UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEBAT : Penelitian Tindakan Kelas Di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X IPA 8.
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN MENGGUNAKAN
METODE DEBAT
(Penelitian Tindakan Kelas di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Sejarah
Oleh:
Tiur Nurmayany Raharjo
0906619
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
(2)
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEBAT (Penelitian Tindakan Kelas di SMA Negeri 24 Bandung
Kelas X MIA 8)
Oleh
Tiur Nurmayany Raharjo
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
© Tiur Nurmayany Raharjo 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
HALAMAN PENGESAHAN
TIUR NURMAYANY RAHARJO
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN MENGGUNAKAN
METODE DEBAT
(Penelitian Tindakan Kelas di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :
Pembimbing I
Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd NIP. 19570408 198403 1 003
Pembimbing II
Drs. Tarunasena Ma’mur, M.Pd
NIP. 19680828 199802 1 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah
Prof. Dr.H. Dadang Supardan, M.Pd NIP. 19570408 198403 1 003
(4)
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Menggunakan Metode Debat (Penelitian
Tindakan Kelas Di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X IPA 8)”. Penelitian ini berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan metode debat. Metode debat yang digunakan peneliti adalah metode debat aktif Silberman. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 24 Bandung kelas X IPA 8. Tujuan utama dari penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah. Hal tersebut dikarenakan dalam pembelajaran sejarah kurang memfasilitasi belajar yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Ini terlihat dari kondisi pembelajaran sejarah dengan metoed diskusi yang penyampaian materi terpaku pada pemaparan fakta-fakta, konsep, peristiwa, tokoh, ruang dan waktu. Ini akan mengakibatkan pembelajaran sejarah hanya sebatas kemampuan mengingat saja yang merupakan kemampuan rendah. Adapun metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), dengan menggunakan desain Kemmis dan Mc. Taggart. Metode Penelitan Tindakan Kelas (PTK) dilakukan dalam empat tahap, yaitu perencanaan (plan), pelaksanaan (act), observasi (observe), refleksi (reflect), sedangkan teknik pengumpulan data adalah observasi, wawancara, catatan lapangan dengan catatan, dan dokumentasi. Berdasarkan hasil observasi menunjukkan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran sejarah dikelas X IPA 8 dapat meningkat dengan menggunakan metode debat. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan yang signifikan, baik dalam proses diskusi sebelum debat maupun saat debat berlangsung siswa mampu berargumen berdasarkan kriteria kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan kemampuan berpikir kritis siswa dapat meningkat dalam pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode debat di kelas X IPA 8. Pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode debat dapat diaplikasikan dengan mempertimbangkan kondisi kelas, karakter siswa, dan kreativitas guru. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menjadi saran bagi guru maupun pihak sekolah dalam menciptakan suasana belajar yang memberikan kesempatan untuk siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis.
(5)
ABSTRACT
This research began with problem that found by researcher in of teaching history, that is critical thinking skills of students are less facilitated in learning history. It is seen from the condition discussion method of teaching history in class X MIA 8 SMA Negeri 24 Bandung which emphasizes presentation of facts, concepts, events, characters, space and time. This will result of teaching history is only limited ability to recall that low capability. This research used qualitative approach carried in four stages, that was plan, act, observe, and reflect. The problem formulation were, (i) How planning method of debate to improve critical thinking skills of students at SMA Negeri 24 Bandung Class X MIA 8? (ii) How to implement method of debate to improve critical thinking skills of students at SMA Negeri 24 Bandung Class X MIA 8? (iii) How the result of attempt to improve critical thinking skills by using the method of debate in SMA Negeri 24 Bandung class X MIA 8? (iv) How to attemp overcome inhibitions in implementation method of debate to improve critical thinking skills of students at SMA Negeri 24 Bandung class X MIA 8? Researchers used data collection techniques of observation, interviews, documentation, and field notes. Based on the observation of critical thinking skills of students showed critical thinking skills in the teaching of history in class X MIA 8 can be increased. This is seen from significant improvement, both in the process of debate and discussion before the debate of students were able to argue based on indicators of critical thinking skills. This is evidenced by the increase of cycle 1 to cycle 3 and decline in cycle 4 which showed saturation point. Based on these results, it can be concluded the critical thinking skills of students can be improved in the teaching of history by using the method of debate in class X MIA 8. Learning history by using the method of debate can be apply by considering the condition of the class, the characters of students, and creativity of teacher. Moreover, the results of this research can be a suggestion for the teachers and the school in creating a learning environment that provides opportunities for students to develop critical thinking skills.
(6)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
UCAPAN TERIMAKASIH... ii
ABSTRAK ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian... 8
E. Struktur Organisasi ... 9
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 10
A. Berpikir Kritis ... 10
B. Metode Debat ... 17
C. Pembelajaran ... 19
1. Pengertian Pembelajaran ... 19
2. Komponen Pembelajaran ... 20
D. Metode Debat Dalam Pembelajaran Sejarah ... 27
E. Metode Debat Sebagai Salah Satu Peningkatan Dalam kemampuan Berpikir Kritis ... 34
BAB III. METODE PENELITIAN ... 45
A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 45
B. Metode Penelitian ... 45
C. Desain Penelitian ... 47
D. Definisi Operasional ... 50
E. Teknik Pengumpul Data ... 56
F. Instrumen Penelitian ... 60
G. Pengolahan dan Analisis Data ... 67
BAB IV. PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN ... 70
A. Deskripsi SMA Negeri 24 Bandung ... 70
1. Profil SMA Negeri 24 Bandung ... 70
2. Kondisi Guru dan Siswa di SMA Negeri 24 Bandung ... 74
3. Deskripsi Pembelajaran Sebelum Dilakukan Tindakan ... 75
B. Perencanaan Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Menggunakan Metoe Debat Di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8 ... 77
C. Tahapan-Tahapan Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Menggunakan Metode Debat Di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8 ... 80
(7)
1. Deskripsi Tahapan Kegiatan ... 80
a. Perencanaan ... 80
b. Tindakan Pelaksanaan Siklus ... 82
1) Kegiatan Pendahuluan ... 82
2) Kegiatan Inti ... 83
3) Kegiatan Penutup ... 84
c. Evaluasi ... 84
2. Deskripsi Tahapan Kegiatan Siklus ... 85
a. Deskripsi Pelaksanaan Siklus 1 ... 85
b. Deskripsi Pelaksanaan Siklus 2 ... 102
c. Deskripsi Pelaksanaan Siklus 3 ... 118
d. Deskripsi Pelaksanaan Siklus 4 ... 134
D. Hasil Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Menggunakan Metode Debat Di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8 ... 147
1. Pengolahan dan Analisis Data Siklus ... 148
a. Pengolahan dan Analisis Data Siklus 1 ... 148
b. Pengolahan dan Analisis Data Siklus 2 ... 151
c. Pengolahan dan Analisis Data Siklus 3 ... 155
d. Pengolahan dan Analisis Data Siklus 4 ... 159
2. Analisis Hasil Penelitian ... 163
E. Solusi Dalam Menghadapi Kendala Pada Saat Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelasajaran Sejarah Dengan Menggunakan Metode Debat Di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8 ... 166
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 170
A. Kesimpulan ... 170
B. Saran ... 173
DAFTAR PUSTAKA ... 174
(8)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kemampuan berpikir kritis menurut Ennis disesuaikan dengan
kebutuhan penelitian ... 53
Tabel 3.2 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Pro ... 62
Tabel 3.3 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Kontra ... 63
Tabel 3.4 Lembar observasi yang ditujukan kepada peneliti ... 64
Tabel 3.5 Format wawancara ... 66
Tabel 3.6 Format catatan lapangan ... 67
Tabel 4.1 Keterangan denah SMA Negeri 24 Bandung ... 72
Tabel 4.2 Sarana dan prasarana SMA Negeri 24 Bandung ... 73
Tabel. 4.3 Daftar nama siswa kelas X MIA 8 ... 79
Tabel 4.4 Daftar nama anggota kelompok A dan B ... 79
Tabel 4.5 Daftar nama anggota kelompok Pro dan Kontra siklus 1 ... 88
Tabel 4.6 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Pro siklus 1 ... 93
Tabel 4.7 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Kontra siklus 1 ... 95
Tabel 4.8 Hasil observasi guru pada siklus 1 ... 97
Tabel 4.9 Daftar nama anggota kelompok Pro dan Kontra siklus 2 ... 104
Tabel 4.10 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Kontra siklus 2 ... 111
Tabel 4.11 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Pro siklus 2 ... 113
Tabel 4.12 Hasil observasi guru pada siklus 2 ... 115
Tabel 4.13 Daftar nama anggota kelompok Pro dan Kontra siklus 3 ... 120
Tabel 4.14 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Pro siklus 3 ... 127
Tabel 4.15 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Kontra siklus 3 ... 129
Tabel 4.16 Hasil observasi guru pada siklus 3 ... 131
Tabel 4.17 Daftar nama anggota kelompok Pro dan Kontra siklus 4 ... 136
Tabel 4.18 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Kontra siklus 4 ... 141
Tabel 4.19 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Pro siklus 4 ... 143
Tabel 4.20 Hasil observasi guru pada siklus 4 ... 145
Tabel 4.21 Hasil kemampuan berpikir kritis siswa siklus 1... 148
Tabel 4.22 Hasil kemampuan berpikir kritis siswa siklus 2... 151
Tabel 4.23 Perbandingan jumlah ketercapaian sub indikator kemampuan berpikir kritis siswa dari sikus 1 ke siklus 2 ... 153
Tabel 4.24 Hasil kemampuan berpikir kritis siswa siklus 3... 155
Tabel 4.25 Perbandingan jumlah ketercapaian sub indikator kemampuan berpikir kritis siswa dari sikus 2 ke siklus 3 ... 157
Tabel 4.26 Hasil kemampuan berpikir kritis siswa siklus 4... 159
Tabel 4.27 Perbandingan jumlah ketercapaian sub indikator kemampuan berpikir kritis siswa dari sikus 3 ke siklus 4 ... 161
Tabel 4.28 Jumlah ketercapaian sub indikator kemampuan berpikir kritis siswa dari siklus 1-4 ... 163
(9)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Gambar model spiral Kemmis dan Mc Taggart ... 48
Gambar 3.2 Fase observasi ... 57
Gambar 4.1 Peta SMA Negeri 24 Bandung ... 71
Gambar 4.2 Denah SMA Negeri 24 Bandung ... 72
Gambar 4.3 Grafik peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa siklus 1 sampai siklus 4... 164
(10)
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Metode debat merupakan salah satu bentuk dari metode diskusi. Pada dasarnya kedua metode tersebut memiliki kesamaan, yaitu mengambil sebuah keputusan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya dalam metode diskusi lebih mencari titik pertemuan pendapat mengenai suatu permasalahan. Berbeda dengan metode debat yang lebih menekankan pada mempertahankan suatu pendapat dengan argumen-argumen yang mendukung pendapat tersebut.
Pembelajaran dengan menggunakan metode debat menurut Silberman
(2009: 127) “dapat menjadi sebuah metode berharga untuk mengembangkan
pemikiran dan refleksi, khususnya jika para peserta didik diharapkan
mengambil posisi yang bertentangan dengan pendapatnya”. Berdasarkan
pendapat tersebut maka metode debat merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran di kelas untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa.
Metode debat merupakan suatu metode pembelajaran dengan memberikan sebuah isu kontroversial atau materi yang dapat diperdebatkan. Isu kontroversial yang diberikan akan membentuk dua kelompok, yaitu kelompok pro dan kontra terhadap pandangan isu kontroversial tersebut. Peserta didik menentukan pendiriannya yang bergabung dalam kelompok-kelompok sesuai dengan pendiriannya. Hal tersebut ditujukan kepada siswa untuk beradu argumen dengan kelompok yang memiliki pendirian yang berbeda. Adanya perbedaan pendapat tersebut akan membuat siswa mengemukakan pendapat yang mampu menguatkan pendirian yang telah ditentukannya. Oleh karena itu, siswa tidak akan sembarangan dalam mengemukakan pendapat, tetapi mengalami proses berpikir sebelum mengemukakan pendapat. Dengan demikian, metode debat mampu membuat
(11)
siswa berpikir untuk mengemukakan pendapat yang mampu mempertahankan pendapatnya.
Metode debat yang diterapkan dalam pembelajaran di kelas akan membuat siswa mengemukakan pendapat maupun gagasannya. Pengajar yang melihat siswa yang mengemukakan pendapatnya akan mengetahui pemikiran siswa mengenai materi yang telah diberikan, mengetahui sejauh mana siswa memahami pelajaran yang telah diberikan, dan memacu siswa untuk mampu berpikir kritis.
Salah satu potensi yang dikembangkan dalam pembelajaran di kelas adalah potensi intelektual atau kercerdasan. Cerdas berbeda dengan pintar.
Menurut James (1998: 247) “orang-orang yang terlalu pintar kadang membuat keputusan yang terlalu cepat sehingga mereka luput memperhatikan kesalahan
kritis dalam proses yang terlalu cepat itu.” Ini disebabkan terlalu banyak informasi di dalam pikirannya tanpa pemilihan informasi sehingga cenderung tidak mempertimbangkan konsekuensi dari pengambilan keputusan.
Berbeda dengan orang cerdas yang melakukan pemikiran mendalam sebelum mengambil sebuah keputusan. Seperti pendapat yang dikemukakan
Hasan (2008: 2) “manusia cerdas mengandung makna bahwa ia berpikir cerdas, melakukan sesuatu pada waktu yang tepat dengan tindakan yang tepat pula, dan bersikap terhadap sesuatu secara cerdas.” Dengan demikian, pembelajaran yang diterapkan di kelas sebaiknya mengembangkan kemampuan kecerdasan peserta didik.
Kecerdasan peserta didik akan berkembang dengan baik jika dilaksanakan pengajaran yang mampu mengembangkan potensi intelektual tersebut. “Memori cerdas adalah hasil dari proses pendidikan yang panjang dan terus menerus mengenai berpikir kritis” (Hasan, 2008 : 2). Pembelajaran di kelas mampu mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya. Ini sesuai dengan tujuan pembelajaran sejarah dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22 tahun 2006 mengenai Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yaitu
(12)
(1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan. (2) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan. (3) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau. (4) Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang. (5) Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional.
Berdasarkan tujuan pembelajaran di atas terdapat poin ke dua yang
berisi “melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara
benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan.”
Dengan demikian dalam pembelajaran sejarah, ditekankan pada melatih kemampuan berpikir kritis, yaitu menggunakan kecerdasannya dalam memanfaatkan informasi sehingga dalam pembelajaran sejarah siswa dapat memahami peristiwa sejarah yang didukung oleh bukti-bukti atau fakta-fakta sejarah melalui pendekatan ilmiah.
Pembelajaran sejarah memuat banyak fakta-fakta, konsep, peristiwa, tokoh, ruang dan waktu. Pelaksanaan pembelajaran sejarah seharusnya tidak membuat siswa mengetahui seluruh materi sejarah karena akan membuat siswa menghafal tanpa ada pemahaman mengenai materi sejarah tersebut. Ini sesuai dengan pendapat Hasan (2008: 3) yang menyatakan bahwa jika pembelajaran sejarah tidak mengembangkan kemampuan berpikir kritis maka
pendidikan sejarah hanya akan jadi beban hafalan peserta didik, tidak menjadikan peerta didik semakin cerdas kecuali semakin banyak tahu, dan tidak pula mampu mengembangkan semangat kebangsaan yang penuh daya saing positif.
Pembelajaran sejarah seharusnya mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam menelaah peristiwa sejarah. Kochhar
(2008: 55) berpendapat bahwa “sejarah melatih kemampuan mental seperti berpikir kritis, dan menyimpan ingatan dan imajinasi.” Pembelajaran sejarah
(13)
tidak menjadikan siswa sekedar mengetahui materi sejarah—seperti fakta-fakta, konsep, peristiwa, tokoh, ruang dan waktu. Pembelajaran sejarah yang baik adalah mampu membuat siswa memahami materi sejarah tersebut sehingga materi sejarah tidak menjadi hafalan semata. Akan tetapi materi sejarah akan diingat siswa berdasarkan pemahamannya.
Kemampuan berpikir kritis penting untuk dimiliki, bukan hanya dalam pembelajaran di kelas saja tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Moore dan Parker (1986: 4-5)
The ability to think critical thinking is vitally important. In fact, our lives depend on it, since the way we conduct our lives depends on what claims we believe—on what claims we accept. The more carefully we evaluate a claim, and the more fully we separate issues that are relevant to it from those that are not, the more critical is our thinking.
Kemampuan berpikir kritis penting karena dalam kehidupan setiap individu bergantung kepada yang dipercayainya. Berhati-hati dalam mengevaluasi informasi dan mempertimbangkan kesesuaian informasi yang diterima merupakan lebih kritis dari sebuah pemikiran. Dengan demikian, penting untuk siswa memiliki kemampuan berpikir kritis.
Kemampuan berpikir kritis tidak akan muncul dengan sendirinya tanpa adanya latihan. Ini didukung oleh pendapat Moore dan Parker (1986: 4-5) yang menyatakan bahwa “...critical thinking is skill that you simply cannot become good without practicing.” Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Hasan (2008 : 3) yang menyatakan bahwa
Suatu kebiasaan adalah kemampuan yang harus dikembangkan melalui pendidikan, dalam suatu proses yang panjang, terus menerus dan berkesinambungan sebagaimana halnya dengan pendidikan yang mengembangkan keterampilan, nilai, dan sikap.
Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis yang diterapkan dalam pembelajaran sehari-hari siswa akan menciptakan kebiasaan berpikir kritis.
Pembelajaran sejarah mendorong dan melatih kemampuan berpikir kritis siswa dalam memahami fakta-fakta sejarah dan memahami peristiwa sejarah. Fenomena sejarah berulang sehingga dengan kemampuan berpikir
(14)
kritis siswa mampu menggunakan kecerdasannya untuk mengkaji peristiwa sejarah dan mampu mengaplikasikan nilai atau sikap yang dipelajari dari pembelajaran sejarah dalam kehidupan. Dengan demikian dalam pelaksanaan pembelajaran sejarah, guru harus menciptakan situasi yang mampu merangsang aktivitas siswa dalam berpikir serta mengemukakan pendapat maupun pemikirannya.
Prakteknya di kelas, pembelajaran sejarah cenderung pada pemaparan fakta-fakta, konsep, peristiwa, tokoh, ruang dan waktu. Ini dapat dilihat dalam pembelajaran sejarah di kelas X MIA 8 SMA Negeri 24 Bandung. Selama observasi, pembelajaran sejarah menggunakan metode diskusi dengan kelompok presentasi yang bertugas memaparkan materi dan kesempatan peserta diskusi untuk mengajukan pertanyaan dan menambahkan gagasan.
Pembelajaran sejarah berlangsung dengan metode diskusi dengan beberapa siswa dalam kelompok menyampaikan materi sejarah mengenai pengertian sejarah dengan media power point sedangkan siswa lainnya berperan sebagai peserta diskusi. Siswa menyampaikan materi dengan membacakan isi dari power point tersebut yang kemudian guru meminta siswa mencatat materi yang dianggap penting dalam power point dan siswa pun mencatatnya di buku catatan atau di laptopnya.
Pada bagian pemaparan materi selanjutnya, siswa menampilkan slide-slide power point yang berisi fakta-fakta dan konsep-konsep. Peneliti sebagai observer saat itu melihat ada beberapa siswa yang mengobrol, menguap, dan menaruh dagu di atas bangku atau di atas tangan. Setelah presentasi selesai, siswa sebagai presentator menyimpulkan materi yang telah disampaikan dan berlanjut pada sesi tanya-jawab. Pada sesi tanya-jawab ini, ada beberapa siswa yang mengangkat tangannya tanda ingin bertanya. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan siswa merupakan pertanyaan yang jawabannya tidak ada di buku teks. Siswa sebagai presentator pun menjawab pertanyaan dengan logis serta bukti-bukti yang diketahui oleh siswa. Ada pun siswa lain sebagai peserta diskusi mengemukakan pendapatnya mengenai hal yang ditanyakan dan ada di
(15)
antara siswa yang tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pertanyaan serta gagasannya dikarenakan waktu pelajaran yang terbatas.
Berdasarkan pemaparan pelaksanaan pembelajaran tersebut memperlihatkan bahwa pembelajaran sejarah terpaku pada pemaparan fakta-fakta, konsep, peristiwa, tokoh, ruang dan waktu. Ini akan mengakibatkan pembelajaran sejarah hanya sebatas kemampuan mengingat saja yang merupakan kemampuan rendah. Seharusnya pembelajaran sejarah menekankan pada pemahaman siswa bahwa untuk memahami masa sekarang harus pula memahami masa lalu sehingga siswa sadar akan pentingnya belajar pelajaran sejarah.
Pemaparan pelaksanaan pembelajaran sejarah di kelas tersebut memperlihatkan pula siswa sudah memiliki kemampuan bertanya dan mampu menjawab dengan menggunakan kemampuan berpikirnya serta mengemukakan gagasannya. Akan tetapi dalam pembelajaran sejarah menggunakan metode diskusi yang hanya berisikan pemaparan fakta atau bukti sejarah. Sangat disayangkan dalam pembelajaran sejarah didominasi dengan pemaparan fakta atau bukti sejarah saja di kelas dengan siswa yang telah memiliki kemampuan berpikir.
Upaya memperbaiki permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode pembelajaran yang tepat agar dapat mengembangkan kemampuan berargumentasi yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, penetiti memilih metode debat yang digunakan dalam pembelajaran di kelas.
Metode debat dalam penelitian ini menggunakan metode debat aktif yang dipaparkan oleh Silberman (2009: 127) yaitu dengan memberikan isu kontroversial yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Untuk memperbaiki kondisi pembelajaran di kelas X MIA 8 peneliti menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Menggunakan Metode Debat (Penelitian Tindakan Kelas di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8)”.
(16)
B.Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah utama yang akan
dibahas adalah “Bagaimana upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa dalam pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode debat di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8?”.
Untuk lebih memfokuskan permasalahan, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah merencanakan metode debat untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8?
2. Bagaimanakah melaksanakan metode debat untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8?
3. Bagaimana hasil upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan metode debat di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8? 4. Bagaimana upaya mengatasi kendala dalam penerapan debat untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8?
C.Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan berbagai hal yang berkaitan dengan penerapan debat pembelajaran sejarah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Adapun tujuan yang ingin dicapai peneliti adalah:
1. Merencanakan pembelajaran sejarah yang akan dilaksanakan dengan menggunakan debat untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. 2. Mengupayakan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dengan
(17)
3. Mendapatkan hasil dari upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan metode debat.
4. Membuat solusi untuk mengatasi kendala-kendala dalam pembelajaran sejarah yang akan dilaksanakan dengan menggunakan debat untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
D.Manfaat Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam memperbaiki kualitas belajar dan pembelajaran di kelas. Manfaat penelitian ini terdiri dari dua manfaat, yaitu manfaat teoritis dan praktis, diantaranya:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode debat. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi atau masukan bagi mahasiswa di bidang pendidikan maupun guru untuk mengetahui bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan metode debat. 2. Manfaat Praktis
Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti sebagai pengalaman melakukan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan metode debat untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini dapat bermanfaat bagi siswa yaitu dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan metode debat. Selain itu, penelitian ini bermanfaat bagi guru dan sekolah yaitu dapat memfasilitasi siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan metode debat dan dapat meningkatkan kualitas kemampuan berpikir kritis siswa di sekolah tersebut.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berhubungan secara langsung ataupun tidak langsung dalam
(18)
bidang pendidikan, khususnya pada pendidikan SMA Negeri 24 Bandung dalam pembelajaran sejarah.
E.Stuktur Organisasi
Penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab yang berisi sebagai berikut:
Bab I yaitu pendahuluan yang berisi mengenai pemaparan beberapa hal yang meliputi latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi. Bab II yaitu kajian pustaka, berisi mengenai berbagai literatur yang digunakan dalam penelitian upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan metode debat. Bab III yaitu metode penelitian yang berisi mengenai metode penelitian dan desain yang digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan metode debat.
Bab IV yaitu pembahasan yang berisi uraian mengenai pembahasan dan hasil penelitian yang merupakan uraian penjelasan terhadap aspek-aspek yang dijadikan rumusan masalah dalam penelitian upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan metode debat. Bab V yaitu kesimpulan yang perisi paparan mengenai kesimpulan dari penelitian upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan metode debat.
(19)
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini penulis menjabarkan secara rinci mengenai metode perencanaan penelitian yang akan dilakukan. Komponen yang akan dijabarkan antara lain, lokasi dan subjek penelitian, metode dan desain penelitian, prosedur penelitian, definisi operasional, teknik pengumpul data, teknik pengolahan dan analisis data, serta verifikasi data.
A.Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah SMA Negeri 24 Bandung, di Jalan AH. Nasution No. 27, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis sekolah ini terletak di wilayah Bandung Timur.
Pemilihan sekolah berdasarkan kelas yang diobservasi pada tugas mata kuliah dan sekolah ini menjadi sekolah tempat peneliti praktek dalam mata kuliah Program Pengalaman Lapangan (PPL) sehingga relasi antara peneliti dengan sekolah sudah terjalin dengan cukup baik. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X MIA 8 dengan jumlah siswa 41 orang yang terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 26 siswa perempuan. Peneliti memilih kelas tersebut karena merupakan kelas yang telah peneliti observasi sebelumnya dan memiliki permasalahan dalam pembelajaran sejarah yang kurang menekankan kemampuan berpikir kritis.
B.Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Asmani (2011: 51) mengemukakan “penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk penelitian refleksi diri yang dilakukan oleh para partisipan dalam situasi-situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki praktik yang dilakukan sendiri”. Pengetian ini menjelaskan bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bertujuan
(20)
untuk memperbaiki kualitas praktek yang dilakukan oleh diri sendiri. Dalam konteks penelitian ini adalah memperbaiki kualitas praktek proses belajar mengajar di kelas. Lebih lanjut dijelaskan oleh Kemmis (Hopkins, 2011: 88) bahwa “penelitian tindakan merupakan cara yang digunakan sekelompok orang untuk mengorganisasi kondisi-kondisi yang di dalamnya mereka dapat belajar dari pengalamannya sendiri.” Hal ini sejalan dengan pendapat Wiriaatmadja (2012: 13) “penelitian tindakan kelas adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalama mereka sendiri.” Lebih jelas Kusumah dan Dedi mengemukakan bahwa:
Pendapat Kemmis sejalan dengan pendapat Sukidin dkk. menyatakan bahwa:
Penelitian tindakan adalah cara suatu kelompok atau seseorang dalam mengorganisasi suatu kondisi sehingga mereka dapat mempelajari pengalaman mereka dan membuat pengalaman mereka dapat diakses oleh orang lain. Dalam kenyataannya, penelitian tindakan dapat dilakukan baik secara grup maupun individual dengan harapan pengalaman mereka dapat ditiru atau diakses untuk memperbaiki kualitas kerja orang lain. Secara praktis, penelitian tindakan pada umumnya sangat cocok untuk meningkatkan kualitas subjek yang hendak diteliti (Sukardi, 2004: 210-211).
Menurut penjelasan tersebut penelitian tindakan adalah sebuah cara untuk mengorganisasi kondisi yang dialaminya yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas kerja yang dilakukan secara individu maupun kelompok. Selain itu, penelitian tindakan diharapkan dapat diakses agar dapat memperbaiki kualitas kerja orang lain. Lebih jelas (Kusumah dan Dedi, 2012: 9) menyatakan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru dikelasnya sendiri dengan cara (1) merencanakan, (2) melaksanakan, dan (3) merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
Berdasarkan deskripsi tersebut dapat dilihat bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu metode yang dilakukan oleh peneliti atau guru secara
(21)
partisipatif dan kolaboratif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran maupun memperbaiki praktek pembelajaran di kelas. Peneliti memilih metode penelitian ini karena mampu meningkatkan kualitas pendidikan dalam pembelajaran langsung di kelas. Selain itu, metode penelitian ini sesuai dengan tujuan peneliti yaitu untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah dalam proses belajar-mengajar di kelas.
C.Desain Penelitian
Desain penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model spiral yang dikembangkan oleh Kemmis dan McTaggart. “Model Kemmis dan McTaggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin” (Kusumah dan Dedi, 2012: 20). Peneliti menggunakan model penelitian Kemmis dan McTaggart karena metode debat yang akan digunakan oleh peneliti adalah metode debat aktif yang dikembangkan oleh Silberman. Metode ini dapat dilaksanakan satu tindakan setiap siklusnya dan model tersebut mendukung upaya meningkatkan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode debat yang akan dilaksanakan oleh peneliti. Desain penelitian tindakan kelas Kemmis dan McTaggart digambarkan sebagai berikut:
(22)
Gambar 3.1 (Gambar model spiral Kemmis dan Mc Taggart diadopsi dari Wiriaatmadja 2012: 66)
Gambar tersebut memperlihatkan beberapa siklus yang setiap siklusnya dilakukan empat tahapan, yaitu plan, act, observe, dan reflect. Berikut penjelasan empat tahapan tersebut.
1. Plan atau perencanaan. Tahapan ini peneliti melakukan beberapa
perencanaan terkait langkah-langkah yang dilakukan:
a. Melakukan perizinan dan sosialisasi dengan pihak sekolah bahwa peneliti akan melakukan penelitian tindakan kelas di salah satu kelas di sekolah tersebut.
b. Melakukan pengamatan terhadap kelas yang akan diteliti. c. Menentukan kelas yang akan diteliti.
d. Meminta kesediaan guru untuk salah satu kelas dijadikan subjek penelitian
e. Meminta kolaborator untuk bekerja sama melakukan penelitian. f. Menentukan tema debat.
g. Menyusun instrumen yang digunakan untuk melihat peningkatan kemampuan berpikir kritis.
(23)
h. Menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang akan digunakan dalam pembelajaran.
i. Merencanakan pengolahan data hasil penelitian.
j. Membuat rencana perbaikan bersama kolaborator dalam setiap kekurangan yang ditemukan dalam setiap tindakan.
k. Merencanakan pengolahan data yang telah diperoleh setelah penelitian selesai dilaksanakan.
2. Act atau tindakan. Tahapan ini merupakan implementasi dari rencana yang
telah peneliti susun. Peneliti melaksanakan proses pembelajaran sesuai silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun dengan tujuan meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan metode debat. Berikut tahapan yang akan dilaksanakan: a. Melaksanakan tindakan dalam pembelajaran sejarah dengan
menggunakan metode debat sesuai silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun.
b. Menggunakan alat observasi yang telah dibuat untuk melihat perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan metode debat.
3. Observe atau pengamatan. Tahap ini dilakukan bersamaan dengan tahap act
atau tindakan. Penelitian ini kolaborator yang bertindak sebagai observer. Pada tahap ini observer dan peneliti melakukan pengamatan bersama namun observer memiliki peran yang lebih besar karena mampu melihat secara keseluruhan kegiatan siswa maupun guru selama pembelajaran di kelas. Pada tahap ini peneliti melaksanakan:
a. Mengamati secara teliti selama kegiatan pembelajaran berlangsung. b. Pengamatan terhadap siswa disesuaikan pada kemampuan berpikir kritis
siswa.
c. Pengamatan terhadap guru adalah kesesuaian mengajar dengan metode debat secara optimal.
(24)
d. Pengamatan terhadap keterhubungan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan metode debat.
4. Reflect atau refleksi. Tahap ini ini dilakukan setelah dilaksanakannya tahap act atau tindakan yang bersamaan dengan observe atau pengamatan. Tahap
ini merupakan pengkajian atau evaluasi terhadap tindakan yang telah dilaksanakan. Pada tahap ini peneliti melaksanakan:
a. Melaksanakan diskusi antara peneliti dengan kolaborator dan siswa setelah dilaksanakannya tindakan mengenai hal-hal yang perlu diperbaiki dan dikembangkan untuk perbaikan pelaksanaan tindakan selanjutnya. b. Merefleksikan hasil diskusi untuk pelaksanaan tindakan selanjutnya.
D.Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahan persepsi terhadap penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
1. Berpikir Kritis
Berpikir kritis berdasarkan pembahasan di bab II secara keseluruhan memiliki pengertian yang sama, yaitu mengambil keputusan berdasarkan proses berpikir yang mendalam untuk mengambil sebuah keputusan. Berpikir kritis tidak hanya memilah informasi berdasarkan pengetahuannya untuk mengambil keputusan tetapi juga menilai dan mempertimbangkan keputusan tersebut tersebut. Dalam berpikir kritis akan menghasilkan sebuah keputusan dalam menentukan sikap yang diyakininya.
Menurut Ennis (1996: xvii) “critical thinking is process, the goal of which is to make reasonable decisions about what to believe and what to
do.” Berpikir kritis adalah pemikiran rasional dan reflektif untuk fokus
dalam memutuskan apa yang mesti dipercaya dan dilakukan. Dengan demikian, berpikir kritis merupakan kegiatan menilai dan mempertimbangkan informasi yang logis dan dapat dipercaya untuk mengambil sebuah keputusan.
(25)
Penerapan berpikir kritis dalam pembelajaran di kelas dapat dilaksanakan dengan menganalisis sebuah informasi berdasarkan pengetahuan maupun pemahaman yang dimiliki siswa untuk mengambil sebuah keputusan. Ennis mengemukakan terdapat enam elemen dalam berpikir kritis yang dikenal dengan singkatan FRISCO (Focus, Reason,
Inference, Situation, Clarity, Overview). Berikut adalah indikator dari enam
elemen berpikir krtitis menurut Ennis (1996: 4-8):
1. Focus memiliki indikator mengetahui permasalahan utama, memberikan
pertanyaan-pertanyaan untuk memastikan fokus utama, membuat keputusan yang disertai alasan.
2. Reason memiliki indikator mengemukakan pendapat yang menunjang
alasan yang telah dipaparkan, mengidentifikasi alasan-alasan yang dikemukakan pihak lain, mengemukakan alasan yang didukung oleh bukti.
3. Inference memiliki indikator menilai alasan yang dikemukakan dan
membuat argumen alternatif.
4. Situation memiliki indikator mengidentifikasi situasi yang terdapat dalam
sebuah permasalahan dan menilai aspek-aspek yang terdapat dalam permasalahan.
5. Clarity memiliki indikator mengemukakan pertanyaan untuk mendapatkan kejelasan suatu alasan maupun permasalahan.
6. Overview memiliki indikator memeriksa kembali dan menilai keputusan
yang telah diambil
Peneliti tidak mengambil semua elemen tersebut karena tidak semua indikator sesuai dengan penelitian ini. Keenam elemen terebut, peneliti mengambil lima elemen, yaitu focus, reason, situation, clarity, dan
overview. Elemen pertama, focus dalam konteks kemampuan berpikir
kritis yang peneliti ambil adalah membuat keputusan. Membuat keputusan menjadi indikator dalam kemampuan berpikir ktitis yang kemudian diperjelas menjadi dua sub indikator, yaitu mengemukakan
(26)
keputusan yang rasional dan mengemukakan keputusan yang disertai alasan.
Elemen kedua, reason yaitu dengan indikator mengemukakan pendapat yang menunjang alasan yang telah dipaparkan. Indikator tersebut diperjelas kembai menjadi tiga sub indikator yaitu, mengemukakan pendapat yang disertai bukti, mengemukakan pendapat disertai contoh, dan menghubungkan suatu informasi dengan informasi lainnya. Elemen ketiga, situation dengan indikator mengidentifikasi alasan-alasan yang dikemukakan pihak lain. Indikator ini diperjelas kembali menjadi dua sub indikator, yaitu mengidentifikasi situasi yang terdapat dalam sebuah permasalahan dan mengeidentifikasi alasan yang disertai pendapat.
Elemen keempat, clarity dengan indikator mengemukakan pertanyaan untuk mendapatkan kejelasan suatu alasan maupun permasalahan. Indikator tersebut diperjelas kembali dengan dua sub indikator, yaitu mengemukakan pertanyaan mengenai maksud dari sebuah pernyataan dan mengemukakan pertanyaan mengenai penjelasan sebuah permasalahan. Elemen kelima, overview dengan indikator menilai aspek-aspek yang terdapat dalam permasalahan. Indikator tersebut diperjelas kembali dengan dua sub indikator, yaitu menilai adalan yang telah dikemukakan dan menilai kekuatan bukti atau fakta untuk mendukung suatu pendapat.
Kelima elemen kemampuan berpikir kritis disesuaikan dengan metode debat yang diaplikasikan. Ini dikarenakan tidak semua elemen tersebut dapat terlihat dalam penilaian kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan metode debat, yaitu inference.
Elemen inference ialah menilai alasan yang dikemukakan dan membuat argumen alternatif sulit diamati. Ini dikarenakan dalam membuat argumen alternatif akan sulit dibedakan dengan lazimnya mengemukakan pendapat. Dengan demikian, peneliti tidak mengambil elemen tersebut.
(27)
Kelima elemen yang peneliti ambil sebagai indikator penilaian kemampuan berpikir kritis siswa masih bersifat umum. Dengan demikian, peneliti mengkhususkannya ke dalam beberapa sub indikator dengan pertimbangan sub indikator tersebut disesuaikan dengan metode debat yang peneliti aplikasikan. Berikut rincian indikator serta sub indikator yang menjadi kemampuan berpikir kritis siswa:
Tabel 3.1 Kemampuan berpikir kritis menurut Ennis disesuaikan dengan kebutuhan penelitian
Kemampuan Berpikir Kritis
Indikator Sub Indikator
1. Membuat keputusan
a. Mengemukakan keputusan yang rasional.
b. Mengemukakan keputusan yang disertai alasan. 2. Mengemukakan pendapat yang menunjang alasan yang telah dipaparkan
a. Mengemukakan pendapat yang disertai bukti.
b. Mengemukakan pendapat disertai contoh.
c. Menghubungkan suatu informasi dengan informasi lainnya.
3. Mengidentifikasi alasan-alasan yang dikemukakan pihak lain.
a. Mengidentifikasi situasi yang terdapat dalam sebuah permasalahan.
b. Mengidentifikasi alasan yang disertai pendapat.
4. Mengemukakan pertanyaan untuk mendapatkan kejelasan suatu alasan maupun permasalahan
a. Mengemukakan pertanyaan mengenai maksud dari sebuah pernyataan.
b. Mengemukakan pertanyaan mengenai penjelasan sebuah permasalahan.
5. Menilai
aspek-aspek yang
terdapat dalam permasalahan.
a. Menilai alasan yang telah dikemukakan.
b. Menilai kekuatan bukti atau fakta untuk mendukung suatu pendapat.
(28)
Kesebelas sub indikator tersebut menjadi penilaian observasi kemampuan berpikir kritis dalam menggunakan metode debat. Sedangkan pengukuran tingkat keberhasilan dari peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa menggunakan lembar observasi. Berpikir kritis siswa dilihat dari kemampuannya mengemukakan pendapat yang sebelumnya melalui proses berpikir berdasarkan bukti maupun alasan yang mendukung sebuah keputusan yang diyakininya.
2. Metode Debat
Metode debat merupakan bagian dari metode diskusi. Pada dasarnya kedua metode tersebut memiliki persamaan, yaitu mengambil sebuah keputusan. Akan tetapi, dalam pelaksanaan metode diskusi lebih mencari titik pertemuan pendapat mengenai suatu permasalahan. Berbeda dengan debat yang lebih menekankan pada mempertahankan pendapat mengenai suatu permasalahan.
Metode debat pada pelaksanaannya merupakan kegiatan memperdebatkan sebuah isu kontroversial kemudian menempatkan dua pandangan berbeda, yaitu “pro” dan “kontra”. Dengan demikian, metode debat adalah sebuah kegiatan beradu pendapat antara dua kelompok yang memperdebatkan sebuah isu kontroversial. Pelaksanaan metode debat yang akan diaplikasikan oleh peneliti adalah metode debat aktif yang dikembangkan Silberman.
Adapun tahapan metode debat dalam pembelajaran sejarah yang diadaptasi dari metode debat aktif yang dikembangkan oleh Silberman,
pertama, guru memberikan isu kontroverial yang berhubungan dengan
materi pelajaran sejarah. Kedua, siswa dibagi menjadi dua kelompok “pro”
dan “kontra”. Dalam pembagian kelompok guru dan siswa telah melakukan
kesepakatan dalam pembagian kelompok. Selanjutnya pembelajaran berlangsung dengan kelompok yang beranggotakan tetap.
(29)
Ketiga, dua kelompok besar tersebut dibagi menjadi beberapa sub
kelompok untuk berdiskusi menentukan argumen pembuka dan juru bicara untuk mewakili kelompok besar. Keempat, perwakilan dari masing-masing kelompok besar mengemukakan argumen pembuka debat. Kelima, siswa kembali ke dalam sub kelompoknya dan menyusun argumen-argumen.
Keenam, perdebatan dimulai, siswa duduk berhadapan dengan juru
bicara duduk paling depan. Ketujuh, guru memilih kelompok yang pertama mengutarakan pendapat yang kemudian dibalas oleh kelompok lawan berupa argumen bantahan, mengemukakan pendapat atau gagasannya. Kedelapan, jika perdebatan sudah dianggap cukup, guru menghentikan perdebatan dan bersama dengan siswa mengidentifikasi argumen-argumen terbaik yang dibuat oleh kedua kelompok debat tersebut.
Metode debat aktif ini terdapat dua tahap diskusi. Tahap pertama, siswa dalam dua kelompok besar dibagi menjadi beberapa sub kelompok untuk menentukan argumen pembuka. Setelah itu dipilihlah beberapa orang juru bicara untuk mengemukakan argumen pembuka. Tahap kedua, setelah masing-masing kelompok mengemukakan argumen pembuka siswa kembali kepada sub kelompoknya untuk menyusun strategi sebelum perdebatan dimulai. Adanya dua tahapan diskusi akan merangsang siswa berpikir untuk mempertahankan maupun menyusun strategi dalam mengemukakan pendapat.
Dengan demikian, metode debat yang diterapkan akan mendukung kemampuan berpikir kritis siswa yang dilihat dari penyampaian pendapatnya yang bertanggung jawab. Penyampaian pendapat yang dimaksud adalah pendapat yang didasari kejelasan berargumen yang berdasarkan bukti maupun argumen pendukung agar mampu mempertahankan pendapat bahkan mempengaruhi pandangan lawan debat.
Penerapan metode debat akan mengarahkan siswa menggunakan kemampuan berpikir untuk mempertahankan pendapatnya. Kemampuan berpikir dalam menggunakan metode ini dapat dilihat dari penyampaian pendapat berdasarkan pengetahuan maupun pemahamannya. Penerapan
(30)
metode debat dalam pembelajaran diharapkan siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis yang dilihat dari pendapat-pendapat yang dikemukakan siswa saat pembelajaran berlangsung. Metode debat ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas X MIA 8.
E.Teknik Pengumpul Data
Data merupakan bahan yang diperlukan untuk dianalisis dan didapatkan sebuah kesimpulan. Data dikumpulkan oleh kolaborator dan peneliti secara kolaboratif. Lincoln dan Guba (Wiriaatmadja, 2012: 96) merinci karakter yang harus dimiliki seorang peneliti as the only human instrument, sebagai berikut: responsif, adaptif, menekankan aspek holistik, pengembangan berbasis pengetahuan, memproses dengan segera, klarifikasi dan kesimpulan, dan kesempatan eksplorasi. Ketujuh karakter tersebut menjadi dasar peneliti dalam pengumpulkan data penelitian.
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpul data sebagai berikut: 1. Observasi
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan terhadap subjek yang diteliti. Ini sejalan dengan pendapat Asmani (2011: 123) yang menyatakan
bahwa “observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.” Observasi dalam penelitian ini menggunakan observasi partisipatif. Menurut Sarosa (2012: 57) “pengamatan partisipatif mengandung arti peneliti juga turut berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari partisipan.” Partisipan dalam konteks penelitian ini adalah peneliti berpartisipasi dalam keseharian pembelajaran siswa di kelas. Peneliti menggunakan teknik ini untuk mengamati sisiwa dalam kelas yang akan diteliti secara langsung dan terencana.
(31)
Terdapat tiga fase observasi yang digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.2 Fase observasi (diadopsi dari Wiriaatmadja, 2012: 106)
Menurut Wiriaatmadja (2012: 106) “tiga fase esensial dalam mengobservasi kelas adalah pertemuan perencanaan, observasi kelas, dan
diskusi balikan.” Kusumah dan Dedi (2012: 71-72) pun sependapat dengan
Wiriaatmadja bahwa “secara umum pelaksanaan observasi perlu dilakukan dalam 3 fase yaitu (i) pertemuan perencanaan, (ii) pelaksanaan observasi kelas, dan (iii) pembahasan balikan”. Berikut dijelaskan secara lebih rinci hal-hal yang berkaitan dengan obervasi interpretasi dalam rangka penyelenggaraan PTK secara kolaboratif (Kusumah dan Dedi, 2012, 72-73): a. Pertemuan Perencanaan
Untuk menyusun rencana observasi diperlukan pertemuan antara observer dengan peneliti mengenai kriteria yang akan diamati. Ini dilakukan untuk mencapai suatu kesepakatan dan menguranginya kekakuan dalam mengobservasi. Selain itu dapat menghemat waktu dalam melaksanakan observasi di kelas, dalam mendiskusikan balikan, dan dalam melakukan refleksi serta menyusun rencana tindak lanjut apabila diperlukan.
b. Penetapan Fokus Observasi
Fokus Observasi adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran tujuan dalam pelaksanaan observasi (Kusumah dan Dedi, 2012: 72). Dalam observasi ditentukan sasaran tertentu yang diprioritaskan dalam kerangka perbaikan dalam suatu siklus penelitian tindakan kelas. Perlu ditekankan
Pertemuan Perencanaan
(32)
bahwa peneliti yang berperan sebagai guru merupakan pelaku utama pelaksana observasi walaupun dengan cakupan wilayah observasi terbatas. Mitra atau observer berperan melengkapi amatan dari pelaksana tindakan perbaikan. Selain itu, mitra berfungsi sebagai pengamat, bukan sebagai supervisor.
c. Penentuan Kriteria Observasi
Kriteria yang digunakan dalam observasi adalah kerangka berpikir yang terekam sebagai indikator yang diharapkan terjadi sebagai perwujudan dari proses atau dari tindakan perbaikan yang diterapkan.
Jenis observasi yang akan digunakan adalah observasi terstruktur. Observasi terstruktur ditandai dengan perekaman data yang relatif sederhana, berhubungan dengan telah tersediakannya format yang relatif rinci (Kusumah dan Dedi, 2012: 71).
2. Wawancara
Wawancara didefinisikan sebagai diskusi antara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu (Kahn dan Cannel, 1957; Sarosa, 2012: 45). Tujuan wawancara yang dimaksud dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh data dari siswa sebagai subjek yang diteliti untuk mempersiapkan perbaikan maupun perubahan yang dilaksanakan selanjutnya. Wawancara menurut Kusumah dan Dedi (2012: 77) adalah “metode pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan kepada subjek yang diteliti.” Pernyataan tersebut lebih jelas dikemukakan Denzin (Goetz dan LeCompte,
1984; Wiriaatmadja, 2012: 117) “wawancara merupakan pertanyaan
-pertanyaan yang diajukan secara verbal kepada orang-orang yang dianggap memberikan informasi atau penjelasan hal-hal yang dipandang perlu.” Peneliti menggunakan teknik wawancara ditujukan kepada siswa untuk mendapatkan informasi mengenai situasi selama pembelajaran di kelas.
Menurut Hopkins (2011: 190-191) “wawancara individu semacam ini sering kali menjadi sumber informasi yang sangat produktif bagi observer yang ingin memverifikasi observasi yang akan mereka laksanakan
(33)
selanjutnya.” Dengan menggunakan wawancara peneliti akan mendapatkan informasi langsung dari siswa mengenai aspek-aspek yang tidak terlihat dalam observasi. Pelaksanaan wawancara akan dilakasanakan dalam pertemuan di kelas dengan tujuan tidak menyita waktu siswa. Ini senada
dengan pendapat Hopkins (2011: 190) “karena wawancara guru-siswa
sangat menyita waktu, akan lebih baik jika waktu ini didedikasikan untuk pertemuan-pertemuan kelas.” Selain itu, waktu pembelajaran dengan waktu wawancara yang tidak jauh dari pelaksanaan wawancara pada saat pertemuan kelas maka data yang diperoleh akan lebih akurat.
Jenis wawancara yang akan digunakan oleh peneliti adalah wawancara semi struktur. Wawancara semi struktur menurut Sarosa (2012: 47) “adalah kompromi antara wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.” Lebih jelas Wiriaatmadja menjelaskan bahwa
Wawancara yang semi struktur adalah bentuk wawancara yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu, akan tetapi memberikan keleluasaan untuk menerangkan agak panjang mungkin tidak langsung ke fokus pertanyaan/bahasan, atau mungkin mengajukan topik bahasan sendiri selama wawancara berlangsung (Elliot, 1991: 80; Wiriaatmadja, 2012: 119).
Peneliti menggunakan teknik ini dengan menyusun panduan wawancara yang berisi beberapa pertanyaan mengenai pembelajaran yang telah berlangsung kepada siswa. Panduan wawancara berfungsi untuk membantu peneliti agar pertanyaan yang disampaikan terarah dan tidak menyimpang dari tujuan wawancara. Akan tetapi dalam pelaksanaan wawancara ini tidak terpaku terhadap panduan wawancara. Peneliti dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa secara responsif dengan permasalahan yang ditemukan. Dengan demikian dapat melengkapi data dan meredakan suasana kaku antara pewawancara dengan subjek yang diwawancarai.
Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data wawancara setelah pelaksanaan tindakan selesai. Penggunaan teknik wawancara untuk mengetahui kondisi saat pembelajaran serta kelemahan-kelamahannya yang
(34)
bertujuan untuk perbaikan dalam tindakan selanjutnya berdasarkan pandangan peneliti yang bertindak sebagai guru.
3. Catatan Lapangan
Catatan lapangan berisi mengenai deskripsi kegiatan selama penelitian, seperti pembelajaran di kelas, suasana di kelas, interaksi yang terjadi di kelas maupun di sekolah, dan lain sebagainya. Selain itu, menurut
Hopkins (2011: 181) “membuat catatan lapangan (field notes) merupakan
salah satu cara untuk melaporkan hasil observasi, refleksi, dan reaksi terhadap masalah-masalah kelas.” Dengan demikian, catatan lapangan berfungsi untuk memberi informasi yang jelas mengenai proses belajar mengajar, mendeskripsikan hasil observasi, dan refleksi sebagai rencana perbaikan untuk proses pembelajaran selanjutnya.
Catatan lapangan berfungsi juga sebagai deskripsi pengamatan yang dilakukan oleh peneliti. Selain itu, catatan lapangan bertujuan sebagai pelengkap atau pembanding dari observasi yang dilakukan oleh mitra.
4. Dokumentasi
Peneliti menggunakan teknik dokumentasi dalam penelitian ini sebagai sumber data yang berkaitan dengan suasana pembelajaran di kelas pada saat penlitian tindakan dilaksanakan. Dokumen yang digunakan dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah kamera digital yang berfungsi merekam suasana kelas dalam pelaksanaan tindakan. Selain itu, rekaman tersebut menjadi pelengkap dari catatan lapangan peneliti.
F. Instrumen Penelitian
Adapun instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk memudahkan dalam melaksanakan penelitian ini di antaranya,
(35)
1. Lembar Panduan Observasi
Lembar panduan observasi adalah perangkat yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data mengenai kegiatan siswa maupun guru selama pelaksanaan tindakan dalam pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode debat. Lembar observasi ini dicatat selama pembelajaran berlangsung. Melalui lembar observasi akan memberikan deskripsi situasi dan kondisi selama pembelajaran berlangsung. Selain itu, untuk memperoleh data yang berupa aspek-aspek kemampuan berpikir kritis siswa dan interaksi antara siswa dengan siswa selama pembelajaran dengan metode debat serta interaksi siswa dengan guru selama pembelajaran berlangsung. Lembar observasi ini pun menjadi salah satu data dalam kegiatan refleksi untuk tindakan selanjutnya.
Jenis observasi yang akan digunakan adalah observasi terstruktur. Wiriaatmadja (2012: 114) menjelaskan bahwa
apabila mitra peneliti sudah menyetujui kriteria yang diamati, maka selanjutnya Anda tinggal menghitung (mentally) saja berapa kali jawaban, tindakan, atau sikap siswa yang sedang diteliti itu ditampilkan.
Observasi terstruktur dalam penelitian ini memfokuskan pada kemampuan berpikir kritis siswa yang terlihat dalam pembelajaran menggunakan metode debat. Berikut format observasi terstruktur yang digunakan oleh peneliti:
(36)
Tabel 3.2 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Pro
Keterangan: Beri tanda (V) di setiap kolom jika siswa menunjukkan sikap yang terdapat dalam indikator tersebut.
No
Nama Anggota Kelompok “Pro”
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Membuat keputusan
Mengemukakan pendapat yang menunjang alasan yang telah
dipaparkan Mengidentifikasi alasan-alasan yang dikemukakan pihak lain. Mengemukakan pertanyaan untuk mendapatkan kejelasan suatu alasan
maupun permasalahan
Menilai aspek-aspek yang terdapat dalam
permasalahan. Jumlah Mengemu -kakan keputusa n yang rasional Menge- mu-kakan keputusa n yang disertai alasan Mengemu -kakan pendapat yang disertai bukti Mengemu -kakan pendapat disertai contoh Menghub -ungkan suatu informasi dengan informasi lainnya Mengiden -tifikasi situasi yang terdapat dalam sebuah permasa-lahan Mengi- dentifika-si alasan yang disertai pendapat. Mengemu -kakan pertanya-an mengenai maksud dari sebuah pernyata-an Mengemu -kakan pertanya-an mengenai penjelas-an sebuah permasa-lahan Menilai alasan yang telah dikemuka kan Menilai kekuatan bukti atau fakta untuk mendu-kung suatu pendapat 1. 2. 3. 4. 5. dst. Jumlah
(37)
Tabel 3.3 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Kontra
Keterangan: Beri tanda (V) di setiap kolom jika siswa menunjukkan sikap yang terdapat dalam indikator tersebut.
No
Nama Anggota Kelompok “Kontra”
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Membuat keputusan
Mengemukakan pendapat yang menunjang alasan yang telah
dipaparkan Mengidentifikasi alasan-alasan yang dikemukakan pihak lain. Mengemukakan pertanyaan untuk mendapatkan kejelasan suatu alasan
maupun permasalahan
Menilai aspek-aspek yang terdapat dalam
permasalahan. Jumlah Mengemu -kakan keputusa n yang rasional Menge- mu-kakan keputusa n yang disertai alasan Mengemu -kakan pendapat yang disertai bukti Mengemu -kakan pendapat disertai contoh Menghub -ungkan suatu informasi dengan informasi lainnya Mengiden -tifikasi situasi yang terdapat dalam sebuah permasa-lahan Mengi- dentifika-si alasan yang disertai pendapat. Mengemu -kakan pertanya-an mengenai maksud dari sebuah pernyata-an Mengemu -kakan pertanya-an mengenai penjelas-an sebuah permasa-lahan Menilai alasan yang telah dikemuka kan Menilai kekuatan bukti atau fakta untuk mendu-kung suatu pendapat 1. 2. 3. 4. 5. dst. Jumlah
(38)
sebagai guru. Ini bertujuan untuk melihat kesesuaian tahapan-tahapan pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode debat yang telah peneliti rancang. Berikut lembar observasi yang ditujukan kepada peneliti.
Tabel 3.4 Lembar observasi yang ditujukan kepada peneliti No Kegiatan Peneliti Dalam
Pembelajaran
Ya Tidak Keterangan
1. Kegiatan Pendahuluan a. Memberi salam b. Memeriksa kehadiran
siswa
c. Memeriksa kesiapan belajar siswa
d. Menyampaikan tujuan pembelajaran
2. Kegiatan Inti
a. Menyampaikan materi pembelajaran
b. Menyampaikan tema debat
c. Menyampaikan prosedur debat
d. Menginstruksikan siswa berdiskusi dalam dua kelompok besar e. Menginstruksikan
perwakilan kelompok untuk menyampaikan argumen pembuka f. Menginstruksian siswa
untuk berdiskusi g. Menginstruksikan
dimulainya debat h. Menyampaikan kembali
argumen pembuka
masing-masing kelompok i. Menunjuk salah satu
kelompok untuk menanggapi argumen pembuka kelompok lawan
(39)
k. Menginstruksikan siswa duduk ditempatnya masing-masing l. Mengidentifikasi
argumen-argumen terbaik dari masing-masing kelompok.
3. Penutup
a. Menyimpulkan materi pembelajaran
b. Memberitahukan materi pembelajaran yang akan disampaikan minggu depan
c. Mengucapkan
terimakasih dan dalam penutup
Keterangan: Beri tanda (V) pada kolom Ya/Tidak sesuai temuan dalam pembelajaran.
Adanya lembar observasi yang ditujukan pada peneliti akan menjadi bahan refleksi dalam setiap silkus. Refleksi yang dilakukan bertujuan perbaikan di siklus berikutnya.
2. Lembar Panduan Wawancara
Wawancara adalah perangkat yang digunakan peneliti yang ditujukan kepada siswa. Penggunaan wawancara bertujuan untuk mengetahui kondisi saat pembelajaran dikelas dan kelemahan-kelemahan untuk dilakukan perbaikan dalam tindakan selanjutnya. Tipe wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur. Untuk melaksanakan wawancara, peneliti menggunakan lembar panduan wawancara agar terarah. Ini sependapat dengan Sarosa (2012: 48) yang menyatakan bahwa “panduan wawancara memuat apa saja yang setidaknya harus digali dari partisipan dalam proses wawancara.”
Peneliti membuat lembar panduan wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan ditujukan kepada siswa mengenai proses
(40)
sikap siswa terhadap metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Selain itu, untuk mengetahui kekurangan maupun kendala yang dialami guru selama pembelajaran berlangsung. Berikut format wawancara yang digunakan oleh peneliti:
Tabel 3.5 Format wawancara Hari/ Tanggal:
Siklus:
Pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada siswa setelah proses belajar mengajar di kelas.
1. Bagaimana kondisi belajar di kelas?
2. Apakah mengalami kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran? Coba ceritakan kesulitan yang dialami oleh-mu?
3. Apa yang tidak kamu mengerti saat pembelajaran? Coba jelaskan apa yang tidak dimengerti oleh-mu?
4. Apa ada kekurangan guru dalam melaksanakan pembelajaran? Coba jelaskan kekurangan tersebut.
3. Lembar Catatan Lapangan Reflektif
Lembar catatan lapangan adalah perangkat yang digunakan peneliti untuk memberikan gambaran yang menyeluruh saat proses tindakan. Penulisan catatan ini dilakukan seusai pembelajaran atau tindakan berlangsung yang disertai dengan refleksi dan analisis. Berikut adalah format catatan reflektif yang digunakan oleh peneliti:
(41)
Hari/Tanggal: Siklus :
Waktu Catatan selama pembelajaran Catatan
4. Dokumentasi
Menurut Hopkins (2011: 210) “fungsi utama dokumentasi dalam penelitian kelas adalah menyediakan konteks bagi pemahaman kita atas kurikulum atau metode pengajaran tertentu.” Dalam penelitian ini dokumentasi yang digunakan adalah dokumen berupa video dan foto yang merekam serta memperlihatkan kegiatan belajar dan mengajar di kelas dengan menggunakan kamera digital. Selain itu berfungsi sebagai sumber refleksi yang dilakukan oleh peneliti dengan mitra.
G.Pengolahan dan Analisis Data
Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data. Pengolahan data yang dilakukan oleh peneliti dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini bersifat kualitatif. Teknik pengolahan data yang diterapkan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis menurut Miles dan Huberman. Teknik analisis menurut Miles dan Huberman (1994: 10-11) terdiri dari tiga komponen, yaitu
(42)
serta pengujian kesimpulan (drawing and verifying conclusions).
Komponen pertama adalah reduksi data (data reduction), yaitu mengacu pada proses seleksi, memfokuskan, menyederhanakan, mengabstraksi, dan mentransformasikan data yang muncul dalam catatan atau transkrip. Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Data yang didapatkan dari lapangan memiliki jumlah yang cukup banyak sehingga dicatat secara teliti dan rinci.
Banyaknya catatan memerlukan analisis dengan mereduksi data, yaitu merangkum, memilih dan memfokuskan hal-hal yang penting, serta mencari tama atau polanya. Hal tersebut bertujuan memberi gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan penelitan selanjutnya. Data yang diperoleh segera dianalisis data melalui reduksi data. Ini dilakukan untuk fokus kepada temuan yang penting dan memberikan gambaran yang lebih jelas dalam menganalisis data. Reduksi data ini dilakukan sampai penelitian selesai.
Komponen kedua adalah penyajian data (data display), umumnya adalah kumpulan informasi untuk dilakukan penarikan kesimpulan dan tindakan. Dengan melihat penyajian mempermudah untuk mengartikan apa yang terjadi dan apa yang dilakukan. Penyajian data juga termasuk kedalam analisis data yang dalam penyajiannya dalam bentuk narasi, matriks, maupun bagan.
Komponen ketiga adalah menggambarkan kesimpulan dan verifikasi (conclution drawing and verification). Menggambarkan kesimpulan dan verifikasi dilakukan dari awal pengumpulan data. Analisis yang dilakukan adalah mengartikan data yang diperoleh, mencatat keteraturan, pola, penjelasan, konfigurasi yang masuk akal, casual flows, dan proposisi. Kesimpulan akhir mungkin tidak muncul sampai pengumpulan data berakhir. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara sehingga akan mengalami perubahan. Dengan kata lain, kesimpulan tidak akan mengalami perubahan jika memiliki bukti-bukti yang valid dan konsisten.
(43)
maka dilakukan validitas. Validitas dalam penelitian ini menggunakan: 1. Audit Trail
Audit trail menurut Kunandar (2008: 108) ialah “memeriksa
kesalahan-kesalahan dalam metode atau prosedur yang digunakan peneliti dan di dalam pengambilan keputusan.” Dalam penelitian ini peneliti bersama mitra untuk memeriksa kembali metode maupun prosedur pembelajaran yang telah peneliti terapkan dalam penelitian untuk mengambil kesimpulan penelitian.
2. Member Check
Member Check adalah pengecekan kembali data yang telah diperoleh
untuk memeriksa kebenaran data yang telah diperoleh. Dalam penelitian ini, peneliti memeriksa kembali keterangan-keterangan atau informasi data selama observasi agar terjaga kebenarannya.
3. Expert Opinion
Expert opinion merupakan kegiatan meminta pendapat kepada orang
yang dianggap ahli mengenai penelitian. Sejalan dengan pendapat (Kunandar, 2008: 108)
Expert opinion yaitu meminta kepada orang yang dianggap ahli atau
pakar penelitian tindakan kelas atau pakar penelitian bidang studi untuk memeriksa semua tahapan-tahapan keguatan penelitian dan memberikan arahan atau jugements terhadap masalah-masalah penelitian yang dikaji
Dalam penelitian ini peneliti meminta saran dari ahli atau pakar Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini, peneliti meminta saran kepada dosen pembimbing.
Ketiga validitas diatas digunakan dalam penelitian ini dapat membantu peneliti dalam melihat ketepatan dan kecermatan alat ukur yang digunakan sesuai dengan fungsinya dan memperoleh kepercayaan terhadap penelitian yang dilakukan.
(44)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab akhir dari penulisan penelitian. Bab ini memaparkan mengenai kesimpulan sebagai jawaban dari pertanyaan penelitian. Selain itu, dalam bab ini berisi pula mengenai saran untuk pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian ini. Ini bertujuan agar pihak bersangkutan yang ingin memperbaiki proses pembelajaran sejarah.
A.Kesimpulan
Upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode debat di kelas X MIA 8 SMA Negeri 24 Bandung dapat disimpulkan, pertama, membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disesuaikan dan dikembangkan dari silabus. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berfungsi sebagai gambaran dan pedoman dalam melaksanakan pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode debat. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan tujuan pembelajaran yang mengacu pada kemampuan berpikir kritis siswa yang disesuaikan dengan metode debat.
Pembelajaran dengan menggunakan metode debat memerlukan penyampaian materi sehingga perlu mempersiapkan media pembelajaran yang berfungsi menunjang pembelajaran. Selain itu, perlu mempersiapkan isu kontroversial yang akan diberikan. Isu kontroversial tersebut menjadi tema dalam debat. Isu kontroversial yang akan diberikan perlu dipertimbangkan dengan matang kerena harus disesuaikan dengan materi pembelajaran dan banyaknya maupun seimbangnya sumber informasi yang relevan antara kemompok pro maupun kontra. Dengan demikian, siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan debat akan berlangsung dengan mampu menaggapi tema debat dengan mendukung posisinya dan menanggapi argumentasi lawan debatnya. Selanjutnya, untuk menilai kemampuan berpikir kritis diperlukan
(45)
lembar observasi yang berisi indikator maupun sub indikator kemampuan berpikir kritis. Ini berfungsi untuk menilai kemampuan berpikir kritis siswa.
Pembelajaran dengan menggunakan metode debat membuat siswa aktif dalam mengemukakan pandapatnya. Argumentasi siswa yang disampaikan dengan intonasi yang cepat menyulitkan dalam penilaian kemampuan berpikir kritis. Dengan demikian perlu mempersiapkan media perekam atau kamera digital yang berfungsi merekam argumentasi siswa. Ini membatu dalam penilaian kemampuan berpikir kritis yang dilihat dari argumentasi-argumentasi siswa.
Kedua, tahap pelaksanaan terdiri dari tiga kegiatan, yaitu kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan, yaitu lazimnya pembukaan awal pembelajaran, yaitu memberi salam, mendata kehadiran siswa, memeriksa kehadiran siswa, dan menyampaikan tujuan pembelajaran. Setelah itu, melakukan apersepsi maupun eksplorasi dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa. Kegiatan inti, yaitu dengan menyampaikan materi pembelajaran dengan ceramah maupun tanya jawab, menyampaikan tema debat dan pembagian kelompok pro dan kontra, diskusi sebelum debat yang terdiri dari dua bagian. Diskusi pertama yang menghasilkan argumen pembuka dan diskusi kedua untuk menanggapi argumen pembuka dari masing-masing lawan debat. Setelah diskusi selesai, menyiapkan beberapa juru bicara yang dapat bergantian dengan anggota kelompoknya. Setelah perdebatan dirasa cukup, hentikan perdebatan dan meminta siswa untuk kembali duduk ditempatnya masing-masing yang kemudian membahas materi yang berkaitan dengan tema debat dan mengidentifikasi argumen-argumen terbaik dalam debat. Kegiatan penutup, yaitu menyimpulkan materi pembelajaran, memberitahukan materi pembelajaran yang akan dibahas dalam pertemuan selanjutnya dan mengucapkan salam penutup. Penilaian dalam pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode debat yang berfokus pada kemampuan berpikir kritis siswa, yaitu dengan melengkapi catatan lapangan peneliti, kemudian mengklasifikasikan argumentasi siswa ke dalam sub indikator kemampuan
(1)
berpikir kritis siswa dalam lembar observasi. Kemampuan berpikir kritis tersebut dilihat dari jumlah ketercapaian siswa dalam sub indikator kemampuan berpikir kritis. Selain itu, dilihat pula persebaran dari ketercapaian siswa dalam sub indikator dalam lembar observasi kemampuan berpikir kritis tersebut.
Ketiga, pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode debat mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Siswa mengalami perubahan dan kemajuan dalam setiap siklusnya. Perubahan tersebut dapat dilihat dari hasil observasi yang menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dari siklus 1 sampai siklus 3. Sedangkan di siklus 4 mengalami penurunan yang menunjukkan titik jenuh. Dengan demikian, kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah efektif ditingkatkan dengan metode debat.
Keempat, kendala-kendala yang dihadapi adalah saat penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Ini dikarenakan subjek penelitian telah menggunakan kurikulum 2013, pengkondisian siswa, pembagian durasi dalam tahapan-tahapan debat, kurangnya konsentrasi siswa dalam pembelajaran, dan penentuan isu kontroversial dalam pembelajaran sejarah kepada siswa dialami peneliti, dan keterbatasannya waktu penelitian.
Kendala-kendala yang dihadapi memiliki solusi untuk dilakukan perbaikan. Solusi yang dilakukan peneliti, pertama, peneliti bertanya kepada dosen pembimbing maupun guru pelajaran sejarah mengenai penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kurikulum 2013. Kedua, peneliti mengkondisikan siswa dari awal pembelajaran dengan mengistruksikan siswa untuk siap belajar, memotivasi, serta memberikan tujuan pembelajaran. Ketiga, peneliti mempertimbangkan waktu pembahasan isu kontrversial yang akan diberikan. Keempat, peneliti menjelaskan prosedur debat dengan jelas dan lugas. Kelima, peneliti melakukan tanya-jawab dengan siswa. Ini membuat siswa lebih fokus saat pembelajaran. Saat diskusi sebelum debat berlangsung, peneliti berpartisipasi untuk menilai argumentasi siswa dan juga mengarahkan siswa dalam diskusi. Keenam, dalam mengkaji isu kontroversial kepada siswa,
(2)
173
peneliti mengkajinya terlebih dahulu dengan membaca buku maupun artikel mengenai isu kontroversial tersebut. Ketujuh, keterbatasannya waktu pelaksanaan tindakan membuat dihentikannya tindakan. Dengan melakukan refleksi dalam setiap siklusnya membuat kendala-kendala tersebut dapat teratasi.
B.Saran
Berdasarkan temuan peneliti dan kesimpulan yang telah dipaparkan terdapat beberapa hal yang dijadikan rekomendasi bagi pihak terkait, di antaranya, pertama, metode debat dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah. Ini dibuktikan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi mahasiswa di bidang pendidikan maupun guru untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan metode debat.
Kedua, hasil penelitian ini dapat dijadikan alternatif bagi sekolah, guru maupun praktisi pendidikan untuk memperbaiki pembelajaran. Dengan demikian, metode ini disarankan dapat dikembangkan untuk dapat diimplementasikan dalam pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran sejarah sebagai proses berkelanjutan dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Dengan demikian kesimpulan dan saran berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan. Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan kualitas dalam pembelajaran sejarah dan pendidikan di Indonesia.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumber Buku
Ali, M. (2008). Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo Bandung.
Asmani, J.A. (2011). Tuntunan Lengkap Metodologi Praktis Penelitian Pendidikan. Jogjakarta: Diva Press.
Budiningsih, C.A. (2012). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, S.B. (2005). Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Ennis, R.H. (1996). Critical Thinking. New Jersey: Upper Saddle River. Fisher, A. (2009). Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga. Hamalik, O. (2005). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hopkins, D. (2011). Panduan Guru Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Ismaun. (2005). Pengantar Belajar Sejarah Sebagai Ilmu. Bandung: Historia Utama Press.
James, J. (1998). Thinking in The Future Tense Berpikir ke Depan. Jakarta: PT Gramedia Puataka Utama
Jensen, E. (2011). Pembelajaran Berbasis-Otak Paradigma Pengajaran Baru. Jakarta: Indeks.
Kochhar, S.K. (2008). Pembelajaran Sejarah Teaching of History. Jakarta: PT Grasindo.
Kunandar. (2008). Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
(4)
175
Kusumah, W. dan Dedi, D. (2012). Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Indeks.
Miles, M.B. dan Huberman, A.M. (1994). Qualitative Data Analysis: An Expanded Sourcebook. California: Sage Publications.
Moore, B.N. dan Parker, R. (1986). Critical Thinking Evaluating Claims and Arguments in Everyday Life. Mountain View, Ca: Mayfield Publishing Company.
Organ, T.W. (1965). The Art of Critical Thinking. Boston: Houghton Mifflin Company.
Sardiman. (2007). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sarosa, S. (2012). Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar. Jakarta: Indeks.
Silberman, M. (2009). Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.
Sukardi. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sjukur, S.A. (2011). “Indonesia “Generasi Hafalan”, dalam Pedagogik Kritis. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Tarigan, H.G. (2008). Berbicara Sebagai Keterampilan Berbahasa. Bandung: Penerbit Angkasa Bandung.
Tilaar, H.A.R., Jimmy. Ph. P. dan Lody, P. (2011). Pedagogik Kritis. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan: Bagian 4 Pendidikan Lintas Bidang. - : Grasindo.
Wiriaatmadja, R. (2012). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
(5)
2. Selain Jurnal dan Buku
Aprijum. (2012). Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Tesis Program Studi Pendidikan IPA Sekolah Pasca Sarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Ariani, A. (2013). Pengaruh Metode Inquiry Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik (Studi Quasi Eksperimen Terhadap Peserta Didik kelas XI Akutansi Pada Kompetensi Dasar dan Mengentri Saldo Awal Di SMKN 1 Garut). Tesis Program Studi Pendidikan IPS Sekolah Pasca Sarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Candra. (2012). Penerapan Model Debat Dalam Pembelajaran Budaya Demokrasi Untuk Meningkatkan Kemampuan Mengemukakan Pendapat Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Depdikbud.
Hasan, H. (2008). “Pengembangan Kompetensi Berfikir Kritis Dalam Pembelajaran Sejarah”. Makalah pada Seminar IKAHIMSI di UPI, Bandung.
Jaelani, J R. (2012). Penerapan Metode Debat Untuk Menumbuhkan Kemempuan Berpikir Kritis Siswa Di Kelas XI IPS 3 SMA Negeri 23 Bandung. Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Jubaedah, E. (2012). Penerapan Metode Tanya Jawab Dengan Teknik Probing-Prompting Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPA 4 SMA Negeri 14 Bandung). Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Melisa, I. (2011). Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Penelitian Tindakan Kelas Terhadap Siswa Kelas X AK 1 SMKN Cipunagara Subang). Skripsi Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
(6)
177
Nugraha, A.P.S. (2012). Pengaruh Model Pembelajaran Debat Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pelajaran PKn di SMA Negeri 1 Padalarang. Skripsi Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Peryoga, I. (2012). Penggunaan Media Komik Sebagai Upaya Menumbuhkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah. Skripsi jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Wati, E.A. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Isu-Isu Kontroversial Melalui Metode Debat Dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Setiawan, A.W. (2011). Penerapan Metode Quantum Learning Dengan Teknik Peta Pikiran (Mind Mapping) Dalam Pembelajaran Sejarah Untuk Menumbuhkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Skripsi jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
3. Sumber dari Internet
Lee, D.E. (2006). Academic Freedom, Critical Thinking and Teaching Ethics. Dalam Arts and Humanities in Higher Education [Online], vol 5 (2),
11 halaman. Tersedia: http://ahh.sagepub.com/content/5/2/199 [2 September 2013]