PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA :Penelitian Tindakan Kelas di kelas X-2 SMA Negeri 6 Bandung.

(1)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 7

1.3Tujuan Penelitian ... 8

1.4Manfaat Penelitian ... 9

1.5Definisi Operasional . ... 10

1.5.1Pembelajaran Sejarah dengan Menggunakan Metode Pemecahan Masalah ... 10

1.5.2 Kemampuan Berpikir Kritis ... 12

1.6Sistematika Penulisan ... 14

BAB II. METODE PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS ... 16

2.1Kemampuan Berpikir Kritis ... 16

2.1.1 Pengertian Kemampuan Berpikir ... 16

2.1.2 Pengertian Berpikir Kritis ... 17

2.1.3 Karakteristik Berpikir Kritis ... 18

2.1.4 Indikator Berpikir Kritis ... 20


(2)

2.2.1 Pengertian Metode Pembelajaran... 22

2.2.2 Fungsi Metode Pembelajaran ... 23

2.2.3 Jenis-jenis Metode Pembelajaran ... 24

2.2.4Alasan Penggunaan Metode Pembelajaran ... 25

2.3 Penerapan Metode Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Sejarah ... 26

2.3.1 Landasan Teoritis Metode Pemecahan Masalah ... 26

2.3.2 Pengertian, Karakter, dan Tujuan Metode Pemecahan Masalah ... 30

2.3.3 Sintaks Metode Pemecahan Masalah ... 33

2.4 Keterkaitan Metode Pemecahan Masalah terhadap Tumbuhnya Kemampuan Berpikir Kritis ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

3.1Metode dan Desain Penelitian ... 39

3.1.1 Metode Penelitian ... 39

3.1.1 Desain Penelitian ... 41

3.2Lokasi dan Subjek Penelitian ... 43

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 43

3.2.2 Subjek Penelitian ... 44

3.3 Prosedur Penelitian ... 44

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 49

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 52

3.6 Verifikasi Data ... 62

3.7 Interpretasi Data ... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 65

4.1Deskripsi Observasi Pra-Tindakan ... 65

4.1.1 Profil Subjek Penelitian ... 65


(3)

4.2 Deskripsi Perencanaan dan Pelaksanaan Penerapan Metode Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Sejarah untuk Menumbuhkan Kemampuan

Berpikir Kritis Siswa ... 70

4.2.1 Deskripsi Tindakan Pembelajaran Siklus I ... 65

4.2.2 Deskripsi Tindakan Pembelajaran Siklus II ... 81

4.2.3 Deskripsi Tindakan Pembelajaran Siklus III ... 100

4.2.4 Deskripsi Tindakan Pembelajaran Siklus IV ... 117

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 132

4.3.1 Hasil Temuan Pra Tindakan ... 132

4.3.2 Data Hasil Wawancara ... 134

4.3.3 Deskripsi Perkembangan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan Lembar Kegiatan Siswa ... 136

4.3.4 Pendapat Siswa tentang Pembelajaran yang Berlangsung Berdasarkan Kuesioner ... 139

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian Secara Keseluruhan dan Hubungan Penerapan Metode Pemecahan Masalah Terhadap Pertumbuhan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 141

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 145

5.1 Kesimpulan ... 145

5.2 Saran ... 148

DAFTAR PUSTAKA ... 152 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(4)

BAB I PENDAHULUAN

1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan sejarah di era global dewasa ini dituntut kontribusinya untuk dapat lebih menumbuhkan kesadaran sejarah dalam upaya membangun kepribadian dan sikap mental siswa (Wiyanarti, 2010: 2). Kesadaran sejarah berkaitan dengan upaya untuk mengaktualisasikan diri di tengah sebuah kontinuitas waktu yang bergerak dari masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Idealisasi ini dalam prakteknya dapat dilakukan dengan lebih menekankan proses pembelajaran kepada pengembangan keterampilan berpikir.

Mengembangkan keterampilan berpikir dalam pembelajaran sejarah lebih mendapatkan banyak perhatian seiring dengan adanya perubahan paradigma pendidikan dari kurikulum yang sebelumnya berbasis kepada materi (content-base)

menjadi kurikulum yang berbasis kepada kompetensi, atau dari ”orientasi

pembelajaran yang menekankan kepada penguasaan materi menjadi orientasi pembelajaran yang lebih menekankan kepada pembinaan kemampuan berpikir

rasionalisme akademik” (Kusmarni, 2010: 1). Dalam pola pembelajaran, perubahan paradigma pendidikan ini telah membuat pergeseran dari bentuk pembelajaran yang selama ini berpusat kepada guru (teacher centered) menjadi berpusat kepada siswa (student centered).


(5)

Pembelajaran sejarah yang berpusat kepada siswa diantaranya dapat dilakukan dengan memfasilitasi siswa untuk dapat berdialog dalam sebuah diskusi kelas, melibatkan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah, membimbing siswa untuk membaca teks sejarah dengan kritis, dan lain sebagainya.

Menurut Kamarga (2007: 2), ”belajar sejarah bukan hanya sekedar menghafal fakta-fakta, tetapi cenderung kepada melihat keterhubungan antara apa yang terjadi di masa lampau dengan kondisi saat ini agar kemudian peserta didik menjadi lebih

bijaksana”. Dalam menyusun bentuk pembelajaran seperti ini yang harus dilakukan oleh guru adalah berusaha mengembangkan potensi berpikir siswa, diantaranya melalui penerapan model pembelajaran yang dapat menarik keaktifan seperti model penyelidikan sosial atau model pembelajaran yang menghadapkan siswa kepada masalah. (Kamarga, 2007: 3-11)

Kondisi pembelajaran sejarah di lapangan masih belum sesuai dengan idealisasi pengembangan kemampuan berpikir seperti yang telah dikemukakan di atas. Hasan (2008: 1-2) menyatakan bahwa dalam prakteknya terdapat tiga anggapan yang keliru mengenai pendidikan sejarah yang membuat proses pembelajarannya menjadi tidak efektif. Ketiga hal tersebut adalah; pertama, materi pelajaran sejarah seringkali dianggap sesuatu yang mudah dipelajari, padahal mempelajari masa lalu sebagai sesuatu yang abstrak memerlukan kemampuan berpikir yang cukup tinggi;

kedua, pelajaran sejarah dianggap hanya berkisar seputar kehidupan manusia di masa


(6)

diragukan, dan; ketiga, materi pelajaran sejarah terbatas pada aspek yang hanya mengembangkan kemampuan ingatan, sehingga hanya menjadi beban hafalan semata. Ketiga hal ini telah membuat orientasi pembelajaran sejarah hanya ditekankan kepada kemampuan kognitif mendasar yakni menghafal, bukan kepada kemampuan kognitif yang lebih tinggi seperti memahami, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi.

Permasalahan ini juga terjadi di kelas X-2 SMAN 6 Bandung. Selama melaksanakan observasi pra-penelitian di kelas tersebut, peneliti melihat bahwa:

pertama, pada saat guru mengajar dengan menggunakan metode tanya jawab,

pertanyaan guru yang mengarah kepada pengetahuan faktual seperti pertanyaan

tentang ”siapa”, ”kapan”, dan ”dimana” dapat direspon dengan baik oleh siswa dengan menjawab pertanyan tersebut secara kompak dan serempak, namun ketika bentuk pertanyaan mengandung masalah dan bersifat pemahaman seperti pertanyaan

tentang ”mengapa” dan ”bagaimana”, siswa cenderung kurang bisa merespon

pertanyaan itu dengan baik, mereka lebih banyak diam dan tidak bisa berpendapat. Sebaliknya saat guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, mereka seringkali terlihat kesulitan untuk menentukan pertanyaan sehingga hanya ada beberapa orang siswa yang bertanya, itupun hanya berkisar pertanyaan yang bersifat faktual; kedua, pada saat kegiatan diskusi kelas dilaksanakan, kelompok yang melakukan presentasi di depan kelas selalu terlihat tidak menguasai bahan yang sedang mereka bahas dengan hanya membaca text book, disamping itu secara keseluruhan siswa kurang terlibat dalam proses pembelajaran karena sebagian siswa


(7)

tidak mengikuti kegiatan diskusi ini dengan baik. Hal ini terjadi karena siswa kurang bisa mengidentifikasi dan mengenali apa yang menjadi tema-tema permasalahan di dalam setiap topik diskusi; ketiga, di dalam hasil pekerjaan siswa (makalah) yang ditugaskan oleh guru di akhir pembelajaran, terlihat bahwa siswa kurang mampu untuk dapat menyusun berbagai informasi yang sesuai dengan judul makalah yang sedang mereka bahas, di samping itu kemampuan mereka di dalam menarik kesimpulan masih sangat sederhana. Maka kesimpulan dari hasil observasi tersebut adalah:

1. Kemampuan siswa di dalam membuat dan menjawab pertanyaan yang bersifat pemahaman masih kurang baik;

2. Kemampuan siswa untuk mengidentifikasi permasalahan di dalam isi (konten) pembelajaran masih rendah; dan

3. Kemampuan siswa di dalam menyusun informasi yang relevan dengan tugas yang dibahas serta kemampuan siswa di dalam menarik kesimpulan masih sangat sederhana.

Hasil observasi di atas mencerminkan bahwa anggapan siswa yang menilai belajar sejarah adalah kegiatan menghafal beragam informasi faktual, tidak dapat mengkondisikan pembelajaran yang aktif serta tidak dapat mengembangkan potensi berpikir mereka.

Guru dapat mengembangkan kegiatan pembelajaran yang aktif dan menarik potensi berpikir dengan menumbuhkan kemampuan berpikir kritis pada diri siswa.


(8)

Dengan menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa, kegiatan pembelajaran akan difokuskan kepada kemampuan siswa di dalam memahami dan menganalisis materi pembelajaran. Kemampuan berpikir kritis adalah salah satu tujuan dari pembelajaran sejarah (Depdiknas, 2006). Menurut Dewey (Fisher, 2001: 2) berpikir kritis adalah:

Sikap aktif, tekun, dan mempertimbangkan secara hati-hati sebuah keyakinan atau perkiraan dari bentuk pengetahuan dengan keterangan alasan yang mendukung dan kesimpulan lanjutan untuk mempertahankannya.

Menurut Fisher (2001: 2), definisi berpikir kritis dari Dewey mengungkapkan bahwa hal yang paling esensial dalam berpikir kritis adalah proses aktif– memikirkan beberapa hal dengan kemampuan sendiri, mengajukan pertanyaan/ keraguan sendiri, menemukan informasi yang relevan sendiri, dan sebagainya - daripada hanya belajar dengan lebih banyak menerima secara pasif dari orang lain. Oleh karena itu kemampuan berpikir kritis inilah yang mungkin harus ditumbuhkan untuk memperbaiki permasalahan di kelas X-2. Selain itu, berpikir kritis menjadi suatu hal yang cukup penting untuk segera dikembangkan, senada dengan peringatan Brandt (Abdulkarim, 2008: 15) sekitar lebih dari dua dekade yang lalu:

..., Brandt (1989) menyatakan bahwa pada saat ini belum banyak muncul kesadaran yang tinggi di kalangan pendidik di persekolahan untuk mengajar para siswa tentang kondisi dunia yang semakin berkembang pesat yang menuntut adanya respon dengan pemikiran secara kritis.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah dengan melakukan pengembangan terhadap metode pembelajaran yang akan diterapkan. Menurut Trianto (2007: 65) dan Dasna &


(9)

Sutrisno (2007: 1), salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat menumbuhkan keterampilan berpikir kritis adalah dengan mengembangkan pembelajaran yang berbasiskan kepada masalah atau dalam bentuk metode pembelajaran Pemecahan Masalah. Dalam kegiatan pembelajaran dengan menerapkan metode Pemecahan Masalah, siswa akan dihadapkan kepada permasalahan yang terkandung di dalam konten pembelajaran dan diarahkan kepada kegiatan mengidentifikasi masalah, mengajukan solusi terhadap masalah, mendapatkan dan menyusun informasi yang relevan, serta menarik kesimpulan. Beragam aktifitas ini diharapkan dapat menjadi prakondisi bagi tumbuhnya kemampuan berpikir kritis siswa di kelas X-2.

Metode Pemecahan Masalah tersebut juga dapat mendorong fungsi sejarah yang berkenaan dengan pembentukan kesadaran sejarah dalam upaya membangun kepribadian dan sikap mental siswa seperti diungkapkan Wiyanarti (2010: 2) di awal tulisan ini, karena menurut Hasan (tersedia: http://file.upi.edu/ai.php?dir=Direktori /B%20%20FPIPS/JUR.%20PEND.%20SEJARAH/194403101967101%20%20SAID %20HAMID%20HASAN/Makalah/):

… melalui pendidikan sejarah, mereka (siswa) memahami bagaimana bangsa ini lahir dan berkembang, permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan bangsa masa lalu, masa kini, dan bagaimana menyelesaikan berbagai masalah tersebut dan bagaimana mereka belajar dari pengalaman masa lampau tersebut untuk membentuk kehidupan masa depan menjadi lebih

baik…

Hal inilah yang menjadi latar belakang peneliti untuk mencoba menerapkan metode Pemecahan Masalah di kelas X-2 SMA Negeri 6 Bandung ke dalam sebuah


(10)

kerangka penelitian. Penelitian ini diharapankan dapat memperbaiki permasalahan yang terjadi di dalam kelas. Meningkatkan keaktifan dan menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa sehingga pembelajaran yang dilakukan dapat menjadi lebih bermakna. Selanjutnya upaya ini akan diintegrasikan ke dalam sebuah kegiatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berjudul: “Penerapan Metode Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran Sejarah Untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas X-2 SMAN 6 Bandung)”.

1. 2. RUMUSAN MASALAH DAN PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan utama yang akan

dibahas dalam skripsi ini adalah “Bagaimana menerapkan metode Pemecahan Masalah yang tepat dalam pembelajaran Sejarah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas X-2 SMAN 6 Bandung?”.

Agar permasalahan penelitian di atas dapat terarah dengan baik, maka rumusan masalah tersebut akan diuraikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana merencanakan metode Pemecahan Masalah dalam pembelajaran Sejarah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas X-2 SMA Negeri 6 Bandung?


(11)

2. Bagaimana melaksanakan metode Pemecahan Masalah dalam pembelajaran Sejarah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas X-2 SMA Negeri 6 Bandung?

3. Apakah pelaksanaan metode Pemecahan Masalah dalam pembelajaran Sejarah dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas X-2 SMA Negeri 6 Bandung?

4. Kendala apa saja yang dihadapi oleh guru di dalam melaksanakan metode Pemecahan Masalah di kelas X-2 SMA Negeri 6 Bandung?

1. 3. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang bagaimana metode Pemecahan Masalah dalam pembelajaran Sejarah dapat terlaksana dengan baik dan menghasilkan perubahan yang bermakna. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini merujuk pada pertanyaan penelitian yang telah ditetapkan sebagai berikut:

1. Mengkaji dan menganalisis secara reflektif, partisipatif dan kolaboratif mengenai rencana pelaksanaan metode Pemecahan Masalah dalam pembelajaran Sejarah di kelas X-2 SMA Negeri 6 Bandung.


(12)

2. Mengkaji dan menganalisis secara reflektif, partisipatif dan kolaboratif mengenai pelaksanaan metode Pemecahan Masalah dalam pembelajaran Sejarah di kelas X-2 SMA Negeri 6 Bandung.

3. Mengkaji dan menganalisis secara reflektif, partisipatif dan kolaboratif efektifitas pelaksanaan metode Pemecahan Masalah dalam menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas X-2 SMA Negeri 6 Bandung.

4. Mengidentifikasi kendala apa saja yang dihadapi oleh guru dalam pelaksanaan metode Pemecahan Masalah di kelas X-2 SMA Negeri 6 Bandung.

1. 4. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian yang dilaksanakan penulis diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap berbagai pihak terkait, diantaranya sebagai berikut:

1. Untuk peneliti, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan keterampilan dalam menerapkan metode Pemecahan Masalah dalam pembelajaran sejarah.

2. Untuk guru, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan untuk kajian lebih lanjut.

3. Untuk siswa, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang digali dalam pelajaran sejarah untuk bekal menghadapi berbagai permasalahan dalam kehidupan sosial mereka sendiri.


(13)

4. Untuk sekolah, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran sejarah di instansi tersebut.

1. 5. DEFINISI OPERASIONAL

Untuk membatasi cakupan istilah yang begitu luas, maka dalam pembahasan berikut akan dijelaskan secara singkat batasan dari beberapa istilah penting yang dimaksud oleh peneliti di dalam penelitian, diantaranya:

1. 5. 1. Pembelajaran Sejarah dengan Menggunakan Metode Pemecahan Masalah

Metode Pemecahan Masalah adalah sebuah metode pembelajaran dimana siswa dihadapkan kepada masalah sehingga proses belajar seluruhnya diorientasikan kepada upaya untuk memecahkan masalah tersebut. Menurut Duch (1995), metode

Pemecahan Masalah adalah ”metode pengajaran yang menggunakan permasalahan dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar keterampilan berpikir kritis dan memecahkan masalah, serta memperoleh pengetahuan dari konsep pokok dalam

pembelajaran”. Permasalahan nyata yang menjadi bahan pemecahan masalah di

dalam pembelajaran sejarah dapat dirancang dengan menggunakan pendekatan komparasi spasial dan temporal (Sjamsuddin, 2008: 272), yang menggunakan konsep pokok dalam pembelajaran untuk menghubungkan materi masa lalu di dalam sejarah dengan latar belakang kehidupan siswa saat ini (Supriatna, 2008: 14-15).


(14)

Tahapan metode Pemecahan Masalah akan diformulasikan dari langkah strategi pembelajaran berbasiskan masalah menurut Arends (2008: 57) yang merujuk kepada perilaku yang harus dilakukan oleh guru, dan langkah strategi pembelajaran berbasiskan masalah menurut Wena (2009: 93) yang merujuk kepada perilaku yang diharapkan dilakukan oleh siswa:

Tabel 1.1.

Tahapan Pemecahan Masalah

Arends (2008) 1. Mengorientasikan siswa kepada masalah

2. Mengorganisasi siswa untuk belajar 3. Membimbing penyelidikan kelompok

4. Menyajikan hasil karya

5. Mengevaluasi proses pemecahan masalah

Wena (2009) 1. Menemukan masalah 2. Mendefinisikan masalah 3. Mengumpulkan fakta 4. Melakukan penyelidikan 5. Menyimpulkan alternatif pemecahan masalah secara kolaboratif 6. Melakukan pengujian hasil pemecahan masalah

Tahapan pemecahan masalah di atas selanjutnya diintegrasikan ke dalam langkah operasional sebagai berikut:

a. Diskusi Kelompok

Sebelumnya seluruh siswa dibagi secara acak ke dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas 4-5 orang dan ditugaskan untuk menyiapkan berbagai sumber


(15)

literatur sebagai bahan diskusi sesuai dengan topik materi yang akan dipelajari. Selanjutnya, setiap kelompok diarahkan untuk mendiskusikan permasalahan yang diajukan oleh guru di dalam Lembar Kegiatan Siswa (LKS). (Pada tahap ini guru mengorientasikan siswa kepada masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar, dan membimbing penyelidikan kelompok).

b. Presentasi Kelas

Beberapa kelompok siswa yang ditunjuk oleh guru dipersilahkan untuk mempresentasikan hasil pengerjaan LKS. Di dalam kegiatan ini, siswa didorong untuk dapat melakukan dialog secara aktif melalui kegiatan bertanya, menjawab pertanyaan, mengajukan pendapat, dan menanggapi. (Pada tahap ini kegiatan guru adalah memfasilitasi siswa untuk menyajikan hasil jawaban mereka dan mengevaluasi proses pemecahan masalah bersama-sama).

1. 5. 2. Kemampuan Berpikir Kritis

Secara sederhana, ”berpikir kritis adalah proses menguji dan menganalisis informasi dan menggambarkan atau menarik kesimpulan tentang validitas informasi

tersebut” (Kamarga, 2007: 5). Sedangkan menurut Ennis (Abdulkarim, 2008: 12) berpikir kritis adalah ”aktivitas berpikir secara reflektif dan rasional yang difokuskan

pada penentuan apa yang harus diyakini atau dilakukan”. Dari kedua definisi tersebut


(16)

rasional dalam menganalisis sebuah informasi, untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan.

Pengamatan kemampuan berpikir kritis siswa didasarkan kepada beberapa poin kemampuan dasar dalam berpikir kritis atau a list of thinking skill as basic to

critical thinking dari Glaser (Fisher, 2001: 7) yang disederhanakan oleh peneliti

menjadi beberapa aspek keterampilan berpikir kritis, sebagai berikut:

Tabel 1. 2.

Indikator Berpikir Kritis

No Kemampuan Berpikir Indikator

1 Mengenali masalah - Kemampuan mengidentifikasi masalah

2 Menemukan cara yang dapat dilakukan untuk menghadapi masalah

- Kemampuan mengajukan solusi terhadap masalah dengan mendapatkan dan

menyusun informasi yang relevan 3 Mendapatkan dan menyusun

informasi yang berhubungan 4 Menarik kesimpulan dan

generalisasi yang menjamin

- Kemampuan menarik kesimpulan

5 Membuat pendapat yang akurat tentang hal yang spesifik dan berkualitas dalam hidup sehari-hari.

Indikator keterampilan berpikir kritis di atas sejalan dengan rangkaian pembelajaran sejarah yang menerapkan metode Pemecahan Masalah. Kegiatan ini


(17)

dipandu oleh Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang didalamnya berisi wacana yang mengandung permasalahan dan butir pertanyaan yang telah disusun dan disesuaikan dengan indikator kemampuan berpikir kritis tersebut. Hasil dari pengerjaan LKS kemudian diolah dan dianalisis dengan cara melihat skor rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang dihitung dari jumlah skor seluruh siswa dibagi jumlah siswa. Kemudian seluruh skor rata-rata ini akan ditampilkan dalam bentuk diagram multi siklus untuk melihat pertumbuhan atau penurunan performa kemampuan berpikir kritis siswa sepanjang siklus penelitian. Pengukuran berhasil atau tidaknya pertumbuhan keterampilan berpikir kritis siswa di kelas X-2 ini juga lihat dari hasil pengamatan peneliti terhadap aktivitas siswa (diskusi kelompok dan presentasi kelas). Selanjutnya kombinasi antara performa kualitas jawaban siswa di dalam LKS dan aktivitas siswa ini yang akan menentukan tingkat keberhasilan penelitian yang sedang dilaksanakan.

1. 6. SISTEMATIKA PENULISAN

Bab I Pendahuluan. Bab ini terbagi ke dalam beberapa sub bab yakni: latar belakang masalah, rumusan dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah, serta sistematika penulisan.

Bab II Kajian Pustaka. Bab ini memaparkan beragam rujukan teori yang digunakan sebagai landasan teoritis dalam pengembangan konseptual permasalahan yang dikaji dalam penelitian.


(18)

Bab III Metode Penelitian. Bab ini terbagi ke dalam beberapa sub bab yakni: metode dan desain penelitian, lokasi dan subjek penelitian, prosedur penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan dan analisis data, dan verifikasi data

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini memaparkan hasil penelitian yang didasarkan atas data yang diperoleh selama penelitian dilakukan.

Bab V Kesimpulan dan Saran. Bab ini memaparkan keputusan yang dihasilkan oleh peneliti sebagai jawaban atas tema yang diteliti.


(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan mengenai metode perencanaan penelitian yang akan dilakukan. Selanjutnya untuk mensistemasikan fokus pembahasan, Bab ini dibagi menjadi beberapa Sub-Bab, yaitu: A. Metode dan Desain Penelitian; B. Lokasi dan Subyek Penelitian; C. Prosedur Penelitian; D. Teknik Pengumpulan Data; E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data, serta; F. Verifikasi Data.

3. 1. METODE DAN DESAIN PENELITIAN 3. 1. 1. Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini berangkat dari paradigma kualitatif action

research yang berkembang di dalam penelitian studi sosial pada akhir abad ke-20.

Dalam bidang kajian pendidikan, metode ini lebih dikenal dengan istilah Clasroom

Action Research atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk membedakannya

dengan model penelitian serupa dalam bidang kajian yang lain (Muslich, 2009: 8). Ebbut seperti dikutip oleh Hopkins (Wiriaatmadja, 2009: 12), mengemukakan bahwa ’penelitian tindakan adalah kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil


(20)

dari tindakan-tindakan tersebut’. Sedangkan Carr dan Kemmis (Natawidjaja, 2008: 146) menjelaskan bahwa:

penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelaahan atau inkuiri melalui refleksi diri yang dilakukan oleh peserta kegiatan tertentu dalam situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran serta keabsahan dari: (a) praktek-praktek sosial atau kependidikan yang mereka lakukan sendiri, (b) pemahaman mereka mengenai praktek-praktek tersebut, dan (c) situasi kelembagaan tempat praktek-praktek itu dilaksanakan.

Selain itu PTK didefinisikan sebagai:

penelitian yang dilakukan oleh guru secara individual atau kelompok, terhadap masalah pembelajaran yang dihadapinya guna memecahkan masalah tersebut atau menghasilkan model dan prosedur tertentu yang paling cocok dengan cara dia mengajar, cara siswa belajar dan kultur yang sedang berlaku di lingkungan setempat (Supriatna, 2007: 190).

dan menurut Depdiknas (2006), PTK adalah:

sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga pembelajaran siswa dapat ditingkatkan.

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa PTK adalah tindakan penelitian yang dilakukan secara reflektif dan kolaboratif oleh guru untuk meningkatkan mutu praktek pembelajarannya di dalam kelas.

Metode PTK dipilih oleh peneliti dengan alasan bahwa; pertama, tema penelitian sesuai dengan latar belakang dilakukannya PTK menurut Natawidjaja (2008: 155) yakni ”apabila menghadapi masalah tertentu yang harus segera ditanggulangi atau apabila ingin menerapkan sesuatu yang baru dalam kerangka


(21)

wilayah kerja kita”; kedua, peneliti tidak bermaksud hanya mengumpulkan informasi

terhadap fenomena secara deskriptif, atau menyusun generalisasi dengan melakukan penelitian deduktif, akan tetapi penelitian ini hanya ditujukan untuk memecahkan permasalahan yang secara spesifik ditemukan di dalam kelas yang sedang menjadi subjek penelitian.

3. 1. 2. Desain Penelitian

Terdapat beragam model PTK yang disusun oleh para ahli yang merupakan pengembangan dari siklus dasar action research yang dipelopori oleh Kurt Lewin. Menurut Wiriaatmadja (2009: 61-71), beragam model PTK tersebut diantaranya dikemukakan oleh Lewin yang ditafsirkan oleh Kemmis (1980), model Elliot sebagai revisi dari model Lewin (1991), model Kemmis dan Taggart (1988), model Ebbut (1993), dan model Mc Kernan (1991).

Penelitian ini akan menggunakan model PTK berpola spiral atau dalam bentuk pengkajian berdaur siklus yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart (Wiriaatmadja, 2009: 66-67), dengan pertimbangan bahwa desain ini mempunyai pola dasar sederhana yang secara umum terdapat dalam siklus PTK, sehingga sudah terdapat banyak tulisan dari para ahli pendidikan tanah air yang relevan dengan model ini dan menjadi sumber rujukan peneliti, seperti beragam buku PTK yang ditulis oleh Suparno (2007), Kunandar (2008), Wiriaatmadja (2009), dan Muslich (2009).


(22)

Desain PTK dari Kemmis dan Taggart berbentuk langkah multi siklus di mana dalam setiap siklus terdiri dari empat tahap, yakni: Perencanaan (Planning), Tindakan (Action), Pengamatan (Observation), dan Refleksi (Reflection). Tahapan-tahapan tersebut dapat divisualisasikan sebagai berikut :

Gambar 3. 1.

Bagan PTK Model Spiral dari Kemmis dan Taggart (1988).

(Diadaptasi dari Wiriaatmadja, 2009: 66)

Berdasarkan gambar di atas, terdapat empat aspek pokok yang terdapat di dalam PTK, yakni; plan (perencanaan), act (tindakan), observe (pengamatan), dan reflect (perenungan / refleksi). Adapun penjelasan mengenai empat tahap tersebut adalah:

1. Perencanaan (Planning) : Pada tahap ini peneliti mulai mengidentifikasi masalah, kemudian merancang suatu kegiatan pembelajaran, dari mulai penetapan waktu, materi, metode pembelajaran, dan sebagainya.

Pengamat an Pengamata

n

Perencanaa n Ulang Tindaka

n Tindakan

Refleksi Refleksi

Perencanaan Ulang Perencanaa


(23)

2. Tindakan (Action) : Tahap ini merupakan implementasi dari berbagai rencana yang telah dirancang pada tahap sebelumnya.

3. Pengamatan (Observation) : Pelaksanaan pengamatan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini kolaborator mengumpulkan berbagai informasi di kelas secara rinci.

4. Refleksi (Reflection) : Pada tahap ini guru dan kolaborator melakukan evaluasi dari pelaksanaan tindakan, kemudian melakukan refleksi dari hasil evaluasi untuk tindakan selanjutnya.

3. 2. LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN 3. 2. 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 6 Bandung. Sekolah ini terletak di Jl. Pasirkaliki No. 51 Kota Bandung 40172, Telp (022) 6011309. Pemilihan sekolah ini didasarkan kepada relasi antara pihak sekolah dan peneliti yang sudah terjalin cukup baik mengingat sekolah ini merupakan almamater sekolah menengah peneliti selama tahun 2002 hingga 2005. Dalam langkah menjalin akses dan hubungan (gaining access and rapport), unsur diterima (being accepted) akan secara mudah terwujud karena peneliti sudah mengenal secara akrab pihak-pihak yang terdapat di sekolah ini dari mulai bagian staff pengajar, bagian perpustakaan, bagian Bimbingan Konseling, hingga bagian Tata Usaha.


(24)

3. 2. 2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa-siswi kelas X-2 SMAN 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012. Jumlah siswa kelas tersebut adalah 43 orang, terdiri dari 16 orang laki-laki dan 27 orang perempuan. Kelas X-2 dipilih secara acak untuk menemukan kekhasan permasalahan yang akan diteliti. Berdasarkan permasalahan yang ditemukan dari hasil pengamatan penulis saat melakukan pra penelitian di kelas tersebut, mengindikasikan bahwa kelas X-2 belum memiliki kemampuan berpikir kritis karena guru belum mengembangkan metode pembelajaran yang dapat menumbuhkan kemampuan tersebut.

3. 3. PROSEDUR PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang dilakukan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa. Proses pelaksanaan tindakan akan dilakukan secara bertahap. Jika dalam pelaksanaan satu siklus belum menunjukkan tanda-tanda perubahan ke arah perbaikan, kegiatan penelitian akan dilanjutkan pada siklus yang kedua, dan seterusnya, sampai penelitian menghasilkan peningkatan yang signifikan dan dianggap berhasil atau telah mendapatkan gambaran hasil yang jelas, tidak ada lagi hal baru (informasi, data) yang bisa didapatkan, dan sudah mengalami titik jenuh (saturated).

Prosedur tindakan dimulai dari: (A) Perencanaan, (B) Tindakan, (C) Pengamatan, dan (D) Refleksi.


(25)

A. Perencanaan

Pada tahap ini peneliti secara kolaboratif mengadakan kegiatan sebagai berikut: 1) Melakukan Identifikasi Masalah. Sesuai dengan uraian Latar Belakang Masalah

pada Bab I, dalam pembelajaran sejarah di kelas X-2 SMAN 6 Bandung peneliti menemukan permasalahan yakni kurangnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran karena belum diterapkannya metode pembelajaran yang dapat menumbuhkan kemampuan berpikir siswa.

2) Menganalisis Penyebab Masalah. Setelah melakukan analisis terhadap

permasalahan yang diteliti, peneliti menemukan bahwa latar belakang dari permasalahan kurangnya keaktifan siswa disebabkan karena belum dikembangkannya metode pembelajaran yang dapat menarik keaktifan dan kemampuan berpikir siswa.

3) Mengembangkan Intervensi / Tindakan. Sebagai tindak lanjut dari penyebab

pemasalahan yang telah ditemukan, maka tindakan selanjutnya adalah mengupayakan penerapan metode pembelajaran yang dapat menarik keaktifan dan potensi berpikir siswa dengan menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, dalam hal ini metode pembelajaran yang paling relevan dan feasible (sesuai pembahasan di dalam Bab I & Bab II) adalah metode pembelajaran Pemecahan Masalah.


(26)

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah sebagai berikut:

1) Meminta kesediaan mitra peneliti untuk mengamati proses belajar mengajar yang akan dilaksanakan. (Penelitian ini akan menempatkan peneliti sendiri sebagai guru, oleh karena itu peneliti akan berkolaborasi dengan rekan sejawat, yakni Bpk. Mardiansyah Nugraha, S.Pd untuk menjadi mitra peneliti yang bertugas mencatat atau merekam proses belajar-mengajar saat penelitian berlangsung, selanjutnya mitra peneliti ini akan menjadi seorang critical friend yang telah mampu dan bersedia memberikan saran yang positif bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian.

2) Menyusun kesepakatan dengan guru sejarah di sekolah yang bersangkutan tentang penentuan waktu penelitian yang akan dilaksanakan. (Guru sejarah yang dimaksud adalah Ibu Ule Supartini, S.Pd yang bertindak sebagai kolaborator dan akan ikut serta mengawasi dan membimbing jalannya proses penelitian. Dari kesepakatan tersebut, waktu penelitian akan dimulai pada bulan September 2011 (Semester 1 Tahun Ajaran 2011/2012).

3) Menentukan bentuk penelitian yang akan dilaksanakan. (Menerapkan metode Pemecahan Masalah melalui PTK).


(27)

5) Menyusun alat ukur yang dapat melihat tingkat efektifitas dan efisiensi metode yang akan diterapkan serta menyusun indikator perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa.

6) Menyusun alat observasi yang akan digunakan dalam penelitian untuk mengumpulkan data.

7) Menyusun angket kuesioner yang akan disebarkan kepada siswa.

8) Merencanakan untuk melakukan diskusi bersama kolaborator berdasarkan hasil pengamatannya berkaitan dengan jalannya proses penelitian.

9) Merencanakan untuk mengolah dan menganalisis data yang diperoleh setelah penelitian selesai dilaksanakan.

B. Tindakan

Tindakan merupakan tahap implementasi dari berbagai rencana yang telah dirancang pada tahap perencanaan. Pada tahap ini, tindakan yang dilakukan meliputi kegiatan sebagai berikut:

1) Melaksanakan penerapan metode Pemecahan Masalah dalam pembelajaran sejarah sesuai dengan Silabus, RPP, serta metode dan langkah-langkah yang telah direncanakan.

2) Mengoptimalkan penerapan metode Pemecahan Masalah secara efektif. 3) Menyebarkan angket kuesioner kepada siswa.


(28)

C. Pengamatan

Pelaksanaan pengamatan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Peneliti akan melakukan analisa berdasarkan pengamatan terhadap seluruh pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini, pengamatan dilakukan oleh peneliti dan mitra peneliti secara kolaboratif dalam hal:

1) Menggunakan alat observasi yang telah disusun untuk melihat aktivitas siswa dan guru saat proses pembelajaran berlangsung.

2) Mengamatai kesesuaian praktek tindakan dengan perencanaan

3) Mengamati kemampuan guru dalam menerapkan metode Pemecahan Masalah 4) Mengamati apakah metode Pemecahan Masalah yang diterapkan dapat

menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa.

D. Refleksi (Reflection)

”Refleksi adalah kegiatan mengulas secara kritis (reflective) tentang perubahan yang

terjadi pada siswa, suasana kelas, dan guru” (Supardi, 2009: 36). Oleh karena itu refleksi dapat menjadi sarana pengkajian kembali tindakan yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap subjek penelitian yang telah dicatat atau direkam pada tahap pengamatan. Pada tahap refleksi ini peneliti dan mitra peneliti melakukan evaluasi dan revisi terhadap seluruh proses penelitian mengenai kekurangan dan kelebihan tindakan yang telah dilakukan. Di sini juga dilakukan perbaikan dan pengembangan


(29)

dalam melaksanakan tindakan pada siklus berikutnya. Refleksi yang dilakukan meliputi kegiatan berikut:

1) Melakukan diskusi antara kolaborator penelitian setelah tindakan dilakukan. 2) Melakukan diskusi dengan siswa berkaitan dengan penerapan metode PBL yang

telah dilaksanakan.

3) Membuat rencana perbaikan terhadap berbagai kekurangan yang ditemukan di dalam proses penelitian.

4) Melaksanakan pengolahan data dan menganalisis indikator ketercapaian hasil 5) Menyimpulkan hasil evaluasi, apakah penelitian akan dihentikan atau harus

dilanjutkan pada siklus selanjutnya.

3. 4. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan mitra-peneliti secara kolaboratif. Lincoln dan Guba (Wiriaatmadja, 2009: 96) menyebutkan tujuh karakter yang harus dimiliki oleh seorang peneliti as the only human instrument di dalam penelitian, diantaranya: responsif, adaptif, menekankan aspek holistik, pengembangan berbasis pengetahuan, memproses dengan segera, klarifikasi dan kesimpulan, serta kesempatan eksplorasi. Ketujuh karakter ini selanjutnya akan mendasari peneliti dalam mengumpulkan dan menganalisis data dengan di samping beberapa teknik pengumpulan data yang secara umum digunakan dalam penelitian tindakan (Suparno, 2007: 41-61; Kunandar, 2008: 142-150; Wiriaatmadja, 2009:


(30)

95-130), diantaranya adalah: observasi, wawancara, studi dokumen, dan rekaman visual serta audio-visual.

1. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan teknik pengumpulan data terkuat di dalam penelitian ini. Jenis observasi yang akan dilakukan adalah observasi terbuka dan terstruktur. Dalam kegiatan ini observer akan bertindak sebagai partisipan dengan mengikutsertakan diri dalam berbagai kegiatan siswa. Observasi terbuka dilakukan oleh observer dengan mencatat segala sesuatu yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung dalam sebuah catatan lapangan (field notes), sedangkan observasi terstruktur dilakukan oleh guru dan observer untuk melihat aktifitas setiap kelompok siswa sepanjang proses pembelajaran.

2. Wawancara

Wawancara adalah ”kegiatan yang menuntut peneliti mengadakan pembicaraan terencana terhadap siswa atau subjek yang diteliti (semua pihak yang terkait dengan penelitian), dengan pertanyaan lisan yang telah disiapkan untuk mendapatkan data yang diinginkan” (Suparno, 2007: 50). Penelitian ini akan menggunakan model wawancara semi terstrukur, yakni:

”bentuk wawancara yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu, akan tetapi memberikan keleluasaan untuk menerangkan agak panjang mungkin tidak langsung ke fokus pertanyaan/ bahasan, atau mungkin mengajukan topik bahasan sendiri selama wawancara berlangsung”. (Wiriaatmadja, 2009: 117) Pihak yang akan diwawancarai adalah beberapa siswa, guru, atau pihak lain yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan penelitian. Karena


(31)

penelitian bersifat dinamis, maka instrumen berupa pedoman wawancara akan disusun secara fleksibel di tengah proses penelitian.

3. Studi dokumen

Terdapat berbagai dokumen yang dapat menyajikan beragam data berharga bagi peneliti, diantaranya:

A. Kurikulum dan Silabus.

Peneliti akan mendapatkan guide-line pembelajaran berupa Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam kurikulum standar yang berlaku, yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), serta menyesuaikan urutan (sequence) penyampaiaanya dalam silabus. Peneliti juga akan mengkaji informasi di seputar diskusi-diskusi atau ulasan mengenai model dan pengembangan kurikulum KTSP tersebut.

B. Arsip Siswa

Arsip siswa yang berisi mengenai data latar belakang sosial setiap murid didapatkan peneliti atas seijin sekolah. Pengetahuan terhadap hal ini ditujukan untuk dapat lebih memahami karakteristik individual setiap siswa.

C. Hasil Pekerjaan Siswa

Dalam satu tindakan penelitian, proses pembelajaran di dalam PBL akan berupa pengajuan masalah dengan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa dalam Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang telah dirancang oleh


(32)

guru. Data dari hasil LKS ini sangat signifikan dalam mengukur derajat pertumbuhan kemampuan berpikir kritis yang diharapkan.

D. Kuesioner

Kuesioner adalah seperangkat pertanyaan yang disiapkan peneliti untuk siswa dalam bentuk isian kertas. Pengisian angket kuesioner dikerjakan tanpa mencantumkan identitas pengisi. Pertanyaan bukan pada isi materi pembelajaran tetapi pada bagaimana pendapat siswa mengenai proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Angket kuesioner ini akan berupa two-ways survey, yakni ”peneliti mengadakan angket kepada kelompok subjek, lalu hasilnya dikembalikan kepada subjek untuk dibicarakan bersama” (Tomal dalam Suparno, 2008: 50). Model two-ways survey ini dilakukan untuk membangun dialog antara siswa dan peneliti berkenaan dengan jalannya penelitian.

4. Rekaman visual dan audio-visual.

Peneliti akan menggunakan kamera digital untuk merekam suasana kelas saat proses tindakan berlangsung. Data yang terkumpul dari foto atau video ini ditujukan untuk menghidupkan catatan pengamatan serta analisis di dalam proses refleksi.

3. 5. TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

Kegiatan analisis data harus dilakukan sejak dini, menurut Miles dan Huberman dalam Wiriaatmadja (2009: 139), bahwa ”the ideal model for data


(33)

collection and analysis is one that interweaves them from the beginning” (model ideal dari pengumpulan dan analisis data adalah dengan memulainya dari awal). Oleh karena itu tahap analisis sebenarnya telah dimulai sejak langkah awal penelitian, namun kegiatan ini akan lebih dominan dilakukan pada tahap refleksi.

Selanjutnya, teknik mengolah dan menganalisis data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Membuat matriks. Catatan lapangan yang telah ditulis oleh observer segera dirapihkan dan diketik ulang secara kolaboratif dalam sebuah matriks yang berbentuk deskriptif dan kronologis. Dibuat dengan tiga kolom: kode, deskripsi proses pembelajaran, serta komentar dan analisis.

2. Mengkodifikasi data. Kode tentang hal-hal yang menjadi fokus pengamatan ditulis di sisi kiri catatan lapangan. Pengkodean dimaksudkan untuk mereduksi data dalam catatan lapangan yang begitu luas ke dalam fokus pengamatan dan kategori untuk memudahkan penganalisisan data. Daftar pengkodean, fokus pengamatan, serta kategori yang akan digunakan adalah sebagai berikut:


(34)

Tabel 3. 1.

Daftar Kodifikasi Data Catatan Lapangan

No. Kode Fokus Pengamatan Kategori Konsep

1 AG-PER Melakukan apersepsi dan memotivasi siswa untuk belajar Aktivitas Guru Mengembangkan pembelajaran dengan meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa

2 AG-BIM Melakukan bimbingan yang

merata terhadap seluruh kelompok diskusi

3 AG-DIS Memandu diskusi kelas

4 AG-LOG Mendorong dialog dengan

pola transaksi

5 AG-END Memberi penjelasan materi yang belum tereksplorasi dalam proses pembelajaran 6 AS-ANTU Antusiasme terhadap

pembelajaran

Aktivitas siswa 7 AS-KERSAM Kerjasama dalam kelompok

8 AS-PEND Keberanian mengeluarkan pendapat

9 AS-PER Perhatian terhadap pendapat orang lain

10 AS-LOG Intensitas dialog dalam diskusi kelas

3. Mengkategorisasi data. Data yang sudah diberi kode selanjutnya dikumpulkan dalam satu rumpun kode dan kategori untuk dianalisis. Selanjutnya, kumpulan fokus pengamatan ini akan menunjukkan perkembangan mengenai hal-hal yang sedang diamati dari satu siklus ke siklus lainnya dan secara langsung akan menggambarkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan penelitian yang sedang dilakukan.


(35)

Setelah mengolah hasil catatan lapangan melalui penyusunan matriks, kodifikasi, dan kategorisasi, selanjutnya peneliti akan melakukan refleksi terhadap efektifitas dan efisiensi jalannya proses pembelajaran di dalam kelas. Catatan refleksi tersebut akan ditampilkan ke dalam bentuk tabel untuk melihat performa aktifitas penelitian dalam setiap siklus, seperti berikut:

Tabel 3. 2.

Refleksi Aktivitas Guru dan Siswa

Kategori Fokus Pengamatan Refleksi

Melakukan apersepsi dan memotivasi siswa untuk belajar

Aktifitas

Melakukan bimbingan yang merata terhadap seluruh kelompok diskusi Guru Memandu diskusi kelas

Mendorong dialog dengan pola transaksi

Memberi penjelasan materi yang belum tereksplorasi dalam proses pembelajaran

Antusiasme terhadap pembelajaran

Kerjasama dalam kelompok Aktifitas

Siswa

Keberanian mengeluarkan pendapat

Perhatian terhadap pendapat orang lain

Intensitas dialog dalam diskusi kelas


(36)

diarahkan kepada pengamatan terhadap aktifitas dialog siswa di dalam kegiatan diskusi, analisis kuantitatif deskrpistif sederhana terhadap aktifitas kelompok, hasil jawaban di dalam mengerjakan LKS, dan hasil pengisian kuesioner.

1. Format Penilaian Aktifitas Kelompok

a). Tabel Pedoman diskusi (Diisi oleh guru dan observer selama proses tindakan berlangsung).

Tabel 3. 3. Pedoman Diskusi

Indikator penilaian Kelompok Jml

A B C D

Konten 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

 Menyimak LKS

 Mengidentifikasi permasalahan  Mencari informasi

 Menyimpulkan pembahasan

Sikap

 Bertanya

 Menjawab pertanyaan  Menyampaikan pendapat  Menyimak pendapat orang lain  Kelancaran berbicara

 Menggunakan bahasa yang baik  Memaparkan hasil kajian

kelompoknya

Organisasi

 Tanggung jawab individu  Aktivitas dalam kelompok  Kerja sama

 Menyelesaikan tugas kelompok dengan baik


(37)

b). Tabel Analisis Pedoman Diskusi

Setelah melakukan observasi terstruktur melalui pedoman diskusi di atas, selanjutnya peneliti secara kolaboratif melakukan refleksi yang selanjutnya ditulis ke dalam tabel berikut:

Tabel 3. 4.

Analisis Pedoman Diskusi No. Indikator penilaian Jumlah

Score

Keterangan Konten

1  Menyimak LKS 2  Mengidentifikasi

permasalahan 3  Mencari informasi

4 Menyimpulkan pembahasan

Sikap

5  Bertanya

6  Menjawab pertanyaan 7  Menyampaikan pendapat 8  Menyimak pendapat orang

lain

9  Kelancaran berbicara 10  Menggunakan bahasa yang

baik

11 Memaparkan hasil kajian kelompoknya

Organisasi

12  Tanggung jawab individu 13  Aktivitas dalam kelompok 14  Kerja sama

15 Menyelesaikan tugas


(38)

c). Tabel Performa Kelompok

Setelah melakukan refleksi terhadap aktifitas siswa, selanjutnya peneliti memberikan skor kelompok yang dijumlahkan dari Tabel Pedoman Diskusi untuk mengukur perkembangan setiap kelompok sepanjang tindakan penelitian.

Tabel 3. 5. Performa Kelompok

No. Kelompok Jumlah Skor Keterangan

1 A

2 B

3 C

4 D

5 E

6 F

7 G

8 H

2. Format Penilaian Hasil LKS Siswa

a). Tabel Skor LKS per Kelompok

Peneliti memeriksa hasil pengerjaan LKS siswa dan memberikan skor indikator perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa, lalu ditampilkan ke dalam table berikut:


(39)

Tabel 3. 6. Hasil Skor LKS

No Nama

Kelompok Kriteria Jumlah Skor Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3

Skor Skor Skor

1. Kelompok A 2. Kelompok B 3. Kelompok C 4. Kelompok D 5. Kelompok E 6. Kelompok F 7. Kelompok G 8. Kelompok H

b). Tabel Hasil LKS Rata-rata per Indikator

Setelah dilihat jumlah skor perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa pada setiap kelompok, peneliti merata-ratakan kemampuan berpikir kritis siswa per indikator dalam tabel berikut:

Tabel 3. 7.

Skor Rata-rata LKS per-Indikator

Indikator Kemampuan Rata-rata

Siswa 1 Kemampuan mengidentifikasi

masalah

2 Kemampuan mengajukan solusi

terhadap masalah dengan mendapatkan dan menyusun informasi yang relevan


(40)

Jumlah skor seluruh kelompok siswa kemudian dirata-ratakan dan dibuat tampilan hasilnya secara multi siklus, untuk melihat performa perkembangan kemampuan berpikir kritis tersebut sepanjang proses penelitian.

Skor rata-rata

kemampuan berpikir kritis siswa =

siswa Jumlah

siswa seluruh skor

Jumlah

Contoh display perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa dalam multi siklus:

Gambar 3. 2.

Diagram Perkembangan Skor Rata-rata LKS Multi siklus

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4


(41)

3. Format Penilaian Angket Kuesioner

Mengelompokkan jawaban siswa ke dalam kelompok pendapat atau komentar: positif; negatif; biasa saja, dan; abstain ke dalam tabel seperti berikut:

Tabel 3. 8.

Persentase Kelompok Jawaban Siswa

Jenis komentar Persentase (%) Jumlah Siswa

Positif ... ...

Negatif ... ...

Abstain ... ...

Jumlah 100% 41

Contoh display perkembangan komentar siswa dalam multi siklus:

Gambar 3. 3.

0 10 20 30 40 50 60 70

Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 siklus 4

Positif Negatif


(42)

3. 6. VERIFIKASI DATA

Terdapat beragam upaya yang diajukan oleh para ahli untuk dapat memverifikasi model penelitian kualitatif, diantaranya yang dikemukakan oleh Guba (Suparno, 2008: 64) mengenai kriteria kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmasbilitas, atau yang dikemukakan oleh Borg dan Gall (Wiriaatmadja, 2009: 164-168) mengenai validasi hasil, proses, demokratis, katalistik, dan dialog. Serta beberapa ahli lain yang mengajukan kriteria validasi serupa seperti Maxwell, Anderson, Wolcott, Schwalbach, dan lain-lain. (Suparno, 2008; Wiriaatmadja, 2009). Di dalam penelitian ini, upaya verifikasi yang paling memungkinkan dilakukan adalah bentuk validasi yang dikemukakan oleh Hopkins (Wiriaatmadja, 2009: 168-171), yakni sebagai berikut:

a. Member check, yaitu memeriksa kembali keterangan-keterangan atau

informasi data yang diperoleh selama obervasi atau wawancara sehingga dapat dipastikan keajegannya dan terperiksa kebenarannya. Dalam proses ini, data atau informasi tentang seluruh pelaksanaan tindakan yang diperoleh peneliti dan mitra peneliti dikonfirmasikan kebenarannya kepada guru kelas melalui diskusi balikan (refeksi kolaboratif) pada setiap akhir pelaksanaan tindakan dan pada akhir keseluruhan pelaksanaan tindakan.

b. Triangulasi, yaitu membandingkan data yang diperoleh dari beberapa

perspektif; dalam hal ini bisa dengan membandingkan sudut pandang guru / peneliti, siswa, dan pengamat / mitra peneliti (Elliot dalam Wiriaatmadja,


(43)

2009) terhadap jalannya proses penelitian. Guru berperan memberikan data atau informasi mengenai pelaksanaan tindakan dengan melakukan refleksi-kolaboratif pada saat diskusi balikan di setiap akhir siklus tindakan, peneliti mitra memberikan data atau informasi tentang pelaksanaan tindakan yang diperoleh dari hasil rekaman dan catatan dalam tahap pengamatan, dan siswa berperan dalam memberikan data atau informasi mengenai pelaksanaan tindakan dengan memberikan jawaban dalam kuesioner pada setiap akhir pelaksanaan tindakan, serta melalui wawancara terhadap beberapa orang siswa yang dianggap dapat memberikan informasi yang penting bagi peneliti. c. Audit trail, yaitu mencek kebenaran hasil penelitian sementara beserta

prosedur dan pengumpulan datanya, dengan mengkonfirmasikan pada bukti-bukti temuan yang telah diperiksa, dan dicek kesahihannya pada sumber data tangan pertama. Proses ini juga dilakukan dengan mengkonfirmasikan atau mendiskusikan dengan rekan-rekan mahasiswa jurusan pendidikan sejarah UPI yang sedang melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas.

d. Expert opinion, yaitu meminta nasehat kepada para pakar atau ahli dalam hal

ini dosen pembimbing penelitian di Perguruan Tinggi.

3. 7. INTERPRETASI DATA

Hopkins (Wiriaatmadja, 2005: 186) menjelaskan bahwa interpretasi data di dalam PTK merupakan kegiatan yang mencakup penyesuaian hipotesis kerja yang


(44)

sudah sahih kepada teori yang menjadi kerangka pemikiran sehingga dapat bermakna. Pada penelitian ini, tahap interpretasi data dilakukan secara menyeluruh terhadap sejumlah tindakan yang telah dilakukan dengan menginterpretasikan temuan-temuan penelitian berdasarkan kerangka teoritik yang telah disusun. Pada akhirnya, hasil interpretasi ini diharapkan dapat mempunyai manfaat yang cukup berarti sebagai bahan untuk kegiatan tindakan selanjutnya, atau untuk kepentingan peningkatan kinerja guru di kemudian hari.


(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan hasil pengolahan pada Bab IV, penelitian yang telah dilakukan di kelas X-2 SMA Negeri 6 Bandung dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pertama, menerapkan metode Pemecahan Masalah untuk menumbuhkan

kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilaksanakan dengan baik dan efektif apabila guru mampu mendesain bentuk perencanaannya yang tepat dan efisien. Pada awal perencanaan penerapan metode Pemecahan Masalah guru akan selalu berhadapan dengan sebuah hal penting, yakni memilih topik permasalahan yang tepat dengan memperhitungkan ketersediaan waktu yang tersedia. Pemilihan topik masalah menjadi sebuah hal penting karena akan menentukan tingkat keberhasilan pembelajaran. Masalah yang diajukan harus berkaitan dengan materi kurikulum yang sedang dipelajari, di samping harus mempunyai tingkat kesulitan pemecahan masalah yang sesuai dengan kemampuan siswa sebagai subjek pembelajaran. Selanjutnya yang harus diperhatikan adalah pengalokasian waktu pembelajaran, jam pelajaran yang tersedia harus dialokasikan secara tepat sehingga tahapan pembelajaran pemecahan masalah dapat dilaksanakan dengan baik dan efisien. Setelah hal tersebut diperhitungkan, tahap perencanaan selanjutnya dilaksanakan dengan menyusun format Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang representatif, di dalam RPP


(46)

ini guru harus mampu mendesain skenario pembelajaran yang akan dilakukan, selain menyusun alat ukur evaluasi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Kedua, penerapan metode Pemecahan Masalah untuk menumbuhkan

kemampuan berpikir kritis siswa dapat dikembangkan melalui penggunaan media dan metode pembelajaran yang beragam. Penggunaan media pembelajaran seperti maket,

slide show dan video dalam menyajikan permasalahan di dalam kelas dapat membuat

kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik, di samping itu pengembangan metode seperti diskusi kelompok dan presentasi kelas dapat lebih mengkondisikan kegiatan pembelajaran menjadi lebih aktif. Pada akhirnya penerapan metode pembelajaran Pemecahan Masalah dapat membawa perubahan pada gaya belajar siswa di dalam kelas. Siswa mulai dibiasakan untuk mengembangkan aktifitasnya secara mandiri, menjadi partisipan yang aktif di dalam setiap kegiatan pembelajaran, dan menjadi pembelajar kritis yang mampu mengolah kemampuan berpikirnya secara lebih baik. Selain itu pengembangan metode Pemecahan Masalah dengan pola diskusi kelompok telah meningkatkan kemampuan solidaritas siswa, kesadaran untuk bertindak kooperatif di dalam menghadapi suatu tantangan, dan kesadaran akan pentingnya semangat bekerja-sama dalam memecahkan sebuah permasalahan.

Ketiga, pembelajaran sejarah dengan menerapkan metode Pemecahan

Masalah telah mampu menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa. Beragam

aspek untuk mengamati kemampuan berpikir kritis siswa adalah: memfokuskan pertanyaan, menganalisis pertanyaan dan bertanya, menjawab pertanyaan tentang


(47)

suatu penjelasan atau pernyataan, serta mengenali masalah, menemukan cara yang dapat dilakukan untuk menghadapi masalah, mendapatkan / menyusun informasi yang berhubungan, dan menarik kesimpulan. Dari berbagai data observasi yang berhasil dikumpulkan dan diolah secara reflektif dan kolaboratif, menunjukkan bahwa beragam aspek yang menunjukkan kemampuan berpikir kritis tersebut sudah berhasil dikembangkan dengan skala yang terus meningkat dan cukup positif di sepanjang proses pembelajaran.

Keempat, penerapan metode Pemecahan Masalah tidak terlepas dari

kendala-kendala teknis di dalam pelaksanaannya. Kendala tersebut diantaranya adalah: a). Alokasi jam pelajaran sejarah di sekolah yang umumnya sangat terbatas, sehingga guru seringkali kesulitan untuk dapat berkreasi dengan menerapkan metode pembelajaran alternatif yang baru dan inovatif. Di dalam pelaksanaan penelitian, hal ini telah diantisipasi dengan menambah jam pelajaran 1 x 45 menit atas kompromi peneliti dengan guru yang memegang jam pelajaran tersebut; b). Selanjutnya kendala teknis penerapan metode Pemecahan Masalah adalah pemikiran guru yang masih menganggap kegiatan belajar mengajar adalah proses penyampaian materi yang dilakukan secara teknis dan kaku. Hal ini telah menghambat pengembangan metode alternatif yang akan lebih banyak mengkaji materi secara kritis dan interpretatif dengan menemukan berbagai hal-hal baru sepanjang kegiatan pembelajaran. Di dalam penelitian ini, permasalahan tersebut diantisipasi dengan upaya peneliti untuk memberikan pemahaman kepada guru yang bersangkutan, selain telah disepakati


(48)

bahwa penerapan metode Pemecahan Masalah ini hanya dilakukan di dalam proses tindakan penelitian yang akan menggunakan tiga sampai lima pertemuan saja, sedangkan pertemuan sisanya tetap dilakukan dengan metode umum seperti ceramah dan tanya jawab; c). Selanjutnya kendala terakhir adalah seringnya guru (peneliti) mengalami kesulitan dalam menyusun format LKS atau desain permasalahan yang akan dibahas di dalam kelas. Proses penelitian ini sendiri memakan waktu yang cukup lama karena peneliti perlu terus merevisi ulang perangkat pembelajaran yang akan dilaksanakan, seperti RPP dan LKS agar menjadi lebih baik dan tepat. Hal ini dapat diantisipasi dengan keseriusan peneliti untuk terus menerus melakukan evaluasi yang reflektif sehingga pada akhirnya dapat benar-benar menguasai penerapan metode Pemecahan Masalah ini dengan lebih baik.

5. 2. SARAN

Sebagai bahan rekomendasi dengan mempertimbangkan hasil temuan baik di lapangan maupun secara teoritis, maka beberapa hal yang menjadi saran penelitian adalah sebagai berikut:

Pertama, metode Pemecahan Masalah dapat dijadikan sebagai metode

alternatif di dalam kegiatan pembelajaran sejarah. Metode Pemecahan Masalah tidak mengorientasikan pembelajaran di seputar menghafal fakta-fakta materi, tetapi lebih kepada upaya untuk memaknai fakta-fakta tersebut secara kritis dan interpretatif. Hal ini yang seharusnya membuat metode Pemecahan Masalah menjadi sesuatu hal baru yang menantang guru untuk dapat menerapkan dan mengembangkannya di dalam


(49)

kelas. Dalam pelaksanaannya, metode Pemecahan Masalah dapat dikembangkan dengan metode diskusi kelas, karena hal penting dari pembelajaran pemecahan masalah adalah adanya proses kerja sama dan saling bertukar pikiran (sharing) di antara para siswa. Diskusi kelas yang dibimbing dengan baik oleh guru akan melatih siswa untuk dapat belajar secara mandiri, selain meningkatkan keaktifan dan kemampuan berpikir mereka.

Kedua, kemampuan berpikir kritis adalah bekal penting yang harus dimiliki

oleh siswa dalam menghadapi era globalisasi dan perkembangan dunia yang semakin pesat. Dalam hal ini, penerapan metode Pemecahan Masalah di kelas X-2 sudah terbukti dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini bisa menjadi pertimbangan bagi guru sejarah di sekolah lain untuk dapat menerapkan dan mengembangkan metode Pemecahan Masalah demi menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa mereka.

Ketiga, sebelum menerapkan metode Pemecahan Masalah, guru sebaiknya

memahami konsep, karakteristik, serta langkah-langkah atau tahapan dari metode ini dengan baik, sehingga aktifitas guru dan siswa di dalam proses pembelajaran dapat lebih terarah dan menjadi efektif. Di samping itu, dalam mengembangkan metode pembelajaran Pemecahan Masalah, guru sebaiknya dapat menjadi fasilitator, pengarah dan pembimbing yang enerjik dan responsif di dalam proses pembelajaran.


(50)

Hal ini bertujuan agar proses pembelajaran (diskusi) menjadi menarik dan dapat berjalan secara dinamis. Selain itu sikap responsif guru diperlukan untuk membantu siswa mengatasi kesulitan atau kendala pada saat proses pembelajaran berlangsung.

Keempat, guru harus dapat lebih memaksimalkan penggunaan atau

pemanfaatan media pembelajaran. Kreatifitas guru di dalam membuat variasi kegiatan pembelajaran dapat membuat pembelajaran lebih mudah dan tidak sulit untuk diikuti oleh siswa, selain menjaga agar penerapan metode ini tidak cepat membosankan. Dari banyak jenis media pembelajaran yang dapat dikembangkan di dalam kelas, media untuk memberikan wacana permasalahan kepada siswa adalah yang paling harus diperhatikan. Pada penelitian ini media tersebut memakai LKS yang berisi artikel dan gambar. Untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya, tentu saja media pembelajaran tersebut dapat dibuat dengan lebih kreatif dan bervariasi.

Kelima, pihak sekolah sebaiknya mendukung dan memberikan kemudahan kepada upaya guru untuk dapat menerapkan metode-metode belajar baru yang inovatif. Metode pembelajaran inovatif seperti metode Pemecahan Masalah, telah terbukti dapat meningkatkan kualitas belajar siswa di dalam kelas. Terlepas dari segala kesulitan dan kendala yang terjadi di dalam pelaksanaannya, guru harus dapat menerapkan metode belajar yang inovatif tersebut untuk meningkatkan kualifikasi mengajarnya agar menjadi semakin baik dan berkualitas.


(51)

Demikian kesimpulan dan saran yang dapat dikemukakan oleh peneliti. Penelitian ini bukan merupakan hasil yang sempurna, karena tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan dan wawasan peneliti di dalam mendeskripsikan dan membahas permasalahan penelitian. Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi manfaat bagi perkembangan kualitas pembelajaran sejarah di kelas X-2 SMAN 6 Bandung yang menjadi subjek penelitian, dan lebih jauhnya dapat menjadi manfaat bagi perkembangan pembelajaran sejarah di dunia persekolahan di tanah air.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Arends, R. I. (2008). ”LEARNING TO TEACH: Belajar Untuk Mengajar”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Arikunto, S., Suhardjono, Supardi. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara

Budiningsih, C. A. (2008). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta Djamarah, S.B, Zain, A. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta Fisher, A. (2001). Critical Thinking: An Introduction. Cambridge: Cambridge

University Press

Ibrahim, M. dan Nur, M. (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: University Press

Johnson, E. B. (2002). Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan

Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Kock, H. (1994). Saya Guru yang Baik?. Yogyakarta: Kanisius

Kunandar. (2008). ”Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai

Pengembangan Profesi Guru”. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Nuryatno, M.A. (2008). Mazhab Pendidikan Kritis. Yogyakarta: Resist Book Suparno, P. (2008). “Riset Tindakan Untuk Pendidik”. Jakarta: Grasindo

Supriatna, N. (2007). Konstruksi Pembelajaran Sejarah Kritis. Bandung: Historia Utama Press

Trianto. (2007). ”Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik”. Jakarta: Prestasi Pustaka


(53)

Maksum, A. dan Ruhendi, L.Y. (2004). Paradigma Pendidikan Universal di Era

Modern dan Post-modern: Mencari ”Visi Baru” atas ”Realitas Baru” Pendidikan Kita. Yogyakarta: IRCiSod

Wena, M. (2009). ”Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional”. Jakarta: Bumi Aksara

Wiriaatmadja, R. (2009). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Artikel (Karya Ilmiah)

Abdulkarim, A. (2008). ”Model Keterampilan Berpikir dalam Pembelajaran IPS”. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial. 16, (30), 7-17.

Achmad, A. (2007). Memahami Berpikir Kritis. [Online]. Tersedia: http://re-searchengines.com/1007arief3.html [25 september 2010]

Duch, J. B. (1995). Problem Based Learning: The Power of Student Teaching

Student. [Online]. Tersedia: http://www.udel.edu/PBM/cte/jan95-phys.html

[27 Agustus 2009].

Dasna, I W. dan Sutrisno. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning). [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/ai.php?dir=Direktori/B%20% 20FPIPS/JUR.%20PEND.%20SEJARAH/195704081984031%20%20DADA NG%20SUPARDAN/ [25 September 2010].

Hasan, S. H. (2008). Problematika Pendidikan Sejarah. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/ai.php?dir=Direktori/B%20%20FPIPS/JUR.%20PEND.%2 0SEJARAH/194403101967101%20-%20SAID%20HAMID%20HASAN/ Makalah/. [25 September 2010]

________________. (2008). ”Pengembangan Kompetensi Berpikir Kritis dalam

Pembelajaran Sejarah”. Makalah disampaikan pada Seminar IKAHIMSI di

UPI, 8 April 2008.

Hoerudin, C. W. (2010). ”Pengembangan Membaca Kritis Melalui Penerapan Model

Pembelajaran Peningkatan Kapasitas Berpikir Kritis”. [Online]. Tersedia: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/10212111131_1412-0712.pdf [1 Juni 2012].


(54)

Kamarga, H. (2009). ”Pengembangan Social & Academic Skills melalui Model Social Inquiri dalam Interaksi Belajar-Mengajar Sejarah”. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/B%20%20FPIPS/JUR.%20PEND.%20SEJARAH /195609021987032%20%20HANSISWANY%20KAMARGA/KARYA%20 TULIS%20ARTIKEL/. [25 September 2010]

Kusmarni, Y. (2010). ”PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL IPS: Menjadikan

Pembelajaran IPS Bermakna”. [Online]. Tersedia:

http://file.upi.edu/ai.php?dir=Direktori/B%20%20FPIPS/JUR.%20PEND.%2

0SEJARAH/196601131990012%20-%20YANI%20KUSMARNI/ [25

September 2010]

Mills. D. (2008). Problem-Based Learning. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/ai.php?dir=Direktori/B%20%20FPIPS/JUR.%20PEND.%2

0SEJARAH/195704081984031%20%20DADANG%20SUPARDAN/ [25

September 2010].

Natawidjaja, R. (2008). ”Konsep Dasar Penelitian Tindakan: Sebuah Pengantar”, dalam Sejarah Sebuah Penilaian: Refleksi 70 Tahun Prof. Dr. H. Asmawi

Zainul, M.Ed. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI

Sjamsudin, H. (2008) ”Pembelajaran Sejarah: Refleksi dan Prospek”, dalam Sejarah Sebuah Penilaian: Refleksi 70 Tahun Prof. Dr. H. Asmawi Zainul, M.Ed.

Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI

Wiyanarti, E. (2010). ”Model Pembelajaran Kontekstual Dalam Pengembangan Pembelajaran Sejarah”. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/ Direktori/B%20%20FPIPS/JUR.%20PEND.%20SEJARAH/19620718198601 2%20-%20 ERLINA%20WIJANARTI/ [25 September 2010]

Dokumen

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 mengenai tujuan pembelajaran Sejarah ditingkat SMA”. [Online]. Tersedia: http://www.puskur.or.id/data/2006/KTSP%20 depdiknas%20SMA_MA/08.%20Sejarah.pdf [25 September 2010]


(1)

kelas. Dalam pelaksanaannya, metode Pemecahan Masalah dapat dikembangkan dengan metode diskusi kelas, karena hal penting dari pembelajaran pemecahan masalah adalah adanya proses kerja sama dan saling bertukar pikiran (sharing) di antara para siswa. Diskusi kelas yang dibimbing dengan baik oleh guru akan melatih siswa untuk dapat belajar secara mandiri, selain meningkatkan keaktifan dan kemampuan berpikir mereka.

Kedua, kemampuan berpikir kritis adalah bekal penting yang harus dimiliki oleh siswa dalam menghadapi era globalisasi dan perkembangan dunia yang semakin pesat. Dalam hal ini, penerapan metode Pemecahan Masalah di kelas X-2 sudah terbukti dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini bisa menjadi pertimbangan bagi guru sejarah di sekolah lain untuk dapat menerapkan dan mengembangkan metode Pemecahan Masalah demi menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa mereka.

Ketiga, sebelum menerapkan metode Pemecahan Masalah, guru sebaiknya memahami konsep, karakteristik, serta langkah-langkah atau tahapan dari metode ini dengan baik, sehingga aktifitas guru dan siswa di dalam proses pembelajaran dapat lebih terarah dan menjadi efektif. Di samping itu, dalam mengembangkan metode pembelajaran Pemecahan Masalah, guru sebaiknya dapat menjadi fasilitator, pengarah dan pembimbing yang enerjik dan responsif di dalam proses pembelajaran.


(2)

Hal ini bertujuan agar proses pembelajaran (diskusi) menjadi menarik dan dapat berjalan secara dinamis. Selain itu sikap responsif guru diperlukan untuk membantu siswa mengatasi kesulitan atau kendala pada saat proses pembelajaran berlangsung.

Keempat, guru harus dapat lebih memaksimalkan penggunaan atau pemanfaatan media pembelajaran. Kreatifitas guru di dalam membuat variasi kegiatan pembelajaran dapat membuat pembelajaran lebih mudah dan tidak sulit untuk diikuti oleh siswa, selain menjaga agar penerapan metode ini tidak cepat membosankan. Dari banyak jenis media pembelajaran yang dapat dikembangkan di dalam kelas, media untuk memberikan wacana permasalahan kepada siswa adalah yang paling harus diperhatikan. Pada penelitian ini media tersebut memakai LKS yang berisi artikel dan gambar. Untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya, tentu saja media pembelajaran tersebut dapat dibuat dengan lebih kreatif dan bervariasi.

Kelima, pihak sekolah sebaiknya mendukung dan memberikan kemudahan kepada upaya guru untuk dapat menerapkan metode-metode belajar baru yang inovatif. Metode pembelajaran inovatif seperti metode Pemecahan Masalah, telah terbukti dapat meningkatkan kualitas belajar siswa di dalam kelas. Terlepas dari segala kesulitan dan kendala yang terjadi di dalam pelaksanaannya, guru harus dapat menerapkan metode belajar yang inovatif tersebut untuk meningkatkan kualifikasi mengajarnya agar menjadi semakin baik dan berkualitas.


(3)

Demikian kesimpulan dan saran yang dapat dikemukakan oleh peneliti. Penelitian ini bukan merupakan hasil yang sempurna, karena tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan dan wawasan peneliti di dalam mendeskripsikan dan membahas permasalahan penelitian. Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi manfaat bagi perkembangan kualitas pembelajaran sejarah di kelas X-2 SMAN 6 Bandung yang menjadi subjek penelitian, dan lebih jauhnya dapat menjadi manfaat bagi perkembangan pembelajaran sejarah di dunia persekolahan di tanah air.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Arends, R. I. (2008). ”LEARNING TO TEACH: Belajar Untuk Mengajar”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Arikunto, S., Suhardjono, Supardi. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara

Budiningsih, C. A. (2008). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta Djamarah, S.B, Zain, A. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta Fisher, A. (2001). Critical Thinking: An Introduction. Cambridge: Cambridge

University Press

Ibrahim, M. dan Nur, M. (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: University Press

Johnson, E. B. (2002). Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Jakarta: PT. Rineka Cipta Kock, H. (1994). Saya Guru yang Baik?. Yogyakarta: Kanisius

Kunandar. (2008). ”Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru”. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Nuryatno, M.A. (2008). Mazhab Pendidikan Kritis. Yogyakarta: Resist Book Suparno, P. (2008). “Riset Tindakan Untuk Pendidik”. Jakarta: Grasindo

Supriatna, N. (2007). Konstruksi Pembelajaran Sejarah Kritis. Bandung: Historia Utama Press

Trianto. (2007). ”Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik”. Jakarta: Prestasi Pustaka


(5)

Maksum, A. dan Ruhendi, L.Y. (2004). Paradigma Pendidikan Universal di Era Modern dan Post-modern: Mencari ”Visi Baru” atas ”Realitas Baru” Pendidikan Kita. Yogyakarta: IRCiSod

Wena, M. (2009). ”Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional”. Jakarta: Bumi Aksara

Wiriaatmadja, R. (2009). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Artikel (Karya Ilmiah)

Abdulkarim, A. (2008). ”Model Keterampilan Berpikir dalam Pembelajaran IPS”. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial. 16, (30), 7-17.

Achmad, A. (2007). Memahami Berpikir Kritis. [Online]. Tersedia: http://re-searchengines.com/1007arief3.html [25 september 2010]

Duch, J. B. (1995). Problem Based Learning: The Power of Student Teaching Student. [Online]. Tersedia: http://www.udel.edu/PBM/cte/jan95-phys.html [27 Agustus 2009].

Dasna, I W. dan Sutrisno. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning). [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/ai.php?dir=Direktori/B%20% 20FPIPS/JUR.%20PEND.%20SEJARAH/195704081984031%20%20DADA NG%20SUPARDAN/ [25 September 2010].

Hasan, S. H. (2008). Problematika Pendidikan Sejarah. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/ai.php?dir=Direktori/B%20%20FPIPS/JUR.%20PEND.%2 0SEJARAH/194403101967101%20-%20SAID%20HAMID%20HASAN/ Makalah/. [25 September 2010]

________________. (2008). ”Pengembangan Kompetensi Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Sejarah”. Makalah disampaikan pada Seminar IKAHIMSI di UPI, 8 April 2008.

Hoerudin, C. W. (2010). ”Pengembangan Membaca Kritis Melalui Penerapan Model Pembelajaran Peningkatan Kapasitas Berpikir Kritis”. [Online]. Tersedia: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/10212111131_1412-0712.pdf [1 Juni 2012].


(6)

Kamarga, H. (2009). ”Pengembangan Social & Academic Skills melalui Model Social Inquiri dalam Interaksi Belajar-Mengajar Sejarah”. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/B%20%20FPIPS/JUR.%20PEND.%20SEJARAH /195609021987032%20%20HANSISWANY%20KAMARGA/KARYA%20 TULIS%20ARTIKEL/. [25 September 2010]

Kusmarni, Y. (2010). ”PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL IPS: Menjadikan Pembelajaran IPS Bermakna”. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/ai.php?dir=Direktori/B%20%20FPIPS/JUR.%20PEND.%2 0SEJARAH/196601131990012%20-%20YANI%20KUSMARNI/ [25 September 2010]

Mills. D. (2008). Problem-Based Learning. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/ai.php?dir=Direktori/B%20%20FPIPS/JUR.%20PEND.%2 0SEJARAH/195704081984031%20%20DADANG%20SUPARDAN/ [25 September 2010].

Natawidjaja, R. (2008). ”Konsep Dasar Penelitian Tindakan: Sebuah Pengantar”, dalam Sejarah Sebuah Penilaian: Refleksi 70 Tahun Prof. Dr. H. Asmawi Zainul, M.Ed. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI

Sjamsudin, H. (2008) ”Pembelajaran Sejarah: Refleksi dan Prospek”, dalam Sejarah Sebuah Penilaian: Refleksi 70 Tahun Prof. Dr. H. Asmawi Zainul, M.Ed. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI

Wiyanarti, E. (2010). ”Model Pembelajaran Kontekstual Dalam Pengembangan Pembelajaran Sejarah”. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/ Direktori/B%20%20FPIPS/JUR.%20PEND.%20SEJARAH/19620718198601 2%20-%20 ERLINA%20WIJANARTI/ [25 September 2010]

Dokumen

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 mengenai tujuan pembelajaran Sejarah ditingkat SMA”. [Online]. Tersedia: http://www.puskur.or.id/data/2006/KTSP%20 depdiknas%20SMA_MA/08.%20Sejarah.pdf [25 September 2010]


Dokumen yang terkait

Penerapan model pembelajaran problem solving untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian tindakan kelas di Kelas IV-1 SD Dharma Karya UT

1 4 173

PENERAPAN TEKNIK POINT COUNTER POINT UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATA PELAJARAN SEJARAH : Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI Bahasa SMA Negeri 1 Cianjur.

0 4 55

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEBAT : Penelitian Tindakan Kelas Di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X IPA 8.

1 14 51

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN CONCEPT ATTAINMENT UNTUK MENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KESEJARAHAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH :penelitian tindakan kelas di kelas X-IPS SMA Puragabaya Bandung.

1 10 9

PENERAPAN TEKNIK BERTANYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH: Penelitian Tindakan Kelas Di Kelas X Mia 2 SMA Negeri 26 Bandung.

1 6 57

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DI KELAS XI IIS 4 SMA PGII 1 BANDUNG.

1 1 53

PENGGUNAAN MEDIA TIME LINE UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRONOLOGIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH : Penelitian Tindakan Kelas di Kelas X MIA 1 SMA Negeri 15 Bandung.

7 33 51

PENGGUNAAN MEDIA TIME LINE UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRONOLOGIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas X MIA 1 SMA Negeri 15 Bandung).

0 6 52

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DI KELAS XI IIS 4 SMA PGII 1 BANDUNG - repository UPI S SEJ 1001871 Title

0 1 5

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

0 1 10