TEKNOLOGI EKSTRAKSI DAUN UNGU (Graptophyllum pictum) DALAM ETHANOL 70% DENGAN METODE PERKOLASI

(1)

commit to user

TEKNOLOGI EKSTRAKSI DAUN UNGU

(Graptophyllum pictum)

DALAM ETHANOL 70% DENGAN METODE

PERKOLASI

TUGAS AKHIR

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Ahli Madya Pertanian

Di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Agribisnis Minat Agrofarmaka

Disusun Oleh :

FAJRIYAH ANJAR PERWITA H 3508013

PROGRAM DIPLOMA III FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini telah membaca Laporan Tugas Akhir dengan Judul :

TEKNOLOGI EKSTRAKSI DAUN UNGU (Graptophyllum pictum) DALAM ETHANOL 70% DENGAN METODE PERKOLASI

Yang dipersiapkan dan disusun oleh : Fajriyah Anjar Perwita

H 3508013

Telah dipertahankan didepan dosen penguji pada tanggal : ……… Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima.

Penguji Ketua

Ir. Heru Irianto, MM NIP. 196305141992021001

Anggota

Ir. Suharto NIP.

Surakarta, Mei 2010 Universitas Sebelas Maret Surakarta

Fakultas Pertanian Dekan,

Prof. DR. Ir. H. Suntoro, MS NIP. 195512171982031003


(3)

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia–Nya penulis mampu menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini.

Dalam menyelesaikan penulisan laporan Tugas Akhir ini tentunya tidaklah lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Ir. Heru Irianto, MM selaku Ketua Program Studi DIII Agribisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ibu Ir. Sumijati MP. Selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan. 5. Bapak Suharto selaku penguji 2.

6. Bapak Ir. Panut Sahari, MP selaku Ketua Minat Program Studi DIII Agribisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Bapak dr. Sunu PT. selaku Pembimbing, Bapak Juniman dan Ibu Suwarni selaku Pengampu di Laboratorium B2P2T0-OT Karanganyar.

8. Mbak Endang Brotojoyo yang telah memberi ilmu pembuatan formulasi sabun.

9. Bapak dan Ibunda tercinta serta semua keluarga yang ada di rumah, terima kasih atas semua kasih sayang dan dorongan semangat yang telah engkau berikan.

10.Jawi Bagus Panuntun yang selalu memberi semangat didalam hidupku.

11.Intan dan Windhi yang selalu mengajak bercanda dan membuat aku mengerti, kalian bener – bener sahabat yang hebat.

12.Teman – teman D3 FP UNS yang tercinta.

13.Teman – teman Mutiagana yang senantiasa menemani aku.

14.Mas Gilang Purna Ramadhan yang selalu ngajak bercanda dan menghibur saya.

15.Semua pihak baik langsung maupun tak langsung telah banyak membantu dalam menyelesaikan laporan ini.


(4)

commit to user

iv

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang menuju sempurnanya laporan ini senantiasa kami harapkan. Akhir kata, penulis mohon maaf bila dalam laporan ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan. Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bemanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca semua pada umumnya.

Surakarta, Mei 2011


(5)

commit to user

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

1. Tujuan Umum ... 2

2. Tujuan Khusus ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA... 3

A. Simplisia ... 3

1. Simplisia Nabati ... 3

2. Simplisia Hewani ... 3

3. Simplisia Mineral. ... 3

4. Simplisia Daun ... 4

B. Tanaman Daun Ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) ... 4

1. Klasifikasi ... 4

2. Deskripsi. ... 5

3. Budidaya. ... 6

C. Perlakuan Pasca Panen ... 7

1. Pemanenan Simplisia... 7

2. Sortasi ... 7

3. Pencucian ... 8

4. Pengeringan... 8


(6)

commit to user

vi

D. Ekstrak... 9

1. Pembuatan Serbuk Simplisia dan Klasifikasinya ... 9

2. Cairan Pelarut... 9

3. Rendemen ... 10

4. Metode Perkolasi... 10

E. Uji Kandungan Kimia Ekstrak... 11

1. Alkaloid ... 11

2. Saponin ... 11

3. Cardenolin atau Bufadienolin ... 12

4. Flavonoid ... 12

5. Tanin dan Polifenol ... 13

6. Anthraquinon ... 13

III.TATALAKSANA PELAKSANAAN ... 15

A. Tempat Dan Waktu Pelaksanaan ... 15

1. Tempat Pelaksanaan Magang ... 15

2. Waktu Pelaksanaan Magang ... 15

B. Cara Pelaksanaan Magang... 15

1. Perencanaan Kegiatan Magang ... 15

2. Penentuan Lokasi Kegiatan Praktek Magang ... 15

C. Teknologi Pengumpulan Data ... 16

1. Metode Dasar ... 16

2. Wawancara... 17

3. Pelaksanaan Kegiatan Magang ... 17

4. Studi Pustaka... 17

5. Sumber Data... 17

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

A. Kondisi Umum Perusahaan ... 19

1. Profil Perusahaan... 19

2. Uraian Kegiatan Magang ... 27

B. Hasil ... 33


(7)

commit to user

vii

C. Pembahasan ... 34

1. Pembuatan Ekstrak Daun Ungu ... 35

2. Uji Skrinning Fitokimia... 36

3. Analisis Usaha Proses Pembuatan... 38

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

A. Kesimpulan ... 40

B. Saran... 40 DAFTAR PUSTAKA


(8)

commit to user

viii DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jadwal Kegiatan Magang ... 16 Tabel 1.2 Hasil Ekstraksi Daun Ungu ... 33 Tabel 1.3 Hasil Uji Skrinning Fitokimia ... 33


(9)

commit to user

ix

DAFTAR GAMBAR


(10)

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Tanaman Daun Ungu... Lampiran B Pembuatan Reagen……… Lampiran C Hasil Uji Skrinning Fitokimia………... Lampiran D Dokumentasi Magang di B2P2TO-OT... Lampiran E Rangkaian Alat Perkolator ... Lampiran F Skema Uji Kandungan Senyawa Kimia...


(11)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alam Indonesia sangat kaya akan berbagai macam tumbuhan karena tanahnya yang subur. Diantaranya yang ditanam penduduk sebagai bahan pangan, tanaman hias, tanaman obat dan lain – lain. Tanaman yang digunakan sebagai obat dapat di budidayakan dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan obat sendiri, salah satu bentuk sediaan yang banyak dikonsumsi adalah bentuk serbuk.

Daun ungu atau handeleum merupakan tanaman yang tegak, tingginya mencapai 2 meter atau lebih dan yang pasti daunnya berdaun ungu. Meskipun disebutkan ada beberapa varietas dalam spesies Graptophillum pictum yang dauunya tidak berwarna ungu, namun yang biasa digunakan untuk bahan pengobatan hanya yang berdaun ungu saja.

Tanaman ini mudah dijumpai tumbuh dipinggir – pinggir jalan atau juga sengaja ditanam orang di halaman rumah atau pekarangan. Melihat sosoknya yang memang cantik maka tidaklah heran jika banyak orang menanamnya untuk menikmati keindahannya. Dengan warna daunnya yang khas yaitu ungu tua jika ditanam di tempat dengan intensitas sinar matahari penuh dan ungu kemerahan jika ditanam di tempat yang sedikit mendapat naungan.

Masyarakat umumnya menanam daun ungu sebagai tanaman pot, penghias taman, turus jalan atau juga untuk pagar hidup. Kegunaannya selain sebagai bahan pengobatan wasir, daun ungu juga bermanfaat sebagai hiasan semata. Apalagi saat ini sudah ada perusahaan jamu dan obat tradisional yang mulai menggunakan daun ungu sebagai bahan baku dalam jumlah yang cukup besar.


(12)

B. Tujuan Magang

Tujuan magang dari pelaksanaan magang di Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

a. Memberikan pengetahuan dan pengalaman praktis kepada mahasiswa dalam rangka kesiapan mengahadapi dunia kerja yang mengarah pada kegiatan kewirausahaan, dan penciptaan lapangan kerja.

b. Memperoleh pengalaman kerja secara langsung sehingga dapat membandingkan antara teori dengan aplikasi dilapangan.

c. Meningkatkan keterampilan dan pengalaman kerja di bidang laboratorium farmakologi, fitokimia, dan galenika serta budidaya tanaman.

d. Memperluas pengetahuan dan wawasan berfikir dalam menerapkan ilmu yang dipelajari serta keterkaitannya dengan bidang ilmu yang lain.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tahap-tahap cara pembuatan ekstrak bubuk daun Daun Ungu dengan metode perkolasi dalam larutan ethanol 70 %.

b. Mengetahui kegunaan, kandungan dan manfaat ekstrak bubuk daun Daun Ungu dengan metode perkolasi dalam larutan etanol 70%.


(13)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami perubahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang dikeringkan (SK Menteri Kesehatan RI No. 22/MenKes/IX/1976).

Simplisia dibedakan menjadi : 1. Simplisia nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya.

2. Simplisia hewani

Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat – zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

3. Simplisia pelikan atau mineral

Simplisia pelikan atau mineral ialah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

Secara umum simplisia merupakan produk hasil pertanian tumbuhan obat setelah melalui proses pasca panen dan proses preparasi secara sederhana menjadi bentuk produk kefarmasian yang siap dipakai atau diproses selanjutnya, yaitu :


(14)

a. Siap dipakai dalam bentuk serbuk halus untuk diseduh sebelum diminum.

b. Siap dipakai untuk dicacah dan direbus sebagai jamu rebusan. c. Diproses selanjutnya untuk dijadikan produk sediaan farmasi lain

yang umumnya melalui proses ekstraksi, separasi, dan pemurnian yaitu menjadi ekstrak (Anonim :1989).

4. Simplisia daun

Seperti yang telah dijelaskan bahwa simplisia daun mempunyai sifat – sifat umum yang hampir sama dalam komposisi maupun jaringan penyusunnya. Namun, pada prinsipnya setiap jenis daun memiliki sifat khusus sehubungan dengan pemanfaatannya sebagai bahan obat (Siswanto, Yuli Widyastuti : 1997).

B. Tanaman Daun Ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) Sinonim : Graptophyllum hortense Ness

1. Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Solanales

Suku : Acanthaceae

Marga : Graptophyllum

Jenis : Graptophyllum pictum Griff Nama umum / dagang :Daun ungu

Nama daerah

Sumatra : Pudin (Simalur)

Jawa : Daun ungu (Jawa Tengah) Handeleum (Sunda) Karaton (Madura) Bali : Temen


(15)

commit to user

Maluku : Kadi – kadi (Ternate) Dongo – dongo (Tidore)

(Hutapea, 1993). 2. Deskripsi

Habitus : Perdu, tinggi ± 2 m

Batang : Berkayu, beruas, permukaan licin, ungu kehijauan

Daun : Tunggal, berhadapan, bulat telur, ujung runcing, pangkal meruncing, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan atas mengkilat, panjang 15 – 25 cm, lebar 5 – 11 cm, ungu, ungu tua.

Bunga : Majemuk, di ujung batang, pangkal kelopak berlekatan, bagian ujung berbagi lima, ungu, benang sari empat, melekat pada mahkota bunga, tangkai sari ungu, kepala sari ungu kehitaman, putik bentuk tabung, ujung bertajuk lima, ungu. Akar : Tunggang, coklat muda.

Khasiat : Daun Graptophyllum pictum berkhasiat sebagai obat wasir. Untuk obat wasir dipakai ± 20 gram daun segar Graptophyllum pictum, direbus dengan 2 gelas air selama 25 menit, setelah dingin disaring. Hasil saringan diminum sehari 2 kali sama banyak pagi & sore.

Kandungan : Daun Graptophyllum pictum mengandung Kimia saponin, flvonoid, dan tanin


(16)

3. Budidaya

a. Persiapan Bibit

Pengembang biakan daun ungu selama ini yang dikenal hanya secara vegetatif saja yaitu dengan setek batang dan perbanyakannya dapat dilakukan secara mudah. Pilih bahan stek dari batang daun ungu yang cukup tua dengan diameter antara 1-2 cm, potong miring bagian bawah untuk mendapat luas penanaman yang lebih besar, panjang stek lebih kurang 20 cm atau terdiri dari 3-4 ruas. Semaikan terlebih dahulu stek daun ungu, karena meskipun dapat ditanam secara langsung namun resiko kegagalannya lebih tinggi. Penyemaian stek daun ungu dapat dilakukan dalam plastik polibag yang berisi media campuran tanah dan pasir dengan perbandingan 1 : 1. Pemeliharaan stek sudah siap dipindahkan ke lahan atau ke pot yang sudah disiapkan

(Heyne, K. 1987).

b. Penanaman dan Pemeliharaan

Untuk mendapatkan produksi yang optimal jika penanamannya dalam skala luas maka jarak tanam yang digunakan antara 80 sampai 100 cm yang disusun secara bujur sangkar. Jika hanya akan ditanam di pekarangan jarak tanamnya disesuaikan dengan kebutuhan dan luas lahan yang akan ditanami saja. Pada dasarnya atur penanaman agar jika daun ungu tumbuh besar tidak saling berdesak-desakan, kecuali memang diinginkan untuk ditanam sebagai pagar hidup. Seperti telah disebutkan sebelumnya maka jika tanah yang akan ditanami kurang subur tambahkan pupuk kandang. Untuk pemeliharaan selanjutnya cukup dijaga kebutuhan airnya terutama pada awal masa pertumbuhannya, karena kekurangan air kadang bisa mengakibatkan matinya tanaman. Pemupukan susulan boleh dilakukan dengan memberikan pupuk


(17)

commit to user

NPK dengan dosis 10 gram per tanaman, berikan pada awal dan akhir musim penghujan saja.

c. Pasca Panen

Untuk memperoleh simplisia daun ungu yang baik maka pengelolaan pasca panen harus dilakukan secara baik dan hati-hati pula. Daun hasil panenan sebaiknya dicuci terlebih dahulu dengan air bersih, kemudian ditiriskan ditempat yang teduh, sampai air bekas pencucian hilang. Angin-anginkan daun ungu ditempat yang teduh sampai layu, selanjutnya boleh dikeringkan di bawah sinar matahari langsung sampai kering yaitu kira-kira 2 hari jika cuacanya bagus. Bahan yang telah kering dapat langsung dikemas dengan bahan pengemas yang baik yaitu plastik dan ditutup rapat, kemudian disimpan untuk pemakaian jangka 6 bulan

(Hutapea, 1991). C. Perlakuan Pasca Panen

1. Pemanenan Simplisia

Pemanenan dilakukan setelah daun – daun membuka sempurna, utamakan pada daun yang mendapat banyak sinar matahari sewaktu proses fotosintesa berlangsung maksimal. Dipotong pada tangkai dan hendaknya dilakukan secara manual.

2. Sortasi

Sortasi adalah proses pemisahan bahan asing atau kotoran yang mencemari simplisia yang dikhawatirkan dapat menurunkan mutu.

Sortasi dikelompokkan menjadi dua :

a. Sortasi Basah : Sortasi yang dilakukan pada saat bahan masih segar yang bertujuan untuk memisahkan bahan dari kotoran – kotoran berupa : tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak.


(18)

b. Sortasi Kering : Sortasi yang dilakukan setelah pengeringan simplisia dengan tujuan memisahkan kotoran yang berupa debu, kerikil, tanah. 3. Pencucian

Pencucian bertujuan untuk memperoleh simplisia yang bersih serta bebas dari kotoran yang mungkin terikut saat pemanenan atau pengangkutan, untuk menurunkan jumlah mikroba pathogen yang menyebabkan pembusukan dan membuat penampakan fisik simplisia lebih menarik. Pencucian dilakukan pada air yang mengalir sehingga kotoran yang terlepas tidak menempel kembali.

Setelah dicuci, bahan ditiriskan. Penirisan dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan kandungan air. Penirisan dilakukan pada tempat yang agak teduh, karena bila langsung dikeringkan di bawah sinar matahari maka akan mengalami pembusukan (Siswanto, Yuli Widyastuti. 1997).

4. Pengeringan

Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dalam Farmakope Indonesia edisi IV Tahun 1995 disebutkan bahwa persyaratan kadar air simplisia harus kurang dari 10%. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan enzimatik akan mencegah penurunan mutu atau perusakan simplisia.

5. Pengubahan Bentuk

Pengubahan bentuk simplisia menjadi bentuk lain seperti irisan, potongan dan serutan bertujuan untuk mempermudah penggunaan dan pengolahan selanjutnya menjadi bahan baku (Siswanto, Yuli Widyastuti. 1997).


(19)

commit to user

D. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan secara destilasi dengan pengurangan tekanan, agar bahan sesedikit mungkin terkena panas.

1. Pembuatan Serbuk Simplisia dan Klasifikasi

Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk simplisia kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar beberapa hal sebagai berikut :

a. Makin halus serbuk simplisia, proses ektraksi makin efektif – efisien, namun makin halus serbuk, makin rumit secara taknologi peralatan untuk tahapan filtrasi.

b. Selama penggunaan peralatan penyerbukan dimana ada gerakan dan interaksi dengan benda keras (logam dan lain - lain) maka akan timbul panas (kalori) yang dapat berpengaruh pada senyawa kandungan. Namun hal ini dapat dikompensasi dengan penggunaan nitrogen cair.

2. Cairan Pelarut

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian senyawa kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang


(20)

diinginkan. Dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut dipilih yang melarutkan hampir semua metabolit skunder yang terkandung.

Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan pelarut adalah sebagai berikut :

a. Selektivitas

b. Kemudahan bekarja dan proses dengan cairan tersebut c. Ekonomis

d. Ramah lingkungan e. Keamanan

Namun demikian kebijakan dan peraturan pemerintah dalam hal ini juga ikut membatasi, cairan pelarut apa yang diperbolehkan dan mana yang dilarang. Pada prinsipnya cairan pelarut harus memenuhi syarat kefarmasian atau dalam perdagangan dikenal dengan aturan kelompok spesifikasi “pharmaceutical grade”. Sampai saat ini berlaku aturan bahwa pelarut yang diperbolehkan adalah air dan alkohol (etanol) serta campurannya. Jenis pelarut lain seperti methanol dan lain – lain. (alkohol turunannya), heksana dan lain – lain. (hidrokarbon aliphatic), toluene dan lain – lain. (hidrokarbon aromatik), kloroform (dan segolongannya), aseton, umumnya digunakan sebagai pelarut untuk tahap separasi dan tahap pemurnian (fraksinasi). Khusus methanol, dihindari penggunaannya karena sifatnya yang toksik akut dan kronik, namun demikian jika dalam uji ada sisa pelarut dalam ekstrak menunjukkan negatif, maka methanol sebenarnya pelarut yang lebih baik daripada etanol.

3. Rendemen

Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal.

4. Metode Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan


(21)

commit to user

pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan / penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1 – 5 kali bahan (Anonim, 2000).

E. Uji Kandungan Kimia Ekstrak

Uji kandungan kimia ekstrak dilakukan dengan berbagai prinsip kimia dapat ditentukan keberadaan suatu golongan kimia terentu. Ada beberapa golongan kimia yang dapat dikembangkan dan di tetapkan metodenya yaitu :

1. Golongan Alkaloid

Alkaloid, sekitar 5500 telah diketahui merupakan golongan tumbuhan sekunder yang terbesar. Tidak ada satu pun istilah ‘alkaloid’ yang memuaskan, tetapi pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tanpa warna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk Kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar (Harbone, J.B, 1987).

Alkaloid tidak mewakili golongan yang dari segi kimia bersifat homogeny, sehingga setiap rampatan, mengenainya pasti mengandung perkecualian. Semuanya mengandung nitrogen yang sering kali terdapat dalam cicin heterosiklik dan banyak, tetapi tidak semuanya, bersifat basa seperti ditunjukkan oleh namanya (Robinson Trevor, 1995).

2. Golongan Saponin

Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol dan telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tanaman (Tschesche dan Wulf, 1973). Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat


(22)

seperti sabun, serta dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Pencaharian saponin dalam tumbuhan telah diransang oleh kebutuhan akan sumber sapogenin yang mudah diperoleh dan dapat diubah dilaboratorium menjadi sterol hewan yang berkhasiat penting (misalnya kortison, estrogen kontraseptif, dan lain-lain) (Harbone, J.B, 1987).

3. Golongan Cardenoline dan Bufadienol

Glikosida steroid adalah glikosida yang aglikonnya berupa steroid. Glikosida steroid disebut juga glikosida jantung karena memiliki daya kerja kuat dan spesifik terhadap otot jantung. Secara kimiawi bentuk struktur glikosida jantung sangat mirip dengan asam empedu yaitu bagian gula yang menempel pada posisi tiga dari inti steroid dan bagian aglikonnya berupa steroid yang terdiri dari dua tipe yaitu tipe kardenolida dan tipe bufadienolida. Tipe kardenolida merupakan steroid yang mengandung atom C-23 dengan rantai samping terdiri dari lingkaran lakton 5-anggota yang tidak jenuh dan alfa-beta menempel pada atom C nomor 17 bentuk beta. Sementara tipe bufadienolida berupa homolog dari kardenolida dengan atom C-24 dan mempunyai rantai samping lingkaran keton 6-anggota tidak jenuh ganda yang menempel pada atom C nomor 17 (Anonim, 2011).

4. Golongan Flavonoid

Pada tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun dalam bunga. Sebagai pigmen bunga, flavonoid berperan jelas dalam menarik burung dan serangga penyerbuk bunga. Beberapa flavonoid tanpa warna, tetapi flavonoid menyerap sinar UV penting juga dalam mengarahkan serangga (Robinson Trevor, 1995).

Glikosida flavonol dan aglikon biasanya dinamakan flavonoid. Glikosida ini merupakan senyawa yang sangat luas penyebarannya di dalam tanaman. Di alam dikenal adanya sejumlah besar flavonoid yang berbeda-beda dan merupakan pigmen kuning yang tersebar luas


(23)

commit to user

diseluruh tanaman tingkat tinggi. Rutin, kuersitrin, ataupun sitrus bioflavonoid (termasuk hesperidin, hesperetin, diosmin dan naringenin) merupakan kandungan flavonoid yang paling dikenal (Anonim, 2011).

5. Golongan Tanin dan Polifenol

Dalam industri tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambungsilangkan protein. Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya, maka reaksi pembiakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Kenyataannya sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Kita menganggap salah satu fungsi utama tanin dalam tumbuhan ialah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan (Harbone, J.B, 1987).

Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Zat ini memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya. Polifenol berperan dalam memberi warna pada suatu tumbuhan seperti warna daun saat musim gugur. Pada beberapa penelitian disebutkan bahwa kelompok polifenol memiliki peran sebagai antioksidan yang baik untuk kesehatan. Antioksidan polifenol dapat mengurangi risiko penyakit jantung dan pembuluh darah dan kanker (Anonim, 2009).

6. Golongan Antrakuinon

Glikosida antrakuinon adalah gilkosida yang aglikonnya merupakan golongan antrakuinon. Glikosida jenis ini merupakan zat aktif dalam obat pencahar (Robinson, 1993). Glikosida antrakuinon pada Morinda officinalis dapat dipisahkan dengan kromatografi kolom silika gel (200-300 mesh) kemudian difraksinasi dengan kromatografi


(24)

sephadex LH-20 dengan metanol 100% (Wu et al., 2009). Kromatografi kolom Silika gel 70-230 mesh digunakan untuk mengisolasi dan memurnikan aglikon antrakuinon dan asam fenolik (Ida Sundari, 2010).


(25)

commit to user

BAB III

TATALAKSANA PELAKSANAAN

A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan 1. Tempat Pelaksanaan Magang

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional ini berada di Jl. Lawu Tawangmangu, Surakarta, Karanganyar.

2. Waktu Pelaksanaan Magang

Maganginidilaksanakanpadatanggal1 Februari – 28Februari 2011. Pelaksanaan magang 1 minggu selama 5 hari, yaitu pada hari SeninsampaiJumatyangdimulaipukul08.00 – 16.00.

B. Cara Pelaksanaan Magang

1. Penentuan Lokasi Kegiatan Praktek Magang

Penentuan lokasi magang terencana sejak bulan Januari 2011 2. Perencanaan Kegiatan Magang

Perencanaan kegiatan magang yang dilakukan berdasarkan jadwal yang telah dibuat dan ditentukan, mahasiswa melaksanakan praktek magang selama pelaksanaan magang berlangsung. Adapun kegiatan magang yang direncanakan adalah sebagai berikut :


(26)

Tabel 1.1 Jadwal perencanaan kegiatan magang Desember

2009

Januari 2010

Februari 2010

Maret 2010

April 2010 No Kegiatan

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Penentuan

lokasi

2 Survei lokasi

3 Surat menyurat & administrasi

√ √

4 Pelaksanaan magang

√ √ √ √

5 Penyusunan TA

√ √ √ √

6 Evaluasi hasil

√ √

3. Teknologi Pengumpulan Data

Adapun Metode yang digunakan dalam pelaksanaan Magang ini yaitu : 1. Metode Dasar

Metode dasar yang digunakan dalam penyusunan laporan adalah metode Deskriptif Analitik, yaitu metode penerapan permasalahan sehingga memusatkan perhatian pada permasalahan yang ada pada masa sekarang dan bertitik tolak dari data yang


(27)

commit to user

dikumpulkan, dianalisis dan disimpulkan dalam konteks teori–teori yang ada dan dari penelitian terdahulu.

2. Wawancara

Metode wawancara adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menanyakan berbagai pertanyaan kepada sumber secara langsung. Wawancara dilakukan dengan cara mencatat ataupun merekam jawaban dari sumber wawancara yang sebelumnya telah disiapkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan terlebuh dahulu.

3. Pelaksanaan Kegiatan Magang

Salah satu metode pelaksanaan dalam mengumpulkan data ini adalah dengan melaksanakan magang di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional yang dimulai pada tanggal 1 Februari – 28 februari 2011. Dengan kegiatan magang ini mahasiswa dapat memperoleh data yang dibutuhkan dengan cara terjun langsung kelapangan dan melaksanakan semua kegiatan yang berhubungan dengan data yang dibutuhkan.

4. Studi Pustaka

Dengan metode ini mahasiswa dapat membandingkan data yang ada dilapangan dengan teori yang ada di dalam buku. Buku – buku yang mendukung data yang ada di lapangan digunakan sebagai tinjauan pustaka yang akan menguatkan data yang diperoleh. Studi pustaka ini dapat berasal dari buku luar negeri, dalam negeri, jurnal ataupun berasal dari internet.

5. Sumber Data

Sumber data yang diperoleh berdasarkan sifat yang dikumpulkan yang terbagi menjadi dua yaitu :


(28)

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari pembimbing praktek magang di BPTO dengan cara wawancara. b. Data Skunder

Data skunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber. Dari kegiatan magang ini sumber data sekunder diperoleh dari buku, arsip, referensi, dan internet yang berhubungan dengan kegiatan magang ini.


(29)

commit to user

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Perusahaan 1. Profil Perusahaan

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT), Badan Litbang Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI, pada awalnya, tahun 1984 berupa rintisan koleksi tanaman obat Hortus Medicus Tawamangu. Pada tahun 1963-1968 berada di bawah koordinasi Badan Pelayanan Umum Farmasi kemudian pada tahun 1968-1975 dibawah Direktorat Jenderal Farmasi (Lembaga Farmasi Nasional). Pada tahun 1975-1979 kebijakan pemerintah menetapkan Hortus Medicus di bawah pengawasan Direktorat Pengawasan Obat Tradisional, Ditjen POM, Depkes RI.

Berdasarkan SK Menteri Kesehatan No. 149/Menkes/SK/IV/78 pada tanggal 28 April 1978 status kelembagaan berubah menjadi Balai Penelitian Tanaman Obat (BPTO) yang merupakan Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Badan Litbang Kesehatan RI. No. 491/Per/Menkes/VII/2006 tertanggal 17 Juli 2006, BPTO meningkat status kelembagaannya menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT). a. Struktur Organisasi

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) berlokasi di Tawangmangu, Kab. Karanganyar, Prov. Jawa Tengah, dipimpin oleh seorang Kepala Balai yang bertanggung jawab kepada Kepala Balai Litbang Kesehatan.


(30)

Gambar 1.1 Struktur Organisasi B2P2TO-OT KEPALA

Indah Yuning Prapti, SKM.,MKes.

BAG. TATA USAHA Akhmad Saikuh, SKM.,MSc.PH

SUB BAG. UMUM Fauzi, SP.

SUB BAG. KEUANGAN Fanie Indriani M., SSi.

BID. YANLIT Ir. Yuli Widiyastuti, MP.

BID. PROGRAM KI Drs. Slamet Wahyono, Apt.

SIE. SARLIT Nita Supriyati, SSi.

SIE. YANTEKLIT dr. Agus Triyono

SIE. PROGRAM Sari Haryanti, MSc.

SIE. KERJASAMA Lilik Mujiyanto, SSos.

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL INSTALASI

INSTALASI INSTALASI


(31)

commit to user

b. Visi dan Misi

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu memiliki visi yaitu masyarakat sehat dengan jamu aman dan berkhasiat. Dan misi antara lain :

Meningkatkan mutu litbang tanaman obat dan obat tradisional Mengembangkan hasil litbang tanaman obat dan obat tradisional

Meningkatkan pemanfaatan hasil litbang tanaman obat dan obat tradisional

c. Tugas dan Fungsi

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan tanaman obat dan obat tradisional. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu mempunyai fungsi sebagai berikut :

Perencanaan, pelaksanaan, evaluasi penelitian dan/atau pengembangan di bidang tanaman obat dan obat tradisional. Pelaksanaan eksplorasi, iventarisasi, identifikasi, adaptasi, dan koleksi plasma nutfah tanaman obat.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi konservasi dan pelestarian plasma nutfah tanaman obat.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi standarisasi tanaman obat dan bahan baku obat tradisional.

Pelaksanaan pengembangan jejaring kerjasama dan kemitraan di bidang tanaman obat dan obat tradisional.


(32)

Pelaksanaan pelatihan teknis di bidang pembibitan, budidaya, pascapanen, analisis, koleksi specimen tanaman obat serta uji keamanan dan kemanfaatan obat tradisional.

Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. d. Kegiatan Utama

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu memiliki kegiatan utama antara lain :

Melaksanakan Saintifikasi Jamu : penelitian berbasis pelayanan Mengembangkan bahan baku terstandarisasi

Mengembangkan jejaring kerjasama Mengembangkan teknologi tepat guna

Diseminasi, sosialisasi dan pemanfaatan hasil litbang TO-OT Mengembangkan karir dan mutu SDM

Meningkatkan perolehan HKI dari hasil litbang TO-OT Mengembangkan sarana dan prasarana

Menyusun draft regulasi dan kebijakan teknis litbang TO-OT e. Kelompok Program Penelitian (KPP)

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu memiliki Kelompok Program Penelitian (KPP) antara lain:

KPP Bioprospeksi

Melaksanakan litbang eksplorasi, pemetaan bioregional, pemantauan plasma nutfah, etnofarmakologi dan kajian-kajian berbagai aspek tanaman sebagai obat dan pengobatan tradisional dari berbagai suku di Indonesia.

KPP Standarisasi Tanaman Obat

Melaksanakan litbang teknologi benih, pembibitan dan propagasi tanaman obat; Pengembangan kultivasi dan budidaya


(33)

commit to user

tanaman obat; Pemuliaan, seleksi dan kestabilan mutu tanaman obat; Konservasi tanaman obat; Sosial ekonomi tanaman obat. KPP Teknologi Obat Tradisional

Melaksanakan litbang pasca panen bahan baku; ekstraksi bahan baku; pengembangan dan formulasi dan stabilitas; isolasi dan biosintesa senyawa aktif; dan bioteknologi bahan obat alam.

KPP Khasiat dan Keamanan Obat Tradisional

Melaksanakan litbang khasiat dan keamanan tanaman obat dan obat tradisional; Uji praklinik (Farmakologi, toksisitas akut, sub akut, kronis); uji klinik jamu.

f. Ketenagaan

SDM di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu berjumlah 79 orang meliputi tenaga fungsional peneliti dan litkayasa serta tenaga structural dengan kualifikasi pendidikan baru sampai dengan Strata 2. Beradasarkan tingkat pendidikan S2 18 orang, S1 15 orang, D3 9 orang, 31 orang litkayasa. Bidang ilmu antara lain biologi, agronomi, agribisnis, teknologi pertanian, farmasi, biokimia, farmakologi, dokter, kesehatan masyarakat dan komunikasi.

g. Sarana dan Prasarana

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu memiliki sarana dan prasarana antara lain :

Gedung laboratorium terpadu 3 lantai,

Gedung kantor untuk manajemen libang 3 lantai,

Klinik Saintifikasi Jamu Hortus Medicus, yang telah ditetapkan sebagai Klinik Tipe A,


(34)

Gedung pertemuan berdaya tamping 400 orang,

Perpustakaan dengan 1.238 koleksi pustaka berupa jurnal ilmiah, majalah ilmiah, dan buku-buku terbitan dalam dan luar negeri,

Wisma Hortus sebagai mess peneliti berdaya tamping 40-50 orang,

Ruang pasca panen,

Rumah kaca 2 unit untuk adaptasi dan pelestarian,

Kebun penelitian, Etalase Tanaman Obat dan Kebun Produksi: Kebun Karangpandan pada ketinggian 600 m dpl seluas 1,8 Ha,

Kebun Kalisoro dengan ± 2 Ha pada ketinggian 1200 mdpl, Kebun Tlogodlingo seluas 12 Ha pada ketinggian 1800 m dpl,

Sinema Fitomedika, untuk visualisasi penyebarluasan informasi dan

Museum Mini Obat Tradisional, herbarium kering dan basah. h. Instalasi dan Laboratorium

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu terdapat 11 instalasi dan laboratorium yaitu :

Instalasi Benih dan Pembibitan Tanaman Obat

Pelabelan benih, koleksi benih dari lokasi tertentu, sortasi biji, uji viabilitas benih, penyimpanan benih, pengadaan bibit baik secara konvensional maupun kultur jaringan.

Laboratorium Sistematika Tumbuhan

Indentifikasi tumbuhan/determinasi, pembaruan specimen (herbarium, simplisia) serta dokumentasi pengelolaan tanaman obat dalam bentuk foto, slide dan cakram optic (CD).


(35)

commit to user

Adaptasi tanaman obat hasil eksplorasi, adaptasi tanaman obat tertentu, pendataan pertumbuhan dan hasil pengelolaan/pemeliharaan.

Pelestarian plasma nutfah tanaman obat dengan kategori “langka”.

Instalasi Koleksi Tanaman Obat

Inventarisasi tanaman obat; peremajaan tanaman koleksi, pengamatan dan pendapatan pertumbuhan, pencatatan data iklim, identifikasi/deteriminasi serta pembuatan katalog

Instalasi Pasca panen

Penanganan hasil panen tanaman obat meliputi pencucian, sortasi, pengubahan bentuk, pengeringan, pengemasan dan penyimpanan serta stok/gudang simplisia.

Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman

Identifikasi hama dan penyakit tanaman dan penelitian tentang cara pemberantasan hama dan penyakit tanaman.

Laboratorium Galenika (Fito Farmasetik)

Pembuatan sediaan galenika dalam bentuk ekstrak, tingktur dan lain-lain; penyulingan/destilasi minyak atsiri, penetapan kadar dan penetapan profil minyak atsiri secara kromatografi serta koleksi minyak atsiri dan ekstrak kering

Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia

Analisis makroskopis dan mikroskopis, histokimia, skrining fitokimia, pemeriksaan kadar senyawa aktif, isolasi dan identifikasi metabolit sekunder serta penetapan parameter standar ekstrak dan simplisia secara densitometry spektrofotometri.

Laboratorium Kultur Jaringan dan Mikrobiologi

Kultur jaringan tanaman (KJT) untuk memperoleh bibit dan meningkatkan kandungan senyawa aktif, penetapan cemaran mikroba (angka jamur dan angka lempeng total), identifikasi mikroba dan uji aktivitas antimikroba ekstrak tanaman obat.


(36)

Laboratorium Eksperimental

Pembesaran dan perawatan hewan coba (animal house), serta melakukan uji khasiat dan keamanan tanaman obat dan obat tradisional.

Laboratorium Bioteknologi

Penelitian rekayasa genetic untuk memperoleh bibit unggul dan rekaya untuk memperoleh protein terapeutik.

i. Wisata Ilmiah Litbang

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu memiliki wisata ilmiah litbang yang bertujuan meningkatkan minat masyarakat terhadap pemanfaatan jamu yang aman dan berkhasiat serta pelestarian tanaman obat, yang dikemas secara edukatif dan rekreatif.

Bentuk wisata berupa :1) Etalase Tanaman Obat, 2) Lawu garden terdiri dari subtropic garden dan aromatic garden; 3) Koleksi herbarium, 4) Koleksi benih TO, 5) Etalase bibit tanaman obat serta, 6) Wisata Husada di Klinik Saintifikasi Jamu Hortus Medicus.

Program wisata ilmiah juga didukung oleh fasilitas penginapan, pelatihan TO-OT, sinema Fitomedika, perpustakaan, giftshop, dan ruang pertemuan ilmiah.

j. Kemitraan dan Kerjasama

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu melakukan kemitraan dan kerjasama penelitian antara lain dengan perguruan tinggi, lembaga litbang departemen dan non-departemen, Rumah Sakit, Balitbang Daerah, NGO dan Industri Jamu.


(37)

commit to user

k. Klinik Saintifikasi Jamu Hortus Medicus

Saintifikasi Jamu adalah salah satu program terobosan Kementrian Kesehatan untuk pemanfaatan jamu yang berbasis bukti dalam pelayanan kesehatan, utamanya dalam upaya preventif dan promotif. Klinik Saintifikasi Jamu Hortus Medicus adalah klinik Tipe A, merupakan impelementasi Peraturan Menteri kesehatan RI No.003/Menkes/Per/I/2010 tentang Saintifikasi Jamu dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan untuk menjamin jamu aman, bermutu dan berkhasiat. Bahan yang digunakan berupa simplisia yang telah terbukti keamanan dan kemanfaatannya melalui uji praklinik. Pelaksanaan dilakukan oleh 3 orang dokter, 1 orang apoteker, 1 orang analisis kesehatan (laboratorium) dan tenaga administrasi.

2. Uraian Kegiatan Magang a. Pengumpulan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam teknologi ekstraksi dengan metode perkolasi dalam etanol 70% pada daun Ungu

(Graptophyllum pictum) antara lain :

- Serbuk Daun Ungu 100 gram - Ethanol 70%

sebanyak 1 liter - Aquadest - Aceton - Hexan - Benzena - Larutan FeCl3 - Garam Gelatin - Larutan NaCl

10%

- Larutan HCl 2 M - Amoniak 28% - Chloroform - Na Sulfat

- Asam Asetat Anhidrat

- HCl 1 M

- Asam Sulfat Pekat

- HCl pekat - Alkohol 80% - Butanol


(38)

- Logam Mg - Kertas Lakmus b. Alat - alat yang Digunakan

Alat – alat yang digunakan untuk teknologi ekstraksi pada Daun Ungu (Graptophyllum pictum) dengan metode perkolasi dalam etanol 70% antara lain :

- Satu set alat perkolasi

- Cawan porselin - Timbangan

model AA-250 - Pipet tetes - Corong kaca - Gelas ukur - Tabung reaksi - Waterbath - Pipa kapiler - Erlenmeyer - Glass wool

- Rak tabung reaksi

- Kertas saring - Rotary

evaporator - Labu alas bulat

500ml - Oven

- Batang pengaduk - Aluminium foil - Sudip

- Beaker glass

c. Cara Kerja

Metode pembuatan ekstrak Daun Ungu adalah dengan cara perkolasi dalam pelarut etanol 70 % yaitu :

1. Menerima bahan (serbuk) dari instalasi pasca panen. 2. Menimbang serbuk sesuai kebutuhan.

3. Memasukkan bahan ke dalam wadah kemudian dibasahi dengan cairan penyari (10 bagian bahan dengan 2,5 – 5 bagian penyari) diaduk sampai rata, ditutup dan didiamkan di tempat yang terlindung cahaya selama 3 jam.

4. Menyiapkan 1 set alat perkolasi.

5. Memasukkan bahan yang telah dibasahi ke dalam bejana perkolasi sedikit demi sedikit sambil sesekali di tekan


(39)

commit to user

6. kemudian memasukkan kertas saring di atas permukaan serbuk.

7. Meneteskan cairan penyari dari corong pisah ke dalam serbuk dengan kecepatan 1 ml / menit sampai didapat penyari setinggi 1 cm diatas permukaan serbuk, lalu didiamkan selama 24 jam. 8. Meneteskan penyari dan filtrat dengan kecepatan yang sama

(1 ml per menit) sampai filtrat berwarna jernih.

9. Menyimpan ekstrak cair dalam wadah yang sesuai dan memberi label (identitas dan tanggal).

10. Menghitung filtrat kering

Uji Kandungan Kimia ekstrak Daun Ungu yang antara lain alkaloid, saponin, cardenolin & bufadienol, flavonoid, tannin dan polifenol, dan antrakuinon sebagai berikut :

1) Alkaloid

a) Uji Pendahuluan

• Menambah 1 gram sampel dengan HCL 2M memanaskan diatas penangas air sambil diaduk.

• Mendinginkan hingga suhu ruang, dan menambahkan serbuk NaCl lalu menyaringnya.

• Menambah filtrat dengan HCL 2M hingga 5ml dan membaginya menjadi 4 bagian.

• Menambah 1 bagian reagen wagner • Menambah 1 bagian reagen mayer • Menambah 1 bagian reagen dragendorf

• 1 bagian sebagai blanko, mengamati keberadaan endapan.

b) Uji Penegasan

• Menambah blanko dengan NH3 28% hingga alkalis, mengekstraksi 3 kali dengan kloroform.

• Mengeringkan fase kloroform dan menambah HCL 2M memanaskan diatas penangas air, lalu mendinginkan


(40)

dan membagi menjadi 4 bagian, masing-masing menambah reagen wagner, reagen mayer, reagen dragendorf dan blanko. Melihat apakah termasuk alkaloid primer/secunder/tersier.

• Menambahi Fase air dengan HCL 2M hingga bereaksi asam, dan membagi menjadi 4 bagian masing-masing menambah reagen wagner, reagen mayer, reagen dragendorf dan blanko. Melihat apakah termasuk alkaloid kuartener/amida oksida.

2) Saponin

a) Uji Pendahuluan

• Menambahkan sampel dalam tabung dengan 5 ml air kocok mendiamkan. Mengamati busa yang terbentuk selama 30 menit.

b) Uji Penegasan

• Mencuci 1 gram sampel dengan heksan

• Menambah residu dengan 2ml CHCl3 mengaduk, dan mendekanter.

• Menambahi filtrate dengan Na Sulfat, menyaring, dan membagi filtrate menjadi 2 bagian.

• Menambah 1 bagian dengan 3 tetes as. Asetat anhidrat, mengkocok halus, menambah dengan as. Sulfat pekat melalui dinding tabung. Mengamati perubahan warna yang terjadi dan membandingkan dengan blanko. 3) Cardenolin dan Bufadienol

a) Uji Pendahuluan

• Mencuci 1 gram sampel dengan heksan.

• Menambah residu dengan 2 ml CHCL3 mengaduk, mendekanter.

• Menambahkan filtrat dengan Na Sulfat, menyaring, dan membagi menjadi 2 bagian.


(41)

commit to user

• Menambahkan 1 bagian dengan 3 tetes as. Asetat anhidrat, kocok halus, dan menambahkan as. Sulfat pekat melalui dinding tabung, mengamati perubahan warna yang terjadi membandingkan dengan blanko. b) Uji Penegasan

• Uji Kedde

- Menambahkan sampel dengan CHCL3 mengaduk dan menambahkan 4 tetes reagen kedde.

• Uji Keller Killiani

- Mencuci sampel dengan heksan.

- Memanaskan residu diatas penangas air hingga kering. - Menambahkan 3 tetes FeCl3 mengaduk.

- Menambahkan as. Sulfat pekat melalui dinding. - Mengamati lapisan batas.

4) Flavonoid

a) Uji Pendahuluan

• Mencuci 1 gram sampel dengan heksan.

• Menambah residu dengan alcohol 80% mengaduk, dan membagi menjadi 3 bagian.

• Menambahkan 1 bagian dengan 3 tetes HCL pekat, mengamati perubahan warna yang terjadi, menghangatkan diatas penangas air dan mengamati kembali.

• 1 bagian sebagai blanko. b) Uji Penegasan

• Menambahkan 1 bagian dari uji pendahuluan dengan HCL Pekat, 3 butir Mg Sulfat, jika terjadi perubahan warna maka menambahkan 1 ml aquadest, dan aktil/amil alcohol mekocok kemudian mendiamkan dan mengamati perubahan warna yang terjadi dengan membandingkan dengan blanko.


(42)

5) Tanin dan polifenol a) Uji Pendahuluan

• Menambahkan sampel dengan 3 ml aquadest panaskan, mengaduk dan mendinginkan, lalu menambahkan 5 tetes NaCl 10%, menyaring, membagi filtrate menjadi 3 bagian.

• Menambah 1 bagian dengan 3 tetes larutan garam gelatin, mengamati terbentuknya endapan dan 1 bagian blanko.

b) Uji Penegasan

• Menambah 1 bagian dari uji penegasan dengan larutan FeCl3 dan mengamati perubahan warna yang terjadi dengan membandingkan dengan blanko.

6) Antrakuinon

a) Uji Pendahuluan

• Mengekstraksi sampel dengan benzene 3x, fase benzene dibagi menjadi 2 bagian.

• Menambah 1 bagian larutan ammonia mekocok dan mengamati lapisan alkalinya.

• 1 bagian sebagai blanko. b) Uji Penegasan

• Menambah sampel dengan 1 ml KOH 0,5 M dan H2O2 encer memanaskan diatas penangas air, mendinginkan dan menyaring.

• Menambah as. Asetat glasis tetes demi tetes hingga bereaksi asam.

• Mengekstraksi dengan benzene, membagi lapisan benzene menjadi 2 bagian menambah larutan ammonia, dan mengamati perubahan warna yang terjadi.


(43)

commit to user

1. Hasil Pengamatan

a. Hasil Ekstrak dan Hasil Uji Skrining Fitokimia

Tabel 1.2 Hasil Ekstraksi Daun Ungu dengan Metode Perkolasi dalam Etanol 70%

No Bobot Cawan Kosong (gram) Bobot konsten cawan + Ekstrak (gram) Bobot Ekstrak Kental (gram)

1 111 148,7 37,7

Sumber : Laporan Sementara

Tabel 1.3 Hasil Uji Skrining Fitokimia Daun Ungu dengan Metode Perkolasi dalam Etanol 70%

No. Senyawa Uji Hasil

Pengamatan

kesimpu lan 1 Alkaloid -Tes Pendahuluan

-Tes Penegasan -Tes alkaloid

quartener dan basa amino dioksida - - - - - -

2 Saponin -Test Buih

-Test Liebermann burchard

+ +

+ +

3 Cardenoline dan

-Test Keller-Killiani -Test Liebermann


(44)

Bufadienol burchard -Test Kedde

_

_

_

_ 4 Flavonoid -Test Bate Smith

dan Metcalf u/ Leukoantosianin -Test Wilstater

Cyanidin u/ inti Benzopiron

+

+

+

+

5 Tanin dan Polifenol

-Test Gelatin -Test FeCl3

+ +

+ + 6 Antraquinon -Test Brontragers

-Test Modifikasi Brontragers

- -

- -

Sumber : Laporan Sementara A. Pembahasan

Tanaman Daun Ungu (Graptophyllum pictum) ini berbunga sepanjang tahun, tetapi tumbuhan di Jawa jarang sekali menghasilkan buah. Karena itu biasanya diperbanyak dengan setek batang. Tumbuh cepat dan tidak banyak memerlukan perawatan. Sering ditanam sebagai tanaman hias atau sebagai tanaman pagar, juga sebagai tanaman obat. Ada beberapa varietas yang sering ditanam, yaitu varietas berdaun hijau, varietas berdaun belang, dan varietas berdaun lembayung atau ungu-merah. Yang terkenal sebagai tumbuhan obat adalah yang berdaun ungu-merah atau lembayung.

Daun ungu berkhasiat mengobati sakit wasir (ambeien), dan sakit bisul. Secara empiris dinyatakan berkhasiat sebagai obat luka, bengkak lever, penyakit telinga, pencahar, batu empedu dan batuk darah.


(45)

commit to user

1. Pembuatan Ekstrak Daun Ungu

Dalam pembuatan ekstrak daun ungu ini membutuhkan 100 gram serbuk daun ungu, metode yang digunakan perkolasi dan pelarut yang digunakan adalah etanol 70%. Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak adalah :

a. Faktor biologi

1) Identitas jenis (spesies)

Jenis tumbuhan dari sudut keragaman hayati dapat dikonfirmasi sampai informasi genetik sebagai faktor internal untuk validasi jenis (spesies).

2) Lokasi Tumbuh Asal

Lokasi yaitu faktor eksternal adalah lingkungan (tanah dan atmosfer) dimana tumbuhan berinteraksi berupa energi (cuaca, temperatur, cahaya) dan materi (air, senyawa, dan anorganik). 3) Metode pemanenan hasil tumbuhan

Faktor ini merupakan dimensi waktu dari proses kehidupan tumbuhan, terutama metabolism sehingga menentukan senyawa kandungan kapan senyawa kandungan mencapai kadar optimal. 4) Penyimpanan bahan tumbuhan

Merupakan faktor eksternal yang didapat diatur karena dapat berpengaruh pada stabilitas bahan serta adanya kontaminasi (biotik dan abiotik).

5) Umur tumbuhan atau bagian yang digunakan. b. Faktor Kimia

1) Faktor internal

- Jenis senyawa aktif dalam bahan - Komposisi kualitatif senyawa aktif - Komposisi kuantitatif senyawa aktif


(46)

- Kadar total rata-rata senyawa aktif 2) Faktor eksternal

- Metode ekstraksi

- Perbandingan ukuran alat ekstraksi (diameter dan tinggi alat) - Ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan

- Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi - Kandungan logam berat

- Kandungan pestisida (Departemen Kesehatan RI, 2000).

Pembuatan ekstrak daun ungu yang dengan menggunakan pelarut erhanol 70 % sebanyak 1 liter. Yang dihasilkan ekstrak kental sebanyak 37,7%. Adapun kelebihan dari metode perkolasi yaitu lebih cepat waktunya, bisa menghasilkan rendemen lebih sempurna dan hasil rendemen lebih banyak, dan kelemahanya yaitu membutuhkan pelarut yang lebih banyak, biaya lebih besar, dan lebih sering diamati tetesannya supaya serbuk selalu terendam.

2. Uji Skrining Fitokimia

Pada skrining fitokimia daun ungu pada uji : a. Alkaloid

Untuk pengujian golongan alkaloid ternyata pada daun ungu tidak ditemukan adanya perubahan warna atau endapan walaupun diuji dengan reagen Mayer, reagen Dragendorf, maupun reagen Wagner dalam reaksi penegasan. Alkaloid ada apabila direaksikan dengan asam membentuk garam alkaloid, karena alkaloid mempunyai sifat basa. Garam alkaloid ini akan membentuk endapan atau kekeruhan bila direaksikan dengan reagen Mayer, Dagendorf maupun Wagner.

b. Saponin

Pada test pendahuluan menunjukkan adanya buih lebih dari 30 menit. Dengan demikian pada uji pendahuluan menunjukkan bahwa saponin positif.


(47)

commit to user

Pada test Liebermann Burchard didapat saponin positif, terbentuk warna pink. Perubahan warna tersebut menunjukkan adanya saponin.

Pada uji saponin dalam percobaan ini positif jika :

• Identifikasi pendahuluan terdapat buih setinggi ± 1 cm yang tidak hilang dalam waktu lama pada identifikasi awal.

Saponin tidak terbentuk buih yang disebabkan karena saponin memiliki dua sifat, yaitu :

1) Saponin tersabunkan : yaitu saponin yang mampu menghasilkan buih

2) Saponin tak tersabunkan : yaitu saponin yang tidak mampu menghasilkan buih.

• Identifikasi penegasan

Jika ekstrak yang telah dicuci dengan hexan setelah ditambah CHCl3, serbuk Na Sulfat, asam acetat anhidrat dan H2SO4 pekat menghasilkan cincin dengan warna pink. Dan dari hasil pengujian pada saponin disimpulkan hasilnya positif

c. Cardenolin dan Bufadienol

Pada test Killer Killiani tidak menunjukkan adanya senyawa Cardenolin dan Bufadienol karena tidak ditemukan cincin warna coklat kemerahan pada larutan. Pada test Killer Killiani dilakukan pencucian terhadap ekstrak hexan dimaksudkan untuk menghilangkan senyawa yang tidak dikehendaki, mampu menghasilkan warna merah kuat. Tetapi pada saat penambahan FeCl3 dan H2SO4 pekat tidak terbentuk cincin kemerahan.

d. Flavonoid

Pada uji flavonoid terdapat 2 tahap yaitu test bate smith dan Metcalf dan test wistater cyanidin. Mula-mula dilakukan persiapan dengan mencuci ekstrak dengan heksan yang kemudian diekstrak dengan etanol 80%. Pada test bate smith dan Metcalf untuk mendeteksi adanya leukoantosianin. Pada pengamatan dihasilkan warna merah dan pada test wistater cyanidin untuk mendeteksi inti


(48)

benzopiron menghasilkan warna orange (merah bata). Dari pengujian daun ungu pada uji flavonoid menunjukkan hasil yang positif.

e. Tanin dan Polifenol

Pada uji tannin dan polifenol mula-mula ekstrak ditambahkan aquadest panas dan ditambahkan NaCl 10%. dilakukan 2 tahap test yaitu test gelatin, dan test FeCl3. Pada test gelatin didapat endapan putih karena tidak adanya garam protein kompleks. Dan test FeCl3 diadapat warna hijau kehitaman. Dan dari hasil test disimpulkan bahwa daun ungu mengandung polifenol karena karena terjadi warna lain yaitu hijau kehitaman yang apabila mengandung tannin menghasikan warna biru kehitaman (tannin terkondensasi), hijau coklat (tannin terkondensasi).

f. Antraquinon

Pada uji antraquinon dilakukan 2 tahap yaitu test brontragers dan test modifikasi brontragers. Dari hasil yang didapat bahwa daun ungu tidak mengandung antraquinon, karena pada hasil pengamatan warna yang didapat menjadi hijau kehitaman, sehingga tidak perlu dilakukan test modifikasi borntragers. Karena tidak menunjukkan warna seperti teori.

3. Analisa Usaha Proses Pembuatan

Pada percobaan kali ini digunakan 100 gram serbuk daun ungu, dalam satu bejana terdapat 100 gram daun ungu untuk menghasilkan satu cawan ekstrak dan didapat ekstrak sebanyak 37,7 %, dengan perhitungan :


(49)

commit to user

Untuk mengolah serbuk daun ungu menjadi sebuah ekstrak kental maka akan membutuhkan 1 liter etanol 70 % dengan perhitungan biaya sebagai berikut :

a. Biaya Produksi 1) Bahan

a. Serbuk daun ungu 100 gram =Rp 6.500 b. Etanol 70% 1 liter =Rp 45.000 2) Alat

a) Aluminium foil 15x20 =Rp 1000 b) Kertas saring 15x30 =Rp 650 c) Sewa Alat (bejana, corong, gelas ukur,

Pengaduk, cawan kecil, water bath,

rotary evaporator) =Rp 10.000

3) Tenaga Kerja =Rp 25.000

Jumlah Keseluruhan =Rp 88.150

Dari hasil diatas bahwa untuk pembuatan ekstrak daun ungu sebanyak 100 gram di butuhkan biaya Rp. 88.150. Dengan pembuatan menggunakan teknologi perkolasi yang dalam pembuatan segi bahan dan alat sangat mudah diupayakan sehingga dapat memperkecil biaya produksi.


(50)

commit to user

40

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut :

A. Kesimpulan

1. Tahap – tahap pembuatan ekstrak serbuk daun pada Daun Ungu dengan metode perkolasi dalam larutan ethanol 70% yaitu dari penimbangan serbuk sampai dengan menghitung filtrat kering atau rendemen yang dihasilkan.

2. Berdasarkan hasil ekstraksi dengan metode perkolasi didapatkan rendemen sebanyak 37,7 %.

3. Teknologi perkolasi memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya yaitu lebih cepat waktunya, bisa menghasilkan rendemen lebih sempurna dan hasil rendemen lebih banyak. Sedangkan kelemahannya yaitu membutuhkan pelarut yang lebih banyak, biaya lebih besar, dan lebih sering diamati tetesannya supaya serbuk selalu terendam.

4. Kandungan kimia ekstrak daun ungu secara kualitatif adalah saponin, flavonoid, dan tanin, sedangkan kandungan kimia secara kuantitatif adalah daun ungu juga mengandung Cardenolin.

B. Saran

Dari beberapa data yang penulis dapatkan, penulis dapat memberikan saran :

1. Sebaiknya tanaman daun ungu yang berada di tepi jalan perkampungan lebih diperhatikan lagi untuk di budidayakan.


(1)

1. Pembuatan Ekstrak Daun Ungu

Dalam pembuatan ekstrak daun ungu ini membutuhkan 100 gram serbuk daun ungu, metode yang digunakan perkolasi dan pelarut yang digunakan adalah etanol 70%. Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak adalah :

a. Faktor biologi

1) Identitas jenis (spesies)

Jenis tumbuhan dari sudut keragaman hayati dapat dikonfirmasi sampai informasi genetik sebagai faktor internal untuk validasi jenis (spesies).

2) Lokasi Tumbuh Asal

Lokasi yaitu faktor eksternal adalah lingkungan (tanah dan atmosfer) dimana tumbuhan berinteraksi berupa energi (cuaca, temperatur, cahaya) dan materi (air, senyawa, dan anorganik).

3) Metode pemanenan hasil tumbuhan

Faktor ini merupakan dimensi waktu dari proses kehidupan tumbuhan, terutama metabolism sehingga menentukan senyawa kandungan kapan senyawa kandungan mencapai kadar optimal.

4) Penyimpanan bahan tumbuhan

Merupakan faktor eksternal yang didapat diatur karena dapat berpengaruh pada stabilitas bahan serta adanya kontaminasi (biotik dan abiotik).

5) Umur tumbuhan atau bagian yang digunakan. b. Faktor Kimia

1) Faktor internal

- Jenis senyawa aktif dalam bahan - Komposisi kualitatif senyawa aktif - Komposisi kuantitatif senyawa aktif


(2)

commit to user

- Kadar total rata-rata senyawa aktif 2) Faktor eksternal

- Metode ekstraksi

- Perbandingan ukuran alat ekstraksi (diameter dan tinggi alat) - Ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan

- Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi

- Kandungan logam berat

- Kandungan pestisida

(Departemen Kesehatan RI, 2000).

Pembuatan ekstrak daun ungu yang dengan menggunakan pelarut erhanol 70 % sebanyak 1 liter. Yang dihasilkan ekstrak kental sebanyak 37,7%. Adapun kelebihan dari metode perkolasi yaitu lebih cepat waktunya, bisa menghasilkan rendemen lebih sempurna dan hasil rendemen lebih banyak, dan kelemahanya yaitu membutuhkan pelarut yang lebih banyak, biaya lebih besar, dan lebih sering diamati tetesannya supaya serbuk selalu terendam.

2. Uji Skrining Fitokimia

Pada skrining fitokimia daun ungu pada uji : a. Alkaloid

Untuk pengujian golongan alkaloid ternyata pada daun ungu tidak ditemukan adanya perubahan warna atau endapan walaupun diuji dengan reagen Mayer, reagen Dragendorf, maupun reagen Wagner dalam reaksi penegasan. Alkaloid ada apabila direaksikan dengan asam membentuk garam alkaloid, karena alkaloid mempunyai sifat basa. Garam alkaloid ini akan membentuk endapan atau kekeruhan bila direaksikan dengan reagen Mayer, Dagendorf maupun Wagner.

b. Saponin

Pada test pendahuluan menunjukkan adanya buih lebih dari 30 menit. Dengan demikian pada uji pendahuluan menunjukkan bahwa saponin positif.


(3)

Pada test Liebermann Burchard didapat saponin positif, terbentuk warna pink. Perubahan warna tersebut menunjukkan adanya saponin.

Pada uji saponin dalam percobaan ini positif jika :

• Identifikasi pendahuluan terdapat buih setinggi ± 1 cm yang tidak hilang dalam waktu lama pada identifikasi awal.

Saponin tidak terbentuk buih yang disebabkan karena saponin memiliki dua sifat, yaitu :

1) Saponin tersabunkan : yaitu saponin yang mampu menghasilkan buih

2) Saponin tak tersabunkan : yaitu saponin yang tidak mampu menghasilkan buih.

• Identifikasi penegasan

Jika ekstrak yang telah dicuci dengan hexan setelah ditambah CHCl3, serbuk Na Sulfat, asam acetat anhidrat dan H2SO4 pekat menghasilkan cincin dengan warna pink. Dan dari hasil pengujian pada saponin disimpulkan hasilnya positif

c. Cardenolin dan Bufadienol

Pada test Killer Killiani tidak menunjukkan adanya senyawa Cardenolin dan Bufadienol karena tidak ditemukan cincin warna coklat kemerahan pada larutan. Pada test Killer Killiani dilakukan pencucian terhadap ekstrak hexan dimaksudkan untuk menghilangkan senyawa yang tidak dikehendaki, mampu menghasilkan warna merah kuat. Tetapi pada saat penambahan FeCl3 dan H2SO4 pekat tidak terbentuk cincin kemerahan.

d. Flavonoid

Pada uji flavonoid terdapat 2 tahap yaitu test bate smith dan Metcalf dan test wistater cyanidin. Mula-mula dilakukan persiapan dengan mencuci ekstrak dengan heksan yang kemudian diekstrak dengan etanol 80%. Pada test bate smith dan Metcalf untuk mendeteksi adanya leukoantosianin. Pada pengamatan dihasilkan warna merah dan pada test wistater cyanidin untuk mendeteksi inti


(4)

commit to user

benzopiron menghasilkan warna orange (merah bata). Dari pengujian daun ungu pada uji flavonoid menunjukkan hasil yang positif.

e. Tanin dan Polifenol

Pada uji tannin dan polifenol mula-mula ekstrak ditambahkan aquadest panas dan ditambahkan NaCl 10%. dilakukan 2 tahap test yaitu test gelatin, dan test FeCl3. Pada test gelatin didapat endapan putih karena tidak adanya garam protein kompleks. Dan test FeCl3 diadapat warna hijau kehitaman. Dan dari hasil test disimpulkan bahwa daun ungu mengandung polifenol karena karena terjadi warna lain yaitu hijau kehitaman yang apabila mengandung tannin menghasikan warna biru kehitaman (tannin terkondensasi), hijau coklat (tannin terkondensasi).

f. Antraquinon

Pada uji antraquinon dilakukan 2 tahap yaitu test brontragers dan test modifikasi brontragers. Dari hasil yang didapat bahwa daun ungu tidak mengandung antraquinon, karena pada hasil pengamatan warna yang didapat menjadi hijau kehitaman, sehingga tidak perlu dilakukan test modifikasi borntragers. Karena tidak menunjukkan warna seperti teori.

3. Analisa Usaha Proses Pembuatan

Pada percobaan kali ini digunakan 100 gram serbuk daun ungu, dalam satu bejana terdapat 100 gram daun ungu untuk menghasilkan satu cawan ekstrak dan didapat ekstrak sebanyak 37,7 %, dengan perhitungan :


(5)

Untuk mengolah serbuk daun ungu menjadi sebuah ekstrak kental maka akan membutuhkan 1 liter etanol 70 % dengan perhitungan biaya sebagai berikut :

a. Biaya Produksi 1) Bahan

a. Serbuk daun ungu 100 gram =Rp 6.500

b. Etanol 70% 1 liter =Rp 45.000

2) Alat

a) Aluminium foil 15x20 =Rp 1000

b) Kertas saring 15x30 =Rp 650

c) Sewa Alat (bejana, corong, gelas ukur, Pengaduk, cawan kecil, water bath,

rotary evaporator) =Rp 10.000

3) Tenaga Kerja =Rp 25.000

Jumlah Keseluruhan =Rp 88.150

Dari hasil diatas bahwa untuk pembuatan ekstrak daun ungu sebanyak 100 gram di butuhkan biaya Rp. 88.150. Dengan pembuatan menggunakan teknologi perkolasi yang dalam pembuatan segi bahan dan alat sangat mudah diupayakan sehingga dapat memperkecil biaya produksi.


(6)

commit to user

40

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut :

A. Kesimpulan

1. Tahap – tahap pembuatan ekstrak serbuk daun pada Daun Ungu dengan metode perkolasi dalam larutan ethanol 70% yaitu dari penimbangan serbuk sampai dengan menghitung filtrat kering atau rendemen yang dihasilkan.

2. Berdasarkan hasil ekstraksi dengan metode perkolasi didapatkan rendemen sebanyak 37,7 %.

3. Teknologi perkolasi memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya yaitu lebih cepat waktunya, bisa menghasilkan rendemen lebih sempurna dan hasil rendemen lebih banyak. Sedangkan kelemahannya yaitu membutuhkan pelarut yang lebih banyak, biaya lebih besar, dan lebih sering diamati tetesannya supaya serbuk selalu terendam.

4. Kandungan kimia ekstrak daun ungu secara kualitatif adalah saponin, flavonoid, dan tanin, sedangkan kandungan kimia secara kuantitatif adalah daun ungu juga mengandung Cardenolin.

B. Saran

Dari beberapa data yang penulis dapatkan, penulis dapat memberikan saran :

1. Sebaiknya tanaman daun ungu yang berada di tepi jalan perkampungan lebih diperhatikan lagi untuk di budidayakan.