Citra Departemen Ilmu Komunikasi dan Ekspektasi Mahasiswa (Studi Deskriptif tentang Citra Departemen Ilmu Komunikasi dan Ekspektasi Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU)

(1)

URAIAN TEORI 2.1 Studi Terdahulu

Penelitian terdahulu tentang citra perusahaan, baik citra positif maupun negatif diperlukan alat ukur untuk mengetahui bagaimana citra perusaahaan tersebut. Ada empat hal yang digunakan sebagai alat pengukur citra perusahaan, yaitu : kepercayaan, realitas, kerjasama, dan kesadaran. (Ruslan, 1998). (Ruslan, Rosady. 1998. Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi. Jakarta: Rajawali Press)

Ditambah lagi oleh penelitian yang dilakukan oleh Sutojo (2004) bahwasanya citra perusahaan menggambarkan sekumpulan kesan (impressions), kepercayaan (beliefs), dan sikap (attitudes), yang ada di dalam benak konsumen terhadap perusahaan.

Adapun penelitian yang telah dilakukan pada penilaian harapan kualitas jasa pada sekolah bisnis yang dilakukan oleh Pariseau dan Mc Daniel (1997) Penelitian ini dilakukan pada dua universitas di daerah North-East Region USA. Studi ini membandingkan antara harapan dan persepsi mahasiswa terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh sekolah bisnis, yang meliputi pelayanan dosen, materi yang diberikan dan pelayanan non akademik. Dalam penelitian ini digunakan lima variabel seperti yang dikemukakan oleh Parasuraman Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1998) yaitu variabel tangibles, reliability, empathy, responsiveness dan assurance, temuan penelitian ini menunjukan bahwa mahasiswa menilai bahwa sekolah bisnis harus memiliki tingkat assurance/jaminan yang tinggi kemudian baru diikuti oleh variabel responsiveness, hal ini juga telah sesuai dengan persepsi manajemen sekolah bisnis. (Pariseau, Susan E. McDaniel, J.R.1997. Assesing Service Quality in Schools of Business. International Journal of Quality & Reliability Management. Vol. 14. No.3. p. 204-218),

Lee et.all (2000) juga telah melakukan penelitian yang sama namun pada objek yang berbeda yaitu pada perusahaan jasa hiburan, kursus aerobik dan perusahaan jasa investasi, Lee menemukan bahwa variabel tangibility merupakan faktor yang penting pada industri berbasis peralatan dan responsiveness pada industri berbasis manusia. (Lee, Hasik.Yongki Lee.Dongkeun Yoo. 2000. The


(2)

Determinants of Perceived Service Quality and Its Relationship with Satisfaction. Journal of Services Marketing. Vol 14. No. 3. p.217-231).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Sureshchandar (2002) menemukan adanya hubungan yang sangat erat antara kualitas pelayanan dengan tingkat kepuasan pelanggan, semakin baik kualitas pelayanan maka besar kemungkinan konsumen akan semakin puas (Sureshchandar, G.S. Chandrasekharan Rajendran. R.N Anantharaman, 2002. The Relationship Between Service Quality and Customer Satisfaction- a Factor Specific Approach. Journal of Services Marketing. Vol16. No. 4 p. 363 379). Kelsey dan Bond (2001) juga menggunakan dimensi kualitas pelayanan sebagai fator penentu kepuasan konsumen dalam sebuah Academic Centre of Excellence. (Kelsey, K.D. Bond, J.A. 2001. A Model for Measuring Customer Satisfaction within An Academic Center of Excellence. Journal of Managing Service Quality. Vol. 11 No. 5. p. 359-367)

2.2 Tinjauan Pustaka

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti permasalahannya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana yang akan disoroti.

Wilbur Schramm (dalam Effendy, 1993) menyatakan bahwa teori merupakan suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan, pada abstraksi dengan kadar tinggi, dan daripadanya proposisi bisa dihasilkan dan diuji secara ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai perilaku (Effendy, Onong Uchjana. 1993. Ilmu, teori & Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakri).

Adapun teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

2.2.1 Komunikasi

Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris ―communication‖),secara etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latin communicatus, dan perkataan ini bersumber pada kata communis. Dalam kata communis ini memiliki


(3)

makna ‗berbagi‘ atau ‗menjadi milik bersama‘ yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna.

Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan Steward (1998) mengenai komunikasi manusia yaitu: ―Human communication is the process through which individuals

in relationships, group, organizations and societiesrespond to and create messages to adapt to the environment and one another‖ maksudnya bahwa komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain (Ruben dan Steward. 1998. Communication and Human Behavior. USA).

Untuk memahami pengertian komunikasi tersebut sehingga dapat dilancarkan secara efektif bagi para peminat komunikasi seperti yang dikemukkan oleh Harold Lasswell (dalam Effendy, 2003), dalam karyanya The Structure and Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: ―Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect‖. (Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Cetakan kesembilanbelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.) Paradigma Lasswell menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yaitu:

a) Komunikator (siapa yang mengatakan) b) Pesan (mengatakan apa)

c) Media (melalui saluran/ channel/media apa) d) Komunikan (kepada siapa)

e) Efek (dengan dampak/efek apa)

Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, secara sederhana proses komunikasi adalah pihak komunikator membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran tertentu kepada pihak penerima yang menimbulkan efek tertentu.


(4)

Ada beberapa pengertian tentang komunikasi secara umum:

1. Komunikasi adalah pengiriman pesan atau tukar menukar informasi atau ide/gagasan.

2. Komunikasi adalah suatu proses ketika informasi disampaikan pada orang lain melalui symbol, tanda, atau tingkah laku

3. Komunkasi bisa berbentuk komunikasi verbal, komunikasi non verbal, dan komunikasi abstrak.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan atau informasi dari seseorang kepada orang lain baik secara verbal maupun nonverbal. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan menggunakan symbol, tanda, atau tingkah laku. Unsur-unsur komunikasi adalah ; komunikator, pesan, komunikan, media, dan respon atau umpan balik.

a. Komunikator, yakni orang yang menyampaikan pesan harus berusaha merumuskan isi pesan yang akan disampaikan. Sikap dari komunikator harus empati, jelas. Kejelasan kalimat dan kemudahan bahasa akan sangat mempengaruhi penerimaan pesan oleh komunikan.

b. Pesan, yakni pernyataan yang didukung oleh lambang. Lambang bahasa dinyatakan baik lisan maupun tulisan. Lambang suara berkaitan dengan intonasi suara. Lambang gerak adalah ekspresi wajah dan gerakan tubuh, sedangkan lambang warna berkaitan dengan pesan yang disampaikan melalui warna tertentu yang mempunyai makna, yang sudah diketahui secara umum, misalnya merah, kuning, dan hijau pada lampu lalu lintas. c. Komunikan, adalah penerima pesan. Seorang penerima pesan harus

tanggap atau peka dengan pesan yang diterimanya dan harus dapat menafsirkan pesan yang diterimanya. Satu hal penting yang harus diperhatikan adalah persepsi komunikan terhadap pesan harus sama dengan persepsi komunikator yang menyampaikan pesan

d. Media, adalah sarana atau saluran dari komunikasi. Bisa berupa media cetak, audio, visual dan audio-visual. Gangguan atau kerusakan pada media akan mempengaruhi penerimaan pesan dari komunikan.


(5)

e. Respon/umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Umpan balik langsung disampaikan komunikan secara verbal, yaitu dengan kalimat yang diucapkan langsung dan nonverbal melalui ekspresi wajah atau gerakan tubuh. Umpan balik secara tidak langsung dapat berupa perubahan perilaku setelah proses komunikasi berlangsung, bisa dalam waktu yang relatif singkat atau bahkan memerlukan waktu cukup lama.

2.2.2 Public Relations

Asal muasal konsep Public Relations (PR) sebagai praktek dapat ditemukan dalam pelbagai terbitan yang secara khusus menginformasikan cara-cara mempromosikan sirkus, tampilan teater, dan jenis pertunjukan lain yang menarik perhatian publik. Sebenarnya sejak lama ―organisasi tradisional‖ telah menjalankan fungsi PR yang menghubungkan organisasi dengan pihak internal maupun eksternal organisasi.

Definisi PR baru dikembangkan setelah analisis organisasi modern menjadikan PR sebagai salah satu isu keilmuan yang membahas bagaimana organisasi dan publik saling mengadopsi informasi. Dalam definisi ini, fungsi esensi PR adalah merencanakan, melakukan dialog yang komunikatif. Public Relations adalah komunikasi eksternal dengan menggunakan simbol dan tindakan simbolis untuk menginformasikan atau mempengaruhi publik dengan menggunakan tulisan, pemasaran, periklanan, publisitas, promosi, dan event penting. Beberapa spesialis PR bekerja penuh waktu dalam perusahaan, politisi, organisasi nirlaba, atau pemerintah; sedangkan beberapa PR melakukan kontrak dengan organisasi mereka. PR adalah bagian integral dari suatu organisasi, yang tugas dan fungsinya tidak berdiri sendiri melainkan dalam konteks organisasi. Tujuan utama PR adalah untuk menciptakan saling pengertian (mutual understanding) dan dukungan bagi tercapainya tujuan, kebijakan dan tindakan organisasi.

Secara etimologis, Public Relations terdiri dari dua kata, yaitu public dan relations. Public berarti publik/masyarakat dan relations berarti


(6)

hubungan-hubungan. Jadi, Public Relations adalah hubungan-hubungan dengan publik/masyarakat.

Cutlip & Center (dalam Suhandang, 2004) mengemukakan defenisi Public Relations sebagai suatu kegiatan komunikasi dan penafsiran, serta komunikasi-komunikasi dan gagasan-gagasan dari suatu lembaga kepada publiknya, serta pendapat dari publiknya itu kepada lembaga tadi, dalam usaha yang jujur untuk menumbuhkan kepentingan bersama sehingga dapat tercipta suatu persesuaian yang harmonis dari lembaga itu dengan masyarakatnya. (Suhandang, Kustadi. 2004. Public Relation Perusahaan. Bandung: Nuansa.) Dari definisi ini tergambar suatu kegiatan timbal balik antara lembaga dengan publiknya.

Cutlip, Center dan Canfield (dalam Liliweri, 2011) mengungkapkan fungsi utama Public Relations adalah sebagai berikut : (Liliweri, Alo. 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta: Prenada Media Group)

1. Menunjang aktivitas utama manajemen dalam mencapai tujuan bersama (fungsi melekat pada manajemen lembaga/organisasi).

2. Membina hubungan yang harmonis antara badan/organisasi dengan pihak publiknya, sebagai khalayak sasaran.

3. Mengidentifikasikan hal-hal yang berkaitan dengan opini, persepsi dan tanggapan masyarakat terhadap badan/organisasi yang diwakilinya atau sebaliknya.

4. Melayani keinginan publiknya dan memberikan sumbang saran kepada pimpinan manajemen demi tercapainya tujuan dan manfaat bersama.

5. Menciptakan komunikasi dua arah secara timbal balik dan mengurus arus informasi, publikasi serta pesan dari badan/organisasi ke publiknya atau terjadi sebaliknya demi tercapainya citra positif bagi kedua belah pihak. Salah satu kegiatan PR adalah menciptakan prestise atau citra yang baik. Citra yang baik akan memberi manfaat yang sangat besar bagi perusahaan, bahkan citra perusahaan sering disebut sebagai aset besar dari sebuah perusahaan. Oleh karena itu, PR harus dapat mengontrol opini publik agar tetap menjaga citra perusahaan.


(7)

Citra merupakan hasil evaluasi dalam diri seseorang berdasarkan pengertian dan pemahaman terhadap rangsangan yang yang telah diolah, diorganisasikan dan disimpan dalam benak seseorang. Citra dapat diukur melalui pendapat, kesan, respon, seseorang dengan tujuan untuk mengetahui secara pasti apa yang ada dalam pikiran setiap individu mengetahui suatu objek, bagaimana mereka memahaminya, dan apa yang mereka suka/tidak suka dari objek tersebut.

Citra diri bagi sebagian penulis diartikan sebagai suatu hal yang sama. Yaitu mempunyai arti yang sama berkenaan dengan self concept. Keduanya mencakup gambaran tentang siapa seseorang itu dan ini tidak hanya meliputi perasaan terhadap diri seseorang melainkan juga pandangan terhadap sikap yang akan mendorong seseorang akan berperilaku. Pandangan serta sikap terhadap diri sendiri itulah yang disebut dengan citra diri.

Citra diri seseorang dipengaruhi oleh anggapan atau penilaian orang sekitarnya terhadap konsep dirinya. Hal itu disebabkan karena konsep diri seseorang dibentuk melalui belajar, sebagai hasil belajar ia mengandung unsur-unsur deskriptif (panggambaran diri) unsur-unsur evaluatif (penilaian) yang berbaur dengan unsur pengalaman (Burns, 1993) (Burns R. B. 1993. Konsep Diri: Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku. (Alih Bahasa: Eddy). Jakarta : Arcan.).

Hurlock (1980) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan pandangan seseorang mengenai dirinya sendiri secara keseluruhan sebagai hasil observasi terhadap dirinya di masa lalu dan pada saat sekarang (Hurlock, Elizabeth B . 1980. Psikologi Perkembangan. Erlangga. Jakarta.).

Menurut Alma (1992) citra merupakan kesan, impresi, perasaan atau konsepsi yang ada pada publik mengenai perusahaan, mengenai suatu obyek, orang atau lembaga. (Alma, Buchari. 1992. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung: PT Alfabeta) Sedangkan menurut Cooley (dalam Rakhmat, 1999) disebut dengan looking glass self yaitu bagaimana orang lain menilai penampilan kita dalam diri cermin (Rakhmat, Jalaludin. 1999. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya..).

Menurut Symond (dalam Suryabrata, 1995) bahwa citra diri sebagai cara bagaimana seseorang bereaksi terhadap dirinya sendiri dan konsep diri ini mengandung pengertian tentang bagaimana orang berfikir tentang dirinya sendiri,


(8)

bagaimana orang berusaha dengan berbagai cara untuk menyempurnakan dan mempertahankan diri (Suryabrata, Sumadi. 1995. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.).

Dengan demikian ada dua komponen konsep diri, yakni komponen kognitif dan komponen afektif. Dalam psikologi sosial, komponen kognitif disebut dengan citra diri (self image), sedangkan komponen afektif disebut dengan harga diri (self esteem). (Malcom, 1988) (Malcolm Hardy & Heyes, Steve. 1988. Pengantar Psikologi. Terjemahan Soenardji. Jakarta: Erlangga)

1. Citra Diri (self image). Bagian ini merupakan deskripsi yang sangat sederhana, misalnya saya seorang mahasiswa, saya seorang adik, saya berambut panjang, saya bertubuh gendut dan lain sebagainya.

2. Harga diri (self esteem). Bagian ini meliputi suatu penilaian terhadap perkiraan mengenai pantas diri (self woth).

Dari dua pembagian di atas, maka konsep diri mencakup pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kegagalannya dan sebagainya. Sejalan dengan itu, Brooks (dalam Rakhmat, Jalaludin. 1999). juga mengemukakan bahwa pandangan ini bisa bersifat psikologis, sosial, dan fisik, yaitu gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya. (Rakhmat, Jalaludin. 1999. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.) Konsep ini merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri, menyangkut berbagai macam hal diantaranya, karakteristik fisik, psikologis, sosial, dan emosional, aspirasi dan prestasi.

Pietrofesa (dalam Mappiera, 1997) menyebutkan tentang dimensi citra diri sebagai berikut : (Mappiera, Andi. 1997. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.)

1. Dimensi pertama, yaitu diri sebagaimana dilihat oleh diri sendiri. 2. Dimensi kedua, yaitu diri dilihat sebagai orang lain.

3. Dimensi ketiga, yaitu mengacu pada tipe-tipe orang yang dikehendaki tentang dirinya.

Dari ketiga dimensi yang tersebut diatas, citra diri terdiri dari bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri sebagai pribadi, bagaimana seseorang


(9)

merasakan tentang diri sendiri, dan bagaimana orang tersebut menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang diharapkan.

Sebagai sebuah konstruk psikologi, konsep diri didefinisikan secara berbeda oleh para ahli. Seifert dan Hoffnung (1994) mendefinisikan konsep diri sebagai ―suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang konsep diri (Seifert, K.L dan Hoffnung, R.J.(1994). Child and Adolescent Development. Boston :Houghton Mifflin Company). Santrock (1996) menggunakan istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari konsep diri. (Santrock, J.W. 1996. Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga) Sementara itu, Atwater (dalam Deswita, 2009) menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Selanjutnya, Atwater mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk. Pertama, body image, kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya. Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya. (Deswita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: ROSDA)

Sementara itu, Cawagas (1983) menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya atau kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya. (Cawagas. Vignia. F.1983.Self Concept as a Non-Intelektual Factor of School Performence. DLS Graduate School Journal, Vol.1, No.1. De La Salle University.)

Berdasarkan pada beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah gagasan tentang konsep diri yang mencakup keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Konsep diri terdiri atas bagaimana cara kita melihat konsep diri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang konsep diri, dan bagaimana kemampuan berpikr seseorang. Setelah ter-install, konsep diri akan masuk ke pikiran bawah sadar dan akan berpengaruh terhadap tingkat kesadaran seseorang pada suatu waktu. Semakin baik atau positif konsep diri seseorang maka akan semakin mudah ia mencapai keberhasilan. Sebab, dengan konsep diri yang baik/positif, seseorang akan


(10)

bersikap optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani sukses dan berani pula gagal, penuh percaya diri, antusias, merasa diri berharga, berani menetapkan tujuan hidup, serta bersikap dan berpikir secara positif. Sebaliknya, semakin jelek atau negatif konsep diri, maka akan semakin sulit seseorang untuk berhasil. Sebab, dengan konsep diri yang jelek/negatif akan mengakibatkan tumbuh rasa tidak percaya diri, takut gagal sehingga tidak berani mencoba hal-hal yang baru dan menantang, merasa diri bodoh, rendah diri, merasa diri tidak berguna, pesimis, serta berbagai perasaan dan perilaku inferior lainnya.

Para ahli psikologi juga berbeda pendapat dalam menetapkan dimensi-dimensi konsep diri. Namun, secara umum sejumlah ahli menyebutkan 3 dimensi-dimensi konsep diri, meskipun dengan menggunakan istilah yang berbeda-beda. Calhoun dan Acocella (1990) misalnya, menyebutkan dimensi utama dari konsep diri, yaitu: dimensi pengetahuan, dimensi pengharapan, dan dimensi penilaian. (Calhoun, J.F & Acocella, J.R. 1990. Psychology of Adjustment and Human Relationship. New York: McGraw-Hill, Inc.)

Paul J. Cenci (1993) menyebutkan ketiga dimensi konsep diri dengan istilah: dimensi gambaran diri (sell image), dimensi penilaian diri ( self-evaluation), dan dimensi cita-cita diri (self-ideal). Sebagian ahli lain menyebutnya dengan istilah: citra diri, harga diri dan diri ideal. (Centi, Paul. J. 1993. Mengapa Rendah Diri?. Yogyakarta: Kanisius.)

Dimensi pertama dari konsep diri adalah apa yang kita ketahui tentang konsep diri atau penjelasan dari ―siapa saya‖ yang akan memberi gambaran tentang diri saya. Gambaran diri tersebut pada gilirannya akan membentuk citra. diri. Gambaran diri tersebut merupakan kesimpulan dari: pandangan kita dalam berbagai peran yang kita pegang, seperti sebagai orangtua, suami atau istri, karyawan, pelajar, dan seterusnya; pandangan kita tentang watak kepribadian yang kita rasakan ada pada diri kita, seperti jujur, setia, gembira, bersahabat, aktif, dan seterusnya; pandangan kita tentang sikap yang ada pada diri kita; kemampuan yang kita miliki, kecakapan yang kita kuasai, dan berbagai karakteristik lainnya yang kita lihat melekat pada diri kita. Singkatnya, dimensi pengetahuan (kognitif) dari konsep diri mencakup segala sesuatu yang kita pikirkan tentang diri kita


(11)

sebagai pribadi, seperti ―saya pintar‖, ―saya cantik‖, ―saya anak baik‖, dan seterusnya.

Persepsi kita tentang diri kita seringkali tidak sama dengan kenyataan adanya diri yang sebenarnya. Penglihatan tentang diri kita hanyalah merupakan rumusan, definisi atau versi subjektif pribadi kito tentang diri kita sendiri. Penglihatan itu dapat sesuai atau tidak sesuatu dengan kenyataan diri kita yang sesungguhnya. Demikian juga, gambaran diri yang kita miliki tentang diri kita seringkali tidak sesuai dengan gambaran orang lain atau masyarakat tentang diri kita. Sebab, di hadapan orang lain atau masyarakat kita seringkali berusaha menyembunyikan atau menutupi segi-segi tertentu dari diri kita untuk menciptakan kesan yang lebih baik. Akibatnya, di masa orang lain atau masyarakat kita kerap tidal, tampak sebagaimana kita melihat konsep diri (Centi, 1993).

Dimensi kedua dari konsep diri adalah dimensi harapan mau diri yang dicita-citakan dimasa depan. Ketika kita mempunyai sejumlah pandangan tentang siapa kita sebenarnya, pada saat yang sama kita juga mempunyai sejumlah pandangan lain tentang kemungkinan menjadi apa diri kita di masa mendatang. Singkatnya, kita juga mempunyai pengharapan bagi diri kita sendiri. Pengharapan ini merupakan diri-ideal (self-ideal) atau diri yang dicita-citakan.

Cita-cita diri (self-ideal) terdiri alas dambaan, aspirasi, harapan, keinginan bagi diri kita, atau menjadi manusia seperti apa yang kita inginkan. Tetapi, perlu diingat bahwa cita-cita diri belum tentu sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya dimiliki seseorang. Meskipun demikian, cita-cita diri Anda akan menentukan konsep diri Anda dan menjadi faktor paling penting dalam menentukan perilaku Anda. Harapan atau cita-cita diri Anda akan membangkitkan kekuatan yang mendorong Anda menuju masa depan dan akan memandu aktivitas Anda dalam perjalanan hidup Anda. Apapun standar diri ideal yang Anda tetapkan, sadar atau tidak Anda akan senantiasa berusaha untuk dapat memenuhinya.

Oleh sebab itu, dalam menetapkan standar diri ideal haruslah lebih realistis, sesuai dengan potensi atau kemampuan diri yang dimiliki, tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu rendah. Adalah sangat tidak realistis.


(12)

Dimensi ketiga konsep diri adalah penilaian kita terhadap diri kita sendiri. Penilaian konsep diri merupakan pandangan kita tentang harga atau kewajaran kita sebagai pribadi. Menurut Calhoun dan Acocella (1990), setiap hari kita berperan sebagai penilai tentang diri kita sendiri, menilai apakah kita bertentangan: 1) pengharapan bagi diri kita sendiri (saya dapat menjadi apa), 2) standar yang kita tetapkan bagi diri kita sendiri (saya seharusnya menjadi apa). Hasil dari penilaian tersebut membentuk apa yang disebut dengan rasa harga diri, yaitu seberapa besar kita menyukai konsep diri. Orang yang hidup dengan standar dan harapan-harapan untuk dirinya sendiri—yang menyukai siapa dirinya, apa yang sedang dikerjakannya, dan akan kemana dirinya – akan memiliki rasa harga diri yang tinggi (high self-esteem). Sebaliknya, orang yang terlalu jauh dari standar dan harapan-harapannya akan memiliki rasa harga diri yang rendah (lowself-esteem). Dengan demikian dapat dipahami bahwa penilaian akan membentuk penerimaan terhadap diri (self-acceptance), serta harga diri ( self-esteem) seseorang.

Konsep diri kita memang tidak pernah terumuskan secara jelas dan stabil. Pemahaman diri selalu berubah-ubah, mengikuti perubahan pengalaman yang terjadi hampir setiap saat. Seorang siswa yang memiliki harga diri tinggi tiba-tiba dapat berubah menjadi rendah diri ketika gagal ujian dalam suatu mata pelajaran penting. Sebaliknya, ada siswa yang kurang berprestasi dalam studi dan dihinggapi rasa rendah diri, tiba-tiba merasa memiliki harga diri tinggi ketika ia berhasil memenangkan suatu lomba seni atau olah raga.

Menurut Felker (1974), terdapat tiga peranan penting konsep diri dalam menentukan perilaku seseorang, yaitu: pertama, self-concept as maintainer of inner consistency. Konsep diri memainkan peranan dalam mempertahankan keselarasan batin seseorang. Individu senantiasa berusaha untuk mempertahankan keselarasan batinnya. Bila individu memiliki ide, perasaan, persepsi atau pikiran yang tidak seimbang atau saling bertentangan, maka akan terjadi situasi psikologis yang tidak menyenangkan. Untuk menghilangkan ketidakselarasan tersebut, individu mengubah perilaku atau memilih suatu sistem untuk mempertahankan kesesuaian antara individu dengan lingkungannya. Cara menjaga kesesuaian tersebut dapat dilakukan dengan menolak gambaran yang diberikan oleh


(13)

lingkungannya mengenai dirinya atau individu berusaha mengubah dirinya seperti apa yang diungkapkan likungan sebagai cara untuk menjelaskan kesesuaian dirinya dengan lingkungannya. (Felker. 1974. The Development of Self Esteem. New York: William Corporation.)

Kedua, self-concept as an interpretation of experience. Konsep diri menentukan bagaimana individu memberikan penafsiran atas pengalamannya. Seluruh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi individu tersebut dalam menafsirkan pengalamannya. Sebuah kejadian akan ditafsirkan secara berbeda antara individu yang satu dengan individu lainnya, karena masing-masing individu mempunyai sikap dan pandangan yang berbeda terhadap diri mereka. Tafsiran negatif terhadap pengalaman hidup disebabkan oleh pandangan dan sikap negatif terhadap dirinya sendiri. Sebaliknya, tafsiran positif terhadap pengalaman hidup disebabkan oleh pandangan dan sikap positif terhadap dirinya.

Ketiga, self-concept as set of expectations. Konsep diri juga berperan sebagai penentu pengharapan individu. Pengharapan ini merupakan inti dari konsep diri. Bahkan McCandless sebagaimana dikutip Felker (1974) menyebutkan bahwa konsep diri seperangkat harapan-harapan dan evaluasi terhadap perilaku yang merujuk pada harapan-harapan tersebut. Siswa yang cemas dalam menghadapi ujian akhir dengan mengatakan ―saya sebenamya anak bodoh, pasti saya tidak akan mendapat nilai yang baik‖, sesungguhnya sudah mencerminkan harapan apa yang akan terjadi dengan hasil ujiannya. Ungkapan tersebut menunjukkan keyakinannya bahwa ia tidak mempunyai kemampuan untuk memperoleh nilai yang baik, Keyakinannya tersebut mencerminkan sikap dan pandangan negatif terhadap dirinya sendiri. Pandangan negatif terhadap dirinya menyebabkan individu mengharapkan tingkah keberhasilan yang akan dicapai hanya pada taraf yang rendah. Patokan yang rendah tersebut menyebabkan individu bersangkutan tidak mempunyai motivasi untuk mencapai prestasi yang gemilang (Pudjijogyanti, Clara R. 1988. Konsep Diri dalam Pendidikan. Jakarta: Arcan.).


(14)

A. Citra Bayangan (Mirror Image)

Citra yang dianut oleh orang dalam mengenai luar (eksternal) terhadap organisasinya. Hanya merupakan pandangan atau pengalaman seseorang terhadap organisasi atau perusahaan, citra ini timbul karena kurangnya informasi, pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi mengenai pendapat pihak luar, jadi hanya berupa ilusi. Jadi citra bayangan cenderungan pada persepsi positif.

Contoh : PT. Pertamina telah banyak dikenal publik sebagai perusahaan minyak di Indonesia. Saat mengalami krisis tangki minyak yang bocor. Untuk menanggapi krisis tersebut pemimpin Direktur PT. Pertamina langsung bertemu dengan publik untuk memberikan konfirmasi terhadap krisis yang dihadapi perusahaan ini.

B. Citra yang Berlaku (Current Image)

Image atau pandangan dari eksternal perusahaan terhadap perusahaan, image yang terbentuk di public eksternal ini ditentukan dari informasi yang mereka dapat mengenai perusahaan, atau hanya sekedar ilusi. Image ini lebih cenderung pada image negatif perusahaan (informasi atau pengalaman terbatas). Contoh: Kepolisian di Indonesia, citra kepolisian di Indonesia sudah cenderung pada negatif. Ditambah lagi kasus polri dan KPK yang membuat citra kepolisian ini memburuk. Memburuknya citra kepolisian di mata publik ini karena kurangnya informasi masyarakat terhadap masalah yang dihadapi, ditambah lagi pengalaman masyarakat dengan kepolisian selalu buruk, misalnya terkena denda tilang.

C. Citra Harapan (Wish Image)

Suatu citra yang dibentuk sesuai dengan keinginan perusahaan atau organisasi. Citra yang diharapkan cenderung pada hal yang baik atau kesesuaian dengan publiknya. Sehingga dapat menarik respon masyarakat yang lebih luas. Citra harapan ini adalah citra yang selalu diinginkan setiap perusahaan. Walaupun untuk pencapaiannya sangat sulit. Perusahaan juga harus mengetahui bagaimana proses publik mendapatkan informasi kenyataan tentang perusahaan sehingga tidak terjadi miskomunikasi.


(15)

Contoh: PT Djarum adalah salah satu produsen rokok terbesar di Indonesia. Rokok saat ini masih banyak mengalami pertentangan karena ada anggapan bahwa rokok itu haram untuk dikonsumsi oleh masyarakat muslim. Ini merupakan salah satu isu yang mengancam perusahaan PT Djarum. walaupun isu yang kontra terhadap PT Djarum ini banyak namun tidak menghalangi perusahaan ini tetap berjalan, salah satu cara untuk membangun citra harapan adalah dengan mengadakan program CSR. Dengan berbagai program CSR yang diadakan perusahaan ini masyarakat akan melihat PT. Djarum sebagai perusahaan yang turut membangun negeri seperti teks linenya, jadi masyarakat lebih memandang PT Djarum dari sisi positif dengan berbagai program CSR yang dijalankan, dibanding sisi negatifnya.

D. Citra Perusahaan (corporate image)

Citra perusahaan merupakan citra secara keseluruhan yang dipandang dari kinerja internal perusahaan yang meliputi sejarah, visi & misi perusahaan, kualitas pelayanan, keberhasilan, hingga tanggung jawab sosial yang dijalankan perusahaan. Melalui hal tersebut publik akan mengetahui gambaran pesan yang akan disampaikan dari perusahaan tersebut.

Contoh: Perusahaan maskapai penerbangan Air Asia, sebagai maskapai baru pasti membutuhkan image yang baik sehingga dapat menarik konsumen atau penumpang agar mau menggunakan jasa penerbangan Air Asia. Citra Air asia sekarang ini yang diusung adalah armadanya yang selalu baru dengan pilot yang sudah mempunyai jam terbang panjang. Dengan teks line ini maka dapat menarik konsumen dari kalangan yang berpengalaman atau menengah keatas, walaupun sebelumnya Air Asia selalu mengusung promo untuk menarik penumpang menengah ke bawah.

E. Citra Majemuk (multiple image)

Image yang bermacam-macam dari publik terhadap perusahaan akibat penyampaian, sikap, maupun tingkah laku yang berbeda dari setiap individu (karyawan) yang mewakili perusahaan tersebut dengan tujuan perusahaan. Image


(16)

ini dapat dibentuk dengan melalui pakaian seragam, warna mobil, simbol, pelatihan staf, bentuk bangunan, papan nama, dll.

Contoh: Produk Yamaha, image dari perusahaan adalah Yamaha semakin didepan. Namun citra yang dimiliki produk ini cukup banyak, image ini timbul dari konsumen maupun karyawan. Bila dari karyawan atau perusahaan di mata publik produk Yamaha adalah sebagai produk yang onderdilnya mudah didapat, bila dilihat dari konsumen yang kebanyakan anak muda maka produk Yamaha dapat dikatakan sebagai Motor anak muda. Selain dua image yang muncul di tengah masyarakat ada banyak image lainnya, seperti sebagai motor injeksi pertama, sehingga image produk Yamaha menjadi citra majemuk.

F. Citra Penampil (Performance image)

Citra ini lebih ditujukan kepada subyeknya, bagaimana kinerja atau penampilan diri (performance image) para profesional dalam perusahaan yang bersangkutan. Citra penampil lebih pada penampilan fisik atau apa bisa dilihat sebagai representasi kinerja perusahaan tersebut.

Contoh: Mantan Bupati Garut Aceng Fikri, sebagai orang yang terpandang, satu kesalahan dapat terus melekat diingat masyarakat luas umumnya dan khususnya masyarakat Garut sendiri. Sebagai orang nomer satu pada saat itu, kepercayaan yang diberikan masyarakat kepadanya dicoreng dengan tingkah lakunya dengan menceraikan istri sirinya setelah menikah hanya dengan hitungan hari. Hal ini jelas menjadikan citra penampilan Aceng Fikri menjadi buruk dan berimbas pada citra daerah Garut itu sendiri.

Citra baik merupakan harta yang sangat tinggi nilainya bagi perusahaan manapun. Citra mendukung daya saing perusahaan dalam jangka menengah dan panjang. Citra baik dapat menjadi perisai perusahaan saat berada dalam masa krisis. Oleh karena itu, setiap perusahaan mempunyai kewajiban untuk membangun citra baik perusahaan.

Citra adalah gambaran yang dimiliki setiap orang mengenai pribadi perusahaan, organisasi atau produk (Kamus Besar Bahasa Indonesia 1996). Citra adalah tujuan utama dan sekaligus merupakan reputasi dan prestasi yang hendak dicapai oleh dunia. Pengertian citra itu abstrak dan tidak dapat diukur secara


(17)

matematis tetapi dapat dirasakan dari hasil penelitian baik atau buruk seperti penerimaan tanggapan baik positif maupun negatif yang khususnya datang dari masyarakat luas (Ruslan, 1998).

Seperti halnya produk dan merek, citra perusahaan perlu dipopulerkan di masyarakat, terutama di kalangan segmen sasaran yang bertujuan untuk membuat segmen sasaran merasa peduli terhadap nama dan keberadaan perusahaan di masyarakat. Agar upaya mempopulerkan citra berhasil seperti yang dikehendaki, upaya tersebut hendaknya dilakukan secara bertahap.

Tahap upaya mempopulerkan citra perusahaan, terdiri dari tiga kegiatan berurutan (Sutojo, 2004), yaitu :

1. Pembentukan persepsi segmen sasaran.

Langkah pertama upaya membentuk citra segmen sasaran tentang jati diri perusahaan adalah menciptakan citra yang akan dipopulerkan. Citra yang ingin dibentuk harus mencerminkan jati diri yang sebenarnya, tidak lebih tidak kurang. 2. Memelihara persepsi segmen sasaran.

Apabila perusahaan berhasil membentuk persepsi segmen sasaran terhadap jati diri mereka, tugas perusahaan selanjutnya adalah memelihara persepsi tersebut. Apabila tidak dipertahankan dengan baik, citra perusahaan di mata masyarakat dapat menurun, bahkan dilupakan.

3. Merubah persepsi segmen sasaran yang kurang menguntungkan.

Perusahaan yang dikelola secara profesional akan berusaha keras merubah persepsi segmen sasaran yang tidak menguntungkan. Cara yang terbaik untuk merubah persepsi segmen sasaran yang tidak menguntungkan adalah berbenah diri dari dalam.

Untuk mengetahui citra perusahaan, baik citra positif maupun negatif diperlukan alat ukut untuk mengetahui bagaimana citra perusaahaan tersebut. Ada empat hal yang digunakan sebagai alat pengukur citra perusahaan (Ruslan, 1998), yaitu :

1. Kepercayaan yaitu kesan dan pendapat atau penilaian positif khalayak terhadap suatu perusahaan.


(18)

2. Realitas menggambarkan suatu yang realistis, jelas terwujud, dapat diukur dan hasilnya dapat dirasakan serta dapat dipertanggungjawabkan dengan perencanaan yang matang dan sistematis bagi responden.

3. Terciptanya kerjasama yang saling menguntungkan yang menggambarkan keadaan yang saling menguntungkan antara perusahaan dan publiknya. 4. Kesadaran. Adanya kesadaran khalayak tentang perusahaan dan perhatian

terhadap produk yang dihasilkan.

Citra perusahaan menggambarkan sekumpulan kesan (impressions), kepercayaan (beliefs), dan sikap (attitudes), yang ada di dalam benak konsumen terhadap perusahaan. Pembentukan citra yang ada di dalam benak konsumen terhadap dapat diukur dengan menggunakan indikator penilaian citra (Sutojo, 2004) sebagai berikut, yakni :

1. Kesan

Kesan yang didapat oleh konsumen terhadap perusahaan merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan sebagai alat pengukur citra.

2. Kepercayaan

Kepercayaan timbul karena adanya suatu rasa percaya kepada pihak lain yang memang memiliki kualitas yang dapat mengikat dirinya, seperti tindakannya yang konsisten, kompeten, jujur, adil, bertanggung jawab, suka membantu dan rendah hati. Kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan diimplementasikan dari kredibilitas perusahaan dan kepedulian perusahaan pada pelanggan yang ditujukan melalui performance perusahaan pada pengalaman melakukan hubungan dengan pelanggan.

3. Sikap

Indikator lain dari pengukuran citra perusahaan adalah sikap, dimana sikap masyarakat dapat menunjukkan bagaimana sebenarnya masyarakat menilai suatu perusahaan. Jika masyarakat bersikap baik, maka citra perusahaan itu baik. Sebaliknya, jika sikap yang ditunjukkan negatif, berarti citra perusahaan tersebut


(19)

juga kurang di mata masyarakat. Proses pembentukan sikap berlangsung secara bertahap, yakni dengan pengalaman pribadi, asosiasi dan proses belajar sosial. Sikap juga terbentuk dari 3 hal, yakni kognitif, afektif dan konatif.

2.2.4 Ekpektasi

Ekspektasi menyatakan kekuatan dari kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu tergantung pada kekuatan dari suatu harapan. Harapan pelanggan itu tidak membeli produk yang kita tawarkan, tetapi membeli pelayanan yang kita berikan. Kalau pelayanan kita baik, ramah, penuh perhatian dan dapat memenuhi kebutuhan pelanggan pada saat mereka datang dan melihat, maka dari melihat kemudian mereka mencoba, meneliti, sampai akhirnya memutuskan untuk membeli.

Pada dasarnya ekspektasi pelanggan yang paling utama adalah kepuasan. Bagi pelanggan, apa yang dihasilkan satu perusahaan baginya tidak begitu penting, pelanggan lebih memikirkan apa yang akan dibelinya dapat memuaskan kebutuhannya.

Kepuasan pelanggan berarti memberikan kepada pelanggan apa kira-kira yang disukainya. Kita harus memberikan kepada pelanggan apa yang sebenarnya mereka inginkan (want), kemudian kapan (when) dan bagaimana cara pelanggan memperolehnya (the way they want it). Caranya adalah sebagai berikut:

a. Menemukan kebutuhan pokok pelanggan.

b. Mencari tahu apa sebenarnya yang menjadi harapan pelanggan, sehingga mereka mau kembali datang kepada kita.

c. Selalu memperhatikan apa yang menjadi harapan pelanggan, lakukan melebihi apa yang diharapkan pelanggan, sehingga pelanggan merasa senang.

Untuk berada satu langkah di depan pesaing kita, maka kita harus melakukan ketiga harapan tersebut sehingga pelayanan yang kita berikan tidak hanya memenuhi harapan pelanggan, tetapi juga akan memberikan kepuasan dan menyenangkan pelanggan. Akan tetapi, bila kita amati lebih cermat, kepuasan pelanggan banyak ditentukan oleh kualitas pelayanan para petugas pelayanan di lapangan. Jika pelayanan tidak sesuai dengan harapan pelanggan, maka pelanggan langsung menilai pelayanan yang diberikan mengecewakan (jelek). Oleh karena


(20)

itu, tahapan-tahapan tersebut harus benar-benar diperhatikan oleh para petugas pelayanan di lapangan.

Ekspektasi dari segi kinerja perusahaan merupakan suatu hasil yang ditunjukkan oleh perusahaan yang bersangkutan mengenai prestasi atau kemunduran yang dicapai perusahaan. Pengertian Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan/instansi menghadapi krisis yang serius.

Kesan-kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda-tanda peringatan adanya kinerja yang merosot. Menurut Prawirosentono (1999), kinerja seorang pegawai akan baik, jika pegawai mempunyai keahlian yang tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya imbalan/upah yang layak dan mempunyai harapan masa depan. (Prawirosentono, Suyadi. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta : BPFE.)

Setelah mengetahui pengertian kinerja perusahaan, maka dapat diketahui manfaat penilaian kinerja, yaitu sebagai berikut ini.

a. Memberikan gambaran kinerja suatu bagian dalam pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan.

b. Dapat digunakan untuk mengukur suatu prestasi yang dicapai oleh suatu organisasi dalam periode tertentu yang mencerminkan hasil pelaksanaan kegiatan.

c. Memberikan petunjuk dalam pembuatan keputusan untuk mengevaluasi kinerja manajemen dari divisi di bawahnya.

d. Dapat digunakan sebagai dasar dalam penentuan kebijaksanaan penanaman modal agar dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas perusahaan.

Menurut Venkatesh et al. (2003) mendefinisikan ekspektasi kinerja (performance expectancy) sebagai tingkat dimana seorang individu meyakini bahwa dengan menggunakan sistem akan membantu dalam meningkatkan kinerjanya. (Venkatesh, V., Morris, M. G., Davis, G. B., & Davis, F. D. (2003).


(21)

User Acceptance of Information Technology: Toward a Unified View. (C. Beath, Penyunt.) MIS Quarterly, 27 (3), 425-478.)

Konsep ini menggambarkan manfaat sistem bagi pemakainya yang berkaitan dengan perceived usefulnees, motivasi ekstrinsik, job fit, keuntungan relatif (relative advantage). Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain sebagai berikut ini.

a. Efektivitas dan Efisiensi

Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari kegiatan mempunyai nilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan ketidak puasan walaupun efektif dinamakan tidak efisien. Sebaliknya bila akibat yang dicari-cari tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efisien.

b. Otoritas (wewenang)

Arti otoritas adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam suatu organisasi formal yang dimiliki (diterima) oleh seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya (sumbangan tenaganya). Perintah tersebut menyatakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan dalam organisasi tersebut.

c. Disiplin

Disiplin Kegiatan karyawan yang bersangkutandalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi di mana dia kerja.

d. Inisiatif

Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya dan kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Jadi, inisiatif adalah daya dorong kemajuan yang bertujuan untuk mempengaruhi kinerja organisasi.

Pendekatan kualitas pelayanan/jasa yang banyak digunakan dalam riset pemasaran adalah model SERVQUAL yang dikembangkan Parasuraman, Zeithaml dan Berry. SERVQUAL dibangun dengan membandingkan dua faktor utama yaitu layanan yang diterima dibandingkan dengan harapan konsumen. Menurut Parasuraman at all (1998) ada lima dimensi kualitas pelayanan yaitu


(22)

tangible (berwujud), reliability (keandalan), responsiveness (ketanggapan), assurance (jaminan) dan empathy (empati).

Berwujud atau bukti fisik (tangible) merupakan kemampuan perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Hal ini ditunjukkan oleh penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan untuk memberikan pelayanan kepada konsumen. Penampilan dan kemampuan yang diberikan tersebut miliputi fasilitas fisik seperti gedung, perlengkapan dan peralatan yang digunakan serta penampilan pegawainya.

Keandalan (reliability) merupakan kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja yang ditampilkan harus sesuai dengan harapan pelanggan seperti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik sertadengan tingkat akurasi yang tinggi.

Ketanggapan (responsiveness) merupakan kemauan untuk memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan serta cepat mengakomodasi keluhan pelanggan. Jaminan yang ditampilkan bisa berupa pengetahuan yang dimiliki, kesopansantunan dan kemampuan pegawai menumbuhkan rasa percaya para pelanggannya terhadap perusahan. Hal ini terlihat dalam komponen komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi dan sopan santun. Sedangkan empati merupakan perhatian yang tulus dan bersifat individual yang duberikan kepada pelanggan dalam upaya memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik.

2.3 Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan pada perumusan hipotesa (Nawawi, 1995).(Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.). Konsep adalah penggambaran secara tepat tentang fenomena yang hendak diteliti yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, Masri.1995. Metode Penelititan Survei. Jakarta: LP3S.).


(23)

Kerangka konsep adalah kerangka berpikir yang bersifat teoritis atau konsepsional mengenai masalah yang diteliti. Kerangka konsep tersebut akan menggambarkan konsep-konsep atau variabel-variabel yang diteliti (Adi, Rianto. 2004. Metode Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit.). Konsep atau variabel yang terdapat di dalam penelitian ini adalah citra yang meliputi konsep kesan, konsep kepercayaan dan konsep sikap, serta variabel ekspektasi meliputi tangible, empathy, assurance, reliability, dan responsiveness (TEARR).

2.4 Model Teoritis

Model teoritis merupakan paradigma yang mentransformasikan permasalahan-permasalahan terkait antara yang satu dan yang lainnya. Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep, dibentuk menjadi model teoritis sebagai berikut:

Gambar 2.1 Model Teoritis

2.5 Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas, maka untuk lebih memudahkan penelitian diperlukan suatu operasional variabel terkait, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1 Variabel Operasional CITRA DEPARTEMEN ILMU

KOMUNIKASI FISIP USU

EKSPEKTASI DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FISIP USU


(24)

Variabel Teoritis Variabel Operasional Variabel Indikator Pengukuran

Citra Departemen

1. Kesan 2. Kepercayaan 3. Sikap

1. Kognitif 2. Afektif 3. Konatif Variabel Indikator Pengukuran

Ekspektasi Departemen

1. Tangible (Bukti Fisik) 2. Empathy (Empati) 3. Assurance (Jaminan) 4. Reliability (Andal)

4. Responsiveness (Tanggap) Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin

2. Konsentrasi/rencana konsentrasi

3. IP Kumulatif 4. Asal Daerah

5. Asal SMU/SMK/MA

2.7 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Definisi operasional adalah suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur variabel-variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995).

Citra perusahaan adalah gambaran (penilaian) yang dimiliki mahasiswa mengenai pribadi Departemen Ilmu Komunikasi. Pribadi Departemen Ilmu Komunikasi adalah kualitas produk (program), kualitas pelayanan, kualitas manajemen, dan kemampuan Departemen Ilmu Komunikasi untuk menarik dan mempertahankan orang-orang yang terbaik. Departemen Ilmu Komunikasi merupakan perusahaan non profit,dan penelitian ini akan melihat bagaimana citra Departemen Ilmu Komunikasi terhadap kualitas produk (program) dan kualitas pelayanan.

Definisi operasional dari variabel alat ukur pembentukan citra Departemen Ilmu Komunikasi dalam penelitian ini adalah :


(25)

a. Kesan

Kesan artinya memberikan bekas setelah melihat, mendengar serta merasakan lalu berfikir tentang sesuatu. Dalam penelitian ini akan diukur kesan seluruh mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi yang aktif Tahun Ajaran 2014/2015 terhadap Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. Maksudnya seluruh mahasiswa mendapatkan (memberikan bekas setelah melihat, mendengar serta merasakan lalu berfikir tentang Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. b. Kepercayaan

Kepercayaan artinya suatu anggapan atau keyakinan tentang sesuatu itu benar adanya karena sesuatu yang dipercayai dan berharap (yakin) akan perbaikan (perubahan) terhadap sesuatu itu. Dalam penelitian ini akan diukur kepercayaan seluruh mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi yang aktif Tahun Ajaran 2014/2015 terhadap Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. Maksudnya adalah :

1. Anggapan/keyakinan mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi bahwa benar/sungguh terhadap Departemen Ilmu Komunikasi.

2. Sesuatu yang dipercayai mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi atau dianggap benar terhadap Departemen Ilmu Komunikasi.

3. Harapan dan keyakinan akan kejujuran, atau kebaikan mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi akan perbaikan Departemen Ilmu Komunikasi.

c. Sikap

Sikap artinya perbuatan, tindakan, kelakuan berdasarkan pendirian, pendapat atau keyakinan. Dalam penelitian ini, akan diukur sikap yang ditunjukkan oleh seluruh mahasiswa dalam bentuk perbuatan, tindakan, kelakuan berdasarkan pendirian, pendapat atau keyakinan seluruh mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi yang aktif Tahun Ajaran 2014/2015 terhadap Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU dengan melihat 3 sub variabel, yakni :

1. Kognitif

Komponen kognitif, yaitu sikap yang menggambarkan pengetahuan dan persepsi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi terhadap Departemen Ilmu


(26)

Komunikasi FISIP USU. Dalam penelitian ini, akan diukur bagaimana pengetahuan dan persepsi seluruh mahasiswa yang aktif Tahun Ajaran 2014/2015 terhadap Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

2. Afektif

Komponen afektif, yaitu mengggambarkan perasaan dan emosi mahasiswa terhadap suatu Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. Dalam penelitian ini, akan diukur bagaimana perasaan dan emosi seluruh mahasiswa yang aktif Tahun Ajaran 2014/2015 terhadap Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

3. Konatif

Komponen konatif, menggambarkan kecenderungan diri mahasiswa untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. Dalam penelitian ini, akan diukur bagaimana seluruh mahasiswa yang aktif Tahun Ajaran 2014/2015 melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

Adapun definisi operasional pembentukan ekspektasi seluruh mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU yang aktif Tahun Ajaran 2014/2015 adalah :

1. Bukti fisik (tangible)

Berwujud atau bukti fisik (tangible) merupakan kemampuan Departemen Ilmu Komunikasi dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak mahasiswa. Hal ini ditunjukkan oleh penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik Departemen Ilmu Komunikasi untuk memberikan pelayanan kepada mahasiswa. Penampilan dan kemampuan yang diberikan tersebut meliputi fasilitas fisik seperti gedung, perlengkapan dan peralatan yang digunakan serta penampilan pegawainya.

2. Keandalan (reliability)

Keandalan (reliability) merupakan kemampuan Departemen Ilmu Komunikasi dalam memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja yang ditampilkan harus sesuai dengan harapan mahasiswa seperti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua


(27)

mahasiswa tanpa kesalahan, sikap yang simpatik serta dengan tingkat akurasi yang tinggi.

3. Ketanggapan(responsiveness)

Ketanggapan (responsiveness) merupakan kemauan untuk memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada mahasiswa serta cepat mengakomodasi keluhan mahasiswa.

4. Jaminan(assuransce)

Jaminan yang ditampilkan bisa berupa pengetahuan yang dimiliki, kesopansantunan dan kemampuan pegawai menumbuhkan rasa percaya para mahasiswa terhadap Departemen Ilmu Komunikasi. Hal ini terlihat dalam komponen komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi dan sopan santun.

5. Empati (emphaty)

Sedangkan empati merupakan perhatian yang tulus dan bersifat individual yang duberikan kepada mahasiswa dalam upaya memahami kebutuhan mahasiswa secara spesifik.


(1)

tangible (berwujud), reliability (keandalan), responsiveness (ketanggapan), assurance (jaminan) dan empathy (empati).

Berwujud atau bukti fisik (tangible) merupakan kemampuan perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Hal ini ditunjukkan oleh penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan untuk memberikan pelayanan kepada konsumen. Penampilan dan kemampuan yang diberikan tersebut miliputi fasilitas fisik seperti gedung, perlengkapan dan peralatan yang digunakan serta penampilan pegawainya.

Keandalan (reliability) merupakan kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja yang ditampilkan harus sesuai dengan harapan pelanggan seperti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik sertadengan tingkat akurasi yang tinggi.

Ketanggapan (responsiveness) merupakan kemauan untuk memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan serta cepat mengakomodasi keluhan pelanggan. Jaminan yang ditampilkan bisa berupa pengetahuan yang dimiliki, kesopansantunan dan kemampuan pegawai menumbuhkan rasa percaya para pelanggannya terhadap perusahan. Hal ini terlihat dalam komponen komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi dan sopan santun. Sedangkan empati merupakan perhatian yang tulus dan bersifat individual yang duberikan kepada pelanggan dalam upaya memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik.

2.3 Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan pada perumusan hipotesa (Nawawi, 1995).(Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.). Konsep adalah penggambaran secara tepat tentang fenomena yang hendak diteliti yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, Masri.1995. Metode Penelititan Survei. Jakarta: LP3S.).


(2)

Kerangka konsep adalah kerangka berpikir yang bersifat teoritis atau konsepsional mengenai masalah yang diteliti. Kerangka konsep tersebut akan menggambarkan konsep-konsep atau variabel-variabel yang diteliti (Adi, Rianto. 2004. Metode Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit.). Konsep atau variabel yang terdapat di dalam penelitian ini adalah citra yang meliputi konsep kesan, konsep kepercayaan dan konsep sikap, serta variabel ekspektasi meliputi tangible, empathy, assurance, reliability, dan responsiveness (TEARR).

2.4 Model Teoritis

Model teoritis merupakan paradigma yang mentransformasikan permasalahan-permasalahan terkait antara yang satu dan yang lainnya. Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep, dibentuk menjadi model teoritis sebagai berikut:

Gambar 2.1 Model Teoritis

2.5 Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas, maka untuk lebih memudahkan penelitian diperlukan suatu operasional variabel terkait, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1 Variabel Operasional CITRA DEPARTEMEN ILMU

KOMUNIKASI FISIP USU

EKSPEKTASI DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FISIP USU


(3)

Variabel Teoritis Variabel Operasional Variabel Indikator Pengukuran

Citra Departemen

1. Kesan 2. Kepercayaan 3. Sikap

1. Kognitif 2. Afektif 3. Konatif Variabel Indikator Pengukuran

Ekspektasi Departemen

1. Tangible (Bukti Fisik) 2. Empathy (Empati) 3. Assurance (Jaminan) 4. Reliability (Andal)

4. Responsiveness (Tanggap) Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin

2. Konsentrasi/rencana konsentrasi

3. IP Kumulatif 4. Asal Daerah

5. Asal SMU/SMK/MA

2.7 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Definisi operasional adalah suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur variabel-variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995).

Citra perusahaan adalah gambaran (penilaian) yang dimiliki mahasiswa mengenai pribadi Departemen Ilmu Komunikasi. Pribadi Departemen Ilmu Komunikasi adalah kualitas produk (program), kualitas pelayanan, kualitas manajemen, dan kemampuan Departemen Ilmu Komunikasi untuk menarik dan mempertahankan orang-orang yang terbaik. Departemen Ilmu Komunikasi merupakan perusahaan non profit,dan penelitian ini akan melihat bagaimana citra Departemen Ilmu Komunikasi terhadap kualitas produk (program) dan kualitas pelayanan.

Definisi operasional dari variabel alat ukur pembentukan citra Departemen Ilmu Komunikasi dalam penelitian ini adalah :


(4)

a. Kesan

Kesan artinya memberikan bekas setelah melihat, mendengar serta merasakan lalu berfikir tentang sesuatu. Dalam penelitian ini akan diukur kesan seluruh mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi yang aktif Tahun Ajaran 2014/2015 terhadap Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. Maksudnya seluruh mahasiswa mendapatkan (memberikan bekas setelah melihat, mendengar serta merasakan lalu berfikir tentang Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. b. Kepercayaan

Kepercayaan artinya suatu anggapan atau keyakinan tentang sesuatu itu benar adanya karena sesuatu yang dipercayai dan berharap (yakin) akan perbaikan (perubahan) terhadap sesuatu itu. Dalam penelitian ini akan diukur kepercayaan seluruh mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi yang aktif Tahun Ajaran 2014/2015 terhadap Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. Maksudnya adalah :

1. Anggapan/keyakinan mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi bahwa benar/sungguh terhadap Departemen Ilmu Komunikasi.

2. Sesuatu yang dipercayai mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi atau dianggap benar terhadap Departemen Ilmu Komunikasi.

3. Harapan dan keyakinan akan kejujuran, atau kebaikan mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi akan perbaikan Departemen Ilmu Komunikasi.

c. Sikap

Sikap artinya perbuatan, tindakan, kelakuan berdasarkan pendirian, pendapat atau keyakinan. Dalam penelitian ini, akan diukur sikap yang ditunjukkan oleh seluruh mahasiswa dalam bentuk perbuatan, tindakan, kelakuan berdasarkan pendirian, pendapat atau keyakinan seluruh mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi yang aktif Tahun Ajaran 2014/2015 terhadap Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU dengan melihat 3 sub variabel, yakni :

1. Kognitif

Komponen kognitif, yaitu sikap yang menggambarkan pengetahuan dan persepsi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi terhadap Departemen Ilmu


(5)

Komunikasi FISIP USU. Dalam penelitian ini, akan diukur bagaimana pengetahuan dan persepsi seluruh mahasiswa yang aktif Tahun Ajaran 2014/2015 terhadap Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

2. Afektif

Komponen afektif, yaitu mengggambarkan perasaan dan emosi mahasiswa terhadap suatu Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. Dalam penelitian ini, akan diukur bagaimana perasaan dan emosi seluruh mahasiswa yang aktif Tahun Ajaran 2014/2015 terhadap Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

3. Konatif

Komponen konatif, menggambarkan kecenderungan diri mahasiswa untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. Dalam penelitian ini, akan diukur bagaimana seluruh mahasiswa yang aktif Tahun Ajaran 2014/2015 melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

Adapun definisi operasional pembentukan ekspektasi seluruh mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU yang aktif Tahun Ajaran 2014/2015 adalah :

1. Bukti fisik (tangible)

Berwujud atau bukti fisik (tangible) merupakan kemampuan Departemen Ilmu Komunikasi dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak mahasiswa. Hal ini ditunjukkan oleh penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik Departemen Ilmu Komunikasi untuk memberikan pelayanan kepada mahasiswa. Penampilan dan kemampuan yang diberikan tersebut meliputi fasilitas fisik seperti gedung, perlengkapan dan peralatan yang digunakan serta penampilan pegawainya.

2. Keandalan (reliability)

Keandalan (reliability) merupakan kemampuan Departemen Ilmu Komunikasi dalam memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja yang ditampilkan harus sesuai dengan harapan mahasiswa seperti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua


(6)

mahasiswa tanpa kesalahan, sikap yang simpatik serta dengan tingkat akurasi yang tinggi.

3. Ketanggapan(responsiveness)

Ketanggapan (responsiveness) merupakan kemauan untuk memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada mahasiswa serta cepat mengakomodasi keluhan mahasiswa.

4. Jaminan(assuransce)

Jaminan yang ditampilkan bisa berupa pengetahuan yang dimiliki, kesopansantunan dan kemampuan pegawai menumbuhkan rasa percaya para mahasiswa terhadap Departemen Ilmu Komunikasi. Hal ini terlihat dalam komponen komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi dan sopan santun.

5. Empati (emphaty)

Sedangkan empati merupakan perhatian yang tulus dan bersifat individual yang duberikan kepada mahasiswa dalam upaya memahami kebutuhan mahasiswa secara spesifik.


Dokumen yang terkait

Citra Departemen Ilmu Komunikasi dan Ekspektasi Mahasiswa (Studi Deskriptif tentang Citra Departemen Ilmu Komunikasi dan Ekspektasi Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU)

6 70 134

Studi Kasus Persepsi Mahasiswa Tentang Komunikasi Nonverbal Dosen di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU

0 65 257

Citra Departemen Ilmu Komunikasi dan Ekspektasi Mahasiswa (Studi Deskriptif tentang Citra Departemen Ilmu Komunikasi dan Ekspektasi Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU)

0 10 134

Studi Kasus Persepsi Mahasiswa Tentang Komunikasi Nonverbal Dosen di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU

0 0 14

Studi Kasus Persepsi Mahasiswa Tentang Komunikasi Nonverbal Dosen di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU

0 1 2

Citra Departemen Ilmu Komunikasi dan Ekspektasi Mahasiswa (Studi Deskriptif tentang Citra Departemen Ilmu Komunikasi dan Ekspektasi Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU)

0 1 13

Citra Departemen Ilmu Komunikasi dan Ekspektasi Mahasiswa (Studi Deskriptif tentang Citra Departemen Ilmu Komunikasi dan Ekspektasi Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU)

0 1 2

Citra Departemen Ilmu Komunikasi dan Ekspektasi Mahasiswa (Studi Deskriptif tentang Citra Departemen Ilmu Komunikasi dan Ekspektasi Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU)

0 0 6

Citra Departemen Ilmu Komunikasi dan Ekspektasi Mahasiswa (Studi Deskriptif tentang Citra Departemen Ilmu Komunikasi dan Ekspektasi Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU) Chapter III V

1 5 41

Citra Departemen Ilmu Komunikasi dan Ekspektasi Mahasiswa (Studi Deskriptif tentang Citra Departemen Ilmu Komunikasi dan Ekspektasi Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU)

0 1 4