Uji Efek Antiinfsi Ekstrak Etanol Rimpang Temu Giring (Curcuma heyneana Val & Zijp) Terhadap Tikus yang Diinduksi λ-Karagenan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi habitat, morfologi, sistematika, nama daerah,
nama asing, kandungan kimia dan manfaat dari rimpang temu giring.
2.1.1 Habitat
Temu giring merupakan tumbuhan semak, semusim, tegak dan tinggi ±1
meter (Depkes dan kessos, RI., 2001). Tanaman ini tumbuh pada daerah hingga
ketinggian 500-750 m di atas permukaan laut. Temu giring dijumpai sebagai
tanaman liar di hutan jati atau di halaman rumah, terutama di tempat yang teduh.
Perbanyakan dilakukan dengan stek rimpang induk atau rimpang cabang yang
bertunas (Retnaningrum, 2015).
2.1.2 Morfologi tumbuhan
Temu giring memiliki batang semu, terdiri dari pelepah daun, tegak,
permukaan licin, membentuk rimpang dan hijau muda. Daun tunggal permukaan
licin, tepi rata, ujung dan pangkal runcing, panjang 40-50 cm, lebar 15-18 cm,
pertulangan menyirip, pelepah 25-35 cm dan hijau muda. Bunga majemuk,
berambut halus, panjang 15-40 cm, kelopak hijau muda, pangkal meruncing,
ujung membulat, mahkota kuning muda dan hijau muda. Akar serabut dan kuning
kotor (Depkes dan kessos, RI., 2001).
6
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Sistematika tumbuhan
Berdasarkan taksonomi tumbuhan temu giring diklasifikasikan sebagai
berikut (Tjitrosoepomo, 2010):
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Bangsa
: Zingiberales
Suku
: Zingiberaceae
Marga
: Curcuma
Jenis
: Curcuma heyneana
2.1.4 Nama daerah
Di Indonesia, tumbuhan ini umumnya di kenal dengan sebutantemu
giring.Nama daerah dari tumbuhan, yaituJawatemu giring (Ditjen, POM., 1989),
Bali temu poh (Daryono, 2011).
2.1.5 Nama asing
Inggris : Pale tumeric
2.1.6 Kandungan kimia
Kandungan kimia rimpang temu giring antara lain minyak atsiri dengan
komponen utama 8(17),12-labdadiene-15,16-dial, tanin dan kurkuminoid yang
terdiri dari kurkumin, desmetoksi-kurkumin dan bis-desmetoksi-kurkumin
(Ditjen,POM., 1989; NADFC, RI., 2004), minyak atsiri, saponin dan flavonoid
(Depkes dan kessos, RI., 2001).
Kurkuminoid adalah suatu campuran yang kompleks berwarna kuning
oranye yang diisolasi dari tanaman dan mempunyai efek terapeutik. Kurkuminoid
7
Universitas Sumatera Utara
terdiri dari kurkumin (deferuloil metan), desmetoksi-kurkumin (feruloil-phidroksi-sinnamoiletan) dan bis-desmetoksi-kurkumin (bis-(p-hidroksisinnamoil)metan) (Aggrawal, dkk., 2007), (Gambar 2.1).
Gambar 2.1Struktur Kurkuminoid (Aggrawal, dkk., 2007)
Keterangan : A = Struktur kurkumin B = Struktur desmetoksi-kurkumin
C = Struktur bis-desmetoksi-kurkumin
Kurkumin (C2H20O6) pertama kali diisolasi pada tahun 1815, kemudian
tahun 1910 didapatkan dalam bentuk kristal dan dilarutkan pada tahun 1913.
Kurkumin tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam etanol dan aseton
(Kristina, dkk., 2006).
Kurkumin akan terdegradasi oleh sinar ultraviolet. Oleh sebab itu, pada
proses pengeringan menggunakan sinar matahari perlu diperhatikan, agar efikasi
kurkumin tetap terjamin. Daya serap tubuh terhadap kurkumin rendah sampai
menengah. Di dalam tubuh kurkumin diabsorpsi ke dalam darah, dengan cepat
dimetabolisme di dalam hati dan disekresi bersama feses. Penggunaan jangka
pendek dan menengah cukup aman (Kristina, dkk., 2006).
8
Universitas Sumatera Utara
2.1.7 Manfaat
Secara tradisional rimpang temu giring mempunyai beberapa kegunaan
antara lain sebagai obat luka (Ditjen, POM., 1989), obat cacing, obat sakit perut,
obat pelangsing, memperbaiki warna kulit (Mursito, 2003), obat untuk mengatasi
perasaan tidak tenang atau cemas, jantung berdebar-debar, haid tidak teratur, obat
rematik, menambah nafsu makan, meningkatkan stamina, menghaluskan kulit,
obat jerawat, obat cacar air dan obat batuk (Wijayakusuma, 2006).
2.2 Ekstraksi
Ekstrak yaitu sediaan kering atau kental dibuat dengan menyari simplisia
nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari
langsung(Depkes, RI., 1979).
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari
jaringan tumbuhan maupun hewan. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan
dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu
(Harborne, 1987). Penarikan zat aktif dari bahan asal (simplisia) dilakukan dengan
pelarut yang sesuai. Tujuan utama dari ekstraksi adalah untuk mendapatkan atau
memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat obat. Zat aktif yang
terdapat dalam simplisia tersebut dapat digolongkan ke dalam golongan minyak
atsiri, alkaloid, flavonoid, steroid dan lain-lain (Depkes, RI., 2000).
Menurut Depkes RI.(2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering
digunakan antara lain yaitu: cara dingin dan cara panas.
9
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
menggunakan
pelarut
dengan
sesekali
pengadukan
pada
temperatur
kamar.Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut
maserasikinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya
disebutremaserasi.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat perkolator
dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang
umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat.
2.2.2 Cara panas
a. Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat dengan
pendingin balik pada temperatur titik didihnya dalam waktu tertentu dimana
pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.
b. Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada
temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50°C.
10
Universitas Sumatera Utara
c. Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu
baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet dimana pelarut akan
terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel.
d. Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 15 menit.
e. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 30 menit.
2.3 Inflamasi (Radang)
Inflamasi
adalah
suatu
respon
protektif
yang
ditujukan
untuk
menghilangkan penyebab awal kerusakan sel serta membuang sel dan jaringan
nekrotik yang disebabkan oleh kerusakan asal. Inflamasi terbagi menjadi dua,
yaitu: inflamasi akut dan inflamasi kronik (Robbins, 1992).
2.3.1 Inflamasi akut
Inflamasi akut adalah inflamasi yang berlangsung relatif singkat, hanya
beberapa jam atau beberapa hari dan ditandai dengan eksudasi cairan, protein
plasma serta akumulasi leukosit neutrofilik yang menonjol (Robbins, 1992).
2.3.2 Inflamasi kronik
Inflamasi kronik berlangsung lebih lama yaitu beberapa mingguatau
beberapa bulan dan ditandai dengan influks limfosit dan makrofag disertai dengan
proliferasi pembuluh darah dan pembentukan jaringan parut (Robbins, 1992).
11
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Etiologi inflamasi
Inflamasi disebabkan oleh berbagai faktoryaitu rangsang fisik, rangsang
kimia dan rangsang mikrobiologi
a. Rangsang fisik
Rangsang fisik yang menyebabkan inflamasi berupa benda asing, tekanan,
panas atau dingin berlebihan, listrik, sinar matahari, sinar rontgen dan radiasi.
b. Rangsangkimia
Rangsang kimia yang menyebabkan inflamasi berupa asam dan basa kuat,
keracunan obat, karagenan dan asam arakidonat.
c. Rangsang mikrobiologi
Rangsang mikrobiologi yang menyebabkan inflamasi berupa kuman
patogen, bakteri, parasit dan virus (Sudiono, 2003).
2.3.4 Mekanisme terjadinya inflamasi
Salah satu faktor penyebab terjadinya inflamasi adalah produk yang
dihasilkan dari metabolisme asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan
suatu asam lemak tak jenuh ganda dengan 20 atom karbon. Asam arakhidonat
dilepaskan oleh fosfolipid melalui fosfolipase sel yang telah diaktifkan oleh
rangsang fisik, kimia dan mikrobiologi. Proses metabolisme asam arakhidonat
terjadi melalui dua jalur utama, yaitu sikloksigenase dan lipoksigenase (Robbins,
1992).
Jalur utama metabolisme asam arakhidonat, yaitu:
a. Jalur sikloksigenase
Reaksi awal pada jalur ini ialah dibentuk suatu endoperoksidase siklik
prostaglandin G2 (PGG2) yang kemudian dikonversi menjadi prostaglandin H2
12
Universitas Sumatera Utara
(PGH2) oleh peroksidase. Selanjutnya membentuk prostaglandin E2 (PGE2),
PGD2, PGF2α, prostasiklin (PGI2) dan tromboksan A2 (TXA2).PGD2 merupakan
suatu
produk
sel
mast
(basofilia
jaringan)menyebabkan
vasodilatasi.
Prostaglandin E2 dan prostasiklin merupakan vasodilatasi yang kuat dan
memperkuat pembentukan edema dengan meningkatkan permeabilitas mediator
lain seperti histamin. TXA2 adalah agen agregasi trombosit yang kuat dan
vasokonstriktor. PGI2 adalah suatu vasodilator dan penghambat kuat agregasi
trombosit.
b. Jalur lipoksigenase
Reaksi awal pada jalur ini ialah penambahan gugus hidroperoksi pada asam
arakidonat pada karbon 5-oleh enzim lipoksigenase. Derivat 5-hidroperoksi asam
arakidonat (5-HPETE) tidak stabil dan direduksi sebagai 5-HETE (enzim utama
neutrofil) atau diubah menjadi golongan senyawa yang disebut leukotrin.
Leukotrin pertama yang dihasilkan disebut leukotrin A4 (LTA4) yang selanjutnya
akan menjadi LTB4 melalui hidrolisis enzimatik.LTB4merupakan agen kemotaksis
kuat dan menyebabkan agregasineutrofil. Selanjutnya membentuk LTC4dengan
penambahanglutation selanjutnya diubah menjadi leukotrin D4(LTD4) dan
akhirnya
leukotrin
E4(LTE4).LTC4dan
LTE4menyebabkan
vasokonstriksi,
bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskular (Robbins, 1992).
Mekanisme terjadinya inflamasi dapat dilihat pada Gambar 2.2.
13
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2Mekanisme terjadinya inflamasi (Robbins, 1992).
2.3.5 Gejala-gejala terjadinya respon inflamasi
Gejala terjadinya inflamasi akut ada 5, yaitu kemerahan (rubor), panas
(kalor), nyeri (dolor), pembengkakan (tumor) dan perubahan fungsi (funtio laesa):
a. Kemerahan (rubor)
Kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami
inflamasi. Waktureaksi inflamasi mulai timbul (melalui pelepasan mediator
histamin, bradikinin dan prostaglandin) maka arteriol yang mensuplai darah ke
cedera tersebut berdilatasi, sehingga memungkinkan lebih banyak darah mengalir
ke dalam mikrosirkulasi lokal. Pembuluh-pembuluh darah yang sebelumnya
kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat terisi penuh oleh
14
Universitas Sumatera Utara
darah.Keadaan ini dinamakan hiperemia dan menyebabkan kemerahan lokal pada
inflamasi akut (Abrams, 1995).
b. Panas (kalor)
Panas terjadi bersamaan dengan kemerahan pada reaksi inflamasi akut.
Panas merupakan reaksi inflamasi(melalui pelepasan pirogen endogen IL-1, IL-6
dan prostaglandin E2) yang terjadi pada permukaan tubuh, yang secara normal
lebih dingin dari 37±0,5o C yang merupakan suhu normal tubuh.Daerah inflamasi
pada kulit menjadi lebih panas dari daerah sekitarnya karena lebih banyak darah
(suhu 37±0,5oC) yang suplai tubuh ke permukaan daerah cederadaripada ke
daerah normal (Abrams, 1995).
c. Nyeri (dolor)
Rasa nyeri adalah reaksi inflamasi yang dapat dihasilkan dengan berbagai
cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi ion-ion tertentu dapat merangsang
ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pelepasan mediator tertentu misalnya
histamine, produk-produk bakteridan kation protein neutrofil dapat merangsang
saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang (melalui pelepasan
mediator prostaglandin dan bradikinin)menyebabkan peningkatan tekanan lokal
yang tidak diragukan lagi dapat menimbulkan rasa nyeri(Abrams, 1995).
d. Pembengkakan (tumor)
Gejala yang paling menyolok dari inflamasi akut adalah pembengkakan
(tumor).Pelepasan
mediator
histamin,
bradikinin,
leukotrien
C4,D4,E4,
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler serta suplai cairan dan
sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan yang cedera. Pada inflamasi, dinding
kapiler tersebut menjadi lebih permeabel dan lebih mudah dilalui oleh leukosit
15
Universitas Sumatera Utara
dan protein terutama albumin, yang diikuti oleh molekul yang lebih besar
sehingga plasma jaringan mengandung lebih banyak protein daripada biasanya,
yang kemudian meninggalkan kapiler dan masuk kedalam jaringan sehingga
menyebabkan jaringan menjadi bengkak (Abrams, 1995).
e. Perubahan Fungsi (Fungsio Laesa)
Gangguan fungsi merupakan konsekuensi dari suatu proses inflamasi.
Gerakan yang terjadi pada daerah inflamasi, baik yang dilakukan secara sadar
ataupun secara reflek akan mengalami hambatan oleh rasa sakit, pembengkakan
yang hebat secara fisik mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan (Abrams,
1995).
2.4 Obat Antiinflamasi
Obat antiinflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan
atau mengurangi peradangan. Berdasarkan mekanisme kerjanya obat antiinflamasi
terbagi menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah golongan obat
antiinflamasi steroid. Obat antiinflamasi yang kedua yaitu golongan obat
antiinflamasi nonsteroid.
2.4.1 Obat antiinflamasi golongan steroida
Obat antiinflamasi golongan steroida bekerja menghambat sintesis
prostaglandin dengan cara menghambat enzim fosfolipase, sehingga fosfolipid
yang berada pada membran sel tidak dapat diubah menjadi asam arakidonat.
Akibatnya prostaglandin tidak akan terbentuk dan efek inflamasi tidak ada.
Contoh obat antiinflamasi steroid adalah deksametason, betametason dan
hidrokortison (Tjay dan Rahardja, 2007).
16
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Obat antiinflamasi golongan non steroida
Obat antiinflamasi golongan nonsteroida digunakan untuk pengobatan
nyeri, rheumatoid arthritis, osteoarthritis dan lainnya. Semua obat antiinflamasi
nonsteroid
mempunyai
efek
klinis
yaitu
dengan
menghambat
sintesis
prostaglandin. Prostaglandin menyebabkan terjadinya inflamasi. Prostaglandin
juga ikut mengatur temperatur tubuh, rasa nyeri, agregasi platelet dan efek
lainnya. Waktu paruhnya hanya hitungan menit. Jadi, ketika enzim pembuat
prostaglandin dihambat, maka tidak terjadi pengeluaran prostaglandin. Enzim
pembuat prostaglandin adalah siklooksigenase. Dua isoform siklooksigenase
(COX) telah diketahui. COX-1 terdapat di beberapa jaringan dan bertugas
melindungi mukosa lambung. COX-2 terdapat di otak dan ginjal, juga dapat
menyebabkan inflamasi. COX-1 terdapat di platelet (Roberts dan Morrow, 2012).
Obat antiinflamasi nonsteroid awal, memiliki cara kerja dengan
menghambat semua isoform COX. Kemudian, obat antiinflamasi nonsteroid yang
spesifik menghambat COX-2 mulai ada. Obat spesifik penghambat COX-2 dapat
mengobati inflamasi tanpa merusak saluran pencernaan dan mengubah fungsi
platelet. Contoh dari obat ini adalah rofekoksib dan selekoksib (Roberts dan
Morrow, 2012).
Secara kimiawi, penggolongan obat antiinflamasi nonsteroida ini dibagi
dalam beberapa kelompok, yaitu (Tjay dan Rahardja, 2007) :
a. Salisilat
: asetosal, benorilat dan diflunisal
b. Asetat
: natrium diklofenak, indometasin dan sulindak
c. Propionat : ibuprofen, ketoprofen, flurbiprofen, naproksen dan tiaprofenat
d.
Oxicam
: piroxicam, tenoxicam dan meloxicam
17
Universitas Sumatera Utara
e.
Pirazolon : oksifenilbutazon dan azapropazon
f.
Lainnya : mefenaminat, nabumeton, benzidamin dan bufexamac
2.4.3 Natrium Diklofenak
Derivat fenilasetat ini (1974) termasuk non steroidal antiinflamatory drugs
(NSAIDs) yang terkuat daya anti radangnya dengan efek samping yang kurang
kuat dibandingkan dengan obat lainnya (piroksikam dan indometasin). Dosis
secara oral tiga kali sehari 25-50 mg.Diklofenak diabsorpsi dengan cepat dan
sempurna setelah pemberian oral. Konsentrasi puncak dalam plasma tercapai
dalam 2 sampai 3 jam (Tjay dan Rahardja, 2007).
Natrium diklofenak merupakan serbuk hablur putih, higroskopik, mudah
larut dalam metanol, larut dalam etanol dan agak sukar larut dalam air dan praktis
tidak larut dalam kloroform dan dalam eter. Nama IUPAC natrium diklofenak
yaitu Natrium [o(2,6-dikloroanilino)fenil]asetat. Struktur natrium diklofenak
dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3Struktur natrium diklofenak (Depkes, RI., 2009)
2.5Induktor Radang
Inflamasi disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak dan zat-zat
mikrobiologik. Karagenan merupakan senyawa kimia yang diekstraksi dari getah
rumput laut. Karagenan juga merupakan suatu zat asing (antigen) yang bila
masuk ke dalam tubuh akan merangsang pelepasan mediator radang sehingga
18
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan radang akibat antibodi tubuh bereaksi terhadap antigen tersebut
untuk melawan pengaruhnya. Sumber karagenan untuk daerah tropis yaitu species
Eucheuma
cottoni
menghasilkan
kappa
karagenan,
species
Spinosum
menghasilkan iota karagenan, species Gigartima mamilosa menghasilkan lambda
karagenan. Struktur karagenan dapat dilihat pada Gambar 2.4
Gambar 2.4Struktur karagenan (Novianto, 2013).
19
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi habitat, morfologi, sistematika, nama daerah,
nama asing, kandungan kimia dan manfaat dari rimpang temu giring.
2.1.1 Habitat
Temu giring merupakan tumbuhan semak, semusim, tegak dan tinggi ±1
meter (Depkes dan kessos, RI., 2001). Tanaman ini tumbuh pada daerah hingga
ketinggian 500-750 m di atas permukaan laut. Temu giring dijumpai sebagai
tanaman liar di hutan jati atau di halaman rumah, terutama di tempat yang teduh.
Perbanyakan dilakukan dengan stek rimpang induk atau rimpang cabang yang
bertunas (Retnaningrum, 2015).
2.1.2 Morfologi tumbuhan
Temu giring memiliki batang semu, terdiri dari pelepah daun, tegak,
permukaan licin, membentuk rimpang dan hijau muda. Daun tunggal permukaan
licin, tepi rata, ujung dan pangkal runcing, panjang 40-50 cm, lebar 15-18 cm,
pertulangan menyirip, pelepah 25-35 cm dan hijau muda. Bunga majemuk,
berambut halus, panjang 15-40 cm, kelopak hijau muda, pangkal meruncing,
ujung membulat, mahkota kuning muda dan hijau muda. Akar serabut dan kuning
kotor (Depkes dan kessos, RI., 2001).
6
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Sistematika tumbuhan
Berdasarkan taksonomi tumbuhan temu giring diklasifikasikan sebagai
berikut (Tjitrosoepomo, 2010):
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Bangsa
: Zingiberales
Suku
: Zingiberaceae
Marga
: Curcuma
Jenis
: Curcuma heyneana
2.1.4 Nama daerah
Di Indonesia, tumbuhan ini umumnya di kenal dengan sebutantemu
giring.Nama daerah dari tumbuhan, yaituJawatemu giring (Ditjen, POM., 1989),
Bali temu poh (Daryono, 2011).
2.1.5 Nama asing
Inggris : Pale tumeric
2.1.6 Kandungan kimia
Kandungan kimia rimpang temu giring antara lain minyak atsiri dengan
komponen utama 8(17),12-labdadiene-15,16-dial, tanin dan kurkuminoid yang
terdiri dari kurkumin, desmetoksi-kurkumin dan bis-desmetoksi-kurkumin
(Ditjen,POM., 1989; NADFC, RI., 2004), minyak atsiri, saponin dan flavonoid
(Depkes dan kessos, RI., 2001).
Kurkuminoid adalah suatu campuran yang kompleks berwarna kuning
oranye yang diisolasi dari tanaman dan mempunyai efek terapeutik. Kurkuminoid
7
Universitas Sumatera Utara
terdiri dari kurkumin (deferuloil metan), desmetoksi-kurkumin (feruloil-phidroksi-sinnamoiletan) dan bis-desmetoksi-kurkumin (bis-(p-hidroksisinnamoil)metan) (Aggrawal, dkk., 2007), (Gambar 2.1).
Gambar 2.1Struktur Kurkuminoid (Aggrawal, dkk., 2007)
Keterangan : A = Struktur kurkumin B = Struktur desmetoksi-kurkumin
C = Struktur bis-desmetoksi-kurkumin
Kurkumin (C2H20O6) pertama kali diisolasi pada tahun 1815, kemudian
tahun 1910 didapatkan dalam bentuk kristal dan dilarutkan pada tahun 1913.
Kurkumin tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam etanol dan aseton
(Kristina, dkk., 2006).
Kurkumin akan terdegradasi oleh sinar ultraviolet. Oleh sebab itu, pada
proses pengeringan menggunakan sinar matahari perlu diperhatikan, agar efikasi
kurkumin tetap terjamin. Daya serap tubuh terhadap kurkumin rendah sampai
menengah. Di dalam tubuh kurkumin diabsorpsi ke dalam darah, dengan cepat
dimetabolisme di dalam hati dan disekresi bersama feses. Penggunaan jangka
pendek dan menengah cukup aman (Kristina, dkk., 2006).
8
Universitas Sumatera Utara
2.1.7 Manfaat
Secara tradisional rimpang temu giring mempunyai beberapa kegunaan
antara lain sebagai obat luka (Ditjen, POM., 1989), obat cacing, obat sakit perut,
obat pelangsing, memperbaiki warna kulit (Mursito, 2003), obat untuk mengatasi
perasaan tidak tenang atau cemas, jantung berdebar-debar, haid tidak teratur, obat
rematik, menambah nafsu makan, meningkatkan stamina, menghaluskan kulit,
obat jerawat, obat cacar air dan obat batuk (Wijayakusuma, 2006).
2.2 Ekstraksi
Ekstrak yaitu sediaan kering atau kental dibuat dengan menyari simplisia
nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari
langsung(Depkes, RI., 1979).
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari
jaringan tumbuhan maupun hewan. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan
dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu
(Harborne, 1987). Penarikan zat aktif dari bahan asal (simplisia) dilakukan dengan
pelarut yang sesuai. Tujuan utama dari ekstraksi adalah untuk mendapatkan atau
memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat obat. Zat aktif yang
terdapat dalam simplisia tersebut dapat digolongkan ke dalam golongan minyak
atsiri, alkaloid, flavonoid, steroid dan lain-lain (Depkes, RI., 2000).
Menurut Depkes RI.(2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering
digunakan antara lain yaitu: cara dingin dan cara panas.
9
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
menggunakan
pelarut
dengan
sesekali
pengadukan
pada
temperatur
kamar.Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut
maserasikinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya
disebutremaserasi.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat perkolator
dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang
umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat.
2.2.2 Cara panas
a. Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat dengan
pendingin balik pada temperatur titik didihnya dalam waktu tertentu dimana
pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.
b. Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada
temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50°C.
10
Universitas Sumatera Utara
c. Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu
baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet dimana pelarut akan
terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel.
d. Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 15 menit.
e. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 30 menit.
2.3 Inflamasi (Radang)
Inflamasi
adalah
suatu
respon
protektif
yang
ditujukan
untuk
menghilangkan penyebab awal kerusakan sel serta membuang sel dan jaringan
nekrotik yang disebabkan oleh kerusakan asal. Inflamasi terbagi menjadi dua,
yaitu: inflamasi akut dan inflamasi kronik (Robbins, 1992).
2.3.1 Inflamasi akut
Inflamasi akut adalah inflamasi yang berlangsung relatif singkat, hanya
beberapa jam atau beberapa hari dan ditandai dengan eksudasi cairan, protein
plasma serta akumulasi leukosit neutrofilik yang menonjol (Robbins, 1992).
2.3.2 Inflamasi kronik
Inflamasi kronik berlangsung lebih lama yaitu beberapa mingguatau
beberapa bulan dan ditandai dengan influks limfosit dan makrofag disertai dengan
proliferasi pembuluh darah dan pembentukan jaringan parut (Robbins, 1992).
11
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Etiologi inflamasi
Inflamasi disebabkan oleh berbagai faktoryaitu rangsang fisik, rangsang
kimia dan rangsang mikrobiologi
a. Rangsang fisik
Rangsang fisik yang menyebabkan inflamasi berupa benda asing, tekanan,
panas atau dingin berlebihan, listrik, sinar matahari, sinar rontgen dan radiasi.
b. Rangsangkimia
Rangsang kimia yang menyebabkan inflamasi berupa asam dan basa kuat,
keracunan obat, karagenan dan asam arakidonat.
c. Rangsang mikrobiologi
Rangsang mikrobiologi yang menyebabkan inflamasi berupa kuman
patogen, bakteri, parasit dan virus (Sudiono, 2003).
2.3.4 Mekanisme terjadinya inflamasi
Salah satu faktor penyebab terjadinya inflamasi adalah produk yang
dihasilkan dari metabolisme asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan
suatu asam lemak tak jenuh ganda dengan 20 atom karbon. Asam arakhidonat
dilepaskan oleh fosfolipid melalui fosfolipase sel yang telah diaktifkan oleh
rangsang fisik, kimia dan mikrobiologi. Proses metabolisme asam arakhidonat
terjadi melalui dua jalur utama, yaitu sikloksigenase dan lipoksigenase (Robbins,
1992).
Jalur utama metabolisme asam arakhidonat, yaitu:
a. Jalur sikloksigenase
Reaksi awal pada jalur ini ialah dibentuk suatu endoperoksidase siklik
prostaglandin G2 (PGG2) yang kemudian dikonversi menjadi prostaglandin H2
12
Universitas Sumatera Utara
(PGH2) oleh peroksidase. Selanjutnya membentuk prostaglandin E2 (PGE2),
PGD2, PGF2α, prostasiklin (PGI2) dan tromboksan A2 (TXA2).PGD2 merupakan
suatu
produk
sel
mast
(basofilia
jaringan)menyebabkan
vasodilatasi.
Prostaglandin E2 dan prostasiklin merupakan vasodilatasi yang kuat dan
memperkuat pembentukan edema dengan meningkatkan permeabilitas mediator
lain seperti histamin. TXA2 adalah agen agregasi trombosit yang kuat dan
vasokonstriktor. PGI2 adalah suatu vasodilator dan penghambat kuat agregasi
trombosit.
b. Jalur lipoksigenase
Reaksi awal pada jalur ini ialah penambahan gugus hidroperoksi pada asam
arakidonat pada karbon 5-oleh enzim lipoksigenase. Derivat 5-hidroperoksi asam
arakidonat (5-HPETE) tidak stabil dan direduksi sebagai 5-HETE (enzim utama
neutrofil) atau diubah menjadi golongan senyawa yang disebut leukotrin.
Leukotrin pertama yang dihasilkan disebut leukotrin A4 (LTA4) yang selanjutnya
akan menjadi LTB4 melalui hidrolisis enzimatik.LTB4merupakan agen kemotaksis
kuat dan menyebabkan agregasineutrofil. Selanjutnya membentuk LTC4dengan
penambahanglutation selanjutnya diubah menjadi leukotrin D4(LTD4) dan
akhirnya
leukotrin
E4(LTE4).LTC4dan
LTE4menyebabkan
vasokonstriksi,
bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskular (Robbins, 1992).
Mekanisme terjadinya inflamasi dapat dilihat pada Gambar 2.2.
13
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2Mekanisme terjadinya inflamasi (Robbins, 1992).
2.3.5 Gejala-gejala terjadinya respon inflamasi
Gejala terjadinya inflamasi akut ada 5, yaitu kemerahan (rubor), panas
(kalor), nyeri (dolor), pembengkakan (tumor) dan perubahan fungsi (funtio laesa):
a. Kemerahan (rubor)
Kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami
inflamasi. Waktureaksi inflamasi mulai timbul (melalui pelepasan mediator
histamin, bradikinin dan prostaglandin) maka arteriol yang mensuplai darah ke
cedera tersebut berdilatasi, sehingga memungkinkan lebih banyak darah mengalir
ke dalam mikrosirkulasi lokal. Pembuluh-pembuluh darah yang sebelumnya
kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat terisi penuh oleh
14
Universitas Sumatera Utara
darah.Keadaan ini dinamakan hiperemia dan menyebabkan kemerahan lokal pada
inflamasi akut (Abrams, 1995).
b. Panas (kalor)
Panas terjadi bersamaan dengan kemerahan pada reaksi inflamasi akut.
Panas merupakan reaksi inflamasi(melalui pelepasan pirogen endogen IL-1, IL-6
dan prostaglandin E2) yang terjadi pada permukaan tubuh, yang secara normal
lebih dingin dari 37±0,5o C yang merupakan suhu normal tubuh.Daerah inflamasi
pada kulit menjadi lebih panas dari daerah sekitarnya karena lebih banyak darah
(suhu 37±0,5oC) yang suplai tubuh ke permukaan daerah cederadaripada ke
daerah normal (Abrams, 1995).
c. Nyeri (dolor)
Rasa nyeri adalah reaksi inflamasi yang dapat dihasilkan dengan berbagai
cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi ion-ion tertentu dapat merangsang
ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pelepasan mediator tertentu misalnya
histamine, produk-produk bakteridan kation protein neutrofil dapat merangsang
saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang (melalui pelepasan
mediator prostaglandin dan bradikinin)menyebabkan peningkatan tekanan lokal
yang tidak diragukan lagi dapat menimbulkan rasa nyeri(Abrams, 1995).
d. Pembengkakan (tumor)
Gejala yang paling menyolok dari inflamasi akut adalah pembengkakan
(tumor).Pelepasan
mediator
histamin,
bradikinin,
leukotrien
C4,D4,E4,
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler serta suplai cairan dan
sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan yang cedera. Pada inflamasi, dinding
kapiler tersebut menjadi lebih permeabel dan lebih mudah dilalui oleh leukosit
15
Universitas Sumatera Utara
dan protein terutama albumin, yang diikuti oleh molekul yang lebih besar
sehingga plasma jaringan mengandung lebih banyak protein daripada biasanya,
yang kemudian meninggalkan kapiler dan masuk kedalam jaringan sehingga
menyebabkan jaringan menjadi bengkak (Abrams, 1995).
e. Perubahan Fungsi (Fungsio Laesa)
Gangguan fungsi merupakan konsekuensi dari suatu proses inflamasi.
Gerakan yang terjadi pada daerah inflamasi, baik yang dilakukan secara sadar
ataupun secara reflek akan mengalami hambatan oleh rasa sakit, pembengkakan
yang hebat secara fisik mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan (Abrams,
1995).
2.4 Obat Antiinflamasi
Obat antiinflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan
atau mengurangi peradangan. Berdasarkan mekanisme kerjanya obat antiinflamasi
terbagi menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah golongan obat
antiinflamasi steroid. Obat antiinflamasi yang kedua yaitu golongan obat
antiinflamasi nonsteroid.
2.4.1 Obat antiinflamasi golongan steroida
Obat antiinflamasi golongan steroida bekerja menghambat sintesis
prostaglandin dengan cara menghambat enzim fosfolipase, sehingga fosfolipid
yang berada pada membran sel tidak dapat diubah menjadi asam arakidonat.
Akibatnya prostaglandin tidak akan terbentuk dan efek inflamasi tidak ada.
Contoh obat antiinflamasi steroid adalah deksametason, betametason dan
hidrokortison (Tjay dan Rahardja, 2007).
16
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Obat antiinflamasi golongan non steroida
Obat antiinflamasi golongan nonsteroida digunakan untuk pengobatan
nyeri, rheumatoid arthritis, osteoarthritis dan lainnya. Semua obat antiinflamasi
nonsteroid
mempunyai
efek
klinis
yaitu
dengan
menghambat
sintesis
prostaglandin. Prostaglandin menyebabkan terjadinya inflamasi. Prostaglandin
juga ikut mengatur temperatur tubuh, rasa nyeri, agregasi platelet dan efek
lainnya. Waktu paruhnya hanya hitungan menit. Jadi, ketika enzim pembuat
prostaglandin dihambat, maka tidak terjadi pengeluaran prostaglandin. Enzim
pembuat prostaglandin adalah siklooksigenase. Dua isoform siklooksigenase
(COX) telah diketahui. COX-1 terdapat di beberapa jaringan dan bertugas
melindungi mukosa lambung. COX-2 terdapat di otak dan ginjal, juga dapat
menyebabkan inflamasi. COX-1 terdapat di platelet (Roberts dan Morrow, 2012).
Obat antiinflamasi nonsteroid awal, memiliki cara kerja dengan
menghambat semua isoform COX. Kemudian, obat antiinflamasi nonsteroid yang
spesifik menghambat COX-2 mulai ada. Obat spesifik penghambat COX-2 dapat
mengobati inflamasi tanpa merusak saluran pencernaan dan mengubah fungsi
platelet. Contoh dari obat ini adalah rofekoksib dan selekoksib (Roberts dan
Morrow, 2012).
Secara kimiawi, penggolongan obat antiinflamasi nonsteroida ini dibagi
dalam beberapa kelompok, yaitu (Tjay dan Rahardja, 2007) :
a. Salisilat
: asetosal, benorilat dan diflunisal
b. Asetat
: natrium diklofenak, indometasin dan sulindak
c. Propionat : ibuprofen, ketoprofen, flurbiprofen, naproksen dan tiaprofenat
d.
Oxicam
: piroxicam, tenoxicam dan meloxicam
17
Universitas Sumatera Utara
e.
Pirazolon : oksifenilbutazon dan azapropazon
f.
Lainnya : mefenaminat, nabumeton, benzidamin dan bufexamac
2.4.3 Natrium Diklofenak
Derivat fenilasetat ini (1974) termasuk non steroidal antiinflamatory drugs
(NSAIDs) yang terkuat daya anti radangnya dengan efek samping yang kurang
kuat dibandingkan dengan obat lainnya (piroksikam dan indometasin). Dosis
secara oral tiga kali sehari 25-50 mg.Diklofenak diabsorpsi dengan cepat dan
sempurna setelah pemberian oral. Konsentrasi puncak dalam plasma tercapai
dalam 2 sampai 3 jam (Tjay dan Rahardja, 2007).
Natrium diklofenak merupakan serbuk hablur putih, higroskopik, mudah
larut dalam metanol, larut dalam etanol dan agak sukar larut dalam air dan praktis
tidak larut dalam kloroform dan dalam eter. Nama IUPAC natrium diklofenak
yaitu Natrium [o(2,6-dikloroanilino)fenil]asetat. Struktur natrium diklofenak
dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3Struktur natrium diklofenak (Depkes, RI., 2009)
2.5Induktor Radang
Inflamasi disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak dan zat-zat
mikrobiologik. Karagenan merupakan senyawa kimia yang diekstraksi dari getah
rumput laut. Karagenan juga merupakan suatu zat asing (antigen) yang bila
masuk ke dalam tubuh akan merangsang pelepasan mediator radang sehingga
18
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan radang akibat antibodi tubuh bereaksi terhadap antigen tersebut
untuk melawan pengaruhnya. Sumber karagenan untuk daerah tropis yaitu species
Eucheuma
cottoni
menghasilkan
kappa
karagenan,
species
Spinosum
menghasilkan iota karagenan, species Gigartima mamilosa menghasilkan lambda
karagenan. Struktur karagenan dapat dilihat pada Gambar 2.4
Gambar 2.4Struktur karagenan (Novianto, 2013).
19
Universitas Sumatera Utara