Analisis Fungsi Dan Makna Iroiro Dan Samazama Dalam Majalah Nipponia

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain dan berperan dalam perkembangan berbagai macam aspek kehidupan manusia (Sutedi, 2008:2). Ketika kita menyampaikan ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada seseorang baik secara lisan maupun secara tertulis,seseorang tersebut bias menangkap apa yang kita maksud, tiada lain karena ia memahami makna (imi) yang dituangkan melalui bahasa.

Bahasa mempunyai keterkaitan dan keterikatan dalam kehidupan manusia. Manusia dalam kehidupannya di masyarakat, memiliki kegiatan yang tidak tetapi dan selalu berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, dan menjadi tidak tetap. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak gerik manusia sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Dengan demikian, fungsi bahasa merupakan media untuk menyampaikan suatu makna kepada seseorang baik secara lisan maupun secara tertulis.

Sebagai alat komunikasi dan alat interaksi yang hanya dimiliki oleh manusia, bahasa dapat dikaji secara internal maupun secara eksternal. Kajian secara internal adalah pengkajian yang hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa tersebut, seperti strukutur fonologisnya, struktur morfologisnya, struktur sintaksisnya, dan struktur semantiknya. Kajian secara internal ini akan


(2)

menghasilkan varian-varian bahasa itu saja tanpa ada kaitannya dengan masalah lain di luar bahasa. Kajian internal ini dilakukan dengan menggunakan teori-teori dan prosedur-prosedur yang ada dalam disiplin linguistik. Sedangkan kajian eksternal adalah kajian yang dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor yang berada di luar bahasa yang berkaitan dengan pemakaian bahasa itu oleh para penuturnya di dalam kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan. Pengkajian secara eksternal ini akan menghasilkan rumusan-rumusan atau kaidah-kaidah yang berkenaan dengan kegunaan dan penggunaan bahasa tersebut dalam segala kegiatan manusia di dalam masyarakat, misalnya sosiolinguistik, psikolinguistik, antropolinguistik, neurolinguistik.

Seperti yang telah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya, dalam kajian internal bahasa, terdapat empat bidang kajian atau cabang linguistik yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi (on-inron) adalah cabang linguistik yang mengkaji tentang lambang bunyi bahasa berdasarkan pada fungsinya. Morfologi (keitaron) adalah cabang linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya. Sintaksis (tougoron) adalah cabang linguistik yang mengkaji tentang struktur dan unsur-unsur pembentuk kalimat. Dan cabang linguistik internal yang terakhir adalah semantik (imiron).

Semantik (imiron) adalah salah satu cabang linguistik (gengogaku) yang mengkaji tentang makna. Semantik memiliki peranan penting, karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi tiada lain untuk menyampaikan suatu makna. Ada pendapat yang menyatakan bahwa penelitian yang berhubungan dengan bahasa, apakah struktur kalimat, kosakata, ataupun bunyi-bunyi bahasa, yang pada hakikatnya tidak terlepas dari makna. Abdul Chaer mengatakan bahwa “Semantik


(3)

adalah ilmu tentang makna atau tentang arti. ”Yaitu salah satu dari 3 (tiga) tataran analisis bahasa (fonologi, gramatikal dan semantik). Fungsi dari analisa semantik adalah untuk menentukan makna dari serangkaian instruksi yang terdapat dalam program sumber. Untuk mengetahui makna, maka rutin analisa semantik akan memeriksa :

a.Apakah variabel yang ada telah didefenisikan sebelumnya

b.Apakah variabel-variabel tersebut tipenya sama

c.Apakah operan yang akan dioperasikan tersebut ada nilainya dan seterusnya.

Makna suatu kata biasanya akan berkembang, karena dipengaruhi oleh konteks atau situasi dalam kalimatnya. Makna yang sama namun nuansa yang berbeda dalam kalimat berkaitan dengan relasi makna. Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya (Chaer, 1994:297). Dua buah kata atau lebih yang mempunyai makna yang sama, bisa dikatakan sebagai kata yang bersinonim. Sinonim adalah salah satu relasi makna yang terdapat pada semantik dan sinonim merupakan hubungan semantik yang menyatakan kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran yang lainnya (Chaer, 1994:297). Untuk mendefinisikan sinonim, ada tiga batasan yang dapat dikemukakan. Batasan atau definisi itu ialah kata-kata dengan acuan ekstra linguistik yang sama, kata-kata yang mengandung makna yang sama, dan kata-kata yang dapat disubsitusi dalam konteks yang sama. Akan tetapi, dalam semantik dua buah ujaran yang bersinonim tidak akan sama persis. Hal ini terjadi karena berbagai faktor,


(4)

diantaranya nuansa makna. Baik kata kerja, kata sifat, kata keterangan dalam bahasa Jepang, tentunya berbeda.Walaupun ada kata-kata yang sama, belum tentu maknanya juga sama. Misalnya pada kata sifat yang berakhiran na (keiyoudoshi), yaitu iroiro dan samazama, ada kemiripan makna maka dikatakan sebagai sinonim. Akan tetapi, meskipun bersinonim, hanya pada konteks tertentu saja, karena tidak ada sinonim yang semuanya sama persis, dalam konteks atau situasi

tertentu pasti akan ditemukan perbedaannya meskipun perbedaannya kecil.

Sinonim dalam bahasa Jepang bisa ditemukan tidak hanya pada verba saja, melainkan juga pada adjektiva, nomina, dan bahkan pada ungkapan dan partikel pun bisa terjadi. Hal ini banyak sekali ditemukan di dalam bahasa Jepang sehingga menjadi salah satu penyebab sulitnya mempelajari bahasa Jepang. Oleh karena itu, penganalisaan terhadap perbedaan dan persamaan makna sinonim dalam bahasa Jepang perlu untuk diperhatikan dan dilakukan.

Sebagai contoh, pemakaian adjektiva iroiro na dan samazama na adalah seperti di bawah ini.

1. 女性

じょせい

にもいろいろ

Jyosei ni mo

なタイプがある。

iroiro

Ada

na taipu ga aru.

banyak variasi

(Kamus Jepang-Indonesia, Kenji Matsuura, 1994:341) di antara wanita.


(5)

2. この語はさまざま Kono go wa

な意味をもっている。 samazama

Kata ini memiliki arti yang

na imi o motteiru.

(Kamus Jepang-Indonesia, Kenji Matsuura, 1994:843) berlain-lainan.

3. 彼らの反応

はんのう

はさまざま

Karera no hannou ha

だ。

samazama Tanggapan dari mereka

da.

(Kamus Jepang-Indonesia, Kenji Matsuura, 1994:843) berbeda-beda.

4. いろいろお世話

せ わ

になりました。

Iroiro

Terima kasih atas

osewa ni narimashita. segala macam

(Kamus Pemakaian Bahasa Jepang, 1988:385) bantuannya.

Melihat keempat contoh kalimat tersebut, dapat diketahui bahwa meskipun keempat adjektiva tersebut memiliki persamaan makna yaitu sama-sama mengandung makna “bermacam-macam, beragam-ragam, berjenis-jenis”, namun nuansa makna “bermacam-macam, beragam-ragam, berjenis-jenis” yang diberikan tiap-tiap adjektiva di dalam kalimat tersebut berbeda.

Setelah melihat uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sinonim kata sifat iroiro dan samazama yang memiliki pengertian yang sama sebagai adjektiva, yaitu “bermacam-macam, beragam-ragam, berjenis-jenis”, yang selanjutnya akan penulis tuangkan dalam skripsi yang berjudul “Analisis Fungsi dan Makna Iroiro dan Samazama dalam Majalah Nipponia”.


(6)

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini mencoba menjelaskan mengenai fungsi dan makna dari adjektiva Iroiro dan Samazama, yang sama-sama memiliki arti “bermacam-macam, beragam-ragam, berjenis-jenis”, tetapi masing-masing kemungkinan memiliki perbedaan dalam penggunannya, dan belum tentu dapat saling menggantikan. Hal inilah yang menyebabkan munculnya kesulitan bagi pembelajar bahasa Jepang untuk menggunakan atau menterjemahkan kalimat ke dalam bahasa Jepang dengan tepat, khususnya bagi kalimat yang memiliki unsur yang bersinonim di dalamnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan seperti berikut:

1. Apa makna dari Iroiro dan Samazama? 2. Apa fungsi dari Iroiro dan Samazama?

3. Apa perbedaan nuansa makna Iroiro dan Samazama dalam kalimat bahasa Jepang?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penulisan proposal skripsi ini penulis membatasi ruang lingkup pembahasan mengenai penggunaan kata bersinonim yaitu Iroiro dan Samazama. Pembahasannya lebih difokuskan kepada analisis makna dan fungsi dari kedua adjektiva yang bersinonim tersebut. Untuk masing-masing adjektiva Iroiro dan Samazama akan dibatasi maksimal 10 buah contoh kalimat yang diambil dari kalimat-kalimat bahasa Jepang yang terdapat di dalam majalah atau tabloid seperti majalah Nipponia.


(7)

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari kesalahan dalam menginterpretasikan makna dari kata-kata atau istilah yang digunakan dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk mendefenisikan beberapa istilah dalam linguistik, khususnya yang mencangkup tentang semantik.

Linguistik berarti adalah ilmu bahasa. Oleh karena itu, ilmu linguistik adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa. Ilmu linguistik tersebut, bukan hanya mempelajari sebuah bahasa saja, melainkan seluk-beluk bahasa pada umumnya. Salah satu kajian dari linguistik adalah semantik atau kajian makna.

Semantik merupakan salah satu bidang Linguistik yang mempelajari tentang makna. Kata

semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani yaitu “sema” (kata benda) yang berarti “tanda atau lambang”. Kata kerjanya adalah “semaino” yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang disini sebagai padanan kata dari sema itu adalah tanda linguistik. Seperti yang dikemukan olehFerdinan de Saussure, tanda lingustik terdiri dari :

1)Komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa.

2)Komponen yang diartikan atau makna dari komopnen pertama.

Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, dan sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adalah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim disebut sebagai referent/acuan/hal yang ditunjuk. Jadi, Ilmu Semantik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya dan ilmu tentang makna atau arti.


(8)

Kosakata (goi) merupakan salah satu aspek kebahasaan yang harus diperhatikan dan dikuasai guna menunjang kelancaran berkomunikasi dalam bahasa Jepang, baik itu dalam ragam tulisan maupun ragam lisan. Kosakata (goi) dapat diklasifikasikan menjadi sepuluh kelas kata yaitu verba (doushi), adjektiva-I (keiyoushi), adjektiva-Na (keiyoudoushi), nomina (meishi), pronomina (rentaishi), adverbial (fukushi), interjeksi (kandoushi), konjugasi (setsuzokushi), verba bantu (jodoushi), dan partikel (joshi), (Sudjianto, 2004:98). Iroiro dan samazama yang akan dibahas di dalam penelitian ini termasuk ke dalam golongan adjektiva-Na (keiyoudoushi).

Dalam penelitian ini penulis ingin menganalisis fungsi dan makna adjektiva iroiro dan samazama yang memiliki makna yang sama tetapi berbeda cara penggunaannya di dalam kalimat. Hal ini menyangkut tataran bidang linguistik yaitu semantik. Objek kajian semantik antara lain makna kata (go no imi), relasi makna antar satu kata dengan kata yang lainnya (go no imi kankei), makna frase (ku no imi), dan makna kalimat (bun no imi). Lalu objek kajian yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas ini adalah relasi makna khususnya adalah sinonim, karena dalam hal ini adjektiva iroiro dan samazama merupakan kata-kata yang bersinonim.

Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya (Chaer, 1994:297). Dua buah ujaran atau lebih yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama. Ketidaksamaan ini terjadi karena berbagai faktor, antara lain yaitu faktor waktu, faktor tempat atau wilayah, faktor keformalan, faktor sosial, faktor bidang


(9)

kegiatan, dan faktor nuansa makna. Dalam bahasa Jepang sinonim disebut dengan ruigigo.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan secara linguistik bidang semantik dan konsep sinonim. Menurut Koizumi, semantik (imiron) adalah mengungkapkan makna dari sebuah kata. Sedangkan menurut Sutedi (2008:111) menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu cabang linguistik (gengogaku) yang mengkaji tentang makna. Kata semantik itu kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi linguistik yang mempelajari makna atau arti bahasa.

Banyak teori tentang makna yang dikemukakan orang. Menurut de Saussure setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari dua komponen yaitu komponen signifian atau “yang mengartikan” yang wujudnya berupa tuntunan bunyi dan komponen signifie atau “yang diartikan” yang wujudnya berupa pengertian atau konsep. Dengan demikian, menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure dalam Chaer (1994:287) bahwa makna adalah “pengertian” atau “konsep” yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Selanjutnya menurut J.D Parera (2004:46) secara umum teori makna dibedakan antara :


(10)

1. Teori Referensial atau korespondensi

Hubungan antara reference dan referent yang dinyatakan lewat symbol bunyi bahasa baik berupa kata maupun frase atau kalimat.

2. Teori Kontekstual

Teori kontekstual sejalan dengan teori relativisme dalam pendekatan semantik semantik bandingan antarbahasa. Makna sebuah kata terikat pada lingkungan kultural dan ekologis pemakai bahasa tertentu.

3. Teori Mentalisme

Teori mentalisme ini bertentangan dengan teori teori referensi. 4. Teori Formalitas

Teori ini dikembangkan oleh filsuf Jerman Wittgenstein (1830 dan 1858). Wittgenstein berpendapat bahwa kata tidak mungkin dipakai dan bermakna untuk semua konteks karena konteks itu selalu berubah dari waktu ke waktu.

Dari beberapa makna yang termasuk dalam kajian semantik di atas, teori makna yang dipergunakan adalah teori kontekstual. Teori makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks dan makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yaitu waktu, tempat, dan lingkungan penggunaan bahasa itu (Chaer, 1994:290).

Penulis menggunakan teori kontekstual tersebut karena berdasarkan situasinya. Meskipun iroiro dan samazama merupakan sinonim yang sama dan memiliki makna yang sama, situasi diantara iroiro dan samazama tersebut berbeda dan kedua ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan sama.

Istilah sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti “nama” dan syn yang berarti “dengan”. Makna secara harfiahnya adalah nama lain


(11)

untuk benda yang sama. Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya (Chaer, 1994:297). Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama. Ketidaksamaan itu terjadi karena berbagai faktor, yaitu faktor waktu, faktor tempat atau wilayah, faktor keformalan, faktor sosial, faktor kegiatan, dan faktor nuansa makna.

Untuk makna iroiro dan samazama penulis menggunakan pendapat Hirotase dan Masayoshi (1994:121-122) dalam buku Effective Japan Usage Guide menyatakan bahwa:

いろいろはたくさんの種類があるというようすを表します。「い

ろいろ」 は「さまざま」よりも一般的に広く使われ、ほとんどの場

合「さまざま」の代わりをすることができます。

Iroiro wa takusan no shurui ga aru to iu yousu o arawashimasu. [iroiro] wa [samazama] yori mo ippan teki ni hiroku tsukaware, hotondo no baai [samazama] no kawari o suru koto ga dekimasu.

Terjemahan:

Iroiro menunjukkan bahwa ada banyak jenis. Iroiro digunakan lebih luas daripada samazama.

さまざまはたくさんの種類があるようすを表しますが、「いろ いろ」よりも少しかたい言い方です。それぞれに違いがあると いう意味が強く含まれています。

Samazama wa takusan no shurui ga aru yousu o arawashimasuga, [iroiro] yori mo sukoshikatai ii kata desu. Sorezore ni chigai ga aru to iu imi ga tsuyoku fukumarete imasu.

Terjemahan:

Samazama menunjukkan bahwa ada banyak jenis tetapi cara menjelaskannya agak lebih sulit daripada「iroiro」. Artinya termasuk kuat bahwa masing-masing mempunyai perbedaan.


(12)

Fungsi iroiro dan samazama penulis menggunakan pendapat Tian Zhonkui, Shoji Izuhara, dan Xianshun Jin (1998:08-109) dalam buku Ruigigo Tsukaiwake Jiten menyatakan bahwa :

いろいろ:副詞的に使って「あれこれ」、形容詞的に使って数 .

種類の多さ

Iroiro : fukushi teki ni tsukatte [are kore], keiyoushi teki ni tsukatte kazu . shurui no oosa.

Terjemahan:

Iroiro : Bilangan yang digunakan dalam kata sifat dan kata keterangan [aresore]. Banyaknya jenis.

さまざま:目で見た様子 . 状態が一つ一つ異なっていること。

種類の多さ。

Samazama : me de mita yousu . jyoutai ga hitotsu hitotsu kotonatte iru koto. Shurui no oosa.

Terjemahan:

Samazama : Suatu keadaan yang membedakan satu persatu keadaan yang dilihat dengan mata. Banyaknya jenis.

Konsep atau fungsi dan makna iroiro dan samazama di atas ini dijadikan acuan untuk pembahasan mengenai fungsi dan makna iroiro dan samazama dalam skripsi ini.

Berdasarkan kerangka teori di atas, maka penulis akan menginterpretasikan makna adjektiva iroiro dan samazama dengan konteks kalimatnya, serta melihat ketepatan pemilihan kedua kata bersinonim tersebut dalam kalimat.


(13)

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui makna kata antara iroiro dan samazama. 2. Untuk mengetahui fungsi kata antara iroiro dan samazama.

3. Untuk mengetahui perbedaan nuansa makna adjektiva iroiro dan samazama di dalam kalimat berbahasa Jepang.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk dapat dijadikan masukan bagi pembelajar bahasa Jepang untuk memahami penggunaan adjektiva iroiro dan samazama.

2. Untuk dapat dijadikan referensi bagi pembelajar bahasa Jepang untuk memahami fungsi dan makna adjektiva iroiro dan samazama.

3. Untuk dapat dijadikan acuan bagi penelitian bahasa Jepang mengenai kata bersinonim lainnya.

1.6 Metode Penelitian

Dalam pembahasan atau penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif. Menurut Surachmad (1988:5) dalam buku Pengantar Metodelogi Ilmiah menerangkan bahwa metode penelitian deskriptif lebih merupakan istilah umum yang mencakup berbagai teknik deskriptif. Diantaranya adalah penyelidikan yang menuturkan, menganalisa, dan mengklasifikasikan. Dan


(14)

pelaksanaan metode deskriptif tidak terbatas hanya sampai pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data ini.

Data-data yang diperoleh adalah melalui penelitian pustaka atau metode kepustakaan (Library Research). Dalam hal ini penulis mengumpulkan dan menganalisis buku-buku dan data-data yang berhubungan dengan tata bahasa, baik itu buku bahasa Jepang, maupun buku bahasa Indonesia, khususnya buku-buku yang relevan dengan pembahasan skripsi ini.


(1)

kegiatan, dan faktor nuansa makna. Dalam bahasa Jepang sinonim disebut dengan ruigigo.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan secara linguistik bidang semantik dan konsep sinonim. Menurut Koizumi, semantik (imiron) adalah mengungkapkan makna dari sebuah kata. Sedangkan menurut Sutedi (2008:111) menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu cabang linguistik (gengogaku) yang mengkaji tentang makna. Kata semantik itu kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi linguistik yang mempelajari makna atau arti bahasa.

Banyak teori tentang makna yang dikemukakan orang. Menurut de Saussure setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari dua komponen yaitu komponen signifian atau “yang mengartikan” yang wujudnya berupa tuntunan bunyi dan komponen signifie atau “yang diartikan” yang wujudnya berupa pengertian atau konsep. Dengan demikian, menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure dalam Chaer (1994:287) bahwa makna adalah “pengertian” atau “konsep” yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Selanjutnya menurut J.D Parera (2004:46) secara umum teori makna dibedakan antara :


(2)

1. Teori Referensial atau korespondensi

Hubungan antara reference dan referent yang dinyatakan lewat symbol bunyi bahasa baik berupa kata maupun frase atau kalimat.

2. Teori Kontekstual

Teori kontekstual sejalan dengan teori relativisme dalam pendekatan semantik semantik bandingan antarbahasa. Makna sebuah kata terikat pada lingkungan kultural dan ekologis pemakai bahasa tertentu.

3. Teori Mentalisme

Teori mentalisme ini bertentangan dengan teori teori referensi. 4. Teori Formalitas

Teori ini dikembangkan oleh filsuf Jerman Wittgenstein (1830 dan 1858). Wittgenstein berpendapat bahwa kata tidak mungkin dipakai dan bermakna untuk semua konteks karena konteks itu selalu berubah dari waktu ke waktu.

Dari beberapa makna yang termasuk dalam kajian semantik di atas, teori makna yang dipergunakan adalah teori kontekstual. Teori makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks dan makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yaitu waktu, tempat, dan lingkungan penggunaan bahasa itu (Chaer, 1994:290).

Penulis menggunakan teori kontekstual tersebut karena berdasarkan situasinya. Meskipun iroiro dan samazama merupakan sinonim yang sama dan memiliki makna yang sama, situasi diantara iroiro dan samazama tersebut berbeda dan kedua ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan sama.

Istilah sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti “nama” dan syn yang berarti “dengan”. Makna secara harfiahnya adalah nama lain


(3)

untuk benda yang sama. Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya (Chaer, 1994:297). Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama. Ketidaksamaan itu terjadi karena berbagai faktor, yaitu faktor waktu, faktor tempat atau wilayah, faktor keformalan, faktor sosial, faktor kegiatan, dan faktor nuansa makna.

Untuk makna iroiro dan samazama penulis menggunakan pendapat Hirotase dan Masayoshi (1994:121-122) dalam buku Effective Japan Usage Guide menyatakan bahwa:

いろいろはたくさんの種類があるというようすを表します。「い

ろいろ」 は「さまざま」よりも一般的に広く使われ、ほとんどの場

合「さまざま」の代わりをすることができます。

Iroiro wa takusan no shurui ga aru to iu yousu o arawashimasu. [iroiro] wa [samazama] yori mo ippan teki ni hiroku tsukaware, hotondo no baai [samazama] no kawari o suru koto ga dekimasu.

Terjemahan:

Iroiro menunjukkan bahwa ada banyak jenis. Iroiro digunakan lebih luas daripada samazama.

さまざまはたくさんの種類があるようすを表しますが、「いろ いろ」よりも少しかたい言い方です。それぞれに違いがあると いう意味が強く含まれています。

Samazama wa takusan no shurui ga aru yousu o arawashimasuga, [iroiro] yori mo sukoshikatai ii kata desu. Sorezore ni chigai ga aru to iu imi ga tsuyoku fukumarete imasu.

Terjemahan:

Samazama menunjukkan bahwa ada banyak jenis tetapi cara menjelaskannya agak lebih sulit daripada「iroiro」. Artinya termasuk kuat bahwa masing-masing mempunyai perbedaan.


(4)

Fungsi iroiro dan samazama penulis menggunakan pendapat Tian Zhonkui, Shoji Izuhara, dan Xianshun Jin (1998:08-109) dalam buku Ruigigo Tsukaiwake Jiten menyatakan bahwa :

いろいろ:副詞的に使って「あれこれ」、形容詞的に使って数 .

種類の多さ

Iroiro : fukushi teki ni tsukatte [are kore], keiyoushi teki ni tsukatte kazu . shurui no oosa.

Terjemahan:

Iroiro : Bilangan yang digunakan dalam kata sifat dan kata keterangan [aresore]. Banyaknya jenis.

さまざま:目で見た様子 . 状態が一つ一つ異なっていること。

種類の多さ。

Samazama : me de mita yousu . jyoutai ga hitotsu hitotsu kotonatte iru koto. Shurui no oosa.

Terjemahan:

Samazama : Suatu keadaan yang membedakan satu persatu keadaan yang dilihat dengan mata. Banyaknya jenis.

Konsep atau fungsi dan makna iroiro dan samazama di atas ini dijadikan acuan untuk pembahasan mengenai fungsi dan makna iroiro dan samazama dalam skripsi ini.

Berdasarkan kerangka teori di atas, maka penulis akan menginterpretasikan makna adjektiva iroiro dan samazama dengan konteks kalimatnya, serta melihat ketepatan pemilihan kedua kata bersinonim tersebut dalam kalimat.


(5)

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui makna kata antara iroiro dan samazama. 2. Untuk mengetahui fungsi kata antara iroiro dan samazama.

3. Untuk mengetahui perbedaan nuansa makna adjektiva iroiro dan samazama di dalam kalimat berbahasa Jepang.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk dapat dijadikan masukan bagi pembelajar bahasa Jepang untuk memahami penggunaan adjektiva iroiro dan samazama.

2. Untuk dapat dijadikan referensi bagi pembelajar bahasa Jepang untuk memahami fungsi dan makna adjektiva iroiro dan samazama.

3. Untuk dapat dijadikan acuan bagi penelitian bahasa Jepang mengenai kata bersinonim lainnya.

1.6 Metode Penelitian

Dalam pembahasan atau penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif. Menurut Surachmad (1988:5) dalam buku Pengantar Metodelogi Ilmiah menerangkan bahwa metode penelitian deskriptif lebih merupakan istilah umum yang mencakup berbagai teknik deskriptif. Diantaranya adalah penyelidikan yang menuturkan, menganalisa, dan mengklasifikasikan. Dan


(6)

pelaksanaan metode deskriptif tidak terbatas hanya sampai pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data ini.

Data-data yang diperoleh adalah melalui penelitian pustaka atau metode kepustakaan (Library Research). Dalam hal ini penulis mengumpulkan dan menganalisis buku-buku dan data-data yang berhubungan dengan tata bahasa, baik itu buku bahasa Jepang, maupun buku bahasa Indonesia, khususnya buku-buku yang relevan dengan pembahasan skripsi ini.