Dampak Pendidikan Kesehatan Tentang Hipertensi Terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah Ibu Hamil di Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar pada individu, kelompok, atau masyarakat dari tidak tahu nilai kesehatan menjadi tahu, dan dari tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri menjadi madiri (Suliha, 2002).

Pendidikan kesehatan merupakan bentuk tindakan mandiri keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang didalamnya perawat berperan sebagai perawat pendidik (Herawani, 2001).

Secara umum, tujuan pendidikan kesehatan ialah mengubah perilaku individu/masyarakat di bidang kesehatan (WHO, 1945) yang dikutip oleh Notoatmojo (1997). Tujuan ini dapat diperinci lebih lanjut menjadi: menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat, menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat, mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada (Herawani, 2001).

Secara operasional, tujuan pendidikan kesehatan diperinci oleh Wong (1974) yang dikutip Tafal (1984) sebagai berikut: agar penderita (masyarakat) memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada kesehatan (dirinya), keselamatan lingkungan, dan masyarakatnya, agar orang melakukan


(2)

langkah-langkah positif dalam mencegah terjadinya sakit, mencegah berkembangnya sakit menjadi lebih parah dan mencegah keadaan ketergantungan melalui rehabilitasi cacat yang disebabkan oleh penyakit, agar orang memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistensi dan perubahan-perubahan sistem dan cara memanfaatkannya dengan efisien dan efektif, agar orang mempelajari apa yang dapat dia lakukan sendiri dan bagaimana caranya, tanpa selalu meminta pertolongan kepada sistem pelayanan kesehatan yang formal (Herawani, 2001).

Dari kedua uraian tentang tujuan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah pemahaman individu, kelompok, dan masyarakat di bidang kesehatan agar menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai, mandiri dalam mencapai hidup sehat, serta dapat menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada dengan tepat dan sesuai (Herawani, 2001).

2.1.1.Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, yaitu: dimensi sasaran pendidikan kesehatan, dimensi tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan, dan dimensi tingkat pelayanan pendidikan kesehatan (Herawani, 2001).

Dimensi sasaran pendidikan kesehatan yang meliputi, pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu, pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok, pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat. Dimensi tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan, menurut


(3)

dimensi pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat berlangsung di berbagai tempat sehingga dengan sendirinya sasarannya juga berbeda. Misalnya: pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid, yang pelaksanaannya diintegrasikan dalam upaya kesehatan sekolah (UKS), pendidikan kesehatan di pelayanan kesehatan, dilakukan di Pusat Kesehatan Masyarakat, Balai Kesehatan, Rumah Sakit Umum maupun Khusus dengan sasaran pasien dan keluarga pasien, pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan. Dimensi tingkat pelayanan pendidikan kesehatan. Dalam dimensi tingkat pelayana kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five levels prevention) dari Leavel dan Clark, yaitu: Promosi Kesehatan (HealthPromotion), Perlindunga Khusus (SpesificProtection), Diagnosa Dini dan Pengeobatan Segera (EarlyDiagnosisandPromptTreatment), Pembatasan Cacat (DisabilityLimitation), Rehabilitasi (Rehabilitation) (Herawani, 2001). 2.1.2.Metode Pendidikan Kesehatan

Ada beberapa metode dalam pendidikan kesehatan, yaitu metode pendidikan individual dengan cara bimbingan dan penyuluhan (gauidance and counseling) dan wawancara (interview). Metode pendidikan kelompok; kelompok besar (misal, ceramah dan seminar) dan kelompok kecil (misal diskusi kelompok, curah pendapat/BrainStorming, bola salju/SnowBalling, kelompok kecil-kecil/Buzz Group, memaikanperan/role play, permainan simulasi/Simulation Game) (Maharani, 2011).


(4)

Pendidikan kesehatan dapat diberikan pada saat pertama kali ibu memeriksakan kehamilannya dalam program AntenatalCare(ANC). Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, hingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba, 2008).

Kunjungan antenatal untuk pemantauan dan pengawasan kesejahteraan ibu dan anak minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu sebagai berikut: sampai dengan kehamilan trimester pertama (<14 minggu) satu kali kunjungan, dan kehamilan trimester kedua (14-28 minggu) satu kali kunjungan dan kehamilan trimester ketiga (28-36 minggu dan sesudah minggu ke-36) dua kali kunjungan (Saifuddin, 2005 dalam Siregar 2013). Dalam masa kehamilan ibu harus memeriksakan kehamilan ke tenaga kesehatan paling sedikit 4 kali : Trismester I 1 kali, Trismester II 1 kali Trismester III 2 kali. Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), pemeriksaan kehamilan berdasarkan kunjungan antenatal dibagi atas : kunjungan Pertama (K1) Meliputi : (1) Identitas/biodata, (2) Riwayat kehamilan, (3) Riwayat kebidanan, (4) Riwayat kesehatan, (5) Riwayat sosial ekonomi, (6) Pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan, (7) Penyuluhan dan konsultasi. Kunjungan Keempat (K4) Meliputi : (1) Anamnese (keluhan/masalah) (2) Pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan, (3) Pemeriksaan psikologis, (4) Pemeriksaan laboratorium bila ada indikasi/diperlukan, (5) Diagnosa akhir (kehamilan normal, terdapat penyulit, terjadi komplikasi, atau tergolong kehamilan risiko


(5)

tinggi (6) Sikap dan rencana tindakan (persiapan persalinan dan rujukan). Menurut Muchtar (2005), jadwal pemeriksaan antenatal yang dianjurkan adalah : pemeriksaan pertama kali yang ideal yaitu sedini mungkin ketika haid terlambat satu bulan, periksa ulang 1 kali sebulan sampai kehamilan 7 bulan, periksa ulang 2 kali sebulan sampai kehamilan 9 bulan, pemeriksaan ulang setiap minggu sesudah kehamilan 9 bulan, periksa khusus bila ada keluhan atau masalah.

Pelayanan/asuhan standar minimal termasuk “7 T” yaitu: (Timbang) berat badan, ukur (Tekanan) darah, ukur (Tinggi) fundus uteri, pemberian imunisasi (Tetanus Toxoid), pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan, tes terhadap penyakit menular sexual, temu wicara dalam rangka persiapan rujukan. (Saifudin, 2002).

2.2. Tekanan Darah

Tekanan darah merupakan gaya (dorongan) darah ke dinding arteri saat darah dipompa keluar dari jantung keseluruh tubuh. Tekanan sistolik: tekanan saat jantung berdenyut atau berkontraksi memompa darah ke sirkulasi. Tekanan diastolik: tekanan paling rendah yang terjadi di antara dua denyut jantung (Palmer, 2005).

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah jantung, ketegangan arteri, dan volume laju serta kekentalan (viskositas) darah Tekanan darah terjadi akibat fenomena siklik. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel


(6)

berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat (Smeltzer, 2002).

Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai risiko tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar 100/60 sampai 140/90 mmHg. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 mmHg (Smeltzer, 2002). Hal ini sesuai dengan pernyataan Ganong (2003) bahwa tekanan arteri secara konvensional ditulis sebagai tekanan sistolik diatas tekanan diastolik, misalnya 120/70 mmHg.

Tekanan darah diukur dengan menggunakan alat spygmomanometer (tensimeter) dan stetoskop. Ada tiga tipe dari spygmomanometer yaitu dengan menggunakan air raksa atau merkuri, aneroid, dan elektronik. Tipe air raksa adalah jenis spygmomanometer yang paling akurat. Tingkat bacaan dimana detak tersebut terdengar pertama kali adalah tekanan sistolik. Sedangkan tingkat dimana bunyi detak menghilang adalah tekanan diastolik. Spygmomanometer aneroid prinsip penggunaannya yaitu menyeimbangkan tekanan darah dengan tekanan dalam kapsul metalis tipis yang menyimpan udara didalamnya. Spygmomanometer elekrtonik merupakan pengukur tekanan darah terbaru dan lebih mudah digunakan dibanding model standar yang menggunakan air raksa, tetapi akurasinya juga relatif rendah. Sebelum mengukur tekanan darah yang harus diperhatikan yaitu: jangan minum kopi atau merokok 30 menit sebelum pengukuran dilakukan, duduk bersandar selama 5 menit dengan kaki menyentuh lantai dan tangan sejajar dengan jantung (istirahat), memakai baju lengan pendek, kemudian buang air kecil


(7)

dulu sebelum diukur, karena kandung kemih yang penuh dapat mempengaruhi hasil pengukuran (Sustrani, 2004).

2.2.1.Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah, yaitu: umur, jenis kelamin, suku, dan status sosioekonomi.

Pada sebagian besar populasi di negara barat, TDS cenderung meningkat secara progresif pada masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa untuk mencapai nilai rata-rata 140 mmHg (18,7 kPa) pada usia 70-an atau 80-an. TDD juga cenderung meningkat dengan bertambahnya umur, tetapi dengan laju lebih rendah daripada TDS, dan nilai rata-rata cenderung tetap datar atau turun setelah umur 50-an. Ini mengakibatkan peningkatan tekanan nadi, dan peningkatan sekali-sekali TDS menjadi hal yang biasa dengan bertambahnya umur (Padmawinata, 2001).

Pada usia dini tidak terlihat bukti nyata tentang adanya perbedaan tekanan darah antara pria dan wanita. Akan tetapi, mulai pada masa remaja, pria cenderung menunjukkan aras rata-rata yang lebih tinggi. Perbedaaan ini lebih jelas pada orang dewasa muda dan orang setengan baya (Padmawinata, 2001).

Kajian populasi selalu menunjukkan bahwa aras tekanan darah pada masyarakat kulit hitam lebih tinggi ketimbang aras pada golongan suku lain. Suku mungkin berpengaruh pada hubungan antara umur dan tekanan darah, seperti yang ditunjukkan oleh kecenderungan tekanan darah yang meninggi bersamaan dengan bertambahnya umur secara progresif pada orang Amerika


(8)

berkulit hitam keturunan Afrika ketimbang pada orang Amerika berkulit putih (Padmawinata, 2001).

Di negara-negara yang berada pada tahap pasca-peralihan perubahan ekonomi dan epidemiologi, selalu dapat ditunjukkan bahwa aras tekanan darah dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi terdapat pada golongan sosioekonomi rendah. Hubungan yang terbalik itu ternyata berkaitan dengan tingkat pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan. Akan tetapi, dalam masyarakat yang berada dalam masa peralihan atau pra-peralihan aras tinggi tekanan darah dan prevalensi-hipertensi yang lebih tinggi ternyata terdapat pada golongan sisioekonomi yang lebih tinggi. Ini barangkali menggambarkan tahap awal epidemis penyakit kardiovaskular (Padmawinata, 2001).

2.2.2.Komplikasi

Jika tekanan darah menjadi lebih tinggi, akan merusak dinding arteri (pembuluh darah). Setelah beberapa tahun, kerusakan ini akan meningkatkan risiko terkena penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, perdarahan atau lepasnya retina (bagian belakang mata), dan gagal ginjal (Hart, 2009).


(9)

2.3. Hipertensi selama Kehamilan 2.3.1.Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan pada tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolik 120 mmHg (Sharon, 1996). Menurut Sorensen (1996), tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah tinggi merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih (Hearrison, 1997). Tekanan darah tinggi merupakan gangguan asimptomatik yang sering terjadi ditandai dengan peningkatan tekanan darah secara persisten (Potter & Perry, 2005).

Tekanan darah tinggi atau hipertensi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: faktor genetik, perilaku, mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol, obesitas, mengkonsumsi alkohol, merokok, tingginya asupan garam, kurang olahraga, usia dan Psikis.

Menurut Muhummadun (2010), faktor genetik mempunyai hubungan dengan terjadinya tekanan darah tinggi atau hipertensi pada orang-orang yang mempunyai riwayat keluarga penderita hipertensi. Seseorang dengan orangtua yang menderita hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada yang tidak mempunyai riwayat keluarga hipertensi (Anindya, 2009). Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada bukti gen yang diturunkan untuk masalah tekanan darah tinggi (swebee.com, 2009).


(10)

Faktor perilaku yang dapat menyebabkan tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah gaya hidup yang kurang baik misalnya:

Jika seseorang mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung lemak dan kolesterol dapat menyebabkan penimbunan lemak disepanjang pembuluh darah (Muhummadun, 2010). Penimbunan lemak tersebut akan menyebabkan aliran darah menjadi kurang lancar dan menyempitkan aliran pembuluh darah tersebut (Muhummadun, 2010). Penyempitan dan penyumbatan lemak ini memacu jantung untuk memompa darah lebih kuat lagi agar dapat memasok kebutuhan darah ke jaringan. Akibatnya tekanan darah menjadi meningkat (Muhummadun, 2010).

Semakin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh (Muhummadun, 2010). Ini berarti bahwa volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding pembuluh darah dengan kata lain tekanan darah akan meningkat (Muhummadun, 2010).

Alkohol dapat merusak fungsi saraf pusat maupun tepi (Sheps, 2002). Apabila saraf pusat terganggu, maka pengaturan tekanan darah akan mengalami gangguan pula (Muhummadun, 2010). Pada seseorang yang sering minum minuman dengan kadar alkohol tinggi, tekanan darah mudah berubah dan cenderung meningkat tinggi (Muhummadun, 2010).

Alkohol juga bisa meningkatkan keasaman darah (Sheps, 2002). Darah menjadi lebih kental. Kekentalan darah ini memaksa jantung memompa darah


(11)

lebih kuat lagi, agar darah dapat sampai ke jaringan yang membutuhkan dengan cukup (Muhummadun, 2010). Akibatnya tekanan darah jadi meningkat. Merokok dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, hal ini disebabkan karena rokok banyak mengandung zat kimia yang berbahaya bagi tubuh seperti tar, nikotin dan gas karbon monoksida (Muhummadun, 2010). Nikotin merangsang sekresi hormon adrenalin yang menyebabkan jantung berdebar-debar, meningkatkan tekanan darah serta kadar kolesterol dalam darah (Muhummadun, 2010).

Mengkonsumsi garam secara berlebihan (5 -15 gram/hari) dapat meningkatkan tekanan darah (Muhummadun, 2010). Pengaruh asupan garam terhadap tekanan darah tinggi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Garam menarik cairan di luar sel agar tidak keluar (Sheps, 2002). Hal ini menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh. Penumpukan cairan ini akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Muhummadun, 2010).

Kurang olah raga dan bergerak bias menyebabkan tekanan darah dalam tubuh meningkat (swebee.com, 2009). Aktifitas fisik sangat penting untuk mengendalikan tekanan darah (Sheps, 2002). Aktifitas fisik dapat membuat jantung lebih kuat (Sheps, 2002). Jantung mampu memompa lebih banyak darah dengan hanya sedikit usaha (Sheps, 2002). Makin ringan kerja jantung untuk memompa darah maka makin sedikit pula beban tekanan pada arteri (Muhummadun, 2002).


(12)

Pada usia yang semakin tua, pengaturan metabolisme zat kapur (kalsium) terganggu, sehingga banyak zat kapur yang beredar bersama darah (Muhummadun, 2010). Banyaknya kalsium dalam darah (hypercalcidemia) menyebabkan darah menjadi lebih padat, sehingga tekanan darah menjadi meningkat. Endapan kalsium di dinding pembuluh darah (arteriosclerosis) menyebabkan penyempitan pembuluh darah (Sheps, 2010). Akibatnya, aliran darah menjadi terganggu. Hal ini dapat memacu peningkatan tekanan darah (Muhummadun, 2010).

Bertambahnya usia juga menyebabkan elastisitas arteri berkurang (Muhummadun, 2010). Arteri tidak dapat lentur dan cenderung kaku, sehingga volume darah yang mengalir sedikit dan kurang lancar (Asdie, 2000). Agar kebutuhan darah di jaringan tercukupi, maka jantung harus memompa darah lebih kuat lagi. Sehingga tekanan di pembuluh darah meningkat (Muhummadun, 2010).

Faktor psikis, misalnya stress. Pada saat stress seseorang akan merasa cemas dan mudah marah (Muhummadun, 2010). Saat stress tubuh melepaskan hormon catecholamine. Hormon ini berpengaruh terhadap peningkatan resistensi perifer dan pembuluh darah sehingga tekanan darah akan meningkat. Pada saat keadaan stress, saraf simpatis juga merangsang pengeluaran hormon adrenalin (Sheps, 2010). Hormon ini dapat menyebabkan jantung berdenyut lebih cepat dan menyebabkan penyempitan kapiler darah tepi. Hal ini bisa mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah (Muhummadun, 2010).


(13)

2.3.2.Klasifikasi Tekanan Darah Tinggi

Pembagian hipertensi atau tekanan darah tinggi dapat dibedakan berdasarkan penyebab terjadinya hipertensi (esensial/primer dan sekunder)serta berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolik.

Tekanan darah tinggi esensial: tekanan darah tinggi esensial adalah tekanan darah tinggi yang tidak jelas atau belum diketahui pasti penyebabnya (Rusyanuddin, 2006). Tekanan darah tinggi esensial disebut juga tekanan darah tinggi primer atau idiopatik (Setiawati & Bustami, 2005). Lebih dari 90% kasus tekanan darah tinggi termasuk dalam kelompok tekanan darah tinggi esensial (Setiawati & Bustami, 2005). Penyebab tekanan darah tinggi esensial adalah multifaktor, antara lain faktor genetik, faktor perilaku, faktor usia dan faktor psikis (Sobel & Bakris, 2005).

Tekanan darah tinggi skunder: tekanan darah tinggi skunder adalah tekanan darah tinggi yang disebabkan oleh penyakit lain. Beberapa penyakit yang bisa menyebabkan tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah penyakit ginjal, kelainan hormonal, dan penggunaan obat-obatan (Setiawati & Bustami, 2005).

Berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolik dalam satuan mmHg tekanan darah dibagi menjadi beberapa kategori seperti yang tertera pada tabel 2.1 berikut.


(14)

Tabel 2.1. Kategori Tekanan Darah

Kategori Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

Tekanan Darah Diastolik (mmHg)

Normal < 130 <85

Normal Tinggi 130-139 85-89

Hipertensi

Tingkat 1 (ringan) 140-159 90-99 Tingkat 2 (sedang) 160-179 100-109 Tingkat 3 (berat) 180-209 110-119 Tingkat 4 (sangat berat) 210 atau lebih 120 atau lebih

Menurut The Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, AS dalam Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995

Sebagian besar penderita tekanan darah tinggi tidak mengalami gejala spesifik yang menunjukkan peningkatan tekanan darah (Ruhyanuddin, 2006). Jika hipertensinya berat dan tidak segera diobati, maka timbul gejala seperti sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan kabur dan penurunan kesadaran (Ruhyanuddin, 2006).


(15)

2.3.3.Hipertensi Kehamilan

Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan sistolik sampai mencapai atau melebihi 140/90 mmHg. Jika tekanan darah ibu pada trimester pertama diketahui, maka angka tersebut dipakai sebagai patokan dasar tekanan darah dasar ibu. Dengan menggunakan informasi ini, definisi alternatif hipertensi merupakan kenaikan nilai sistolik sebesar 30% mmHg atau lebih atau kenaikan tekanan diastolik sebesar 15% mmHgdi atas nilai tekanan dasar ibu. Peningkatan tekanan darah harus terjadi sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan dengan jarak empat sampai enam jam (Bobak, 2004).

Hipertensi adalah kondisi medis yang paling sering mempengaruhi wanita usia subur (Bothamley & Maureen, 2011). Hipertensi didiagnosis apa bila tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih dengan menggunakan fase V Korotkoff untuk menentukan tekana diastolik. Berkembangnya hipertensi selama kehamilan atau dalam 24 jam pertama postpartum pada seorang wanita yang sebelumnya normotensi. Gangguan hipertensi dalam kehamilan, meliputi; hipertensi Kronik, hipertensi transier selama kehamilan, preeklamsia (Cunnigham, 2005). Hipertensi selama kehamilan merupakan suatu komplikasi serius yang membutuhkan evaluasi saksama (Ben-zion, 1994).

Tekanan darah menurun selama separuh waktu pertama kehamilan, turun sampai 10 mmHg. Titik terendah pada pertengahan trimester kedua, normalnya < 75 mmHg diastolik pada akhir trimester kedua. Pada masa akhir


(16)

kehamilan, hampir sama dengan tekanan prepartum, normalnya < 85 mmHg diastolik pada trimester ketiga (Sobel, 1998).

2.3.4.Etiologi

Plasenta biasanya dianggap sebagai penyebab utama gangguan hipertensi pada kehamilan karena setelah kelahiran, penyakit ini berkurang. Pada plasenta normal, plasenta melibatkan invasi desidua oleh sinsitiotrofoblas. Selama awal kehamilan, dinding otot dan endoteliumarterial terkikis dan digantikan oleh trofoblas untuk memberikan lingkungan yang optimal bagi perkembangan blastosis. Fase kedua proses invasi ini terjadi antara gestasi minggu ke-16 dan ke-20 saat trofoblas mengikis myometrium arteri spiral. Pada pre-eklamsia, invasi trofoblastik arteri spiral mengalami hambatan sehingga mengakibatkan penurunan perfusi plasenta, yang akhirnya dapat menyebabkan hipoksia plasenta (Fraser & cooper, 2009).

Plasenta abnormal dan penurunan perfusi plasenta juga dapat terjadi pada kondisi yang berhubungan dengan penyakit mikrovaskuler, misalnya diabetes, hipertensi, dan trombofilia. Hal ini dapat terjadi jika terdapat massa plasenta yang besar seperti pada kehamilan kembar atau penyakit trofoblastik gestasional. Ibu yang menderita penyakit ini berisiko tinggi mengalami pre-eklamsia (Fraser & cooper, 2009).


(17)

2.3.5.Patofisiologi

Kegagalan invasi sel trofoblas untuk memaksimalkan modifikasi arteri spiralis uterus

Penurunan darah uterus Penurunan ekspansi plasma

Iskemia plasenta relatif

Reaksi inflamasi intravaskular umum Disfungsi endothelial

Ginjal Aliran darah ginjal Kerusakan membran glomerulus

Kehilangan protein

Gg. Ekskresi asam urat & kreatinin Sensitivitas terhadap angiotensin

Komplikasi janin: hambatan pertumbuhan, penurunan cairan amnion, penurunan aliran darah

arteri umbilikalis

Vasokonstriksi arteriola pada organ tubuh mayor

Kardiovaskular

Tekanan darah untuk mengkompensasi Perfusi

Ekspansi volume plasama

Tekanan osmotik koloid rendah_edema

Hematologi Hematokrit dan Hb

Konsumsi trombosit Aktivasi sistem Pembekuan Pembentukan mikrotrombi Hati

Perdarahan, kerusakan iskemia, dan trombosis

Nyeri epigastrik dan muntah Sindrom HELLP

Sistem saraf


(18)

2.3.6.Klasifikasi

Gangguan hipertensi pada kehamilan mengacu pada berbagai keadaan, dimana terjadi peningkatan tekanan darah maternal disertai risiko yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan janin. Awalnya, gangguan hipertensi kehamilan disebut toksemia, tetapi istilah ini kurang tepat karena tidak ada agens tosik atau toksin yang bisa ditemukan (Bobak, 2004). Penelitian terbaru yang dilakukan oleh National High Blood Pressure Edication Program Working Group onHigh Blood Pressure Pregnancy (2000) menjelaskan tentang lima kategori utama hipertensi selama kehamilan; hipertensi kronik, hipertensi gestasional, preeklamsia, eklamsia, dan preeklamsia yang terjadi pada hipertensi kronis (Fraser & Cooper, 2009).

2.3.6.1. Hipertensi Kronis

Hipertensi kronis didefinisikan sebagai hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum usia kehamilan 20 minggu. Hipertensi yang menetap lebih dari enam minggu pascapartum juga diklasifikasikan sebagai hipertensi kronis (Bobak, 2004).

Hipertensi yang diketahui terjadi sebelum kehamilan atau peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg sebelum usia gestasi 20 minggu, dan berlanjut hingga 6 minggu setelah melahirkan (Rraser & Cooper, 2009). Penyakit hipertensi kronik ialah adanya hipertensi yang persisten, oleh berbagai sebab, sebelum kehamilan atau sebelum umur kehamilan 20 minggu, atau melebihi 42 hari postpartum (Ben-zion, 1994).


(19)

Hipertensi kronik diperkirakan memiliki dua kemungkinan penyebab; yang pertama, merupakan masalah jangka panjang, terjadi sebelum kahamilan dimulai, contohnya hipertensi esensisal yang terjadi pada 5% kasus hipertensi pada kehamilan. Yang kedua, dapat terjadi akibat masalah medis yang sudah ada sebelumnya, misalnya: penyakit ginjal, SLE, stenosis aorta, sindrom Cushing, fekromositoma, yang jarang terjadi, tetepi marupakan tumor medulla adrenal yang berbahaya (Fraser & Cooper, 2009).

Hasil perinatal pada hipertensi kronik ringan cukup baik. Namun demikian, morbiditas dan ortalitas perinatal meningkat pada mereka yang menderita hipertensi kronik berat atau yang dipersulit preeklamsi. Komplikasi lain tidak berkaitan dengan kehamilan dan meliputi gagal ginjal dan perdarahan serebral. Pada 1-2% kasus, ensefalopati hipertensif dapat terjadi jika tekanan darah tiba-tiba meningkat hingga lebih dari 250/150 mmHg. Mortilitas maternal akan tinggi jika feokromositoma tidak terobati (Fraser & Cooper, 2009).

Penatalaksanaan hipertensi kronis dapat dibedakan berdasarkan tingkatan hipertensi. Hipertensi kronik ringan, keadaan ini didefinisiskan sebagai tekanan darah sistolik <160 mmHg dan tekanan diastolik<110 mmHg. Ibu yang menderita hipertensi kronik ringan cenderung tidak memerlukan hospitalisasi antenatal dan dapat dirawat di komunitas oleh bidan dan dokter umum. Kondisi ibu harus dipantau dengan cermat untuk mengidentifikasi jika terjadi preeklamsi. Hipertensi kronik berat, tekanan darah sistolik >160 mmHg dan takan darah diastolik >110 mmHg. Idealnya, ibu harus dirawat oleh tim


(20)

obstetrik dan dokter. Ibu dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan antenatal dengan sering untuk memantau kondisinya (Fraser & Cooper, 2009).

2.3.6.2. Hipertensi Gestasional

Hipertensi akibat kehamilan/hipertensi gestasional yang didefinisikan sebagai peningkatan takanan darah (TD) pada paruh kedua atau trimester ketiga kehamilan tanpa gambaran lain preeklamsia (Billington, 2009).

Diagnosa hipertensi gestasional ditegakkan pada wanita yang tekanan darahnya mencapai 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kali selama kehamilan, tetapi belum mengalami proteinuria. Hipertensi gestasional disebut hipertensi transien apa bila tidak terjadi preeklamsi dan tekanan darah telah kembali normal dalam 12 minggu postpartum (Cunnigham, 2005).

wanita dengan hipertensi gestasional dapat memperlihatkan tanda-tanda yang berkaitan dengan preeklamsi, misalnya; nyeri kepala, nyeri epigastrium, atau trombisitopenia yang mempengaruhi penatalaksanaan (Cunnigham, 2005). 2.3.6.3. Preeklamsia

Preeklamsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. Preeklamsia merupakan penyakit vasospastik, yang melibatkan banyak sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi dan proteinuruia (Bobak, 2004).

Pre-eklamsia adalah sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Merupakan gangguan multisistem dengan etiologi kompleks yang khusus terjadi selama kehamilan.


(21)

Milne (2005) menyatakan bahwa preeklamsia biasanya didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah dan proteinuria yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu (Bothamley & Maureen, 2011).

Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum bisa diketahui secara pasti. Namun banyak teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap benar-benar mutlak.

Preeklamsia adalah suatu penyakit yang hanya terjadi pada kehamilan manusia. Tanda dan gejala timbul hanya selama masa hamil dan menghilang dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir. Tidak ada profil tertentu yang mengidentifikasi wanita yang akan mengalami preeklamsia. Akan tetapi, ada beberapa faktor risiko tertentu yang berkaitan dengan perkembangan penyakit; primigravida, grand multigravida, janin besar, kehamilan dengan janin lebih dari satu, morbid obesitas (Bobak, 2004).

Pada preeklamsia, resistansi vaskular perifer meningkat, menyebabkan tekanan darah meningkat. Curah jantung agak menurun dari input parasimpatik. Preeklamsi menyebabkan peningkatan reaktivitas vaskular terhadap presor, termasuk angiotensin II, dan vasospasme merusak pembuluh darah, yang menyebabkan hipoksia lokal dan subendotelial menyimpan fibrinogen dan trombosit. Hemoragi, nekrosis, dan kerusakan organ-akhir terjadi. Vasokontriksi kerusakan endotelial, pembengkakan dan cadangan fibrin dapat mengurangi kecepatan glomerofiltrasi sebesar 25% dan meningkatkan permeabilitas terhadap protein. Hepar dapat membentuk


(22)

bercak-bercak nekrotik, meningkatkan kadar aspartat aminotransferase (AST) dan alanin aminotrasferase (ALT). Perlemakan hati akut pada kehamilan dapat merupakan manifestasi preeklamsia. Trombositipenia muncul bersama anemia hemolitik, dan koagulasi konsumtif terdapat apda preeklamsia fulminan. Hemoragi serebral, petekie juga hematoma besar terlihat, tetapi oedema serebral jarang terjadi. Gejala SSP eklamsia kemungkinan disebabkan oleh kerusakan sel endotelial bersama agregrasi trombosit dan cadangan fibrin (Constance, 2009).

Volume plasma menurun sekita 9% sebelum hipertensi terdeteksi. Derajat penurunan volume memprediksi keparahan PJT dan hipertensi. Tekanan vena sentral dan tekanan bajikapiler pulmonal tetap tinggi, dan penggantian volume dapat menyebabkan oedema paru. Elektrolit tidak banyak berbeda dari elektrolit pada kehamilan normal(Constance, 2009).

Varian preeklamsia berat yang terjadi pada 20-30% wanita dengan preeklamsia atau eklamsia. Sindrom HELLP (hemolisis. Peningkatan enzim hati, trombosit rendah) ditandai dengan peningkatan enzim hati dan trombositemia. Indikator hipertensi dan ginjal dari preekalmsia dapat tidak ada apda varian ini (Constance, 2009).

Proteinuria merupakan tanda penting preeklamsia, dimana terdapat 300 mg atau lebih protein dalam urine per 24 jam atau 30 mg/dl (+1 pada dipstick) secara pada sampel acak urine. Kombinasi proteinuria dan hipertensi selama kehamilan secara nyata meningkatkan risiko mortalitas dan morbiditas perinatal (Cunnigham, 1995). Kemungkinan tanda dan gejala lain pada


(23)

preeklamsia adalah sakit kepala, nyeri epigastrik, gangguan penglihatan, muntah, penurunan gerakan janin, ukuran janin kecil tidak sesuai dengan usia kehamilan (Bothamley & Maureen, 2011).

Ada beberapa faktor risiko terjadinya preeklamsia, yaitu primigravida atau > 10 tahun sejak kelahiran terakhir, kehamilan pertama dengan pasangan baru, riwayat keluarga dengan preeklamsia, khususnya pada ibu atau saudara perempuan (baik wanita hamil maupun pasangannya), kehamilan kembar, kondisi medis tertentu seperti hipertensi esensial, penyakit ginjal, diabetes, adanya proteinuria saat mendaftar untuk pemeriksaan (> 1+ pada lebih dari satu pemeriksaan atau > 0,3 g/24 jam), umur ≥ 40 tahun, obesitas (IMT > 35), IVF (fertilisasi in vivo) (Bothamley & Maureen, 2011).

Komplikasi yang terjadi pada preeklamsia, meliputi eklamsia, solusio plasenta, gagal ginjal, nekrosis hepar, ruptur hepar, anemia hemolitik mikroangiopatik, perdarahan otak, edema paru, dan pelepasan retina. Komplikasi janin meliputi: prematuritas, insufisiensi utero-plasental, retardasai pertumbuhan intrauteri dan kematian janin intrauteri (Prawirohardjo, 2008).

Pencegahan preeklamsia ini dilakukan dalam upaya untuk mencegah terjadinya preeklamsia pada perempuan hamil yang memiliki risiko preeklamsia. Menurut Prawirohadjo (2008), pencegahan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

Pencegahan non medikal, yaitu pencegahan dengan tidak memberikan obat, cara yang paling sederhana adalah dengan tirah baring. Kemudian diet, ditambah suplemen yang mengandung; minyak ikan yang kaya akan asam


(24)

lemak tidak jenuh, missal: omega-3 PUFA, antioksidan: vitamin C, vitamin E, dll, elemen logam besi: zinc, magnesium, kalium (Prawirohardjo, 2008).

Pencegahan dengan medikal, yaitu pemberian deuretik tidak terbukti mencegah terjadinya hipertensi bahkan memperberat terjadinya hipovolemia. Pemberian kalsium: 1500-2000 mg/hari, selain itu dapat pula diberikan zinc 200 mg/hari, magnesium 365 mg/hari. Obat trombotik yang dianggap dapat mencegah preeklamsi adalah aspirin dosis rendah rata-rata <100 mg/hari atau dipiridamole dan dapat juga diberikan obat antioksidan misalnya vitamin C dan vitamin E (Prawirohardjo, 2008).

2.3.6.4. Eklamsia

Eklamsia ialah terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai tanda dan gejala preeklamsia. Konvulsi atau koma dapat muncul tanpa didahului gangguan neurologis (Bobak, 2004).

Eklamsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan preeklamsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat grandmal dan mungkin timbul sebelum, selama, atau setelah persalinan. Namun, kejang yang timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama pada nulipara, dapat dijumpai pada 10 hari postpartum (Cunnigham, 2005).

Eklamsia didefinisikan sebagai kejang yang disertai tanda dan gejala preeklamsia. Peningkatan tekanan darah yang drastis, berkurangnya haluaran urine akibat vasospasme akut, peningkatan proteinuria, sakit kepala, yang biasanya berat, persisten, dan biasanya terletak dibagian frontal, mengantuk atau konfusi akibat edema serebral, gangguan penglihatan, seperti penglihatan


(25)

kabur atau flashing light akibat edema retina, nyeri epigastrik, yang menunjukan edema hati atau kerusakan fungsi hati, mual dan muntah (Fraser & Cooper, 2009).

Komplikasi yang terjadi pada eklamsia, meliputi solusio plasenta (abrupsio), trobosis atau perdarahan otak, kematian perinatal (10-30%), koagulasi intravascular diseminata, anemia hemolitik mikroangiopatik, nekrosis korteks ginjal, nekrosis tubular ginjal, gagal hepar dengan nekrosis periportal, ruptur hepatik, gagal jantung, edema paru, dan kematian ibu.

2.3.6.5. Preeklamsia yang Terjadi pada Hipertensi Kronis

Semua gangguan hipertensi kronik, apapun penyebabnya, merupakan predisposisi timbulnya preeklamsia atau eklamsia. Gangguan-gangguan ini dapat menimbulkan kesulitan dalam diagnosis dan penatalaksanaan wanita yang belum pernah diperiksa sampai pertengahan kehamilannya (Chunnigham, 2005).


(26)

2.4. Pemeliharaan Tekanan Darah

Pemeliharaan tekanan darah dapat dilakukan dengan cara menngubah gaya hidup seperti diet. Makanan sehat adalah hal yang penting, terutama saat hamil. Seorang wanita hamil harus memastikan untuk selalu mengasup kalori dari makanan-makanan bergizi agar dapat menunjangpertumbuhan dan perkembangan bayi.Pada sebagian besar wanita yang sedang hamil tidak selalu mendapatkan 1.000 mg kalsium harian yang disarankan. Kebutuhan kalsium yangtinggi, untuk pembentukan tulang dan organ lain janin. Bila terjadi kekurangan kalsium, kalsium bumil akan dikuras untuk memenuhi kebutuhan sehingga terjadi pengeluaran kalsium dari jaringan otot. Kekurangan kalsium yang terlalu lama, menyebabkan dikeluarkannya kalsium jaringan otot sehingga menimbulkan lemahnya kontraksi otot jantung dan menurunkan stroke volume, aliran darah akan menurun. kekurangan kalsium akan menimbulkan kontraksi pada otot pembuluh darah dimana terjadi vasokontriksi yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah (Manuaba, 2001).

Pemeliharaan tekanan darah juga dapat dilakukan dengan aktivitas atau olahraga. Olahraga bagi wanita hamil harus dilakukan hati-hati sesuai anjuran dokter maupun pakar olahraga. Senam hamil adalah terapi latihan gerak untuk mempersiapkan ibu hamil, secarafisik atau mental, pada persalinan cepat, aman dan spontan. Jenis olah tubuh yang paling sesuaiuntuk ibu hamil adalah senam hamil, disesuaikan dengan banyaknya perubahan fisik seperti padaorgan genital, perut kian membesar dan lain-lain. Dengan mengikuti senam hamil


(27)

secara teraturdan intensif, ibu hamil dapat menjaga kesehatan tubuh dan janin yang dikandung secara optimal.

Olahraga secara umum memberi banyak manfaat bagi wanita hamil, diantaranya adalah menjaga kelancaran kerja jantung dan peredaran darah, dengan berolahraga, sirkulasi darah dalam tubuh berjalan lancar. Hal ini mengakibatkan tubuhbisa lebih efisien “memompa” oksigen untuk memenuhi kebutuhan janin. Selain itu, sirkulasidarah yang lancar akan mencegah terjadinya varises (pelebaran pembuluh darah).

Melalui pendidikan kesehatan, diharapkan masyarakat memiliki dasar pemikiran tentang kondisinya, mengerti pencegahan kenaikan tekanan darah, melakukan deteksi dan penanganan hipertensi yang sudah nyata, serta melakukan tindakan pencegahan untuk mengendalikan hipertensi seperti pencegahan secara umum dan mengubah gaya hidup (Padmawinata, 2001).


(1)

bercak nekrotik, meningkatkan kadar aspartat aminotransferase (AST) dan alanin aminotrasferase (ALT). Perlemakan hati akut pada kehamilan dapat merupakan manifestasi preeklamsia. Trombositipenia muncul bersama anemia hemolitik, dan koagulasi konsumtif terdapat apda preeklamsia fulminan. Hemoragi serebral, petekie juga hematoma besar terlihat, tetapi oedema serebral jarang terjadi. Gejala SSP eklamsia kemungkinan disebabkan oleh kerusakan sel endotelial bersama agregrasi trombosit dan cadangan fibrin (Constance, 2009).

Volume plasma menurun sekita 9% sebelum hipertensi terdeteksi. Derajat penurunan volume memprediksi keparahan PJT dan hipertensi. Tekanan vena sentral dan tekanan bajikapiler pulmonal tetap tinggi, dan penggantian volume dapat menyebabkan oedema paru. Elektrolit tidak banyak berbeda dari elektrolit pada kehamilan normal(Constance, 2009).

Varian preeklamsia berat yang terjadi pada 20-30% wanita dengan preeklamsia atau eklamsia. Sindrom HELLP (hemolisis. Peningkatan enzim hati, trombosit rendah) ditandai dengan peningkatan enzim hati dan trombositemia. Indikator hipertensi dan ginjal dari preekalmsia dapat tidak ada apda varian ini (Constance, 2009).

Proteinuria merupakan tanda penting preeklamsia, dimana terdapat 300 mg atau lebih protein dalam urine per 24 jam atau 30 mg/dl (+1 pada dipstick) secara pada sampel acak urine. Kombinasi proteinuria dan hipertensi selama kehamilan secara nyata meningkatkan risiko mortalitas dan morbiditas perinatal (Cunnigham, 1995). Kemungkinan tanda dan gejala lain pada


(2)

preeklamsia adalah sakit kepala, nyeri epigastrik, gangguan penglihatan, muntah, penurunan gerakan janin, ukuran janin kecil tidak sesuai dengan usia kehamilan (Bothamley & Maureen, 2011).

Ada beberapa faktor risiko terjadinya preeklamsia, yaitu primigravida atau > 10 tahun sejak kelahiran terakhir, kehamilan pertama dengan pasangan baru, riwayat keluarga dengan preeklamsia, khususnya pada ibu atau saudara perempuan (baik wanita hamil maupun pasangannya), kehamilan kembar, kondisi medis tertentu seperti hipertensi esensial, penyakit ginjal, diabetes, adanya proteinuria saat mendaftar untuk pemeriksaan (> 1+ pada lebih dari satu pemeriksaan atau > 0,3 g/24 jam), umur ≥ 40 tahun, obesitas (IMT > 35), IVF (fertilisasi in vivo) (Bothamley & Maureen, 2011).

Komplikasi yang terjadi pada preeklamsia, meliputi eklamsia, solusio plasenta, gagal ginjal, nekrosis hepar, ruptur hepar, anemia hemolitik mikroangiopatik, perdarahan otak, edema paru, dan pelepasan retina. Komplikasi janin meliputi: prematuritas, insufisiensi utero-plasental, retardasai pertumbuhan intrauteri dan kematian janin intrauteri (Prawirohardjo, 2008).

Pencegahan preeklamsia ini dilakukan dalam upaya untuk mencegah terjadinya preeklamsia pada perempuan hamil yang memiliki risiko preeklamsia. Menurut Prawirohadjo (2008), pencegahan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

Pencegahan non medikal, yaitu pencegahan dengan tidak memberikan obat, cara yang paling sederhana adalah dengan tirah baring. Kemudian diet, ditambah suplemen yang mengandung; minyak ikan yang kaya akan asam


(3)

lemak tidak jenuh, missal: omega-3 PUFA, antioksidan: vitamin C, vitamin E, dll, elemen logam besi: zinc, magnesium, kalium (Prawirohardjo, 2008).

Pencegahan dengan medikal, yaitu pemberian deuretik tidak terbukti mencegah terjadinya hipertensi bahkan memperberat terjadinya hipovolemia. Pemberian kalsium: 1500-2000 mg/hari, selain itu dapat pula diberikan zinc 200 mg/hari, magnesium 365 mg/hari. Obat trombotik yang dianggap dapat mencegah preeklamsi adalah aspirin dosis rendah rata-rata <100 mg/hari atau dipiridamole dan dapat juga diberikan obat antioksidan misalnya vitamin C dan vitamin E (Prawirohardjo, 2008).

2.3.6.4. Eklamsia

Eklamsia ialah terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai tanda dan gejala preeklamsia. Konvulsi atau koma dapat muncul tanpa didahului gangguan neurologis (Bobak, 2004).

Eklamsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan preeklamsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat

grandmal dan mungkin timbul sebelum, selama, atau setelah persalinan.

Namun, kejang yang timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama pada nulipara, dapat dijumpai pada 10 hari postpartum (Cunnigham, 2005).

Eklamsia didefinisikan sebagai kejang yang disertai tanda dan gejala preeklamsia. Peningkatan tekanan darah yang drastis, berkurangnya haluaran urine akibat vasospasme akut, peningkatan proteinuria, sakit kepala, yang biasanya berat, persisten, dan biasanya terletak dibagian frontal, mengantuk atau konfusi akibat edema serebral, gangguan penglihatan, seperti penglihatan


(4)

kabur atau flashing light akibat edema retina, nyeri epigastrik, yang menunjukan edema hati atau kerusakan fungsi hati, mual dan muntah (Fraser & Cooper, 2009).

Komplikasi yang terjadi pada eklamsia, meliputi solusio plasenta (abrupsio), trobosis atau perdarahan otak, kematian perinatal (10-30%), koagulasi intravascular diseminata, anemia hemolitik mikroangiopatik, nekrosis korteks ginjal, nekrosis tubular ginjal, gagal hepar dengan nekrosis periportal, ruptur hepatik, gagal jantung, edema paru, dan kematian ibu.

2.3.6.5. Preeklamsia yang Terjadi pada Hipertensi Kronis

Semua gangguan hipertensi kronik, apapun penyebabnya, merupakan predisposisi timbulnya preeklamsia atau eklamsia. Gangguan-gangguan ini dapat menimbulkan kesulitan dalam diagnosis dan penatalaksanaan wanita yang belum pernah diperiksa sampai pertengahan kehamilannya (Chunnigham, 2005).


(5)

2.4. Pemeliharaan Tekanan Darah

Pemeliharaan tekanan darah dapat dilakukan dengan cara menngubah gaya hidup seperti diet. Makanan sehat adalah hal yang penting, terutama saat hamil. Seorang wanita hamil harus memastikan untuk selalu mengasup kalori dari makanan-makanan bergizi agar dapat menunjangpertumbuhan dan perkembangan bayi.Pada sebagian besar wanita yang sedang hamil tidak selalu mendapatkan 1.000 mg kalsium harian yang disarankan. Kebutuhan kalsium yangtinggi, untuk pembentukan tulang dan organ lain janin. Bila terjadi kekurangan kalsium, kalsium bumil akan dikuras untuk memenuhi kebutuhan sehingga terjadi pengeluaran kalsium dari jaringan otot. Kekurangan kalsium yang terlalu lama, menyebabkan dikeluarkannya kalsium jaringan otot sehingga menimbulkan lemahnya kontraksi otot jantung dan menurunkan stroke volume, aliran darah akan menurun. kekurangan kalsium akan menimbulkan kontraksi pada otot pembuluh darah dimana terjadi vasokontriksi yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah (Manuaba, 2001).

Pemeliharaan tekanan darah juga dapat dilakukan dengan aktivitas atau olahraga. Olahraga bagi wanita hamil harus dilakukan hati-hati sesuai anjuran dokter maupun pakar olahraga. Senam hamil adalah terapi latihan gerak untuk mempersiapkan ibu hamil, secarafisik atau mental, pada persalinan cepat, aman dan spontan. Jenis olah tubuh yang paling sesuaiuntuk ibu hamil adalah senam hamil, disesuaikan dengan banyaknya perubahan fisik seperti padaorgan genital, perut kian membesar dan lain-lain. Dengan mengikuti senam hamil


(6)

secara teraturdan intensif, ibu hamil dapat menjaga kesehatan tubuh dan janin yang dikandung secara optimal.

Olahraga secara umum memberi banyak manfaat bagi wanita hamil, diantaranya adalah menjaga kelancaran kerja jantung dan peredaran darah, dengan berolahraga, sirkulasi darah dalam tubuh berjalan lancar. Hal ini mengakibatkan tubuhbisa lebih efisien “memompa” oksigen untuk memenuhi kebutuhan janin. Selain itu, sirkulasidarah yang lancar akan mencegah terjadinya varises (pelebaran pembuluh darah).

Melalui pendidikan kesehatan, diharapkan masyarakat memiliki dasar pemikiran tentang kondisinya, mengerti pencegahan kenaikan tekanan darah, melakukan deteksi dan penanganan hipertensi yang sudah nyata, serta melakukan tindakan pencegahan untuk mengendalikan hipertensi seperti pencegahan secara umum dan mengubah gaya hidup (Padmawinata, 2001).


Dokumen yang terkait

Dampak Pendidikan Kesehatan Tentang Hipertensi Terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah Ibu Hamil di Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas

9 119 109

Pengaruh Pelayanan Customer Service Terhadap Citra Perusahaan (Studi Korelasional Pengaruh Pelayanan Customer Service terhadap Citra Terminal Terpadu Amplas Medan)

4 145 167

Hubungan Tingkat Kebisingan Perusahaan Percetakan Dengan Tekanan Darah Pada Masyarakat Lingkungan I Pengilar X Kelurahan Amplas Kecamatan Medan Amplas Tahun 2012

5 82 91

Jurnal kesehatan (Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Hipertensi Kehamilan Terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah Ibu Hamil) | Makalah Dan Jurnal Gratis 2

0 0 8

Dampak Pendidikan Kesehatan Tentang Hipertensi Terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah Ibu Hamil di Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas

0 0 5

Dampak Pendidikan Kesehatan Tentang Hipertensi Terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah Ibu Hamil di Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas Chapter III VI

0 0 22

Dampak Pendidikan Kesehatan Tentang Hipertensi Terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah Ibu Hamil di Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas

0 0 2

Dampak Pendidikan Kesehatan Tentang Hipertensi Terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah Ibu Hamil di Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas

0 0 38

Dampak Pendidikan Kesehatan Tentang Hipertensi Terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah Ibu Hamil di Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas

0 0 13

Dampak Pendidikan Kesehatan Tentang Hipertensi Terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah Ibu Hamil di Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas

0 0 2