Tingkat resiliensi korban bencana alam letusan Gunung Sinabung (studi deskriptif pada siswai kelas VII SMP Negeri 1 Naman Teran , Karo, Sumatera Utara)

(1)

i

TINGKAT RESILIENSI KORBAN BENCANA ALAM LETUSAN GUNUNG SINABUNG

(Studi deskriptif pada siswa/i kelas VII SMP Negeri 1 Naman Teran , Karo, Sumatera Utara)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

oleh:

Zena Vania Br Ginting 131114040

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

i

TINGKAT RESILIENSI KORBAN BENCANA ALAM LETUSAN GUNUNG SINABUNG

(Studi deskriptif pada siswa/i kelas VII SMP Negeri 1 Naman Teran , Karo, Sumatera Utara)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

oleh:

Zena Vania Br Ginting 131114040

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(3)

(4)

(5)

iv

HALAMAN MOTTO

TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi

ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari

ini kaulakukan dengan setia Ulangan 28 : 13

Hidup ini sederhana, pikiranmulah yang rumit. Jika ingin lebih bahagia,

sederhanakan pikiramu


(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk…

Tuhan Yesus yang senantiasa melimpahkan berkatnya, menuntun,menjaga dan memberikan kekuatan setiap waktu.

Tanah Karo Simalem. Kampung Halamanku

Orangtua terkasih,

Bapak Firman Ginting dan Mamak Johanna Br Sembiring yang telah memberikan cinta,nasihat,dukungan dan yang selalu mengingatkan bahwa hidup ini adalah hal

mengasihi dan perjuangan.

Abang tercinta Gio Vanni Ginting yang selalu saya banggakan dan saya kagumi.

Adek Rhea Aldora Br Ginting tersayang yang selalu bersedia menjadi teman bertengkar dan menjadi semangat untuk memberikan contoh yang baik.

Keluarga besar Ginting dan Sembiring yang selalu memberikan semangat dan kasih sayang yang tak terhingga.

Serta seluruh teman-teman dan sahabat yang selalu setia

mengingatkan,mendengarkan dan menemani Zena selama menjalani pendidikan di Universitas Sanata Dharma

Teman-Teman Permata GBKP Kabanjahe Kota dan Yogyakarta yang selalu mendukung dan mendoakan.


(7)

(8)

(9)

viii ABSTRAK

TINGKAT RESILIENSI KORBAN BENCANA ALAM LETUSAN GUNUNG SINABUNG

(Studi Deskriptif pada siswa/I kelas VII SMP Negeri 1 Naman Teran,Karo Sumatera Utara)

Zena Vania Br Ginting Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai : 1) tingkat resiliensi pada siswa/i SMP Negeri 1 Naman Teran korban bencana alam Letusan Gunung Sinabung, 2) aspek-aspek resiliensi yang mana pada siswa/I kelas VII SMP Negeri 1 Naman Teran Korban Bencana Alam Letusan Gunung Sinabung yang mendapat skor terendah.

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskrpitif.Subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 1 Naman Teran yang berjumlah 40 orang.Instrumen penelitian ini berupa kuesioner resiliensi yang diadaptasi dari Resilience Quotient Test (RQ Test) oleh Reivich & Shatte terdiri dari 56 item yang dikembangkan dari aspek-aspek resiliensi Reivich & Shatte. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan tabulasi skor dari masing-masing item,menghitung skor total masing-masing-masing-masing responden,menghitung skor total dari masing-masing item, selanjutnya mengkategorisasikan tingkat resiliensi siswa berdasarkan distribusi normal. Kategori ini terdiri dari lima jenjang yaitu sangat tinggi,tinggi,sedang,rendah dan sangat rendah.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah (1) Resiliensi pada siswa SMP Negeri 1 Naman Teran termasuk dalam kategori sangat rendah (100%).(2) Berdasarkan analisis terhadap butir-butir resiliensi, diperoleh 3 butir item yang masuk kedalam aspek Pencapaian (Reacing Out), Regulasi Emosi (Emotion Regulation), Kemampuan Menganalisis Masalah (Casual Analysis).


(10)

ix ABSTRACT

RESILIENCY LEVEL OF THE NATURAL DISASTER VICTIMS OF MT. SINABUNG ERUPTION

(A descriptive study on 2nd grade students of Naman Teran 1 Junior High School, Karo, North Sumatera)

Zena Vania Br. Ginting Sanata Dharma University

2017

This research is intended to describe: 1) the Resiliency level of2nd grade students of Naman Teran 1 Junior High School as the victims of Mt. Sinabung eruption, 2) resiliency aspects with lowest score among 2nd grade students of Naman Teran 1 Junior High School.

The research is a descriptive research with the 40 students of 2nd grade students of Naman Teran 1 Junior High School. The instrument applied to this research is an adapted version of resiliency questionnaire from Resilience Quotient Test (RQ Test) from Reivich and Shatte with 56 items of questions developed from their respective resilience aspects. The analysis techniques are score tabulation of each item, calculation of the total score of each respondent, calculation of the total score of each item, and classification based on the level of students resiliency based on normal distribution level. The category consists of five levels; very high, high, medium, low, and very low.

The results of the research are: (1) The resiliency level on the students of Naman Teran 1 Junior High School is noted at a very low level (100%). (2) Based on the analysis of the resiliency items, there are 3 items included in the aspects; Reaching Out, Emotion Regulation, and Casual Analysis.


(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih karuniaNya yang sangat luar biasa dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik dan lancar.

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan dari Program Studi Bimbingan dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Disadari bahwa selama penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa bantuan dari pihak yang telah mendukung dan mendampingi penulis. Oleh karena itu, secara khusus penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

2. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si.selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling.

3. Bapak Juster Donal Sinaga, M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling.

4. Bapak Drs. R. Budi Sarwono, M.A. yang saya kagumi dari semester satu hingga saat ini dan selaku dosen pembimbing Skripsi.

5. Para Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling : Ibu Indah, Ibu Hayu,Ibu Retno, Ibu Retha dan Bapak Sinurat.

6. Mas Moko atas segala bantuan pelayanan administrasi di Program Studi Bimbingan dan Konseling.

7. Para Guru dan Siswa SMP Negeri 1 Naman Teran atas peran serta dalam penelitian ini.


(12)

(13)

xii

DAFTAR ISI

Hlm.

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... .iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA………… vii

ABSTRAK ... viii

ASBTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... . xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian... 9

D. Manfaat Penelitian... 10

E. Batasan Istilah ... 11

BAB II : LANDASAN TEORI A. Hakikat Resiliensi 1. Pengertian Resiliensi ... 12

2. Prinsip Dasar Keterampilan Resiliensi ... 13

3. Aspek Resiliensi ... 16

4. Faktor-Faktor Resiliensi ... 19

5. Ciri-ciri Remaja Memiliki Resiliensi ... 24

6. Cara Meningkatkan Resiliensi ... 26

B. Hakikat Siswa 1. Pengertian Remaja ... 27

2. Pengertian Siswa ... 28

3. Tugas Perkembangan Remaja ... 28

4. Karateristik Masa Remaja ... 31

5. Resiliensi Remaja C. Bencana Alam 1. Pengertian Bencana Alam ... 33

2. Jenis-Jenis Bencana Alam ... 35

3. Gangguan Psikologis Korban Bencana Alam ... 36

4. Gunung Sinabung ... 40

BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 46

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 46

C. Subjek Penelitian ... 46


(14)

xiii

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 47

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 1. Validitas Instrumen ... 52

2. Reliabilitas Instrumen ... 55

G. Tehnik Analisis Data ... 57

BAB IV : HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian ... 60

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 63

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 72

B. Keterbatasan Penelitian ... 72

C. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75 LAMPIRAN


(15)

xiv

DAFTAR TABEL

1. Tabel 2. 1 Sejarah Erupsi Gunung Sinabung ... 42

2. Tabel 3.1 Penentuan Skor Tiap Alternatif Jawaban ... 49

3. Tabel 3.2 Kisi-kisi Kuesioner Resiliensi ... 54

4. Tabel 3.3 Rincian item yang Valid dan Tidak Valid ... 55

5. Tabel 3.4 Jumlah item valid dan tidak valid ... 56

6. Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Kuesiner Resiliensi ... 56

7. Tabel 3. 6 Kriteria Guilford ... 56

8. Tabel 3.7 Norma Kategorisasi Karakter Subjek Penelitian ... 58

9. Tabel 3.8 Kategorisasi Norma Resiliensi Siswa ... 56

10.Tabel 4.1 Kategorisasi Deskripsi Resiliensi Siswa ... 60

11.Tabel 4.2 Kategorisasi Item Resiliensi ... 62

12.Tabel 4.3 Item-item resiliensi Kategori Sangat Rendah ... 68

13.Grafik 1 Diagram Deskripsi Resiliensi Siswa ... 61


(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Kuesioner Resiliensi ... 77 LAMPIRAN 2 Hasil Komputasi Uji Validitas Item Total Instrumen

Penelitian... 83 LAMPIRAN 3 Tabulasi Data ... 87 LAMPIRAN 4 Metode Menggambar Untuk Meningkatkan Resiliensi

Pada Remaja Pasca Bencana ... 88 LAMPIRAN 5 Metode Menulis Cerita Untuk Meningkatkan Resiliensi

Pada Remaja Pasca Bencana ... 94 LAMPIRAN 6 Surat Izin Penelitian ... 99 LAMPIRAN 7 Surat Keterangan Penelitian ... 100


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah,pembatasan masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional variabel penelitian.

A. Latar Belakang

Bencana merupakan gejala/fenomena alam yang tidak bisa diprediksi kapan dan dimana akan tierjadi. Ketika bencana terjadi, maka akan berdampak terhadap segala inti kehidupan sosial. Tidak hanya dalam sistem sosial, serta tatanan ekonomi, akan tetapi dampak psikologis juga akan menjadi bagian dari bencana tersebut.

Berbagai bencana alam terjadi di Indonesia seperti, banjir,gempa bumi,tanah longsor,gunung meletus dan sebagainya.Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007,bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Contohnya, banjir di Jakarta,gempa di aceh,gunung sinabung meletus di Tanah Karo dan lain sebagainya. Semua yang dikatakan bencana pasti akan mengrugikan baik itu materi maupun psikologis.

Penelitian ini berangkat dari kejadian bencana gunung Sinabung meletus di Kabupaten Karo pada akhir September 2013 lalu.Bencana alam yang terjadi yaitu bencana letusan gunung berapi Sinabung. Bencana alam


(18)

2

ini bukan untuk yang pertama kali tetapi sudah pernah terjadi sebelumnya pada tahun 2010 yang lalu. Catatan PVMBG (Pusat Vulcanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) menyebutkan bahwa Gunung Sinabung sebelum tahun 2010 dikelompokkan sebagai gunung bertipe B yang tidak berbahaya dan tidak terlalu sering diamati. Dicatat dalam sejarah, letusan terahir gunung Sinabung terjadi pada tahun 1600an. Namun tiba – tiba, Sinabung meletus pada tanggal 29 Agustus 2010 tengah malam, dan kemudian menjadikan gunung api tipe A. Aktivitas gunung Sinabung tersebut membuat masyarakat Karo, secara khusus masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar lereng Sinabung menjadi trauma, karena kejadian tersebut merupakan kejadian yang pertama sekali mereka hadapi (Sinabung Post, 2013).

Aktivitas gunung Sinabung yang meningkat pada tahun 2010 tersebut tidak berlangsung cukup lama, kerugian dalam bidang materi bisa dikatakan belum ada, tetapi aktivitas gunung tersebut menyebabkan trauma yang cukup mendalam bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lereng. Tidak pernah ada pengalaman dari masa lalu, tidak ada kisah-kisah yang pernah diceritakan secara turun – temenurun tentang apa yang harus dilakukan ketika gunung meletus. Beberapa waktu kemudian gunung Sinabung kembali normal dan masyarakat yang mengungsi diperkenankan untuk kembali ke rumah masing-masing, namun pihak PVMBG tetap memberikan peringatan kepada warga yang berada di sekitar lereng Sinabung agar tetap waspada menghadapi kemungkinan meningkatnya aktivitas gunung Sinabung (Sinabung Post, 2014).


(19)

3

Setelah letusan di tahun 2010 surut, aktivitas masyarakat yang berada di sekitar lereng gunung Sinabung berangsur kembali normal.Mereka sudah kembali ke desa masing masing dan menjalankan aktivitas dengan normal.Tetapi kehidupan normal masyarakat tidak berlangsung lama.Pada tahun 2013, Gunung Sinabung meletus kembali.Letusan pertama terjadi pada tanggal 15 September, sampai 18 September 2013, telah terjadi 4 kali letusan.Peristiwa tersebut membuat spontan masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar lereng kembali terusik, dimana mereka langsung dibayangi masa trauma yang sudah pernah mereka alami di tahun 2010.Letusan kali ini menimbulkan penderitaan berkelanjutan yang sebenarnya telah menunggu masyarakat di sekitar lereng Gunung Sinabung.Letusan kali ini melepaskan awan panas dan abu vulkanik.Tidak ada tanda-tanda sebelum adanya peningkatan aktivitas gunung Sinabung, sehingga tidak ada peringatan.Hujan abu mencapai kawasan Sibolangit dan Berastagi.Hingga saat ini awan panas sinabung telah menelan 16 korban jiwa, ribuan warga pemukiman sekitar terpaksa mengungsi ke kawasan aman menurut pemerintah.

Ada 17 desa di empat kecamatan dalam wilayah Kabupaten Karo yang paling parah terkena dampak letusan ini antara lain: Kecamatan Payung yaitu desa Gurukinayan, Selandi, Sukameriah, Kecamatan Simpang empat yaitu desa Berastepu, Sibintun, Gamber, Kuta Tengah, Kecamatan Namanteran yaitu desa dusun Lau Kawar, Bekerah, Simacem, Kutarayat, Sigarang – garang, Kebayaken, Kuta Tonggal, Kuta Gugung, Sukanalu; dan Kecamatan Tiganderket yaitu desa Mardiding, dan Perbaji. Desa yang berada 5 km dari


(20)

4

puncak gunung masuk dalam wilawah zona merah.Penduduk dari 17 desa ini, pertengahan September 2013 hingga saat ini masih tinggal di posko-posko pengungsian.

Jumlah pengungsi pada tanggal 13 Desember 2016 (http://www.karokab.go.id/) sebanyak 9,317 jiwa, Mereka bertempat tinggal disembilan titik pengungsian wilayah Kabupaten Karo yang dianggap menjadi zona aman. Tenda pengungsian berada Jambur (balai pertemuan), aula – aula Gereja.

AkibaterupsiGunung Sinabung,sebanyak22sekolahdiliburkan,terdiri dari 15Sekolah Dasar dengan siswa sebanyak 2.374 orang,6 Sekolah MenengahPertamadan1SekolahMenengahAtasdengansiswasebanyak

2.312orang.Sekolahyang paling banyak diliburkan berada diKecamatan NamanTeran antaralain SD Negeri 040478 dan SDN 043950 di Desa Sigarang-garang,2SD diDesaGuru Kinayan dan masing-masing 1SD di Desa Sukanalu dan Desa Simacem. Sementara 6SMP yang diliburkan antaralainSMPNegeri 1Simpang Empat,SMPN1NamanTeran danSMP SatuAtapdiKecamatanPayung.SedangkanSMAyangdiliburkanyakni

SMANegeri1 SimpangEmpat.

SMP Negeri 1 Naman Teran adalah salah satu sekolah menengah pertama yang sangat dekat dengan gunung Sinabung, saat ini sekolah ini sudah rata dengan tanah dan tidak berpenghuni lagi.Peneliti memilih sekolah ini menjadi tempat penelitian dikarenakan sekolah ini adalah korban pertama


(21)

5

dari bencana alam gunung Sinabung, desa Naman Teran adalah desa pertama yang harus mengungsi karena berada di zona merah.

Hidup di tenda pengungsian menuntut semua korban gunung Sinabung untuk menyesuaikan diri.Tinggal didalam sebuah tenda dengan sejumlah orang didalamnya tidaklah perkara gampang untuk para korban gunung Sinabung.Hal ini diperkuat dari hasil wawancara dari seorang relawan bernama ibu Apel Setia Br Ginting, ibu ini mengatakan bahwa anak-anak korban gunung Sinabung merasa minder terhadap anak-anak-anak-anak yang tinggal di sekitar tenda pengungsian mereka. Anak-anak ini menganggap bahwa orang yang tinggal di kota adalah orang yang hebat-hebat, kaya dan pintar. Oleh sebab itu maka anak-anak ini tidak mampu bergaul dengan orang-orang sekitarnya dan memiliki kecendrungan merusak fasilitas sekolah, memiliki catatan membolos yang cukup banyak.

Bayang-bayang pada saat gunung meletus sangat membekas bagi anak-anak korban bencana ini.Hal diperkuat dengan pendapat salah seorang Guru sekolah minggu di Gereja yang mengajak anak-anak menyanyikan lagu “Biarpun Gunung –gunung Beranjak” anak-anak pengungsian tidak mau ikut menyanyi karena mereka takut. Apabila mendengar suara sirine dari mobil-mobil bantuan, anak-anak ini langsung menghampiri ibunya dan berkata “Mak deleng otah kiam kita” yang artinya “ibu gunung meletus lagi, kita

lari”. Ketika guru sekolah minggu ini bertanya mengapa mereka takut mereka menjawab bahwa mereka akan selalu mengingat ketika dia dibangunkan pada


(22)

6

subuh hari dan langsung diangkat ke mobil truk untuk mengungsi ke Kabanjahe (Hasil wawancara Enda Mia Keriahenta Br Tarigan).

Laskar Relawan (Laskar Karo Erdilo digagas sejak 2014 silam. Dengan relawan terdiri dari beragam profesi seperti pelajar, mahasiswa, karyawan, musisi, jurnalis dan berbagai profesi lainnya) memaparkan tak sedikit anak-anak Sinabung yang masih bersekolah itu memiliki sifat tertutup dan merasa terbebani dengan kondisi Sinabung. Belum lagi bila ternyata ia harus menyaksikan sendiri bagaimana orangtuanya kesusahan untuk hidup sehari-hari karena lahan pertanian mereka satu-satunya harus porak poranda diterjang abu vulkanik (Tribun News Minggu, 27 Maret 2016 15.31).

Pengaruh usia bagi seseorang saat menghadapi bencana tergantung pada berbagai faktor. Meskipun stres dan trauma akan selalu menimbulkan pengaruh-pengaruh yang kuat pada seorang anak, namun anak-anak juga bisa beradaptasi dengan baik terhadap kehilangan orang tua mereka pada usia dini jika mereka memperoleh dukungan yang sesuai. Pada lansia, hal seperti ini bisa menjadi sesuatu yang juga lebih sulit. Kedua kelompok usia ini memang memiliki karakteristik yang rentan terhadap trauma. Anak-anak umumnya belum memiliki kemampuan memadai untuk mengatasi pencederaan fisikal dan emosional dari peristiwa traumatik yang ekstrim, sedangkan insan-insan lanjut usia umumnya tidak cukup luwes untuk mengembangkan cara mengatasi efek trauma secara efektif didukung juga oleh tingkat resiko yang lebih tinggi terhadap keterasingan pada orang-orang tua. Individu dewasa yang berusia sekitar 25-60 tahun cenderung berhasil


(23)

7

mengatasi peristiwa yang menekan daripada kelompok individu yang lebih muda ataupun kelompok usia yang lebih tua (Danieli, 1996; 297).

Bencana alam menantang wilayah-wilayah, lingkungan, dan komunitas yang menjadi korban untuk bangkit dan memegang kendali kembali atas kehidupan dan masa depannya. Keberhasilan dari usaha ini secara langsung berkaitan dengan kapasitas korban untuk membangun kembali struktur dan organisasi sosialnya.Tingkat kekenyalan yang membuat seseorang mampu untuk bertahan, bangkit, dan menyesuaikan dengan kondisi yang demikian dinamakan resiliensi.

Resiliensi secara umum didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengatasi atau beradaptasi terhadap stres yang ekstrim dan kesengsaraan.Individu dianggap sebagai seseorang yang memiliki resiliensi jika mereka mampu untuk secara cepat kembali kepada kondisi sebelum trauma dan terlihat kebal dari berbagai peristiwa kehidupan yang negatif. Reivich and Shatte (2002;1) menyampaikan bahwa resiliensi merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan, bangkit, dan menyesuaikan dengan kondisi sulit.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul “TINGKAT RESILIENSI KORBAN

BENCANA ALAM LETUSAN GUNUNG SINABUNG” dalam penelitian


(24)

8 B. Indentifikasi Masalah

1. Terdapatnya 22 sekolah yang harus pindah dan mencari gedung sekolah sendiri di zona aman.

2. Ditemukan beberapa anak merasa minder dengan orang sekitar tenda pengungsian.

3. Beberapa anak tidak mampu bergaul dengan orang sekitar tenda pengungsian.

4. Ditemukan beberapa anak merusak fasilitas sekolah.

5. Beberapa anak memiliki catatan membolos yang cukup banyak.

6. Beberapa anak korban bencana alam letusan gunung Sinabung memiliki trauma yang tinggi.

7. Ditemukan beberapa anak memiliki sikap tertutup dan merasa terbebani dengan kondisi gunung Sinabung.

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, fokus kajian diarahkan pada menjawab masalah yang teridentifikasi di atas khususnya mengenai “Tingkat Resiliensi” pada siswa/i kelas VII SMP Neger 1 Naman Teran Korban bencana Alam Letusan Gunung Sinabung.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah terkait dengan resiliensi siswa/i korban bencana alam letusan Gunung Sinabung dapat diindentifikasi berbagai masalah sebagai berikut:


(25)

9

1. Seberapa tinggi tingkat resiliensi pada siswa/i kelas VII SMP VII SMP Negeri 1 Naman Teran korban bencana alam letusan Gunung Sinabung?

2. Pada aspek – aspek resiliensi yang mana pada siswa/i kelas VII SMP Negeri 1 Naman Teran korban bencana alam letusan Gunung Sinabung mendapat skor terendah?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka yang akan menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan tingkat resiliensi pada siswa/i kelas VII SMP VII SMP Negeri 1 Naman Teran korban bencana alam letusan Gunung Sinabung.

2. Mengindentifikasi aspek – aspek resiliensi yang mana pada siswa/i kelas VII SMP Negeri 1 Naman Teran korban bencana alam letusan Gunung Sinabung mendapat skor terendah.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis

Menambah pengetahuan mengenai tingkat resiliensi pada siswa/I kelas VII SMP Negeri 1 Naman Teran Korban bencana Alam Letusan Gunung Sinabung.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Pendidik


(26)

10

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi pendidik baik guru maupun orangtua dalam rangka memahami siswa berkaitan dengan resiliensi yang dimiliki. Serta melalui hasil penelitian ini nantinya guru maupun orang tua mampu membantu, membina dan meningkatkan resiliensi pada siswa

b. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi mengenai tingkat resiliensi pada remaja (khususnya siswa kelas VII SMP Negeri 1 Naman Teran).

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan bekal bagi peneliti di kemudian hari untuk mendampingi dan memberikan layanan bimbingan dan konseling, baik secara kelompok maupun individual, kepada siswa yang memiliki tingkat resiliensi yang rendah.

G. Batasan Istilah

Adapun defenisi oprasional variabel dalam penelitian ini yaitu :

1. Resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi atau beradaptasi terhadap stres yang ekstrim dan kesengsaraan.

2. Anak SMP adalah Sekolah menengah bertepatan dengan masa remaja. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifat-sifat khasnya dan perannya yang menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa.


(27)

11

3. Bencana Alam adalah sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan

4. Gunung Sinabung adalah gunung api di Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Sinabung menjadi puncak tertinggi ke 2 di provinsi Sumatera Utara dengan ketinggian gunung 2.451 meter.


(28)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini memaparkan hakikat resiliensi, hakikat remaja, dan bencana alam. A. Hakikat Resiliensi

1. Pengertian Resiliensi

Reivinch dan Shatte (dalam Sella, 2014) mendifinisikan resiliensi sebagai beikut :“Resilience is the capacity to respond in healthy and

productive ways and when adversity or trauma, that it is essential for managing the daily stress of life.” Resiliensi merupakan kemampuan individu untuk melakukan respon dengan cara yang sehat dan produktif ketika berharap dengan adversity atau trauma, dimana hal tersebut sangat penting untuk mengendalikan tekanan hidup sehari – hari. Bisa diartikan bahwa seseorang mampu merespon masalahnya dengan positif.

Rirkin dan Hoopman (Desmita 2009;200) merumuskan defenisi tentang resiliensi secara khusus ditujukan pada siswa dan pendidik, yang berisikan elemen – elemen pembangunan resiliensi disekolah yaitu : “the

capacity to spring back,rebound,successfully adapt in the face of adversity, and develop social, academic, and vocational competence despite exposure to severe stress or simply to the stress that is inherent in

today’s world”. Dapat diartikan bahwa seseorang memiliki kapasitas untuk bangkit kembali, beradaptasi ketika menghadapi kesulitan, sehingga seseorang tersebut mampu tetap mengembangkan akademiknya maupun sosialnya walaupun tekanan dari kesulitan yang dihadapi masih melekat.


(29)

13

Grotberg (Desmita 2009) mengartikan resiliensi sebagai “the human capacity to face,overcome, be strengthened by, and even be

transformed by experiences of adversity”. Artinya, seseorang mampu untuk menghadapi, mengatasi, serta diubahkan dan lebih berkembang lagi melalui permasalahan yang dihadapi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa resiliensi akan membentuk seseorang untuk berhasil menyesuaikan diri ketika mengghadapi kondisi yang tidak menyenangkan, serta dapat tetap mengembangkan diri sekalipun berada dibawah tekanan kondisi yang tidak menyenangkan.

2. Prinsip Dasar Keterampilan Resiliensi

Empat prinsip yang dijadikan Reivinch dan Shatte (2002) sebagai dasar bagi keterampilan resiliensi adalah sebagai berikut :

a. Manusia dapat berubah

Manusia bukanlah korban dari leluhur atau masalalunya.Setiap orang bebas mengubah hidupnya kapan saja ketika memiliki keinginan dan dorongan.Setiap orang dilengkapi dengan keterampilan yang sesuai.Individu merupakan pemimpin bagi keberuntungan sendiri.Hasil penelitian mendukung bahwa manusia dapat berubah secara positif dan menetap.

Menurut Frankl (dalam Jacob 2014 ) manusia memiliki kebebasan berkeinginan (Freedom of will) yang artinya setiap manusia memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan potensi


(30)

14

diri. Kebebasan bertanggung jawab adalah manusia mampu menyikapi situasi dan mengembangkan potensi diri, dengan bertanggung jawab manusia akan menemukan nilai, makna dan tujuan hidup meskipun dalam situasi penderitaan.

b. Pikiran adalah Kunci untuk Meningkatkan Resiliensi

Emosi menentukan siapa yang tetap resiliensi dan mengalah.Beck mengembangkan system terapi yang dinamakan terapi kognitif dimana pasien belajar mengubah pikirannya untuk mengatasi deprivasi dan kecemasan.

c. Ketepatan Berfikir adalah Kunci

Penelitiam menunjukkan bahwa individu yang memiliki optimisme yang tidak realistis cendrung menyelesaikan resiko yang akan terjadi pada kesehatan mereka, sehingga justru menjadi tidak tertolong. Optimisme realistis, tidak mengasumsikan bahwa hal – hal baik akan datang dengan sendirinya. Hal – hal baik hanya akan terjadi melalui usaha, pemecahan dan pemecahan masalah dan perencanaannya.

Menurut Branden (dalam Jacob 2014) berfikir adalah cara efektif untuk merespon tantangan dalam hidup. Branden juga percaya bahwa setiap manusia layak untuk bahagia,sukses, berprestasi dan memiliki rasa cinta. Sehingga dengan ketepatan berfikir setiap manusia akan mampu mengatasi tantangan dalam hidup.


(31)

15 d. Fokus pada kekuatan manusia

Positif psychology memiliki dua tujuan utama, yakni (1) meningkatkan pemahaman tentang kekuatan manusia (human strengths) melalui perkembangan system dan metode klasifikasi untuk mengukur kekuatan tersebut; dan (2) menanamkan pengetahuan ini kedalam program dan intervensi efektif yang terutama dirancang untuk membangun kekuatan partisipan daripada untuk memperbaiki kelemahan mereka. Resiliensi merupakan kekuatan dasar (basic strength) yang mendasari semua karakteristik positif pada kondisi emosional dan psikologis manusia. Kurangnya resiliensi tidak akan ada keberanian, rasionalitas dan insight

(Reivich dan Shatte, 2002).

Menurut Wong (dalam Jacob 2014) Setiap pribadi individu dapat diajak untuk menggunakan kekuatannya dan menantang jiwanya agar mampu melampaui kondisi yang sedang dialami sehingga bergerak kearah yang positif, hal ini akan menjadikan pribadi tersebut mampu menerima keberadaan dirinya, keadaan fisik,kepribadian yang rapuh, emosi yang tidak terkontrol dan pengalaman yang menyakitkan. Tujuannya adalah membantu pribadi setiap individu untuk memilih sikap yang benar, mengatasi dirinya sendiri dan mengembangkan kekuatan yang ada dalam dirinya untuk mengatasi dertita yang dialaminya.


(32)

16

3. Aspek aspek Resiliensi

Reivich & Hatte (2002) memaparkan tujuh aspek resiliensi. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Emotion Regulation / Regulasi Emosi

Regulasi emosi merupakan kemampuan untuk tetap tenang meskipun mengalami tekanan. Orang – orang yang resilien menggunakan seperangkat keterampilan yang sudah matang yang membantu mereka mengontrol emosi, perhatian dan perilakunya. Reivich dan Shatte juga mengemukakan ada dua hal penting terkait dengan pengaturan emosi yaitu Calming (Ketenangan) dan

Focus(Fokus). Contohnya, dapat mengendalikan diri apabila sedang marah, sedih, takut dan cemas.

b. Impulse Control / Impuls Kontrol

Control terhadap implus adalah kemampuan individu untuk mengendalikan implus atau dorongan – dorongan dalam dirinya, dan dengan mengontrol implus akan membawa kepada kemampuan berfikir yang jernih dan akurat. Control terhadap implus ini sangat erat kaitannya dengan pengaturan emosi. Individu yang memiliki control implus yang redah biasanya percaya pada pemikiran implusnya sehingga seseorang tersebut bertindak sesuai dengan situasi yang tersebut. contohnya, mudah marah dan kehilangan kesabaran


(33)

17 c. Optimism / Optimis

Orang yang memiliki resiliensi adalah orang yang optimis. Optimism berarti bahwa kita percaya akan adanya kemampuan untuk mengatasi kesulitan – kesulitan yang akan menghadang. Orang optimis memiliki kesehatan yang baik dan sangat kecil kemungkinan untuk mengalami depresi, biasanya orang yang optimis memiliki prestasi yang baik di sekolah, lebih produktif dalam pekerjaan dan memiliki prestasi di berbagai bidang. Contohnya, seoerang yang jarang mengalami depresi dan lancar dalam sekolah/kuliah maupun pekerjaan.

d. Casual Analysis /Kemampuan Menganalisis Masalah

Kemampuan menganalisis masalah menunjukkan bahwa seseorang memiliki kemampuan untuk mengindentifikasi penyebab masalahnya secara akurat.Jika seseorang mampu mengindentifikasi penyebab masalah secara akurat. Jika seseorang mampu mengidentifikasi penyebab masalah secara akurat, maka ia tidak akan melakukan kesalahan yang sama terus menerus (Reivich dan Shatte, 2002). Kemampuan seseorang menganalisis masalah berfungsi untuk mencari kejelasan dari permasalahan tersebut secara tepat. Contohnya, tidak menyalahkan orang lain ketika sedang menghadapi masalah. e. Emphati /Empati


(34)

18

Empati merupakan kemampuan individu untuk bisa membaca dan merasakan bagaimana perasaan dan emosi orang lain. Mereka dikenal memaksakan emosi dan keinginan orang lain. dengan kemampuan ini, individu dapat memahami bagaimana cara mengahadapi orang lain sehingga mampu mengatasi permasalahan yang dihadapainya (Reivinch & Shatte, 2002). seseorang yang memiliki empati akan cendrung memiliki hubungan sosial yang baik. Contohnya, seseorang mampu memahami orang lain dan mau untuk saling berbagi.

f. Self Efficiacy /Efikasi Diri

Efikasi diri mewakili kepercayaan individu bahwa individu mampu untuk mengatasi segala permasalahan disertai keyakinan akan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi permasalahan – permasalahan tersebut. Menurut Bandura (1997), individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah dalam menghadapi tantangan. Dengan keyakinan yang dimiliki individu, ia pasti akan mampu bertahan dan menjadi individu yang resiliensi. Contohnya, individu memiliki komitmen yang tinggi dan bekerja keras.

g. Reacing Out /Pencapaian

Revich dan Shatte (2002) memaparkan resiliensi merupakan kemampuan yang meliputi peningkatan aspek positif dalam hidup. Individu yang meningkatkan aspek positif dalam


(35)

19

hidup, mampu melakukan dua aspek ini dengan baik, yaitu : (1) mampu membedakan risiko yang realistis dan tidak realistis, (2) memiliki makna dan tujuan hidup serta mampu melihat gambaran besar dari kehidupan. Individu yang selalu meningkatkan aspek positifnya akan lebih mudah dalam mengatasi permasalahan hidup, serta berperan dalam meningkatkan kemampuan interpersonal dan pengendalian emosi. Seseorang dikatakan mampu meningkatkan aspek positif dalam kehidupannya jika seseorang itu sudah mampu mengatasi ketakutan – ketakutannya dan keluar dari “zona aman”.Contohnya, ketika seseorang berfikir positif dan bersikap realistis.

4. Faktor Faktor Resiliensi

Menurut Grotberg ( dalam desmita : 229) disebutkan ada tiga faktor sumber dari resiliensi (three sources of resilience). Pertama I have( Aku punya) merupakan sumber resiliensi yang berhubungan dengan pemaknaan remaja terhadap besarnya dukungan yang diberikan oleh lingkungan sosial terhadap dirinya. Sumber I have (Aku punya) ini memiliki beberapa kualitas yang memberikan sumbangan bagi pembentukan resiliensi, yaitu hubungan yang dilandasi oleh kepercayaan penuh, struktur dan peraturan di rumah, model peran, dorongan untuk mandiri serta akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, keamanan dan kesejahteraan. Kedua, I am (Aku ini) merupakan sumber resiliensi yang berkaitan dengan kekuatan pribadi


(36)

20

yang dimiliki oleh remaja, yang terdiri dari perasaan, sikap dan keyakinan pribadi. Beberapa kualitas pribadi yang mempengaruhi I am(Aku ini) adalah disayang dan disukai oleh banyak orang, mencitai,empati, dan kepedulian pada orang lain, bangga pada dirinya sendiri, bertanggung jawab terhadap perilaku sendiri dan menerima konsekuensinya, percaya diri,optimistik dan penuh harap. Ketiga, I can

(Aku dapat) adalah sumber resiliensi yang berkaitan dengan apa saya yang dapat dilakukan oleh remaja sehubungan dengan keterampilan- keterampilan sosial dan interpersonal. Keterampilan–keterampilan ini meliputi kemampuan berkomunikasi. Memecahkan masalah, mengelola perasaan dan implus, mengkur tempramen sendiri dan orang lain serta menjalin hubungan yang saling mempercayai.

Resiliensi merupakan hasil kombinasi dari ketiga faktor di atas.Untuk menjadi seorang yang resilien tidak cukup hanya memiliki satu resiliensi saja melainkan harus di topang oleh faktor – faktor lainnya. Contohnya, seorang siswa mungkin di cintai (I have), tetapi jika ia tidak memiliki kekuatan dalam dirinya (I am) atau tidak memiliki keterampilan – keterampilan interpersonal dan sosial (I can) dan tidak ada orang yang membantunya (I have), maka ia tidak menjadi resilien. Interaksi ketiga faktor – faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan sosial, termasuk rumah, sekolah dan masyarakat dimana siswa hidup. Menurut Grotberg ada 5 faktor yang sangat menentukan kualitas interaksi dari I HAVE, I AM, dan I CAN :


(37)

21 1) Trust

Kepercayaan akan menjadi sumber pertama bagi pembentukan resiliensi pada siswa. Perasaan percaya ini akan sangat menentukan seberapa jauh siswa memiliki kepercayaan terhadap orang lain mengenai hidupnya, kebutuhan – kebutuhannya dan perasaan – perasaannya, serta kepercayaan terhadap diri sendiri, terhadap kemampuan, tindakan dan masa depannya.

2) Autonomy

Autonomy (otonomi), yaitu faktor resiliensi yang berkaitan dengan seberapa jauh siswa menyadari bahwa dirinya terpisah dan berbeda dari lingkungan sekitar sebagai kesatuan diri-pribadi. Pemahaman bahwa dirinya juga merupakan sosok mandiri yang terpisah dan berbeda dari lingkungan sekitar, akan membentuk kekuatan tertentu pada siswa. Kekuatan ini akan menentukan tindakan siswa ketika menghadapi masalah. 3) Initiative

Initiative (inisiatif), yaitu faktor ketiga pembentukan resiliensi yang berperan dalam penumbuhan minat siswa melakukan sesutu yang baru. Dengan inisiatif siswa menghadapi kenyataan bahwa dunia adalah lingkungan dari


(38)

22

berbagai macam aktivitas, dimana ia dapat mengambil bagian untuk berperan aktif dari setiap aktivitas yang ada.

4) Industry

Industry (industri), yaitu faktor resiliensi yang berhubungan dengan pengembangan keterampilan – keterampilan berkaitan dengan aktivitas rumah, sekolah dan sosialiasai.Melalui penguasaan keterampilan tersebut, siswa mampu mencapai prestasi, baik di rumah, sekolah maupun lingkungan sosial. Dengan prestasi tersebut, akan menentukan penerimaan siswa di lingkungannya.

5) Identity

Identity (identitas), yaitu faktor resiliensi yang berkaitan dengan pengembangan pemahaman siswa akan dirinya sendiri,baik kondisi fisik maupun psikologisnya. Identitas membantu siswa mendefinisikan dirinya dan mempengaruhi self-imagenya.

Menurut Bernard (dalam Patrisia 2016), individu yang resilien dapat dilihat dari profilnya.Pertama, individu resilien dapat dilihat dari kompetensi sosialnya, misalnya memiliki kualitas responsive yang baik, fleksibel, empati dan peduli, keahlian komunikasi, selera humor, dan perilaku sosial lainnya. Individu resilien juga memiliki selera humor bahwa mereka memiliki kemampuan untuk menghasilkan kehidupan yang menyenangkan dan menemukan cara


(39)

23

alternatif untuk menghasilkan kehidupan yang menyenangkan dan menemukan cara alternatif untuk melihat segala sesuatunya baik seperti menertawakan diri sendiri dan situasi yang aneh. Selain itu, dari masa kanak-kanak awal, mereka cendrung membangun hubungan yang lebih poditif dengan orang lain, termasuk dalam pertemanan dan teman sebaya. Kedua, keahlian memecahkan masalah, termasuk kemampuan berfikir reflektif, fleksibel dan mampu mencoba cara pemecahan secara kognitif maupun sosial. Ketiga, otonomi berkenaan dengan kemandirian, internal locus of control dan individu yang kuat.Selain itu, otonomi dikenal sebagai harga diri dan efikasi diri.Otonomi juga dijelaskan sebagai displin diri dan pengendalian terhadap dorongan-dorongan.Lebih lanjut, otonomi menjelaskan tentang rasa memiliki identitas diri dan mampu bertindak secara mandiri serta menggunakan controll terhadap lingkungannya.Individu yang resilien juga mampu untuk memisahkan atau menjauhkan diri dari lingkungan keluarga yang tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Keempat, arti tujuan dan masa depan berhubungan dengan harapan untuk sehat, tujuan yang terarah, orientasi untuk sukses, motivasi berprestasi, cita-cita pendidikan, ketekunan, pengharapan,daya tahan, keyakinan akan masa depan yang cerah, antisipasi, dan perhatian akan masa depan.

5. Ciri ciri Remaja yang Memiliki Resiliensi

Menurut Wolins (dalam Desmita 2009;202), mengajukan tujuh karateristik internal sebagai tipe remaja yang resilien, yaitu :


(40)

24

a. Initiative (inisiatif), yang terlihat dari upaya mereka melakukan eksplorasi terhadap lingkungan mereka dan kemampuan individual untuk mengambil peran.

b. Independence (independen), yang terlihat dari kemampuan seseorang menghindar atau menjauh diri dari keadaan yang tidak menyenangkan.

c. Insight (berwawasan), yang terlihat dari kesadaran kritis seseorang terhadap kesalahan atau penyimpangan yang terjadi dalam lingkungannya atau bagi orang dewasa ditunjukkan dengan perkembangan presepsi tentang apa yang salah dan menganalisis mengapa ia salah.

d. Relationship (hubungan), yang terlihat dari upaya seseorang menjalin hubungan dengan orang lain.

e. Humor (humor), yang terlihat dari kemampuan seseorang mengungkapkan perasaan humor di tengah situasi yang menegangkan atau mencairkan suasana kebekuan.

f. Creativitas (kreativitas), yang ditunjukkan melalui permainan – permainan kreatif dan pengungkapan diri.

g. Morality (moralitas), yang ditunjukkan dengan pertimbangan seseorang tentang baik dan buruk, mendahulukan kepentingan orang lain dan bertindak dengan integritas.

Menurut Henderson dan Milstein (dalam Desmita 2009 ;203), menyebutkan 12 karateristik internal resiliensi, yaitu :


(41)

25

1) Kediaan diri untuk melayani orang lain.

Menggunakan keterampilan – keterampilan hidup; mencakup keterampilan mengambil keputusan dengan baik, tegas, keterampilan mengontrol implus – implus dan problem solving.

2) Sosiabilitas; kemampuan untuk menjadi seorang teman, kemampuan untuk membentuk hubungan-hubungan yang positif.

3) Memiliki perasaan humor 4) Lokus control internal 5) Otonomi, idependen

6) Memiliki pandangan yang positif terhadap masa depan. 7) Fleksibilitas

8) Memiliki kapasitas untuk terus belajar 9) Motivasi diri

10) Kompetensi personal

11) Memiliki harga diri dan percaya diri.

6. Cara Meningkatkan Resiliensi

Menurut Lemer (dalam Eem 2014) Remaja melalui dua cara berbeda untuk melalui priode kedua dalam hidupnya. Pertama remaja berhasil menjalani periode perkembangan ini tanpa melalui masalah psikologi atau sosial.Kedua remaja melalui periode ini


(42)

26

dengan berbagai masalah, diantaranya adalah meningkatnya masalah kesehatan mental, ancaman terhadap kesehatan fisik, depresi, penyalahgunaan zat-zat terlarang, kekerasan seksual, kemiskinan dan konflik keluarga.

Dampak negatif dari suatu kemalangan dapat membawa remaja pada kerentanan terhadap perilaku salah suai.Hal tersebut dapat diatasi apabila remaja memiliki kemampuan untuk mengelola dampak negatif dari masalah yang dihadapinya menjadi kekuatan dan keterampilan untuk bertahan dalam lingkungan dan bangkit kembali menuju keberfungsian normal yang dikenal dengan resiliensi.Menurut Isaacson resiliensi adalah kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dan beradaptasi terhadap perubahan, tuntutan, dan kekecewaan yang muncul dalam kehidupan.beberapa individu tetap baik-baik saja meskipun telah mengalami situasi yang menekan, sementara beberapa individu lainnya mengalami gagal adaptasi dalam keadaan tertekan.

Pendekatan konseling atau psikoterapi salah satu teori atau pendekatan yang dianggap sesuai untuk meningkatkan resiliensi adalah teknik Bibliocounseling menggunakan pikiran rasionel untuk mengubah individu menjadi agen aktif lingkungan yang mampu menghadapi kesulitan hidup dan berbagai peristiwa.


(43)

27 B. Hakikat Remaja

1. Pengertian Remaja

Hurlock (1990 : 206) mengatakan kata “adolescence” berasal dari kata Latin yaitu adolescere, yang berarti “tumbuh” atau bertumbuh kearah kematangan” . Masa remaja adalah masa transisi individu mengalami perubahan secara fisik maupun psikologisnya dari anak menuju kedewasaan. Usia remaja menurut Hurlock (1990 :206) pada perempuan sekitar usia 13 tahun sampai 17 tahun, sedangkan laki – laki sekitar 14-17 tahun.

Menurut Papalia dan Olds (dalam Rini 2016), masa remaja adalah perjalanan dari masa kanak – kanak ke masa Dewasa yang di tandai oleh periode transisional dengan adanya perubahan baik secara biologis,psikologis,kognitif, dan psikosoial. Masa remaja dimulai pada usia 11 atau 12 sampai awal usia dua puluhan.

Berdasarkan dua definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum remaja diartikan sebagai salah satu tahap perkembangan yang merupakan transisi dari masa kanak – kanak menuju masa dewasa yang di tandai dengan banyak perubahan baik secara fisik, psikologis, kognitif dan psikososial.

2. Pengertian Siswa

Siswa adalah individu yang datang pada institusi pendidikan dengan tujuan belajar.Siswa sedang mengalami perkembangan, dan


(44)

28

pertumbuhan diaman siswa tersebut membutuhkan bantuan, bimbingan dan arahan untuk melewati setiap tahap – tahap tugas perkembangannya. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa siswa anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jarum, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa adalah individu yang unik dan sedang berada pada tahap perkembangan dan pertumbuhan dan secara sengaja datang pada institusi pendidikan untuk belajar.

3. Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Yusuf (dalam Rini 2016) mengemukakan tugas perkembangan remaja antara lain :

a. Menerima keadaan fisiknya dan memanfaatkannya secara efektif b. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau orang

dewasa lainnya

c. Mencapai jaminan kemandirian ekonomi d. Memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan e. Mempesiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga f. Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga

g. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang perlu bagi kompetensi sebagai warga Nergara.

Tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (teen task development 1990) antara lain :


(45)

29

a. Mampu menerima keadaan fisiknya

b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa, c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok

yang berlainan jenis

d. Mencapai kemandirian sosial e. Mencapai kemandirian ekonomi

f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat,

g. Memahami dan menginternalisasikan nilai – nilai orang dewasa dan orang tua

h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa

i. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan

j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.

Menurut Havighurst (Dalam dasar-dasar BK, 2004; hal 161) mengemukakan tugas perkembangan remaja:

a. Mencapai hubungan-hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya antar jenis klamin yang sama dan berbeda. b. Mencapai peranan sosial sebagai pria dan wanita.

c. Menerima kesatuan tubuh sebagaimana adanya dan mengemukakan secara efektif.


(46)

30

d. Mencapai kemerdekaan emosional terhadap orangtua dan orang dewasa lainnya.

e. Mencapai keadaan dimilikinya jaminan untuk kemerdekaan ekonomi.

f. Memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan.

g. Mempersiapkan diri untuk pernikahan dan kehidupan berkeluarga.

h. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang perlu untuk kehidupan sebagai warga Negara.

i. Mengembangkan hasrat dan mencapai kemampuan bertingkah laku yang dapat dipertimbangkan secara sosial.

j. Menguasai seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman. Tugas-tugas perkembangan fase remaja sangat berkaitan dengan kembangan kognitifnya, yaitu fase oprasional formal. Kematangan pencapaian fase kognitif akan membantu kemampuan dalam melaksanakan tugas – tugas perkembangannya dengan baik. Agar dapat memenuhi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan, diperlukan kemampuan kreatif remaja. Kemampuan kreatif ini banyak diwarnai oleh perkembangan kognitifnya

4. Karateristik Masa Remaja

Masa remaja, seperti masa sebelumnya ciri – ciri khusus yang memberdakan masa sebelumnya dan sesudahnya. Berikut ini adalah karateristik pada masa remaja menurut Hurlock (1990):


(47)

31

a. Masa remaja sebagai periode yang penting. Masa ini dikatakan penting karena semua perkembangan remaja memerlukan penyesuaian mental,sikap,nilai dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai masa peralihan. Periode peralihan dari masa kanak – kanak menuju masa dewasa, dimana remaja meninggalkan sifat kekanak – kanakan dan mulai mempelajari pola perilaku yang baru.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan. Perubahan pada masa remaja akan meninggalkan emosi, perubahan fisik,minat dan peran didalam kelompok sosial, perubahan minat dan perilaku, memiliki sifat abivalen, menuntut kebebasan namun ragu atas kemampuan bertanggungjawab.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah. Banyak perubahan yang terjadi dalam diri remaja membuat sebagian remaja mengalami gagal dalam penyesuaian diri dengan pola perilaku yang baru.

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas. Pada masa ini mereka mulai mendambakan indentitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman – teman dalam segala hal.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan karena adanya pandangan bahwa remaja itu masa yang negative, rawan dan dianggap anak yang tidak memperhatikan kerapian, tidak dapat bertanggung jawab dan dipercaya, cendrung merusak sehingga timbul ketakutan akan adanya pandangan masyarakat.


(48)

32

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistic. Remaja selalu mempunyai harapan dan berangan – angan yang tinggi namun belum mengetahui dan mengenal kemampuannya sendiri.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Pada saat menjelang dewasa, mereka merasa gelisah dan untuk meninggalkan umur belasan tahunnya. Mereka belum cukup untuk memiliki pola perilaku sebagai orang dewasa, mereka mulai berprilaku sebagai status orang dewasa seperti meniru cara berpakaian, merokok dan lain sebagainya yang dipandang dapat memberikan citra seperti yang diinginkannya.

Berdasarkan penjelasan diatas, karateristik remaja adalah masa yang sangat penting, peralihan perubahan, masa bermasalah, mencari identitas, usia penuh ketakutan, masa yang tidak realistik, dan ambang kedewasaan.

5. Resiliensi Remaja

Remaja sebagai individu yang berapa pada masa peralihan dimana terjadinya perubahan besar terhadap perkembangan aspek fisik, psikososial dan kognitif.Remaja juga berada pada tahap pencarian identitas diri yang rentan mengalami suatu kriris.

Remaja yang memiliki sumber-sumber resiliensi dalam diri maupun lingkungan serta sumber-sumber tersebut saling menopang dan berinteraksi satu sama yang lainnya mengakibatkan remaja


(49)

33

mampun untuk menjadi resilien. Apabila remaja resilien maka remaja dapat mengatasi resiko dan kesulitan tanpa memperoleh dampak negatif dari bencana alam. Sumber pembentuk resiliensi pada remaja antara lain I have (Aku punya), I Am (Aku ini), I can (Aku dapat). Bila remaja hanya memiliki satu sumber, tidak saling menopang dan berinteraksi, maka remaja tidak akan resilien. Remaja tersebut tidak mampu menghadapi, mencegah, meminimalkan bahkan menghilangkan dampa-dampak bencana alam.Dengan demikian, melalui penelitian ini, peneliti ingin memberikan gambaran resiliensi remaja korban bencana alam.

C. Bencana Alam

1. Pengertian Bencana Alam

Manusia pada umumnya memiliki naluri untuk mencari dan bebas memilih tempat bermukiman di daerah yang aman dan dekat dengan tempat mereka mencari nafkah.Kita tinggal di wilayah Indonesia, negeri agraris yang terletak di daerah tropis dimana dikaruniai Tuhan dengan kesuburan air yang melimpah. Namun di sisi lain keadaan geologi Indonesia sangat unik, terletak di antara dua lempeng benua yang selalu bergerak. Gempa tektonik, gempa vulkanik, gerakan tanah, dan banjir merupakan pristiwa alam yang terjadi sebelum manusia menghuni dunia ini. Hal ini berlandaskan konsep geologi secara universal yaitu “the

present is the key to the past” yang dapat diartikan bahwa kejadian saat ini dapat dilihat dan dialami oleh manusia, pernah juga terjadi pada masa


(50)

34

lampau seumur bumi ini.Pristiwa alam dikatakan sebagai bencana apabila mengakibatkan korban harta benda, bahkan jiwa manusia. Artinya, sejauh peristiwa alam tidak menimbulkan korban hal itu belum dapat dikatakan sebagai bencana, namun semua peristiwa alam akan menimbulkan dampak negatif yang merugikan manusia dan perlu segera diantisipasi agar akibat negatif yang diderita oleh masyarakat tidak berkepanjangan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yangmenyebabkanataumenimbulkankesusahan,kerugianatau penderitaan 2. Jenis jenis Bencana Alam

a. Gempa Bumi, Gempa bumi merupakan hentakan asli dari bumi yang bersumber didalam bumi dan merambat melalui permukaan sehingga menembus bumi. Jenis – jenis gempa adalah gempa vulkanik, gempa tektonik, gempa reruntuhan


(51)

35

b. Vulkanisme, Vulkanisme adalah gejala alam yang terjadi akibat adanya aktivitas magma.

c. Tsunami berasal dari kata tsu dan name ( bahasa Jepang), yang artinya gelombang menuju darat atau pelabuhan. Tsunami tidak lain adalah gelombang balik akibat pergeseran lempeng yang terjadi di laut.

d. Banjir, adalah pristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan.

e. Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam masa berkepanjangan (beberapa bulan hingga bertahun – tahun).

f. Angin Topanadalah pusaran angina kencang dengan kecepatan angina 120 km/jam atau lebih yang sering terjadi di wilayah tropis diantara garis balik utara dan selatan, kecuali di daerah – daerah yang sangat berdekatan dengan khatulistiwa.

g. Kebakaranadalah suatu reaksi oksidasi eksotermis yang berlangsung dengan cepat dari satu bahan bakar yang disertai dengan timbulnya api/penyalaan. Tiga unsur penting dalam kebakaran antara lain : Bahan bakar dalam jumlah yang cukup. h. Erosi /Abrasi proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang

laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi


(52)

36

ini dipacu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut.

3. Gangguan Psikologis Korban Bencana Alam

Bencana alam menimbulkan dampak baik secara fisik maupun psikologis.Kehilangan harta benda dan kesedihan mendalam pastinya dirasakan oleh korban bencana.Akan tetapi, kondisi penyikapan dari para korban berbeda. Dampak psikologis ini akan mempengaruhi pikiran, emosi, dan perilaku korban bencana. Pengaruh ini dapat berlangsung dalam waktu singkat maupun lama, bahkan hingga seumur hidup.

Psiko dipahami sebagai jiwa, pikiran, emosi/perasaan dan perilaku, hal – hal yang diyakini, sikap, presepsi, dan pemahaman akan diri. Adapun sosial mengarah pada oranglain, tatanan, norma, nilai dan aturan yang berlaku, system kekerabatan, dan religi dalam masyarakat (Heni 2008)

Dampak dari bencana menyentuh semua aspek kehidupan masyarakat.Salah satu perubahan besar yaitu kehilangan kehidupan yang terartur. Keadaan kehilangan ini memaksa korban untuk beradaptasi secara cepat dengan lingkungan baru dan memungkinkan munculnya stress karena tekanan yang datang bertubi – tubi

Secara umum, stress adalah tekanan yang dirasakan oleh seseorang akibat suatu situasi atau peristiwa, atau penjelasan lain, sehingga terjadi kesenjangan (gap) antara keinginan dan kenyataan yang dialami. Definisi stressyaitu respon tubuh terhadap situasi yang


(53)

37

menuntut, mengancam, atau adanya hambatan. Seseorang kemudian menghindari siatuasi tersebut.

Stress terjadi karena adanya situasi di luar diri (eksternal) yang berpotensi menimbulkan tekanan disebut dengan Stressor. Stress juga dapat disebabkan oleh faktor lain dalam diri (internal) seperti proses mental yaitu dengan adanya harapan yang terlalu tinggi pada korban yang tidak tercapai sehingga stress dapat muncul.

Menurut Berwi 2015 dampak psikologis pada korban bencana alam terbagi pada tiga tahap:

a. Tahap Tanggap Darurat

Tahap ini yaitu pada masa beberapa jam atau hari setelah bencana. Dampak yang terlihat pada tahapan ini yaitu “numbing” atau mati rasa secara psikis, tertegun, linglung, apatis dan tatapan mata kosong. Tidak lama kemudian, korban akan mengalami perasaa takut yang sangat kuat, disertai dengan ransangan fisiologis, jantung berdebar – berdebar, ketegangan otot, nyeri otot, gangguan gastrointestinal, dan ketidakstabilan emosi. Maka pada tahap ini korban bencana masih bingung untuk memilih mengahadapi atau bahkan lari dari persoalan yang dia hadapi.

b. Tahap Pemulihan

Pada tahap ini korban bencana telah berada pada kondisi stabil, akan tetapi bantuan logistic dan sukarelawan


(54)

38

sudah mulai berkurang. Korban harus bisa meghadapi realita yang ada dan optimis tentang masa depan yang dikenal dengan fase “Honey moon”.Maka bisa di artikan pada tahap ini korban mulai membuka pikirannya untuk memulai hal yang baru dan bangkit dari keterpurukannya.

c. Tahap Rehabilitasi dan Rekontruksi

Fase ini sekitar satu tahun atau lebih setelah bencana. Pada fase ini, sebagian besar korban bencana sudah sembuh namun resiko lain dapat meningkatkan seperti bunuh diri, kelelahan kronis, ketidakmampuan untuk bekerja, kehilangan minat dalam kegiatan, dan kesulitan berfikir logis, bahkan hingga konflik internal dalam komunitas.

Dampak psikologis yang mungkin terjadi pada korban bencana berdasarkan tingkatan usia :

1. Anak Pra Sekolah

Menurut Norris (dalam Berwi 2015 ) Anak – anak korban bencana mengalami gangguang psikis seperti mengompol, gigit jempol, mimpi buruk, mudah marah, temper tantrum, hiperaktif, agresif, “Baby Talk” dan peningkatan

intensitas.

2. Anak Usia Sekolah

Menurut mandalakas (dalam Berwi 2015) Anak usia sekolah biasanya menunjukkan reaksi ketakutan dan kecemasan,


(55)

39

keluhan somatic, dan gangguan tidur. Selain itu mereka juga mengalami gangguan prestasi sekolah, menarik diri dari pertemanan, apatis, dan enggan berteman.Kondisi traumatic pasca bencana sangat memungkinkan terjadi pada mereka dan pertengkaran sesame teman.

3. Anak Usia Remaja

Kondisi traumatik pada remaja menjadi mereka akan menarik diri dari aktivitas sosial dan sekolah, menjadi anak pemberontak, mengalami gangguan makan, tidur, dan kurangnya konsentrasi. Hal yang paling ditakuti pada gangguan psikologis yang terjadi pada usia remaja yaitu pelampiasan traumatik pada penyalahgunaan alcohol ataupun seks bebas

4. Wanita

Kaum perempuan mengalami berbagai goncangan psikologis akibat bencana seperti kehilangan rasa percaya diri, khawatir yang berlebihan, gejala ketakutan berlebihan dan trauma yang tinggi dari tekanan hidup yang bertubi-tubi. Situasi setelah bencana terkadang menurunkan motivasi bagi perempuan untuk mempertahankan hidup dan mereka pun akan kembali mengalami traumatis untuk melakukan adaptasi kembali dengan lingkungan dan masyarakat skitar.


(56)

40 5. Lansia

Para lansia telah mengalami penurunan kemampuan fisik dan mental sehngga sulit untuk melakukan adaptasi kembali setelah kejadian bencana.Kaum lansia juga telah kehilangan peran sehingga merasa dirinya tidak berarti dan tidak lagi sibutuhkan orang – orang sekitarnya.

4. Gunung Sinabung

Menurut Tjetjep (2011) di wilayah Indonesia terdapat sekitar 129 buah gunung berapi tersebut, sebanyak 13% terbentang dari pulau Sumatra menyusuri pulau Jawa kemudan menyebrang ke Bali dan Nusa tenggara hingga bagian timur Maluku dan berbelo kearah Sulawesi.Tipe gunung di Indonesia disesuaikan dengan riwayat erupsinya. Tipe A yaitu gunung api yang pernah meletus sejak tahun 1600 dan aktif sampai sekarang, tipe B adalah yang mempunyai kawah dan memiliki lapangan solfatara atau fumarole tetapi tidak diketahui erupsinya sejak tahun 1600, dan tipe C adalah gunung api yang hanya mempunyai lapangan solfatara atau fumarole saja dan tidak ada rekaman erupsi sejak tahun 1600.

Gunung Sinabung terletak di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Koordinat puncak Gunung Sinabung adalah 3ᵒ 10’ LU dan 98ᵒ 23’ BT dengan ketinggian 2.460 meter dari permukaan laut dan disertai 4 kawah yaitu (Kawah I,II,III, dan IV). Gunung bertipe strato ini terakhir meletus pada tahun 1600 dan kembali meletus pada tahun 2010.Oleh karena itu,


(57)

41

gunung ini masuk ke dalam tipe B yang bersejarah erupsinya tidak diketahui sejak tahun 1600.

Tabel 2.1

Sejarah Erupsi Gunung Sinabung

Keadaan sosial warga berubah drastis pasca erupsi Gunung Sinabung. Sektor pertanian menjadi dampak terbesar yang mengakibatkan warga beralih menjadi pekerja buruh lepas harian ( dalam bahasa Karo disebut aron).Masyarakat setiap hari membuat pos jaga yang dilakukan

Tahun Erupsi

1600 Memuntahkan batu piroklastik serta aliran lahar yang mengalir kea rah selatan 1912 Aktivitas Solfatara terlihat di puncak dan lereng atas

2010 7 April – 27 Agustus

Beberapa kali erupsi yang diantaranya merupakan freatik. Status Gunung Sinabung berubah dari bertipe B menjadi A

7 September

Erupsi dengan lontaran sebu vulkanik hingga 5.000 meter ke udara dan suara erupsi terdengar hingga jarak 8KM

23 September

Aktivitas Gunung Sinabung menurun menjadikan status dari AWAS (level IV) ke SIAGA (level II)

7 Oktober

Status Gunung Sinabung kembali turun dari SIAGA (level III) menjadi WASPADA (level II) 2013 15 September pukul 02.51 WIB

Erupsi pada hari minggu dini hari masih terjadi hingga beberapa kali kemudian. Status gunung berada pada level III atau SIAGA

29 September

Status Gunung Sinabung diturunkan dari SIAGA (level III) menjadi WASPADA (level II) 3 November pukul 16.18 WIB

Erupsi mengeluarkan Debu Vulkanik setinggi 2.500 meter arah angina ke Barat. Radius 3 KM dari lokasi harus dikosongkan (4 Desa)

2014 3 Januari

Guguran lava pijar dan awan panas masih terus terjadi. Warga yang dievakuasi mencapai 20.000 orang. Status gunung turun menjadi SIAGA (level III)

29 Juni pukul 19.50 WIB

Gunung Sinabung mengeluarkan awan panas, dengan tinggi kolom erupsi setinggi 400 meter dan 4,5 meter kearah tenggara.

2015 September

Gunung Sinabung mengeluarkan 2 kali awan panas sejauh 3000 meter dan terjadi 56 Kali gempa Guguran, lama gempa 5-10 detik.

November 2015

Guguran lava pijar sejauh 2000 meter dan terjadi 12 kali gempa.

2016 September

Selama bulan September terjadi 101 gempa vulkanik dangkal Oktober


(58)

42

oleh laki – laki secara bergantian, pakaian disusun dalam karung untuk bersiaga jika tiba –tiba bencana datang.

Kondisi Ekonomi Penduduk sekitar Gunung Sinabung, Erupsi Gunung Sinabung sangat berdampak besar pada lahan pertanian yang biasa digarap oleh masyarakat.Tanaman padi, yang ditanam petani tertutup oleh debu vulkanik yang menyebabkan gagal panen sehingg harga di pasaran meningkat.

Dampak Erupsi Gunung Sinabung terhadap budaya.Data yang didapatkan dari Psychosocial Assessment Report pada 2013 dinyatakan bahwa pengungsi terbesar dari bencana erupsi Gunung Sinabung berasal dari Desa Suka Meriah, Desa Bekerah dan Desa Simacem.Mereka adalah masyarakat Karo yang masih memegang adat dengan kuat dan tradisi keagamaan yang kental, membuat mereka memiliki berbagai aktivitas adat-ritual yang dapat digunakan dalam membantu memulihkan kondisi psikologis mereka maupun meningkatkan resiliensi.

Rakut Sitelu, yakni konsep lembaga sosial adat bagi masyarakat karo dapan menjadi sarana dalam pemuliham masyarakat yang partisipatoris. Para pengungsi juga memiliki berbagai upacara adat yang dapat membuat mereka lebih tenang, misalnya Releng Tendi yang biasanya dilakukan untuk membersihkan jiwa setelah mengalami kejadian yang berbahaya atau mengancam.Masyarakat Karo juga memiliki Sangkep Sitelu untuk memulihkan hubungan antara anggota masyarakat/adat yang terbelah.Sangkep Sitelu dapat digunakan untuk memulihkan hubungan


(59)

43

antar pengungsi yang setempat memanas atau mengalami ekskalasi konflik selama tinggal di Posko Pengungsian.

Masyarakat Karo mayoritas beragama Nasrani, Khususnya Protestan, dengan sinode terbesar yakni Gereja Batak Karo Protestan (GBKP), dan Gereja injili Karo Indonesia. Kedua sinode ini (ataupun sinode lain yang lebih kecil) dapat menjadi media dalam melakukan program pemulihan psikologis maupun meningkatkan resiliensi pada masyarakat di sekitar gunung Sinabung. Selain melibatkan Sinode Gereja Protestan, sumber daya lain yang tersedia adalah Pengurus Masjid Agung Kabanjahe dan Paroki Berastagi.

D. Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain: 1. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti sejalan dengan penelitian

yang dilakuka oleh Uripah (2014) terkait dengan Profil Resiliensi Mantan Pecandu Narkoba yang menggunakan adaptasi Resilience Quotient Test (RQ Test) menunjukkan bahwa Test RQ cukup reliabel untuk mengukur resiliensi mantan pecandu narkoba. Peneliti melakukan adaptasi terhadap instrument RQ Test tersebut melalui beberapa tahap. Tahap pertama, RQ test diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh ahli 1. Kemudian, hasil terjemahan tersebut dialih bahasakan kembali menjadi bahasa inggris oleh ahli 2. Setelah itu RQ Test asli dibandingkan dengan RQ Test hasil alih bahasa dan dilakukan perbaikan sampai dinyatakan sesuai dengan pengujian


(60)

44

oleh ahli 3. Dengan demikian RQ Test adaptasi dapat dinyatakan reliabel dengan RQ Test aslinya.

2. Penelitian ini juga dilakukan oleh Pribastuti (2011) terkait dengan Profil Resiliensi Pendidik Berdasarkan Resilience Quetient Test menunjukkan bahwa gambaran resiliensi staf pengajar yang diungkap dengan RQ Test masih perlu dikaji lebih dalam, karena dari ketujuh faktor resiliensi terdapat beberapa faktor yang menunjukkan hasil yang saling berlawanan.


(61)

45 BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini peneliti akan membahas jenis penelitian, tempat penelitian, subjek penelitian, variable penelitian, teknik dan instrument pengumpulan data, validitas dan reliabilitas, teknik analisis data, dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan (Furchan,2007:447).Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh mengenai resiliensi siswa-siswi kelas VII SMP Negeri 1 Naman Teran.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Selasa tanggal 10 Januari 2017 di SMP Negeri 1 Naman Teran, Kab Karo, Sumatera Utara.

C. Subjek dan Sampel Penelitian

Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas VII SMP Negeri 1 Naman Teran tahun ajaran 2016/2017. Peneliti memilih siswa/i kelas VII sebagai subjek penelitian ini karena siswa/i kelas VII berada pada tingkat awal di sekolah lanjutan pertama dan merupakan masa peralihan anak – anak ke remaja.

Sampel diambil menggunakan teknik Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono 2013)


(62)

46

.Julmlah kelas VII di SMP Negeri 1 Naman Teran Tahun Ajaran 2016/2017 sebanyak 4 kelas yaitu kelas VII-1, VII-2, VII-3,VII-4 namun yang dipakai untuk penelitian hanya 2 kelas yaitu kelas VII-2 dan VII-3 yang masing – masing kelas berjumlah 20 orang dan totalnya 40 siswa.

D. Definisi Oprasional Variabel Penelitian

Dalam Penelitian ini, variabel yang akan diteliti adalah variabel tunggal yaitu Resiliensi pada siswa/i SMP Negeri 1 Naman Teran, kelas VII Tahun Ajaran 2016/2017. Resiliensi dalam penelitian ini tergambar dalam skor yang dipilih oleh masing – masing subjek, setelah mengerjakan instrument yang dikembangkan oleh peneliti.

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan data 1. Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono (2013) mengatakan bahwa pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Pengumpulan data bila dilihat dari segi cara atau tehnik dapat dilakukan dengan interview, kuesioner, observasi, dan gabungan ketiganya. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan salah satu tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada reponden untuk dijawab. Kuesioner yang akan dibuat harus berlandaskan pada faktor dalam prinsip penulisan angket. Prinsip penulisan angket menurut Sugiyono (2013 :19) mengatakan bahwa :


(63)

47

Prinsip ini menyangkut beberapa faktor yaitu : isi dan tujuan pertanyaan, bahasa yang digunakan mudah, pertanyaan tertutup terbuka positif negatif, pertanyaan tidak mendua, tidak menanyakan hal – hal yang sudah lupa, pertanyaan tidak mengarahkan, panjang pertanyaan, dan urutan pertanyaan.

Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner Resiliensi dimana item – item di kuesioner penelitian ini diadaptasi dari Resilience Quotient Test (RQ Test)oleh Reivich & Shatte (dalam Frumi ). Test RQ ini memiliki 5 alternatif jawaban. Dalam penelitian ini juga akan dipakai 5 alternatif jawaban sesuai dengan tes aslinya.

2. Intrumen Pengumpulan Data

Pernyataan dalam kuesioner resiliensi ini hanya terdiri dari dua jenis pernyataan yaitu pernyataan favorabel (positif) dan unvaforable

(negatif).Pernyataan positif merupakan konsep keprilakuan yang sesuai atau mendukung atribut/variable yang diukur.Sedangkan pernyataan negatif merupakan konsep keperilakuan yang tidak sesuai/tidak mendukung atribut yang diukur. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan 5 (lima) alternatif jawaban yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S) kurang sesuai (KS), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Kuesioner yang telah disiapkan diberikan kepada siswa dengan mengisi dan memberi tanda (x) pada 5 alternatif jawaban adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2013 :135).


(64)

48 Tabel 3.1

Penentuan Skor Tiap Alternatif Jawaban

Skoring dilakukan dengan cara menjumlahkan jawaban responden pada masing – masing item. Dengan demikian dapat diketahui tingkat resiliensi pada subjek penelitian ini.semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi pula tingkat resiliensi, sebaliknya semakin rendah jumlah skor yang diperoleh, maka semakin rendah pula tingkat resiliensi.

Kuesonier Skala resiliensi ini diadaptasi dari Resilience Quotient Test (RQ Test)oleh Reivich & Shatte terdiri dari 56 item. Memuat 7 faktor yang dikemukakan oleh Reivich & Shatte yaitu :emotional regulation, impulse control, emphaty, optimism, casual analysis, self-afficiacy dan reaching out.

Diunduh dari The Frumi Group yang selanjutnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Arum Widya Astuti S.S, penerjemah adalah alumni program studi sastra inggris Universitas Sanata Dharma dan sekarang bekerja di Patriot Bangsa Aviatiation Training Center. Hasil terjemahan yang sudah ada diperiksa ulang oleh Daniel Pianka, penerjemah berasal dari Jerman, sekarang bekerja sebagai Lecturer for renewable energy at

UKRIM.Frumi Group adalah website yang dimiliki oleh Dr.Frumi Rachel Alternatif

Jawaban

Skor

Favourable

(+)

Skor

Unfavourable

(-)

Sangat Sesuai (SS) 5 1

Sesuai (S) 4 2

Agak Sesuai (AS) 3 3

Kurang Sesuai (KS) 2 4


(65)

49

Barr.Website ini memuat artikel – artikel mendukung dan membimbing perkembangan manusia dan strategi perkembangan manusia menjadi lebih positif.Semua itemnya bebas dan memiliki skala yang dapat digunakan secara ilmiah.

Peneliti mengadaptasi tes ini karena menurut Wenner & Smith (dalam Pribastuti) Resit pada awalnya mengindetifikasi kerusakan yang dialami anak – anak dan mencari penanganan yang tepat untuk menolong mereka dalam menghadapi resiko kehidupan justru menemukan bahwa sepertiga dari anak-anak yang hidup dengan resiko kehidupan tersebut ternyata memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai permasalahan yang mereka hadapi. Sehingga hal ini mendukung penelitian ini karena pada awalnya riset ini digunakan untuk kalangan anak – anak dan subjek penelitian ini adalah anak – anak yaitu siswa/i SMP Kelas VII yang termasuk dalam masa transisi dari anak – anak ke remaja awal.

Berikut ini akan disajikan pengelompokkan item-item Resilience Quotient Test dan konstruk item berdasarkan aspek-aspek resiliensi. (dalam Pribastuti 2011)


(66)

50 Tabel 3.2

Kisi-kisi Kuesioner Resiliensi

No Aspek Indikator Nomor item Jumla

h

FAV UNFAV

1. Regulasi Emosi

(Emotion Regulation)

Tetap tenang dalam menghadapi masalah.

13,26 2,7 4

Fokus pada

permasalahan yang ada

25,56 23,31 4 2. Control

Terhadap Implus (Impluse Control) Mampu mengendalikan emosi negatif

4,42, 35,38 4 Mampu mengelola emosi

negatif

15, 47 11,55 4

3. Empati

(Emphaty)

Memahami perilaku verbal orang lain

37,46 30,54 4 Memahami perilaku non

verbal orang lain

10,34 24,50 4 4. Optimis

(Optimism)

Yakin bahwa memiliki kemampuan untuk menghadapi segala situasi

18,53 3,39 4

Percaya bahwa segala sesuatunya akan menjadi baik

27,32 3,43 4

5. Kemampuan Menganalisis Masalah

(Casual Analysis)

Membuat solusi atas masalah yang sedang dihadapi

12,19 44,52 4

Tidak menyalahkan orang lain atas kesalahan yang diperbuat

21,48 1,41 4

6. Efikasi Diri

(Self-Efficacy)

Memiliki keyakinan untuk memecahkan masalah yang dihadapi

5,29 9,22 4

Memiliki keyakinan untuk sukses

28,49 17,20 4 7. Pencapaian

(Reaching Out)

Tidak malu apabila mengalami kegagalan

6,40 16,51 4

Berani untuk mengoptimalkan kemampuan

8,14 35,45 4


(67)

51 F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Validitas

Validitas merupakan parameter yang menunjukkan sejauh mana alat ukur mampu mengukur apa yang akan diukur. Sugiyono (2013:168) mengatakan bahwa “Valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharunya di ukur”.Azwar (2011) mengatakan bahwa validitas pada umumnya digolongkan dalam tiga kategori, yaitu validitas isi, validitas konstrak, dan validitas berdasarkan kriteria.Validitas dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian validitas isi karena kuesioner dalam penelitian dini divalidasi oleh professional judgment.

Validitas isi adalah validitas yang dietimasi lewat pengujian terhadap isi kuesioner dengan analisis rasional atau lewat professional judgment.Intrumen tingkat keresiliensi ini dikontruksikan berdasarkan aspek – aspek resiliensi kemudian validitas item dilakukan oleh Drs. R. Budi Sarwono, M.A. Secara teknis pengujian validitas isi dapat dibantu dengan menggunakan kisi – kisi instrument. Dalam kisi – kisi intrumen ini terdapat variabel yang diteliti yaitu resiliensi, indiktor sebagai tolak ukur dan nomor item pertanyaan atau pernyataan yang merupakan jabaran dari indikator.

Hasil konsultasi yang telah dilakukan dilengkapi dengan pengujian empiric dengan cara mengkorelasikan skor-skor setiap item instrument terhadap skor total aspek dengan tehnik korelasi Spearman’s rho menggunakan aplikasi program computer SPSS for Window. Rumus korelasi Spearman’s rho adalah sebagai berikut :


(68)

52 Keterangan :

rs = Koefisien Korelasi Spearman ∑ d2

= Total Kuadrat slisih antar ranking n = Jumlah Sampel Penelitian

Keputusan ditetapkan dengan nilai koefisien validitas yang minimal sama dengan 0,30 (Azwar, 2011:103). Apabila terdapat item yang memiliki nilai koefisien di bawah 0,30 maka item tersebut dinyatakan gugur.

Proses penghitungan indeks validitas item pada alat ukur penelitian ini dilakukan dengan cara memberi skor disetiap item dan mentabulasikan ke dalam tabulasi uji coba instrument penelitian. Perhitungan indeks validitas peneliti manggunakan bantuan aplikasi statistic program for social science (SPSS) versi 16.0.item yang valid adalah item yang memiliki korelasi ≥ 0,30. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh peneliti,diperoleh 41 item yang valid dan 15 item yang tidak valid terdapat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.3

Rincian item yang Valid dan Tidak Valid

No Aspek Indikator Nomor item

FAV UNFAV

1. Regulasi Emosi

(Emotion Regulation)

Tetap tenang dalam menghadapi masalah.

13,26 2*,7 Fokus pada permasalahan yang ada 25*,56 23,31 2. Control Terhadap Mampu mengendalikan emosi negatif 4,42, 35,38


(1)

100

A. Pendahuluan

Bencana merupakan fenomena alam yang tidak bisa diprediksi kapan dan dimana akan terjadi. Ketika bencana terjadi,maka akan berdampak terhadap inti kehidupan manusia. Untuk dapat beradaptasi secara positif terhadap bencana, anak harus memiliki kepribadian positif yang nantinya akan membantu anak untuk tetap berkembang dengan baik yaitu, kontrol emosi yang baik, dapat menyelesaikan masalah secara mandiri, memiliki komptensi sosial seperti empati, berkomunikasi, besosialisasi,optimis pada masa depan. Kepribadian positif yang disebutkan diatas jika dilihat dari suatu kesatuan merupakan konsep resiliensi.

Resiliensi akan membentuk seseorang untuk berhasil menyesuaikan diri ketika menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan, serta tetap mengembangkan diri sekalipun berada dibawah tekanan. Menurut Reivinch anda Shatte resiliensi adalah kemampuan individu untuk melakukan respon dengan cara yang sehat dan produktif ketika berhadap dengan trauma.

Meningkatkan resiliensi terhadap bencana pada anak, maka pemberian metode yang tepat akan sangat membantu anak meningkatkan resiliensinya khususnya bagi anak-anak yang baru menjadi korban bencana. Faktor-faktor yang mendukung peningkatakan resiliensi pada anak ini perlu diberikan menggunakan metode atau media yang menarik dan tentunya mudah dipahami oleh anak. Metode yang akan digunakan adalah metode menulis cerita.

Ketika anak mulai menuliskan cerita maka ia akan melibatkan orang,hewan,figure fantasi dan semua jenis objek yang tidak bernyawa, seperti


(2)

101

mobil,rumah, dan objek tersebut diberi karakter, kepribadian,perilaku dan emosi. Hal penting adalah ketika anak mulai menuliskan cerita maka anak akan mengembaangkan tema, memunculkan masalah dan karakter yang sudah ada sebelumnya merespon dengan pikiran,emosi dan perilaku tertentu. Jika mereka melakukan hal ini, maka anak pasti merefleksikan situasi hidup mereka sendiri. Bahkan pada saat anak menulis cerita ia akan menyertakan diri mereka sebagai karakter dalam cerita, oleh sebab itu anak akan dapat menjelaskan pristiwa yang telah terjadi dalam hidup mereka didalam cerita.

Tujuan umum menulis cerita adalah membantu anak mengenali kecemasan atau tekanan dengan memahami karakter atau situasi dalam cerita.Menulis cerita juga bertujuan untuk menemukan tema dan emosi yang muncul dalam hidup mereka dari waktu ke waktu. Misalnya anak menemukan bahwa mereka kurang percaya diri, merasa minder atau perasaan berlebihan ketika berada di depan orang banyak. dengan menyadari perasaan itu anak akan mampu mengatasinya dan mencari solusi masalah tersebut. Menulis cerita juga dapat membantu anak untuk mengekspresikan harapan,keinginan dan fantasi. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi anak yang mengalami situasi kehidupan yang menyakitkan atau memiliki trauma. Sehingga dengan menulis cerita faktor – faktor resiliensi akan lebih mudah dipahami dan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.


(3)

102

B. KEGIATAN PELAYANAN

No Kegiatan Guru Siswa Waktu

1. Pembuka Mengucapkan salam dan memberikan semangat

Mengucapkan salam

5 menit

Pengantar Memberikan pengatar terkait dengan kegiatan dan tujuan kegiatan

bimbingan

Mendengarkan pengantar kegiatan bimbingan yang akan diadakan

5 menit

2. Permainan “Cerita Bersambung”

Memberikan intruksi terkait dengan

permainan “Cerita Bersambung”

Mendengarkan intruksi permainan “Cerita Bersambung” 10 menit Membagikan Lembar Kerja Membagikan lembar kerja dan memberikan penjelasan

tentang menulis cerita

Menerima Lembar kerja dan muli menulis cerita

40 menit

4. Refleksi Memberikan kesempatan untuk siswa untuk mensharingkan pengalaman ketika menuliskan cerita. Mensharingkan pengalaman menulis 5 menit

5. Penutup Memberikan kesimpulan dan penutup kegiatan

Mendengarkan kesimpulan dan penutup.

5 menit

Jumlah 60 menit


(4)

102

C. DESKRIPSI PELAYANAN

Permainan “Cerita Bersambung”

“Cerita Bersambung” Permainan ini dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

1. Peserta membuat lingkaran mengelilingi fasilitator

2. Fasilitator mulai menceritakan beberapa kisah. Peserta harus memperhatikan dengan seksama agar dapat mengetahui isi cerita tersebut

3. Setelah selesai beberapa kalimat, kemudia fasilitator menujuk salah satu peserta untuk melanjutkan cerita tersebut sesuai dengan versinya

4. Setelah selesai, peserta yang telah bercerita tadi kemudian menunjuk peserta yang lain untuk meneruskan cerita tadi.


(5)

(6)