EFEK HEPATOPROTEKTOR JUS SEMANGKA MERAH (Citrulus vulgaris) TERHADAPKERUSAKAN SEL HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) AKIBAT PAPARAN PARASETAMOL

(1)

commit to user

EFEK HEPATOPROTEKTOR JUS SEMANGKA MERAH (Citrulus vulgaris)

TERHADAPKERUSAKAN SEL HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

AKIBAT PAPARAN PARASETAMOL

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh:

Hardito Puspo Yugo G.0007080

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

 

PENGESAHAN SKRIPSI

   

Skripsi dengan judul :Efek Hepatoprotektor Jus Semangka Merah (Citrullus vulgaris) Terhadap Kerusakan Sel Hepar Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Akibat Paparan Parasetamol

Hardito Puspo Yugo, NIM/Semester : G.0007080/VII, Tahun: 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Pada Hari Selasa, Tanggal 14 Desember Tahun 2010

Pembimbing Utama

Nama : S. B. Widjokongko, dr., M.Pd., PHK

NIP : 19481231 197609 1001 ……… Pembimbing Pendamping

Nama : Andri Iryawan, dr., M.S., Sp.And

NIP : 19531123 198503 1 006 .………... Penguji Utama

Nama : Muthmainah, dr., M.Kes.

NIP : 19660702 199802 2001 ……… Anggota Penguji

Nama : Novi Primadewi, dr., M.Kes.,Sp.THT

NIP : 19751129 200812 2 002 ………

Surakarta, 22 Juli 2010

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., M.S


(3)

commit to user

 

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 2011

Hardito Puspo Yugo G.0007080


(4)

commit to user

iii 

 

ABSTRAK

Hardito Puspo Yugo, G.0007080, 2010. Efek Pemberian Jus Semangka Merah

(Citrullus vulgaris) Terhadap Kerusakan Sel Hepar Tikus Putih (Rattus

norvegicus) Akibat Paparan Parasetamol. Skripsi, Fakultas Kedokteran,

Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian jus semangka merah secara peroral dapat mencegah kerusakan sel hepar tikus putih yang terpapar parasetamol, dan apakah dengan peningkatan dosis jus semangka merah dapat meningkatkan efek proteksinya.

Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan the

post test only controlled group design. Sampel berupa Tikus Putih (Rattus

norvegicus) jantan dengan galur Wistar berusia ± 3 bulan dengan berat badan ± 200 gram. Sampel sebanyak 28 ekor tikus putih dibagi dalam 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 7 ekor tikus putih. Kelompok kontrol (K) dan kelompok perlakuan 1 (P1), tikus putih diberi aquades selama 14 hari. Kelompok perlakuan 2 (P2), tikus putih diberi jus buah semangka merah dosis I selama 14 hari. Kelompok perlakuan 3 (P3), tikus putih diberi jus buah semangka dosis II selama 14 hari. Parasetamol dosis 291,6 mg/200 gr BB tikus putih diberikan pada kelompok P1, P2, dan P3 pada hari ke-12, 13, dan 14. Hari ke-15, tikus putih dikorbankan kemudian hepar tikus putih dibuat preparat dengan metode blok parafin dan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE). Skor kerusakan hepar didapatkan dari hasil penjumlahan sel yang mengalami piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Data dianalisis dengan menggunakan uji One-Way

ANOVA (α = 0,05) dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Multiple Comparisons

(LSD)(α = 0,05)

Hasil Penelitian: Hasil analisis data secara statistik menunjukkan adanya perbedaan nilai yang bermakna dari rata-rata skor kerusakan sel hepar antara K-P1, K-P2, K-P3, P1-P2, P1-P3, dan P2-P3.

Simpulan Penelitian: Pemberian jus semangka merah dapat mengurangi kerusakan histologis hepar tikus putih yang diinduksi parasetamol dan peningkatan dosis jus semangka merah dapat meningkatkan efek proteksinya terhadap kerusakan histologis hepar tikus putih.


(5)

commit to user

 

ABSTRACT

Hardito Puspo Yugo, G.0007080, 2010. The Hepatoprotector Effect of Watermelon Juice (Citrullus vulgaris) to Liver Histological Damage of Rats (Rattus norvegicus) Induced by Paracetamol. Script, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

Objective: The objectives of this research are to know the influence of watermelon juice to liver histological damage of rats which is induced by paracetamol and whether the increase of watermelon juice dose can also increase protection effect to the liver histological damage of rats which is induced by paracetamol..

Methods: This was laboratory experimental research with the post test only controlled group design. Samples were 28 male rats, wistar type, ± 3 months old age and + 200 gr of each weight. Samples were divided into 4 groups of 7 rats each. Rats for control group (K) and the first treatment group (P1) will be given aquades for 14 days in a row. The second treatment group (P2) will be given watermelon juice dose I for 14 days in a row. The third treatment group (P3) will be given watermelon juice dose II for 14 days in a row. Paracetamol will be given to P1, P2, and P3, with dose 291,6 mg/200 gr weight of rats on the day 12, 13, and 14. Finally on day 15th, rats are sacrificed with neck dislocation. After that, we made preparate from the liver that painted by Hematoxillin Eosin. Preparation was observed and the score of liver damage was gained by summing up the

karyopyknosis, karyorrhexis, and karyolysis cells. The data was analized by One-Way ANOVA tes (α= 0,05) and continued by Post Hoc Multiple Comparisons

(LSD) test(α= 0,05).

Results: Result of statistically data analysis showed that there was a significant difference of liver damage score between K-P1, K-P2, K-P3, P1-P2, P1-P3, and P2-P3.

Conclusion: The feeding of watermelon juice can decrease the liver histological damage of ratsinduced by paracetamol and the increase of watermelon juice dose can also increase its protection effect to the liver histological damage of rats induced by paracetamol.


(6)

commit to user

 

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efek

Pemberian Jus Semangka Merah (Citrullus vulgaris) Terhadap Kerusakan Sel Hepar Tikus Putih (Rattus norvegicus) Akibat Paparan Parasetamol”. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program pendidikan dokter di FK UNS Surakarta. Dalam proses penyusunan skripsi ini, tentunya penulis tak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., M.S, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus sebagai Penguji Penguji Utama yang telah berkenan menguj.

3. S. Bambang Widjokongko, dr., MPd., PHK, selaku Pembimbing Utama

yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi bagi penulis.

4. Andri Iryawan, dr., M.S., SpAnd, selaku Pembimbing Pendamping yang

telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran dan arahan dalam penelitian ini.

5. Novi Primadewi, dr, M.Kes., SpTHT, selaku Penguji Pendamping yang

telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

6. Seluruh dosen dan Staf Laboratorium Histologi dan Staf Bagian Skripsi FK UNS Surakarta yang telah banyak membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

7. Kedua orang tua tercinta beserta kakak yang telah memberikan doa dan dukungan, baik material maupun spiritual.

8. Sahabat-sahabat terbaikku (Fifi, Marscha, Prima, Sari, Bety, Fenda, Weda, Markus, Iqbal, Irine, Gita, Selvy, Nickyta, Eifel, Ari) yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta selalu setia menemani dan membantu penulis dalam suka dan duka.

9. Bijak sebagai rekan skripsiku yang telah banyak membantu dan berjuang bersama penulis dalam penelitian ini dengan ikhlas dan penuh kesabaran.

10.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang

tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Surakarta, 2011


(7)

commit to user

 

DAFTAR ISI

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 2

D. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 4

B. Kerangka Pemikiran ... 15

C. Hipotesis ... 16

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 17

B. Lokasi Penelitian ... 17

C. Subjek Penelitian ... 17

D. Teknik Sampling ... 18

E. Rancangan Penelitian ... 18

F. Identifikasi Variabel Penelitian ... 20

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 20

H. Alat dan Bahan Penelitian ... 23

I. Cara Kerja ... 24

J. Teknik Analisis Data Statistik ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Data Hasil Penelitian ... 33

B. Analisis Data ... 34

BAB V PEMBAHASAN ... 37

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 44

B. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45 LAMPIRAN


(8)

commit to user

vii 

 

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Rata-Rata Jumlah Kerusakan Histologis Sel Hepar pada Masing-masing Kelompok Tikus Putih

Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji LSD (α = 0,05) Tabel 3. Nilai Konversi Dosis Manusia ke Hewan

Tabel 4. Daftar Volume Maksimal Bahan Uji pada Pemberian Peroral Tabel 5. Tabel Berat Badan Subjek Penelitian

Tabel 6. Jumlah Sel Hepar yang Mengalami Kariopiknosis, Karioreksis, dan Kariolisis dari Setiap 100 Sel di Zona Sentrolobuler pada Kelompok Kontrol (K)

Tabel 7. Jumlah Sel Hepar yang Mengalami Kariopiknosis, Karioreksis, dan Kariolisis dari Setiap 100 Sel di Zona Sentrolobuler pada Kelompok Perlakuan 1 (P1)

Tabel 8. Jumlah Sel Hepar yang Mengalami Kariopiknosis, Karioreksis, dan Kariolisis dari Setiap 100 Sel di Zona Sentrolobuler pada Kelompok Perlakuan 2 (P2)

Tabel 9. Jumlah Sel Hepar yang Mengalami Kariopiknosis, Karioreksis, dan Kariolisis dari Setiap 100 Sel di Zona Sentrolobuler pada Kelompok Perlakuan 3 (P3)

Tabel 10. Sebaran Data Secara Deskriptif

Tabel 11. Hasil Uji Normalitas Data Saphiro-Wilk untuk Skor Kerusakan Sel Hepar pada Empat Kelompok Mencit

Tabel 12. Hasil Uji Homogeneity of Variances untuk Skor Kerusakan Sel Hepar pada Empat Kelompok Mencit

Tabel 13. Hasil Uji One-Way ANOVA untuk Skor Kerusakan Sel Hepar pada Empat Kelompok Mencit

Tabel 14. Hasil Uji Post Hoc Multiple Comparisons Menggunakan Uji LSD antar Dua Kelompok untuk Skor Kerusakan Hepar Mencit


(9)

commit to user

 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Gambar 2. Skema Langkah-Langkah Penelitian

Gambar 3. Fotomikrograf Zona Sentrolobuler Lobulus Hepar Kelompok Kontrol (K) dengan Pengecatan HE dan Perbesaran 1000X Gambar 4. Fotomikrograf Zona Sentrolobuler Lobulus Hepar Kelompok

Perlakuan 1 (P1) dengan Pengecatan HE dan Perbesaran 1000X

Gambar 5. Fotomikrograf Zona Sentrolobuler Lobulus Hepar Kelompok Perlakuan 2 (P2) dengan Pengecatan HE dan Perbesaran 1000X

Gambar 6. Fotomikrograf Zona Sentrolobuler Lobulus Hepar Kelompok Perlakuan 3 (P3) dengan Pengecatan HE dan Perbesaran 1000X

Gambar 7. Tikus Putih yang digunakan sebagai Sampel dalam Penelitian Gambar 8. Mikroskop dan Slide Preparat yang Digunakan dalam

Pengambilan Data Gambar 9. Sonde lambung Gambar 10. Parasetamol Gambar 11. Aquadest

Gambar 12. Jus semangka Merah Gambar 13. Preparat yang Siap Diamati


(10)

commit to user

ix 

 

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Nilai Konversi Dosis Manusia ke Hewan

Lampiran 2. Tabel Daftar Volume Maksimal Bahan Uji pada Pemberian Peroral Lampiran 3. Tabel Berat Badan Subjek Penelitian

Lampiran 4. Hasil Pengamatan Preparat Histologis Hepar Tikus Putih Lampiran 5. Hasil Uji Statistik untuk Skor Kerusakan Sel Hepar Tikus Putih Lampiran 6. Foto Preparat


(11)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Daging buah semangka yang berwarna merah mengandung karotenoid yaitu likopen. Kandungan likopen yang terdapat dalam semangka sebanyak 23-72 mikrogram/gram berat kering. Likopen merupakan antioksidan yang lebih unggul dari vitamin C dan E (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

Penulis memilih parasetamol untuk dipaparkan pada tikus putih karena parasetamol termasuk dalam daftar obat bebas. Parasetamol aman digunakan jika diberikan sesuai dosis yang ditetapkan. Di masyarakat, obat ini banyak digunakan untuk mengatasi flu dan demam. Namun, akses yang mudah ini dapat semakin meningkatkan penggunaan obat secara sendiri oleh masyarakat sehingga akan memperbesar kemungkinan overdosis baik sengaja atau tidak (Andra, 2006; Sunarsih, 1995).

Penggunaan parasetamol yang salah, dalam dosis tinggi dan waktu yang lama dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, di antaranya adalah efek hepatotoksis yang merusak sel-sel hepar (Sheen et al., 2002). Kerusakan hepar terjadi karena pada dosis yang berlebihan, hasil metabolisme parasetamol yang berupa N-asetil-p-benzokuinon (NAPQI) tidak dapat dinetralisir semuanya oleh glutation hepar. NAPQI bersifat


(12)

commit to user

toksik dan dapat menyebabkan terjadinya reaksi rantai radikal bebas (Correia dan Castagnoli, 1989).

Berdasarkan hal tersebut maka penulis ingin membuktikan apakah jus semangka merah dapat mencegah kerusakan sel hepar tikus putih akibat paparan parasetamol.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakah pemberian jus semangka merah secara peroral dapat mencegah

kerusakan sel hepar tikus putih yang terpapar parasetamol ?

2. Apakah peningkatan dosis jus semangka merah dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel hepar tikus putih yang terpapar parasetamol ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian jus semangka merah secara peroral dapat mencegah kerusakan sel hepar tikus putih yang terpapar parasetamol, dan apakah dengan peningkatan dosis jus semangka merah dapat meningkatkan efek proteksinya.


(13)

commit to user

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik:

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

mengenai pengaruh jus semangka merah dalam mencegah kerusakan sel hepar yang terpapar parasetamol.

b. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Aplikatif:

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat untuk menggunakan jus semangka merah sebagai obat alternatif untuk mencegah kerusakan hepar akibat parasetamol.


(14)

commit to user

4 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Semangka merah (Citrullus vulgaris)

Klasifikasi :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledone

Ordo : Cucurbitales

Famili : Cucurbitaceae

Genus : Citrullus

Spesies : Citrullus vulgarisSchrad

Semangka merah Citrullus vulgaris termasuk divisi spermatophyta, sub divisi angiospermae, kelas dicotyledonae, ordo cucurbitales, famili

cucurbitaceae, genus citrullus, spesies Citrullus vulgaris Schrad. Biji, daun, dan kulit buah mengandung saponin. Bijinya juga mengandung polifenol dan flavonoid serta daunnya mengandung polifenol. Biji kaya zat gizi dengan kandungan minyak berwarna kuning 20-45%, protein 30-40%, sitrullin, vitamin B12, dan enzim urease. Senyawa aktif kukurbositrin pada


(15)

commit to user

biji semangka dapat memacu kerja ginjal dan menjaga tekanan darah agar tetap normal. Daging buah semangka rendah kalori dan mengandung air sebanyak 93,4%, protein 0,5%, karbohidrat 5,3%, lemak 0,1%, serat 0,2%, abu 0,5%, dan vitamin (A, C, dan E). Selain itu, juga mengandung asam amino sitrullin (C6H13N3O3), asam aminoasetat, asam malat, asam fosfat, arginin, betain, likopen (C4OH56), karoten, bromin, natrium, kalium, silvit, lisin, fruktosa, dekstrosa, dan sukrosa. Sitrulin dan arginin berperan dalam pembentukan urea di hati dari amonia dan CO2 sehingga keluarnya urin meningkat. Kandungan kaliumnya cukup tinggi yang dapat membantu kerja jantung dan menormalkan tekanan darah. Daging buahnya yang berwarna merah mengandung karetenoid yaitu likopen. Kandungan likopen yang terdapat dalam semangka sebanyak 23-72 mikrogram/gram berat kering. Likopen merupakan antioksidan yang lebih unggul dari vitamin C dan E. (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991)

2. Stuktur Histologis Hepar

Hepar adalah organ pencernaan terbesar dalam tubuh dengan berat antara 1,2 - 1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa. Hepar merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh. Hepar terletak di rongga perut di bawah diafragma dan menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Hepar merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks, di mana fungsi hepar dalam sistem sirkulasi adalah untuk menampung, mengubah, menimbun metabolit, menetralisasi dan


(16)

commit to user

mengeluarkan substansi toksik yang terbawa oleh aliran darah. Sebagian besar darah yang menuju ke hepar dipasok dari vena porta, dan sebagian kecil dipasok dari arteri hepatika (Amirudin, 2007; Junqueira et al., 1995).

Secara makroskopis, hepar terbagi atas beberapa lobus dan tiap lobus hepar terbagi menjadi struktur yang dinamakan lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Secara mikroskopis, di dalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli. Setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas lembaran sel hepar berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara lembaran sel hepar terdapat kapiler-kapiler yang disebut sinusoid, sinusoid merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang melingkari bagian perifer lobulus hepar, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler empedu, dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan di antara lembaran sel hepar (Amirudin, 2007; Price dan Wilson, 1994).

a. Lobulus Hepar

Secara fungsional, lobulus hepar dibagi dalam tiga zona:

1) Zona 1: zona aktif, sel-sel paling dekat pembuluh darah,

akibatnya zona ini yang pertama kali dipengaruhi oleh perubahan darah yang masuk.

2) Zona 2: zona intermedia, sel-selnya memberi respon kedua


(17)

commit to user

3) Zona 3: zona pasif, aktivitas sel-selnya rendah dan tampak aktif bila kebutuhan meningkat (Leeson et al., 1996).

Lobulus hepar berbentuk poligonal dengan ukuran 0,7 x 2 mm. Lobulus-lobulus ini dipisahkan oleh jaringan pengikat dan pembuluh darah. Daerah ini disebut trigonum portae yang berisi cabang arteri hepatika, cabang vena porta, cabang duktus biliferus, dan anyaman pembuluh limfe (Junqueira et al., 1995).

b. Parenkim Hepar

Parenkim hepar terdiri atas sel-sel hepar (hepatosit). Hepatosit tersusun berderet secara radier dalam lobulus hepar. Lempeng-lempeng hepatosit ini secara radial bermula dari tepian lobulus menuju ke vena sentralis sebagai pusatnya. Lembaran-lembaran ini bercabang-cabang dan beranastomose secara bebas sehingga di antara lempeng-lempeng tersebut terdapat ruangan sinusoid. Sel hepar berbentuk poligonal dengan 6 atau lebih permukaan, berukuran sekitar 20-35 um, dengan membran sel yang jelas, inti bulat atau lonjong dengan permukaan teratur dan besarnya bervariasi. Permukaan sel hepar berkontak dengan dinding sinusoid melalui celah Disse dan juga kontak dengan permukaan hepatosit lain (Junqueira et al., 1995; Lesson et al., 1996).

c. Sinusoid Hepar

Sinusoid terdapat di antara lempeng-lempeng sel hepar dan mengikuti percabangannya (Eroschenko, 2000). Sinusoid merupakan pembuluh yang melebar tidak teratur dan hanya terdiri dari satu lapis endotel


(18)

commit to user

yang tidak kontinyu. Sinusoid mempunyai pembatas yang tidak sempurna dan memungkinkan pengaliran makromolekul dengan mudah dari lumen ke sel-sel hepar dan sebaliknya. Sinusoid dikelilingi dan disokong oleh selubung serabut retikuler halus yang penting untuk mempertahankan bentuknya. Sel-sel endotel dipisahkan dari hepatosit yang berdekatan oleh celah subendotel yang disebut celah Disse. Sinusoid juga mengandung sel-sel fagosit dari retikuloendotelial yang dikenal sebagai sel-sel Kupffer, berbentuk stelat dengan sifat histologis seperti vakuola jernih, lisosom dan retikuloendoplasma granular tersebar di seluruh sitoplasma. Ini membedakan sel-sel Kupffer dan sel-sel endotel (Junqueira et al., 1995). Ruang-ruang sinusoid berbeda dengan kapiler yaitu garis tengahnya lebih besar (9-12 um) dan sel pembatasnya tidak seperti endotel biasa. Lamina basal sinusoid terputus-putus (Lesson et al., 1996).

d. Gambaran Kerusakan Hepar Setelah Pemberian Parasetamol

Kematian sel dan kematian jaringan pada tubuh yang hidup disebut nekrosis. Nekrosis merupakan kematian sel lokal (Price dan Wilson, 1994). Nekrosis juga dapat diartikan sebagai proses perubahan morfologi sebagai akibat tindakan degenerasi progresif oleh enzim-enzim pada sel yang terjejas letal. Hepar normal memiliki kapasitas regenerasi yang luar biasa karena hepar merupakan organ tubuh yang paling sering menerima jejas. Pada jejas ringan, hepar dapat segera beregenerasi kembali pada fungsi semula. Namun, kapasitas cadangan hepar dapat habis apabila hepar terkena


(19)

commit to user

penyakit yang menyerang seluruh parenkim hepar sehingga timbul kerusakan pada hepar (Robbins et al., 2003).

Kerusakan hepar yang berupa nekrosis dapat terjadi sebagai akibat dari pemberian parasetamol dengan dosis yang berlebihan (dosis toksik) (Insel, 1991). Umumnya perubahan-perubahan yang terjadi pada sel nekrotik dapat terjadi pada semua bagian sel. Tetapi perubahan pada inti sel adalah petunjuk yang paling jelas pada kematian sel. Bagian sel yang telah mati intinya menyusut, batas tidak teratur dan berwarna gelap dengan zat warna yang biasa digunakan oleh para ahli patologi anatomi. Proses ini dinamakan piknosis dan intinya disebut piknotik (Price dan Wilson, 1994).

Nekrosis hati akibat peroksidase lipid maupun radikal bebas dapat bersifat fokal, sentral, pertengahan, perifer atau masif. Kematian sel terjadi bersamaan dengan pecahnya membran plasma. Perubahan morfologis awal berupa edema sitoplasma, dilatasi retikulum endoplasma dan disagregasi polisom. Terjadi akumulasi trigliserid sebagai butiran lemak dalam sel dan terjadi pembengkakan mitokondria progresif dengan kerusakan krista (Wenas, 1996). Stadium selanjutnya sel dapat mengalami degenerasi hidropik, susunan sel yang terpisah-pisah, inti sel piknotik (kariopiknosis) yaitu pengerutan inti sel dan kondensasi kromatin. Kemudian terjadi karioreksis yaitu fragmentasi inti yang meninggalkan pecahan-pecahan sisa inti berupa zat kromatin yang tersebar didalam sel. Selanjutnya terjadi kariolisis yaitu kromatin basofil menjadi pucat. Dengan perjalanan waktu,


(20)

commit to user

terjadi penghancuran dan pelarutan inti sel sehingga inti sel sama sekali menghilang, pecahnya membran plasma, dan nekrosis (Thomas, 1988).

3. Parasetamol

Parasetamol atau asetaminofen merupakan salah satu dari obat yang sering digunakan. Parasetamol bertanggung jawab atas efek analgesiknya. Parasetamol tidak termasuk golongan AINS karena efek antiinflamasinya kecil sekali. Parasetamol bekerja dengan menghambat sintesa prostaglandin dalam susunan saraf pusat yang mempengaruhi pusat hipotalamus untuk pengontrolan suhu tubuh. Di Indonesia, parasetamol tersedia sebagai obat bebas dan dapat dengan mudah mendapatkanya. Efek analgesik parasetamol yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala, mialgia, dan keadaan lain. Parasetamol tidak menimbulkan gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa. Sebagai analgesik sebaiknya parasetamol tidak diberikan terlalu lama karena menimbulkan nefropati analgesik. Reaksi alergi karena parasetamol jarang terjadi. Manifestasi dari reaksi alergi berupa eritem atau urtikaria. Parasetamol juga menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada pemakaian kronik. Hal ini dapat terjadi karena mekanisme autoimun, defisiensi G6PD, dan metabolit yang abnormal (Katzung, 1998; Wilmana dan Gunawan, 2007).

Parasetamol diberikan secara peroral. Absorbsinya cepat dan sempurna melalui saluran cerna, tergantung pada kecepatan pengosongan lambung (Katzung, 1998). Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai


(21)

commit to user

dalam waktu setengah jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma 25% parasetamol terikat protein plasma dan sebagian dimetabolisme enzim mikrosom hepar. Pada kondisi normal, parasetamol mengalami glukuronidasi dan sulfasi di mana 80% dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat (Wilmana dan Gunawan, 2007). Hasil konjugasi ini akan dieliminasi lewat urin (Parod dan Dolgin, 1992). Selain itu dalam jumlah kecil (4%) diubah menjadi metabolit reaktif berupa senyawa antara yang reaktif dan toksik yaitu N-asetil-p-benzoquinonimin (NAPQI) (Brunton et al., 2006). NAPQI dibentuk dengan adanya bioaktivasi parasetamol melalui sistem sitokrom P-450 (Klaassen dan Watkins, 2003). Metabolit tersebut kemudian didetoksifikasi oleh glutation hati menjadi metabolit sistin dan metabolit merkapturat yang non toksik. Pada dosis tinggi, jalur konjugasi parasetamol menjadi jenuh sehingga banyak parasetamol menjadi metabolit NAPQI, sebagai akibatnya terjadi deplesi glutation hepar, bahkan kandungan glutation hepar dapat dihabiskan (paling tidak berkurang 20-30% harga normal) (Rochmah, 2000). Akibatnya NAPQI akan membentuk ikatan kovalen dengan protein sel hepar secara irreversibel sehingga akan menyebabkan terjadinya kematian sel atau nekrosis sel hepar. Nekrosis tubular ginjal dapat juga terjadi (Mycek et al., 1997). Metabolit ini juga menyebabkan pengikatan kovalen pada makromolekul seperti DNA, RNA dan protein. Jika demikian, maka akibat yang parah pada fungsi sel akan segera terlihat dengan nyata (Murray et al., 2003).


(22)

commit to user

Parasetamol aman diberikan dengan dosis 325-500 mg 4 kali sehari pada orang dewasa dan untuk anak-anak dalam dosis yang lebih kecil yang sebanding (Katzung, 1998). Pemberian parasetamol juga dapat menimbulkan efek samping. Efek samping dari parasetamol tergantung pada dosis yang diberikan. Akibat dari dosis toksik parasetamol yang paling serius adalah nekrosis hepar, nekrosis tubulus renalis serta koma hipoglikemi. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 mg/kg BB) setelah 48 jam menelan parasetamol. Kerusakan yang timbul berupa nekrosis sentrolobularis (Wilmana dan Gunawan, 2007). Dosis 20-25 gram atau lebih dapat berakibat fatal. Sekitar 10% pasien keracunan yang tidak mendapatkan pengobatan yang spesifik berkembang menjadi kerusakan hepar yang hebat, dari yang disebutkan tadi, 10-20% akhirnya meninggal karena kegagalan fungsi hepar. Kegagalan ginjal akut juga terjadi pada beberapa pasien (Suarsana dan Budiasa, 2005; Insel, 1991 ). Hepatotoksisitas karena parasetamol pada manusia pertama kali dilaporkan pada tahun 1966 (Sheen et al., 2002).

4. Mekanisme Kerusakan Hepar oleh Parasetamol dan Mekanisme Hepatoprotektor Jus Semangka Merah

Pada kondisi normal, parasetamol yang diabsorbsi oleh tubuh dikonjugasi dengan asam glukoronat dan asam sulfat, sebagian kecil

dihidroksilasi dengan sitokrom P-450 menjadi metabolit


(23)

commit to user

diubah menjadi metabolit sistin dan merkapturat yang kemudian dibuang melalui urin (Wilmana dan Gunawan, 2007).

Jika jumlah parasetamol yang dikonsumsi jauh melebihi dosis terapi, maka asam glukoronat dan asam sulfat dalam hepar akan habis cadangannya, kemudian terbentuklah metabolit reaktif NAPQI yang berlebihan. Selama glutation tersedia untuk mendetoksifikasi NAPQI tersebut, maka tidak akan terjadi reaksi hepatotoksisitas. Namun, bila glutation terus terpakai, akhirnya terjadi pengosongan glutation dan terjadi

penimbunan metabolit NAPQI yang toksik dan reaktif.

N-asetil-p-benzoquinonimin (NAPQI) merupakan metabolit minor dari parasetamol

yang sangat aktif dan bersifat toksik bagi hepar dan ginjal. Metabolit ini akan bereaksi dengan gugusan nukleofilik yang terdapat pada makromolekul sel hepar, seperti protein, menimbulkan hepatotoksisitas yang menyebabkan nekrosis hepar (Wilmana dan Gunawan, 2007; Katzung, 1998). Selain itu, NAPQI dapat menimbulkan stres oksidatif, yang berarti bahwa NAPQI dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan bagian dari proses atau rantai reaksi terbentuknya radikal bebas

(Rubin et al., 2005). Radikal bebas mampu mengubah suatu molekul

menjadi radikal bebas baru dan akan membentuk radikal bebas kembali sehingga terjadilah reaksi rantai (chain reaction) (Widjaja, 1997).

Kerusakan hepar akibat parasetamol dapat terjadi karena reaksi toksik, alergi dan radikal bebas. Biasanya kerusakan yang terjadi merupakan


(24)

commit to user

nekrosis di sekitar vena sentralis/nekrosis sentrolobularis karena sitokrom P-450 paling banyak terdapat pada zona tersebut (Wenas, 1996).

Perubahan morfologis awal pada nekrosis hepar berupa edema sitoplasma, dilatasi retikulum endoplasma dan disagregasi polisom. Terjadi akumulasi trigliserid sebagai butiran lemak dalam sel dan terjadi pembengkakan mitokondria progresif dengan kerusakan krista (Wenas, 1996). Stadium selanjutnya inti sel dapat mengalami piknosis, karioreksis dan kariolisis (Thomas, 1988).

Jus semangka merah mengandung bermacam-macam zat aktif yang berfungsi sebagai antioksidan dan dapat meningkatkan kadar glutation. Dalam jus semangka terkandung enzim GST (Glutation S Transferase) yang dapatmeningkatkan glutation serum dan hepar. Karena glutationmeningkat, maka metabolit NAPQI yang bersifat toksik akan berikatan dengan glutation, menghasilkan asam merkapturat yang non toksik (Greiner, 1990).

Komponen antioksidan jus semangka merah di antaranya adalah vitamin C, E, likopen, dan beberapa antioksidan lain. Antioksidan tersebut dapat meredam dampak negatif dari oksidan dengan cara memberikan elektronnya pada oksidan (Bagiada, 1995). Antioksidan mampu mengubah oksidan menjadi molekul yang tidak berbahaya. Antioksidan juga dapat mencegah pembentukan radikal bebas dan memperbaiki kerusakan yang ditimbulkannya (Widjaja, 1997). Melalui mekanisme antioksidan dan peningkatan glutation ini jus semangka merah dapat mencegah kerusakan histologis hepar.


(25)

commit to user

B. Kerangka Pemikiran

Likopen Vit A Vit C Vit E Lipid peroxidase Stres Oksidatif Radikal bebas Jalur glukuronidasi dan sulfasi menjadi jenuh Meningkatkan (NAPQI) Bioaktivasi sitokrom P450 Meningkatkan glutathion hepar Antioksidan Deplesi glutathion

Ikatan kovalen NAPQI dengan gugusan nukleofilik Keterangan: : memacu : menghambat Parasetamol dosis toksis Jus semangka merah

Kerusakan hepar

Variabel luar yang tak terkendali: kondisi psikologis, keadaan awal hepar dan reaksi

hipersensitivitas glutathion


(26)

commit to user

C. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Pemberian jus semangka merah (Citrullus vulgaris) dapat mencegah kerusakan sel hepar tikus putih (Rattus norvegicus) yang terpapar parasetamol.

2. Peningkatan dosis jus semangka merah dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel hepar tikus putih yang terpapar parasetamol.


(27)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. Peneliti mengadakan perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan yaitu berupa hewan coba di laboratorium.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tanggal 6 Juli 2010 hingga 29 Juli 2010.

C. Subjek Penelitian. 1. Populasi :

2. Sampel :

(n-1)(t-1) > 15

(n-1)(4-1) > 15

3n-3 > 15

3n > 18

n > 6

Tikus Putih (Rattus norvegicus) jantan dengan galur Wistar berusia ± 3 bulan dengan berat badan ± 200 gram.

Menurut Purawisastra (2001), jumlah sampel yang digunakan berdasarkan rumus Federer yaitu :


(28)

commit to user

Sampel Tikus

Putih 28 Ekor

Bandingkan dengan uji

statistik Pada penelitian ini, jumlah tikus putih minimal dalam tiap kelompok ditentukan sebanyak 7 ekor (n > 6) dan jumlah kelompok tikus putih sebanyak 4 kelompok sehingga jumlah total tikus putih yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 28 ekor.

D. Teknik Sampling.

Teknik sampling yang dipakai adalah non-random sampling atau

incidental sampling. Sampel diperoleh dengan mengambil begitu saja subjek penelitian yang ditemui dari populasi yang ada berdasarkan kriteria subjek yang akan digunakan.

E. Rancangan Penelitian.

Rancangan penelitian ini adalah the post test only control group design (Taufiqqurohman, 2003).

K O0

P1 O1

P2 O2

P3 O3

Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian.

Keterangan:

K : Kelompok kontrol tanpa diberi jus buah semangka merah

maupun parasetamol. Pemberian aquades 2 ml/200 gr BB tikus putih setiap hari selama 14 hari berturut-turut.


(29)

commit to user

P1 : Kelompok perlakuan 1, yang diberi parasetamol tanpa diberi jus buah semangka merah. Pemberian aquades peroral sebanyak 2 ml/200 gr BB tikus putih setiap hari selama 14 hari berturut-turut dan pada hari ke-12, 13 dan 14 diberi parasetamol 291,6 mg/200 gr BB tikus putih perhari.

P2 : Kelompok perlakuan 2, jus buah semangka merah dosis I yaitu 2,7 gr semangka/200 gr BB tikus putih selama 14 hari berturut-turut, di mana hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga parasetamol dosis 291,6 mg/200 gr BB tikus putih 1 jam setelah pemberian jus buah semangka merah.

P3 : Kelompok perlakuan 3, yang diberi jus buah semangka merah dosis II yaitu 5,4 gr semangka/200 gr BB tikus putih selama 14 hari berturut-turut, di mana hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga parasetamol dosis 291,6 mg/200 gr BB tikus putih 1 jam setelah pemberian jus buah semangka merah.

O0 : Pengamatan jumlah inti sel hati piknosis, karyoreksis dan

karyolisis dari 100 sel di sentrolobuler hepar kelompok kontrol.

O1 : Pengamatan jumlah inti sel hati piknosis, karyoreksis dan

karyolisis dari 100 sel di sentrolobuler hepar KP1.

O2 : Pengamatan jumlah inti sel hati piknosis, karyoreksis dan

karyolisis dari 100 sel di sentrolobuler hepar KP2.

O3 : Pengamatan jumlah inti sel hati piknosis, karyoreksis dan


(30)

commit to user

Pengamatan jumlah inti sel hepar piknosis, karioreksis dan kariolisis dilakukan pada hari ke-15 setelah perlakuan pertama dikerjakan.

F. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Pemberian jus semangka merah. 2. Variabel Terikat

Kerusakan sel hepar tikus putih. 3. Variabel luar

a. Variabel luar yang dapat dikendalikan

Variasi jenis tikus, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan, dan jenis makanan tikus putih berupa pelet semuanya diseragamkan. b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan

Kondisi psikologis, reaksi hipersensitivitas dan keadaan awal hepar tikus putih.

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian: 1. Variabel bebas.

a. Pemberian jus semangka merah

Jus semangka merah diberikan selama 14 hari berturut-turut secara per oral dengan spuit pencekok dalam 2 dosis

Dosis I : 2,7 gr/200 gr BB tikus putih/hari diberikan pada tikus putih KP2. Dosis II : 5,4 gr/200 gr BB tikus putih/hari diberikan pada tikus putih KP3.


(31)

commit to user

Jus semangka merah yang digunakan diperoleh dengan cara memasukkan daging buah semangka merah dengan biji ke dalam juicer, di mana semangka yang digunakan adalah jenis semangka dengan biji. Skala pengukuran variabel ini adalah ordinal.

2. Variabel terikat : Kerusakan sel hepar

Kerusakan sel hepar adalah gambaran mikroskopis sel hepar tikus putih yang dipapar parasetamol setelah diberi jus semangka merah. Hal ini dinilai dari jumlah sel hepar yang mengalami pyknosis, karyorhexis dan

karyolisis yang dihitung dari 100 sel pada zona sentrolobuler kemudian

dari jumlah sel yang mengalami kerusakan dalam 1 preparat dihitung jumlah skor kerusakannya.

Adapun tanda-tanda kerusakan sel :

a. Sel yang mengalami pyknosis intinya kisut dan bertambah basofil, berwarna gelap batasnya tidak teratur.

b. Sel yang mengalami karyorrhexis inti mengalami fragmentasi atau hancur dengan meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel.

c. Sel yang mengalami karyolisis yaitu kromatin basofil menjadi pucat, inti sel kehilangan kemampuan untuk diwarnai dan menghilang begitu saja (Price et al,. 1990).

Pada penelitian ini, prinsip perhitungannya adalah jumlah sel hepar yang rusak.


(32)

commit to user

3. Variabel luar

a. Variabel luar yang dapat dikendalikan. Variabel ini dapat dikendalikan melalui homogenisasi.

1) Variasi jenis tikus

Jenis hewan coba yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) dengan galur Wistar.

2) Jenis kelamin

Jenis kelamin tikus putih yang digunakan adalah jantan, dengan alasan metabolisme tikus putih jantan akan lebih stabil jika dibandingkan betina.

3) Umur

Umur tikus putih pada penelitian ini adalah ± 3 bulan. 4) Suhu udara

Hewan percobaan diletakkan dalam ruangan dengan suhu udara berkisar antara 25-28o C.

5) Berat badan.

Berat badan hewan percobaan + 200 gr. 6) Jenis makanan.

Makanan yang diberikan berupa pelet dan minuman dari aquades.

b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan : Kondisi psikologis, reaksi hipersensitivitas dan keadaan awal hati tikus putih.


(33)

commit to user

1. Kondisi psikologis tikus putih dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Lingkungan yang terlalu ramai dan gaduh, pemberian perlakuan yang berulang kali, dan perkelahian antar tikus putih dapat mempengaruhi kondisi psikologis tikus putih.

2. Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi karena adanya variasi

kepekaan tikus putih terhadap zat yang digunakan.

3. Keadaan awal hati tikus putih tidak diperiksa pada penelitian ini sehingga mungkin saja ada tikus putih yang sebelum perlakuan hatinya sudah mengalami kelainan.

H. Alat dan Bahan Penelitian. 1. Alat.

Alat yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Kandang tikus putih 5 buah masing-masing untuk 5 ekor tikus

putih.

b. Timbangan hewan.

c. Timbangan obat.

d. Alat bedah hewan percobaan (scalpel, pinset, gunting, jarum,

meja).

e. Spuit pencekok.

f. Alat untuk pembuatan preparat histologi.

g. Mikroskop cahaya medan terang.


(34)

commit to user

i. Juicer

j. Kamera Digital

2. Bahan.

Bahan yang akan digunakan adalah sebagai berikut :

a. Parasetamol.

b. Makanan hewan percobaan (pelet).

c. Aquades.

d. Bahan untuk pembuatan preparat histologi dengan pengecatan HE.

e. Daging buah semangka merah.

I. Cara Kerja

1. Dosis jus buah semangka.

Dosis yang dicobakan diberikan dengan 2 interval yaitu 100%, 200%, maka dosis yang digunakan dengan perincian sebagai berikut :

a. Untuk dosis I (100%), diperoleh sebagai berikut :

Dosis likopen yang disarankan untuk dikonsumsi manusia adalah 6 mg per hari (Giovannucci et al., 1995). Menurut Arab dan Steck (2000), setiap 100 gr buah semangka mengandung 4 mg likopen, maka dosis buah semangka yang dikonsumsi adalah 150 gr per hari. Dosis tersebut dikonversikan pada tikus putih dengan faktor konversi 0,018, maka dosis buah semangka yang diberikan :


(35)

commit to user

= Berat semangka merah x faktor konversi = 150 g/70 kg BB manusia x 0,018

= 2,7 gr/200 gr BB tikus putih

Mengingat kapasitas lambung tikus putih maksimal 5 ml, maka peneliti memberikan dosis 2,7 gr/hari tersebut dalam 2 ml/hari (Ngatidjan, 1991). Untuk memperoleh kandungan likopen dosis 2,7 gr/200 gr BB tikus putih dalam 2 ml larutan, maka dilakukan pengenceran dengan menggunakan aquades hingga didapatkan larutan sebanyak 100 ml, sehingga semangka yang dibutuhkan sebanyak:

x gr 2,7 gr x = 135 gr

100 ml 2 ml

b. Dosis II adalah 200% dari dosis II, yaitu 5,4 gr/ 200 gr BB tikus putih (4 ml)

Jadi jus buah semangka yang diberikan secara oral pada 1 ekor tikus putih (200 gram) = 2 ml, dan 4 ml yang diberikan selama 14 hari berturut-turut.

Di luar jadwal perlakuan, tikus putih diberi makan pelet dan minum aquades ad libitum.


(36)

commit to user

2. Dosis dan pengenceran parasetamol.

Dosis Parasetamol yang diketahui dapat menyebabkan kematian pada 50% tikus dari satu kelompok tikus percobaan (LD50) adalah 1944 mg/kg BB (Alberta, 2006).

Pada penelitian ini dipakai ¾ dosis di atas, yaitu 1944 mg/kg BB x 0,75 = 1458 mg/kg BB = 291,6 mg/200 gr BB tikus putih, kemudian dihitung pelarut air seperti berikut:

Parasetamol 500 mg dilarutkan dalam aquades hingga 1,71 ml, sehingga dalam 1 ml larutan parasetamol mengandung 291,6 mg parasetamol.

Parasetamol diberikan selama 3 hari berturut-turut yaitu pada hari ke-12, 13, dan 14. Pemberian parasetamol dengan cara ini dimaksudkan untuk menimbulkan kerusakan sel hepar pada daerah sentrolobularis tanpa menimbulkan kematian pada tikus putih. Menurut Wilmana dan Gunawan (2007).

3. Persiapan tikus putih

Tikus putih diadaptasikan selama tujuh hari di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta. Sesudah adaptasi, keesokan harinya dapat langsung dilakukan perlakuan.

500 = 291,6 x = 1,71 ml x 1


(37)

commit to user

4. Pengelompokan Subjek

Pada minggu kedua mulai dilakukan percobaan. Selanjutnya subjek dikelompokkan menjadi empat kelompok secara random, dan masing-masing kelompok terdiri dari 7 tikus putih. Adapun pengelompokan subjek adalah sebagai berikut:

a. KK = Kelompok diberi aquades peroral sebanyak 2 cc/200 gr BB tikus putih setiap hari selama 14 hari berturut-turut.

b. KP1 = Kelompok perlakuan I diberi aquades peroral sebanyak 2 cc/ 200 gr BB tikus putih setiap hari selama 14 hari berturut-turut dan pada hari ke 12, 13 dan 14 juga diberi parasetamol 1 cc/200 gr BB tikus putih peroral perhari.

c.KP2 = Kelompok perlakuan II diberi jus semangka merah dosis I peroral yaitu 2 cc/200 gr BB tikus putih selama 14 hari berturut-turut, di mana hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga parasetamol dosis 1 cc/200 gr BB tikus putih setelah 1 jam pemberian jus semangka merah.

d. KP3 = Kelompok perlakuan III diberi jus semangka merah dosis II peroral yaitu 4 cc/200 gr BB tikus putih selama 14 hari berturut-turut, di mana hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga parasetamol dosis 1 cc/200 gr BB tikus putih setelah 1 jam pemberian jus semangka merah.


(38)

commit to user

Setiap sebelum pemberian parasetamol dan jus semangka merah, tikus putih dipuasakan dahulu ± 5 jam untuk mengosongkan lambung. Pemberian parasetamol dilakukan ± 1 jam setelah pemberian jus semangka merah agar terabsorbsi terlebih dahulu.


(39)

commit to user

28 ekor tikus putih

1 ml parasetamol dosis 291,6 mg/200 gr BB pada hari ke-12, 13, dan 14

Perlakuan sampai hari ke-14. Pembuatan preparat hari ke-15. 4. Langkah-langkah Penelitian

Gambar 3. Skema Langkah-langkah Penelitian. Kelompok

kontrol

Kelompok perlakuan 1

Kelompok perlakuan 2

Kelompok perlakuan 3

Dipuasakan selama + 5 jam

Aquades 2 ml 2 ml jus buah

semangka merah dosis 2,7 gr semangka/200 gr

BB tikus putih

4 ml jus buah semangka merah

Dosis 5,4 gr semangka/200 gr

BB tikus putih

Setelah + 1 jam


(40)

commit to user

5. Pengukuran hasil.

Pada hari ke-15 setelah perlakuan pertama diberikan, semua hewan coba dikorbankan dengan cara dislokasi vertebra servikalis, kemudian organ hepar diambil untuk selanjutnya dibuat preparat histologi dengan metode blok paraffin dengan pengecatan HE. Pembuatan preparat dilakukan pada hari ke-15 agar efek perlakuan tampak nyata. Lobus hepar yang diambil adalah lobus kanan dan irisan untuk preparat diambil pada bagian tengah dari lobus tersebut. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan preparat yang seragam. Dari setiap lobus kanan hepar, dibuat tiga irisan dengan tebal setiap irisan 3-8um. Jarak antara irisan yang satu dengan yang lain kira-kira 25 irisan. Dari tiga irisan tersebut, diambil salah satu preparat secara acak untuk dilakukan pengamatan di zona sentrolobuler. Pengamatan preparat dilakukan dengan perbesaran 100 kali dan 400 kali untuk mengamati seluruh lapang pandang, kemudian ditentukan daerah yang akan diamati pada zona sentrolobuler hepar. Dari tiap zona sentrolobuler lobulus hepar tersebut, dengan perbesaran 1000 kali, ditentukan jumlah inti yang mengalami piknosis, karioreksis, dan kariolisis dari tiap 100 sel, kemudian dilakukan penghitungan skor total. Jadi, misalnya pada satu daerah zona sentrolobuler dari 100 sel yang diamati, ternyata terdapat 25 sel dengan inti piknosis, 15 sel dengan karioreksis, dan 5 sel dengan kariolisis, maka jumlah skor dari satu daerah zona sentrolobuler tersebut adalah 25+ 15 + 5 = 45. Jadi dari tiap kelompok


(41)

commit to user

akan mendapatkan 7 skor. Selanjutnya, rata-rata skor dari masing-masing kelompok dibandingkan dengan uji Oneway ANOVAdan jika terdapat perbedaan yang bermakna, maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc (As’ari, 2009).

J. Teknik Analisis Data Statistik

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan Uji

Oneway ANOVA (Analysis of Variant). Jika terdapat perbedaan yang

bermakna maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Derajat kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05 (Riwidikdo, 2007).

Syarat menggunakan uji One-Way ANOVA:

1. Variabel data berupa variabel numerik/kontinu/rasio. Data pada penelitian ini adalah jumlah kerusakan histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal yang dinyatakan dengan skala rasio.

2. Sebaran data harus normal, dibuktikan dengan nilai uji

Kolmogorov-Smirnov atau Saphiro-Wilk yang memiliki nilai p lebih besar daripada nilai alfa. Misal, alfa = 0,05 maka nilai p untuk uji sebaran data harus > 0,05. 3. Varians data harus sama. Hal ini dapat diketahui dengan menggunakan uji

Homogeneity of Variances, di mana untuk varians data yang sama akan


(42)

commit to user

Jika ketiga syarat di atas tidak terpenuhi maka dapat digunakan uji hipotesis alternatif yaitu berupa uji hipotesis non-parametrik Kruskall-Wallis (Dahlan, 2008).


(43)

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Data Hasil Penelitian

Setelah dilakukan penelitian mengenai efek proteksi jus semangka terhadap kerusakan sel hepar tikus putih yang diinduksi parasetamol, didapatkan data hasil pengamatan preparat histologis hepar tikus putih pada kelompok kontrol, kelompok perlakuan 1, kelompok perlakuan 2, dan kelompok perlakuan 3. Data hasil penelitian ini berupa data rasio yaitu jumlah sel hepar tikus putih yang mengalami kerusakan histologis yang dihitung dari tiap 100 sel pada zona 3 (sentrolobuler). Hasil pengamatan jumlah sel hepar tikus putih yang mengalami piknosis, karioreksis, dan kariolisis untuk masing-masing kelompok dan jumlah total sel hepar yang rusak disajikan pada lampiran 4. Hasil rata-rata jumlah kerusakan histologis sel hepar tikus putih untuk masing-masing kelompok dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 1. Rata-Rata Jumlah Kerusakan Histologis Sel Hepar pada Masing-Masing Kelompok Tikus putih

Kelompok Rata-Rata JumlahKerusakan

K 20,86

P1 86,28

P2 47,43

P3 36,14


(44)

commit to user

Keterangan:

K : Kelompok kontrol

P1 : Kelompok perlakuan 1

P2 : Kelompok perlakuan 2

P3 : Kelompok perlakuan 3

Kelompok K yang merupakan kelompok tanpa pemberian jus semangka merah ataupun parasetamol memiliki nilai rata-rata jumlah kerusakan paling rendah yaitu 20,86, sedangkan kelompok P1 yang merupakan kelompok dengan pemberian parasetamol namun tanpa pemberian jus semangka merah memiliki nilai rata-rata jumlah kerusakan paling tinggi yaitu 86,28.

Gambaran histologis zona sentrolobuler lobulus hepar tikus putih pada kelompok K, P1, P2, dan P3 dapat dilihat pada lampiran 6.

B. Analisis Data

Sampel yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 28 ekor tikus putih sehingga peneliti menggunakan uji Saphiro-Wilk untuk menentukan jenis sebaran data. Hasil uji Saphiro-Wilk dapat dilihat pada lampiran 5 tabel 10.

Nilai p dari hasil uji Saphiro-Wilk untuk kelompok K, P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 0,967; 0,537; 0,389; dan 0,948. Nilai p dari keempat kelompok lebih besar dari alfa (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran data kelompok K, P1, P2, dan P3 adalah normal.


(45)

commit to user

Selanjutnya, peneliti melakukan uji Homogeneity of Variances untuk mengetahui kesamaan varians data. Sebaran data secara deskriptif dapat dilihat pada lampiran 5 tabel 11 dan hasil uji Homogeneity of Variances dapat dilihat pada lampiran 5 tabel 12. Nilai p yang didapatkan dari uji

Homogeneity of Variances adalah 0,692. Nilai ini lebih besar dari 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa varians data antarkelompok sama. Ketiga syarat penggunaan uji One-Way ANOVA telah terpenuhi sehingga uji One-Way

ANOVA bisa dilakukan.

Hasil uji One-Way ANOVA dapat dilihat pada lampiran 5 tabel 13. Nilai p dari hasil uji One-Way ANOVA adalah 0,000 (p < 0,05). Nilai p yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata jumlah kerusakan sel hepar yang bermakna pada paling tidak dua kelompok

dan harus dilakukan analisis Post Hoc Multiple Comparisons untuk

mengetahui kelompok mana yang mempunyai perbedaan bermakna tersebut.

Uji Post Hoc Multiple Comparisons yang digunakan dalam penelitian

ini adalah uji LSD. Ringkasan hasil uji LSD tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:


(46)

commit to user

Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji LSD (α = 0,05)

Kelompok p Perbedaan

K – P1 0,000 Bermakna

K – P2 0,000 Bermakna

K – P3 0,000 Bermakna

P1 – P2 0,000 Bermakna

P1 – P3 0,000 Bermakna

P2 – P3 0,000 Bermakna

(Data Primer, 2010)

Nilai p yang semuanya lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata jumlah kerusakan sel hepar yang bermakna pada semua pasangan antarkelompok data. Hasil uji LSD secara rinci dapat dilihat pada lampiran 5 tabel 14.


(47)

commit to user

BAB V PEMBAHASAN

Sel-sel hepar (hepatosit) yang normal berbentuk poligonal dengan diameter antara 20 – 30µm. Inti hepatosit berukuran cukup besar, berbentuk sferis, dan terletak di tengah sel. Pada potongan yang diwarnai dengan hematoksilin eosin, sitoplasma hepatosit tercat eosinofilik terutama karena mengandung banyak mitokondria dan retikulum endoplasma halus (Junqueira dan Carneiro, 2005; Ross et al., 2003).

Berdasarkan teori, paparan parasetamol dosis toksik terhadap hepatosit akan menyebabkan kematian sel yang disebut nekrosis. Nekrosis adalah kematian sel atau jaringan pada tubuh yang hidup. Pada nekrosis, perubahan paling jelas bermanifestasi pada inti sel. Perubahan inti sel menunjukkan satu dari tiga pola (piknosis, karioreksis, kariolisis) yang semuanya disebabkan oleh pemecahan nonspesifik DNA (Mitchell dan Cotran, 2007).

Nekrosis berbeda dengan apoptosis. Apoptosis adalah kematian sel per sel, sedangkan nekrosis melibatkan sekelompok sel. Membran sel yang mengalami apoptosis akan mengalami penonjolan-penonjolan ke luar tanpa disertai hilangnya integritas membran. Sedangkan sel yang mengalami nekrosis mengalami kehilangan integritas membran. Sel yang mengalami apoptosis terlihat atrofi, dan akan membentuk badan apoptosis. Sedangkan


(48)

commit to user

sel yang mengalami nekrosis akan terlihat oedem untuk kemudian mengalami lisis. Sel yang mengalami apoptosis lisosomnya utuh, sedangkan sel yang mengalami nekrosis terjadi kebocoran lisosom. Dengan mikroskop akan terlihat kromatin sel yang mengalami apoptosis terlihat bertambah

kompak dan membentuk massa padat yang uniform. Sedangkan sel yang

mengalami nekrosis kromatinnya bergerombol dan terjadi agregasi. Pada pemeriksaan histologi tidak terlihat adanya sel-sel radang di sekitar sel yang mengalami apoptosis. Sedangkan pada nekrosis, terlihat respon peradangan yang nyata di sekitar sel-sel yang mengalami nekrosis. Sel yang mengalami apoptosis biasanya akan dimakan oleh sel yang berdekatan atau berbatasan langsung dengannya dan beberapa makrofag. Sedangkan sel yang mengalami nekrosis akan dimakan oleh makrofag (Thompson et al., 1992).

Kerusakan sel akibat paparan dosis toksik parasetamol paling berat terjadi pada zona 3 (sentrolobuler) karena di zona ini paling banyak terdapat retikulum endoplasma halus tempat enzim sitokrom P450 menghidroksilasi fraksi parasetamol dan menghasilkan metabolit NAPQI yang reaktif dan toksik (Cullen, 2005).

Parameter yang digunakan pada sistem penilaian derajat kerusakan sel hepar dalam penelitian ini adalah jumlah inti sel yang mengalami piknosis, karioreksis, dan kariolisis.

Gambaran histologis hepar tikus putih yang diberi parasetamol dosis toksik ditambah jus semangka merah menunjukkan kerusakan hepatosit yang lebih sedikit dibandingkan dengan tikus putih yang hanya diberi


(49)

commit to user

parasetamol dosis toksik tanpa jus semangka merah. Hal ini disebabkan oleh efek hepatoprotektif jus semangka merah terhadap efek toksik parasetamol. Tikus putih pada kelompok kontrol yang hanya diberi aquades sebagai plasebo diharapkan hanya mengalami kerusakan hepatosit yang minimal dan akan dianggap sebagai derajat normal. Kelompok kontrol digunakan sebagai pembanding terhadap kelompok parasetamol dan kelompok perlakuan.

Gambaran inti piknosis, karioreksis, dan kariolisis yang ditemukan pada kelompok kontrol terjadi karena adanya proses apoptosis yang secara fisiologi dialami oleh semua sel normal. Setiap sel dalam tubuh akan selalu mengalami penuaan yang diakhiri kematian sel dan digantikan oleh sel-sel baru melalui proses regenerasi (Mitchell dan Cotran, 2007). Selain itu, pengaruh variabel luar yang tidak dapat dikendalikan juga dapat menjadi penyebabnya.

Dari hasil uji Oneway ANOVA, didapatkan perbedaan yang

bermakna dari nilai rata-rata jumlah kerusakan sel hepar tikus putih antara keempat kelompok. Selanjutnya, hasil uji LSD menunjukkan perbedaan bermakna pada semua pasangan antarkelompok data yaitu antara kelompok K-P1, K-P2, K-P3, P1-P2, P1-P3, dan P2-P3.

Perbedaan bermakna dari nilai rata-rata jumlah kerusakan sel hepar antara kelompok K dan kelompok P1 terjadi karena sel-sel hepar tikus putih pada kelompok P1 mengalami kerusakan akibat pemberian parasetamol dosis toksik, sedangkan sel-sel hepar tikus putih pada kelompok K relatif normal. Hasil tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa


(50)

commit to user

parasetamol dosis toksik mampu menginduksi kerusakan sel hepar akibat adanya metabolit NAPQI yang reaktif dan toksik.

Pembentukkan metabolit NAPQI yang berlebihan hingga mengakibatkan deplesi glutation sel hepar akan menimbulkan reaksi hepatotoksisitas. NAPQI akan membentuk ikatan kovalen dengan gugus sulfhidril pada makromolekul hepatosit dan menimbulkan stres oksidatif. Reaksi antara NAPQI dengan makromolekul hepatosit menyebabkan disfungsi sistem enzim serta kekacauan struktural dan metabolik hepatosit. NAPQI juga dapat memicu terbentuknya radikal bebas baru yang jika bereaksi dengan asam lemak tak jenuh pada membran sel, maka akan menyebabkan terjadinya proses peroksidasi membentuk lipid peroksid. Kerusakan membran sel menyebabkan terganggunya metabolisme energi dan hilangnya pengaturan volume yang dapat berujung pada kematian sel (Goodman et al., 2006; Hoffman et al., 2007; Winarsi, 2007).

Kelompok P2 merupakan kelompok perlakuan dengan pemberian jus semangka merah dosis 2,7gr semangka/200 gr BB tikus putih (dosis I) dan parasetamol dosis toksik, sedangkan kelompok P3 merupakan kelompok perlakuan dengan pemberian jus semangka merah dosis 5,4 gr semangka/200 gr BB tikus putih (dosis II) dan parasetamol dosis toksik. Hasil analisis data kerusakan sel hepar pada kelompok P2 dan kelompok P3 sama-sama menunjukkan perbedaan bermakna dengan kelompok K maupun kelompok P1. Hal ini berarti bahwa pemberian jus semangka merah dengan dosis I maupun dosis II selama 14 hari berturut-turut dapat mengurangi


(51)

commit to user

kerusakan sel hepar tikus putih akibat pemberian parasetamol dosis toksik, tetapi tidak dapat mengembalikan sel hepar tikus putih ke kondisi normal seperti pada kelompok K.

Derajat kerusakan sel hepar pada kelompok P2 lebih besar secara bermakna daripada kelompok P3. Hal ini berarti bahwa peningkatan dosis jus semangka merah dapat meningkatkan efek proteksinya terhadap kerusakan sel hepar tikus putih yang diinduksi parasetamol meskipun tetap tidak dapat mengembalikan sel hepar tikus putih ke kondisi semula.

Menurut Ismail et al. (2010), status stres oksidatif sangat berkaitan dengan terjadinya kerusakan sel-sel hepar. Maellaro et al. (1990) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa kerusakan sel hepar yang diinduksi oleh agen pendeplesi glutation dapat dikurangi dengan pemberian zat-zat antioksidan. Sistem antioksidan, baik enzimatik maupun nonenzimatik, akan mengeliminasi prooksidan dan radikal bebas yang berbahaya bagi kelangsungan hidup sel (DiMascio et al., 1991).

Semangka mengandung antioksidan yang mampu mencegah dan menghambat efek toksik parasetamol. Kandungan beberapa antioksidan maupun zat yang berhubungan dengan antioksidan dalam semangka yaitu vitamin C, vitamin A, enzim GST, dan likopen (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektron kepada senyawa oksidan, dalam hal ini radikal bebas, sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat (Winarsi, 2007).


(52)

commit to user

Likopen menjadi inti dalam penelitian ini karena sebagai antioksidan, likopen memiliki kemampuan mencegah reaksi oksidasi oleh radikal bebas masing-masing dua kali dan sepuluh kali kemampuan beta-karoten (vitamin A) dan alpha-tokoferol (vitamin E) (Siagian, 2005). Antioksidan tersebut mampu memberikan elektron kepada molekul radikal bebas dan memutus reaksi berantai dari radikal bebas sehingga dapat mencegah terjadinya stres oksidatif (Almatsier, 2004). Enzim GST dapat meningkatkan kadar glutathione tubuh. Peningkatan kadar glutathione akan mengisi kembali kekosongannya di dalam tubuh dan dapat digunakan untuk konjugasi NAPQI (Frank, 1995).

Zhang (1997) yang melakukan studi perbandingan kadar retinoid dan beta-retinoid pada jaringan adiposa payudara dan pada penderita kanker payudara, menunjukkan adanya kaitan antara kadar retionoid dan karotenoid (termasuk likopen) dengan menurunnya risiko kanker payudara. Sementara itu, Levy (1995) dari Bagian Biokimia Klinis, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Ben Gurion, menemukan bahwa likopen berperan sebagai penghambat proliferasi sel kanker pada manusia. Pentingnya likopen juga diungkapkan sebuah riset yang dipublikasikan (Erhardt, 2003) dalam

American Journal of Clinical Nutrition, pasien dengan adenoma kolorektal (sebuah polip yang merupakan cikal bakal kanker kolorektal) memiliki kadar likopen 35 persen lebih rendah daripada yang tanpa polip. Dengan kata lain, tubuh memerlukan kemampuan likopen untuk memproteksi sel tubuh dari kerusakan.


(53)

commit to user

Berdasarkan hasil penelitian ini, terbukti bahwa jus semangka merah mempunyai efek proteksi terhadap kerusakan sel hepar yang diinduksi parasetamol dan peningkatan dosis jus semangka merah dapat meningkatkan efek proteksinya terhadap kerusakan sel hepar yang diinduksi parasetamol. Namun, keadaan sel hepar tikus putih yang diberi jus semangka merah selama 14 hari berturut-turut dan parasetamol dosis toksik tidak dapat mencapai derajat normal seperti pada kelompok kontrol.


(54)

commit to user

44 BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Pemberian jus semangka merah peroral selama 14 hari berturut-turut dapat mencegah kerusakan sel hepar tikus putih yang diinduksi parasetamol.

2. Peningkatan dosis jus semangka merah dari dapat meningkatkan efek

proteksi terhadap kerusakan sel hepar tikus putih yang diinduksi parasetamol.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan dosis dan lama pemberian jus semangka yang lebih bervariasi sehingga dapat diketahui dosis dan lama pemberian jus semangka yang paling tepat dan efektif untuk mencegah kerusakan sel hepar tikus putih yang diinduksi parasetamol.

2. Untuk mendapatkan kandungan–kandungan murni dari semangka merah, maka perlu juga dilakukan penelitian dengan menggunakan ekstrak semangka merah.


(1)

parasetamol dosis toksik tanpa jus semangka merah. Hal ini disebabkan oleh efek hepatoprotektif jus semangka merah terhadap efek toksik parasetamol. Tikus putih pada kelompok kontrol yang hanya diberi aquades sebagai plasebo diharapkan hanya mengalami kerusakan hepatosit yang minimal dan akan dianggap sebagai derajat normal. Kelompok kontrol digunakan sebagai pembanding terhadap kelompok parasetamol dan kelompok perlakuan.

Gambaran inti piknosis, karioreksis, dan kariolisis yang ditemukan pada kelompok kontrol terjadi karena adanya proses apoptosis yang secara fisiologi dialami oleh semua sel normal. Setiap sel dalam tubuh akan selalu mengalami penuaan yang diakhiri kematian sel dan digantikan oleh sel-sel baru melalui proses regenerasi (Mitchell dan Cotran, 2007). Selain itu, pengaruh variabel luar yang tidak dapat dikendalikan juga dapat menjadi penyebabnya.

Dari hasil uji Oneway ANOVA, didapatkan perbedaan yang

bermakna dari nilai rata-rata jumlah kerusakan sel hepar tikus putih antara keempat kelompok. Selanjutnya, hasil uji LSD menunjukkan perbedaan bermakna pada semua pasangan antarkelompok data yaitu antara kelompok K-P1, K-P2, K-P3, P1-P2, P1-P3, dan P2-P3.

Perbedaan bermakna dari nilai rata-rata jumlah kerusakan sel hepar antara kelompok K dan kelompok P1 terjadi karena sel-sel hepar tikus putih pada kelompok P1 mengalami kerusakan akibat pemberian parasetamol dosis toksik, sedangkan sel-sel hepar tikus putih pada kelompok K relatif normal. Hasil tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa


(2)

parasetamol dosis toksik mampu menginduksi kerusakan sel hepar akibat adanya metabolit NAPQI yang reaktif dan toksik.

Pembentukkan metabolit NAPQI yang berlebihan hingga mengakibatkan deplesi glutation sel hepar akan menimbulkan reaksi hepatotoksisitas. NAPQI akan membentuk ikatan kovalen dengan gugus sulfhidril pada makromolekul hepatosit dan menimbulkan stres oksidatif. Reaksi antara NAPQI dengan makromolekul hepatosit menyebabkan disfungsi sistem enzim serta kekacauan struktural dan metabolik hepatosit. NAPQI juga dapat memicu terbentuknya radikal bebas baru yang jika bereaksi dengan asam lemak tak jenuh pada membran sel, maka akan menyebabkan terjadinya proses peroksidasi membentuk lipid peroksid. Kerusakan membran sel menyebabkan terganggunya metabolisme energi dan hilangnya pengaturan volume yang dapat berujung pada kematian sel (Goodman et al., 2006; Hoffman et al., 2007; Winarsi, 2007).

Kelompok P2 merupakan kelompok perlakuan dengan pemberian jus semangka merah dosis 2,7gr semangka/200 gr BB tikus putih (dosis I) dan parasetamol dosis toksik, sedangkan kelompok P3 merupakan kelompok perlakuan dengan pemberian jus semangka merah dosis 5,4 gr semangka/200 gr BB tikus putih (dosis II) dan parasetamol dosis toksik. Hasil analisis data kerusakan sel hepar pada kelompok P2 dan kelompok P3 sama-sama menunjukkan perbedaan bermakna dengan kelompok K maupun kelompok P1. Hal ini berarti bahwa pemberian jus semangka merah dengan dosis I maupun dosis II selama 14 hari berturut-turut dapat mengurangi


(3)

kerusakan sel hepar tikus putih akibat pemberian parasetamol dosis toksik, tetapi tidak dapat mengembalikan sel hepar tikus putih ke kondisi normal seperti pada kelompok K.

Derajat kerusakan sel hepar pada kelompok P2 lebih besar secara bermakna daripada kelompok P3. Hal ini berarti bahwa peningkatan dosis jus semangka merah dapat meningkatkan efek proteksinya terhadap kerusakan sel hepar tikus putih yang diinduksi parasetamol meskipun tetap tidak dapat mengembalikan sel hepar tikus putih ke kondisi semula.

Menurut Ismail et al. (2010), status stres oksidatif sangat berkaitan dengan terjadinya kerusakan sel-sel hepar. Maellaro et al. (1990) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa kerusakan sel hepar yang diinduksi oleh agen pendeplesi glutation dapat dikurangi dengan pemberian zat-zat antioksidan. Sistem antioksidan, baik enzimatik maupun nonenzimatik, akan mengeliminasi prooksidan dan radikal bebas yang berbahaya bagi kelangsungan hidup sel (DiMascio et al., 1991).

Semangka mengandung antioksidan yang mampu mencegah dan menghambat efek toksik parasetamol. Kandungan beberapa antioksidan maupun zat yang berhubungan dengan antioksidan dalam semangka yaitu vitamin C, vitamin A, enzim GST, dan likopen (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektron kepada senyawa oksidan, dalam hal ini radikal bebas, sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat (Winarsi, 2007).


(4)

Likopen menjadi inti dalam penelitian ini karena sebagai antioksidan, likopen memiliki kemampuan mencegah reaksi oksidasi oleh radikal bebas masing-masing dua kali dan sepuluh kali kemampuan beta-karoten (vitamin A) dan alpha-tokoferol (vitamin E) (Siagian, 2005). Antioksidan tersebut mampu memberikan elektron kepada molekul radikal bebas dan memutus reaksi berantai dari radikal bebas sehingga dapat mencegah terjadinya stres oksidatif (Almatsier, 2004). Enzim GST dapat meningkatkan kadar glutathione tubuh. Peningkatan kadar glutathione akan mengisi kembali kekosongannya di dalam tubuh dan dapat digunakan untuk konjugasi NAPQI (Frank, 1995).

Zhang (1997) yang melakukan studi perbandingan kadar retinoid dan beta-retinoid pada jaringan adiposa payudara dan pada penderita kanker payudara, menunjukkan adanya kaitan antara kadar retionoid dan karotenoid (termasuk likopen) dengan menurunnya risiko kanker payudara. Sementara itu, Levy (1995) dari Bagian Biokimia Klinis, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Ben Gurion, menemukan bahwa likopen berperan sebagai penghambat proliferasi sel kanker pada manusia. Pentingnya likopen juga diungkapkan sebuah riset yang dipublikasikan (Erhardt, 2003) dalam

American Journal of Clinical Nutrition, pasien dengan adenoma kolorektal

(sebuah polip yang merupakan cikal bakal kanker kolorektal) memiliki kadar likopen 35 persen lebih rendah daripada yang tanpa polip. Dengan kata lain, tubuh memerlukan kemampuan likopen untuk memproteksi sel tubuh dari kerusakan.


(5)

Berdasarkan hasil penelitian ini, terbukti bahwa jus semangka merah mempunyai efek proteksi terhadap kerusakan sel hepar yang diinduksi parasetamol dan peningkatan dosis jus semangka merah dapat meningkatkan efek proteksinya terhadap kerusakan sel hepar yang diinduksi parasetamol. Namun, keadaan sel hepar tikus putih yang diberi jus semangka merah selama 14 hari berturut-turut dan parasetamol dosis toksik tidak dapat mencapai derajat normal seperti pada kelompok kontrol.


(6)

commit to user

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Pemberian jus semangka merah peroral selama 14 hari berturut-turut dapat mencegah kerusakan sel hepar tikus putih yang diinduksi parasetamol.

2. Peningkatan dosis jus semangka merah dari dapat meningkatkan efek

proteksi terhadap kerusakan sel hepar tikus putih yang diinduksi parasetamol.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan dosis dan lama pemberian jus semangka yang lebih bervariasi sehingga dapat diketahui dosis dan lama pemberian jus semangka yang paling tepat dan efektif untuk mencegah kerusakan sel hepar tikus putih yang diinduksi parasetamol.

2. Untuk mendapatkan kandungan–kandungan murni dari semangka merah, maka perlu juga dilakukan penelitian dengan menggunakan ekstrak semangka merah.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Jus Buah Semangka Merah (Citrullus vulgaris) Terhadap Motilitas Dan Viabilitas Tikus Putih (Rattus Novergicus Strain Wistar) Jantan Yang Di induksi Alkohol

0 8 25

Pengaruh Pemberian Jus Buah Semangka Merah (Citrullus vulgaris) Terhadap Jumlah Sel Leydig Tikus Putih (Rattus norvegicus strain Wistar ) Jantan yang Di Induksi Alkohol

3 52 21

Pengaruh Pemberian Jus Buah Semangka Merah (Citrullus vulgaris) Terhadap Jumlah Sel Spermatozoa Tikus Putih (Rattus Novergicus Strain Wistar) Jantan Setelah Pemberian Alkohol

0 39 22

PENGARUH PEMBERIAN JUS BUAH SEMANGKA MERAH (CITRULLUS VULGARIS) TERHADAP BERAT VESIKULA SEMINALIS DAN JUMLAH LAPISAN SEL SPERMATOGENIK TIKUS PUTIH (RATTUS NORVEGICUS STRAIN WISTAR) JANTAN YANG DIPAPAR ALKOHOL

1 9 25

Efek Pemberian Jus Jeruk manis (Citrus aurantium l.) Sebagai Hepatoprotektor Terhadap Kerusakan Histolgis Hepar Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus strain wistar) Yang Diinduksi Asetaminofen

0 38 17

EFEK HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK BUAH PEDADA (Sonneratia caseolaris) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

1 3 55

EFEK PEMBERIAN MADU TERHADAP KERUSAKAN SEL HEPAR MENCIT (Mus musculus) AKIBAT PAPARAN PARASETAMOL

0 6 59

PENGARUH JUS BUAH SEMANGKA MERAH (Citrullus vulgaris) TERHADAP KERUSAKAN SEL GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI PARASETAMOL

1 4 54

PENGARUH PEMBERIAN PROPOLIS TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK.

0 0 12

EFEK DIURESIS EKSTRAK SEMANGKA KUNING BERBIJI (CITRULLUS LANATUS) PADA TIKUS PUTIH JANTAN (RATTUS NORVEGICUS).

0 0 11