Studi Deskriptif Mengenai Resilience pada Korban Bencana Letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo.

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan dilakukan dengan metode survei. Judul penelitian ini “Studi Deskriptif Mengenai Resilience pada Korban Bencana Letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui derajat resilience pada korban Bencana Letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo.

Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu convenience sampling dengan jumlah responden 152. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner resilience yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori dari Bonnie Benard (2004), sebanyak 77 item dengan 10 item yang ditolak dan 67 item yang diterima.

Perhitungan validitas item-item resilience dengan uji korelasi Rank Spearman di dalam program SPSS 20.0 diperoleh hasil validitas yang berkisar antara 0,318 sampai dengan 0,594. Perhitungan relisbilitas menggunakan Alpha Cronbach menunjukkan hasil 0,907.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa korban bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo lebih banyak memiliki resilience yang sedang dibanding dengan resiliensi rendah dan resilience tinggi. Korban bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo yang memiliki resiliensi sedang sebanyak 46,7%, resiliensi yang rendah 27,6% dan resiliensi yang tinggi 25,7%.

Saran bagi korban yang memiliki resilience rendah diharapkan dapat meningkatkan resilience dengan cara meningkatkan keinginan membangun relasi dengan sesama korban atau orang lain dengan cara bersikap ramah dan menghargai orang lain agar mampu menjalin relasi yang postif, meningkatkan keinginan untuk mencari bantuan dari keluarga atau orang lain saat mendapatkan masalah dalam menjalani hidup, agar dapat saling tukar pikiran sehingga korban dapat belajar dari pengalaman orang lain dan hal tersebut membantu dalam membuat solusi dan menentapkan tujuan hidup yang jelas.


(2)

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

This research is a descriptive research by survey method. This research is titled “Descriptive Study Regarding Resilience on Disaster Victims Eruption of Mounth Sinabung in District Karo”. The purpose of this research is to determine the degree of resilience in disaster victims eruption of Mount Sinabung in Karo District.

The sampling technique in research is random sampling and the number of sample for for this research is 152. Measuring instrument that used in the research is resilience questionnaire that is compiled by researcher based on Bonnie Benard (2004) theory, 77 acceptable items with 10 items are being rejected and 67 acceptable items.

Calculation of the validity of the items resilience with Spearman rankccorrelation test in SPSS 20.0 program validity range from 0.318 to 0.594. Calculation of the reliabilitas using Cronbach Alpha shows results at 0,907.

Result showed that the victims eruption of mounth Sinabung in District Karo have moderat resilience compare with low resilience and high resilience. Victims eruption of mounth Sinabung in District Karo have moderat resilience 46,7%, low resilience 27,6% and high resilience 25,7%.

Suggestions for victims who have resilience low is expected to increase resilience by increasing the desire to build relationships with other victims or other people by being friendly and respect for others in order to be able to establish relationships with positive, increasing willingness to are looking for help from family or others while getting a problems in living, in order to exchange thoughts so that victims can learn from the experiences of others and it helps in creating solutions and specify a clear purpose in life.


(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR BAGAN ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10

1.3.1 Maksud penelitian ... 10

1.3.2 Tujuan penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ... 10

1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 10

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 10

1.5 Kerangka Pemikiran... 11

1.6 Asumsi ... 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resilience ... 21


(4)

v

Universitas Kristen Maranatha

2.1.1 Definisi Resilience ... 21

2.1.2 Personal Strenghts ... 21

2.2 Masa Dewasa Awal... 28

2.2.1 Perkembangan Fisik Masa Dewasa Awal ... 29

2.2.2 Perkembangan Kognitif Masa Dewasa Awal ... 29

2.3 Masa Dewasa Madya ... 30

2.3.1 Karakteristik Masa Dewasa Madya ... 30

2.3.1.1 Perkembangan Fisik ... 30

2.4 Psikologi Bencana ... 31

2.4.1 Pengertian Bencana ... 31

2.4.2 Dampak Bencana ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 34

3.2 Bagan Prosedur Penelitian ... 34

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 35

3.3.1 Variabel Penelitian ... 35

3.3.2 Definisi Konseptual ... 35

3.3.3 Definisi Operasional ... 35

3.4 Alat Ukur ... 39

3.4.1 Alat Ukur Resilience ... 39

3.4.2 Prosedur Pengisian ... 40

3.4.3 Sistem Penilaian ... 40

3.4.4 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 41


(5)

3.4.5.1 Validitas Alat Ukur ... 42

3.4.5.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 42

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 43

3.5.1 Populasi Sasaran ... 43

3.5.2 Karakteristik Sampel ... 43

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 44

3.6 Teknik Analisis Data... 44

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden ... 45

4.2 Hasil Penelitian ... 48

4.2.1 Derajat Resilience ... 48

4.2.2 Tabulasi Silang antara Aspek-aspek Resilience dengan Resilience ... 49

4.2.3 Tabulasi Silang antara Resilience dengan Data Demografi ... 50

4.3 Pembahasan... 57

4.4 Diskusi ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 68

5.2 Saran ... 69

5.2.1 Saran Teoretis ... 69

5.2.2 Saran Praktis ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 71

DAFTAR RUJUKAN ... 72 LAMPIRAN


(6)

vii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Kisi-kisi Alat Ukur ... 39

Tabel 3.2 Skoring Alat Ukur ... 40

Tabel 3.3 Kategori Resilence ... 41

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 45

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 45

Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan ... 45

Tabel 4.4 Gambaran Responden Berdasarkan Status Marital ... 46

Tabel 4.5 Gambaran Responden Berdasarkan Jumlah Anak Sekolah ... 46

Tabel 4.6 Gambaran Responden Berdasarkan Kesehatan Setelah Bencana ... 46

Tabel 4.7 Gambaran Responden Berdasarkan Asal Desa ... 47

Tabel 4.8 Gambaran Responden Berdasarkan Tempat Tinggal Setelah Bencana ... 47

Tabel 4.9 Gambaran Responden Berdasarkan Kerugian Akibat Bencana ... 47

Tabel 4.10 Gambaran Responden Berdasarkan Penghasilan Setelah Bencana ... 48

Tabel 4.11 Derajat Resilience ... 48

Tabel 4.12 Tabulasi Silang antara Resilience dengan Social Competence ... 49

Tabel 4.13 Tabulasi Silang antara Resilience dengan Problem Solving Skills ... 49

Tabel 4.14 Tabulasi Silang antara Resilience dengan Autonomy ... 49

Tabel 4.15 Tabulasi Silang antara Resilience dengan Sense of Purpose and Bright Future .... 50

Tabel 4.16 Tabulasi Silang antara Resilience dengan Usia ... 50

Tabel 4.17 Tabulasi Silang antara Resilience dengan Jenis kelamin ... 51

Tabel 4.18 Tabulasi Silang antara Resilience dengan Pendidikan ... 51

Tabel 4.19 Tabulasi Silang antara Resilience dengan Status marital... 52

Tabel 4.20 Tabulasi Silang antara Resilience dengan jumlah anak sekolah ... 53


(7)

Tabel 4.22 Tabulasi Silang antara Resilience dengan Asal desa ... 54

Tabel 4.23 Tabulasi Silang antara Resilience dengan tempat tinggal ... 55

Tabel 4.24 Tabulasi Silang antara Resilience dengan Kerugian ... 56

Tabel 4.25 Tabulasi Silang antara Resilience dengan Penghasilan ... 56


(8)

ix Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran ... 19 Bagan 3.1 Prosedur Penelitian ... 34


(9)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Lampiran 2 Kisi-kisi Alat Ukur Lampiran 3 Perhitungan Statistik Lampiran 4 Surat Izin Penelitian

Lampiran 5 Formulir Pengesahan Pengambilan Data


(10)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Secara geografis wilayah Indonesia sebagian besar terletak di kawasan rawan bencana alam dan memiliki banyak gunung berapi yang masih aktif. Oleh karena itu penduduk Indonesia diharapkan mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, termasuk lingkungan alam meskipun dalam keadaan sulit seperti saat terjadi bencana. Dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana menjelaskan, bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkain peristiwa yang disebabkan oleh alam, berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

Salah satu bencana alam yang terjadi di Indonesia ialah letusan gunung api. Dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana menjelaskan letusan gunung api dapat berupa awan panas, lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas beracun, sunami dan banjir lahar. Letusan gunung Sinabung yang berada di Kabupaten Karo, Sumatra Utara merupakan contoh letusan gunung api yang terjadi di Indonesia. Gunung Sinabung sudah lama mengalami “dormasi” (tidur) karena erupsi terakhir terjadi sekitar 400 silam tahun yang lalu sebelum kembali meletus pada tanggal 27 Agustus 2010 (Edward Panggabean, 2014). Sejak meletus kembali gunung Sinabung terus-menerus menunjukkan aktifitas yang meningkat hingga Mei 2016. Sebanyak 33 desa yang berada di sekitar kaki gunung Sinabung terkena dampak dari erupsi. Diantaranya desa di radius 3 Kilometer yakni desa Bekerah, Simacem dan Sukamerih. Desa-desa tersebut merupakan desa yang mengalami kerusakan terparah dan tidak dapat dihuni lagi karena lokasinya paling dekat


(11)

dengan gunung Sinabung. Sebanyak 1.255 jiwa (389 KK) warga dari desa Bekerah, Simacem dan Sukameriah harus direlokasikan (Dekson H, 2014).

Sebelum terjadi letusan gunung Sinabung warga dari ke-tiga desa tersebut menjalani hidup mandiri dan berkecukupan dalam memenuhi kebutuhan keluarga dengan bertani atau berternak. Secara teratur setiap tiga bulan warga menikmati hasil panen atau setiap hari memetik biji kopi di lahan sendiri ataupun lahan sewa. Warga desa yang bekerja sebagai wiraswasta juga masih dapat bercocok tanam di ladang sendiri dengan memperkerjakan aron atau bertani sendiri. Warga yang memiliki warung akan berdagang pagi dan sore hari, di siang hari masih dapat bekerja di ladang sendiri. Apabila masih memiliki anak kecil dapat mengajak anaknya ke ladang sambil bekerja. Warga-warga di desa ini tinggal di rumah sendiri bersama keluarganya atau sewa. Demikian pula di desa-desa tersebut tersedia fasilitas seperti tempat ibadah dan sekolah dalam kondisi yang sangat memadai.

Tinggal di daerah pegunungan memberikan banyak keuntungan bagi warga-warga desa di atas sebelum bencana terjadi karena kesuburuhan tanahnya sehingga memudahkan warga bercocok tanam. Tanah yang subur tersebut juga sangat membantu warga untuk mengurangi biaya dalam bertani karena tidak memerlukan pestisida atau pupuk secara berlebihan untuk merawat tanamannya. Warga juga dapat menanam sayur-mayur di lahan mereka masing-masing untuk di konsumsi sendiri atau untuk dijual. Di desa tersebut juga tersedia air bersih yang mencukupi kebutuhan hidup warga untuk memasak, mencuci dan mandi.

Gambaran kehidupan di atas tiba-tiba harus berubah akibat bencana letusan gunung Sinabung. Letusan gunung Sinabung mengakibatkan kerugian fasilitas materi yang tidak kecil bagi warga yang tinggal di sekitar kaki gunung Sinabung. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho menaksir kerugian akibat kerusakan sejak 15 September 2013 hingga akhir 2014 diperkirakan mencapai Rp 1,49 triliun. Kerugian tersebut meliputi kerugian pertanian, perkebunan,


(12)

3

Universitas Kristen Maranatha peternakan, perdagangan, pariwisata, perikanan, UKM dan industri yaitu Rp 896,64 miliar. Kerugian sektor pemukiman Rp 501 miliar dan infrastruktur Rp 23,65 miliar (Erie Prasetyo, 2015). Ini artinya dampak dari letusan gunung Sinabung mencakup ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Permasalahan di bidang ekonomi, berupa kerusakan sektor pertanian yang sekaligus dampak terbesar bagi warga. Sebagian besar warga yang semula petani kini beralih pekerjaan menjadi buruh tani (dalam bahasa Karo disebut aron). Kenyataan ini menurunkan penghasilan warga karena pekerjaan sebagai aron hanya menghasilkan upah yang tidak sepadan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Saat letusan gunung itu terjadi banyak warga mengalami gagal panen tanaman, selain kehilangan hewan ternak yang tidak sempat diselamatkan. Bahkan korban dari desa Sukameriah harus berlari menyelamatkan diri sehingga tidak sempat menyelamatkan barang-barang miliknya, kecuali pakaian yang melekat di tubuhnya.

Menurunnya penghasilan mengakibatkan keterbatasan dana untuk bidang pendidikan anak-anak. Sebelum letusan gunung Sinabung pekerjaan yang dilakukan ibu-ibu korban biasanya hanya pekerjaan ringan seperti memetik kopi di ladang sendiri namun setelah letusan gunung Sinabung korban harus bekerja keras, berupa mencangkul di ladang orang lain. Ada juga korban yang tidak dapat bekerja setelah letusan gunung Sinabung karena masih memiliki anak yang kecil dan tidak ada yang menjaga anak jika orangtuanya bekerja. Sebelum letusan gunung Sinabung korban dapat bekerja di ladang sendiri sambil menjaga anak dengan leluasa. Setelah letusan gunung Sinabung korban tidak dapat memilih bekerja sebagai aron sambil merawat atau menjaga anak dengan bebas.

Erupsi yang berkepanjangan memaksa korban harus tinggal di pengungsian. Korban telah tinggal di tempat pengungsian lebih dari dua tahun. Selama di pengungsian korban harus berbagi tempat untuk tidur dengan korban yang lain, korban juga merasa sulit untuk tidur di malam hari karena di tempat pengungsian yang sangat berisik. Sulit untuk tidur


(13)

membuat jam tidur korban berkurang sehingga di pagi harinya korban merasakan lemas dan sulit berkonsentrasi saat menjalankan aktifitasnya. Fasilitas yang tersedia di tempat pengungsian juga kurang memadai seperti toilet yang kurang banyak sehingga korban harus berbagi menggunakan toilet, selain itu banyak toilet di tempat pengungsian yang sudah rusak. Tidak jarang terkadang korban bertengkar dengan pengungsi lain yang tidak mau antri untuk ke toilet. Korban juga merasakan kesulitan untuk mendapatkan air untuk memenuhi kebutuhan untuk memasak, mandi dan mencuci kain. Kekurangan air bersih berdampak pada kesehatan korban selama tinggal di pengungsian seperti gatal-gatal. Di pengungsian korban masak di dapur umum dan korban masak secara bergantian di bantu oleh para relawan. Selera makan korban sering menurun karena makanan yang disediakan yang telalu lembek dan menu makanan yang sangat sederhana. Selera makan yang menurun membuat jadwal makan korban tidak teratur dan kurangnya asupan dalam tubuh sehingga memberikan dampak negatif bagi kesehatan korban seperti terserang penyakit maag.

Dampak letusan gunung Sinabung membuat kesedihan yang mendalam bagi korban, status gunung yang tidak stabil membuat korban harus lebih lama tinggal di pengungsian dan harus di relokasi. Keadaan yang secara tiba-tiba berubah akibat letusan gunung Sinabung membuat korban kaget dan kurang memiliki persiapan untuk menghadapinya. Letusan gunung Sinabung dapat memberikan perubahan bagi korban seperti perubahan pada cara berpikir, tingkah laku, kebiasaan korban dan kehilangan kehidupan yang teratur. Perubahan tersebut memaksa korban untuk dapat beradaptasi dengan keadaan yang serba sulit tersebut yang biasanya disebut dengan resilience. Untuk dapat beradapasti dengan keadaan yang baru tersebut dapat membuat korban stres karena tekanan yang dialami akibat letusan gunung Sinabung.

Penelitian Warsini (2014) menyatakan korban letusan gunung berapi biasanya terkena dampak distress (tekanan) psikososial, khususnya pada orang dewasa antara 18 dan 59 tahun,


(14)

5

Universitas Kristen Maranatha baik orang dewasa yang bekerja dan orang dewasa dan berpendidikan. Stress yang dialami korban sejak terjadinya bencana letusan gunung Sinabung seperti mengalami kesulitan untuk tidur dengan nyenyak karena terbayang-bayang dengan letusan gunung Sinabung, kurang dapat menjaga kesehatan tubuh sehingga sering terserang penyakit, korban juga mengalami kebosanan karena letusan gunung Sinabung yang sudah berlangsung hampir empat tahun terakhir tanpa dan tidak diketahui kapan akan berakhir. Hilangnya harta benda membuat korban kurang termotivasi untuk dapat membuat kehidupan yang lebih baik. Korban juga menjadi mudah marah dan mudah tersinggung jika ada orang yang menyinggung kondisinya setelah bencana.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Taneh Karo, Jhonson Tarigan menyatakan bahwa selama tinggal di pengungsian korban banyak mengalami stres dan tidak mengetahui apa yang harus dilakukan setelah letusan gunung Sinabung sehingga ada korban yang hanya menunggu bantuan di pengungsian atau tidak bekerja namun ada juga warga yang berusaha sendiri untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Para anggota keluarga juga jarang bertemu satu sama lain setelah tinggal di pengungsian, berbeda dengan saat masih tinggal bersama di rumah masing-masing. Oleh karena itu pemerintah membuat kebijakan baru agar korban tidak tinggal di pengungsian lagi dan dapat berkumpul bersama-sama dengan keluarganya. Pada Juni 2014 pemerintah memberikan uang sewa untuk rumah sebanyak Rp.1.800.000,00 dan sewa lahan untuk bertani sebanyak Rp. 2.000.000,00 untuk tiga bulan kepada setiap kepala keluarga. Selain itu pemerintah telah membuat relokasi yang sedang dalam tahap penyelesaian untuk desa Bekerah, Simacem dan Sukameriah di daerah Siosar Kecamatan Merek Kabupaten Karo.

Kebijakan pemerintah agar korban tidak tinggal di tempat pengungsian dan mencari rumah sewa sendiri membuat beban korban semakin besar. Korban menyatakan bahwa uang


(15)

sewa rumah dan sewa lahan yang diberikan oleh pemerintah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan para korban. Untuk mengatasi hal tersebut sebagain besar warga desa dari Bekerah dan Simacem memilih tinggal di bangunan Universitas Karo yang sudah tidak dipakai dengan keharusan membayar uang listrik sendiri. Hal tersebut cukup membantu bagi korban karena tidak harus menyewa rumah dan mengeluarkan biaya yang lebih banyak. Berbeda dengan korban dari desa Sukameriah yang memilih untuk tinggal di simpang desa Gurukinayan dan di desa-desa di Kabupaten Karo.

Berdasarkan kondisi yang dialami oleh korban tidak mudah untuk dilalui, korban diharapkan mampu untuk beradaptasi dengan keadaan yang menekan. Dalam kondisi sulit tersebut ada korban yang merasa terpuruk dan pasrah dengan masa depannya karena telah kehilangan rumah dan lahan untuk bertani. Selain itu, ada korban yang mencoba bangkit dari tekanan hidup seperti beberapa diantara korban yang memilih untuk berusaha sendiri dan memulai hidup baru dengan tinggal di lahan warga dan bertani. Salah satunya di desa Kacinambun korban sudah tinggal di desa tersebut hampir tiga tahun dan telah mendapatkan hasil dari tanaman yang ditanam. Selain itu solusi korban yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarga dengan bekerja menjadi aron (buruh tani) dan membuat gantungan kunci untuk dijual. Perbedaan tersebut mungkin berkaitan dengan resilience. Resilience adalah kemampuan individu untuk dapat beradaptasi dengan baik dan berfungsi dengan baik walaupun di tengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan (Benard, 2004). Menurut Benard (2004), individu yang memiliki resilience yang tinggi dapat bertahan dan berkembang walaupun dalam situasi yang menekan. Resilience terdiri dari empat aspek, yaitu social competence, problem solving skills, autonomy, sense of purpose and bright future.

Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan terhadap lima belas orang korban gunung Sinabung yang bersal dari desa Bekerah, Sukameriah dan Simacem diperoleh gambaran 80%


(16)

7

Universitas Kristen Maranatha (12 orang) mampu menjalin relasi dan berempati dengan keluarga, teman dan tetangga, korban mampu menceritakan kesulitan yang sedang dialami akibat bencana gunung Sinabung (social competence). Korban masih dapat membantu korban lain yang membutuhkan bantuan walaupun sama-sama dalam keadaan yang sulit misalnya, dengan memberikan bantuan berupa meminjamkan selimut kepada korban lain yang membutuhkan di pengungsian. Sebanyak 20 % (3 orang) tidak menceritakan kesulitan yang mereka alami kepada orang lain dan kurang dapat membantu orang lain karena merasa bahwa dia sendiri masih membutuhkan bantuan dari orang lain (social competence). Social competence adalah seberapa mampu korban bencana untuk membangun suatu relasi dan kedekatan yang positif terhadap orang lain.

Sebanyak 67% (10 orang) korban bencana gunung Sinabung dapat membuat solusi dan membuat perencanaan untuk menghadapi musibah yang dihadapi (problem solving skills). Mayoritas matapencarian korban bencana sebagai petani tetapi karena letusan gunung Sinabung mereka tidak dapat bekerja lagi dan lahan pertanian korban yang sudah tidak dapat digunakan sehingga mengakibatkan penghasilan korban bencana menurun, solusi yang korban buat untuk menghadapi kondisi tersebut dengan mencari pekerjaan sebagai buruh (aron) di ladang warga yang membutuhkan bantuan, korban mendapatkan upah harian dari hasil kerja yang korban pergunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Korban juga masih dapat membuat perencanaan setelah terjadi letusan gunung Sinabung seperti membuat rencana untuk menyewa lahan pertanian warga untuk bercocok tanam dan berencana untuk meminjam modal kepada saudara untuk membuka toko (warung). Sedangkan 33 % (5 orang) korban bencana gunung Sinabung tidak memiliki solusi dan rencana untuk menghadapi cobaan yang dihadapi, korban bencana belum dapat memikirkan solusi dan rencana untuk kedepan karena pikiran korban yang masih kacau dan korban pasrah dengan kondisi yang


(17)

dialami (problem solving skills). Problem solving skills adalah suatu cara untuk mencari jalan keluar dari masalah yang ada.

Sebanyak 60% (9 orang) mampu mengubah kesedihan yang dialami oleh korban menjadi kegembiraan dengan cara menghibur, korban mampu menghibur diri sendiri agar tidak larut dalam kesedihan (autonomy). Selain menghibur diri sendiri korban juga mampu menghibur korban lain yang bersedih atau melamun dengan menceritakan hal-hal yang lucu. Sebanyak 40% (6 orang) kurang mampu menghibur diri sendiri atau menghibur sesama korban gunung Sinabung (autonomy). Autonomy dapat diartikan sebagai kemampuan untuk bertindak mandiri/bebas dan dapat mengontrol lingkungannya..

Sebanyak 40 % (6 orang) merasa yakin akan masa depan yang lebih baik, korban yakin dengan kemampuan yang dimiliki dan jika berusaha akan membuat korban lebih baik selain itu keyakinan spiritual korban juga sangat membantu untuk bangkit kembali dan berusaha semaksimal mungkin untuk menata kehidupan korban agar lebih baik (sense of purpose and bright future). Sedangkan 60 % (9 orang) tidak yakin dengan masa depan yang lebih baik setelah mengalami bencana karena korban harus memulai dari nol untuk mendapatkan rumah dan lahan pertanian (sense of purpose and bright future). Sense of purpose adalah kekuatan untuk mengarahkan mulai dari goal secara optimis dan dengan cara yang kreatif dengan kepercayaan yang mendalam tentang keberadaan dirinya dan memiliki keyakinan akan hidup yang berarti.

Dari hasil survei awal dapat dilihat bahwa derajat resilience yang dimiliki oleh masyarakat korban bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo berbeda-beda. Penelitian tentang resilience yang telah dilakukan pada korban bencana antara lain : Rachmat Prayogi Novrianto (2011), menyatakan bahwa korban gempa bumi Cikelet dewasa awal dan madya memiliki resilience yang rendah. Elsha Fara (2012) menyatakan bahwa resilience sebagian besar partisipan dalam kelompok dewasa awal yang mengalami bencana sunami


(18)

9

Universitas Kristen Maranatha 2004 tergolong sedang. Lavinia A.N (2010) menyatakan bahwa sebagian besar kepala kelurga korban bencana Situ Gintung memiliki resilience yang tinggi.

Penelitian ini akan meneliti korban bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal dan madya, karena jika dilihat dari tugas perkembangan orang dewasa diharapkan lebih mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan yang menekan karena orang dewasa memiliki pemikiran yang logis dan mampu melihat sisi baik dan buruk dari suatu kejadian sehingga memungkinkan orang dewasa tetap dapat membuat perencanaan dalam menghadapi masalah. Dengan kemampuan tersebut orang dewasa cenderung dinilai mampu untuk mengembangkan cara-cara yang efektif dalam menghadapi situasi yang menekan seperti bencana.

Resilience sangat penting bagi kehidupan korban bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten karo untuk tetap dapat bertahan di kondisi yang menekan. Setelah tejadi letusan gunung Sinabung banyak perubahan yang terjadi begitu cepat dalam kehidupan korban, untuk dapat bertahan dalam situasi menekan tersebut korban perlu mengembangkan kemampuan dalam dirinya sedemikian rupa untuk mampu melewati kondisi sulit tersebut secara efektif. Korban yang memiliki resilience yang tinggi, akan mampu keluar dari permasalahan akibat bencana dengan cepat dan tidak berlarut-larut bertahan dalam kondisi yang menekan. Letusan gunung Sinabung yang membuat korban mengalami tekanan ekonomi, dengan resiliensi tinggi yang korban akan lebih cepat keluar dari krisis ekonomi tersebut, begitu juga saat pengambilan keputusan korban yang memiliki resilience yang tinggilah yang akan lebih cepat mengambil keputusan saat berada di dalam situasi sulit. Resilience pada korban bencana letusan gunung Sinabung sangat penting untuk diteliti untuk mendapatkan gambaran resiliensi korban agar cepat beradaptasi dengan situasi sulit. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang derajat resilience korban bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo.


(19)

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana derajat resilience pada korban bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Memperoleh gambaran mengenai resilience pada korban bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran mengenai derajat resilience pada korban bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo yang dijaring melalui aspek social competence, problem solving skills, autonomy dan sense of purpose and bright future.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

1) Memberi informasi bagi ilmu psikologi sosial mengenai resilience pada masyarakat korban bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo.

2) Memberikan masukan informasi serta pertimbangan bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai resilience, khususnya pada masyarakat korban bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1) Sebagai informasi dan masukan bagi masyarakat korban bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo mengenai resilience mereka, sehingga menjadi bahan pertimbangan untuk mengevaluasi diri untuk meningkatkan resilience pada korban


(20)

11

Universitas Kristen Maranatha bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo untuk dapat beradaptasi secara positif walaupun dalam kondisi yang menekan.

2) Memberikan informasi bagi Pemerintah Kabupaten Karo diantaranya kepada Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpolinmas), Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan kepada kepala desa Bekerah, Simacem dan Sukameriah mengenai gambaran derajat resilience pada masyarakat korban bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo, sebagai bahan pertimbangan untuk merancang program-program untuk meningkatkan derajat resilience pada korban.

1.5 Kerangka Pemikiran

Bencana alam adalah salah satu hal yang dapat menjadi rintangan dalam menjalani hidup. Banyak masalah dan hambatan yang harus dihadapi oleh korban setelah terjadinya benca alam. Begitu juga bagi korban bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo yang mengalami dampak dari bencana tersebut khususnya masyarakat dari desa Bekerah, Simacem dan Sukameriah karena desa yang mengalami kerusakan terparah sehingga tidak dapat dihuni lagi. Dampak yang dialami oleh masyarakat diantaranya adalah kehilangan harta benda, tempat tinggal atau rumah, ladang, sekolah dan tempat-tempat ibadah dan kehilangan pekerjaan (adversity). Hal tersebut membuat warga dari desa-desa tersebut harus mengungsi dan mengosongkan desa untuk tinggal di pengungsian. Kebijakan pemerintah yang mewajibkan korban untuk tidak tinggal di pengungsian dan menyewa rumah sendiri menambah beban tersendiri bagi para korban. Uang sewa rumah dan uang sewa lahan yang diberikan oleh pemerintah dirasa tidak cukup karena itu korban harus dapat bekerja lebih giat untuk biaya kebutuhan hidup keluarga dan biaya pendidikan anak. Selama tinggal di pengungsian korban gelisah karena keadaan hidupnya saat ini selain itu keadaan gunung yang


(21)

masih belum jelas kapan akan berakhir membuat korban gelisah, selain itu korban juga sering sakit (adversity). Letusan gunung Sinabung yang berkepanjangan membuat korban putus asa dan kurang memiliki motivasi dalam diri untuk bangkit kembali menata kehidupannya dan korban mudah tersinggung jika ada oaring lain yang membicarakan keadaannya saat ini (adversity). Hal tersebut membuat korban mengalami tekanan dalam menjalani hidup dan hal tersebut dapat memicu munculnya stress (adversity).

Letusan gunung Sinabung menuntut korban untuk dapat melakukan penyesuaian diri di atas kemampuan yang dimilikinya. Jika dilihat pada tahap perkembangan, diantaranya korban berada pada tahap perkembangan dewasa awal dan dewasa madya. Pada tahap perkembangan ini, korban sudah dapat berpikir logis dan dapat melakukan adaptasi secara pragmatis terhadap kenyataan, korban mampu untuk mengatur pemikiran operasional formal dengan baik sehingga memungkinkan untuk merencanakan dan membuat hipotesis dari permasalahan yang dihadapinya setelah letusan gunung Sinabung (Santrock, 2002). Dengan kemampuan yang dimiliki tersebut individu yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal dan madya diharapakan mampu untuk mencari cara-cara yang efektif untuk mengatasi tekanan akibat letusan gunung Sinabung. Pada penelitian ini akan meneliti korban letusan gunung Sinabung usia dewasa awal dan dewasa madya (untuk selanjutnya korban letusan gunung Sinabung usia dewasa awal dan madya akan ditulis dengan sebagai korban). Korban diharapkan dapat beradaptasi dan mencari jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi setelah meletusnya gunung Sinabung untuk dapat menjalankan hidup lebih baik lagi atau yang sering disebut dengan resilience.

Dalam Benard (2004), menyatakan kemampuan individu untuk dapat beradaptasi dengan baik dan berfungsi dengan baik walaupun di tengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan disebut dengan resilience. Resilience akan mengubah individu menjadi survivor dan berkembang. Dengan adanya resilience pada individu yang


(22)

13

Universitas Kristen Maranatha menjadi korban tidak hanya dapat bertahan dengan situasi yang menekan, mereka juga dapat berkembang secara positif. Korban yang mengalami kondisi tertekan karena dampak dari letusan gunung Sinabung diharapkan mampu untuk mengatur perilaku mereka agar tetap positif dalam menghadapi kesulitan dan tidak menjadikan kesulitan tersebut menjadi alasan untuk lemah. Benard (2004), mengemukakan personal strengts adalah hasil perkembangan positif dari resilience yang dapat dilihat, diamati dan diukur. Personal strengts terdiri dari empat aspek resilience yaitu social competence, problem solving skills, autonomy dan sense of purpose and bright future.

Kemampuan korban bencana untuk dapat beradaptasi terhadap situasi yang menekan atau situasi sulit dapat dilihat dari ke empat aspek-aspek yang ada di dalam resilience. Korban yang memiliki resilience yang tinggi, mampu beradaptasi dengan baik dan berfungsi dengan baik walaupun dalam kondisi banyak tekanan akibat letusan gunung Sinabung yang dapat dilihat dari ke empat aspek resilience yang akan dijabarkan sebagai berikut. Aspek yang pertama, social competence adalah kemampuan dan tingkah laku untuk dapat membangun suatu relasi dan kedekatan yang positif terhadap orang lain (Benard, 2004). Korban yang memiliki social competence mampu membangun suatu relasi dan kedekatan yang positif dengan orangtua, kakak, adik, anak, dan sesama korban letusan gunung Sinabung yang dapat dilihat dari kemampuan responsiveness, communication, emphaty and caring dan compassion, altruism and forgiveness. Korban yang memiliki social competence, mampu membangun respon positif terhadap orang lain (responsiveness). Ketika berelasi korban mampu mengungkapkan pendapat mereka kepada orang lain tanpa menyinggung perasaan orang tersebut (communication). Korban dapat mendengarkan cerita dan memahami kesulitan yang dialami oleh orang lain (emphaty and caring). Korban memiliki kepedulian untuk membantu mengurangi kesulitan atau kesengsaraan yang dialami oleh anggota keluarganya atau orang lain atau korban lain, keinginan untuk membantu tersebut lebih kepada keinginan


(23)

sendiri untuk memenuhi kebutuhan orang lain serta mampu untuk memaafkan diri sendiri dan orang lain (compassion, altruism and forgiveness ).

Aspek kedua problem solving skills merupakan kemampuan untuk mencari jalan ke luar dari masalah yang ada (Benard, 2004). Korban yang memiliki problem solving skills mampu untuk mencari jalan ke luar dari dampak letusan gunung Sinabung untuk melanjutkan kehidupan lebih baik yang dapat dilihat dari kemampuan planning, flexibility, resourcefulness dan critical thinking and insight. Korban dapat membuat rencana untuk mencari ladang atau lahan warga yang dapat digunakan untuk bertani (planning). Ketika korban tidak dapat menjalankan perencanaan yang telah dibuat, korban mampu untuk membuat solusi alternatif lain untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi, sehingga korban tidak terpaku hanya pada satu solusi yang telah ditetapkan saja (flexibility). Korban juga mampu untuk mempertahankan diri dan mampu mengenali serta mempergunakan segala sumber bantuan dukungan dari orang lain (resourcefulness). Selain itu korban juga mampu berpikir kritis dan mampu menganalisis kondisi sulit yang dihadapi, korban dapat mengerti bahwa letusan gunung Sinabung tidak akan menghancurkan masa depannya sehingga korban tidak mudah menyerah walaupun dalam situasi yang sulit. Jika dilihat dari tahap perkembangan, individu dewasa awal memiliki kemampuan kognitif yang baik dan memiliki pemikiran operasional formal dan menunjukkan adaptasi dengan cara pragmatis dengan kenyataan yang ada. Kondisi fisik pada masa dewasa awal mencapai puncaknya dan merupakan kondisi yang paling sehat (Santrock, 2002). Dengan kemampuan tersebut diharapkan dewasa awal dapat berpikir logis dan membuat rencana atau membuat jalan keluar ketika menghadapi tekanan karena letusan gunung Sinabung.

Aspek ketiga autonomy merupakan kemampuan untuk mandiri dan mampu untuk mengontrol lingkungan (Benard, 2004). Korban memiliki kemampuan untuk dapat hidup lebih mandiri dan mampu mengontrol lingkungannya yang dapat dilihat dari positive identity,


(24)

15

Universitas Kristen Maranatha internal locus of control and initiative, self effifacy and mastery, adaptive distancing and resistence, self awareness and mindfulness dan humor. Korban yang memiliki autonomy, mampu menilai diri sebagai individu yang kuat dan positif dan memiliki komitmen yang yang kuat untuk tetap dapat bekerja dengan lancar walau sedang menghadapi musibah (positive identity). Korban mampu mengontrol diri sendiri dalam melakukan pekerjaan, berusaha keras dan mengambil resiko untuk dapat membentuk kembali hidup mereka agar lebih baik. Setelah menentukan suatu tujuan korban mampu untuk memotivasi diri sendiri untuk dapat mencapai tujuan tersebut (internal locus of control and intiative). Korban yakin terhadap kekuatan diri sendiri serta memiliki kompeten dalam mencoba suatu hal untuk membuat hidup mereka lebih baik. Korban merasa masih kompeten dalam melakukan suatu hal karena mereka memiliki pengalaman yang dapat mengutkan diri mereka sendiri. Disaat korban memiliki suatu keyakinan bahwa mereka dapat bangkit maka biasanya mereka akan tetap berusaha dan mencoba segala sesuatu untuk dapat membuat mereka bangkit kembali dan menata masa depan mereka walaupun banyak rintangan yang mereka hadapi akibat dampak letusan gunung Sinabung (self effifacy and mastery).

Korban dapat menyadari pengaruh buruk yang dapat mempengaruhi korban dan mampu mengambil jarak dari pengaruh buruk tersebut sehingga korban tetap dapat berusaha untuk membuat kehidupannya menjadi lebih baik walaupun banyak tekanan (adaptive distancing and resistence). Korban menyadari keadaan emosi dirinya sendiri dan tetap dapat mengontrol emosi tersebut sehingga emosi tersebut tidak mempengaruhi dirinya saat menghadapi masalah, korban menyadari bahwa keadaan sulit yang mereka alami hanya sementara dan keadaan mereka akan lebih baik kedepannya (self awareness and mindfulness). Korban mampu mengubah kemarahan dan kesedihan yang dialami menjadi kegembiraan (humor). Santrock (2002), menyatakan bahwa kriteria yang menunjukkan masa dewasa awal adalah kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam membuat keputusan. Di


(25)

usia 34 sampai 50 tahun adalah kelompok usia yang paling sehat, paling tenang, paling bisa untuk mengontrol diri dan juga paling bertanggung jawab menurut Levinson & Peskin, 1981 (dalam Santrock, 2002). Tahap perkembangan pada dewasa madya terdapat komitmen yang lebih besar terhadap pekerjaan seiring bertambahnya usia, bekerja dengan lebih serius, tingkat ketidakhadiran semakin sedikit, lebih banyak mencurahkan diri pada pekerjaan pada masa dewasa madya. Dengan tahap perkembangan tersebut diharapkan korban letusan gunung Sinabung dapat menghadapi tekanan dengan cara berusaha sekuat tenaga untuk membuat hidup lebih baik dan diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan tekanan-tekanan akibat letusan gunung Sinabung. Komitmen yang dimiliki dewasa madya untuk bekerja diharapkan dapat diterapkan dalam keadaan menekan dengan tetap berusaha dengan mandiri untuk mendapatkan atau mencari pekerjaan di dituasi yang menekan. Walaupun dalam keadaan yang menekan diharapkan korban dapat bekerja dengan lebih serius dan lebih baik untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Aspek keempat sense of purpose and bright future merupakan kemampuan untuk mengarahkan goal secara optimis dan kreatif dengan memiliki kepercayaan yang mendalam tentang keberadaan diri dan kehidupan yang berarti (Benard, 2004). Korban yang memiliki sense of purpose and bright future memiliki kemampuan untuk mengarahkan goal mereka seperti untuk tetap dapat bertahap hidup dalam keadaan yang menekan yang dapat dilihat dari goal direaction, achievement motivation, and educational aspirations, special interest, creativity, and imagination, optimism and hope dan faith, spirituality and sense of meaning. Korban memiliki dorongan dalam diri sendiri untuk dapat mencapai tujuan hidup yang telah ditetapkan setelah terjadi bencana, korban membuat perencanaan dan dapat memotivasi diri sendiri untuk mencapai tujuan tersebut (goal direaction, achievement motivation, and educational aspirations). Korban tetap dapat menjalankan hobi yang dimilikinya walaupun dalam kondisi sulit dan saat korban melakukan hobi tersebut korban dapat memberikan


(26)

17

Universitas Kristen Maranatha penghiburan bagi dirinya sendiri (special interest, creativity, and imagination). Korban memiliki keyakinan yang positif dan harapan yang kuat akan kehidupan yang lebih baik yang membuat korban semakin kuat dan bertahan dalam mengahadapi musibah. (optimism and hope). Kondisi yang sulit yang dialami korban tidak membuat korban lupa akan Tuhan yang dipercayainya. Korban tetap dapat mendalami agamanya (spiritualistas) menjadi pegangan bagi korban dan tidak menyalahkan Tuhan atas apa yang dialmainya sehingga korban tetap percaya bahwa Tuhan yang akan memberikan pertolongan baginya (faith, spirituality and sense of meaning).

Korban yang memiliki resilience sedang, cukup mampu beradaptasi dengan baik dan berfungsi dengan baik di tengah kondisi yang banyak tekanan akibat letusan gunung Sinabung. Korban cukup mampu membangun relasi dan kedekatan positif dengan orang lain (social competence ), cukup mampu mencari jalan keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi (problem solving skills), cukup mampu untuk bertindak mandiri mengontrol lingkungannya yang sulit (autonomy) dan cukup mampu dalam menentukan tujuan hidupnya yang jelas serta cukup optimis tujuan tersebut dapat dicapainya (sense of purpose and bright future).

Sedangkan korban yang memiliki resilience rendah, kurang mampu beradaptasi dengan baik dan kondisi lingkungan akibat letusan gunung Sinabung juga membuat korban kurang mampu untuk berfungsi dengan baik. Korban kurang mampu membangun relasi dengan orang-orang disekitarnya (social competence). Korban kurang mampu membangun respon positif terhadap orang lain, saat menyampaikan pendapat menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dengan apa yang dirasakan oleh orang lain dan hanya mementingkan kepentingan sendiri. Hal ini dapat membuat korban merasa kesulitan dan tidak mampu menceritakan apa yang dirasakan atau menceritakan kesulitan yang dialami kepada orang lain. Korban kurang dapat melakukan perencanaan untuk mencari alternaif solusi dari


(27)

permasalahan yang dihadapi, kurang dapat mengetahui kepada siapa korban harus mencari bantuan atau dukungan dan tidak dapat mencari makna dari musibah yang dialami (problem solving skills). Korban menilai diri lemah, tidak yakin dengan kemampuan yang dimiliki dan kurang memiliki komitmen untuk bekerja serta tidak mampu mengontrol diri untuk tetap dapat berjuang memperbaiki kehidupan mereka menjadil lebih baik setelah bencana. Korban juga kurang dapat menghindarkan diri dari pengaruh buruk yang berasal dari lingkungan atau orang lain. Musibah yang mereka alami membuat korban larut dalam kesedihan dan korban kurang mampu mengubah kesedihan tersebut menjadi kegembiraan serta korban cenderung emosional dalam menghadapi musibah (autonomy). Korban kurang memiliki dorongan dalam diri untuk mencapai suatu tujuan dalam hidupnya sehingga ia juga kurang memiliki motivasi dalam hidupnya dan keyakinan yang diperoleh dari agama dan harapan yang positif dalam diri untuk dapat membuat masa depan yang lebih baik. Korban juga kurang mampu untuk melakukan hobi yang dimilikinya untuk dapat mengurangi kesedihan yang dialami akibat bencana (sense of purpose and bright).

Dalam penelitian ini, penulis juga menggali data demografi yang berhubungan dengan korban bencana letusan gunung Sinabung. Data demografi yang di jaring adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, status marital, jumlah anak yang sekolah, kesehatan, asal desa, tempat tinggal, kerugian dan penghasilan. Setiap korban memiliki latar belakang demografi yang berbeda-beda yang dapat memberi pengaruh pada resilience. Misalnya usia, usia yang lebih tua dianggap lebih resilience dari pada usia yang lebih muda. Resilience dapat dipengaruhi oleh protective factors yang terdiri dari high expectation, caring relationships, dan participation and contribution namun pada penelitian ini peneliti tidak meneliti protective factors tersebut. Berdasarkan uraian diatas, berikut skema kerangka pikir mengenai resilience pada korban bencana gunung Sinabung di Kabupaten Karo sebagai berikut


(28)

19

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran

Korban Bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo

Tinggi

Personal Strength - Social Competence - Problem Solving

Skills - Autonomy

- Sense of Purpose and Bright Future

Data Demografi - Usia

- Jenis Kelamin - Pendidikan terakhir - Status Marital - Jumlah anak - Kesehatan - Asal desa - Tempat tinggal - Kerugian/kehilangan

harta benda - Penghasilan

Resilience

Adversity Sedang

Rendah Gejala Psikis

1. Gelisah 2. Putus asa 3. Sakit

4. Mudah tersinggung

Gejala Fisik 1. Kehilangan

pekerjaan

2. Kehilangan rumah 3. Kehilangan lahan 4. Harus direlokasi


(29)

1.6Asumsi

1. Derajat resilience yang dimiliki korban bencana letusan gunung Sinabung dari desa Bekerah, Sukameriah dan Simacem berbeda-beda.

2. Derajat resilience korban bencana letusan gunung Sinabung dari desa Bekerah, Sukameriah dan Simacem dapat diukur melalui aspek social competence, problem solving skills, autonomy, sense of purpose and bright future.

3. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi derajat resilience pada korban bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo dapat berasal dari data demografi.


(30)

68 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 152 korban bencana letusan guung Sinabung di Kabupaten Karo mengenai resilience dapat disimpulkan sebagai berikut :

1) Secara umum korban letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo memiliki resilience yang tergolong sedang sekitar 46,7%. Korban dengan resilience yang sedang dapat dilihat dari aspek social competence (27,0%), problem solving skills (31,6%), autonomy (33,6%), dan sense of purpose and bright future (29,6%) yang kesemuanya tergolong sedang.

2) Korban bencana letusan gunung Sinabung dengan resilience yang tergolong rendah sekitar 27,6%. Korban dengan resilience yang rendah dapat dilihat dari aspek social competence (17,1%), problem solving skills (22,4%), autonomy (23,0%), dan sense of purpose and bright future (17,8%) yang kesemuanya tergolong rendah.

3) Korban bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo dengan resilience yang tinggi sekitar 25,7%. Korban dengan resilience yang tinggi dapat dilihat dari aspek social competence (17,1%), problem solving skills (22,4%), autonomy (22,4%), dan sense of purpose and bright future (17,8%) yang kesemuanya tergolong tinggi. 4) Tabulasi silang antara data utama dengan data sosiodemografik, responden dengan

resilience tinggi yaitu dewasa madya (17,1%), perempuan (16,4%), SMA (13,8%), menikah (21,1%), tidak memiliki anak yang sekolah (10,5%), sehat (22,4%), asal desa Simacem (13,8%), tinggal di relokasi Siosar (12,5%), kerugian ± ≤ Rp.150.000.000,00 (11,8%), dan penghasilan ± Rp.501.000,00 – Rp.2.000.000,00 (13,2%).


(31)

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

Dari hasil penelitian yang diperoleh, berikut beberapa saran yang diberikan oleh peneliti bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian ini, untuk :

1. Melakukan penelitian mengenai hubungan antara resilience dengan data demografi pada korban bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo.

2. Meneliti mengenai hubungan antara resilience dengan protective factors pada korban bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo.

3. Meneliti kontribusi antara resilience dengan stress pada korban bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo.

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi keluarga korban bencana diharapkan dapat saling memberikan dukungan dan berdiskusi satu sama lain. Seperti dengan saling mengkomunkasikan mengenai kesulitan yang dialami masing-masing anggota keluarga agar anggota keluarga lain dapat memberikan saran atau jalan keluar yang tebaik dalam menghadapi kesulitan yang dialami.

2. Bagi korban yang memiliki resilience sedang dan rendah agar dapat menggunakan penelitian ini sebagai evaluasi diri untuk meningkatkan resilience. Terkhusus bagi korban yang memiliki resilience rendah diharapkan dapat meningkatkan resilience dengan cara meningkatkan keinginan membangun relasi dengan sesama korban atau orang lain dengan cara bersikap ramah dan menghargai orang lain agar mampu menjalin relasi yang postif, meningkatkan keinginan untuk mencari bantuan dari keluarga atau orang lain saat mendapatkan masalah dalam menjalani hidup, agar dapat


(32)

70

Universitas Kristen Maranatha saling tukar pikiran sehingga korban dapat belajar dari pengalaman orang lain dan hal tersebut membantu dalam membuat solusi dan menentapkan tujuan hidup yang jelas. 3. Bagi pemerintahan di Kabupaten Karo diantaranya untuk Badan Kesatuan Bangsa,

Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpolinmas), Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan kepada kepala desa Bekerah, Simacem dan Sukameriah. Dapat menggunakan hasil dari penelitian ini sebagai informasi untuk dapat menentukan program konseling (bimbingan pelatihan) atau seminar bagi korban bencana untuk meningkatkan resilience korban.


(33)

BENCANA LETUSAN GUNUNG SINABUNG

DI KABUPATEN KARO

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh sidang sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Disusun oleh :

JAINI FRIANI BR PERANGIN-ANGIN NRP : 1130181

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS PSIKOLOGI

BANDUNG 2016


(34)

(35)

(36)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugrahNya, peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha ini. Skripsi ini berjudul “Studi Deskriptif Mengenai Resilience pada Korban Bencana Letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Dalam Skripsi ini, peneliti menyadari bahwa terdapat kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan Skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan sebagai perbaikan penulisan berikutnya.

Selama penyusunan Skripsi ini, peneliti banyak menemukan berbagai kendala dan dapat dilalui berkat dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Irene P. Edwina, M. Si., Psik, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranahta Bandung.

2. Dra. Sianiwati S. Hidayat, M.Si., Psikolog, selaku koordinator mata kuliah Usulan Penelitian di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranahta Bandung.

3. Dr. Henndy Ginting, Psikolog, selaku pembimbing utama yang telah sabar, menyediakan waktu dan tenaga untuk membimbing, memberikan saran, masukan, referensi, serta memberikan motivasi kepada peneliti untuk menyelesaikan penelitian ini.

4. Fundianto M.Psi., Psikolog selaku pebimbing pendamping yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan penjelasan, memberi saran serta motovasi dalam penyusunan penelitian ini.


(37)

5. Evi Ema Victoria Polii, M.A, selaku dosen wali yang telah memberikan perhatian dan pengarahan bagi peneliti dalam menjalani perkuliahan dan menyelesaikan penelitian ini.

6. Masyarakat dari Desa Bekerah, Simacem dan Sukameriah yang telah membantu sebagai responden dalam penelitian ini.

7. Kedua orangtuaku, yang selalu mendoakan, memberi semangat, memenuhi kebutuhan peneliti selama ini, sering menghubungi peneliti untuk memberi nasehat agar tetap semangat dalam menyusun skripsi ini dan selalu mendoakan peneliti.

8. Kedua saudaraku terkasih, Jaipi dan Jaisa terimakasih untuk dukungan yang kalian berikan selama ini. Untuk Jaisa yang telah berkorban untuk meminjamkan laptopnya selama ini sehingga penelitian ini dapat dikerjakan sampai selesai.

9. Ceviani, Inka, Penita, Pebinta, Sartika, Delviani, Oktavianus, Martianus, Aldi, Andrio, dan Alvino yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan agar secepatnya menyelesaikan penelitian ini dan sering menghubungi dari media sosial.

10. Bapak Tulis Ginting selaku Pembina Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat, Bapak Jhonson selaku Sekretaris BPBD Kabupaten Karo dan kepala desa dari Bekerah, Simacem dan Sukameriah yang telah memberikan izin dan informasi.

11. Teman-teman sejak SMA Irna, Rianty, Sanderson, Asni, Rani dan Anggi yang selalu memberi motivasi buat peneliti.

12. Rara, Grecia, Eva, Carolina, Shinta, Steffanie, Ado, yang selalu bersedia mendengarkan cerita, keluhan peneliti dan memberi motivasi untuk menyelesaikan rancangan penelitian ini.

13. Kakak Wana, bang Suwandy, Kardo, Joy, Dheby, Chandra, Tika yang telah memberikan dukungan bagi peneliti.


(38)

14. Fine, Venska, Agnes, kak Siska, kak Vira dan kak Yessy yang telah banyak memberi motivasi dan bantuan dalam penyusunan penelitian ini.

15. Teman-teman Psikologi Maranatha dan pihak-pihak yang tidak bisa peneliti sebut satu persatu di sini, yang telah memberikan bantuan dan dukungan bagi peneliti.

16. Para pengurus perpustakaan dan Tata Usaha Fakultas Psikologi, yang telah membantu peneliti dalam penyelesaian penyusunan penelitian ini.

Peneliti menyadari, bahwa skrispsi ini masih sangat banyak kekurangan karena keterbatasan yang ada. Oleh karena itu peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membantu.

Akhir kata, peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pihak-pihak lain yang memerlukan.

Bandung, Mei 2016


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Barends, M.S. 2004. Overcoming adversity : An investigation of the role of resilience constructs in the relationship between socioeconomic and demographic factors and academic coping.

Benard Bonnie.2004. Resiliency: What We Have Learned. San Fransisco : West Ed

Bonano, G.A., Galea, S., Bucciarelli, A., and Vlahov, D. 2007 “What psycho-logical resilience after disaster ? The rore of demographics, resources and life stress”

Gulo, W.2002.Metodologi Penelitian. Jakarta : Pt Grasindo

Hans Selya. 1950.Stress and the General Adaption Syndrome.London: British Medical Journal.

Reivich, K. And Shatte, A. 2002. The Resiliency Factor : 7 Keys To Finding Your Inner Strength And Overcoming Life’s Hurdles. New York: Three Rivers Press

Rusmiyati Chatarina dan Hikmawati Enny. 2012. Penanganan Dampak Sosial Psikologis Korban Bencana Merapi.

Rusmiyati, Chatarina dan Enny Hikmawati. 2012. Penanganan Dampak Sosial Psikologis Korban Bencana Merapi Informasi, Vol. 17, No. 02

Santrock, John W. 2002. Life Development Perkembangan Masa Hidup Jilid 2.Jakarta: Penerbit Erlangga

Sugiyono, Prof.DR. 2005. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta

Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta

Sugiyono. 2007. “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”. Bandung : Alfabeta Warsini Sri., et al. 2014. The Psychosocial Impact of the Environmental Damage Caused by


(40)

73 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

A, Lavinia N. 2010. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Resiliensi Pada Kepala Keluarga Korban Bencana Situ Gintung Pasca Bencana yang Berada di Pengungsian Kertamukti Jakarta. Skripsi : Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Edward Panggabean. 2014. Amuk Sinabung Setelah Tidur 400 Tahun. http://news.liputan6.com/read/816225/amuk-sinabung-setelah-tidur-400-tahun,

diakses Juni.

Erie Prasetyo. 2015. http://news.okezone.com/read/2015/06/14/340/1165299/bnpb-kerugian-erupsi-gunung-sinabung-mencapai-rp1-49-triliun,diakses September 2015.

Fara, Elsha. 2012. Resiliensi Pada Dewasa Awal Berlatar Belakang Budaya Aceh Yang Mengalami Bencana Tsunami 2004 Skripsi : Fakultas Psikologi Program Studi Sarjana Reguler Universitas Indonesia Depok.

H, Dekson. 2014. http://www.martabesumut.com/berita-2911-1255-warga-desa-sukameriah-bekerah-dan-simacem-terancam-perlu-direlokasi-dari-gunung-sinabung.html,diakses Mei 2015.

http://daerah.sindonews.com/read/1018202/191/hujan-abu-gunung-sinabung-kerugian-sektor-pertanian-rp817-miliar-1435579251, diakses September 2015.

http://daerah.sindonews.com/read/1018202/191/hujan-abu-gunung-sinabung-kerugian-sektor- pertanian-rp817-miliar-1435579251, diakses Juni 2015.

http://www.academia.edu/11916197/Penanganan_kondisi_piskologis_untuk_korban_bencana _erupsi_Gunung_Sinabung.

http://www.bnpb.go.id/pengetahuan-bencana/definisi-dan-jenis-bencana, diakses September 2015.

http://www.penataanruang.com/rawan-letusan-gunung-api-dan-gempa-bumi.html,diakses Mei 2015.

Panduan Penulisan Skripsi Sarjana Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung. Edisi Revisi Juli 2015.

Pedoman Penulisan Skripsi (Februari 2009). Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Pratiwi, Ratih Putri. Sumbangan Psikologi Klinis Dalam Assessment Gangguan Psikologi Korban Bencana Alam.

Prayogi, Rachmat Novrianto. 2011. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Resiliensi Pada Korban Bencana Alam Usia Dewasa awal dan Madya di Kecamatan Cikelet, Garut


(41)

Retnowati Sofia dan Munawarah Siti Mukadimatul. 2009. Hardiness, harga Diri, Dukungan Sosial dan Depresi Pada Remaja Penyitas Bencana Di Yogyakarta.

Skripsi : Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, http://www.bnpb.go.id/pengetahuan-bencana/definisi-dan-jenis-bencana, diakses April 2015.


(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugrahNya, peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha ini. Skripsi ini berjudul “Studi Deskriptif Mengenai Resilience pada Korban Bencana Letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Dalam Skripsi ini, peneliti menyadari bahwa terdapat kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan Skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan sebagai perbaikan penulisan berikutnya.

Selama penyusunan Skripsi ini, peneliti banyak menemukan berbagai kendala dan dapat dilalui berkat dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Irene P. Edwina, M. Si., Psik, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranahta Bandung.

2. Dra. Sianiwati S. Hidayat, M.Si., Psikolog, selaku koordinator mata kuliah Usulan Penelitian di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranahta Bandung.

3. Dr. Henndy Ginting, Psikolog, selaku pembimbing utama yang telah sabar, menyediakan waktu dan tenaga untuk membimbing, memberikan saran, masukan, referensi, serta memberikan motivasi kepada peneliti untuk menyelesaikan penelitian ini.

4. Fundianto M.Psi., Psikolog selaku pebimbing pendamping yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan penjelasan, memberi saran serta motovasi dalam penyusunan penelitian ini.


(2)

5. Evi Ema Victoria Polii, M.A, selaku dosen wali yang telah memberikan perhatian dan pengarahan bagi peneliti dalam menjalani perkuliahan dan menyelesaikan penelitian ini.

6. Masyarakat dari Desa Bekerah, Simacem dan Sukameriah yang telah membantu sebagai responden dalam penelitian ini.

7. Kedua orangtuaku, yang selalu mendoakan, memberi semangat, memenuhi kebutuhan peneliti selama ini, sering menghubungi peneliti untuk memberi nasehat agar tetap semangat dalam menyusun skripsi ini dan selalu mendoakan peneliti.

8. Kedua saudaraku terkasih, Jaipi dan Jaisa terimakasih untuk dukungan yang kalian berikan selama ini. Untuk Jaisa yang telah berkorban untuk meminjamkan laptopnya selama ini sehingga penelitian ini dapat dikerjakan sampai selesai.

9. Ceviani, Inka, Penita, Pebinta, Sartika, Delviani, Oktavianus, Martianus, Aldi, Andrio, dan Alvino yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan agar secepatnya menyelesaikan penelitian ini dan sering menghubungi dari media sosial.

10. Bapak Tulis Ginting selaku Pembina Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat, Bapak Jhonson selaku Sekretaris BPBD Kabupaten Karo dan kepala desa dari Bekerah, Simacem dan Sukameriah yang telah memberikan izin dan informasi.

11. Teman-teman sejak SMA Irna, Rianty, Sanderson, Asni, Rani dan Anggi yang selalu memberi motivasi buat peneliti.

12. Rara, Grecia, Eva, Carolina, Shinta, Steffanie, Ado, yang selalu bersedia mendengarkan cerita, keluhan peneliti dan memberi motivasi untuk menyelesaikan rancangan penelitian ini.

13. Kakak Wana, bang Suwandy, Kardo, Joy, Dheby, Chandra, Tika yang telah memberikan dukungan bagi peneliti.


(3)

14. Fine, Venska, Agnes, kak Siska, kak Vira dan kak Yessy yang telah banyak memberi motivasi dan bantuan dalam penyusunan penelitian ini.

15. Teman-teman Psikologi Maranatha dan pihak-pihak yang tidak bisa peneliti sebut satu persatu di sini, yang telah memberikan bantuan dan dukungan bagi peneliti.

16. Para pengurus perpustakaan dan Tata Usaha Fakultas Psikologi, yang telah membantu peneliti dalam penyelesaian penyusunan penelitian ini.

Peneliti menyadari, bahwa skrispsi ini masih sangat banyak kekurangan karena keterbatasan yang ada. Oleh karena itu peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membantu.

Akhir kata, peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pihak-pihak lain yang memerlukan.

Bandung, Mei 2016


(4)

72 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Barends, M.S. 2004. Overcoming adversity : An investigation of the role of resilience constructs in the relationship between socioeconomic and demographic factors and academic coping.

Benard Bonnie.2004. Resiliency: What We Have Learned. San Fransisco : West Ed

Bonano, G.A., Galea, S., Bucciarelli, A., and Vlahov, D. 2007 “What psycho-logical

resilience after disaster ? The rore of demographics, resources and life stress”

Gulo, W.2002.Metodologi Penelitian. Jakarta : Pt Grasindo

Hans Selya. 1950.Stress and the General Adaption Syndrome.London: British Medical Journal.

Reivich, K. And Shatte, A. 2002. The Resiliency Factor : 7 Keys To Finding Your Inner

Strength And Overcoming Life’s Hurdles. New York: Three Rivers Press

Rusmiyati Chatarina dan Hikmawati Enny. 2012. Penanganan Dampak Sosial Psikologis Korban Bencana Merapi.

Rusmiyati, Chatarina dan Enny Hikmawati. 2012. Penanganan Dampak Sosial Psikologis Korban Bencana Merapi Informasi, Vol. 17, No. 02

Santrock, John W. 2002. Life Development Perkembangan Masa Hidup Jilid 2.Jakarta: Penerbit Erlangga

Sugiyono, Prof.DR. 2005. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta

Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta

Sugiyono. 2007. “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”. Bandung : Alfabeta Warsini Sri., et al. 2014. The Psychosocial Impact of the Environmental Damage Caused by


(5)

73 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

A, Lavinia N. 2010. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Resiliensi Pada Kepala Keluarga Korban Bencana Situ Gintung Pasca Bencana yang Berada di Pengungsian Kertamukti Jakarta. Skripsi : Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Edward Panggabean. 2014. Amuk Sinabung Setelah Tidur 400 Tahun. http://news.liputan6.com/read/816225/amuk-sinabung-setelah-tidur-400-tahun,

diakses Juni.

Erie Prasetyo. 2015. http://news.okezone.com/read/2015/06/14/340/1165299/bnpb-kerugian-erupsi-gunung-sinabung-mencapai-rp1-49-triliun,diakses September 2015.

Fara, Elsha. 2012. Resiliensi Pada Dewasa Awal Berlatar Belakang Budaya Aceh Yang Mengalami Bencana Tsunami 2004 Skripsi : Fakultas Psikologi Program Studi Sarjana Reguler Universitas Indonesia Depok.

H, Dekson. 2014. http://www.martabesumut.com/berita-2911-1255-warga-desa-sukameriah-bekerah-dan-simacem-terancam-perlu-direlokasi-dari-gunung-sinabung.html,diakses Mei 2015.

http://daerah.sindonews.com/read/1018202/191/hujan-abu-gunung-sinabung-kerugian-sektor-pertanian-rp817-miliar-1435579251, diakses September 2015.

http://daerah.sindonews.com/read/1018202/191/hujan-abu-gunung-sinabung-kerugian-sektor- pertanian-rp817-miliar-1435579251, diakses Juni 2015.

http://www.academia.edu/11916197/Penanganan_kondisi_piskologis_untuk_korban_bencana _erupsi_Gunung_Sinabung.

http://www.bnpb.go.id/pengetahuan-bencana/definisi-dan-jenis-bencana, diakses September 2015.

http://www.penataanruang.com/rawan-letusan-gunung-api-dan-gempa-bumi.html,diakses Mei 2015.

Panduan Penulisan Skripsi Sarjana Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung. Edisi Revisi Juli 2015.

Pedoman Penulisan Skripsi (Februari 2009). Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Pratiwi, Ratih Putri. Sumbangan Psikologi Klinis Dalam Assessment Gangguan Psikologi Korban Bencana Alam.

Prayogi, Rachmat Novrianto. 2011. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Resiliensi Pada Korban Bencana Alam Usia Dewasa awal dan Madya di Kecamatan Cikelet, Garut


(6)

74

Universitas Kristen Maranatha Retnowati Sofia dan Munawarah Siti Mukadimatul. 2009. Hardiness, harga Diri, Dukungan

Sosial dan Depresi Pada Remaja Penyitas Bencana Di Yogyakarta.

Skripsi : Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, http://www.bnpb.go.id/pengetahuan-bencana/definisi-dan-jenis-bencana, diakses April 2015.