PENTINGNYA PRESERVASI DIGITAL DI PERPUST

PENTINGNYA PRESERVASI DIGITAL DI PERPUSTAKAAN

Fithria Rizka S*
Minat Studi Manajemen Informasi dan Perpustakaan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Gadjah
Mada, Jl. Bulaksumur, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
55281
*Fithriarizkas@yahoo.com

ABSTRACT
In recent years, a wide variety of computerized information sources have been developed by publishers and
libraries. Various paper-based information that has been a prima donna of traditional libraries, is now
widely available in electronic form, even some of the information products produced, some are only
available in electronic form. This development has also been supported by the development of retrieval and
access systems, this being an option in meeting the needs of the public for information. Technological
developments are able to compress the size of data or information to be parsed back after arriving at the
destination, making the transfer of information and data faster. In addition to accelerating the process in
daily activities, digital data format is also the need of community services. But with the media where digital
information stores always experience degradation and can be damaged at all. Outdated hardware and
software without us knowing it. Therefore, it is important to note the management of lifecycle management
(collection of lifecycle management) of stored digital collections. For that required conservation of this
digital collection.


ABSTRAK
Dalam beberapa tahun terakhir, beraneka ragam sumberdaya informasi terkomputerisasi banyak
dikembangkan oleh penerbit dan perpustakaan. Berbagai informasi paper-based yang selama ini
merupakan primadona perpustakaan tradisional, sekarang telah banyak yang tersedia dalam bentuk
elektronik, bahkan sebagian dari produk informasi yang dihasilkan, ada yang hanya tersedia dalam bentuk
elektronik. Perkembangan ini juga telah didukung oleh perkembangan sistem temu kembali dan akses, hal
ini menjadi salah satu alternatif pilihan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat akan informasi.
Perkembangan teknologi mampu memampatkan ukuran data atau informasi untuk kemudian diurai kembali
setelah sampai di tujuan, membuat transfer informasi dan data dapat menjadi lebih cepat. Selain
mempercepat proses dalam aktivitas sehari-hari, format data digital juga mempermudah aktivitas pelayanan
kepada masyarakat. Namun dengan media tempat menyimpan informasi digital selalu mengalami degradasi
dan bisa rusak tanpa pemberitahuan sama sekali. Perangkat keras dan lunak seringkali ketinggalan zaman
tanpa kita sadari. Karena itu perlu diperhatikan manajamen daur hidup (lifecycle management) koleksi
digital yang disimpan. Untuk itu diperlukan pelestarian terhadap koleksi digital ini.

Keywords: Preservasi Digital; Perpustakaan; Koleksi Digital.

1. PENDAHULUAN
Sepanjang sejarah manusia, perpustakaan bertindak selaku penyimpanan khasanah hasil

pikiran manusia. Hasil pikiran ini dapat dituangkan dalam bentuk cetak maupun non cetak
(digital) dengan dituangkannya pikiran-pikiran tersebut dalam berbagai bentuk tersebut, maka
akan ada kegiatan yang harus bisa merawat, menyimpan, dan menyebarkan semua itu secara
terus menerus agar informasi yang ada dalam pikiran manusia tersebut bisa selalu diketahui
oleh setiap orang. Perkembangan teknologi informasi berpengaruh pada cara kerja
perpustakaan dalam menghimpun, menyimpan, dan menyebarluaskan informasi. Perpustakaan
di Indonesia merespons fenomena ini dengan mengelola dan menyediakan pelayanan
informasi digital.
Dalam beberapa tahun terakhir beraneka ragam sumberdaya informasi terkomputerisasi
banyak dikembangkan oleh penerbit dan perpustakaan. Berbagai informasi paper-based yang
selama ini merupakan primadona perpustakaan tradisional, sekarang telah banyak yang
tersedia dalam bentuk elektronik, bahkan sebagian dari produk informasi yang dihasilkan, ada
yang hanya tersedia dalam bentuk elektronik. Perkembangan ini juga telah didukung oleh
perkembangan sistem temu kembali dan akses, hal ini menjadi salah satu alternatif pilihan
dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat akan informasi.
Perkembangan teknologi mampu memampatkan ukuran data atau informasi untuk
kemudian diurai kembali setelah sampai di tujuan, membuat transfer informasi dan data dapat
menjadi lebih cepat. Selain mempercepat proses dalam aktivitas sehari-hari, format data
digital juga mempermudah aktivitas pelayanan kepada masyarakat.
Namun dengan media tempat menyimpan informasi digital selalu mengalami degradasi

dan bisa rusak tanpa pemberitahuan sama sekali. Perangkat keras dan lunak seringkali
ketinggalan zaman tanpa kita sadari. Karena itu perlu diperhatikan manajamen daur
hidup (lifecycle management) koleksi digital yang disimpan. Untuk itu diperlukan pelestarian
terhadap koleksi digital ini.
Pelestarian teknologi, migrasi, emulasi, refresing dan arkeologi data adalah alternatif
yang bisa diambil oleh perpustakaan guna melestarikan koleksi digitalnya. Namun demikian
perlu perencanaan yang matang dan mengetahui segala kelebihan dan kekurangan dari caracara tersebut sehingga dapat disesuaikan dengan keadaan perpustakaan tersebut.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Koleksi Digital
2.1.1 Pengertian Koleksi Digital
Koleksi digital adalah segala sesuatu yang dapat diberikan nama file dan disimpan
dalam bentuk elektronik. Koleksi digital dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
koleksi hasil digitalisasi yang merupakan koleksi hasil konversi ke dalam media
elektronik atau digital dan atau koleksi yang lahir dalam bentuk digital (born digital)
(Lazinger, 2001: 26).
Berdasarkan sifat media sumber informasi dan isinya, koleksi digital dibedakan
menjadi (Pendit, 2008: 38):
a. Bahan dan sumberdaya full-text, termasuk disini e-journal, koleksi digital yang
bersifat terbuka (open access), e-books, e-newspapper, dan tesis serta disertasi

digital.
b. Sumberdaya metadata, termasuk perangkat lunak digital berbentuk katalog, indeks,
dan abstrak, atau sumber daya yang menyediakan tentang informasi lainnya.
c. Bahan-bahan multimedia digital.

d. Aneka situs di internet.
2.1.2
Digitalisasi
Digitalisasi dalam dunia perpustakaan merupakan sebuah proses yang mengubah
dokumen tercetak menjadi dokumen digital. Hal ini sesuai dengan pendapat Feather
(1991: 14) mendefinisikan digitalisasi sebagai transkripsi data ke dalam bentuk digital
sehingga dapat diproses dengan menggunakan komputer.

2.2 Preservasi Koleksi Digital
2.2.1 Pengertian Preservasi
Pada dasarnya preservasi (pelestarian) itu upaya untuk memastikan agar semua
bahan koleksi cetak maupun non cetak pada suatu perpustakaan bisa tahan lama dan tidak
cepat rusak. Feather (1991: 5) mendefinisikan pelestarian sebagai segala kegiatan, berupa
tindakan preventif yang tujuannya untuk melindungi dan mengamankan koleksi
perpustakaan, untuk menjamin ketersediaan, akses, dan penggunaannya.

Dalam publikasinya, IFLA (1996) memberikan definisi yang lebih luas pada istilah
preservasi, yaitu:
“Preservation includes all the managerial and financial considerations including
storge and accomodation provisions, staffing level, policies, techniques and methods
involved in preserving library and archive materials and information contained in them”
Artinya pelestarian didefinisikan sebagai seluruh pertimbangan manajerial dan
finansial, mencakup penyimpanan, ketetapan, sumber daya manusia, kebijakan, teknik,
dan metode yang tercakup dalam pelestarian perpustakaan dan arsip serta informasi yang
terdapat di dalamnya.
Meskipun terdapat berbagai perbedaan, namun pada dasarnya inti pelestarian bahan
pustaka yaitu untuk melestarikan kandungan informasi (intelektual) maupun fisik asli
suatu koleksi.
2.2.2

Unsur-unsur Pelestarian

Dalam pengelolaan pelestarian bahan pustaka melibatkan berbagai komponen seperti
sumber daya manusia, koleksi, peralatan, sarana dan prasarana, metode, dan uang. Dalam
konsep manajemen istilah tersebut dikenal dengan tools of management atau sarana
manajemen (Sutarno, 2004: 3). Sejalan dengan Sutarno menurut Martoadmodjo (1991)

berbagai unsur penting atau sarana manajemen yang perlu diperhatikan dalam pelestarian
bahan pustaka adalah:
a. Manajemennya, perlu diperhatikan siapa yang bertanggung jawab dalam pekerjaan ini.
Bagaimana prosedur pelestarian yang perlu diikuti. Bahan pustaka apa saja yang perlu
diperbaiki harus dicatat dengan baik, apa saja keruskannya, apa saja alat yang
diperlukan dan sebagainya.
b. Tenaga (SDM) yang merawat bahan pustaka dengan keahlian yang mereka miliki.
Mereka yang mengerjakan pelestarian ini hendaknya mereka yang telah memiliki ilmu
atau keahlian atau ketrampilan dalam bidang ini. Paling tidak, mereka sudah pernah
mengikuti penataran atau pendidikan dan latihan dalam bidang pelestarian dokumen.
c. Ruangan khusus, ruangan pelestarian dengan berbagai peralatan yang diperlukan,
misalnya alat penjilidan, lem, alat laminasi, alat untuk fumigasi, vacum cleaner,

scanner dan ebagainya.
d. Dana untuk keperluan kegiatan harus diusahakan dan dimonitor dengan baik, sehingga
pekerjaan pelestarian tidak akan mengalami gangguan. Pendanaan ini tergantung dari
lembaga tempat perpustakaan bernaung.
Unsur-unsur tersebut di atas diperlukan untuk menggerakkan perpustakaan,
khususnya pelestarian untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan, sehingga
keberadaan perpustakaan ditengah-tengah masyarakat dapat berhasil dan berdaya guna,

khususnya dalam hal menyeleksi, menghimpun, mengolah, memelihara sumber-sumber
informasi, dan memberikan layanan serta nilai tambah bagi mereka yang
membutuhkannya (Sutarno, 2004: 3).
2.2.3 Preservasi Digital
Koleksi digital memiliki sifat rentan kerusakan karena bergantung pada teknologi,
misalnya perangkat keras dan perangkat lunak. Untuk itu diperlukan suatu upaya agar
informasi yang terdapat dalam koleksi digital dapat diakses oleh generasi mendatang.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah preservasi digital, yaitu suatu kegiatan
pemeliharaan koleksi digital agar tetap dapat diakses sepanjang waktu.
Pelestarian materi digital berbeda dengan pelestarian bahan pustaka tercetak.
Kandungan informasi pada bahan pustaka tercetak dapat dilestarikan dengan merawat
fisik kertas dan kemasannya, sedangkan informasi digital tidak saja melekat pada objek
fisiknya, tetapi juga merupakan sesuatu yang harus dijalankan dengan memakai suatu
perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Dengan demikian,
pelestarian materi digital tidak semata-mata dengan cara melestarikan objek fisiknya,
tetapi juga dengan cara menjamin penggunaan mesin dalam ruang waktu yang sepanjang
mungkin.
Beberapa hal yang mendorong perlunya melakukan pelestarian materi digital adalah :
1. Informasi dalam bentuk materi digital sulit bertahan dalam jangka waktu lama. Hal itu
disebabkan karena:

a. Kadaluarsanya perangkat lunak dan perangkat keras yang dipakai untuk membaca
materi digital karena perkembangan teknologi yang pesat.
b. Kerusakan mekanis pada perangkat keras.
c. Serangan virus dan hacker.
2. Materi digital bila hilang, terjadi secara tiba-tiba tanpa ada warning sebelumnya dan
hilangnya materi digital tanpa bekas (permanently).
3. Masalah-masalah yang berkaitan dengan keotentikan (authenticity) naskah dan hak
cipta (authorship) materi digital lebih kompleks dibandingkan dengan bahan pustaka
tercetak karena materi mudah diubah oleh siapa saja dan dapat dicopy secara luas.
Menurut Graham (1995) pelestarian digital dapat dilihat dari tiga sudut pandang,
yaitu:
a. Pelestarian Medium (media penyimpanan)
Pelestarian medium menekankan pada pelestarian media penyimpanan tempat
informasi seperti, pita, Disk, CD-ROM. Hal ini dilakukan karena media penyimpanan
digital memiliki usia yang terbatas. Pelestarian medium ini dapat dialakukan dengan
membuat back up atau copy ke dalam media yang sejenis ataupun refreshing terhadap
media penyimpanan.
b. Pelestarian Teknologi

Masalah yang lebih serius dari kerusakan media penyimpanan maupun perangkat

lunak yang digunakan mengakses informasi elektronik atau digital. Dengan demikan,
terjadinya keusangan teknologi harus menjadi perhatian. Langkah pelestarian yang
dapat dilakukan antara lain dengan melakukan migrasi pada setiap perubahan format,
sehingga koleksi digital tetap dapat diakses.
c. Pelestarian Intelektual
Kebutuhan untuk pelestarian intelektual muncul karena koleksi digital memiliki
perlindungan yang masih lemah. Hal ini mengakibatkan koleksi digital dapat disalin
dengan mudah seperti aslinya. Dengan kemudahan itu isi informasi dapat diubah tanpa
terdeteksi. Jadi pada pelestarian intelektual ini menekankan pada originalitas
informasi yang terkandung dalam koleksi digital.

2.3 Karakteristik Utama Preservasi Digital
Preservasi digital merupakan kegiatan yang terencana dan terkelola untuk memastikan
agar sebuah objek informasi digital tidak mengalami kerusakan sehingga dapat diakses
dalam jangka waktu yang panjang. Lavoie dan Dempsey (2004) dalam Pendit (2009:111)
merumuskan pelestarian digital sebagai kegiatan yang memiliki 13 karakteristik, yaitu:
1. Terus menerus. Jika pelestarian buku seringkali dilakukan pada satu titik waktu tertentu
dalam siklus hidup buku itu, maka pelestarian digital dilakukan sejak sebuah objek
disimpan. Dengan kata lain, pelestarian digital lebih tepat dilihat sebagai proses terus
menerus, sehingga kadang tak ada bedanya dengan kegiatan rutin.

2. Konsensus. Diperlukan keputusan dan kepastian tentang apa dan bagaimana pelestarian
terhadap suatu objek dilakukan. Pelestarian tak dapat diseragamkan untuk semua objek.
Dalam lingkungan digital, keputusan ini tak hanya menyangkut nilai kandungan sebuah
objek, namun juga kadar kualitas objek tesebut.
3. Berbagi tanggungjawab. Sama dengan pelestarian di dunia non-digital, pelestarian
memerlukan pembagian tanggungjawab, khususnya menyangkut upaya memastikan
bahwa sebuah objek dapat bertahan hidup selama mungkin. Dalam dunia digital pun
harus ada tanggungjawab di pihak produsen objek digital, setidaknya dalam memastikan
integritas objek tersebut, atau dalam berbagi sumberdaya seandainya sebuah objek digital
memerlukan program-program khusus untuk menghidupkannya. 4. Melalui seleksi.
Pelestarian harus dibedakan dari semata-mata menyimpan apapun yang dapat disimpan.
Dalam era digital yang ditandai dengan kelimpahruahan dan dinamika, seleksi seksama
terhadap objek mana yang perlu dilestarikan dan mana yang tidak perlu, menjadi sangat
penting.
5. Dapat didanai. Biar bagaimana pun, pelestarian digital menimbulkan ongkos tambahan
yang tidak sedikit. Banyak institusi atau badan pemerintah yang belum apaapa sudah
khawatir membayangkan jumlah dana yang diperlukan. Salah satu sumber kekhawatiran
ini biasanya adalah justru karena institusi atau badan pemerintah itu belum mempunyai
cara yang paling tepatuntuk memprediksi ongkos pelestarian digital.
6. Kegiatan koperatif. Pelestarian digital dilakukan sebagai bagian dari kerjasama lintas

lembaga, lintas daerah, dan bahkan lintas negara. Kenyataan bahwa objek digital yang
akan dilestarikan juga seringkali menjadi bagian dari internet yang tak mengenal batas
negara, menambah kuat alasan untuk melakukan kegiatan pelestarian secara bersamasama

7. Memerlukan legalitas. Objek digital sering menimbulkan perdebatan tentang kepentingan
individual dan kepentingan umum yang lebih besar, maka perlu disiapkan terkait dengan
hak cipta dalam hal ini perlu negosiasi antara pihak perpustakaan dengan penulis,
sehingga kegiatan akan dapat dilakukan secara legal. 8. Berpencar Kegiatan preservasi
digital dapat dilakukan secara terpencar terutama terkait dengan tanggungjawab dan
kerjasama lembaga. Sebuah institusi juga dapat membayar pihak luar (contracting out)
untuk melakukan kegiatan yang membutuhkan banyak pekerja tetapi hanya dalam jangka
waktu tertentu.
9. Berdampingan. Pelestarian digital tak selalu harus dilihat sebagai kegiatan yang terlepas
sama sekali dari aktivitas sebuah institusi informasi yang masih mempunyai sejumlah
besar koleksi non-digital. Pelestarian digital dapat berjalan berdampingan dengan
kegiatan yang lain.
10. Terukur dan benar. Pada awalnya, karena perkembangan teknologi yang amat cepat,
banyak institusi menggunakan strategi trial-anderror, tetapi sejalan dengan waktu mulai
ada silang pengalaman dan kesempatan bench-marking. Beruntunglah perpustakaan di
negara-negara yang memiliki pemerintahan yang serius memperhatikan pelestarian
digital, dan yang akhirnya melaksanakan sebuah upaya terkoordinasi antar lembaga.
11. Melahirkan bisnis baru. Di era digital, sumberdaya yang diperlukan untuk melakukan
pelestarian seringkali berada di luar jangkauan institusi-institusi sehingga memunculkan
bisnis yang melibatkan penjaja (vendor) khusus bidang pelestarian.
12. Sebagai salah satu pilihan. Materi atau objek yang born-digital seringkali memang tidak
memberikan pilihan lain selain dilestarikan sebagai objek digital. Namun juga ada materi
digital yang mungkin lebih baik dilestarikan dalam bentuk analog. Pada prakteknya, jika
objek digital terlalu riskan untuk disimpan dalam bentuk digital, banyak institusi yang
memutuskan untuk membuat bentuk analognya.
13. Kepentingan umum. Salah satu keuntungan dari pelestarian digital yang dikombinasikan
dengan keterbukaan akses adalah dalam hal potensi pemanfaatannya bersama secara
meluas dengan biaya minimal. Digitasi buku tercetak ke dalam bentuk digital akan
menjadikannya sebagai benda eksklusifyang hanya dapat dibaca dengan mengunjungi
perpustakaan yang menyimpannya. Dalam bentuk objek digital akan menyebabkan benda
tersebut “milik umum” dalam arti yang sesungguhnya, terutama jika ia tersedia lewat
internet dan mudah diakses dari mana saja.

2.4 Strategi Preservasi Digital
Untuk menyelamatkan nilai informasi agar dapat dimanfaatkan dalam waktu yang
relatif lebih lama lagi dan terhindar dari kerusakan terhadap koleksi digital, ada beberapa
strategi pelestarian digital, antara lain:
1. Technology Preservation. Pelestarian teknologi merupakan tindakan pemeliharaan terhadap
hardware (perangkat keras) dan software (perangkat lunak) yang mendukung sumber daya
(koleksi) digital untuk membaca atau menjalankan sebuah objek digital. Terdapat beberapa
kelebihan dan kekurangan dari cara ini. Kelebihan yang didapatkan diantaranya pertama,
dengan meyimpan perangkat keras dan perangkat lunak aslinya, maka tampilannya akan
sama dengan dokumen aslinya. Kedua, pelestarian teknologi merupakan solusi pelestarian
yang praktis dalam jangka pendek. Ketiga, dengan pelestarian teknologi, kebutuhan untuk
mengimplementasikan strategi pelestarian lainnya dapat ditunda. Selain kelebihankelebihan yang telah disebutkan, strategi ini juga memiliki kelemahan. Karena merupakan
strategi dalam jangka pendek maka diperlukan tindak yang berkelanjutan.

2. Refreshing. Perawatan dengan mencermati usia media sehingga perlu pemindahan data dari
media yang satu ke media lainnya. Tujuan utama dari refresing ini adalah untuk
menciptakan koleksi digital yang sifatnya stabil. Kelebihan dari strategi ini adalah mudah
diterapkan dan resiko kehilangan data dalam proses pemindahan data sangat kecil.
3. Migration & Reformatting. Mengubah konfigurasi data digital tanpa mengubah kandungan
isi intelektualnya. Strategi migrasi memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Beberapa
kelebihan strategi migrasi tersebut antara lain pertama, perpustakaan tidak perlu meyimpan
aplikasi originalnya. Kedua, memungkinkan manajemen dan perawatan secara aktif.
Ketiga, format standar menawarkan akses yang stabil dan berkelanjutan. Keempat, dengan
strategi migrasi isi intelektual dari koleksi digital ini dapat dilestarikan. Adapun
kelemahan-kelemahan strategi ini adalah diperlukannya perawatan secara berkelanjutan
seiring dengan perkembangan teknologi sehingga menghabiskan banyak biaya.
4. Emulation. Proses penyegaran di lingkungan sistem. Artinya secara teoritis dapat dilakukan
pembuatan ulang secara berkala terhadap program computer tertentu agar dapat terus
membaca data digital yang terekam dalam berbagai format dari berbagai versi. Kelebihan
strategi ini antara lain pertama, menjaga tampilan seperti pada dokumen aslinya. Kedua,
merupakan strategi jangka panjang, sehingga tidak perlu campur tangan langsung dari staf
perpustakaan. Ketiga, dapat diterapkan secara terpisah untuk seluruh koleksi digital.
Sedangkan kelemahan strategi emulasi ini pertama, perangkat lunak emulasi (emulator)
membutuhkan biaya yang cukup mahal. Kedua, dalam menciptakan spesifikasi emulator
sangat kompleks sehingga dapat menyulitkan staf perpustakaan. Ketiga, informasi yang
harus dilestarikan menjadi lebih banyak. Keempat, karena berbentuk perangkat lunak
terdapat kemungkinan perangkat lunak tersebut akan mengalami ketertinggalan teknologi.
5. Digital Archeology. Menyelamatkan isi dokumen yang tersimpan dalam media
penyimpanan ataupun perangkat keras dan perangkat lunak yang sudah rusak, sehingga isi
dokumen tersebut tetap dapat digunakan. Strategi ini merupakan strategi dengan biaya
yang rendah tetapi memiliki resiko yang tinggi, karena dengan hanya memperbaharui
media penyimpanannya terdapat kemungkinan data tersebut tidak akan terbaca ketika
perpustakaan telah menggunakan teknologi yang baru.
6. Mengubah data digital menjadi analog. Materi digital yang sulit diselamatkan dengan
semua cara yang disebutkan di atas. Berbeda dengan koleksi dalam bentuk analog yang
lebih berusia panjang dan memiliki daya tahan lama, koleksi digital mempuyai kelemahan
berupa sifat rapuh dan tidak tahan lama. Untuk mempertahankan koleksi digital agar dapat
diakses oleh pengguna, koleksi digital dapat dialihbentukkan ke dalam media analog.
Selain dialihkan ke dalam bentuk mikrofilm, strategi ini dapat dilakukan dengan membuat
printout atau mencetak kembali dokumen yang telah didigitalisasi.

2.5 Resiko yang Harus Dipertimbangkan dalam Preservasi Digital
Setiap kegiatan pelestarian digital harus mengandung tata cara dan mekanisme untuk
menguji aspek ketahanan. Pada dasarnya, mekanisme dan seleksi ini juga memperhitungkan
risiko kerusakan yang harus dihadapi setiap kegiatan pelestarian digital. Di dalam INFORM
(Investigation of FOrmat based on Risk Management) menyebutkan 6 resiko yang harus
dipertimbangkan dalam preservasi digital:
1. Resiko yang disebabkan spesifikasi format objek digital itu sendiri, termasuk algoritme
kompresi, dan kondisinya sebagai format proprietary (tertutup, hanya dapat dibaca oleh
program tertentu), kemungkinan isinya diacak atau “disembunyikan” (melalui encryption),
dan sebagainya.

2. Resiko yang disebabkan karakter perangkat lunak untuk membaca objek digital, termasuk
dalam hal ini sistem operasi, program aplikasi khusus, perangkat lunak khusus, program
migrasi, dan sebagainya.
3. Resiko yang ditimbulkan oleh komponen perangkat keras, termasuk jenis medianya (CD,
DVD, magnetic disk, tape, WORM), perangkat CPU, I/O cards,dan perangkat pendukung
lainnya.
4. Resiko yang ditimbulkan oleh hubungan antara resiko-resiko yang disebutkan di atas
dengan kelembagaan tertentu,misalnya pemilik objek digital, penjaja (vendor) perangkat
lunak dank eras, komunitas, dan sebagainya.
5. Resiko yang muncul dari pangkalan data digital itu sendiri dari segi arsitektur, proses kerja,
sistem pengorganisasian, dan sebagainya.
6. Resiko yang terjadi dalam proses migrasi atau transformasi objek digital, baik yang bersifat
mekanis maupun administratif.
3. KONDISI PRESERVASI DIGITAL DI INDONESIA
Preservasi dalam sudut pandang masyarakat Indonesia belum menjadi prioritas. Besarnya
biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan preservasi sebagai bahan pertimbangan apakah
perlu melakukan preservasi demi keberlangsungan suatu informasi. Perpustakaan dan badan arsip
sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk pelestarian informasi, bagaimana manajemen
informasi dikelola dan disimpan dengan mengutamakan isi dari informasi itu sendiri. Tujuan dari
menyimpan informasi sendiri untuk berkelanjutan agar bisa diwariskan kepada generasi penerus
dalam mengembangkan keilmuan. Pada penulisan karya ilmiah misalnya, selalu dibutuhkan teori
pendukung dan penelitian sebelumnya untuk membangun sebuah tulisan. Tulisan yang baik harus
dapat menggambarkan permasalahan yang ada dengan melihat masa lampau melalui penelitianpenelitian sebelumnya yang dilakukan peneliti lain baik dalam bidang keilmuan yang berkorelasi
maupun bidang keilmuan lain.
Pentingnya sebuah informasi dijadikan tolak ukur untuk melakukan preservasi.
Perpustakaan yang menyimpan berbagai koleksi bahan pustaka maupun bahan digital sudah
seharusnya mempertimbangkan pentingnya arti sebuah presevasi. Badan arsip sebagai lembaga
yang bertanggungjawab terhadap tata kelola dokumen dalam sebuah institusi memiliki keharusan
untuk mempertimbangkan retensi sebuah arsip. Ribuan informasi disimpan di dalamnya untuk
disimpan, dikelola dengan manajemen yang baik. Terlebih pada lembaga kearsipan menekankan
pentingnya preservasi untuk menyimpan dokumen seperti arsip inaktif seperti Surat Keputusan
yang dalam sebuah institusi artinya tidak dapat dimusnahkan. Perpustakaan sebagai sesuatu yang
tidak dapat dipisahkan dengan kearsipan sedikit banyak mengambil teori dari kearsipan untuk
diimplementasikan di dalamnya. Preservasi dalam pemikiran pustakawan masih sekedar dalam
arti bagaimana cara pemeliharaan koleksi fisik dalam bentuk bahan pustaka, sebagai upaya untuk
menjadikan bahan pustaka tetap dapat diakses isi informasinya. Namun pustakawan lupa selain
itu ada hal-hal yang ternyata lebih penting untuk dilakukan, tidak hanya melakukan preservasi
pada bahan koleksi tercetak tetapi juga melakukan preservasi bahan koleksi digital, mengingat
saat ini banyak karya ilmiah yang disimpan tidak hanya dalam bentuk tercetak namun juga dalam
bentuk digital.
Bahan koleksi dalam bentuk tercetak yang sifatnya cenderung tidak bertahan lama
usianya sudah seharusnya dilakukan preservasi. Pertimbangan untuk menyimpan koleksi bahan
dalam bentuk fisik akan memakan ruang yang cukup luas untuk menyusun ke rak buku agar
dapat diakses oleh pengguna. Kembali lagi pada tujuan disimpannya sebuah informasi adalah
kemudahan pengguna dalam mengakses informasi. Percuma apabila sebuah informasi disimpan

namun tidak ada pengguna yang mengakses informasi tersebut. Dewasa ini pengguna dari
layanan perpustakaan memiliki kecenderungan lebih menyukai mencari informasi melalui media
internet. Pola pencarian informasi mulai bergeser, dalam mencari informasi, pengguna lebih
menyukai hal yang sederhana, cepat, akurat dan revelan terkait isi dari informasi itu sendiri.
Keberadaan karya ilmiah dalam bentuk digital mulai dianggap lebih praktis dalam pengelolaan
informasi. Namun citivitas akademika hanya berusaha untuk memproduksi informasi tanpa
melakukan preservasi.
Adapun contoh beberapa lembaga yang diketahui melakukan preservasi digital adalah
Arsip Nasional Republik Indonesia dan Universitas Wijaya Kusuma Surabay (UWKS).
1. Preservasi digital yang dilakukan di ANRI
Arsip asli dalam bentuk kertas dari abad ketujuh belas dan ke sembilan belas telah lama
rusak dan masih terus digerogoti tinta, gerusana kadar asam, pengubahan warna kertas menjadi
cokelat serta tulisan memudar. Di tahun 2012, sesudah satu tahun melakukan persiapan, ANRI
dan Yayasan Corts membangun sebuah pemindaian menggunakan fasilitas teknologi tinggi dan
mulai melakukan digitalisasi koleksi sejumlah besar arsip tulisan tangan tertua di ANRI.
Melakukan digitalisasi tidaklah sama dengan memindai dokumen yang lazim dilakukan.
Digitalisasi merupakan pelestarian karena tampilan digital pada waktunya nanti menggantikan
naskah kertas yang asli.
Sesudah dilakukan digitalisasi. Arsip kertas tetap disimpan dalam depot tetapi
masyarakat umum tidak dapat lagi mengaksesnya. Arsip kertas terus hanyut dalam proses
kerusakan. Pelestarian digital dilakukan dengan spesifikasi dan perhitungan optikal yang
obyektif, dan dikenal sebagai ‘melestarikan tampilan’ isi yang ditulis pada kertas yang rentan
menjadi lapuk dan dialihkan melalui digitalisasi kepada piranti penyimpanan lain. Dengan
demikian maka sebuah depot atau tempat penyimpanan digital dibuat untuk melestarikan isi dari
arsip kertas yang asli. Digitalisasi adalah sebuah metode untuk melestarikan arsip.
Melestarikan tampilan memerlukan pendekatan yang canggih. Dapat dilakukan dengan
menggunakan kamera foto digital atau alat pemindai buku. ANRI dan Yayasan Corts memilih
alat pemindai Zeutsche OS 14000 A1 yang sering digunakan untuk memindai jilid-jilid tebal
dengan baik. Alat ini diberi kalibrasi yang sempurna di pabrik Zeutschel di Tubingen, Jerman dan
dengan alat ini diperoleh hasil pemindaian 3D berwarna yang berkualitas tinggi, bahkan sudah
pada awal pemakaiannya. Dengan bantuan ahli-ahli dari Belanda, pemindaian dilakukan sesuai
Petunjuk Metaformoze Preservation Imgaging Guidelines 1.0 (April 2012).
Melakukan digitalisasi sesuai standar mutu terbaik di dunia, perlu dilengkapi dengan
menyiapkan sebuah tempat penyimpanan mumpuni untuk jangka panjang. Ribuan hasil
pemindaian harus disimpan sedemikian rupa sehingga kaitannya dengan yang asli masih bisa
dirunut dengan bantuan sistem manajemen arsip. Hasil pemindaian bermutu tinggi dari berjilidjilid arsip asli dan membangun sebuah sistem manajemen arsip yang baik merupakan unsur-unsur
krusial untuk pelestarian skala besar.
Pemindaian di ANRI dilakukan oleh sebuah tim operator yang terlatih dan ahli TI
(Teknologi Informasi) dari unit preservasi dan TI di ANRI. Dua kelompok masing-masing terdiri
dari dua operator melakukan Universal Test Target (UTT) dan membuat analisis pada hasil setiap
hari. Sebuah alur kerja yang terorganisasikan dengan baik menjamin hasil keluaran per minggu
sebanyak 4 – 5.000 hasil pemindaian dalam bentuk TIFF dan JPG.

2. Preservasi yang dilakukan di UWK Surabaya
Di perpustakaan Universitas Wijaya Kusuma ini selain koleksi cetak, terdapat pula koleksi
digital sebagai koleksi perpustakaan. Tentunya di masing-masing perpustakaan cara preservasi
koleksi digital yang dilakukan ada yang sama ada pula yang tidak. Dan itu bergantung pada
kesadaran masing-masing pustakawan dalam melestarikan dan menjaga koleksi yang dimiliki
agar tetap bisa dimanfaatkan oleh user.
Koleksi digital yang dimiliki oleh perpustakaan UWK ini meliputi e-book dan e-journal
yang dimiliki dan di langgan perpustakaan, serta skripsi dan tesis mahasiswa UWK sendiri yang
telah dialihmediakan dalam bentuk digital yang berformat pdf.
Cara pengalihmediaannya yaitu dengan meminta pada fakultas-fakultas skripsi yang akan di
jilid, kemudian di scan. Hal ini dilakukan sebelum skripsi tersebut dijilid agar pustakawan tidak
merusak koleksi dan tidak bekerja dua kali untuk mengalihmediakan skripsi tersebut, karena
masih berupa lembaran. Selain itu, mahasiswa juga diwajibkan untuk memberikan softfile skripsi
ke dalam CD untuk diserahkan kepada perpustakaan. Namun sayangnya, keberadaan CD ini
masih terbengkalai dikarenakan belum ada tindakan khusus mengenai perawatannya. Sehingga
koleksi tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh user.
Di perpustakaan UWK, terdapat 2 perangkat computer yang dikhususkan untuk mengakses
koleksi digital. Hal ini tentunya berbeda dengan yang terdapat di perpustakaan Unair, yang
memiliki beberapa perangkat computer yang bisa dipakai untuk mengakses koleksi digital yang
dimiliki UNAIR. Tempat penyimpanan yang dipakai untuk menyimpan koleksi digital berupa
hard disk, CD dan juga Flash disk. Mereka memiliki back-up data pada setiap koleksi digital
yang dimiliki, tetapi masih belum maksimal dikarenakan mereka hanya menyimpan saja belum
ada perlakuan khusus terhadap koleksi digital tersebut.
Untuk metode preservasi yang digunakan oleh perpustakaan UWK menyangkut dengan
koleksi digitalnya, mereka hanya menggunakan metode Refresing. Yaitu dengan memindahkan
file digital dari satu media penyimpanan ke media penyimpanan lain yang mempunyai tipe sama.
Pernah dulu sempat akan menggunakan Migrasi (proses transfer koleksi digital secara
periodik dari perangkat keras atau perangkat lunak satu ke lainnya yang lebih baru (uptodate)
untuk melestarikan koleksi digital dan agar koleksi digital tersebut dapat diakses dari masa ke
masa), sudah pernah diprogramkan oleh perpustakaan. Namun belum pernah diaplikasikan oleh
perpustakaan UWK dikarenakan tenaga yang kurang memadai dan waktu yang dibutuhkan
menungkinkan akan menyita waktu, sehingga perpustakaan UWK hanya menggunakan metode
Refresing sebagai metode preservasinya hingga saat ini.

4. KESIMPULAN
Kegiatan preservasi digital sebenarnya adalah memastikan informasi yang tersimpan
dalam media digital tersebut tetap dapat diakses oleh siapapun yang memerlukannya baik di
masa kini ataupun di masa yang akan datang. Perpustakaan yang telah mengambil keputusan
untuk melakukan preservasi digital seharusnya mempertimbangkan resiko untuk setiap format
digital yang hendak dilestarikan, sebab setiap format langsung berkaitan dengan perangkat
lunak dan perangkat keras yang menjalankannya.
Namun, preservasi dalam sudut pandang masyarakat Indonesia belum menjadi prioritas.
Hanya sedikit lembaga perpustakaan yang memiliki kesadaran untuk melakukan preservasi
digital. Selain itu juga dikarenakan beberapa hambatan melingkupi kapabilitas pustakawan
dalam bidang Information Technology dan pendanaan untuk mendukung program preservasi.
Melihat beberapa hambatan tersebut, maka strategi yang dapat dilakukan adalah
menciptakan kesadaran masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan untuk
warisan budaya generasi Indonesia di masa mendatang; membangun dan mengusulkan
inisiatif preservasi digital secara signifikan secara berkelanjutan; membuat kebijakan
preservasi digital pada perpustakaan; menjadikan preservasi digital sebagai salah satu prioritas
dalam alokasi dana.
Oleh karena itu ketika akan melakukan digitalisasi dokumen, hendaknya sudah
dipikirkan pula preservasi dokumen yang akan dilakukan. Indonesia dikenal sebagai bangsa
yang senang membuat atau membangun sesuatu yang bagus dan menarik akan tetapi tidak
pandai merawatnya sehingga akhirnya menjadi rusak.

DAFTAR PUSTAKA

Arsip Nasional Republik Indonesia. “Preservasi Digital”. 27 Mei 2017. https://sejarahnusantara.anri.go.id/id/digital_preservation/
Feather, John. 1991. Preservation and the Management of Library Collections. London: The
Library Association.
Hendarwati, Wira Puji. 2014. “Isu-Isu Preservasi Digital Dan Strategi Preservasi Sumber-Sumber
Informasi Digital”. Yogyakarta: Visi Pustaka.
Lazinger SS. 2001. Digital Preservation and Metadata: History, Theory, Practice. Englewood,
Colorado: Libraries Unlimited.
Pendit, Putu Laxman. 2008. Perpustakaan digital dari A sampai Z. Jakarta: Cita Karyakarsa
Mandiri
Sutarno Ns. (2004). Manajemen Perpustakaan. Jakarta: Samitra Media Utama.

Biografi Penulis
Fithria Rizka S, seorang mahasisiwi Pascasarjana minat studi Manajemen
Informasi dan Perpustakaan Universitas Gadjah Mada. Biasa dipanggil
Rizka. Lahir di sebuah kota di Provinsi Sumatea Utara yakni di kota
Tanjungbalai, pada tanggal 05 April 1994. Anak pertama dari tiga
bersaudara. Menamatkan Pendidikan S1 di Universitas Diponegoro,
Jurusan Ilmu Perpustakaan pada tahun 2015.

Penulis bisa dihubungi melalui:
Whats App/Tlp
: 081376101030
Email
: Fithriarizkas@yahoo.co.id
Facebook
: Fithria Rizka
IG
: rizkasirait