Pengaruh Kualitas Layanan, Harga, dan Word of Mouth Terhadap Keputusan Pembelian Paket Tour di PT Tritura Jaya Cabang Medan

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1

Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian merupakan suatu keputusan sebagai pemilihan suatu

tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif (Sumarwan, 2004:289). Sama
halnya yang dijelaskan oleh Setiadi (2003:415) pengambilan keputusan konsumen
adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk
mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu
diantaranya. Hasil dari proses pengintegrasian ini adalah suatu pilihan (choice),
yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berprilaku (BI). Untuk
memahami pembuatan keputusan pembelian konsumen, terlebih dahulu harus
dipahami sifat-sifat keterlibatan konsumen dengan produk atau jasa (Sutisna,
2003:11). Memahami tingkat keterlibatan konsumen terhadap produk atau jasa
berarti pemasar berusaha mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan seseorang
merasa harus terlibat atau tidak dalam pembelian suatu produk atau jasa.

2.1.1


Konsep Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian yang dilakukan oleh para konsumen melalui lima

tahap yaitu: pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif,
keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Jelaslah bahwa proses
pembelian dimulai jauh sebelum pembelian aktual dilakukan dan memiliki
dampak yang lama setelah itu. Namun para konsumen tidak selalu melewati
seluruh lima urutan tahap ketika membeli produk. Mereka bisa melewati atau

membalik beberapa tahap. Akan tetapi model dalam Gambar 2.2 menyajikan satu
kerangka acuan, karena ia merebut kisaran perimbangan sepenuhnya yang muncul
ketika seorang konsumen menghadapi pembelian baru dengan keterlibatan yang
tinggi (Kotler dan Keller, 2008:235)

Gambar 2.1 Model Proses Keputusan Pembelian
a. Pengenalan Kebutuhan
Proses pembelian dimulai saat konsumen mengenali sebuah masalah atau
kebutuhan. Pemasar perlu mengidentifikasi rangsangan yang paling sering
membangkitkan


minat

akan

suatu

jenis

produk

sehingga

dapat

mengembangkan strategi pemasaran.
b. Pencarian Informasi
Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari
informasi yang lebih banyak, dan dapat dibagi ke dalam dua level rangsangan.
Situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan penguatan

perhatian. Pada level ini, orang hanya sekedar lebih peka terhadap informasi
produk. Pada level selanjutnya, orang mungkin mulai aktif mencari informasi
lebih banyak seperti mencari bahan bacaan, menelpon teman, dan
mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu. Sumber informasi
konsumen digolongkan ke dalam empat kelompok : sumber pribadi, sumber
komersial, sumber publik, dan sumber pengalaman.

c. Evaluasi Alternatif
Evaluasi alternatif adalah proses mengevaluasi produk dan merek, dan
memilihnya sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Pada proses evaluasi
alternatif,

konsumen

membandingkan

berbagai

pilihan


yang

dapat

memecahkan masalah yang dihadapinya. Evaluasi alternatif muncul karena
banyaknya alternatif pilihan, dan disini konsumen akan memilih merek yang
akan memberikan manfaat yang diharapkannya. Seberapa rumit proses
evaluasi alternatif yang dilakukan konsumen sangat tergantung kepada model
pengambilan keputusan yang dijalani konsumen. Jika pengambilan keputusan
adalah kebiasaan (habit), maka konsumen hanya membentuk keinginan untuk
membeli ulang produk yang sama seperti yang telah dibeli sebelumnya.
Apabila konsumen tidak memiliki pengetahuan mengenai produk yang akan
dibelinya , mungkin konsumen lebih mengandalkan rekomendasi dari teman
atau kerabatnya mengenai produk yang akan dibelinya. Konsumen tidak
berminat untuk repot-repot melakukan evaluasi alternatif. Apabila produk
yang akan dibeli berharga mahal dan berisiko tinggi, maka konsumen akan
mempertimbangkan banyak faktor dan terlibat dalam proses evaluasi alternatif
yang ekstensif (Sumarwan, 2004:302).
d. Keputusan Pembelian
Menurut Kotler dan Keller (2008:242) ada dua faktor yang dapat

mempengaruhi maksud pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama
adalah sikap orang lain, sejauh mana sikap orang lain akan mengurangi
alternatif pilihan seseorang akan tergantung pada dua hal: (1). Intensitas sikap
negatif orang lain tersebut terhadap alternatif pilihan konsumen dan (2).

Motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain tersebut. Semakin
tinggi intensitas sikap negatif orang lain tersebut akan semakin dekat
hubungan

orang

tersebut

dengan

konsumen,

maka

semakin


besar

kemungkinan konsumen akan menyelesaikan tujuan pembeliannnya. Faktor
kedua adalah faktor keadaan yang tidak terduga. Konsumen membentuk
tujuan pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti: pendapatan keluarga yang
diharapkan, harga yang diharapkan, dan manfaat produk yang diharapkan.
Pada saat konsumen ingin bertindak, faktor-faktor keadaan yang tidak terduga
mungkin timbul dan mengubah tujuan pembelian.
e. Perilaku Pasca Pembelian
Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen akan mempengaruhi perilaku
konsumen berikutnya. Jika konsumen merasa puas maka ia akan menunjukkan
kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli produk itu lagi. Konsumen
yang merasa puas cenderung akan mengatakan hal-hal yang baik mengenai
suatu produk terhadap orang lain. Sebaliknya apabila konsumen merasa tidak
puas, maka konsumen akan memungkinkan melakukan salah satu dari dua
tindakan ini yaitu membuang produk atau mengembalikan produk tersebut
atau mereka mungkin berusaha untuk mengurangi ketidakpuasan dengan
mencari informasi yang mungkin memperkuat nilai produk tersebut.


2.1.2

Tipe Pengambilan Keputusan Konsumen
Sebagian konsumen mungkin melakukan lima langkah keputusan seperti

yang telah dijelaskan di atas, sebagian hanya melalui beberapa langkah, dan
sebagian mungkin hanya melakukan langkah pembelian saja. Tipe pengambilan

keputusan konsumen umumnya dibagi menjadi tiga kategori : pemecahan masalah
yang diperluas (extensive problem solving), pemecahan masalah terbatas (limited
problem solving), pemecahan masalah rutin (routininized response behavior).
Tipe pengambilan keputusan konsumen dapat dijelaskan sebagai berikut
(Sumarwan, 2004:292) :
1.

Pemecahan masalah yang diperluas (extensive problem solving)
Ketika konsumen tidak memiliki kriteria untuk mengevaluasi sebuah kategori
produk atau merek tertentu pada kategori tersebut, atau tidak membatasi
jumlah merek yang akan dipertimbangkan ke dalam jumlah yang mudah
dievaluasi, maka proses pengambilan keputusannya bisa disebut sebagai

pemecahan masalah yang diperluas. Disini konsumen membutukan informasi
yang banyak untuk menetapkan kriteria dalam menilai merek tertentu.
Konsumen juga membutuhkan informasi yang cukup mengenai masingmasing merek yang akan dipertimbangkan. Pemecahan masalah yang
diperluas biasanya dilakukan pada pembelian barang-barang tahan lama dan
barang-barang mewah. Dalam kondisi seperti ini, konsumen akan melakukan
pencarian informasi yang intensif serta melakukan evaluasi terhadap beberapa
atau banyak alternatif. Proses tidak berhenti sampai pada tahap pembelian.
Konsumen juga akan melakukan evaluasi setelah membeli dan menggunakan
produk tersebut. Bila ia merasa puas, ia akan mengkomunikasikan
kepuasannya

tersebut

kepada

orang-orang

sekelilingnya.

Ia


akan

merekomendasikan pembelian kepada orang lain. Bila ia kecewa, seringkali
kekecewaannya disampaikan kepada orang lain dengan nyaring. Ia akan
menghambat orang lain untuk melakukan pembelian barang atau produk yang

serupa. Singkatnya pemecahan masalah yang diperluas adalah tipe
pengambilan keputusan yang melalui lima langkah tahapan pengambilan
keputusan konsumen.
2.

Pemecahan masalah terbatas (limited problem solving)
Pada tipe keputusan ini, konsumen telah memiliki kriteria dasar untuk
mengevaluasi kategori produk dan berbagai merek pada kategori tersebut.
Namun konsumen belum memiliki preferensi tentang merek tertentu
konsumen hanya membutuhkan tambahan informasi untuk bisa membedakan
antara berbagai merek tersebut. Konsumen menyederhanakan proses
pengambilan keputusan. Hal ini disebabkan konsumen memiliki waktu dan
sumber daya yang terbatas.


3.

Pemecahan masalah rutin (routininized response behavior)
Konsumen telah memiliki pengalaman terhadap produk yang akan dibelinya.
Ia juga telah memiliki standar untuk mengevaluasi merek. Konsumen sering
kali hanya mereview apa yang telah diketahuinya. Konsumen hanya
membutuhkan informasi yang sedikit. Dengan kata lain pemecahan masalah
rutin adalah jenis pengambilan keputusan yang diperlihatkan oleh konsumen
yang sering mengadakan pembelian barang dan jasa, biaya murah, dan
membutuhkan sedikit pencarian dan waktu keputusan.

2.2

Kualitas Jasa atau Layanan

2.2.1

Definisi Kualitas
Pelanggan mendefinisikan kualitas dengan berbagai cara. Kualitas


didefinisikan sebagai memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Heizer dan

Render (2006), mendefinisikan kualitas sebagai kemampuan produk atau jasa
memenuhi kebutuhan pelanggan. Dikatakan pula sebagai totalitas tampilan dan
karakteristik

produk

atau

jasa

yang

berusaha

keras

dengan

segenap

kemampuannya memuaskan kebutuhan tertentu (Russel dan Taylor : 2003).
Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2008), kualitas adalah totalitas fitur
dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk
memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.

2.2.2

Definisi Kualitas Jasa atau Pelayanan
Definisi kualitas jasa atau pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan

kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk
mengimbangi harapan pelanggan. Kualitas pelayanan (Service Quality) seperti
yang dikatakan oleh Parasuraman, et, all (1998), dikutip oleh Lupiyoadi yaitu,
seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan konsumen atas pelayanan
yang mereka terima atau peroleh. Sementara menurut Rangkuti (2004:28),
kualitas jasa didefinisikan sebagai penyampaian jasa yang akan melebihi tingkat
kepentingan konsumen.
Salah satu model kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam
riset pemasaran adalah model SERVQUAL (Service Quality) seperti yang
dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry seperti yang dikutip oleh
Lopiyoadi (2001) dalam serangkaian penelitian mereka terhadap enam sektor jasa,
reparasi, peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon jarak
jauh, perbankan ritel, dan pialang sekuritas.

SERVQUAL (Service Quality) dibangun atas adanya perbandingan dua
faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas pelayanan yang nyata mereka terima
(perceived service) dengan pelayanan yang sesungguhnya diharapkan/diinginkan
(expected service). Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service)
sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan
memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas
jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika jasa yang diterima
lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk.
Dengan demikian, baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan
penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.

2.2.3

Dimensi Kualitas Jasa
Salah satu pendekatan kualitas jasa yang banyak dijadikan acuan dalam

riset pemasaran adalah model SERVQUAL (Service Quality) yang dibangun atas
adanya perbandingan dua faktor utama, yaitu persepsi pelanggan atas layanan
yang nyata mereka terima (perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya
diharapkan (expected service).
Dalam salah satu studi mengenai SERVQUAL oleh Parasuraman (1988)
yang melibatkan 800 pelanggan (yang terbagi dalam empat perusahaan) berusia
25 tahun ke atas, disimpulkan bahwa terdapat lima dimensi SERVQUAL sebagai
berikut (dalam Kotler dan Keller 2008).
1.

Berwujud

(Tangible),

yaitu

kemampuan

suatu

perusahaan

dalam

menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan

keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang
diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik (contoh: gedung,
gudang dan lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang digunakan
(teknologi), serta penampilan pegawainya.
2.

Keandalan (Reliability), yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu,
pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang
simpatik dan akurasi yang tinggi.

3.

Ketanggapan (Responsiveness), yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan
dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu
persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.

4.

Jaminan dan kepastian (Assurance), yaitu pengetahuan kesopansantunan
dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya
para pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen
antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan
(security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy).

5.

Empati (Empathy), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat
individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan
berupaya memahami keinginan konsumen. Di mana suatu perusahaan
diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan
memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu
pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

Grobroos dalam Tjiptono (2005) ada tiga kriteria pokok untuk kualitas
pelayanan, yaitu outcome-related, process-related, dan image-related criteria.
Dan ketiga unsur tersebut masih dapat dijabarkan lagi dalam enam dimensi, yaitu:
1.

Professionalism and skills
Kemampuan, pengetahuan, ketrampilan pada penyedia jasa, karyawan,
system operasional, dan sumber daya fisik, dalam memecahkan masalah
pelanggan secara professional

2.

Attitudes and Behavior
Pelanggan merasa bahwa perusahaan menaruh perhatian dan berusaha untuk
membantu dalam memecahkan masalah pelanggan secara spontan dan senang
hati.

3.

Accessibility and Flexibility
Penyediakan pelayanan oleh perusahaan yang dirancang dan dioperasionalkan
agar pelanggan mudah mengakses dengan mudah serta bersifat fleksibel dalam
menyesuaikan permintaan dan keinginan pelanggan.

4.

Reliability and Trustworthiness
Pelanggan bisa mempercayakan segala sesuatunya kepada penyedia jasa
beserta karyawan dan sistemnya.

5.

Recovery
Proses pengambilan tindakan oleh perusahaan untuk mengendalikan situasi
dan mencari pendekatan yang tepat bila pelanggan ada masalah.

6.

Reputation and Credibility
Keyakinan pelanggan bahwa operasi dari perusahaan dapat dipercaya dan
memberikan nilai atau imbalan yang sesuai dengan pengorbanannya.

2.2.4

Hubungan Kualitas Produk dengan Keputusan Pembelian
Menurut Fandy Tjiptono (2005) kualitas produk mempunyai hubungan

yang sangat erat dengan sikap konsumen, dimana kualitas produk memberikan
suatu dorongan kepada konsumen untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat
dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan
perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan
mereka. Kualitas produk yang diberikan perusahaan harus sesuai dengan jenis
produk dan kondisi perusahaan, karena kesalahan dalam melakukan sistem
pemasaran yang diberikan kepada konsumen dapat menurunkan tingkat keputusan
pembelian konsumen, bahkan dapat berdampak pada image yang kurang baik bagi
perusahaan dan memberi peluang kepada pesaing untuk masuk serta membuka
kemungkinan konsumen akan beralih pada perusahaan pesaing.
Kualitas

merupakan

faktor

ketertarikan

berdasarkan

logika

atau

pertimbangan. Bila konsumen merasa akan mendapatkan kepuasan dari suatu
produk, karena mutunya tinggi atau berkualitas baik, maka konsumen tersebut
akan tertarik untuk membeli produk tersebut. Menurut Schiffman dan Kanuk
(1994), konsumen percaya bahwa berdasarkan evaluasi mereka terhadap kualitas
produk akan dapat membantu mereka untuk mempertimbangkan produk mana
yang

akan

mereka

beli.

Beberapa

penelitian

telah

mencoba

untuk

mengintegrasikan kualitas produk sebagai dasar pembelian produk oleh konsumen

dan sebuah studi menunjukan bahwa dengan adanya kualitas produk akan
menyebabkan pembelian yang semakin tinggi.

2.3

Harga
Menurut Monroe (1990) harga merupakan pengorbanan ekonomis yang

dilakukan pelanggan untuk memperoleh produk atau jasa. Harga adalah salah satu
faktor penting konsumen dalam mengambil keputusan untuk melakukan transaksi
atau tidak. Persepsi harga (price perceptions) berkaitan dengan bagaimana
informasi harga dipahami seluruhnya oleh konsumen dan memberikan makna
yang dalam bagi mereka.

2.3.1 Hubungan Persepsi Harga dengan Keputusan Pembelian
Pada saat pelanggan melakukan evaluasi dan penilaian terhadap harga dari
suatu produk maka akan sangat dipengaruhi oleh perilaku pelanggan itu sendiri
(Sumarwan, 2004). Pergeseran-pergeseran paradigma, dinamika gaya hidup, serta
berbagai perubahan lingkungan lain telah memberi dampak pada bagaimana
konsumen memandang harga produk/jasa yang akan dikonsumsinya. Harga
menimbulkan berbagai interpretasi di mata konsumen. Konsumen akan memiliki
interpretasi dan persepsi yang berbeda-beda tergantung dari karakteristik pribadi
(motivasi, sikap, konsep diri, dsb), latar belakang (sosial, ekonomi, demografi,
dll), pengalaman (belajar), serta pengaruh lingkungannya. Dengan demikian
penilaian terhadap harga suatu produk dikatakan murah, mahal atau biasa saja,
dari setiap individu tidaklah sama, karena tergantung persepsi individu yang
dilatarbelakangi oleh lingkungan kehidupan dan kondisi individu. Pelanggan

dalam menilai harga suatu produk, bukan hanya dari nilai nominal secara absolut
tetapi melalui persepsi pada harga.
Suatu perusahaan perlu memonitor harga yang ditetapkan oleh para
pesaing agar harga yang ditetapkan oleh perusahaan tidak terlalu tinggi atau
sebaliknya, sehingga harga yang ditawarkan dapat menimbulkan keinginan
konsumen untuk melakukan pembelian.

2.4

Word of Mouth
Definisi secara sederhana Word of Mouth atau WOM adalah tindakan

penyedia informasi apapun terkait produk oleh konsumen kepada konsumen lain.
WOM menurut WOMMA (Word of Mouth Marketing Assoctation) adalah suatu
aktifitas di mana konsumen memberikan informasi mengenai suatu merek atau
produk kepada konsumen lain. Dan Word of Mouth Marketing adalah kegiatan
pemasaran yang memicu konsumen untuk membicarakan, mempromosikan,
merekomendasikan hingga menjual merek suatu produk kepada calon konsumen
lainnya (Sumardy dkk., 2011:71).
Dari seluruh media promosi baik itu Above The Line maupun Below The
line, WOM merupakan aktivitas promosi yang tingkat pengendaliannya oleh
pemasar sangat rendah tetapi memberikan dampak yang sangat luar biasa terhadap
produk atau merek perusahaan. Perusahaan dapat mendorong dan memfasilitasi
percakapan dari mulut ke mulut tersebut dengan terlebih dahulu memastikan
bahwa produk atau merek dari perusahaan memang unik, inovatif dan patut
menjadi conversation product sehingga terciptalah WOM yang positif yang pada
ujungnya akan menghasilkan penjualan bagi perusahaan. Iklan menempatkan

konsumen sebagai objek, sedangkan WOM menjadikan konsumen sebagai subjek.
Iklan mengorbankan konsumen untuk kesuksesan perusahaan, sedangkan WOM
menempatkan konsumen sebagai bagian dari kesuksesan perusahaan. Konsumen
lebih memilih membeli merek yang sama dengan yang dibeli temannya.
Kredibilitas media semakin turun. Saat ini konsumen semakin pintar untuk tidak
langsung percaya pada sebuah iklan. Salah satu penyebabnya, karena iklan sudah
terlalu banyak dan semua membicarakan tentang hal yang sama.

2.4.1 Dimensi Word of Mouth
Godes dan Mayzlin (2004) mengemukakan dua elemen yang dapat
digunakan untuk mengukur WOM, yaitu :
1.

Volume : Seberapa sering orang membicarakan atau merekomendasikan.
Semakin banyak percakapan yang terjadi, tentunya akan semakin banyak
orang yang mengetahui tentang hal tersebut.

2.

Dispersion : Berapa banyak orang berbeda yang membicarakan. Word of
Mouth yang kurang menyebar (diskusi hanya berfokus pada populasi yang
terbatas dan homogeny) akan lebih sedikit dampaknya jika dibandingkan
dengan word of mouth yang tersebar luas.
Menurut Sernovitz (2009) terdapat lima dimensi dari Word of Mouth

(WOM), yaitu :
1.

Talker : siapa orang yang memberikan informasi mengenai produk / jasa.

2.

Topics : informasi atau topik yang dibicarakan mengenai produk.

3.

Tools

: perlengkapan yang diperlukan untuk mempermudah konsumen
dalam melakukan WOM.

4.

Taking part : partisipasi perusahaan dalam proses WOM ini.

5.

Tracking

: pengawasan dari perusahaan terhadap proses WOM yang
terjadi sehingga perusahaan dapat mengantisipasi terjadinya
WOM negatif mengenai produk.

2.4.2 Hubungan Word of Mouth Communication dengan Keputusan
Pembelian
WOM menjadi bagian penting dalam studi pemasaran mengingat bahwa
komunikasi dalam WOM mampu mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.
Di sisi lain, kekuatan WOM juga bertambah mengingat bahwa manusia adalah
makhluk sosial yang senang berinteraksi dan berbagi dengan sesamanya, termasuk
masalah preferensi pembelian. WOM mampu menyebar begitu cepat bila individu
yang menyebarkannya juga memiliki jaringan yang luas. WOM adalah suatu
sarana komunikasi pemasaran yang efektif, murah, dan kredibel (Kartajaya,
2007). WOM juga penting karena esensi pemasaran adalah mempromosikan
dengan meyakinkan untuk kemudian diakhiri dengan keputusan pembelian.
Bahkan pelanggan yang paling berharga itu bukanlah pelanggan yang paling
banyak membeli, melainkan pelanggan yang paling banyak beraktivitas word of
mouth dan mampu membawa pelanggan yang lain untuk membeli di perusahaan
kita, tanpa memperhatikan banyaknya pembelian yang pelanggan-pelanggan
tersebut lakukan sendiri.
Konsumen lebih mempercayai Word of Mouth dalam menilai sebuah
produk, dan mempengaruhi keputusan pembelian mereka dibandingkan iklan.
Cerita dan pengalaman seseorang menggunakan sebuah produk terdengar lebih

menarik yang bisa mempengaruhi pendengarnya untuk ikut mencoba produk
tersebut. Kita seperti tidak pernah merasa bosan mendengarkan cerita dari teman
ataupun anggota keluarga tentang pengalamannya menggunakan sebuah produk
atau jasa.

2.5

Penelitian Terdahulu
Dalam beberapa penlitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu

menunjukkan bahwa variabel Produk, Kualitas Pelayanan, Harga, Promosi dan
word of mouth mempengaruhi keputusan pembelian yang konsumen inginkan.
Menurut Raka (2012), beberapa hal yang mempengaruhi keputusan pembelian di
Toko Grosir Handphone yang dilakukan oleh konsumen adalah variabel word of
mouth. Varibel tersebut secara signifikan mempengaruhi peningkatan penjualan.
Sedangkan menurut Diska (2012) menyatakan bahwa yang variabel yang secara
signifikan mempengaruhi keputusan konsumen dalam melakukan pembelian di
Alfamart adalah Kualitas Pelayanan, Harga, dan Promosi. Ketiga variabel tersebut
berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Hal serupa juga dinyatakan
oleh Tri Wibowo dan Sri Purwanti (2012) bahwa Variabel Produk, Harga, dan
Promosi berpengaruh Terhadap Keputusan Pembelian Mobil Toyota.
Dari beberapa penelitian tersebut dan didukung oleh teori pemasaran jasa,
maka pada penelitian ini variabel yang akan diteliti dalam hal peningkatan
penjualan paket Tour pada Biro Perjalanan wisata Tritura Tour adalah : Kualitas
Layanan, Harga, dan word of mouth (WOM).

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Harga Dan Word Of Mouth Terhadap Keputusan Pembelian Sabun Sunlight Cair Pada Konsumen Rumah Tangga Di Kelurahan Helvetia Tengah Medan

26 311 107

Pengaruh Word of Mouth Communication Terhadap Keputusan Pembelian di Pasar Tradisional Pajak USU Jamin Ginting Medan

1 52 112

Analisis pengaruh promotional mix dan pengaruh word of mouth terhadap pengambilan keputusan konsumen dalam membeli produk asuransi jiwa

1 15 135

Analisis Pengaruh Word of Mouth, Marketing MIX (Produk, Harga. Promosi, dan Saluran Distribusi), dan Citra Merek terhadap Keputusan Pembelian Mobil Suzuki Swift (Studi kasus pada Swift Club Indonesia)

2 30 179

Analisis Pengaruh Inovasi Produk, Persepsi Harga, Lokasi dan Word Of Mouth Terhadap Proses Keputusan Pembelian Venus Bakery (Studi Kasus Pada Konsumen Venus Bakery Jalan Pajajaran Bogor Timur)

0 17 203

ANALISIS PENGARUH WORD OF MOUTH, PERSEPSI KUALITAS, DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK EIGER

0 3 21

Pengaruh Kualitas Layanan, Harga, dan Word of Mouth Terhadap Keputusan Pembelian Paket Tour di PT Tritura Jaya Cabang Medan

0 0 7

Pengaruh Kualitas Layanan, Harga, dan Word of Mouth Terhadap Keputusan Pembelian Paket Tour di PT Tritura Jaya Cabang Medan

0 0 1

Pengaruh Kualitas Layanan, Harga, dan Word of Mouth Terhadap Keputusan Pembelian Paket Tour di PT Tritura Jaya Cabang Medan

0 0 6

Pengaruh Kualitas Layanan, Harga, dan Word of Mouth Terhadap Keputusan Pembelian Paket Tour di PT Tritura Jaya Cabang Medan

0 0 2