mata pelajaran IPA di tingkat SMP menurut Depdiknas (2006, hlm. 5) adalah “…dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta
(9)
membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.”, sehingga pembelajaran IPA di kelas diharapkan mampu membentuk peserta didik sebagai manusia cerdas dan mempunyai kemampuan untuk berpikir ilmiah salah satunya berpikir secara kreatif. Menurut Munandar (1987, hlm. 48) berpikir kreatif diartikan sebagai “ Kemampuan –berdasarkan data atau informasi yang tersedia – menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah…”.
Mengingat pula bahwa pelajaran IPA merupakan pelajaran yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas). Proses penemuan ini dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari atau hal yang sering dijumpai oleh siswa di lingkungan sekitarnya. Selain itu, IPA khususnya fisika mempelajari fenomena-fenomena atau gejala alam yang terjadi di sekitar kita. Maka, dibutuhkan suatu pembelajaran yang memberi pengalaman yang berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari siswa, sehingga siswa dapat lebih memahami dan mengerti konsep, prinsip, atau fakta mengenai fisika karena siswa mengalami sendiri tentang fenomena yang bersangkutan secara langsung, dengan tujuan pembelajaran di kelas akan lebih bermakna bagi siswa. Seperti yang dikemukakan oleh Kesuma, dkk (2010, hlm. 57),
“Proses belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang
dipelajarinya, bukan sekedar mengetahuinya. Sebab, pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak
memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang”
Sehingga pembelajaran IPA di kelas seharusnya melatih keterampilan berpikir kreatif siswa dengan melibatkan siswa dalam pembelajaran agar siswa mengalami apa yang dipelajarinya sehingga pembelajaran IPA menjadi lebih bermakna bagi siswa.
(10)
Namun pada kenyataannya, proses pembelajaran di kelas tidak sepenuhnya sesuai dengan harapan. Penulis melakukan studi pendahuluan dengan cara observasi pembelajaran di kelas dan menyebar kuisioner yang berisi pertanyaan seputar fisika pada 36 siswa (satu kelas) di SMP Negeri di Bandung. Hasil observasi pembelajaran di kelas, metode yang sering digunakan oleh guru adalah ceramah dan langsung mengerjakan soal selama pembelajaran tanpa menunjukan fenomena-fenomena yang berada di kehidupan sehari-hari. Aktifitas siswa di kelas, tidak banyak siswa yang bertanya saat pembelajaran berlangsung dan guru pun tidak banyak mengajukan pertanyaan seputar pembelajaran. Siswa pun hanya menjadi pendengar dan melakukan yang guru perintahkan. Siswa diperintahkan untuk mengerjakan soal-soal dalam buku paket dan akhirnya diminta untuk menyebutkan jawaban yang benar tanpa pembahasan jawaban dari soal yang dikerjakan.
Pembelajaran yang terus menerus seperti ini dikhawatirkan menyebabkan rasa ingin tahu siswa berkurang dan proses belajar di kelas tidak maksimal karena siswa tidak melakukan proses aktif dalam pembelajaran, tidak mengalami apa yang dipelajarinya, dan tidak melibatkan pengetahuan yang sudah diketahuinya ke dalam pelajaran. Hal ini juga menunjukkan bahwa guru masih menjadi pusat dalam pembelajaran dan kegiatan pembelajaran hanya proses transfer informasi dalam aspek kognitif dari guru ke siswa. Hal ini dibuktikan sedikit sekali aktifitas tanya jawab dalam pembelajaran, padahal aktifitas tanya jawab merupakan hal penting untuk merangsang siswa agar dapat menemukan banyak kemungkinan jawaban dari masalah yang diajukan guru. Dengan pembelajaran yang berpusat pada guru, Trianto (2009, hlm. 6) menyatakan bahwa pembelajaran seperti ini tidak mengajarkan siswa strategi belajar yang dapat memahami bagaimana belajar, berpikir, dan memotivasi diri sendiri. Hal ini menyebabkan siswa kurang memaknai pembelajaran karena siswa tidak mengalami dan diajak untuk menghubungkan materi yang sebenarnya ada dalam kehidupan sehari-hari.
(11)
Siswa tidak dapat berpikir dan merasa ingin tahu yang selanjutnya akan menyebabkan kemampuan siswa untuk berpikir kreatif tidak dapat dikembangkan. Hal ini senada dengan pernyataan Munandar (1992) bahwa
“pengajaran yang menekankan pada penyampaian informasi faktual dan pengembangan penalaran atau hafalan yang mencari satu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang diberikan adalah penyebab proses-proses pemikiran tingkat tinggi termasuk pemikiran kreatif siswa kurang
dilatih”.
Hal ini di dukung oleh jawaban siswa pada kuisioner yang disebarkan. Hasil yang didapat adalah dari 36 siswa yang mengisi kuisioner, 26 orang siswa menyebutkan bahwa metode yang sering digunakan oleh guru adalah metode ceramah. Jawaban siswa berkaitan dengan proses pembelajaran di kelas, sebagian siswa (18 orang) menyebutkan bahwa pembelajaran IPA belum membuat mereka aktif untuk bertanya dan menyebutkan pula bahwa pembelajaran IPA belum dapat memunculkan ide kreatif mereka untuk penerapan materi dalam kehidupan sehari-hari. Senada dengan hasil wawancara terhadap guru yang menyatakan bahwa dalam proses tanya jawab, secara umum siswa hanya terpaku pada satu jawaban saja dan belum memberikan jawaban dari sudut pandang yang berbeda, sehingga kemampuan berpikir siswa masih belum terlatih. Menurut 27 orang dari 36 siswa menyebutkan pula bahwa pembelajaran di kelas belum mengkaitkan pengalaman mereka dalam kehidupan sehari-hari dengan materi yang dipelajarinya.
Hal di atas menyebabkan hasil ulangan pada bab sebelumnya bahwa dari 36 siswa, hanya 13 orang siswa yang mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditentukan sekolah yaitu 72. Sedangkan 23 siswa memiliki nilai di bawah KKM. Dengan kata lain, hanya 36% siswa saja yang berhasil mencapai nilai KKM yang telah ditentukan.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran masih belum melibatkan siswa secara aktif, belum mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari sehingga
(12)
pembelajaran menjadi kurang bermakna, belum membangun pengetahuan baru siswa berdasarkan pengalamannya, kegiatan tanya jawab di kelas sangat kurang dan siswa cenderung pasif sehingga keterampilan berpikir kreatif siswa kurang dilatih dalam pembelajaran. Hal tersebut dapat mengakibatkan hasil belajar siswa kurang baik.
Untuk itu dibutuhkan model pembelajaran yang mengkaitkan IPA secara langsung dengan kehidupan sehari-hari atau lingkungan sekitarnya. Hal ini dilakukan agar siswa melibatkan pengalamannya dan siswa mengalami apa yang dipelajarinya, sehingga siswa dapat lebih memahami, memaknai, dan terlibat aktif dalam pembelajaran IPA di kelas. Hal tersebut dimaksudkan dengan harapan hasil belajar siswa menjadi lebih baik dan keterampilan berpikir kreatif siswa dapat dilatih. Salah satu model yang dapat diterapkan adalah Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Johnson (2007, hlm. 182) bahwa
“Untuk membantu siswa mengembangkan potensi intelektual mereka, CTL mengajarkan langsung langkah-langkah yang dapat digunakan dalam berpikir kritis dan kreatif serta memberikan kesempatan untuk menggunakan keahlian berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi
dalam dunia nyata”
Hal serupa dikatakan oleh Suprijono (2012, hlm. 82) bahwa pembelajaran kontekstual melatih peserta didik untuk berpikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu, dan memecahkan masalah. Selain itu, Rusman (2014, hlm. 38) bahwa pembelajaran CTL tidak sekedar dilihat dari sisi produk, akan tetapi yang terpenting adalah proses. Dengan kata lain, CTL dapat dilihat dari hasil belajar yang ditunjukan siswa baik dari sisi produk (ranah kognitif), maupun sisi proses (ranah afektif dan psikomotor).
Selain itu, beberapa hasil penelitian skripsi mengenai Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), membuktikan bahwa Model CTL dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan prestasi belajar siswa. Berikut beberapa hasil yang ditunjukan dari penelitian yang
(13)
menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam penelitiannya, diantaranya :
-Penerapan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar dan Literasi Sains (Mega Wahyanti, 2013); diperoleh peningkatan hasil belajar secara keseluruhan dengan skor rata-rata gain ternormalisasi sebesar 0,71 dengan kategori peningkatan tinggi.
-Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa (Jaja Muhamad Jabar, 2011); diperoleh nilai rata-rata gain ternormalisasi sebesar 0,62 dengan kategori peningkatan sedang.
Berdasarkan hal di atas, maka dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan berpikir kreatif siswa melalui Model Pembelajaran
Contextual Teaching and Learning. Oleh karena itu penulis memberi judul Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning
(CTL) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Keterampilan Berpikir
Kreatif Siswa SMP B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah yang akan dijawab melalui penelitian ini yaitu
“Bagaimana peningkatan hasil belajar dan keterampilan berpikir kreatif siswa setelah diterapkannya Model Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL)?”
Untuk lebih memfokuskan masalah yang akan diteliti maka rumusan masalah dapat dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan di bawah ini :
1. Bagaimana peningkatan hasil belajar setelah diterapkan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)?
(14)
2. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa dalam ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor setelah diterapkan Model Pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL)?
3. Bagaimana peningkatan keterampilan berpikir kreatif siswa setelah diterapkan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)?
C. Batasan Masalah
Dari perumusan masalah di atas, masalah hanya dibatasi sebagai berikut: 1. Meningkatkan hasil belajar; kata meningkatkan di sini dibatasi dalam
perubahan positif hasil belajar siswa pada ranah kognitif sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan yang dilihat dari skor gain hasil belajar siswa atau selisih hasil tes setelah dilakukan pembelajaran dan sebelum pembelajaran yang kemudian dianalisis nilai gain yang dinormalisasinya. Untuk peningkatan ranah afektif dan ranah psikomotor dilihat dari nilai Indeks Prestasi Kelompok (IPK) secara keseluruhan. Ranah Kognitif dibatasi pada kemampuan mengingat (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4). Ranah Afektif dibatasi pada kemampuan penerimaan (A1), pemberian respon (A2), penilaian (A3) dan pengorganisasian (A4) (tanggung jawab). Sedangkan pada ranah psikomotor meliputi kemampuan peniruan (P1), manipulasi (P2), dan ketetapan (P3). 2. Meningkatkan keterampilan berpikir kreatif merupakan perubahan
positif siswa pada Keterampilan Berpikir Kreatif sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan yang dilihat dari skor gain hasil tes atau selisih hasil tes uraian KBK setelah dilakukan pembelajaran dan sebelum pembelajaran yang kemudian dianalisis nilai gain yang dinormalisasinya.
(15)
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Peningkatan hasil belajar siswa setelah penerapan Model Pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) pada ranah kognitif, afektif,
dan psikomotor
2. Peningkatan keterampilan berpikir kreatif siswa setelah penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan setelah dilakukan penelitian ini adalah
1. Dari segi teori, model pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) merupakan salah satu model pembelajaran yang menjadikan
pembelajaran di kelas lebih bermakna dan berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari siswa. Model pada penelitian ini dapat dijadikan model pembelajaran alternatif yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan keterampilan berpikir kreatif
2. Dari segi praktik, diharapkan siswa tidak hanya sekedar menghafal materi fisika yang diajarkan guru, tapi siswa dapat lebih memaknai pembelajaran serta berperan aktif dalam pembelajaran dan dapat membangun keinginan siswa untuk menerapkan materi fisika pada kehidupan sehari-harinya
F. Struktur Organisasi Skripsi
Bagian ini menjelaskan rincian tentang isi penulisan dari setiap bab. Skripsi ini terdiri dari lima bab yang meliputi bab I, bab II, bab III, bab IV dan bab V.
Bab I Pendahuluan, membahas latar belakang dari penelitian yang dilakukan. Selain itu, pada bab I ini dijabarkan pula mengenai rumusan masalah, batasan masalah dari penelitian, serta membahas tujuan dari penelitian.
Bab II Landasan Teori, berisi penjelasan mengenai model pembelajaran
(16)
Berpikir Kreatif dan Hubungan CTL, Hasil Belajar dan Keterampilan Berpikir Kreatif.
Bab III Metode Penelitian, berisi penjelasan mengenai metode dan desain penelitian yang digunakan dalam penelitian. Pada bab ini menjelaskan pula mengenai instrumen penelitian dan proses pengembangannya, serta proses pengembangan perangkat pembelajaran. Selain itu, analisis data hasil penelitian pun dibahas pada bab III ini.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, menjelaskan mengenai hasil penelitian yang meliputi proses pelaksanaan penelitian, hasil dari keterlaksanaan model pembelajaran, peningkatan hasil belajar siswa, peningkatan keterampilan berpikir kreatif siswa, dan pembahasan upaya untuk menghindari hal-hal yang menyimpang dalam penelitian.
Bab V Kesimpulan dan Saran, berisi simpulan dari penelitian dan memberikan saran yang berkaitan dengan hasil temuan dalam penelitian.
(17)
BAB III
METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian dilakukan pada salah satu Sekolah Menengah Pertama Negeri di kota Bandung dengan subjek penelitiannya adalah 33 orang siswa pada salah satu kelas VII yang ada di sekolah tersebut.
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah pre experimental dan desain penelitian adalah one group pretest-posttest design. Dalam desain penelitian ini, kelompok tidak diambil secara acak atau pasangan, juga tidak ada kelompok pembanding, tetapi diberi tes awal dan tes akhir di samping perlakuan. (Sukmadinata, 2009, hlm. 208)
Subjek penelitian untuk desain ini hanya satu kelas atau tidak ada kelas control dalam penelitian ini. Satu kelas yang menjadi subjek penelitian akan mendapatkan penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL).
Di bawah ini digambarkan bagan desain penelitian one group
pretest-posttest design.
Tabel 3.1
Bagan Desain Penelitian One Group Pretest-Posttest
Kelompok Pretest Treatment Posttest
Eksperimen O1 X O2
(Sukmadinata, 2009, hlm. 208) Keterangan :
O1 : Hasil Test awal
O2 : Hasil Test akhir
X : Perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning
Metode ini digunakan karena peneliti hanya ingin mengetahui peningkatan hasil belajar dan keterampilan berpikir kreatif siswa setelah
(18)
diberi perlakuan dan peneliti belum bisa mengkontrol seluruh variabel luar yang mungkin berpengaruh terhadap hasil belajar dan keterampilan berpikir kreatif.
C. Definisi Operasional
1. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan model pembelajaran yang membantu siswa mengaitkan pengalaman yang mereka miliki sebelumnya dalam kehidupan sehari-hari dengan materi yang akan dipelajarinya, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Dalam proses mengaitkan materi dengan kehidupan keseharian siswa, terdapat empat tahap dalam pembelajarannya yaitu (1) Tahap Invitasi, (2) Tahap Eksplorasi, (3) Tahap Penjelasan dan solusi serta (4) Tahap Pengambilan Tindakan. Untuk mengukur keterlaksanaan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), maka digunakan metode observasi pembelajaran di kelas dengan menggunakan instrumen lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran yang berisi tahapan-tahapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL).
2. Hasil Belajar Siswa diartikan dengan sesuatu yang dicapai atau diperoleh oleh siswa dari pengalaman belajarnya. Hasil belajar menurut Bloom dibagi menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Ranah kognitif berkaitan dengan pengetahuan dan intelektual siswa, ranah afektif berkaitan dengan sikap siswa selama pembelajaran, serta ranah psikomotor berkaitan dengan keterampilan siswa yang ditunjukan dalam bentuk kegiatan motorik siswa seperti dalam kegiatan praktikum. Hasil belajar pada ranah kognitif meliputi kemampuan mengingat (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6); sedangkan ranah afektif meliputi kemampuan penerimaan (A1), pemberian respon (A2), penilaian (A3), pengorganisasian (A4), dan karakterisasi (A5); serta ranah psikomotor meliputi peniruan (P1), manipulasi (P2), ketetapan (P3), artikulasi (P4), dan pengalamiahan (P5). Pada penelitian ini ranah
(19)
kognitif yang diukur meliputi kemampuan mengingat (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4). Ranah afektif meliputi kemampuan penerimaan (A1) dengan indikator yang diukur adalah kemampuan menyimak penjelasan, pemberian respon (A2) dengan indikator yang diukur yaitu melaporkan hasil percobaan dan ikut serta dalam diskusi kelompok, penilaian (A3) dengan indikator yang diukur adalah melakukan kerja sama dalam kelompok, pengorganisasian (A4) dengan indikator yang diukur adalah tanggung jawab. Sedangkan pada ranah psikomotor meliputi kemampuan peniruan (P1) dengan indikator yang diukur adalah mengikuti prosedur percobaan, manipulasi (P2) dengan indikator yang diukur yaitu kemampuan siswa merakit alat percobaan, ketetapan (P3) dengan indikator yang diukur adalah siswa dapat menggunakan alat percobaan dan menunjukan cara pembacaan skala alat ukur. Pembatasan aspek dari masing-masing dilakukan karena disesuaikan dengan tahapan model pembelajaran CTL, kegiatan percobaan dan tes keterampilan berpikir kreatif sudah mencakup kemampuan C5 serta C6. Ranah kognitif diukur melalui tes tertulis berbentuk pilihan ganda yang dikembangkan menurut taksonomi Bloom yang diberikan sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan, sedangkan untuk mengukur ranah afektif dan psikomotor digunakan lembar observasi ranah afektif dan ranah psikomotor selama pembelajaran berlangsung.
3. Keterampilan Berpikir Kreatif merupakan kemampuan yang berhubungan dengan kognisi dan proses berpikir. Keterampilan berpikir kreatif dapat diukur dengan melihat indikator kognitif dari ciri dari keterampilan berpikir kreatif yang dikemukakan oleh William (dalam Munandar, 2009, halm. 88) yang meliputi : berpikir lancar (fluency), berpikir luwes (flexibility), berpikir orisinil (originality), dan berpikir terperinci (elaboration). Kemampuan berpikir lancar (fluency) adalah kemampuan mencetuskan banyak gagasan, jawaban dan memberikan banyak penyelesaian dari suatu masalah. Kemampuan berpikir luwes
(20)
(flexibility) adalah kemampuan menghasilkan gagasan, jawaban dan
penyelesaian masalah dengan cara yang berbeda dan bervariasi. Kemampuan berpikir orisinil (originality) adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru yang jarang dipikirkan oleh orang lain. Kemampuan berpikir terperinci (elaboration) adalah kemampuan untuk mengembangkan suatu gagasan dan memerinci bagian-bagian kecil dari suatu masalah. Keterampilan berpikir kreatif ini diukur dengan menggunakan tes berbentuk uraian yang mencakup indikator-indikator kemampuan berpikir kreatif. Tes ini diberikan kepada siswa sebelum dan sesudah diberi perlakuan atau treatment.
D. Instrumen Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peningkatan hasil belajar dan keterampilan berpikir kreatif siswa setelah diterapkan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Maka, instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa tes dan non-tes
1. Tes
a. Tes Hasil Belajar Ranah Kognitif berupa tes pilihan ganda.
Penggunaan tes berbentuk pilihan ganda untuk mengukur hasil belajar siswa pada ranah kognitif dikarenakan tes pilihan ganda dapat mencakup materi pelajaran yang luas dan rinci, lebih mudah dan cepat cara memeriksanya (Arikunto, 1987, hlm.164), sehingga dapat membuat yang mencakup indikator kompetensi yang sudah ditentukan.
Tes pilihan ganda pada penelitian ini terdiri dari 20 soal yang mencakup indikator kemampuan kognitif menurut Bloom, yaitu pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisa (C4). Kemampuan kognitif siswa pada penelitian ini dibatasi hanya sampai kemampuan analisa (C4) saja, sedangkan kemampuan sintesis (C5) dan evaluasi (C6) tidak digunakan. Hal ini dikarenakan : mengingat Sudjana (1989, hlm. 28) menyebutkan bahwa berpikir sintesis dan evaluasi adalah berpikir divergen dan merupakan salah satu terminal untuk menjadikan orang menjadi lebih kreatif. Selain itu, pada penelitian ini
(21)
sudah digunakan tes khusus berpikir kreatif, maka kemampuan sintesis dan evaluasi tidak digunakan untuk mengukur hasil belajar pada ranah kognitif.
b. Tes Kemampuan Berpikir Kreatif berupa tes uraian.
Kemampuan berpikir kreatif berkaitan dengan kemampuan siswa untuk menemukan berbagai jawaban dari suatu masalah. Arikunto (1987, hlm. 162) menyebutkan bahwa “ ….tes uraian/esai menuntut siswa untuk dapat mengingat-ingat dan mengenal kembali, dan terutama harus mempunyai daya kreativitas yang tinggi”. Selain itu, soal uraian dapat memungkinkan siswa untuk menjawab dengan berbagai macam jawaban dan mengemukakan pendapatnya sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. Mengingat hal tersebut, maka peneliti menggunakan tes berbentuk uraian untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa.
Tes uraian kemampuan berpikir kreatif pada penelitian ini digunakan sebanyak 12 butir soal yang mencakup indikator kognitif Kemampuan Berpikir Kreatif menurut William yang meliputi masing-masing tiga butir soal untuk mengukur kemampuan berpikir lancar (fluency), berpikir luwes (flexibility), berpikir orisinil (originality), dan berpikir terperinci (elaboration). Indikator kognitif fluency yang diukur adalah siswa dapat lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya dan menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan; indikator kognitif
flexibility yang diukur adalah siswa dapat memberikan macam-macam
penafsiran terhadap suatu gambar dan dapat menggolongkan grafik menurut pembagian atau kategori yang berbeda-beda; indikator kognitif
originality yang diukur adalah setelah membaca gagasan-gagasan atau
pertanyaan, bekerja untuk menemukan penyelesaian yang baru dan memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain; serta indikator kognitif elaboration yang diukur adalah siswa dapat mencari arti yang mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah
(22)
yang terperinci. Tidak digunakannya semua indikator kognitif dari setiap aspek KBK oleh peneliti dikarenakan soal KBK disesuaikan dengan materi kalor dan peneliti merasa sulit untuk membuat soal dengan indikator kognitif yang lain.
2. Non-Tes
Penggunaan alat ukur non-tes berupa lembar observasi untuk mengukur keterlaksanaan model pembelajaran, ranah afektif dan ranah psikomotor siswa dikarenakan hal tersebut bukan berkaitan dengan pengetahuan siswa yang dapat diukur secara mudah dan menuntut jawaban benar atau salah. Namun, ketiga hal di atas berkaitan dengan hasil pelaksanaan pembelajaran di kelas, sikap siswa, dan hasil belajar yang berupa penampilan, sehingga dibutuhkan alat ukur yang dapat memberikan jawaban khusus tentang siswa mengenai sikap, penampilan dan aktifitas siswa selama penerapan model pembelajaran.
a. Lembar Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran
Lembar observasi keterlaksaan model pembelajaran pada penelitian ini meliputi lembar observasi untuk guru dan siswa. Lembar observasi ini berisi tentang kegiatan-kegiatan guru dan siswa sesuai RPP yang yang telah dibuat dan sesuai dengan tahapan model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) menurut Sa’ud, yaitu
meliputi (1) Tahap Invitasi, (2) Tahap Eksplorasi, (3) Tahap Penjelasan dan solusi serta (4) Tahap Pengambilan Tindakan. Lembar observasi ini berisi tahapan-tahapan pembelajaran (aktivitas guru dan siswa) yang sudah disesuaikan dengan model pembelajaran Contextual Teaching
and Learning. Observer yang mengamati pelaksanaan pembelajaran,
akan mengisi kolom terlaksana atau tidaknya tahap pembelajaran yang sudah dituliskan pada lembar observasi dengan cara mencentang atau men-cheklist kolom Ya atau Tidak pada kolom yang tersedia sesuai dengan pengamatannya.
(23)
Berikut tabel tahap model pembelajaran yang diukur melalui observasi:
Tabel 3.2
Tahapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning yang diukur Melalui Observasi
Tahap CTL
Komponen
CTL Aktivitas Guru Aktivitas Siswa
Invitasi
Bertanya
Melakukan apersepsi yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari
Siswa melakukan tanya jawab dengan guru mengenai pelajaran sebelumnya
Pemodelan
Melakukan pemodelan melalui demonstrasi atau video yang ditampilkan
Siswa menyimak dan terlibat dalam demonstrasi atau pemutaran video yang ditampilkan
Konstruktiv isme
Memberikan kesempatan siswa untuk mengungkapkan
pengetahuan awal mengenai materi yang akan dipelajari
Siswa mengemukakan pengetahuan awalnya mengenai materi yang akan dipelajari
Eksplorasi
Masyarakat Belajar
Guru membagi siswa dalam kelompok
Bergabung bersama kelompok masing-masing Inkuiri Memberikan kesempatan
kepada siswa untuk
memperoleh data percobaan melalui pengamatan
Siswa terlibat dalam percobaan yang dilakukan sesuai panduan LKS Penilaian
Sebenarnya
Selama kegiatan berlangsung, guru melakukan penilaian hasil belajar aspek psikomotor dan membimbing siswa dalam percobaan.
Inkuiri Memberi kesempatan untuk bertanya jika masih belum paham mengenai percobaan dan mengalami kesulitan.
Mengajukan pertanyaan selama melakukan percobaan
Inkuiri Setelah melakukan percobaan, siswa dibimbing oleh guru untuk mendiskusikan hasil percobaan untuk dituliskan dalam LKS dan menjawab pertanyaan dalam LKS.
Mengajukan pertanyaan selama melakukan percobaan
Terlibat dalam diskusi kelompok dan pengisian LKS
(24)
presentasi laporan percobaan untuk mengetahui pemahaman siswa
diskusi kelompok di depan kela (untuk kelompok siswa yang terpiih untuk
presentasi)
Penjelasan dan Solusi
Kontruktivi sme
Guru memberikan Penjelasan dan Solusi terhadap hasil diskusi kelas
Menyimak penjelasan yang diberikan oleh guru
Konstruktiv isme
Guru memberikan koreksi dan penguatan mengenai materi yang sedang dibahas berdasarkan kesimpulan siswa sebelumnya.
Terlibat dalam membuat kesimpulan materi pembelajaran
Pengambil an tindakan
Refleksi Membimbing siswa untuk melakukan refleksi mengenai materi yang telah dipelajari
Terlibat dalam
memecahkan permasalahan pada penggalian konsep awal berdasarkan
pemahaman yang diperoleh Bertanya Memberikan kesempatan untuk
bertanya mengenai materi yang dibahas
Mengajukan pertanyaan mengenai proses
pembelajaran yang telah dilaksanakan
Penilaian Sebenarnya
Guru memberikan penghargaan kepada kelompok siswa yang terbaik
Merespon penghargaan yang diberikan guru pada kelompok terbaik
b. Lembar Observasi Ranah Afektif
Ranah afektif yang diukur melalui lembar observasi meliputi kemampuan menyimak penjelasan (A1), ikut serta dalam diskusi kelompok (A2), melaporkan hasil percobaan (A2), tanggung jawab (A4), dan melakukan kerja sama dalam kelompok (A3). Pemilihan indikator pada ranah afektif disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran yang muncul dalam tahapan model pembelajaran Contextual Teaching
and Learning (CTL). Instrumen lembar observasi ranah afektif ini
berupa lembar kolom yang berisi aspek-aspek afektif yang hendak diukur oleh observer yang mengamati. Kolom pada lembar observasi ini meliputi nama siswa dan skor yang di dapat oleh masing-masing siswa pada setiap aspeknya. Observer hanya perlu mencentang atau
(25)
teramati dengan merujuk pada rubrik penilaian setiap aspek yang telah disediakan oleh peneliti.
c. Lembar Observasi Ranah Psikomotor
Pada ranah psikomotor kemampuan yang diobservasi meliputi kemampuan menunjukkan penggunaan alat ukur (P3), mengikuti prosedur percobaan (P1), menunjukan pembacaan skala alat ukur (P3), dan merakit alat percobaan (P2). Pemilihan indikator ranah psikomotor ini pun disesuaikan dengan kegiatan percobaan yang dilakukan oleh siswa. Sama halnya dengan lembar observasi ranah afektif, instrumen lembar observasi ranah psikomotor ini berupa lembar kolom yang berisi aspek-aspek psikomotor yang hendak diukur oleh observer yang mengamati. Kolom pada lembar observasi ini meliputi nama siswa dan skor yang di dapat oleh masing-masing siswa pada setiap aspeknya. Observer hanya perlu mencentang atau men-cheklist skor pada kolom yang tersedia sesuai dengan sikap siswa yang teramati dengan merujuk pada rubrik penilaian setiap aspek yang telah disediakan oleh peneliti.
E. Prosedur Penelitian
Berdasarkan desain penelitian one group pretest-posttest design, maka prosedur penelitian yang dapat dilakukan yaitu:
a. Tahap Persiapan
1) Studi literatur, dilakukan untuk memperoleh teori pembelajaran mengenai bentuk dan model pembelajaran yang hendak diterapkan 2) Telaah kurikulum, dilakukan untuk mengetahui Kompetensi Dasar
dan materi yang hendak diterapkan model pembelajaran yang akan diuji coba agar dapat memperoleh data dan hasil.
3) Observasi awal, dilakukan untuk mengetahui kondisi kelas yang akan diterapkan Model Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL).
4) Menyusun silabus, RPP, dan skenario sesuai dengan tahapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), instumen pilihan ganda untuk mengukur aspek kognitif, instrument soal uraian
(26)
untuk mengukur kterampilan berpikir kreatif siswa, membuat lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran, membuat lembar observasi aspek afektif siswa dan memb lembar observasi aspek psikomotor siswa.
5) Melakukan uji coba instrumen berupa tes pilihan ganda ranah kognitif dan tes uraian keterampilan berpikir kreatif
b. Tahap Pelaksanaan
1) Melakukan pretest berupa tes pilihan ganda
2) Sampel kelas diberikan perlakuan yaitu menerapkan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan melihat keterlaksanaan model pembelajaran melalui lembar observasi dan melihat hasil belajar dalam aspek afektif dan psikomotor melalui lembar observasi siswa
3) Melakukan posttest c. Tahap Akhir
1) Membandingkan hasil pretest dan posttest untuk melihat perubahan yang terjadi sebelum dan setelah diterapkan Model Pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL).
2) Membuat laporan mengenai penerapan Model Pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap peningkatan
hasil belajar siswa dan keterampilan berpikir kreatif siswa
Prosedur penelitian yang akan dilakukan digambarkan dalam bagan dibawah ini:
(27)
Gambar 3.1. Alur Penelitian
F. Proses Pengembangan Instrumen 1. Penyusunan Instrumen Tes
Instrumen disusun berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar kelas VII pada semester ganjil. Selanjutnya peneliti memilih salah satu materi yang akan digunakan dalam penelitian. Setelah itu peneliti menyusun instrumen terkait dengan variabel yang hendak diukur dan instrumen di judgement oleh para ahli (dosen). Selanjutnya dilakukan perbaikan instrumen setelah dilakukan proses judgement. Lalu, instrumen hasil judgement dan perbaikan, diuji coba terhadap siswa yang sudah
(28)
mempelajari materi Kalor. Hasil dari uji coba dijadikan pedoman dalam menyusun instrumen untuk pretest dan posttest pada penelitian.
2. Validasi Instrumen Tes
Validasi instrumen dilakukan melalui dua tahap yaitu validasi isi oleh para ahli dan validasi soal melalui uji coba instrumen. Pada proses validasi isi oleh para ahli, peneliti melakukan validasi terhadap dua orang ahli (dosen). Pada proses ini, instrumen yang divalidasi adalah instrumen ranah kognitif sebanyak 30 soal dan instrumen keterampilan berpikir kreatif sebanyak 14 soal. Instrumen tersebut divalidasi untuk menyesuaikan soal terkait dengan indikator kemampuan kognitif dan KBK. Jika tidak sesuai antara isi soal dengan indikator kemampuan, maka dilakukan perbaikan pada soal tersebut.
Validasi instrumen melalui uji coba, dilakukan kepada dua kelas yang sudah mempelajari materi Kalor. Satu kelas diberikan soal kemampuan kognitif dan satu kelas lain diberikan soal keterampilan berpikir kreatif. Setelah mendapatkan hasil uji coba instrumen, maka dilakukan analisis hasil uji coba agar mengetahui apakah instrumen dikatakan valid atau tidak (mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan (Arikunto, 2006, halm. 168).
Perumusan matematikanya adalah
r = koefisien korelasi antara variabel X dan Y X = skor tiap butir soal
Y = skor total tiap butir soal
(29)
Dengan klasifikasi validitas sebagai berikut: Tabel 3.3
Klasifikasi Validitas Butir Soal
Nilai r Kriteria
0,80 – 1,00 Sangat tinggi
0,60 – 0,79 Tinggi
0,40 – 0,59 Cukup
0,20 – 0,39 Rendah
0,00 – 0,19 Sangat rendah
(Arikunto, 1987, hlm. 75) Untuk validitas soal keterampilan berpikir kreatif, didapatkan hasil seperti tabel di bawah ini:
Tabel 3.4
Validitas Soal Hasil Uji Coba Tes KBK
Kategori Validitas Soal Jumlah Soal Nomor Soal
Sangat Tinggi 0 -
Tinggi 5 4, 6, 8, 9, dan 10
Cukup 3 1, 3, dan 5
Rendah 4 2, 7, 11, dan 13
Sangat Rendah 2 12 dan 14
Sedangkan untuk soal kemampuan kognitif, analisis hasil uji coba dijabarkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.5
Validitas Soal Hasil Uji Coba Tes Ranah Kognitif
Kategori Validitas Soal
Jumlah
Soal Nomor Soal
Sangat Tinggi 0 -
Tinggi 1 22
Cukup 6 1, 6, 12, 18, 26, dan 28
Rendah 10 3, 5, 7, 8, 9, 13, 19, 20, 23, dan 27. Sangat Rendah 13 2, 4, 10, 11, 14 -17, 21, 24, 25, 29, dan 30
(30)
3. Reliabilitas Instrumen Tes
Uji coba instrumen bertujuan juga untuk mengetahui reliabilitas butir soal. Reliabilitas dilakukan untuk mengetahui ketetapan hasil tes. Untuk tes kemampuan kognitif yang berbentuk pilihan ganda, dilakukan analisis reliabilitas butir soal dengan cara K-R 20, dengan rumus sebagai berikut:
11 = −
1
2 −
2
R11 = reliabilitas soal secara keseluruhan P = proporsi subjek yang menjawab benar Q = proporsi subjek yang menjawab salah (1-p) Σpq = jumlah hasil perkalian antara p dan q n = banyaknya item
S = standar deviasi dari tes
(Arikunto, 1987, hlm. 100) Tabel 3.6
Klasifikasi Reliabilitas Butir Soal
Nilai r Kriteria
0,81 – 0,99 Sangat tinggi
0,61 – 0,80 Tinggi
0,41 – 0,60 Cukup
0,21 – 0,40 Rendah
0,00 – 0,20 Sangat rendah
Sedangkan untuk soal jenis uraian, perhitungannya menggunakan rumus alpa. Rumus yang digunakan adalah rumus Alpha sebagai berikut:
11 =
−1 1− �2 �2
Dimana:
r11 = reliabilitas yang dicari �2
= jumlah varians skor tiap-tiap item
�2
(31)
Untuk hasil uji coba soal keterampilan berpikir kreatif, nilai reliabilitas soal keseluruhan adalah 0,79 dengan kriteria tinggi, sedangkan hasil uji coba tes kemampuan kognitif diperoleh nialai reliabilitas secara keseluruhan sebesar 0,41 dengan kriteria cukup. Pengolahan data untuk reiabilitas soal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.5.1 dan B.5.3.
4. Tingkat Kesukaran Instrumen Tes
Untuk mengetahui tingkat kesukaran tiap soal, digunakan perumusan
� = �
P : tingkat kesukaran
B : banyak siswa yang menjawab soal tersebut dengan benar N : jumlah siswa peserta tes
(Arikunto, 1987, hlm. 208) Dengan klasifikasi sebagai berikut
Tabel 3.7
Klasifikasi Tingkat Kesukaran Butir Soal
Nilai P Kriteria
0,70 – 1,00 Mudah
0,30 – 0,69 Sedang
0,00 – 0,29 Sukar
(Arikunto, 1987, hlm. 210) Hasil analisis uji coba untuk tingkat kesukaran soal keterampilan berpikir kreatif dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.8
Analisis Tingkat Kesukaran Hasil Uji Coba Tes KBK
Kategori Tingkat
Kesukaran Soal Jumlah Nomor Soal
Sukar 6 8, 9, 10, 11, 12, dan 13
(32)
Mudah 2 2 dan 4
Untuk uji coba soal kemampuan kognitif, analisis tingkat kesukaran dari hasil uji coba diperoleh sebagai berikut:
Tabel 3.9
Analisis Tingkat Kesukaran Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Kognitif
Kategori Tingkat
Kesukaran Soal Jumlah Nomor Soal
Sukar 4 14, 18, 23, dan 27
Sedang 12 5, 7, 8, 12, 16, 17, 19, 20, 22, 26, 29, dan 30
Mudah 14 1, 2, 3, 4, 6, 9, 10, 11, 13, 15, 21, 24, 25, dan 28
5. Daya Pembeda Instrumen Tes
Untuk mengetahui daya pembeda soal digunakan persamaan :
� =
� − �
D = daya pembeda
BA = jumlah jawaban benar pada soal tertentu siswa kelompok atas
BB = jumlah jawaban benar pada soal tertentu siswa kelompok
bawah
NA = banyaknya siswa kelompok atas
NB = banyaknya siswa kelompok bawah
(Arikunto, 1987, hlm. 213) Tabel 3.10
Kriteria Daya Pembeda Butir Soal
Nilai D Kriteria
0,71 – 1,00 Sangat baik
0,41 – 0,70 Baik
0,21 – 0,40 cukup
(33)
(Arikunto, 1987, hlm. 218) Untuk daya pembeda dari hasil uji coba tes keterampilan berpikir kreatif, diperoleh hasil sebagai berikut
Tabel 3.11
Analisis Daya Pembeda Hasil Uji Coba Tes KBK
Kategori Daya
Pembeda Soal Jumlah Nomor Soal
Sangat Baik 0 -
Baik 4 5, 6, 8, dan 14
Cukup 7 1, 2, 3, 4, 7, 10, dan 12
Jelek 3 9, 11, dan 13
Sedangkan daya pembeda dari hasil uji coba tes kemampuan kognitif, diperoleh hasil sebagai berikut
Tabel 3.12
Analisis Daya Pembeda Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Kognitif
Kategori Daya
Pembeda Soal Jumlah Nomor Soal
Sangat Baik 1 26
Baik 4 5, 6, 12, dan 28
Cukup 7 7, 8, 18, 19, 20, 23, dan 27
Jelek 18 1, 2, 3, 4, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 21, 22, 24, 25, 29 dan 30
6. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Tes
Hasil analisis data uji coba instrumen untuk tes kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir kreatif dapat dilihat pada kedua tabel di bawah ini:
(34)
Tabel 3.13
Rekapitulasi Hasil Analisis Data Uji Coba Tes KBK
Nomor Soal
Aspek
KBK Validitas Soal
Tingkat Kesukaran
Daya Pembeda
1 Fluency Cukup Sedang Cukup
2 Flexibility Rendah Mudah Cukup
3 Flexibility Cukup Sedang Cukup
4 Originality Tinggi Mudah Cukup
5 Originality Cukup Sedang Baik
6 Originality Tinggi Sedang Baik
7 Elaboration Rendah Sedang Cukup
8 Elaboration Tinggi Sukar Baik
9 Fluency Tinggi Sukar Jelek
10 Fluency Tinggi Sukar Cukup
11 Elaboration Rendah Sukar Jelek
12 Fluency Sangat rendah Sukar Cukup
13 Flexibility Rendah Sukar Jelek
14 Flexibility Sangat rendah Sedang Baik
Tabel 3.14
Rekapitulasi Hasil Analisis Data Uji Coba Tes Kemampuan Kognitif
Nomor Soal
Aspek
Kognitif Validitas Soal
Tingkat Kesukaran
Daya Pembeda
1 C1 Cukup Mudah Jelek
2 C1 Sangat rendah Mudah Jelek
3 C2 Rendah Mudah Jelek
4 C4 Sangat rendah Mudah Jelek
5 C3 Rendah Sedang Baik
6 C1 Cukup Mudah Baik
7 C3 Rendah Sedang Cukup
8 C4 Rendah Sedang Cukup
9 C2 Rendah Mudah Jelek
10 C3 Sangat rendah Mudah Jelek
11 C2 Sangat rendah Mudah Jelek
12 C3 Cukup Sedang Baik
(35)
Lanjutan Tabel 3.14
Nomor Soal
Aspek
Kognitif Validitas Soal
Tingkat
Kesukaran Daya Pembeda
14 C2 Sangat rendah Sukar Jelek
15 C3 Sangat rendah Mudah Jelek
16 C3 Sangat rendah Sedang Jelek
17 C3 Sangat rendah Sedang Jelek
18 C4 Cukup Sukar Cukup
19 C2 Rendah Sedang Cukup
20 C3 Rendah Sedang Cukup
21 C2 Sangat rendah Mudah Jelek
22 C4 Tinggi Sedang Jelek
23 C4 Rendah Sukar Cukup
24 C3 Sangat rendah Mudah Jelek
25 C2 Sangat rendah Mudah Jelek
26 C1 Cukup Sedang Sangat baik
27 C4 Rendah Sukar Cukup
28 C2 Cukup Mudah Baik
29 C1 Sangat rendah Sedang Jelek
30 C2 Sangat rendah Sedang Jelek
Melihat hasil uji coba di atas, maka soal tes keterampilan berpikir kreatif yang digunakan adalah soal dengan nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11,13 dan 2 soal dibuang karena validitasnya sangat jelek. Sedangkan untuk tes kemampuan kognitif terlihat hanya sedikit soal yang dapat digunakan untuk pretest, dan tidak semua aspek kognitif dapat terukur melalui tes ini. Maka uji coba dilakukan kembali kepada kelas VII yang sudah mempelajari materi kalor dengan memperbaiki soal yang akan diuji coba ulang. Hasil uji coba ulang instrumen yang didapatkan adalah nilai reliabilitas 0,708 dengan kriteria tinggi. Untuk validitas butir soal, 5 soal termasuk kriteria tinggi, 8 soal termasuk kriteria cukup, 9 soal termasuk kriteria rendah, dan 8 soal termasuk kriteria sangat rendah. Atau dengan kata lain 43,3% soal termasuk valid dan 56,7% termasuk tidak valid. Untuk daya pembeda, 3 soal (10%) termasuk kategori sangat baik, 9 soal (30%) termasuk kategori baik, 9 soal (30%) termasuk
(36)
kategori cukup, dan 9 soal (30%) termasuk kategori jelek. Untuk tingkat kesukaran soal, 4 soal (13,3%) termasuk kategori mudah, 24 soal (80%) dengan kategori sedang, dan 2 soal (6%) dengan kategori sedang.
Hasil analisis soal kemampuan kognitif dijabarkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.15
Rekapitulasi Hasil Analisis Uji Coba Ulang Tes Kemampuan Kognitif
No Soal
Aspek
Kognitif Validitas
Tingkat
Kesukaran Daya Pembeda
1 C1 Tinggi Mudah Baik
2 C1 Tinggi Mudah Baik
3 C2 Sangat rendah Sedang Jelek
4 C4 Rendah Sedang Jelek
5 C3 Rendah Sedang Cukup
6 C1 Rendah Sedang Cukup
7 C3 Rendah Sedang Cukup
8 C4 Tinggi Sedang Sangat baik
9 C2 Tinggi Sedang Sangat baik
10 C3 Cukup Sedang Baik
11 C3 Cukup Sedang Baik
12 C3 Cukup Sedang Baik
13 C1 Rendah Mudah Cukup
14 C2 Sangat rendah Sedang Cukup
15 C3 Sangat rendah Sedang Jelek
16 C3 Cukup Sedang Cukup
17 C3 Cukup Sedang Baik
18 C4 Sangat rendah Sukar Jelek
19 C2 Sangat rendah Sukar Jelek
20 C3 Rendah Sedang Jelek
21 C3 Cukup Sedang Baik
22 C4 Sangat rendah Sedang Jelek
23 C4 Sangat rendah Sedang Jelek
24 C3 Cukup Sedang Baik
25 C2 Rendah Mudah Cukup
26 C1 Cukup Sedang Baik
27 C4 Rendah Sedang Cukup
28 C2 Tinggi Sedang Sangat baik
(37)
30 C2 Sangat rendah Sedang Jelek
Dari hasil tersebut maka soal yang seharusnya digunakan adalah 13 soal dengan kriteria validitas tinggi dan cukup, yaitu soal nomor 1, 2, 8, 9, 10, 11, 12, 16, 17, 21, 24, 26, dan 28. Namun, beberapa indikator pembelajaran tidak terukur dengan menggunakan 13 soal di atas. Dari ke 13 soal tersebut, aspek C1 yang terukur sebanyak 3 soal, C2 sebanyak 2 soal, C3 sebanyak 7 soal, dan C4 hanya 1 soal. Maka mempertimbangkan hasil judgement, indikator kompetensi dan beberapa aspek kognitif yang tidak cukup terukur dengan menggunakan 13 soal tersebut. Maka soal yang digunakan adalah sebanyak 20 soal, yaitu soal 1, 2, 3, 4, 8, 9, 10, 11, 12, 16, 17, 16, 19, 21, 22, 24, 26, 27, 28 dan 30 dengan melakukan perbaikan pada bebrapa soal yang ditambahkan. Hasil pengolahan data dan analisis uji coba instrumen dapat selengkapnya dilihat pada lampiran B.5.
Sedangkan untuk tes keterampilan berpikir kreatif, untuk mengetahui perbaikan soal yang digunakan sebagai instrumen penelitian, maka dilakukan kembali uji validitas dan reliabilitas pada hasil posttest. Hal ini dilakukan karena proses judgement hanya dilakukan oleh dua ahli. Soal posttest terdiri dari 12 soal uraian, dimana soal nomor 12 dan 14 tidak digunakan karena validitas soal sangat rendah serta dilakukan perbaikan pada soal yang masih nilai validitasnya rendah. Hasil pengolahan data diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,87 dengan kategori sangat tinggi, sedangkan untuk validitas soal posstest diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 3.16
Rekapitulasi Validitas Soal Posttest Keterampilan Berpikir Kreatif
No Soal Validitas Kriteria
1 0,34 Rendah
2 0,39 Rendah
(38)
4 0,69 Tinggi
Lanjutan Tabel 3.16
No Soal Validitas Kriteria
5 0,68 Tinggi
6 0,64 Tinggi
7 0,66 Tinggi
8 0,68 Tinggi
9 0,46 Cukup
10 0,28 Rendah
11 0,38 Rendah
12 0,44 Cukup
Bila dibandingkan dengan hasil uji coba sebelumnya reliabilitas soal secara keseluruhan mengalami perbaikan dari 0,79 menjadi 0,87. Sedangkan untuk validitas soal, masih tetap sama yaitu lima soal termasuk kriteria tinggi, tiga soal termasuk kriteria cukup dan 4 soal termasuk kriteria rendah.
7. Pengembangan Intrumen Non-Tes
Untuk pengembangan instrumen non-tes, yang meliputi lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran, lembar observasi ranah afektif dan lembar observasi ranah psikomotor dilakukan dengan cara yang berbeda dengan pengembangan instrumen tes.
a) Pengembangan lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning
Lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning disusun pertama kali dengan melihat
komponen-komponen Contextual Teaching and Learning yang harus terdapat pada proses pembelajaran. Selanjutnya, peneliti menyusun kegiatan pembelajaran yang meliputi aktivitas guru dan siswa yang dapat diamati oleh observer. Peneliti menyusun lembar observasi keterlaksanaan model Contextual Teaching and Learning dalam bentuk kolom yang sudah berisi tahapan pembelajaran untuk aktivitas
(39)
guru dan aktivitas siswa dan kolom kosong yang harus diisi oleh observer berupa kolom terlaksana atau tidaknya tahapan pembelajaran tersebut. Observer yang mengamati hanya perlu mencentang atau men-cheklist kolom kosong tersebut sesuai dengan aktivitas guru dan siswa yang teramatinya. Sebelum digunakan pada penelitian, peneliti melakukan validasi terhadap tahapan-tahapan pembelajaran yang terdapat pada lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning dengan cara konsultasi kepada ahli
(dosen pembimbing) dan selanjutnya dilakukan perbaikan pada bagian yang dirasa masih kurang.
Berikut contoh lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning yang digunakan dalam penelitian:
Gambar 3.2
Contoh Format Lembar Observasi Keterlaksanaan Model CTL b) Pengembangan Lembar Observasi Ranah Afektif dan Psikomotor.
Lembar observasi ini digunakan untuk mengamati sikap dan aktivitas setiap siswa untuk ranah afektif dan ranah psikomotor. Penyusunan awal dilakukan dengan menentukan aspek ranah afektif
(40)
dan psikomotor apa saja yang hendak diukur. Aspek yang digunakan dalam penelitian ini disesuakan dengan kegiatan pembelajaran dan praktikum (percobaan) pada saat pembelajaran. Berdasarkan aspek tersebut, peneliti mengembangkan sendiri rubrik penilaian yang akan digunakan untuk penelitian. Rubrik penilaian ini disusun berdasarkan kemungkinan aktifitas dan sikap siswa yang akan muncul atau teramati saat pembelajaran, sehingga setiap aspek dari ranah afektif dan ranah psikomotor diuraikan menjadi beberapa tingkatan sikap dan kinerja siswa yang dijelaskan pada rubrik penilaian. Uraian setiap aspek dari ranah afektif dan ranah psikomotor terdiri dari 4 tingkatan, hal ini dimulai dari tingkatan sikap dan kinerja siswa yang dianggap kurang baik sampai tingkatan yang dianggap sudah baik. Pemilihan uraian aspek menjadi 4 tingkatan dikarenakan peneliti berpendapat bahwa tingkatan pada setiap aspek sudah cukup mewakili sikap dan kinerja yang nantinya akan diamati oleh observer dan sudah cukup objektif dalam penilaiannya. Untuk tingkatan sikap dan kinerja terendah diberi skor 1 dan tertinggi diberi skor 4. Berikut contoh rubrik penilaian untuk ranah psikomotor.
(41)
Gambar 3.3
Contoh Rubrik Penilaian Ranah Psikomotor Siswa
Setelah dilakukan penyusunan rubrik penilaian untuk ranah afektif dan psikomotor, peneliti menyusun format penilaian dalam bentuk tabel yang berisi kolom-kolom yang harus diisi observer. Format observasi ini berisi nama siswa, aspek-aspek yang diukur beserta kolom skor siswa. Observer cukup mencentang atau men-cheklist kolom skor sesuai dengan sikap dan kinerja siswa yang teramati dengan merujuk pada rubrik penilaian di atas. Berikut contoh format observasinya:
Gambar 3.4
Contoh Format Lembar Observasi Ranah Psikomotor
Setelah penyusunan lembar observasi dan rubrik penilaian untuk ranah afektif dan psikomotor, peneliti melakukan validasi terhadap tahapan-tahapan pembelajaran yang telah disusun dengan berkonsultasi kepada ahli (dosen pembimbing). Setelah dilakukan konsultasi dan mendapat persetujuan untuk melakukan penelitian, maka lembar observasi untuk ranah afektif dan ranah psikomotor digunakan dalam penelitian.
G. Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Sebelum menyusun instrumen, penulis melakukan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang memuat komponen-komponen dari
(42)
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning. Selanjutnya dilakukan bimbingan dengan dosen pembimbing mengenai RPP yang sudah dibuat. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran A.1.
Setelah itu, berdasarkan materi pembelajaran yang digunakan dalam penelitian, penulis merancang Lembar Kerja Siswa (LKS). Pada Lembar Kerja Siswa ini isinya meliputi: tujuan percobaan, pertanyaan awal, alat dan bahan, prosedur percobaan, pertanyaan seputar percobaan, dan pertanyaan kesimpulan dari percobaan. Lembar Kerja Siswa ini disusun dengan banyak pertanyaan, bahkan untuk menyimpulkan hasil percobaan, siswa dibimbing dengan pertanyaan pula. Hal ini dikarenakan pengalaman peneliti sebelumnya yang juga melaksanakan Program Pelatihan Lapangan (PPL) di sekolah yang sama, dalam kegiatan percobaan jika hanya ada pertanyaan berbentuk uraian bebas (bukan isian singkat), siswa tidak dapat menjawab pertanyaan yang berada di dalam LKS tersebut. Hal ini menyebabkan LKS hanya digunakan untuk melihat prosedurnya saja dan pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalamnya tidak diisi oleh siswa. Oleh karena itu, LKS ini disusun dengan pertanyaan isian singkat yang membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil percobaannya dengan tanpa meninggalkan komponen inkuiri di dalamnya dengan harapan siswa dapat menjawab pertanyaan dan menyimpulkan hasil percobaan yang dilakukannya, serta mengantisipasi waktu yang habis oleh pengisian LKS saja. Format Lembar Kerja Siswa (LKS) selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran A.3.
H. Analisis Data Hasil Penelitian
Pengolahan data dilakukan terhadap data skor pre-test dan post-test dari hasil tes hasil belajar ranah kognitif, lembar observasi kemampuan aspek afektif, lembar observasi kemampuan aspek psikomotor, lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran Contextual Teaching and Learning, dan data skor pre-test dan post-test hasil tes keterampilan berpikir kreatif siswa. Teknik pengolahan data instrumen adalah dengan menggunakan analisis dengan langkah sebagai berikut:
(43)
a. Analisis Keterlaksanaan Model Pembelajaran CTL
Untuk menganalisis keterlaksanaan pembelajaran, maka data yang diperoleh melalui observasi dalam lembar observasi akan diubah ke dalam bentuk angka kemudian disajikan dalam bentuk persentase, sehingga dapat terlihat berapa persen keterlaksanaan model pembelajaran.
Aktivitas guru dan siswa yang diamati meliputi 14 kegiatan pembelajaran yang mewakili model pembelajaran CTL. Analisis hasil observasi untuk aktivitas guru dan siswa dilakukan dengan cara berikut:
1. Memberi skor pada tahapan yang diamati oleh masing-masing observer. Jika tahapan model terlaksana (Ya), maka diberi skor 1 dan jika tidak terlaksana (Tidak) maka diberi skor 0.
2. Menghitung jumlah keterlaksanaan model CTL untuk masing masing observer.
3. Menghitung rata-rata jumlah keterlaksanaan model CTL secara keseluruhan yang teramati oleh semua observer dengan rumus:
− = �
4. Menghitung persentase tahapan yang terlaksana, dengan cara membagi rata-rata jumlah keterlaksanaan model secara keseluruhan dengan jumlah tahapan yang seharusnya terlaksana (dalam hal ini ada 14 tahap yang harus dilakukan) lalu di kali 100%. Rumus yang digunakan:
(44)
Setelah penghitungan persentase keterlaksanaan model dilakukan, maka keterlaksanaan model diinterpretasikan sesuai dengan tabel 3.17
Tabel 3.17
Interpretasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran
% Kategori KMP Interpretasi
0 Tidak ada yang terlaksana
1 - 25 Sebagian kecil terlaksana 26 - 49 Hampir setengahnya terlaksana
50 Setengahnya terlaksana
51 - 75 Sebagian besar terlaksana
76 - 99 Pada umumnya terlaksana
100 Seluruhnya terlaksana
Koentjaraningrat, 1986 (dalam Syarifudin, 2013) b. Analisis Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kreatif
Untuk tes keterampilan berpikir kreatif dalam pembelajaran, dilakukan pengolahan data sebagai berikut:
1) Menghitung jumlah skor benar setiap butir soal yang diperoleh siswa 2) Skor yang diperoleh dihitung menjadi nilai persentase. Rumus nilai
persen yang dicari adalah sebagai berikut:
� = 100%
Keterangan :
Np = Nilai persen yang dicari R = Skor yang diperoleh siswa
Sm= skor maksimum dari tes yang bersangkutan 100 = bilangan genap
3) Setelah diperoleh nilai persentase, kemudian diubah menjadi nilai dalam skala 0-100 dengan menggunakan rumus:
(45)
� = �晥 x 100 4) Menghitung rata-rata nilai kelas dengan menggunakan rumus:
=
Keterangan:
= rata-rata nilai kelas = jumlah nilai seluruh siswa = banyak siswa
5) Menghitung standar deviasi nilai kelas dengan menggunakan bentuk rumus:
= − 2 −1
Keterangan:
s = standar deviasi = rata-rata nilai kelas = perolehan nilai tiap siswa
= banyak siswa
6) Kemudian untuk melihat kategori keterampilan berpikir kreatif siswa dikelompokan menjadi kategori tinggi, sedang, dan rendah seperti pada Tabel 3.18:
Tabel 3.18
Klasifikasi Kategori Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa
Ketentuan Kategori
Nilai > + SD - SD ≤ Nilai ≥ + SD
Nilai < - SD
Tinggi Sedang Rendah
(Arikunto , 2003) c. Analisis Tes Hasil Belajar
(46)
Setelah semua data terkumpul, untuk mengetahui signifikasi peningkatan hasil belajar siswa (pretest dan posttest) diolah secara kuantitatif dengan menggunakan rumus Normal-Gain. N-gain adalah selisih antara nilai pretest dan posttest. Atau dapat dituliskan dengan:
G = skor posttest –skor pretest
Lalu dilakukan penghitungan skor gain ternormalisasi. Skor gain yang dinormalisasi adalah perbandingan gain rata-rata aktual dengan gain rata-rata maksimum. Gain rata-rata aktual yaitu selisih skor rata-rata posttest terhadap skor rata-rata pretest. Uji N-gain digunakan untuk menghindari bias pada penelitian dan menggunakan rumusan:
< > = −
−
Keterangan:
<g> = gain yang dinormalisasi Tf = skor post-test
Ti = skor pre-test
SI = skor ideal/skor maksimum
Tabel 3.19
Interpretasi Gain Skor Yang Dinormalisasi
Nilai Gain Ternormalisasi <g> Kriteria
≥ 0,70 0,30 ≤ (<g>) < 0,69
< 0,30
Tinggi Sedang Rendah
(Hake, 1998) 2) Ranah Afektif dan Ranah Psikomotor
Untuk menganalisis ranah afektif dan psikomotor dari hasil observasi, maka dilakukan dengan cara menghitung nilai Indeks Prestasi Kelompok (IPK), yaitu dengan cara:
(47)
a) Menghitung jumlah skor yang diperoleh oleh seluruh siswa untuk seluruh aspek
b) Mencari rata-rata skor yang diperoleh seluruh siswa dengan cara membagi jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa dengan jumlah siswa, dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut:
− =
c) Menghitung persentase Indeks Prestasi Kelompok dengan cara membagi rata-rata skor siswa dengan skor maksimum ideal seluruh aspek, lalu dikalikan 100% atau dapat ditulis dengan rumus berikut:
� = − 100 %
d) Persentase IPK yang telah diperoleh lalu dikategorikan berdasarkan tafsiran nilai IPK yang terdapat pada tabel 3.20.
Tabel 3.20
Kategori Tafsiran IPK Ranah Afektif dan Psikomotor
Kategori IPK Interpretasi
0,00-30,0 Sangat rendah
31,0-54,0 Rendah
55,0-74,0 Sedang
75,0-89,0 Tinggi
90,0-100,0 Sangat tinggi
(48)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa penerapan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar pada ranah kognitif dengan kategori peningkatan sedang, ranah afektif dan ranah psikomotor dengan kategori tinggi, serta meningkatkan keterampilan berpikir kreatif dengan kategori sedang, dengan rincian sebagai berikut:
1. Hasil belajar ranah kognitif diperoleh dengan rata-rata nilai gain ternormalisasi 0,44 dengan kategori sedang. Rata-rata nilai gain ternormalisasi masing-masing aspek pada ranah kognitif meliputi aspek pengetahuan (C1) sebesar 0,32 termasuk kategori peningkatan sedang, aspek pemahaman (C2) sebesar 0,71 termasuk kategori peningkatan tinggi, aspek penerapan (C3) sebesar 0,45 termasuk kategori peningkatan sedang, dan aspek analisis (C4) sebesar 0,32 termasuk kategori peningkatan sedang.
2. Hasil belajar ranah afektif diperoleh nilai rata-rata Indeks Prestasi Kelompok (IPK) sebesar 79,87% yang termasuk kategori tinggi. Hasil belajar ranah psikomotor diperoleh nilai rata-rata Indeks Prestasi Kelompok (IPK) sebesar 86,36% yang termasuk kategori tinggi.
3. Penerapan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan Keterampilan Berpikir Kreatif (KBK) dengan nilai gain rata-rata secara keseluruhan diperoleh nilai sebesar 0,40 termasuk kategori sedang. Nilai rata-rata gain yang dinormalisasi untuk aspek
fluency (berpikir lancar) sebesar 0,45, aspek flexibility (berpikir luwes)
sebesar 0,32, aspek originality (berpikir asli) sebesar 0,53, dan aspek
elaboration (memerinci) sebesar 0,32 dengan seluruh aspek KBK
(49)
B.Saran
Berdasarkan hasil penelitian, penerapan model CTL hanya dapat meningkatkan hasil belajar ranah kognitif dan keterampilan berpikir kreatif dalam kategori sedang. Untuk mencapai hasil yang lebih tinggi maka yang disarankan untuk penelitian berikutnya adalah
1. Perlu pembiasaan pembelajaran di kelas dengan menggunakan model CTL
2. Melakukan percobaan dengan menerapkan komponen inkuiri sebenarnya karena salah satu kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model CTL adalah. Pada saat penelitian dilakukan, proses percobaan dilakukan siswa ternyata banyak menyita waktu. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan siswa sudah pernah atau terbiasa untuk melakukan kegiatan percobaan IPA sebelumnya agar hasil dari penelitian berikutnya lebih baik.
3. Sebaiknya penyusunan Lembar Kerja Siswa (LKS) benar-benar menerapkan konsep inkuiri sebagai salah satu komponen model pembelajaran CTL. Selain itu, pertanyaan dalam LKS seharusnya tidak terlalu membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil percobaan, jadi pertanyaan-pertanyaan dalam LKS sebaiknya pertanyaan berbentuk uraian yang memang menuntut siswa untuk menemukan sendiri hasil dari percobaannya melalui proses inkuiri.
4. Untuk penelitian berikutnya yang mengukur variabel Keterampilan Berpikir Kreatif, perlu diperhatikan indikator-indikator soal KBK yang bisa diukur dengan tes berupa uraian atau peneliti dapat menggunakan jenis tes yang lain agar indikator-indikator KBK dapat terukur dengan lebih baik dan lebih efektif. Hal ini dikarenakan pada penyusunan instrumen tes Keterampilan Berpikir Kreatif, ada beberapa indikator yang sulit untuk mengukur indikator KBK dengan menggunakan tes uraian. Waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan 12 soal KBK dalam penelitian ini dirancang dengan batas waktu 40 menit. Pada pelaksanaan tes, siswa tidak memiliki banyak waktu untuk menjawab soal KBK
(50)
secara maksimal karena siswa harus mengerjakan 20 soal pilihan ganda pada ranah kognitif dan 12 soal KBK. Sedangkan tes KBK ini memerlukan jawaban yang banyak agar mengukur jawaban berpikir kreatif siswa, sehingga kemungkinan siswa yang sudah berpikir kreatif tidak bisa menjawab soal karena terbatas waktu.
(51)
xiv Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : Rineka Cipta.
Bandono. (2008). Menyusun Model Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL). Tersedia di
http://bandono.web.id/2008/03/07/menyusun-model-pembelajaran-contextual-teaching-and-learning-ctl.php
Dahar, Ratna Wilis. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.
Depdiknas. (2010) Panduan Pendidikan Karakter di Sekolan Pertama. Bandung : Depdiknas.
Hake, Richard R. (1999). Analizing Change/Gain Scores. Tersedia di : www.google.com
Herdian. (2010). Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL). Tersedia di http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/model-pembelajaran-contextual-teaching-learning-ctl/
Husni, Sarifudin. (2013). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Berbasis
Proyek Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Kognitif dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA Pada Topik Listrik Dinamis. Tesis, Sekolah
Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.
Jabar, Jaja Muhammad. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Contextual
Teaching and Learning Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Skripsi, Jurusan Pendidikan Fisika,
Universitas Pendidikan Indonesia.
Johnson, Elaine B. (2007). Contextual Teaching & Learning : menjadikan
kegiatan beajar-mengajar mengasyikkan dan bermakna –cetakan 3-.
(52)
xv
Sekolah . Jakarta : PT Gramedia.
Munandar, Utami. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Padigdo, Adfal. (2011). Aspek hasil Belajar menurut Bloom . Tersedia di www.google.com
Pangabean, Luhut. (2001). Statistika Dasar. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah.
Rusman. (2014). Pendekatan dan Model Pembelajaran, tersedia di: http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196209061
986011-AHMAD_MULYADIPRANA/PDF/Model_Pengembangan_Pembelajaran .pdf
Sa’ud, Udin Syaefudin. (2009). Inovasi Pendidikan. Bandung : Alfabeta. Sudjana, Nana. (1989). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung :
Sinar Baru Algensido Offset.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sumiati, Evi. (2001). Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP Dalam
Pembelajaran Pendidikan Teknologi Dasar (PTD). Skripsi, Jurusan
(53)
xvi Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Wahyanti, Mega. (2012). Penerapan Pendekatan Pembelajaran Contextual
Teaching and Learning Dalam Meningkatkan Hasil Belajar dan Literasi Sains Siswa. Skripsi, Jurusan Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan
(1)
85
Desy Nuryanti, 2014
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa penerapan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar pada ranah kognitif dengan kategori peningkatan sedang, ranah afektif dan ranah psikomotor dengan kategori tinggi, serta meningkatkan keterampilan berpikir kreatif dengan kategori sedang, dengan rincian sebagai berikut:
1. Hasil belajar ranah kognitif diperoleh dengan rata-rata nilai gain ternormalisasi 0,44 dengan kategori sedang. Rata-rata nilai gain ternormalisasi masing-masing aspek pada ranah kognitif meliputi aspek pengetahuan (C1) sebesar 0,32 termasuk kategori peningkatan sedang, aspek pemahaman (C2) sebesar 0,71 termasuk kategori peningkatan tinggi, aspek penerapan (C3) sebesar 0,45 termasuk kategori peningkatan sedang, dan aspek analisis (C4) sebesar 0,32 termasuk kategori peningkatan sedang.
2. Hasil belajar ranah afektif diperoleh nilai rata-rata Indeks Prestasi Kelompok (IPK) sebesar 79,87% yang termasuk kategori tinggi. Hasil belajar ranah psikomotor diperoleh nilai rata-rata Indeks Prestasi Kelompok (IPK) sebesar 86,36% yang termasuk kategori tinggi.
3. Penerapan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan Keterampilan Berpikir Kreatif (KBK) dengan nilai gain rata-rata secara keseluruhan diperoleh nilai sebesar 0,40 termasuk kategori sedang. Nilai rata-rata gain yang dinormalisasi untuk aspek fluency (berpikir lancar) sebesar 0,45, aspek flexibility (berpikir luwes) sebesar 0,32, aspek originality (berpikir asli) sebesar 0,53, dan aspek elaboration (memerinci) sebesar 0,32 dengan seluruh aspek KBK termasuk kategori peningkatan sedang.
(2)
86
Desy Nuryanti, 2014
B.Saran
Berdasarkan hasil penelitian, penerapan model CTL hanya dapat meningkatkan hasil belajar ranah kognitif dan keterampilan berpikir kreatif dalam kategori sedang. Untuk mencapai hasil yang lebih tinggi maka yang disarankan untuk penelitian berikutnya adalah
1. Perlu pembiasaan pembelajaran di kelas dengan menggunakan model CTL
2. Melakukan percobaan dengan menerapkan komponen inkuiri sebenarnya karena salah satu kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model CTL adalah. Pada saat penelitian dilakukan, proses percobaan dilakukan siswa ternyata banyak menyita waktu. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan siswa sudah pernah atau terbiasa untuk melakukan kegiatan percobaan IPA sebelumnya agar hasil dari penelitian berikutnya lebih baik.
3. Sebaiknya penyusunan Lembar Kerja Siswa (LKS) benar-benar menerapkan konsep inkuiri sebagai salah satu komponen model pembelajaran CTL. Selain itu, pertanyaan dalam LKS seharusnya tidak terlalu membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil percobaan, jadi pertanyaan-pertanyaan dalam LKS sebaiknya pertanyaan berbentuk uraian yang memang menuntut siswa untuk menemukan sendiri hasil dari percobaannya melalui proses inkuiri.
4. Untuk penelitian berikutnya yang mengukur variabel Keterampilan Berpikir Kreatif, perlu diperhatikan indikator-indikator soal KBK yang bisa diukur dengan tes berupa uraian atau peneliti dapat menggunakan jenis tes yang lain agar indikator-indikator KBK dapat terukur dengan lebih baik dan lebih efektif. Hal ini dikarenakan pada penyusunan instrumen tes Keterampilan Berpikir Kreatif, ada beberapa indikator yang sulit untuk mengukur indikator KBK dengan menggunakan tes uraian. Waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan 12 soal KBK dalam penelitian ini dirancang dengan batas waktu 40 menit. Pada pelaksanaan tes, siswa tidak memiliki banyak waktu untuk menjawab soal KBK
(3)
87
Desy Nuryanti, 2014
secara maksimal karena siswa harus mengerjakan 20 soal pilihan ganda pada ranah kognitif dan 12 soal KBK. Sedangkan tes KBK ini memerlukan jawaban yang banyak agar mengukur jawaban berpikir kreatif siswa, sehingga kemungkinan siswa yang sudah berpikir kreatif tidak bisa menjawab soal karena terbatas waktu.
(4)
xiv Desy Nuryanti, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (1987). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta : Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
Bandono. (2008). Menyusun Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Tersedia di
http://bandono.web.id/2008/03/07/menyusun-model-pembelajaran-contextual-teaching-and-learning-ctl.php
Dahar, Ratna Wilis. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.
Depdiknas. (2010) Panduan Pendidikan Karakter di Sekolan Pertama. Bandung : Depdiknas.
Hake, Richard R. (1999). Analizing Change/Gain Scores. Tersedia di : www.google.com
Herdian. (2010). Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL). Tersedia di http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/model-pembelajaran-contextual-teaching-learning-ctl/
Husni, Sarifudin. (2013). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Kognitif dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA Pada Topik Listrik Dinamis. Tesis, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.
Jabar, Jaja Muhammad. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Skripsi, Jurusan Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Indonesia.
Johnson, Elaine B. (2007). Contextual Teaching & Learning : menjadikan kegiatan beajar-mengajar mengasyikkan dan bermakna –cetakan 3-. Bandung: Mizan Learning Center.
(5)
xv Desy Nuryanti, 2014
Kesuma, Dharma, dkk. (2010). Contextual Teaching and Learning Sebuah Panduan Awal Dalam Pengembangan PBM. Yogyakarta : Rahayasa Research and Training.
Munandar, Utami. (1992). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah . Jakarta : PT Gramedia.
Munandar, Utami. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Padigdo, Adfal. (2011). Aspek hasil Belajar menurut Bloom . Tersedia di www.google.com
Pangabean, Luhut. (2001). Statistika Dasar. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah.
Rusman. (2014). Pendekatan dan Model Pembelajaran, tersedia di: http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196209061
986011-AHMAD_MULYADIPRANA/PDF/Model_Pengembangan_Pembelajaran .pdf
Sa’ud, Udin Syaefudin. (2009). Inovasi Pendidikan. Bandung : Alfabeta. Sudjana, Nana. (1989). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung :
Sinar Baru Algensido Offset.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sumiati, Evi. (2001). Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP Dalam Pembelajaran Pendidikan Teknologi Dasar (PTD). Skripsi, Jurusan Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Indonesia.
(6)
xvi Desy Nuryanti, 2014
Suprijono, Agus. (2012). Cooperative Learning- Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Susilana, Rudi. (2006). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan.
Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Wahyanti, Mega. (2012). Penerapan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Dalam Meningkatkan Hasil Belajar dan Literasi Sains Siswa. Skripsi, Jurusan Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Indonesia.