Penentuan Dosis Ekstrak Biji Pepaya (Carica Papaya L.) Sebagai Larutan Pestisida Nabati Pada Ulat Tanaman Tomat (Helicoverpa Armigera)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Masalah kerusakan tanaman akibat serangan hama menjadi bagian
budidaya pertanian sejak manusia mengusahakan pertanian ribuan tahun yang
lalu. Mula-mula manusia membunuh hama secara sederhana yaitu dengan cara
fisik dan mekanik sebagai bentuk reaksi pertahanan alami manusia (Untung,
1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan
merugikan tanaman yang diusahakan manusia. Apabila asalnya bukan dari
binatang, gangguan itu disebut penyakit, misalnya gangguan dari virus, bakteri,
cendawan, tumbuh-tumbuhan yang bertingkat rendah atau yang sedikit lebih
tinggi, kekurangan unsur-unsur makanan dan lain-lainnya. Pada umumnya masih
banyak petani yang belum tahu perbedaan hama dan penyakit (Pracaya, 1999).
Penemuan pestisida organik memberikan manusia senjata yang baru dan
kuat untuk menghadapi masalah terkait dengan hama serangga, penyakit dan
gulma. Sejak pengenalan DDT, MCPA dan 2,4-D pada tahun 1940, pestisida
menjadi peran utama untuk perlindungan tanaman (Matthews, 1979). Dalam
bidang pengendalian hama tanaman, kita masih mengandalkan penggunaan
pestisida. Karenanya, kebutuhan akan pestisida setiap tahunnya selalu meningkat
selama kita belum menemukan alternatif cara pengendalian hama (Sudarmo,

1991). Masalah kesehatan yang dihadapi di bidang pertanian tidak terlepas dari
penggunaan teknologi yang digunakan untuk mengolah lahan pertanian. Dalam
perspektif kesehatan, penerapan teknologi adalah suatu resiko kesehatan. Ketika

1

terjadi perubahan ataupun pemilihan sebuah teknologi, secara implisit akan terjadi
perubahan faktor resiko kesehatan. Teknologi mencangkul digantikan dengan
traktor, pemberantasan hama dengan predator digantikan dengan penggunaan
pestisida, akan mengubah faktor resiko kesehatan yang dihadapi. Penerapan
teknologi baru memerlukan adaptasi sekaligus keterampilan. Demikian pula
dengan penggunaan pestisida, ada banyak faktor yang harus diperhatikan, seperti
indikasi hama, kapan saat menyemprot hama, takaran, teknik penyemprotan, dan
lain-lain. Ironisnya, teknologi baru ini memiliki potensi bahaya khususnya pada
saat kritis pencampuran. Banyak kasus dan penelitian yang sudah membuktikan
banyak korban yang sudah berjatuhan akibat penggunaan pestisida (Achmadi,
2008). Menurut data WHO yang dipublikasikan pada tahun 1990, dampak dan
resiko penggunaan pestisida kimia selama ini ditemui 25 juta kasus keracunan
pestisida akut di seluruh dunia pada tiap tahunnya dan akan bertambah sejalan
dengan meningkatnya pula penggunaan pestisida kimia. Dampak pestisida kimia

di negara berkembang diperkirakan penderita sakit akan meningkat 50% dan
tercatat keracunan fatal keracunan pestisida mencapai 72,5%. Fenomena di atas
terjadi pula di daerah sentra pertanian di Indonesia (Syahwono, 2009).
Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) sudah lama dibudidayakan oleh
para petani di Indonesia. Tomat ditanam di perkarangan atau ditanam di dalam
petak-petak kecil, dari dataran rendah sampai dataran tinggi (Semangun,1994).
Tanaman tomat terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan biji. Tinggi tanaman
tomat mencapai 2-3 meter. Sewaktu masih muda batangnya berbentuk bulat dan
teksturnya lunak, tetapi setelah tua batangnya berubah menjadi bersudut dan
bertekstur keras berkayu. Ciri khas batang tomat adalah tumbuhnya bulu-bulu

2

halus di seluruh permukaannya. Akar tanaman tomat berbentuk serabut yang
menyebar ke segala arah. Kemampuannya menembus lapisan tanah terbatas, yakni
kedalaman 30-70 cm. Daunnya yang berwarna hijau dan berbulu mempunyai
panjang sekitar 20-30 cm dan lebar 15-20 cm. Daun tomat ini tumbuh dekat ujung
dahan atau cabang. Sementara itu, tangkai daunnya berbentuk bulat memanjang
sekitar 7-10 cm dan ketebalan 0,3-0,5 cm. Buah tomat berbentuk bulat, lonjong,
bulat pipih, atau oval. Buah yang masih muda berwarna hijau muda sampai hijau

tua. Sementara itu, buah yang sudah tua berwarna merah cerah atau gelap, merah
kekuning-kuningan, atau merah kehitaman. Selain warna-warna di atas ada juga
buah tomat yang berwarna kuning (Wiryanta, 2002). Tomat merupakan salah satu
sayuran penting di Asia dan Afrika. Kedua benua ini menurut laporan dapat
memproduksi lebih dari 65% tomat di dunia. Buah tomat kaya akan nutrisi seperti
vitamin, mineral dan anti oksidan, serta penting juga untuk menjaga
keseimbangan gizi manusia. Buah tomat penting sebagai komponen makanan
karena mengandung lycopene yang berfungsi untuk menjaga tubuh dari serangan
penyakit kanker dan penyakit degenerasi syaraf (Chen, dkk., 2010).
Budidaya tanaman tomat tidak akan terbebas dari permasalahan yang
disebabkan oleh serangan organisme pengganggu tanaman yang dapat
menurunkan kuantitas dan kualitas produksi. Penggunaan pestisida kimia saat ini
telah digunakan secara berlebihan untuk mengendalikan hama dan penyakit pada
tanaman tomat di Asia Tenggara dan Afrika. Penggunaan bahan kimia di lahan
pertanian tomat akan menyebabkan gangguan terhadap kesehatan dan pencemaran
lingkungan (Chen, dkk., 2010). Salah satu hama penting pada tanaman tomat
adalah Helicoverpa armigera yang lebih dikenal dengan sebutan ulat penggerek

3


buah tomat (Anwar, 2011). Keberadaan ulat buah dapat dilihat dari adanya buah
yang berlubang dan kotoran yang menumpuk dalam buah yang terserang. Ulat
buah menyerang buah tomat hingga berlubang-lubang (Trisnawati dan Setiawan,
1997).
Tanaman pepaya merupakan herba menahun dan tingginya mencapai 8 m.
Batang tak berkayu, bulat, berongga, bergetah dan terdapat bekas pangkal daun.
Dapat hidup pada ketinggian tempat 1-1.000 m dari permukaan laut dan pada suhu
udara 22°C-26°C (Santoso, 1991). Pada umumnya semua bagian dari tanaman
baik akar, batang, daun, biji dan buah dapat dimanfaatkan (Warisno, 2003).
Penggunaan ekstrak daun dan ekstrak biji pepaya sebagai larvasida relatif lebih
aman untuk lingkungan (Wahyuni, 2014). Menurut Ramadhani (2014), interaksi
konsentrasi ekstrak biji pepaya secara statistik menunjukkan pengaruh nyata
terhadap mortalitas ikan, dimana didapat nilai LC50 sebesar 821,496 ppm. Namun
dosis penggunaan ekstrak biji pepaya sebagai larutan pestisida nabati belum
diketahui, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penentuan
dosis ekstrak biji pepaya sebagai larutan pestisida nabati terhadap ulat tomat.
Kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1, halaman 6.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah:

a. Apakah terdapat perbedaan antara ekstrak biji pepaya dengan pestisida
sipermetrin dalam mematikan ulat tomat?
b. Apakah ekstrak biji pepaya dapat mematikan ulat tomat?
c. Berapakah dosis efektif ekstrak biji pepaya untuk mematikan ulat tomat?

4

1.3 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah, maka hipotesis pada penelitian ini diduga:
a. Tidak ada perbedaan dalam penggunaan ekstrak biji pepaya dengan
pestisida sipermetrin dalam mematikan ulat tomat.
b. Ekstrak biji pepaya dapat mematikan ulat tomat.
c. Dosis efektif ekstrak biji pepaya dalam mematikan ulat tomat dapat
ditentukan.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui:
a. Menentukan dosis ekstrak biji pepaya dengan pestisida sipermetrin dalam
mematikan ulat tomat.
b. Menentukan dosis ekstrak biji pepaya dalam mematikan ulat tomat.
c. Menentukan dosis efektif ekstrak biji pepaya dalam mematikan ulat tomat.

1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
a. Memberikan informasi ilmiah berapa dosis dari ekstrak biji pepaya yang
dapat digunakan untuk mematikan ulat tomat.
b. Memberikan informasi bahwa ekstrak biji pepaya dapat digunakan sebagai
pestisida nabati yang lebih aman dari pestisida sipermetrin.

5

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Variabel Bebas

Variabel Terikat

Parameter

Biji Pepaya

Ekstrak Biji

Pepaya (EBP)
Aquades
(Kontrol Negatif)
Sipermetrin
(Kontrol Positif)

Ulat tomat

Potensi
Ketoksikan

Jumlah
Kematian
Waktu
Kematian

Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian

6