PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN THINK –TALK –WRITE (TTW) DENGAN TRAFFINGER TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI: Studi Eksperimen Kepada Kelas XI Di SMA 10 Bandung.

(1)

PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI”

( STUDI EKSPERIMEN KEPADA KELAS XI DI SMAN 10 BANDUNG)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program Studi Pendidikan Sosiologi,

Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia

Oleh

Anggia Amanda Lukman 1104571

PRODI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

DIDIK PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI”

( Studi Eksperimen kepada Kelas XI Di SMAN 10 Bandung)

oleh

Anggia Amanda Lukman 1104571

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,

Universitas Pendidikan Indonesia

©Anggia Amanda Lukman 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

2015

Hak cipta dilindungi undang-undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, Dengan cetakan ulang, di foto copi, atau cara lainnya tanpa seizing penulis


(3)

PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) DENGAN TRAFFINGER DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI”

( Studi Eksperimen Kepada Kelas XI Di SMAN 10 Bandung)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING : PEMBIMBING I

PROF. DR. Gurniwan Kamil P, M.Si NIP.19610323 198603 1 002

PEMBIMBING II

Drs. Wahyu Erdiana, M.Si NIP.19550505 198601 1 001

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi

Dra. Hj. Siti Komariah, M.Si, Ph.D NIP. 19680403 199103 2 002


(4)

PANITIA UJIAN SIDANG TERDIRI ATAS :

Ketua : Dekan FPIPS UPI

Prof. Dr. H. Karim Suryadi, M.Si NIP. 19700814 199402 001

Sekretaris : Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi Dra. Hj. Siti Komariah, M.Si, Ph.D

NIP. 19680403 199103 2 002 Penguji : Penguji I

Dr. Elly Malihah, M.Si NIP.

Penguji II

Dra. Hj. Siti Komariah, M.Si, Ph.D NIP. 19680403 199103 2 002

Penguji III


(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Perbedaan Model Pembelajaran Think Talk Write (Ttw) dengan Traffinger Dalam Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Mata Pelajaran Sosiologi”( Studi

Eksperimen kepada Kelas XI di SMAN 10 Bandung) ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan dan pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan tersebut, saya siap menanggung resiko sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika kelimuan dalam karya saya ini, atau ada klain dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung Januari 2015

Anggia Amanda Lukman NIM. 1104571


(6)

Anggia Amanda Lukman, 2015

ABSTRAK

PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) DENGAN TRAFFINGER DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN

BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI”

( STUDI EKSPERIMEN KEPADA KELAS XI DI SMAN 10 BANDUNG)

Pembelajaran pada dasarnya ialah suatu proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik melalui model pembelajaran, banyak model pembelajaran yang berkembang untuk membantu peserta didik berpikir kritis. Kondisi awal peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran sosiologi di SMAN 10 Bandung yaitu kegiatan belajar mengajar masih berpusat pada pendidik, penggunaan model pembelajaran yang kurang variatif, masih terdapat peserta didik yang tingkat kemampuan berpikir kritisnya rendah dilihat apabila pendidik mengajukan permasalahan sosial untuk di amati serta dianalisis, masih terdapat peserta didik yang kurang tanggap, kurang memberikan gagasan atau ide apabila dihadapkan pada masalah. Dalam hal ini peneliti mencoba mencari solusi dengan menerapkan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered learning) dan memberi penekanan saat proses belajar melalui penyajian permasalahan sosial yaitu model pembelajaran think-talk and written dan model pembelajaran Traffinger untuk melihat perbedaan dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Tujuan peneliti melaksanakan penelitian ini yaitu ingin mengetahui perbedaan model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW), model pembelajaran Traffinger dengan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi di kelas XI SMAN 10 Bandung. Alasan peneliti melakukan penelitian ini ialah ingin mengubah kebiasaan yang sudah lama terjadi dimana biasanya belajar dipusatkan pada pendidik kini harus berpusat pada peserta didik, ingin meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik melalui penggunaan permasalahan yang dikaitkan dengan materi sehingga peserta didik memiliki kepekaan terhadap lingkungannya. Penelitian ini menggunakan quasi eksperimen, pola penelitian menggunakan Nonequivalent Control Group Design dengan langkah memberi pretest untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik sebelum dilakukan perlakuan, memberikan perlakuan dengan model pembelajaran yang sudah ditentukan pada 2 kelas eksperimen dan satu kelas kontrol dan memberi postets untuk mengetahui kemampuan akhir setelah dilakukan perlakuan, hasilnya diolah menggunakan short method. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara model pembelajaran Think, Talk and Writen, Traffinger dan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi dengan derajat kebebasan 7 dan taraf signifikan 1% dan t hitung sebesar 3,499.


(7)

Anggia Amanda Lukman, 2015

ABSTRACT

"THE DIFFERENCE OF LEARNING MODEL THINK-TALK -WRITE (TTW) AND TRAFFINGER IN IMPROVING STUDENTS CRITICAL

THINKING SKILLS IN SOCIOLOGY SUBJECT"

(EXPERIMENTAL STUDY IN CLASS XI SMAN 10 BANDUNG)

Learning is essentially a process of interaction between the teacher and the students through the learning model, nowadays many learning models are evolving to help students think critically. In the beginning there are some conditions of students at SMAN 10 Bandung in learning activities in sociology subject, first in teaching and learning activities is still the teacher centered, second the use of learning models are less varied, third there are some learners who have low ability in think critically, it can be seen from the situation when the teacher propose social issues to observe and analyze by the students, fourth there are some students who are less responsive, and less contribute in giving an idea to solve the problem. In this case the researchers try to find a solution by applying the learning model centered on the learner (student centered learning) and to emphasize the process of learning through the presentation of the social problems using learning model think-talk and written and learning models Traffinger to see the difference in improving the students ability in think critically. The researchers conducting this study is to know the difference between learning model Think -Talk -Write (TTW), Traffinger learning model with the conventional learning model to improve critical thinking skills of students in class XI SMAN 10 Bandung at sociology subject. The reason that researchers conducted this study is to change the teacher centered become students centered, to improve the critical thinking skills of students through the use of the problems associated with the material so that students have a sensitivity to the environment. This research used a quasi-experimental, research patterns is using Nonequivalent Control Group Design the step is giving a pretest to determine the ability of the students in the beginning before the treatment, giving the treatment using learning model that has been determined in two experimental classes and one control class and then give the post test to determine their ability after they gave the treatment, the


(8)

Anggia Amanda Lukman, 2015

results are processed using the short method. The results showed that there is no the differences in improving the critical thinking skills by using learning model Think, Talk and Writen, Traffinger and conventional methods in sociology subject with 7 degrees of freedom, a significance level 1% and arithmetic t is 3,499.


(9)

Anggia Amanda Lukman, 2015

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

MOTTO DAN UCAPAN TERIMAKASIH ... iv

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah Penelitian ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Stuktur Organisasi Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran ... 10

1. Definisi Model Pembelajaran ... 10

2. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran ... 12

3. Pola-Pola Pembelajaran ... 13

4. Ciri-ciri Model Pembelajaran ... 15

B. Tinjauan Model Pembelajaran Think, Talk and Writen ... 16

1. Pengertian Model Pembelajaran Think, Talk and Writen ... 17


(10)

Anggia Amanda Lukman, 2015

3. Prosedur Pembelajaran Think, Talk and Writen ... 19

4. Langkah-langkah Model Pembelajaran Think, Talk and Writen ... 21

5. Peran dan Tugas Pendidik Dalam Model Pembelajaran Think, Talk and Writen ... 23

6. Kelebihan dan Keuntungan Model Pembelajaran Think, Talk and Writen ... 24

7. Kekurangan Model Pembelajaran Think, Talk and Writen ... 25

C. Tinjauan Model Pembelajaran Traffinger ... 26

1. Pengertian Model Pembelajaran Traffinger ... 27

2. Karakteristik Model Pembelajaran Traffinger ... 28

3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Traffinger ... 28

4. Kelebihan Model Pembelajaran Traffinger ... 29

5. Kekurangan Model Pembelajaran Traffinger ... 30

D. Tinjauan Kemampuan Berpikir Kritis ... 31

1. Pengertian Berpikir Kritis ... 31

2. Tahapan Berpikir Kritis ... 33

3. Cara meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis ... 35

4. Indikator Dalam Meningkatkan Berpikir kritis ... 37

E. Tinjauan Teori ... 39

F. Penelitian Terdahulu ... 44

G. Kerangka Pemikiran ... 46

H. Hipotesis ... 50

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Waktu dan Tempat Penelitian ... 52

B. Populasi dan Sempel ... 52

C. Metode Penelitian ... 53


(11)

Anggia Amanda Lukman, 2015

E. Prosedur Penelitian ... 56

F. Definisi Variabel Penelitian ... 57

G. Instrumen Penelitian ... 57

H. Proses Pengembangan Instrumen ... 58

1. Analisis Item Tes ... 58

2. Lembar Observasi ... 64

I. Teknik Pengumpulan Data ... 70

J. Teknik Analisis Data ... 71

1. Data Hasil Tes ... 71

2. Perbedaan Model Pembelajaran Think Talk And Writen Dengan Model Pembelajaran Traffinger ... 73

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Tempat Penelitian ... 74

1. Lokasi Penelitian ... 74

2. Denah Sekolah ... 75

3. Sejarah Sekolah ... 76

B. Hasil Penelitian ... 81

1. Hasil Peserta Didik ... 81

2. Hasil Pengukuran Pretest ... 86

3. Hasil Pengukuran Posttest ... 91

4. Uji Hipotesis Dan Berpikir Kritis ... 97

5. Hasil Observasi Kegiatan Pembelajaran Peserta Didik Pada Kelas Eksperimen Dan Kontrol ... 119

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan ... 128

B. Implikasi dan Rekomendasi ... 132

DAFTAR PUSTAKAN ... 134


(12)

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai mahluk yang paling sempurna serta memililki akal sebagai keistimewaan yang diberikan Allah SWT dibandingkan makhluk lainnya. Dengan akal dan budi manusia senantiasa berpikir, merenung, menggagas, menginterpretasikan segala macam realita kehidupan yang dihadapi. Kelebihan manusia sebagai mahluk yang sempurnalah menuntun dan mengarahkan mereka pada kehidupan yang lebih baik melalui belajar. Belajar adalah usaha untuk mengetahui sesuatu yang baru, usaha menguasai artinya aktivitas belajar yang sesungguhnya dan sesuatu yang baru merupakan hasil yang diperoleh dari aktivitas belajar tersebut. Sebagai hasil belajar perubahan yang baru itu dapat dirumuskan dalam dimensi dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mau menjadi mau, dan dari tidak biasa menjadi terbiasa. Proses belajar tersebut dapat diperoleh manusia melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah.

Sejatinya sekolah sebagai suatu sistem sosial yang berfokus pada sistem pendidikan merupakan suatu tempat yang memiliki iklim yang kondusif untuk mendukung proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Berdasarkan pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS, tujuan pendidikan nasional yaitu “Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, sekolah sebagai lembaga pendidikan yang bertugas mengembangkan potensi peserta didik agar mampu memiliki kemampuan yang dicita-citakan oleh pendidikan di Indonesia. Tujuan pendidikan tesebut dapat dijadikan sebagai tolak ukur para pendidik untuk


(14)

melaksanan pendidikan Sosiologi dengan baik. Namun pada kenyataannya, saat proses belajar mengajar pendidik hanya sekedar menyampaikan, mentransformasikan pengetahuan yang dimilikinya kepada peserta didik didalam kelas atau lebih mengutamakan pendidik sebagai pusat pembelajaran (teacher centered learning), sehingga peserta didik tidak terlatih untuk mengasah kemampuan berpikirnya lebih mendalam sebab dikondisikan hanya sekedar menerima pengetahuan atau informasi yang diberikan (one way traffic). Akibatnya peserta didik kurang memiliki kepekaan, keaktifan terhadap peristiwa atau fenomena sosial yang ada sekitarnya hingga kehilangan kesempatan mengemukakan pendapat dan mempertahankan pendapatnya ketika dihadapkan dengan isu, fenomena sosial yang terjadi.

Permasalahan yang dihadapi saat ini berkenaan dengan kegiatan belajar mengajar yang kurang efektif terhadap tingkat kemampuan berpikir kritis peserta didik. Terlihat dari banyaknya tenaga pendidik dalam praktek belajar mengajar masih menggunakan model atau metode pembelajaran yang kurang variatif, kreatif sehingga menimbulkan kejenuhan kepada peserta didik. Model pembelajaran yang digunakan pendidik pada saat ini kebanyakan yang bersifat ceramah sehingga kurang memberikan penekanan pada saat proses pembelajaran. Keaktifan peserta didik yang kurang terlihat dari tidak adanya pengajuan pertanyaan saat kegiatan belajar mengajar.

Permasalahan berawal dari observasi kelas XI IPS 2, XI IPS 3 dan XI IPS 4 SMAN 10 Bandung, peneliti menemukan bahwa terdapat beberapa permasalahan yang terjadi pada proses pembelajaran yang mempengaruhi tingkat kemampuan berpikir kritis peserta didik. Permasalahan pada pembelajaran sosiologi di SMAN 10 Bandung secara umum yaitu bahwa ketiga kelas yang diteliti terdapat masalah yang hampir sama yaitu masih terdapat peserta didik yang tingkat kemampuan berpikir kritisnya rendah dilihat apabila pendidik mengajukan permasalahan sosial untuk dianalisis masih terdapat peserta didik yang kurang tanggap, kurang memberikan gagasan atau ide apabila dihadapkan pada masalah, tidak mengajukan pertanyaan. Kemudian ditemukan permasalahan lain pada ketiga


(15)

kelas tersebut yang lebih terperinci yaitu pada kelas XI IPS 2 di temukan bahwa pada saat pendidik masuk dalam kelas, suasana kelas tidak kondusif untuk melaksanakan pembelajaran terlihat masih banyak peserta didik yang berjalan-jalan serta gaduh, antusias peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran sosiologi kurang terlihat ketika pendidik menjelaskan materi terdapat beberapa peserta didik tidak memperhatikan dan sibuk memainkan handphone, terdapat peserta didik yang tingkat kemampuan berpikirnya rendah ditandai ketika pendidik mengajukan pertanyaan atau permasalahan sikap peserta didik tidak menanggapi, tidak mengemukakan pendapat dan tidak mengajukan pertanyaan ketika dihadapkan dengan masalah, penggunaan model pembelajaran kurang variatif, peserta didik kurang menghargai keberadaan pendidik yang ditandai dengan bahasa yang terlontar dari peserta didik yang kurang sopan. Jadi untuk meminimalisir permasalahan tersebut pendidik harus memberikan model yang berbeda, inovatif, serta kreatif agar peserta didik memahami materi di samping dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya.

Permasalahan yang terjadi pada kelas XI IPS 3 tidak berbeda jauh dengan kelas XI IIS 2, di kelas ini peneliti menemukan bahwa pada saat proses belajar mengajar terdapat beberapa peserta didik tidak memperhatikan dan sibuk memainkan handphone, terdapat peserta didik yang tingkat kemampuan berpikirnya rendah ditandai ketika pendidik mengajukan pertanyaan atau permasalahan, sikap peserta didik tidak menanggapi, tidak mengemukakan pendapat dan tidak mengajukan pertanyaan ketika dihadapkan dengan masalah, kelas tidak kondusif, kurangnya antusias peserta didik ketika mengikuti kegiatan belajar mengajar, penggunaan model yang kurang variatif sehingga tidak menumbuhkan motivasi, rasa ingin tahu peserta didik dalam belajar dan akibatnya peserta didik tidak berkesempatan meningkatkan kemampuan berpikir kiritisnya, serta pembelajaran masih berpusat pada pendidik (teacher centered learning).

Terakhir permasalah yang terjadi di kelas XI IPS 4 hampir sama dengan kelas sebelumnya yaitu terdapat beberapa peserta didik tidak memperhatikan dan sibuk memainkan handphone, terdapat peserta didik yang tingkat kemampuan


(16)

berpikirnya rendah ditandai ketika pendidik mengajukan pertanyaan atau permasalahan sikap peserta didik tidak menanggapi, tidak mengemukakan pendapat dan tidak mengajukan pertanyaan ketika dihadapkan dengan masalah, kondisi kelas tidak kondusif, kurangnya antusias peserta didik ketika mengikuti kegiatan belajar mengajar, model pembelajaran yang kurang variatif sehingga tidak menumbuhkan motivasi, rasa ingin tahu peserta didik dalam belajar dan akibatnya peserta didik tidak berkesempatan meningkatkan berpikir kiritisnya dengan pembelajaran berpusat pada pendidik (teacher centered learning).

Berdasarkan permasalahan yang ada di kelas XI IPS SMAN 10 Bandung, alternatif pemecahan masalah salah satunya pendidik sebagai salah satu faktor pendorong yang terpenting untuk menentukan berhasilnya proses belajar mengajar di dalam kelas. Karena itu pendidik dituntut untuk meningkatkan peran dan kompetensinya, pendidik yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang optimal. Upaya memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan seakan tidak akan pernah usang. Banyak agenda reformasi yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan. Beragam program inovatif ikut serta meningkatkan kualitas pendidikan. Belajar atau pembelajaran merupakan sebuah kegiatan yang wajib tenaga pendidik lakukan dan berikan kepada peserta didik sebagai tunas bangsa. Karena ia merupakan kunci sukses untuk menggapai masa depan yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi. Melihat peran pendidikan yang begitu penting, maka menerapkan model pembelajaran yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan.

Salah satu cara yang dapat dipakai agar mendapatkan hasil optimal seperti yang diinginkan adalah memberi model berbasis masalah dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih model pembelajaran yang tepat dengan membandingkan model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW) dengan Traffinger dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis.


(17)

Model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW) merupakan salah satu model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yang membantu pendidik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapannya. Model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW) merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan komunikatif yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok secara keseluruhan. Karakteristik model Think –Talk –Write (TTW) peserta didik dibimbing secara mandiri, berpasangan, dan saling berbagi untuk menyelesaikan permasalahan. Model ini selain diharapkan dapat mengarahkan proses belajar mengajar juga mempunyai dampak lain yang sangat bermanfaat bagi pesrta didik. Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan dari model ini adalah peserta didik dapat berkomunikasi secara langsung dengan individu lain yang dapat saling memberi informasi dan bertukar pikiran serta mampu berlatih untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis melalui proses berpikir.

Model Treffinger merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan berpikir dan berbasis masalah yang mengarahkan peserta didik mampu memecahkan masalah secara kreatif dengan menuangkan ide serta gagasan potensial sebagai sebuah solusi. Dalam model ini menyebutkan bahwa terdapat 3 komponen penting yaitu Understanding Challenge (memahami tantangan), generating ideas (membangkitkan gagasan), preparing for Action

(mempersiapkan tindakan) yang kemudian dirinci ke dalam enam tahapan. Model ini diharapkan dapat melatih serta meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam memecahkan permasalahan yang muncul di sekitar lingkungannya, sebab dalam model pembelajaran ini memberikan tekanan dalam proses pembelajaran.

Dari uraian di atas mengenai model pembelajaran Think –Talk –Write

(TTW) dan Treffinger yang merupakan alternatif dalam memecahkan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya yang akan diteliti lebih mendalam. Pada penelitian terdahulu model pembelajaran Think –Talk –Write


(18)

(TTW) juga pernah digunakan untuk meningkatkan keterampilan menulis karangan argumentasi pada peserta didik kelas XI SMK Pasundan 1 pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Penerapan model pembelajaran Think –Talk –Write

(TTW) dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada peserta didik kelas VII di SLTP. Terakhir, penggunaan model pembelajaran Traffinger untuk meningkatkan kemampuan kreativitas matematika pada siswa SMP kelas VIII di SMP Kartika Siliwangi XIX-2.

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana perbedaan kedua model tersebut dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik yang sebelumnya belum pernah di gunakan dalam kegiatan belajar mengajar karena menggunakan pembelajaran yang berpusat pada pendidik sebagai objek tunggal. Model pembelajaran yang menarik diharapkan dapat membangkitkan motivasi belajar, rasa ingin tahu dan melatih kepekaan peserta didik.

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai seberapa besar perbandingan model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW) dengan Traffinger

dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Maka dari itu penulis akan melakukan sebuah penelitian dengan judul : “PERBEDAAN

MODEL PEMBELAJARAN THINK –TALK –WRITE (TTW) DENGAN

TRAFFINGER DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR

KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI”.

( STUDI EKSPERIMEN KEPADA KELAS XI DI SMAN 10 BANDUNG)

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah adakah Perbedaan Model Pembelajaran Think –Talk –Write (Ttw) dengan Traffinger dalam Meningkatkan


(19)

Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Mata Pelajaran Sosiologi ( Studi Eksperimen kepada Kelas XI di SMAN 10 Bandung)”.

Untuk ketercapian sasaran penelitian ini, maka penulis menfokuskan kajian penelitian dengan rumusan permasalahan sebagai berikut :

1. Adakah perbedaan model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW)

dengan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi di kelas XI SMAN 10 Bandung?

2. Adakah perbedaan model pembelajaran traffinger dengan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi di kelas XI SMAN 10 Bandung?

3. Adakah perbedaan model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW)

dengan model pembelajaran Traffinger dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi di kelas XI SMAN 10 Bandung?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu untuk memeroleh informasi dan gambaran mengenai adakah Perbedaan Model Pembelajaran Think –Talk –Write (Ttw) dengan Traffinger dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Mata Pelajaran Sosiologi ( Studi Eksperimen kepada Kelas XI di SMAN 10 Bandung).

2. Tujuan Khusus


(20)

a. Untuk mengetahui perbedaan model pembelajaran Think –Talk – Write (TTW) dengan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi di kelas XI SMAN 10 Bandung.

b. Untuk mengetahui perbedaan model pembelajaran Traffinger

dengan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi di kelas XI SMAN 10 Bandung.

c. Untuk mengetahui perbedaan model pembelajaran Think –Talk – Write (TTW) dengan model pembelajaran Traffinger dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi di kelas XI SMAN 10 Bandung.

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoretis

Secara teoretis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang sosiologi khususnya memberikan pengetahuan yang lebih mendalam tentang pengembangan kemampuan berpikir kritis peserta didik melalui model pembelajaran Think – Talk –Write (TTW) dan traffinger.

2. Secara Praktis

Secara praktis hasil dari penelitian ini diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan, seperti:

a. Memberikan informasi kepada mahasiswa sebagai calon pendidik mengenai penggunaan model pembelajaran Think –Talk –Write

(TTW) dan Traffinger pada mata pelajaran sosiologi terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik.


(21)

b. Memberikan sumbangsih pemikiran kepada Program Studi pendidikan Sosiologi sebagai wahana penambahan pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya model pembelajaran.

c. Memberikan informasi kepada tenaga pendidik mengenai penggunaan model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW) dan

Traffinger pada mata pelajaran sosiologi terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi penulisan di dalam penyusunan skripsi ini meliputi lima bab, yaitu:

BAB I : Pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, stuktur organisasi.

BAB II : Kajian Pustaka. Pada bab ini diuraikan dokumen-dokumen atau data-data yang berkaitan dengan fokus penelitian serta teori-teori yang mendukung penelitian penulis.

BAB III : Metode Penelitian. Pada bab ini penulis menjelaskan metodologi penelitian, teknik pengumpulan data, serta tahapan penelitian yang digunakan dalam penelitian mengenai PerbedaanModel Pembelajaran Think –Talk –Write

(TTW) dan Traffinger dalam meningkatkan kemempuan berpikir kritsis Pada Mata Pelajaran Sosiologi Dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Melalui.

BAB IV: Temuan dan Pembahasan. Dalam bab ini penulis menganalisis hasil temuan data tentang rancangan persiapan pembelajaran, bagaimana melaksanakan pembelajaran mengunakan model (TTW), pelaksanaan pembelajaran mengunakan model Traffinger pelaksanaan pembelajaran mengunakan model konvensional dalam meningkatkan kemampuan berpikir.

BAB V: Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi. Dalam bab ini penulis berusaha mencoba memberikan kesimpulan dan saran sebagai penutup dari hasil penelitian dan permasalahan yang telah diidentifikasi dan dikaji dalam penelitian.


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi, Waktu dan Tempat Penelitian

Lokasi yang di pilih untuk melaksanakan penelitian adalah SMAN 10 Bandung beralamat Jalan Cikutra no. 77, Bandung Jawa Barat Indonesia. Alasan Pemilihan lokasi ini karena sebelumnya peneliti sudah melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran sosiologi di kelas XI SMAN 10 Bandung. Permasalahan yang nampak dari hasil observasi yaitu masih terdapat peserta didik yang tingkat kemampuan berpikir kritisnya rendah apabila pendidik mengajukan permasalahan sosial untuk diamati serta dianalisis masih terdapat peserta didik yang kurang tanggap, kurang memberikan gagasan atau ide apabila dihadapkan masalah, kurang memperhatikan pemaparan guru sehingga suasana kelas tidak kondusif serta kurangnya motivasi peserta didik dalam melakukan proses belajar mengajar. Adapun waktu penelitian yang dilakukan yaitu pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 mulai tanggal 17 November – 29 November selama 2 minggu, dimana setiap minggunya terdapat 2 kali pertemuan pada masing-masing kelas.

B. Populasi dan Sempel

Populasi menurut Komarudin (dalam Mardalis 2003, hlm. 53) “populasi

adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”. Jadi populasi adalah keseluruhan dari sampel yang memiliki karakteristik tertentu yang sudah ditentukan. Populasi dalam penelitian ini dipilih peserta didik kelas XI IPS SMAN 10 Bandung. Jumlah Populasi kelas XI IPS 2,3,4 di SMAN 10 Bandung .

Sampel menurut Sugiyono (2012, hlm.81) “sampel adalah semua individu yang menjadi sumber pengambilan sampel”. Bila populasi besar dan peneliti tidak


(23)

mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Dengan demikian sampel yang digunakan ialah tiga kelas XI IPS 2,3 dan 4 dengan jumlah 24 peserta didik. Untuk setiap kelas di ambil 8 peserta didik dengan kriteria 4 peserta didik yang memperoleh nilai tertinggi dan 4 peserta didik yang memperoleh nilai terendah.

Rencana penelitian ini akan dilaksanakan di SMAN 10 Bandung. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersedut. Karena itu, sampel yang diambil dalam penelitian ini yaitu peserta didik kelas XI IPS 2, XI IPS 3 dan XI IPS 4. Hal ini karena pada penelitian, peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel

purposive sampling yang merupakan teknik pengambilan sampel dengan cara menentukan sendiri sampel yang akan di ambil sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh peneliti itu sendiri.

Teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling yang merupakan teknik pengambilan sampel dengan cara menentukan sendiri sampel yang akan diambil sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh peneliti itu sendiri. Pada penelitian ini mengelompokkan kelas yang terdiri dari kelas eksperimen 1 yaitu kelas XI IPS 4 menggunakan model pembelajaran Think-Talk-Write, kelas eksperimen 2 yaitu kelas XI IPS 2 menggunakan model pembelajaran Traffinger dan kelas kontrol yaitu kelas XI IPS 3 menggunakan model pembelajaran konvensional dimana pendidik menggunakan metode ceramah dan diskusi dalam proses belajar mengajar.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian quasi eksperimen. Pengertian motode quasi eksperimen menurut Sugiyono (2012, hlm. 77) adalah bentuk quasi eksperimen ini merupakan pengembangan dari true experimental design. Desain


(24)

ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan ekperimen.

Tujuan dari penelitian eksperimen adalah untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab akibat dengan cara memberikan perlakuan tertentu pada kelompok eksperimen. Sesuai dengan pendapat Arikunto (dalam Fanny ,2014,

hlm 61) “ eksperimen selalu dilakukan dengan maksud untuk akibat dari suatu

perlakuan.” Pemilihan metode ini disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai,

yaitu untuk menguji perbedaan model pembelajaran think –talk –write (ttw) dengan traffinger dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik pada mata pelajaran sosiologi.

D. Desain Penelitian

Penelitian di desain menggunakan desain nonequivalent control group design yang termasuk dalam bentuk quasi eksperimen yang dikembangkan dari

true experimental design. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan ekperimen. Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control group design, perbedaanya hanya pada desain ini kelompok eksperimen dan kelompok control tidak dipilih secara acak.

Gambar 3.1 Pola Penelitian Nonequivalent Control Group Design

Sumber : Sugiyono (2012, hlm. 79)

Keterangan :

O1

Xe1 Xe2

O2


(25)

O1= Pretest (test Awal) dilakukan untuk mengetahui perkembangan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi sebelum dilakukan perlakuan (treatment) pada kelas kelompok eksperimen.

O2=Posttest (tes akhir) dilakukan untuk mengetahui perkembangan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi sesudah dilakukan perlakuan (treatment) pada kelas kelompok eksperimen.

O3= Pretest (test Awal) Pretest (test Awal) dilakukan untuk mengetahui perkembangan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi sebelum dilakukan perlakuan (treatment) pada kelas kelompok control. O4= Posttest (tes akhir) dilakukan untuk mengetahui perkembangan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi sesudah dilakukan perlakuan (treatment) pada kelas kelompok kontrol.

Xe1= treatment (perlakuan) pengajar mata pelajaran sosiologi dengan menggunakan model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW).

Xe2= treatment (perlakuan) pengajar mata pelajaran sosiologi dengan menggunakan model pembelajaran Traffinger.

Xk= treatment (perlakuan) pengajar mata pelajaran sosiologi dengan menggunakan metode konvensional.

Pada penelitian ini menggunakan tiga kelas, dua kelas sebagai kelas eksperimen yaitu eksperimen satu dan eksperimen 2 kemudian satu kelas sebagai kelas kontrol. Ketiga kelas tersebut sebelumnya telah dilakukan observasi sebagai langkah awal untuk mengetahui kondisi kelas sebelum di lakukan pretest dan

treatment. Pemberian Pretest dilakukan pada ketiga kelas yang dijadikan sebagai penelitian untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik sebelum diberikan

treatment atau perlakuan. Setelah dilakukan pretest pada masing masing kelas penelitian, selanjutnya setiap kelas di berikan treatment atau perlakuan. Untuk kelas eksperimen satu menggunakan model pembelajaran Think –Talk –Write, kelas eksperimen dua menggunakan model pembelajaran Traffinger, dan kelas kontrol tidak menggunakan perlakuan secara khusus dalam proses pembelajaran melainkan hanya menggunakan model ceramah. Selanjutnya, setelah setiap kelas


(26)

penelitian melaksanakan pretest dan posttest, langkah selanjutnya ialah pemberian

postest untuk melihat kemampuan peserta didik setelah dilakukan treatment. Setelah dilakukan eksperimen pada masing-masing kelas, peneliti selanjutnya mengolah hasil pretest dan postest untuk menguji perbedaan keberhasilan antar perlakuan tersebut.

Keberhasilan pada kelas eksperimen satu akan dibandingkan dengan kelas kontrol sebagai uji hipotesis 1, kelas eksperimen dua akan dibandingkan dengan kelas kontrol sebagai uji hipotesis 2 dan kelas eksperimen satu akan dibandingkan dengan kelas eksperimen dua sebagai uji hipotesis 3. Berdasarkan pembahasan yang diuraikan sebelumnya, maka pada dasarnya penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian perlakuan pada kelas yang diteliti.

E. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang di tempuh dalam penelitian antara lain : 1. Tahap Persiapan

a. Studi pendahuluan (Pra penelitian) dilaksanakan melalui observasi dan wawancara terhadap guru mata pelajaran Sosiologi di SMAN 10 BANDUNG.

b. Studi literatur, dilakukan untuk memperoleh teori-teori yang relevan mengenai masalah yang tengah diuji.

c. Telaah kurikulum mengenai pokok bahasan yang akan dijadikan sebagai materi dalam penelitian.

d. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran. e. Membuat dan menyusun instrumen penelitian. f. Menguji instrumen penelitian.

g. Menganalisis hasil uji coba instrumen. 2. Tahap Pelaksanaan

a. Memberikan tes awal (pretest) terhadap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.


(27)

b. Memberikan perlakuan (treatmeant) berupa pengajaran mata pelajaran Sosiologi dengan menggunakan model TTW pada kelompok eksperimen satu dan Traffinger pada kelas eksperimen dua dan pengajaran menggunakan metode konvensional pada kelas kontrol.

c. Melakukan tes akhir (posttest) terhadap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

3. Tahap Akhir

a. Melakukan analisis dan penelitian b. Membahas hasil penemuan penelitian c. Memberikan kesimpulan dan saran.

F. Definisi Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2012, hlm. 38), mengungkapkan bahwa “ variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.”

Jadi, dapat disimpulkan bahwa variabel adalah bagian dari yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan diteliti sehingga peneliti dapat menarik kesimpulan dari hasil variabel tersebut.

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu :

1. Variabel Independent (bebas) atau Variabel X merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadikan sebab perubahanya atau timbulnya variabel dependent (terikat). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel X yaitu :

X1 : penggunaan model pembelajaran Think-Talk-Write

X2 : penggunaan model pembelajaran Traffinger

2. Variabel Dependent (terikat) atau Variabel Y merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel Y yaitu peningkatan


(28)

kemampuan berpikir kritis pada mata pelajaran Sosiologi kelas XI di SMAN 10 BANDUNG.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data.

Munurut Sugiyono (2012, hlm. 102) “instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang tengah diamati. Untuk itu, alat yang digunakan peneliti dalam penelitian ini antara lain:

1. Tes Kemampuan

Pretest, tes ini diberikan kepada masing-masing kelas penelitian yang terdiri dari kelas eksperimen satu, dua dan kelas kontrol kemudian dikerjakan secara individual untuk mengetahui kemampuan awal sebelum melakukan treatmen atau perlakuan. Pos-test, tes ini diberikan kepada masing-masing kelas penelitian yang telah melaksanakan treatment atau perlakuan dengan materi tertentu. Soal posttest hampir sama dengan soal pretest. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan peserta didik setelah diberikan treatment.

2. Lembar Observasi

Lembar yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai aktivitas selama pelaksanaan pembelajaran Sosiologi dengan penerapan model pembelajaran yang diujikan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mengumpulkan sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah penelitian dan dapat membantu peneliti dalam mengumpulkan data penelitian yang ada relevasinya dengan permasalahan dalam penelitian.

H. Proses Pengembangan Instrumen 1. Analisis Item Tes


(29)

Analisis item tes merupakan tugas yang sudah melibatkan kita kepada proses pengukuran dalam penelitian yang dijalankan. Menurut Sumaatmadja (1980, hlm. 138) langkah analisis item berawal dari membuat kunci jawaban, menentukan pedoman penilian menentukan tingkat signifikansi tiap item, menentukan tingkat kesukaran tiap item, menentukan tingkat signifikansi dan indeks kesukaran tiap item. Langkah dan ketentuan melakukan analisis item sebagai berikut :

a. Membuat Pedoman Penilian dan Kunci Jawaban

Pedoman penilian objektifitas tes yang menggunakan metode statistik (Sumaatmadja, 1980, hlm 138), menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

S : Angka (score) yang diperoleh dari penembakan R : Jumlah Item yang dijawab dengan benar (Right) W : Jumlah item yang dijawab salah (Wrong)

0 : Banyak pilihan (Option) 1 : Angka tetap

b. Membuat Ketentuan Tingkat Signifikansi Tiap Item

Tingkat signifikan tiap item didasarkan atas selisih jawaban yang salah dengan yang salah diantara kelompok rendah (WL) dengan kelompok tinggi WH, atau WL-WH. Angka selisih yang signifikan untuk tiap item yang memperlihatkan daya pembeda itu, dinyatakan pada tabel J.C. Stanley (dalam Sumaatmadja, 1980, hlm 139) sebagai berikut :


(30)

Table 3.1 Tingkat Pembeda Tiap Item Yang Signifikan Yang ditunjukkan Oleh Perbedaan WL-WH

Jumlah yang di test N Jumlah kelompok tinggi atau rendah

(WL-WH), pada angka tersebut atau diatasnya yang di tetapkan sebagai tingkat pembeda yang signifikan

2 3 4 4

28-31 32-35 36-38 39-42 43-46 47-49 50-53 54-57 58-61 8 9 10 11 12 13 14 15 16 4 5 5 5 5 5 5 6 6 5 5 5 5 5 6 6 6 6 5 5 5 5 6 6 6 6 6 5 5 5 5 6 6 6 6 6 Dan seterusnya

Sumber : Sumaatmadja (1980, hlm.139)

Jadi, tiap item dihitung (WL-WH) jika angka dalam tabel tersebut sesuai dengan tabel diatas atau lebih tinggi dari pada itu, berarti memiliki daya pembeda yang signifikan. Sehingga tidak perlu diganti atau diperbaiki.

c. Menentukan Indeks Kesukaran Tiap Item

Menurut (Sumaatmadja, 1980. Hlm 140) dalam menentukan tingkat kesukaran item, menggunakan ketentuan dan perhitungan dengan rumus :


(31)

Difficulty Indeks =

Keterangan :

WL : kelompok rendah yang membuat kesalahan, menjawab item dengan salah. Keseluruhan kelompok rendah = 27% dari seluruh yang di test.

WH : kelompok tinggi yang membuat kesalahan, menjawab item dengan salah. Keseluruhan kelompok rendah = 27% dari seluruh yang di test.

100 : Konstanta

n : 27% dari yang di test ( 27%dari N) N : jumlah individu yang di test 0 : banyak pilihan pada tiap item

Untuk menentukan tiga tingkat kesukaran item menggunakan ketentuan :

Item mudah : jika 16% yang ditest tidak dapat menjawab item tersebut. Item sedang : jika 50% yang ditest tidak dapat menjawab item tersebut. Item sukar : jika 84% yang ditest tidak dapat menjawab item tersebut. Atau dapat juga menggunakan table dari J.C Stanley dalam buku Measurement Today ‘s School menjelaskan rumus dalam mencari WL-WH nilai pada tingkatan kesukaran dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 3.2 Nilai Pada Tiga Tingkat Kesukaran

Presentase yang ditest yang menjaweab item

dengan salah

Jumlah Pilihan (Option) Tiap Item

2 3 4 5


(32)

50 0,50n 0,667n 0,750n 0,800n

84 0,84n 1,120n 1,260n 1,344n

(Sumaatmadja 1984, hlm.135)

Untuk mempermudah memahami tingkat kesukaran dengan menggunakan table yang ada diatas, peneliti mengukur hasil penelitian eksperimen ini menggunakan pretest dn posttest berupa alat tes yaitu soal berbentuk pilihan ganda denghan jumlah option 5 buah. Maka jumlah kelompok rendah dari kelompok tinggi yaitu 27% x 25 = 6,75 atau 7 dengan perhitungan sebagai berikut :

Mudah : 0,256 x 8 = 1,972 /2 ≤ 2 Sedang : 0,800 x 8 = 5,6  3-8 Sukar : 1,344 x 8 = 9,408 ≥ 9

d. Memperbaiki dan Mengganti Item

Menurut Sumaatmadja (1980, hlm. 140) dalam memperbaiki dan mengganti item, digunakan pedoman sebagai berikut :

Item yang diganti :

1) Jika daya pembedanya (WL-WH) tidak signifikan dan indeks kesukarannya lebih dari 100.

2) Jika daya pembedanya tidak signifikan, dan indeks kesukarannya sama dengan nol (tidak mempunyai indeks kesukaran).

Item-item yang di perbaiki :

1) Jika daya pembedanya signifikan, tetapi indeks kesukarannya lebih dari 100.

2) Jika daya pembedanya tidak signifikan, tetapi indeks kesukarannya kurang dari 100.

Dari hasil uji coba soal pretest terhadap 25 item pilihan jamak (pilihan ganda) untuk mengetahui daya pembedaanya signifikan atau


(33)

tidak, dan indeks kesukarannya lebih atau kurang dari 100, seluruh item test ditabulasikan ke dalam bentuk table dari J.C Stanley pada buku Measurement Today’s schoolsebagai berikut :


(34)

Table 3.3 Hasil Uji Coba Pretest Berdasarkan Daya Pembeda Dan Indek Kesukaran

Sumber : Diolah oleh peneliti

Berdasarkan tabel di atas, analisis uji coba soal pretest didapatkan item-item soal yang harus diganti dan di perbaiki, diantaranya:

a) Item yang harus dig anti yaitu nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25.

Hasil uji coba soal posttest terhadap 25 item pretest pilihan jamak (pilihan ganda) untuk mengetahui daya pembedaanya

No WL WH WL-WH WL+WH (WL+WH) 100 x 0

2n (0-1)

1 4 0 4 4 35,71

2 2 0 2 2 17.85

3 2 1 1 3 26,78

4 2 0 2 2 17,85

5 4 0 4 4 35,71

6 1 1 0 2 17,85

7 1 0 1 1 8,92

8 3 2 1 3 44,64

9 2 0 2 2 17,85

10 2 0 2 2 17,85

11 0 0 0 0 0

12 2 0 2 2 17,85

13 1 0 1 1 8,92

14 3 0 3 3 26,78

15 5 0 5 5 44,64

16 6 0 6 6 53,57

17 1 0 1 1 8,92

18 2 0 2 2 17,85

19 3 0 3 3 26,78

20 1 0 1 1 8,92

21 4 0 4 4 35,71

22 2 1 1 3 26,78

23 2 0 2 2 17,85

24 2 0 2 2 17,85


(35)

signifikan atau tidak, dan indeks kesukarannya lebih atau kurang dari 100, seluruh item test ditabulasikan kedalam bentuk table dari J.C Stanley pada buku Measurement Today’s school sebagai berikut :

Table 3.4 Hasil Uji Coba Postest Berdasarkan Daya Pembeda Dan Indek Kesukaran

No WL WH WL-WH WL+WH (WL+WH) 100 x 0

2n (0-1)

1 4 4 0 8 71.41

2 6 3 3 9 80.35

3 1 1 0 2 17.85

4 6 3 3 9 80.35

5 0 2 -2 2 17.85

6 3 2 1 5 44.64

7 3 1 2 4 35.71

8 7 3 4 10 89.28

9 1 1 0 2 17.85

10 7 3 4 10 89.28

11 7 4 3 11 98.21

12 7 4 3 11 98.21

13 0 2 -2 2 17.85

14 6 4 2 10 89.28

15 7 3 4 10 89.20

16 7 3 4 10 89.20

17 1 1 0 2 17.85

18 7 3 4 10 89.20

19 6 5 1 11 98.21

20 7 3 4 10 89.20

21 1 2 -1 3 26.78

22 5 5 0 10 89.20

23 7 3 4 10 89.20

24 0 1 -1 1 8.928

25 0 3 -3 3 26.78

Sumber : Diolah oleh peneliti

Berdasarkan tabel diatas, analisis hasil uji coba posttest didapatkan item-item soal yang harus diganti, diantaranya :


(36)

a) Item yang harus diganti yaitu nomor 3, 5, 7, 9, 13, 17, 24, 25

2. Lembar Observasi

Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan sebagai pedoman yang dilakukan untuk memperoleh gambaran secara langsung keterlaksanaan penerapan model pembelajaran Think-Talk-Write

dan Traffinger. Obeservasi dilakukan sebagai bahan evaluasi pendidik dalam menerapkan model pembelajaran yang tujuannya untuk melihat keterlibatan peserta didik dalam proses belajar mengajar melalui arahan pendidik sebagai fasilitator agar sesuai dengan yang diharapkan dalam langkah pembelajaran. Berikut lembar observasi model pembelajaran di dalam kelas.

Table 3.5 Lembar Observasi Model Pembelajaran Think-Talk-Write

NO ASPEK YANG DIOBSERVASI KETERANGAN SARAN

YA TIDAK

1 A. Tahap Orientasi

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

2. Guru menjelaskan prosedur pembelajaran TTW

3. Guru mengarahkan peserta didik agar siap mengikuti proses pembelajaran

4. Guru memotivasi peserta didik untuk membangkitkan minat belajar

2 B. Tahap Perumusan Permasalahan

1. Guru mengajukan sebuah

permasalahan berupa teks atau artikel (Think)

2. Guru membimbing peserta didik untuk membaca permasalahan dan merumuskan masalah


(37)

1. Guru mengarahkan peserta didik

untuk berinteraksi dan

berkolaborasi dengan teman satu groupnya untuk membahas isi catatan (Talk)

2. Guru memancing peserta didik dengan pertanyaan agar peserta didik dapat menjawab sebagai penjelasan atas masalah atau pertanyaan yang dirumuskan 3. Guru menjawab ya atau tidak atas

pertanyaan peserta didik sebagai jawaban yang mereka kemukakan

4 D. Mengumpulkan Data

1. Guru membimbing peserta didik untuk menggunakan informasi yang dibutuhkan

2. Guru mengarahkan peserta didik untuk menggunakan informasi untuk menguji hipotesis yang diajukan

3. Guru membimbing peserta didik untuk mengkontruksikan sendiri

pengetahuan yang memuat

pemahaman dalam bentuk tulisan (Write)

5 E. Menguji Hipotesis

1. Guru membimbing agar peserta

didik dapat mengemukakan

pendapat

2. Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menyampaikan hasil pekerjaaanya

6 F. Tahap Perumusan Kesimpulan

1. Guru membimbing peserta didik merumuskan kesimpulan

2. Guru memberikan komentar dan penjelasan tentang hasil kegiatan belajar


(38)

Table 3.6 Lembar Observasi Model Pembelajaran Traffinger

NO ASPEK YANG DIOBSERVASI KETERANGAN SARAN

YA TIDAK

1 A. Tahap Orientasi

a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

b. Guru menjelaskan prosedur pembelajaran Traffinger

c. Guru mengarahkan peserta didik agar siap mengikuti proses pembelajaran

d. Guru memotivasi peserta didik untuk membangkitkan minat belajar

2 B. Tahap Perumusan Permasalahan

1. Guru mendemonstrasikan/

menyajikan fenomena yang dapat mengundang keingintahuan 2. Guru membimbing peserta didik

untuk mengamati permasalahan dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi masalah

3 C. Tahap Mengembangkan Hipotesis

1. Guru memberi waktu dan kesempatan kepada peserta didik untuk mengungkapkan gagasan serta membimbing siswa untuk menyepakati alteratif pemecahan 2. Guru memancing peserta didik

dengan pertanyaan agar peserta didik dapat menjawab sebagai penjelasan atas masalah atau pertanyaan yang dirumuskan 3. Guru menjawab ya atau tidak atas

pertanyaan peserta didik sebagai jawaban yang mereka kemukakan

4 D. Mengumpulkan Data

1. Guru membimbing peserta didik untuk menggunakan informasi yang di butuhkan

2. Guru mengarahkan peserta didik untuk menggunakan informasi


(39)

untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam memecahkan masalah

5 E.Menguji Hipotesis

1. Guru membimbing agar peserta didik dapat mengemukakan pendapat

2. Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk

menyampaikan hasil

pekerjaannya

3. Guru membimbing peserta didik untuk mengkontruksikan sendiri pengetahuan yang memuat pemahaman dalam bentuk tulisan

6 F. Tahap Perumusan Kesimpulan

1. Guru membimbing peserta didik merumuskan kesimpulan.

2. Guru memberikan komentar dan penjelasan tentang hasil kegiatan belajar


(40)

Table 3.7 Lembar Observasi Model Pembelajaran Konvensional

NO ASPEK YANG DIOBSERVASI KETERANGAN SARAN

YA TIDAK

1 A. Tahap Orientasi

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

2. Guru menjelaskan prosedur pembelajaran

3. Guru mengarahkan peserta didik agar siap mengikuti proses pembelajaran

4. Guru memotivasi peserta didik untuk membangkitkan minat belajar

2 B. Tahap Perumusan

Permasalahan

1. Guru menjelaskan materi 2. Guru membimbing peserta

didik untuk membaca dan menanyakan materi mana yang sulit dimengerti

3 C. Tahap Mengembangkan

Hipotesis

1. Guru membagi peserta didik dalam kelompok.

2. Guru memberikan kesempatan

pada pendidik untuk

berdiskusi.

3. Guru memancing peserta didik dengan pertanyaan agar peserta didik dapat menjawab sebagai penjelasan atas pertanyaan yang dirumuskan

4 D. Mengumpulkan Data

1. Guru membimbing peserta didik untuk menggunakan informasi yang dibutuhkan seperti buku.

2. Guru mengarahkan peserta didik untuk menggunakan informasi

3. Guru membimbing peserta didik untuk mengkontruksikan


(41)

sendiri pengetahuan yang memuat pemahaman dalam bentuk tulisan

5 E. Menguji Hipotesis

1. Guru membimbing agar

peserta didik dapat

mengemukakan pendapat 2. Guru memberikan kesempatan

pada peserta didik untuk

menyampaikan hasil

pekerjaannya

6 F. Tahap Perumusan Kesimpulan

1. Guru membimbing peserta didik merumuskan kesimpulan 2. Guru memberikan komentar

dan penjelasan tentang hasil kegiatan belajar

Sumber : Diolah oleh peneliti

I. Teknik Pengumpulan Data

Terdapat dua hal utama yang dapat mempengaruhi kualitas data hasil penelitian diantaranya kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Kualitas pengumpulan data berkenaan dengan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data, karena itu instrumen yang telah teruji belum tentu dapat menghasilkan data yang baik apabila instrumen tersebut tidak digunakan secara tepat dalam pengumpulan datanya.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes dan lembar observasi. Menurut Arikunto (dalam Purwasih, 2006, hlm. 150) mengungkapkan bahwa tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok. Tes yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes berupa pilihan ganda (pretest dan

posttest) yang dilaksanakan pada setiap kelas eksperimen maupun kontrol. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal dan kemampuan setelah di lakukan


(42)

treatment atau perlakuan. Sedangkan lembar observasi digunakan untuk mengetahui keterlibatan peserta didik dalam penerapan model pembelajaran.

J. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian melalui tes hasil belajar pretest dan

posttest terhadap kelas eksperimen 1, eksperimen 2 dan kelas kontrol. Adapun prosedur pengolahan data-data tersebut dilakukan melalui analisis secara kuantitatif adalah sebagai berikut :

1. Data Hasil Tes

a. Menguji Soal Pretest dan Postest

Pengujian soal pretest dan posttest dilakukan di kelas yang berbeda, dengan kata lain bukan dilakukan pada kelas eksperimen atau kontrol yang menjadi tempat penelitian. Langkah pertama yaitu dengan membuat kisi-kisi soal prestest dan posttest, membuat soal dengan materi yang akan menjadi bahasan selama melakukan penelitian. Kemudian soal

pretest dan posttest diujikan kepada kelas yang bukan menjadi kelas penelitian, kelas yang menjadi tempat pengujian yaitu XI IPS 1 dan 2 di SMA PGII 2 BANDUNG. Selanjutnya, membuat ketentuan tingkat signifikansi tiap item soal yang didasarkan atas selisih jawaban yang salah diantara kelompok rendah (WL) dan kelompok yang tinggi (WH). Langkah selanjutnya yaitu menentukan indeks kesukaran tiap item yang merupakan gambaran kemampuan peserta didik ketika menjawab soal. Setalah melewati langkah demi langkah, selanjunya dilakukan perbaikan atau pergantian item soal karena apabila soal yang seharusnya diganti atau diperbaiki tidak dilakukan perbaikan maka dikhawatirkan akan berakibat terhadap soal yang akan di berikan kepada peserta didik kelas penelitian.

b. Uji T dengan menggunakan Short Method

Pengujian hasil penelitian melalui tes pretest dan posttest dapat dilakukan oleh peneliti menggunakan uji t dalam short method untuk


(43)

mengetahui perbedaan keberhasilan penerapan model pembelajaran.

Short method dipilih karena menurut peneliti jauh lebih efisien dan penggunaanya tidak sulit. Dengan rumus :

Keterangan :

MD : Hasil dari rata-rata D dibagi jumlah sampel

∑d² : rata-rata nilai d N : jumlah sampel

Untuk mengetahui perbedaan keberhasilan melalui uji t Traffinger

maka peneliti menguji hipotesi uji, diantaranya : 1) Hipotesis nol (Ho)

Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara model pembelajaran Think-Talk-Write dengan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi.

Hipotesis Alternatif (H1)

Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara model pembelajaran Think-Talk-Write dengan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi.

2) Hipotesis nol (Ho)

Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara model pembelajaran Traffinger dengan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi.

Hipotesis Alternatif (H1)

Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara model pembelajaran Traffinger dengan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi.


(44)

3) Hipotesis nol (Ho)

Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara model pembelajaran Think-Talk-Write dengan metode

Traffinger pada mata pelajaran sosiologi. Hipotesis Alternatif (H1)

Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara model pembelajaran Think, Talk and Writen dengan metode Traffinger pada mata pelajaran sosiologi.

2. Perbedaan Model Pembelajaran Think Talk And Writen Dengan Model Pembelajaran Traffinger

Pada penelitian ini menggunakan Matched Subjects Designs yang dilakukan terhadap subjek demi subjek. Berbeda dengan Matched Groups Designs yang dilakukan terhadap group sebagai keseluruhan, suatu unit. Menurut Hadi ( 1994, hlm. 484) mengungkapkan bahwa Matched Subjects Designs terdapat pemisahan pasangan-pasangan subjek (pair of subjects)

masing-masing ke grup eksperimen dan kontrol secara otomatis akan menseimbangkan kedua grup itu.


(45)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Bab V simpulan dan saran merupakan bagian terakhir dalam penelitian ini, bab ini didasarkan pada seluruh hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti untuk menjawab semuan pertanyaan atau hipotesis penelitian. Pada bab terakhir ini, peneliti menyimpulkan hasil penelitian yang berjudul “Perbedaan Model Pembelajaran Think –Talk –Write (TTW) Dengan Traffinger Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Mata Pelajaran Sosiologi” (Studi Eksperimen kepada Kelas XI di SMAN 10 Bandung), selama 2 minggu yang berlokasi di SMAN 10 Bandung beralamat Jalan Cikutra no. 77, Bandung Jawa Barat Indonesia. Kelas yang menjadi penelitian terdiri dari tiga kelas yaitu dua kelas eksperimen dan satu kelas kontrol.

Pada bagian akhir dari penyusunan skripsi akan dikemukakan hal-hal pokok yang disajikan sebagai pemaknaan penelitian terhadap hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan kesimpulan dan saran.

A. Simpulan

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan oleh peneliti pada bab sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu tidak ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara model pembelajaran Think –Talk –Write, model pembelajaran

Traffinger dan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran sosiologi pada masing-masing model di kelas eskperimen dan kontrol. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan tabel dan perhitungan pada kelas eksperiemen satu dengan model pembelajaran Think –Talk –Write dengan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajarn konvensional, dengan derajat kebebasan untuk t-test adalah jumlah sampel yang diteliti dikurangi satu, atau 8-1=7. Dari proses penghitungan menggunakan short method


(46)

tersebut, didapat nilai t hitung sebesar -2,049. Untuk menolak hipotesis nol (Ho), diperlukan nilai t hitung yang sama atau lebih besar dari 3,499 dan lebih kecil dari -3,499 dengan taraf signifikan 1% dan derajat kebebasan 7. Karena nilai t-hitung yang diperoleh lebih kecil dari 3,499 dan lebih besar dari -3,499 pada taraf signifikan 1%, maka H1 ditolak dan Ho diterima. Jadi, tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara model pembelajaran Think –Talk – Write dengan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi pada kelas eksperimen 1 dikelas XI IPS 4 dan kelas kontrol dikelas XI IPS 3. 2. Berdasarkan tabel dan perhitungan pada kelas eksperiemen dua dengan

model pembelajaran Traffinger dengan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajarn konvensional, derajat kebebasan untuk t-test adalah jumlah sampel yang diteliti dikurangi satu, atau 8-1=7. Dari proses penghitungan dengan menggunakan cara hitung short method tersebut, didapat nilai t hitung sebesar -1. Untuk menolak hipotesis nol (Ho), diperlukan nilai t hitung yang sama atau lebih besar dari 3,499 dan lebih kecil dari -3,499 dengan taraf signifikan 1% dan derajat kebebasan 7. Karena nilai t-hitung yang diperoleh lebih kecil dari 3,499 dan lebih besar dari -3,499 pada taraf signifikan 1%, maka H1 ditolak dan Ho diterima. Jadi, tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara model pembelajaran Traffinger dengan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi pada kelas eksperimen 2 dikelas XI IPS 2 dan kelas kontrol dikelas XI IPS 3. 3. Berdasarkan tabel dan perhitungan pada kelas eksperiemen satu dengan

model pembelajaran Think –Talk –Write dengan kelas eksperimen dua menggunakan model pembelajaran Traffinger,dengan derajat kebebasan untuk t-test adalah jumlah sampel yang diteliti dikurangi satu, atau 8-1=7. Dari proses penghitungan dengan menggunakan cara hitung short method tersebut, didapat nilai t hitung sebesar 1,532. Untuk menolak hipotesis nol (Ho), diperlukan nilai t hitung yang sama


(47)

atau lebih besar dari 3,499 dan lebih kecil dari -3,499 dengan taraf signifikan 1% dan derajat kebebasan 7. Karena nilai t-hitung yang diperoleh lebih kecil dari 3,499 dan lebih besar dari -3,499 pada taraf signifikan 1%, maka H1 ditolak dan Ho diterima. Jadi, tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara model pembelajaran Think –Talk –Write (TTW) dengan model pembelajaran

Traffinger dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran sosiologi pada kelas eksperimen 1 dikelas XI IPS 4 dan kelas eksperimen 2 dikelas XI IPS 2.

Berdasarkan kesimpulan di atas, terdapat beberapa faktor yang menjadi alasan tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara kedua model pembelajaran, antara lain :

1. Waktu pelaksanaan posttest tidak dilakukan secara linear.

2. Bocornya jawaban posttest, ditunjukan dari hasil antara tiga kelas penelitian yang hampir sama dengan nomor soal yang betul sama.

3. Letak kelas yang berdampingan 4. Suasana sekolah yang tidak kondusif

Walaupun tidak ada terdapat perbedaan pada hasil posttest dalam menjawab pertanyaan penelitian, bila dibandingkan antara hasil pretest dengan hasil posttest

terlihat terdapat perbedaan yang sangat signifikan. Terlihat jelas pada skor rata-rata pretest peserta didik pada kelas eksperimen 1 adalah 11,13; kelas eksperimen 2 adalah 11,25 dan kelas kontrol adalah 11,5. Sedangkan Skor rata-rata peserta didik pada hasil postest antara lain kelas eksperimen 1 adalah 20,25; kelas eksperimen 2 adalah 19,75 dan kelas kontrol adalah 19,5. Sebab, Pemberian soal berupa pretest dan postest merupakan salah satu cara meningkatkan kemampuan berpikir kritis karena meningkatkan rasa ingin tahu yang dapat dilakukan dengan mengemukakan pertanyaan dari soal yang dibuat peneliti dalam bentuk hasil.


(48)

Sedangkan dalam prosesnya, cara meningkatkan kemapuan berpikir kritis melalui membaca dengan kritis dan meningkatkan daya analisis dari penyajian permasalahan soal, serta diskusi yang kaya saat pemberian permasalahan yang sudah disesuikan dengan indikator kemampuan berpikir kritis.

Dengan demikian, ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara model pembelajaran Think –Talk –Write, Traffinger dan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi bila dibandingkan antara pretest dan posttest. Faktor pendorong terjadinya Perbedaan hasil pretest dan posttest, diantaranya :

1. Penggunaan model pembelajaran yang variatif dalam kegiatan belajar mengajar.

2. Mengaitkan materi belajar dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. 3. Media yang digunakan bervariasi.

4. Perbedaan usia peneliti dengan peserta didik tidak terlalu jauh.

Meskipun demikian, peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik tidak dapat diukur dari perolehan hasil belajar berupa tes pilihan ganda saja, melainkan dapat dilihat dari proses penerapan model pembelajaran Think –Talk – Write dan model pembelajaran Traffinger. Hal ini sejalan dengan pendapat pada teori belajar kognitif yang lebih mementingkan proses dibandingkan hasilnya. Hal ini terlihat pada penilian peningkatan berpikir peserta didik selama proses belajar menggunakan model pembelajaran Think –Talk –Write kemampuan berpikir kritis peserta didik diatas 3,00 dan traffinger kemampuan berpikir kritis peserta didik diatas 2,88 dengan predikat baik sedangkan kontrol 2,66.

Pada proses penerapan model pembelajaran Think –Talk –Write,

kemampuan yang diperoleh peserta didik ketika dilihat dari prosesnya selain meningkatkan kemampuan berpikir kritis dari pengetahuan-pengetahuan yang berkembang selama proses penggalian informasi, meningkatkan kemampuan dalam berbicara dan mengemukakan pendapat. Pendapat peneliti sejalan dengan teori belajar kognitif, jika dalam teori perkembangan Piaget perkembangan kognitif sangat berpengaruh pada perkembangan bahasa, maka dalam teori


(49)

perkembangan Bruner pekembangan bahasa besar pengaruhnya dalam perkembangan kognifif. Maka dalam penelitaian ini, model pembelajaran Think, Talk and written sejalan dengan teori perkembangan kognitif Bruner, dimana jika peserta didik berhasil melewati langkah pembelajaran ini maka selain meningkatkan kemampuan berbahasa juga meningkatnya kognitif peserta didik, akibat pemberian pemasalahan untuk didiskusikan.

Sedangkan pada proses penerapan model pembelajaran Traffinger, pada situasi belajar seperti ini keterlibatan seseorang secara langsung dalam situasi belajar tersebut akan menghasilkan pemahaman yang dapat membantu individu tersebut memcahkan masalah. Dengan kata lain, pendapat peneliti sejalan dengan pendapata pada teori Gestalt yang menyatakan bahwa yang paling penting dalam proses belajar individu adalah dimengertinya apa yang dipelajari oleh individu.

Dengan demikian proses pembelajaran pada masing-masing model pembelajaran merupakan salah satu hal yang paling penting karena pendapat peneliti ini sejalan dengan pendapat pada teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Keterlibatan peserta didik secara langsung dalam situasi belajar melalui pemberian isu, fenomena atau permasalahan sosial tersebut akan menghasilkan pemahaman yang dapat membantu individu tersebut memcahkan masalah. Sebagai hasilnya, dapat membawa perubahan bagi peserta didik baik perubahan sikap, pengetahuan atau keterampilan. Sebab dalam proses belajarnya peserta didik dituntut untuk berpikir secara lebih dalam, memiliki kepekaan, keaktifan dalam menghadapi peristiwa atau fenomena sosial sehingga mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis melalui proses berpikir.

B. Implikasi, Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti dan kesimpulan di atas peneliti mengemukakan saran sebagai berikut :


(50)

1. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik yang lebih baik perlu dilakukan secara berkesinambungan artinya terus menerus dengan menggunakan model pembelajaran yang partisifatif, aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan (PAIKEM).

2. Ketika pemilihan model pembelajaran harus bisa menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran pada rencana pelaksanaan pembelajaran, sehingga mampu mendorong minat peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar belajar, menumbuhkan rasa ingin tahu peserta didik yang berdampak pada pemahaman materi yang lebih cepat.

3. Bagi teman mahasiswa atau peneliti yang akan melakukan penelitian model pembelajaran, hendaknya memperhatikan jadwal pembelajaran untuk tidak melakukan penelitian berdekatan dengan pelaksanaan ujian semester dan ujian praktek, sebab dapat menganggu dan mempengaruhi hasil penelitian. Saat memberikan postest diusahakan dilakukan secara linear antar kelas penelitian untuk meminimalisir kecurangan.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Baharudin, H,. Wahyuni, Esa, Nur. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Budiningsih, Asri, C. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Hadi, Sutrisno. (1994). Metodelogi Research. Yogyakarta. Andi Offset.

Heriawan, Darmajari, A. & Senjaya, A. (2012). Metodelogi Pembelajaran: Kajian Teoritis Praktis; Metode, Dan Teknik Pembelajaran. Banten: LP3G.

Huda, Miftahul. (2014). Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran:Isu-Isu Metodis Dan Paradigmatik. Yogyakarta: Pustaka belajar.

Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Depok:Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suprijono, A. (2011). Cooperative Learning, Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Sumaatmadja, Nursid. (1984). Metodelogi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial IPS. Bandung: Ofseet Alumni.

Tim pengembangan MKDP kurikulum dan Pembelajaran. (2012). Kurikulum Dan Pembelajaran. Depok: Raja Grafindo Persada.

Undang-Undang Republik Indonesia Pasal 3 Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.


(52)

136

Wibisono, Amir , Gunawan. (TT). Menjadi Kritis; It’s Not A Crime. Sukuharjo: Willian.

SKRIPSI

Awalia, Fanny. (2014). Penggunaan Model Pembelajaran Kuis Tebak Kata Pada Mata Pelajaran Pkn Dalam Meningkatkan Motivasi Belajarr (Studi Eksperimen di SMPN 9 Bandung). (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Fitriyah, Nurul. (2011). Penerapan Strategi Think-Talk-Write (TTW) Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan pemecahan Masalah Matematika Siswa SLTP (Suatu Penelitian Eksperimen Terhadap Siswa Kelas VII MTs Negeri Sukasari Cimahi). (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

H, Fajarini, Rizki. (2013). Penggunaan Model Traffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Kreativitas Pada Siswa SMP (Studi Ekperimen Siswa Kelas VIII SMP Kartika Siliwangi XIX-2). (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Mulyani, Ani . (2010). Penerapan model Cooperative Learning Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran PKN. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Setiadi, Yadi. (2012). Penerapan Model Think-Talk-Write (TTW) Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Karangan Argumentasi Pada Siswa Kelas XI SMK PASUNDAN 1 BANDUNG (Penelitian Tindakan Kelas Di Kelas XI AP 2 SMK Pasundan Bandung Tahun Ajaran 2011/2012).


(53)

137

Suprianti, Dian. (2014). Perbedaan Model Pembelajaran Problem Based Information dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Sosiologi ( Studi Eksperimen DI SMA PGII 1 Bandung). (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Purwasih, Atik. (2014). Perbedaan Hasil Belajar Antara Penggunaan Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) Dengan Model Pembelajaran Jigsaw (Tim Ahli) Pada Mata Pelajaran Sosiologi” (Kuasi Eksperimen Terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Kartika XIX-1 Bandung). (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

INTERNET

Rezaliah, Hasna. (2013, 8 Juni). Makalah Model Think-Talk-Write (TTW). [Online]. Diakses dari rezaliah.blogspot.com/2013/06/makalah-model-pembelajaran-tipe-think.html?m=1 8 juni 2013.

Eccawati. (2013, 1 Maret). Model Pembelajaran Traffinger. [Online]. Diakses dari Eccawati.blogspot.com/2013/03/blog-spot.html?m=1.


(1)

131

Sedangkan dalam prosesnya, cara meningkatkan kemapuan berpikir kritis melalui membaca dengan kritis dan meningkatkan daya analisis dari penyajian permasalahan soal, serta diskusi yang kaya saat pemberian permasalahan yang sudah disesuikan dengan indikator kemampuan berpikir kritis.

Dengan demikian, ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara model pembelajaran Think –Talk –Write, Traffinger dan metode konvensional pada mata pelajaran sosiologi bila dibandingkan antara pretest dan posttest. Faktor pendorong terjadinya Perbedaan hasil pretest dan posttest, diantaranya :

1. Penggunaan model pembelajaran yang variatif dalam kegiatan belajar mengajar.

2. Mengaitkan materi belajar dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. 3. Media yang digunakan bervariasi.

4. Perbedaan usia peneliti dengan peserta didik tidak terlalu jauh.

Meskipun demikian, peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik tidak dapat diukur dari perolehan hasil belajar berupa tes pilihan ganda saja, melainkan dapat dilihat dari proses penerapan model pembelajaran Think –Talk – Write dan model pembelajaran Traffinger. Hal ini sejalan dengan pendapat pada teori belajar kognitif yang lebih mementingkan proses dibandingkan hasilnya. Hal ini terlihat pada penilian peningkatan berpikir peserta didik selama proses belajar menggunakan model pembelajaran Think –Talk –Write kemampuan berpikir kritis peserta didik diatas 3,00 dan traffinger kemampuan berpikir kritis peserta didik diatas 2,88 dengan predikat baik sedangkan kontrol 2,66.

Pada proses penerapan model pembelajaran Think –Talk –Write, kemampuan yang diperoleh peserta didik ketika dilihat dari prosesnya selain meningkatkan kemampuan berpikir kritis dari pengetahuan-pengetahuan yang berkembang selama proses penggalian informasi, meningkatkan kemampuan dalam berbicara dan mengemukakan pendapat. Pendapat peneliti sejalan dengan teori belajar kognitif, jika dalam teori perkembangan Piaget perkembangan


(2)

perkembangan Bruner pekembangan bahasa besar pengaruhnya dalam perkembangan kognifif. Maka dalam penelitaian ini, model pembelajaran Think, Talk and written sejalan dengan teori perkembangan kognitif Bruner, dimana jika peserta didik berhasil melewati langkah pembelajaran ini maka selain meningkatkan kemampuan berbahasa juga meningkatnya kognitif peserta didik, akibat pemberian pemasalahan untuk didiskusikan.

Sedangkan pada proses penerapan model pembelajaran Traffinger, pada situasi belajar seperti ini keterlibatan seseorang secara langsung dalam situasi belajar tersebut akan menghasilkan pemahaman yang dapat membantu individu tersebut memcahkan masalah. Dengan kata lain, pendapat peneliti sejalan dengan pendapata pada teori Gestalt yang menyatakan bahwa yang paling penting dalam proses belajar individu adalah dimengertinya apa yang dipelajari oleh individu.

Dengan demikian proses pembelajaran pada masing-masing model pembelajaran merupakan salah satu hal yang paling penting karena pendapat peneliti ini sejalan dengan pendapat pada teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Keterlibatan peserta didik secara langsung dalam situasi belajar melalui pemberian isu, fenomena atau permasalahan sosial tersebut akan menghasilkan pemahaman yang dapat membantu individu tersebut memcahkan masalah. Sebagai hasilnya, dapat membawa perubahan bagi peserta didik baik perubahan sikap, pengetahuan atau keterampilan. Sebab dalam proses belajarnya peserta didik dituntut untuk berpikir secara lebih dalam, memiliki kepekaan, keaktifan dalam menghadapi peristiwa atau fenomena sosial sehingga mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis melalui proses berpikir.

B. Implikasi, Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti dan kesimpulan di atas peneliti mengemukakan saran sebagai berikut :


(3)

133

1. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik yang lebih baik perlu dilakukan secara berkesinambungan artinya terus menerus dengan menggunakan model pembelajaran yang partisifatif, aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan (PAIKEM).

2. Ketika pemilihan model pembelajaran harus bisa menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran pada rencana pelaksanaan pembelajaran, sehingga mampu mendorong minat peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar belajar, menumbuhkan rasa ingin tahu peserta didik yang berdampak pada pemahaman materi yang lebih cepat.

3. Bagi teman mahasiswa atau peneliti yang akan melakukan penelitian model pembelajaran, hendaknya memperhatikan jadwal pembelajaran untuk tidak melakukan penelitian berdekatan dengan pelaksanaan ujian semester dan ujian praktek, sebab dapat menganggu dan mempengaruhi hasil penelitian. Saat memberikan postest diusahakan dilakukan secara linear antar kelas penelitian untuk meminimalisir kecurangan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Baharudin, H,. Wahyuni, Esa, Nur. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Budiningsih, Asri, C. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Hadi, Sutrisno. (1994). Metodelogi Research. Yogyakarta. Andi Offset.

Heriawan, Darmajari, A. & Senjaya, A. (2012). Metodelogi Pembelajaran: Kajian Teoritis Praktis; Metode, Dan Teknik Pembelajaran. Banten: LP3G.

Huda, Miftahul. (2014). Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran:Isu-Isu Metodis Dan Paradigmatik. Yogyakarta: Pustaka belajar.

Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Depok:Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suprijono, A. (2011). Cooperative Learning, Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Sumaatmadja, Nursid. (1984). Metodelogi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial IPS. Bandung: Ofseet Alumni.

Tim pengembangan MKDP kurikulum dan Pembelajaran. (2012). Kurikulum Dan Pembelajaran. Depok: Raja Grafindo Persada.

Undang-Undang Republik Indonesia Pasal 3 Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.


(5)

136

Wibisono, Amir , Gunawan. (TT). Menjadi Kritis; It’s Not A Crime. Sukuharjo: Willian.

SKRIPSI

Awalia, Fanny. (2014). Penggunaan Model Pembelajaran Kuis Tebak Kata Pada Mata Pelajaran Pkn Dalam Meningkatkan Motivasi Belajarr (Studi Eksperimen di SMPN 9 Bandung). (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Fitriyah, Nurul. (2011). Penerapan Strategi Think-Talk-Write (TTW) Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan pemecahan Masalah Matematika Siswa SLTP (Suatu Penelitian Eksperimen Terhadap Siswa Kelas VII MTs Negeri Sukasari Cimahi). (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

H, Fajarini, Rizki. (2013). Penggunaan Model Traffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Kreativitas Pada Siswa SMP (Studi Ekperimen Siswa Kelas VIII SMP Kartika Siliwangi XIX-2). (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Mulyani, Ani . (2010). Penerapan model Cooperative Learning Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran PKN. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Setiadi, Yadi. (2012). Penerapan Model Think-Talk-Write (TTW) Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Karangan Argumentasi Pada Siswa Kelas XI SMK PASUNDAN 1 BANDUNG (Penelitian Tindakan Kelas Di Kelas XI AP 2 SMK Pasundan Bandung Tahun Ajaran 2011/2012). (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.


(6)

Suprianti, Dian. (2014). Perbedaan Model Pembelajaran Problem Based Information dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Sosiologi ( Studi Eksperimen DI SMA PGII 1 Bandung). (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Purwasih, Atik. (2014). Perbedaan Hasil Belajar Antara Penggunaan Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) Dengan Model

Pembelajaran Jigsaw (Tim Ahli) Pada Mata Pelajaran Sosiologi” (Kuasi

Eksperimen Terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Kartika XIX-1 Bandung). (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

INTERNET

Rezaliah, Hasna. (2013, 8 Juni). Makalah Model Think-Talk-Write (TTW). [Online]. Diakses dari rezaliah.blogspot.com/2013/06/makalah-model-pembelajaran-tipe-think.html?m=1 8 juni 2013.

Eccawati. (2013, 1 Maret). Model Pembelajaran Traffinger. [Online]. Diakses dari Eccawati.blogspot.com/2013/03/blog-spot.html?m=1.


Dokumen yang terkait

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN THINK-TALK-WRITE (TTW) TERHADAP KEMAMPUAN MENGANALISIS CERPEN

3 21 111

“Pengaruh Pembelajaran Think-Talk-Write Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa”.

0 5 247

Meningkatkan hasil belajar IPA melalui pembelajaran kooperatif tipe think talk write (ttw) pada siswa kelas IV Mi Al Ishlahat Jatiuwung Kota Tangerang

0 10 0

Perbedaan hasil belajar ekonomi siswa dengan menggunakan metode pembelajaran TTW (Think Talk Write) dan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) di SMA Nusa Putra Tangerang

1 6 154

Pengaruh strategi pembelajaran think-talk write (TTW) tehadap hasil belajar fisika siswa : kuasi eksperimen di SMA Negeri 3 Rangkasbitung

2 16 103

KEEFEKTIFAN STRATEGI PEMBELAJARAN TTW (THINK TALK WRITE) BERBANTUAN LKPD TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK KELAS X

3 33 315

Pengaruh Strategi Think-Talk-Write (TTW) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa : studi ekperimen di MTsN 19 Pondok Labu Jakarta Selatan

0 5 225

Peningkatan Motivasi Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Pada Mata Kuliah Aljabar Matriks dengan Menggunakan Model Pembelajaran Tipe Think Talk Write

0 2 9

MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP) MENGGUNAKAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

0 0 13

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) Husnidar

0 0 6