Analisis Fungsi Dan Makna Iroiro Dan Samazama Dalam Majalah Nipponia

(1)

SKRIPSI

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA IROIRO DAN SAMAZAMA

DALAM MAJALAH NIPPONIA

NIPPONIA ZASSHI NI OKERU (IROIRO) TO (SAMAZAMA)

NO IMI TO KINOU NO BUNSEKI

DISUSUN OLEH:

LARAIBA NASUTION

110722001

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG EKSTENSI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2013


(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabiil ‘Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisian skripsi ini. Salawat sarta salam kepada Rasulullah SAW, teladan yang terbaik bagi umat manusia.

Skripsi yang berjudul “ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA IROIRO

DAN SAMAZAMA DALAM MAJALAH NIPPONIA” ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan program Sarjana pada Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, baik dalam susunan kalimatnya maupun proses analisisnya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan skripsi ini agar dapat menjadi skripsi yang lebih bermanfaat dan lebih sempurna.

Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum., selaku Ketua Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyusunan skripsi ini.


(3)

3. Bapak Drs. Yuddi Adrian Muliadi., M.A., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan segala hal yang sangat bermanfaat bagi penulis dan telah banyak memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyusunan skripsi ini.

4. Bapak/Ibu para dosen pengajar Departemen Sastra Jepang yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis.

5. Kepada orang tua penulis, H. Juned Nasution dan ibunda tercinta, Hj. Susilawati Sinto, yang telah memberikan dukungan serta mendoakan penulis agar selalu sehat, memberikan dukungan moral dan material yang tak terhingga hingga saat ini, yang tidak akan mampu penulis balas sampai kapanpun juga.

6. Kepada saudara-saudariku, Hj. wildani Nasution, ST (kakak), Jauhari Nasution, SE (abang), Drg. Jumaidah Nasution (kakak), dan Dr. Siti Fadillah Nasution (kakak), yang telah selalu mendukung, menemani, dan menjagaku selama ini.

7. Kepada sahabat penulis, khususnya kepada teman SMP penulis, Annalisa Sonaria Hasibuan, S.pd yang telah memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada teman-teman DIII Bahasa Jepang Universitas Sumatera Utara, khususnya Rita Khairani, M. Abduh, Iqrami Azzahro yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

9. Kepada teman-teman seperjuangan Ekstensi Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara, khususnya Azlina Sari, yang sama-sama saling


(4)

memberikan dukungan, semangat, menemani penulis untuk mengerjakan skripsi ini dan sama-sama berjuang untuk menyelesaikan skripsi ini.

10. Kepada adik-adikku tersayang dan tercinta yang sama-sama anggota Shaberoukai dan Korasu, khususnya kepada Zita, Puti, Erick, Ody, Icha, Vindo, Silvi, Liza, Dea, Chusyam, Arin, Lim, Budi dan lain-lain yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis, dan selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Kepada teman-teman Cosplayer, khususnya Lufi M Surya dan kak Melani yang selalu mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

12. Kepada rekan-rekan guru di SMA Angkasa 1 Lanud Medan, khususnya kepada bapak Fernandus, S.pd dan bapak Edi mulia Munthe, S.pd yang telah mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dan juga kepada murid-muridku yang tersayang di SMA Angkasa 1 Lanud Medan.

13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis dan bagi kita semua yang ingin lebih memahami tentang sinonim dalam bahasa Jepang, khususnya pada adjektiva iroiro dan samazama.

Medan,21 Oktober 2013 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI……….iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………... 1

1.2 Perumusan Masalah………... 6

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan……… 6

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori………... 7

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian………...13

1.6 Metode Penelitian………...13

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP ADJEKTIVA DAN STUDI SEMANTIK 2.1 Definisi Adjektiva………. 15

2.1.1 Pengertian Adjektiva………..15

2.1.2 Jenis-jenis Adjektiva………..16

2.1.3 Fungsi Adjektiva iroiro dan samazama………...19

2.1.4 Pengertian Adjektiva iroiro dan samazama………..19


(6)

2.2.1 Definisi Semantik………...20

2.2.1.1 Jenis-jenis Makna Dalam Semantik………...23

2.2.1.2 Perubahan Makna Dalam Semantik………...27

2.2.1.3 Manfaat Mempelajari Semantik……….29

2.2.2 Definisi Sinonim………....30

2.2.3 Pilihan Kata………....32

BAB III ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI SERTA PERBEDAAN IROIRO DAN SAMAZAMA 3.1 Makna Iroiro dan Samazama……….34

3.2 Fungsi Iroiro dan Samazama……….36

3.3 Analisis Perbedaan Nuansa Makna Iroiro dan Samazama………...69

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan……….74

4.2 Saran………...75

DAFTAR PUSTAKA………...76


(7)

ABSTRAK

Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain. Sebagai alat komunikasi yang hanya dimiliki oleh manusia, bahasa dapat dikaji secara internal maupun secara eksternal. Kajian secara internal adalah pengkajian yang hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa, seperti struktur fonologisnya, struktur morfologisnya, struktur sintaksisnya, dan struktur semantiknya. Sedangkan kajian eksternal adalah kajian yang dilakukan terhadap hal-hal yang berada di luar bahasa. Dalam kajian internal bahasa, terdapat empat bidang kajian atau cabang linguistik, itu adalah fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.

Semantik adalah salah satu cabang lingustik yang mengkaji tentang makna. Dalam semantik, dua buah arti yang bersinonim tidak akan sama. Semantik memegang hal yang penting, karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi adalah untuk menyampaikan suatu makna. Dalam bahasa Jepang, objek kalimat semantik antara lain makna kata, dan makna kalimat. Jenis-jenis makna dalam semantik yaitu makna leksikal dan makna gramatikal, makna dasar dan makna perluasan, makna denotatif dan makna konotatif. Suatu kata memiliki makna yang hampir sama, maka dapat dikatakan bahwa kata-kata tersebut memiliki hubungan makna. Sinonim adalah hubungan semantik. Akan tetapi, meskipun bersinonim, maknanya tidak akan sama. Ketidaksamaan itu terjadi karena berbagai faktor, antara lain faktor waktu, faktor tempat, faktor keformalan, faktor sosial, dan faktor nuansa makna.


(8)

Dalam bahasa Jepang, adjektiva disebut dengan keiyoushi. Kata sifat adalah kata yang mengungkapkan situasi atau sifat pada suatu benda. Keiyoushi dapat mengalami perubahan, berdiri sendiri dan di dalam kalimat berfungsi sebagai predikat. Kata sifat dalam bahasa Jepang dapat di bagi menjadi dua, yaitu i-keiyoushi dan na-keiyoushi. I-keiyoushi sering disebut dengan keiyoushi yaitu kelas kata yang menyatakan sifat atau suatu keadaan. Kata yang termasuk i-keiyoushi selalu diakhiri silabel /i/ dalam bentuk kamusnya, dapat menjadi predikat, dan dapat menjadi kata keterangan. Na-keiyoushi sering disebut juga dengan keiyoudoushi. Kelas kata yang dengan sendirinya dapat membentuk sebuah kalimat, dapat berubah bentuknya, dan bentuk shuushikei-nya berakhiran dengan da atau desu. Perubahannya mirip dengan kata kerja, sedangkan artinya mirip dengan kata sifat-I. Maka kelas kata ini disebut dengan keiyoudoshi. Selain menjadi predikat, na-keiyoushi pun dapat menjadi kata keterangan pada suatu kalimat.

Baik kata kerja, kata sifat, kata keterangan dalam bahasa Jepang, tentunya berbeda. Walaupun ada kata-kata yang sama, belum tentu maknanya juga sama. Misalnya pada kata sifat yang berakhiran na (keiyoudoshi) yaitu iroiro dan samazama. Maknanya adalah “bermacam-macam, beragam-ragam, berjenis-jenis”, karena adanya kemiripan makna maka dikatakan sebagai sinonim. Akan tetapi, meskipun bersinonim, hanya pada konteks tertentu saja.

Adjektiva iroiro dan samazama merupakan adjektiva berakhiran Na atau Da (keiyoudoushi) yang berfungsi sebagai kata sifat yang menerangkan kata benda. Dapat menjadi predikat dan dapat mengalami perubahan bentuk. Iroiro


(9)

Pengertian iroiro dan samazama dalam kamus bahasa Jepang-Indonesia, Goro Taneguchi menyebutkan bahwa iroiro adalah macam-macam, berjenis-jenis, berbagai, serba serbi. Sedangkan samazama adalah berjenis-jenis, berupa-rupa, beraneka ragam, berbagai, serba serbi.

Dari hasil yang diperoleh tentang fungsi dan makna iroiro dan samazama adalah

1. Iroiro dan samazama sering dijumpai dalam majalah. Tetapi, di antara iroiro dan samazama yang paling banyak digunakan adalah samazama, karena samazama bentuknya lebih formal daripada iroiro.

2. Iroiro dan samazama merupakan kata yang bersinonim karena memiliki arti yang sama yaitu “bermacam-macam, berbagai, dan beraneka ragam”.

3. Samazama bukan hanya bermakna banyak ragam, tetapi lebih menuju pada perbedaan khusus dari macamnya benda yang dibicarakan.

4. Secara umum, diantara iroiro dan samazama dapat dipertukarkan, akan tetapi pada pernyataan tertentu iroiro tidak dapat digantikan dengan samazama. 5. Pemakaian adjektiva samazama, bias digantikan dengan adjektiva iroiro

karena adjektiva iroiro digunakan secara luas dan dapat menggantikan adjektiva samazama.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain dan berperan dalam perkembangan berbagai macam aspek kehidupan manusia (Sutedi, 2008:2). Ketika kita menyampaikan ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada seseorang baik secara lisan maupun secara tertulis,seseorang tersebut bias menangkap apa yang kita maksud, tiada lain karena ia memahami makna (imi) yang dituangkan melalui bahasa.

Bahasa mempunyai keterkaitan dan keterikatan dalam kehidupan manusia. Manusia dalam kehidupannya di masyarakat, memiliki kegiatan yang tidak tetapi dan selalu berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, dan menjadi tidak tetap. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak gerik manusia sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Dengan demikian, fungsi bahasa merupakan media untuk menyampaikan suatu makna kepada seseorang baik secara lisan maupun secara tertulis.

Sebagai alat komunikasi dan alat interaksi yang hanya dimiliki oleh manusia, bahasa dapat dikaji secara internal maupun secara eksternal. Kajian secara internal adalah pengkajian yang hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa tersebut, seperti strukutur fonologisnya, struktur morfologisnya, struktur sintaksisnya, dan struktur semantiknya. Kajian secara internal ini akan


(11)

menghasilkan varian-varian bahasa itu saja tanpa ada kaitannya dengan masalah lain di luar bahasa. Kajian internal ini dilakukan dengan menggunakan teori-teori dan prosedur-prosedur yang ada dalam disiplin linguistik. Sedangkan kajian eksternal adalah kajian yang dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor yang berada di luar bahasa yang berkaitan dengan pemakaian bahasa itu oleh para penuturnya di dalam kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan. Pengkajian secara eksternal ini akan menghasilkan rumusan-rumusan atau kaidah-kaidah yang berkenaan dengan kegunaan dan penggunaan bahasa tersebut dalam segala kegiatan manusia di dalam masyarakat, misalnya sosiolinguistik, psikolinguistik, antropolinguistik, neurolinguistik.

Seperti yang telah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya, dalam kajian internal bahasa, terdapat empat bidang kajian atau cabang linguistik yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi (on-inron) adalah cabang linguistik yang mengkaji tentang lambang bunyi bahasa berdasarkan pada fungsinya. Morfologi (keitaron) adalah cabang linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya. Sintaksis (tougoron) adalah cabang linguistik yang mengkaji tentang struktur dan unsur-unsur pembentuk kalimat. Dan cabang linguistik internal yang terakhir adalah semantik (imiron).

Semantik (imiron) adalah salah satu cabang linguistik (gengogaku) yang mengkaji tentang makna. Semantik memiliki peranan penting, karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi tiada lain untuk menyampaikan suatu makna. Ada pendapat yang menyatakan bahwa penelitian yang berhubungan dengan bahasa, apakah struktur kalimat, kosakata, ataupun bunyi-bunyi bahasa, yang pada hakikatnya tidak terlepas dari makna. Abdul Chaer mengatakan bahwa “Semantik


(12)

adalah ilmu tentang makna atau tentang arti. ”Yaitu salah satu dari 3 (tiga) tataran analisis bahasa (fonologi, gramatikal dan semantik). Fungsi dari analisa semantik adalah untuk menentukan makna dari serangkaian instruksi yang terdapat dalam program sumber. Untuk mengetahui makna, maka rutin analisa semantik akan memeriksa :

a.Apakah variabel yang ada telah didefenisikan sebelumnya b.Apakah variabel-variabel tersebut tipenya sama

c.Apakah operan yang akan dioperasikan tersebut ada nilainya dan seterusnya. Makna suatu kata biasanya akan berkembang, karena dipengaruhi oleh konteks atau situasi dalam kalimatnya. Makna yang sama namun nuansa yang berbeda dalam kalimat berkaitan dengan relasi makna. Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya (Chaer, 1994:297). Dua buah kata atau lebih yang mempunyai makna yang sama, bisa dikatakan sebagai kata yang bersinonim. Sinonim adalah salah satu relasi makna yang terdapat pada semantik dan sinonim merupakan hubungan semantik yang menyatakan kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran yang lainnya (Chaer, 1994:297). Untuk mendefinisikan sinonim, ada tiga batasan yang dapat dikemukakan. Batasan atau definisi itu ialah kata-kata dengan acuan ekstra linguistik yang sama, kata-kata yang mengandung makna yang sama, dan kata-kata yang dapat disubsitusi dalam konteks yang sama. Akan tetapi, dalam semantik dua buah ujaran yang bersinonim tidak akan sama persis. Hal ini terjadi karena berbagai faktor,


(13)

diantaranya nuansa makna. Baik kata kerja, kata sifat, kata keterangan dalam bahasa Jepang, tentunya berbeda.Walaupun ada kata-kata yang sama, belum tentu maknanya juga sama. Misalnya pada kata sifat yang berakhiran na (keiyoudoshi), yaitu iroiro dan samazama, ada kemiripan makna maka dikatakan sebagai sinonim. Akan tetapi, meskipun bersinonim, hanya pada konteks tertentu saja, karena tidak ada sinonim yang semuanya sama persis, dalam konteks atau situasi

tertentu pasti akan ditemukan perbedaannya meskipun perbedaannya kecil.

Sinonim dalam bahasa Jepang bisa ditemukan tidak hanya pada verba saja, melainkan juga pada adjektiva, nomina, dan bahkan pada ungkapan dan partikel pun bisa terjadi. Hal ini banyak sekali ditemukan di dalam bahasa Jepang sehingga menjadi salah satu penyebab sulitnya mempelajari bahasa Jepang. Oleh karena itu, penganalisaan terhadap perbedaan dan persamaan makna sinonim dalam bahasa Jepang perlu untuk diperhatikan dan dilakukan.

Sebagai contoh, pemakaian adjektiva iroiro na dan samazama na adalah seperti di bawah ini.

1. 女性

じょせい

にもいろいろ

Jyosei ni mo

なタイプがある。

iroiro

Ada

na taipu ga aru.

banyak variasi

(Kamus Jepang-Indonesia, Kenji Matsuura, 1994:341) di antara wanita.


(14)

2. この語はさまざま Kono go wa

な意味をもっている。

samazama Kata ini memiliki arti yang

na imi o motteiru.

(Kamus Jepang-Indonesia, Kenji Matsuura, 1994:843) berlain-lainan.

3. 彼らの反応

はんのう

はさまざま

Karera no hannou ha

だ。

samazama Tanggapan dari mereka

da.

(Kamus Jepang-Indonesia, Kenji Matsuura, 1994:843) berbeda-beda.

4. いろいろお世話

せ わ

になりました。

Iroiro

Terima kasih atas

osewa ni narimashita. segala macam

(Kamus Pemakaian Bahasa Jepang, 1988:385) bantuannya.

Melihat keempat contoh kalimat tersebut, dapat diketahui bahwa meskipun keempat adjektiva tersebut memiliki persamaan makna yaitu sama-sama mengandung makna “bermacam-macam, beragam-ragam, berjenis-jenis”, namun nuansa makna “bermacam-macam, beragam-ragam, berjenis-jenis” yang diberikan tiap-tiap adjektiva di dalam kalimat tersebut berbeda.

Setelah melihat uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sinonim kata sifat iroiro dan samazama yang memiliki pengertian yang sama sebagai adjektiva, yaitu “bermacam-macam, beragam-ragam, berjenis-jenis”, yang selanjutnya akan penulis tuangkan dalam skripsi yang berjudul “Analisis Fungsi dan Makna Iroiro dan Samazama dalam Majalah Nipponia”.


(15)

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini mencoba menjelaskan mengenai fungsi dan makna dari adjektiva Iroiro dan Samazama, yang sama-sama memiliki arti “bermacam-macam, beragam-ragam, berjenis-jenis”, tetapi masing-masing kemungkinan memiliki perbedaan dalam penggunannya, dan belum tentu dapat saling menggantikan. Hal inilah yang menyebabkan munculnya kesulitan bagi pembelajar bahasa Jepang untuk menggunakan atau menterjemahkan kalimat ke dalam bahasa Jepang dengan tepat, khususnya bagi kalimat yang memiliki unsur yang bersinonim di dalamnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan seperti berikut:

1. Apa makna dari Iroiro dan Samazama? 2. Apa fungsi dari Iroiro dan Samazama?

3. Apa perbedaan nuansa makna Iroiro dan Samazama dalam kalimat bahasa Jepang?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penulisan proposal skripsi ini penulis membatasi ruang lingkup pembahasan mengenai penggunaan kata bersinonim yaitu Iroiro dan Samazama. Pembahasannya lebih difokuskan kepada analisis makna dan fungsi dari kedua adjektiva yang bersinonim tersebut. Untuk masing-masing adjektiva Iroiro dan Samazama akan dibatasi maksimal 10 buah contoh kalimat yang diambil dari kalimat-kalimat bahasa Jepang yang terdapat di dalam majalah atau tabloid seperti majalah Nipponia.


(16)

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari kesalahan dalam menginterpretasikan makna dari kata-kata atau istilah yang digunakan dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk mendefenisikan beberapa istilah dalam linguistik, khususnya yang mencangkup tentang semantik.

Linguistik berarti adalah ilmu bahasa. Oleh karena itu, ilmu linguistik adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa. Ilmu linguistik tersebut, bukan hanya mempelajari sebuah bahasa saja, melainkan seluk-beluk bahasa pada umumnya. Salah satu kajian dari linguistik adalah semantik atau kajian makna. Semantik merupakan salah satu bidang Linguistik yang mempelajari tentang makna. Kata semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani yaitu “sema” (kata benda) yang berarti “tanda atau lambang”. Kata kerjanya adalah “semaino” yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang disini sebagai padanan kata dari sema itu adalah tanda linguistik. Seperti yang dikemukan oleh Ferdinan de Saussure, tanda lingustik terdiri dari :

1)Komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa. 2)Komponen yang diartikan atau makna dari komopnen pertama.

Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, dan sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adalah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim disebut sebagai referent/acuan/hal yang ditunjuk. Jadi, Ilmu Semantik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan


(17)

hal-Kosakata (goi) merupakan salah satu aspek kebahasaan yang harus diperhatikan dan dikuasai guna menunjang kelancaran berkomunikasi dalam bahasa Jepang, baik itu dalam ragam tulisan maupun ragam lisan. Kosakata (goi) dapat diklasifikasikan menjadi sepuluh kelas kata yaitu verba (doushi), adjektiva-I (keiyoushi), adjektiva-Na (keiyoudoushi), nomina (meishi), pronomina (rentaishi), adverbial (fukushi), interjeksi (kandoushi), konjugasi (setsuzokushi), verba bantu (jodoushi), dan partikel (joshi), (Sudjianto, 2004:98). Iroiro dan samazama yang akan dibahas di dalam penelitian ini termasuk ke dalam golongan adjektiva-Na (keiyoudoushi).

Dalam penelitian ini penulis ingin menganalisis fungsi dan makna adjektiva iroiro dan samazama yang memiliki makna yang sama tetapi berbeda cara penggunaannya di dalam kalimat. Hal ini menyangkut tataran bidang linguistik yaitu semantik. Objek kajian semantik antara lain makna kata (go no imi), relasi makna antar satu kata dengan kata yang lainnya (go no imi kankei), makna frase (ku no imi), dan makna kalimat (bun no imi). Lalu objek kajian yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas ini adalah relasi makna khususnya adalah sinonim, karena dalam hal ini adjektiva iroiro dan samazama merupakan kata-kata yang bersinonim.

Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya (Chaer, 1994:297). Dua buah ujaran atau lebih yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama. Ketidaksamaan ini terjadi karena berbagai faktor, antara lain yaitu faktor waktu, faktor tempat atau wilayah, faktor keformalan, faktor sosial, faktor bidang


(18)

kegiatan, dan faktor nuansa makna. Dalam bahasa Jepang sinonim disebut dengan ruigigo.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan secara linguistik bidang semantik dan konsep sinonim. Menurut Koizumi, semantik (imiron) adalah mengungkapkan makna dari sebuah kata. Sedangkan menurut Sutedi (2008:111) menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu cabang linguistik (gengogaku) yang mengkaji tentang makna. Kata semantik itu kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi linguistik yang mempelajari makna atau arti bahasa.

Banyak teori tentang makna yang dikemukakan orang. Menurut de Saussure setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari dua komponen yaitu komponen signifian atau “yang mengartikan” yang wujudnya berupa tuntunan bunyi dan komponen signifie atau “yang diartikan” yang wujudnya berupa pengertian atau konsep. Dengan demikian, menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure dalam Chaer (1994:287) bahwa makna adalah “pengertian” atau “konsep” yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Selanjutnya menurut J.D Parera (2004:46) secara umum teori makna dibedakan antara :


(19)

1. Teori Referensial atau korespondensi

Hubungan antara reference dan referent yang dinyatakan lewat symbol bunyi bahasa baik berupa kata maupun frase atau kalimat.

2. Teori Kontekstual

Teori kontekstual sejalan dengan teori relativisme dalam pendekatan semantik semantik bandingan antarbahasa. Makna sebuah kata terikat pada lingkungan kultural dan ekologis pemakai bahasa tertentu.

3. Teori Mentalisme

Teori mentalisme ini bertentangan dengan teori teori referensi. 4. Teori Formalitas

Teori ini dikembangkan oleh filsuf Jerman Wittgenstein (1830 dan 1858). Wittgenstein berpendapat bahwa kata tidak mungkin dipakai dan bermakna untuk semua konteks karena konteks itu selalu berubah dari waktu ke waktu.

Dari beberapa makna yang termasuk dalam kajian semantik di atas, teori makna yang dipergunakan adalah teori kontekstual. Teori makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks dan makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yaitu waktu, tempat, dan lingkungan penggunaan bahasa itu (Chaer, 1994:290).

Penulis menggunakan teori kontekstual tersebut karena berdasarkan situasinya. Meskipun iroiro dan samazama merupakan sinonim yang sama dan memiliki makna yang sama, situasi diantara iroiro dan samazama tersebut berbeda dan kedua ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan sama.

Istilah sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti “nama” dan syn yang berarti “dengan”. Makna secara harfiahnya adalah nama lain


(20)

untuk benda yang sama. Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya (Chaer, 1994:297). Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama. Ketidaksamaan itu terjadi karena berbagai faktor, yaitu faktor waktu, faktor tempat atau wilayah, faktor keformalan, faktor sosial, faktor kegiatan, dan faktor nuansa makna.

Untuk makna iroiro dan samazama penulis menggunakan pendapat Hirotase dan Masayoshi (1994:121-122) dalam buku Effective Japan Usage Guide menyatakan bahwa:

いろいろはたくさんの種類があるというようすを表します。「い ろいろ」 は「さまざま」よりも一般的に広く使われ、ほとんどの場 合「さまざま」の代わりをすることができます。

Iroiro wa takusan no shurui ga aru to iu yousu o arawashimasu. [iroiro] wa [samazama] yori mo ippan teki ni hiroku tsukaware, hotondo no baai [samazama] no kawari o suru koto ga dekimasu. Terjemahan:

Iroiro menunjukkan bahwa ada banyak jenis. Iroiro digunakan lebih luas daripada samazama.

さまざまはたくさんの種類があるようすを表しますが、「いろ いろ」よりも少しかたい言い方です。それぞれに違いがあると いう意味が強く含まれています。

Samazama wa takusan no shurui ga aru yousu o arawashimasuga, [iroiro] yori mo sukoshikatai ii kata desu. Sorezore ni chigai ga aru to iu imi ga tsuyoku fukumarete imasu.

Terjemahan:

Samazama menunjukkan bahwa ada banyak jenis tetapi cara menjelaskannya agak lebih sulit daripada「iroiro」. Artinya termasuk kuat bahwa masing-masing mempunyai perbedaan.


(21)

Fungsi iroiro dan samazama penulis menggunakan pendapat Tian Zhonkui, Shoji Izuhara, dan Xianshun Jin (1998:08-109) dalam buku Ruigigo Tsukaiwake Jiten menyatakan bahwa :

いろいろ:副詞的に使って「あれこれ」、形容詞的に使って数 .

種類の多さ

Iroiro : fukushi teki ni tsukatte [are kore], keiyoushi teki ni tsukatte kazu . shurui no oosa.

Terjemahan:

Iroiro : Bilangan yang digunakan dalam kata sifat dan kata keterangan [aresore]. Banyaknya jenis.

さまざま:目で見た様子 . 状態が一つ一つ異なっていること。

種類の多さ。

Samazama : me de mita yousu . jyoutai ga hitotsu hitotsu kotonatte iru koto. Shurui no oosa.

Terjemahan:

Samazama : Suatu keadaan yang membedakan satu persatu keadaan yang dilihat dengan mata. Banyaknya jenis.

Konsep atau fungsi dan makna iroiro dan samazama di atas ini dijadikan acuan untuk pembahasan mengenai fungsi dan makna iroiro dan samazama dalam skripsi ini.

Berdasarkan kerangka teori di atas, maka penulis akan menginterpretasikan makna adjektiva iroiro dan samazama dengan konteks kalimatnya, serta melihat ketepatan pemilihan kedua kata bersinonim tersebut dalam kalimat.


(22)

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui makna kata antara iroiro dan samazama. 2. Untuk mengetahui fungsi kata antara iroiro dan samazama.

3. Untuk mengetahui perbedaan nuansa makna adjektiva iroiro dan samazama di dalam kalimat berbahasa Jepang.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk dapat dijadikan masukan bagi pembelajar bahasa Jepang untuk memahami penggunaan adjektiva iroiro dan samazama.

2. Untuk dapat dijadikan referensi bagi pembelajar bahasa Jepang untuk memahami fungsi dan makna adjektiva iroiro dan samazama.

3. Untuk dapat dijadikan acuan bagi penelitian bahasa Jepang mengenai kata bersinonim lainnya.

1.6 Metode Penelitian

Dalam pembahasan atau penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif. Menurut Surachmad (1988:5) dalam buku Pengantar Metodelogi Ilmiah menerangkan bahwa metode penelitian deskriptif lebih merupakan istilah umum yang mencakup berbagai teknik deskriptif. Diantaranya adalah penyelidikan yang menuturkan, menganalisa, dan mengklasifikasikan. Dan


(23)

pelaksanaan metode deskriptif tidak terbatas hanya sampai pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data ini.

Data-data yang diperoleh adalah melalui penelitian pustaka atau metode kepustakaan (Library Research). Dalam hal ini penulis mengumpulkan dan menganalisis buku-buku dan data-data yang berhubungan dengan tata bahasa, baik itu buku bahasa Jepang, maupun buku bahasa Indonesia, khususnya buku-buku yang relevan dengan pembahasan skripsi ini.


(24)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP ADJEKTIVA DAN STUDI SEMANTIK

2.1 Definisi Adjektiva

2.1.1 Pengertian Adjektiva

Sebelum menelaah tentang adjektiva dan fungsi dan makna kata sifat dalam bahasa Jepang dan pemakaian adjektiva iroiro dan samazama, penulis akan menjelaskan pengertian adjektiva secara umum. Adjektiva adalah kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Adjektiva yang memberikan keterangan terhadap nomina itu berfungsi atributif. Keterangan itu dapat mengungkapkan suatu kualitas atau keanggotaan dalam suatu golongan. Contoh kata pemeri kualitas atau keanggotaan dalam suatu golongan itu ialah kecil, berat, merah, bundar, gaib, dan ganda. Selanjutnya adjektiva juga dapat berfungsi sebagai predikat dan adverbial kalimat. Fungsi predikatif dan adverbial itu dapat mengacu ke suatu keadaan. Contoh kata pemeri keadaan ialah mabuk, sakit, basah, baik, dan sadar. Adjektiva juga dicirikan oleh kemungkinannya menyatakan tingkat kualitas dan tingkat bandingan acuan nomina yang diterangkannya. Perbedaan tingkat kualitas ditegaskan dengan pemakaian kata seperti sangat di samping adjektiva. Karena dari segi bentuknya adjektiva dasar sukar dibedakan dari verba dasar, atau nomina dasar, klasifikasi adjektiva akan dipaparkan lebih dahulu berdasarkan ciri semantisnya. Perinciannya menjadi beberapa tipe pertalian dengan korelasi antara ciri semantisnya dengan proses pembentukan dan penurunan kata adjektiva secara morfologis, serta dengan perilaku sintaksisnya.


(25)

Dalam bahasa Jepang, adjektiva disebut juga dengan keiyoushi. Kata sifat adalah kata yang mengungkapkan situasi atau sifat pada suatu benda. Keiyoushi dapat mengalami perubahan, berdiri sendiri dan di dalam kalimat berfungsi sebagai predikat.

Dari defenisi yang telah dikemukakan di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa adjektiva (keiyoushi) adalah kata yang mengungkapkan situasi atau sifat, dapat mengalami perubahan, berdiri sendiri dan di dalam kalimat berfungsi sebagai predikat.

2.1.2 Jenis-jenis Adjektiva

Adjektiva dalam bahasa Jepang dapat di bagi menjadi dua, yaitu I-Keiyoushi dan Na-Keiyoushi.

Dalam buku Sudjianto dinyatakan bahwa I-keiyoushi atau adjektiva-i sering disebut juga dengan keiyoushi yaitu kelas kata yang menyatakan sifat atau keadaan sesuatu, dengan sendirinya dapat menjadi predikat dan dapat mengalami perubahan bentuk (Kitahara, 1995:82). Kata-kata yang termasuk i-keiyoushi dapat membentuk bunsetsu walaupun tanpa bantuan kelas kata lain. Setiap kata yang termasuk i-keiyoushi selalu diakhiri silabel /i/ dalam bentuk kamusnya, dapat menjadi predikat, dan dapat menjadi kata keterangan yang menerangkan kata lain dalam suatu kalimat. I-keiyoushi atau adjektiva-i pada umumnya dibagi menjadi dua macam, yaitu (Shimizu, 2000:46) :


(26)

1. Zokusei keiyoushi, yaitu kelompok adjektiva-I yang menyatakan sifat atau keaadaan secara objektif, misalnya takai ‘tinggi/mahal’, nagai ‘panjang’, hayai ‘cepat’, toui ‘jauh’, futoi ‘gemuk/besar’, akai ‘merah’, omoi ‘besar’, dan sebagainya.

2. Kanjoo keiyoushi, yaitu kelompok adjektiva-i yang menyatakan perasaan atau emosi secara subjektif, misalnya ureshii ‘senang/gembira’, kanashii ‘sedih’, kowai ‘takut’, itai ‘sakit’, kayui ‘gatal’, dan sebagainya.

Na-keiyoushi sering disebut juga dengan keiyoudoshi yaitu kelas kata yang dengan sendirinya dapat membentuk sebuah bunsetsu, dapat berubah bentuknya (termasuk yoogen), dan bentuk shuushikei-nya berakhir dengan da atau desu. Karena perubahannya mirip dengan doushi sedangkan artinya mirip dengan keiyoushi, maka kelas kata ini disebut dengan keiyoudoshi (Iwabuchi, 1989:96). Selain menjadi predikat, na-keiyoushi pun dapat menjadi kata keterangan yang menerangkan kata lain pada suatu kalimat. Na-keiyoushi atau keiyoudoshi pun dapat diklasifikasikan seperti i-keiyoushi seperti berikut (Shimizu, 2000 : 46-47) : 1. Keiyoudoushi yang menyatakan sifat, misalnya shizuka na ‘tenang/sepi’,

kirei na ‘indah/cantik/bersih’, sawayaka na ‘segar’, akiraka na ‘jelas’, sakan na ‘makmur/populer’, kenkouteki na ‘sehat’ dan sebagainya.

2. Keiyoudoushi yang menyatakan perasaan, misalnya zannen na ‘merasa menyesal/sayang sekali’, yukai na ‘senang hati/gembira, fushigi na ‘aneh’, suki na ‘suka’, kirai na ‘benci’, heiki na ‘tenang/tidak memperhatikan, dan sebagainya.


(27)

Seperti yang telah disinggungkan sebelumnya, bahwa adjektiva dalam bahasa Jepang ada dua macam, yaitu yang berakhiran (gobi) I yang disebut dengan keiyoushi atau I-keiyoushi, dan yang berakhiran (gobi) DA atau NA yang dikenal dengan sebutan keiyoudoushi atau Na-keiyoushi. Bagian yang mengalami perubahan dalam adjektiva-I, yaitu fonem /i/, sedangkan pada adjektiva-Na yang juga disebut dengan adjektiva-Da, yang mengalami perubahan adalah /da/.

Jenis perubahan adjektiva dalam bahasa Jepang hampir sama dengan jenis perubahan verba, tetapi tidak ada perubahan ke dalam bentuk meireikei (perintah). Ini merupakan hal yang wajar, sebab makna adjektiva dalam bahasa Jepang, yaitu kata yang berfungsi untuk menunjukkan keadaan, sifat, atau perasaan yang diakhiri dengan huruf /i/ atau /da/. Berbagai bentuk perubahan untuk kedua jenis adjektiva tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut.

Jenis Perubahan Adjektiva-I Adjektiva-Na Keterangan

Bentuk Kamus oo-i Shizuka-da Bentuk dasar Mizenkei oo-karou Shizuka-darou kemungkinan Ren-youkei oo-katta

oo-ku

oo-ku-nai

oo-kute

oo-u (gozaimasu)

Shizuka-datta

Shizuka-ni

Shizuka-de-nai

Shizuka-de

Shizuka-de (gozaimasu)

Lampau (+) diikuti predikat menyangkal (-) sambung/halus

Shuushikei oo-i Shizuka-da Akhir kalimat


(28)

Kateikei oo-kereba Shizuka-nara pengandaian

2.1.3 Fungsi Adjektiva Iroiro dan Samazama

Adjektiva iroiro dan samazama merupakan adjektiva berakhiran Na atau Da (keiyoudoushi). Yang berfungsi sebagai kata sifat yang menerangkan dan menjelaskan kata benda yang mengikutinya dan dapat menjadi predikat dan dapat mengalami perubahan bentuk.

Dalam kamus pemakaian bahasa Jepang dasar, Kikuo Nomoto (1988:385, 960),

Iroiro merupakan ragam lisan. Samazama merupakan ragam agak formal atau resmi.

2.1.4 Pengertian Adjektiva Iroiro dan Samazama

Dalam kamus bahasa Jepang–Indonesia, Goro taneguchi (1999:199,488) Iroiro artinya adalah macam-macam, berjenis-jenis, warna-warni, berbagai, serba-serbi. Samazama artinya dalah bermacam-macam, berjenis-jenis.

Dalam kamus Jepang- Indonesia, T.Chandra (1981:59,156)

Iroiro adalah bermacam-macam, berjenis-jenis, berupa-rupa, beraneka ragam, berbagai, serba neka, serba serbi. Samazama sama dengan Iroiro yang menunjukkan bermacam-macam, berjenis-jenis, berupa-rupa, beraneka ragam,


(29)

2.2 Studi Semantik dalam Kajian Semantik 2.2.1 Definisi Semantik

Semantik (imiron) merupakan salah satu cabang linguistik yang (gengogaku) yang mengkaji tentang makna. Semantik memegang peranan yang penting, karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi tiada lain untuk menyampaikan suatu makna. Penelitian yang berhubungan dengan bahasa, apakah struktur kalimat, kosakata, ataupun bunyi-bunyi bahasa, pada hakikatnya tidak terlepas dari makna.

Sutedi (2008:111) menyebutkan bahwa objek kalimat semantik antara lain makna kata (go no imi), relasi makna antarsatu kata dengan kata yang lainnya (go no imi kankei), makna frase (ku no imi), dan makna kalimat (bun no imi).

1. Makna Kata (go no imi)

Makna setiap kata merupakan salah satu objek kajian semantik, karena komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa yang sama seperti bahasa Jepang, baru akan berjalan dengan lancar jika setiap kata yang digunakan oleh pembicara dalam komunikasi tersebut makna atau maksudnya sama dengan yang digunakan oleh lawan bicaranya.

Dalam bahasa Jepang, banyak sinonim (ruigigo) dan sangat sulit untuk bias dipadankan ke dalam bahasa Indonesia satu persatu. Ditambah minimnya buku-buku atau kamus yang bertuliskan bahasa Indonesia yang membahas secara rinci dan jelas tentang persamaan dan perbedaan dari setiap sinonim tersebut.


(30)

2. Relasi Makna (go no imi kankei)

Relasi makna adalah hubungan antara dua kata atau lebih sehubungan dengan penyusunan kelompok kata (goi) berdasarkan kategori tertentu. Misalnya, pada verba 「話す ‘hanasu’」(berbicara), 「言う ‘iu’」(berkata), 「しゃべる ‘shaberu’」(ngomong), dan 「食べる ‘taberu’」(makan), dapat dikelompokkan ke dalam kotoba o hassuru (bertutur) untuk tiga verba pertama, sedangkan taberu tidak termasuk ke dalamnya. Contoh lainnya, misalnya hubungan makna antara kata 「話す ‘hanasu’」dan 「言う’iu’」, 「高い ‘takai’」(tinggi) dan 「低い ‘hikui’」(rendah), 「動物 ‘doubutsu’」(binatang) dan 「犬 ‘inu’」(anjing) akan berlainan, sehingga perlu diperjelas. Pasangan pertama merupakan sinonim (hanasu dan iu), pasangan kedua merupakan antonim (takai dan hikui), sedangkan pasangan yang terakhir merupakan hubungan superordinat (doubutsu dan inu). 3. Makna Frase (ku no imi)

Makna frase merupakan makna yang terkandung dalam sebuah rangkaian kata-kata yang disebut dengan ungkapan. Contohnya, dalam bahasa Jepang ungkapan 「本を読む ‘hon o yomu’」(membaca buku), 「靴を買う’kutsu o kau’」(membeli sepatu), dan 「腹が立つ ‘hara ga tatsu’」(perut berdiri = marah) merupakan satu frase. Frase ‘hon o yomu’ dan ‘kutsu o kau’ dapat dipahami cukup dengan mengetahui makna kata hon, kutsu, kau, dan o, ditambah dengan pemahaman tentang struktur kalimat bahwa ‘nomina + o + verba’. Jadi, frase tersebut bisa dipahami secara leksikal (mojidouri no imi). Tetapi untuk frase ‘hara ga tatsu’, meskipun seseorang mengetahui makna setiap kata dan strukturnya, belum tentu bisa memahami makna frase tersebut, jika tidak


(31)

Lain halnya dengan frase 「足を洗う ‘ashi o arau’」, ada dua makna, yaitu secara leksikal (mojidouri no imi), yaitu mencuci kaki, dan juga secara idiomatical (kanyokuteki imi), yaitu berhenti berbuat jahat. Jadi, dalam bahasa Jepang ada frase yang hanya bermakna secara leksikal saja, ada frase yang bermakna secara idiomatikal saja, dan ada juga frase yang bermakna keduanya. 4. Makna Kalimat (bun no imi)

Makna kalimat juga dijadikan sebagai objek kajian semantik, karena suatu kalimat ditentukan oleh makna setiap kata dan strukturnya. Misalnya pada kalimat ‘Watashi wa Yamada san ni megane o ageru’ (Saya memberikan kacamata pada Yamada) dan kalimat ‘Watashi wa Yamada san ni tokei o ageru’ (Saya memberi jam pada Yamada). Jika dilihat dari strukturnya, kalimat tersebut sama, yaitu, ‘A wa B ni C o ageru’ tetapi maknanya berbeda. Oleh karena itu, makna kalimat ditentukan oleh kata yang menjadi unsure kalimat tersebut.

Lain halnya dengan kalimat ‘Watashi wa Yamada san to Tanaka san o matte iru’, terdapat dua makna yang terkandung di dalamnya, yaitu [Watashi wa] [Yamada san to Tanaka san o] [matte iru] yang berarti (Saya menunggu Yamada dan Tanaka) dan [Watashi wa] [Yamada san to] [Tanaka san o matte iru] yang berarti (Saya bersama Yamada menunggu Tanaka). Dari sini bisa diketahui bahwa dalam suatu kalimat bisa menimbulkan makna ganda yang berbeda.

Dari uraian di atas, bisa disimpulkan bahwa objek kajian semantik adalah berupa makna kata dan frase, relasi makna antara beberapa kata, dan makna kalimat.


(32)

2.2.1.1Jenis-jenis Makna Dalam Semantik

Menurut Chaer (2002:59), sesungguhnya jenis atau tipe makna itu memang dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal adanya makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Berdasarkan kriteria lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik, dan sebagainya. Berikut akan dibahas pengertian makna-makna tersebut satu persatu

1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Menurut Chaer (2002:60), leksikal adalah bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon (vokabuler, kosakata, perbendaharaan kata). Makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, leksem, atau bersifat kata. Lalu, karena itu dapat dikatakan pula bahwa makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Sedangkan menurut Sutedi (2008:115), makna leksikal dalam bahasa Jepang dikenal dengan istilah 「 辞 書 的 意 味 ‘jishoteki imi’」atau 「 語 彙 的 意 味 ‘goiteki imi’」. Makna leksikal adalah makna kata yang ssungguhnya sesuai dengan referensinya sebagai hasil pengamatan indra dan terlepas dari unsur


(33)

gramatikalnya, atau bisa juga dikatakan sebagai makna asli suatu makna. Misalnya, dalam bahasa Jepang kata 「猫 ‘neko’」dan kata 「学校 ‘gakkou’」 memiliki makna leksikal (kucing) dan (sekolah).

Makna gramatikal, menurut Chaer (2002:63) adalah makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata dalam kalimat. Sedangkan menurut Sutedi (2008:115), makna gramatikal dalam bahasa Jepang disebut 「文法的意味 ‘bunpouteki imi’」yaitu makna yang muncul akibat proses gramatikalnya. Dalam bahasa Jepang, 「助詞 ‘joshi’」 (partikel) dan 「助動詞 ‘jodoushi’」 (kopula) tidak memiliki makna leksikal, tetapi memiliki makna gramatikal, sebab baru jelas maknanya jika digunakan dalam kalimat. Verba dan adjektiva memiliki kedua jenis makna tersbut, misalnya pada kata 「忙しい ‘ishogashii’」 dan 「食べる ‘taberu’」, bagian gokan-nya [ishogashi] dan [tabe] bermakna leksikal (sibuk) dan (memakan), sedangkan gobi-nya, yaitu [伊/i] dan [る/ru] sebagai makna gramatikal, karena akan berubah sesuai dengan konteks gramatikalnya. Partikel 「に ‘ni’」secara leksikal tidak jelas maknanya, tetapi baru jelas kalau digunakan dalam kalimat seperti 「バンドンに住んでいる ‘Bandon ni sunde iru’」 (tinggal di Bandung).

2. Makna Referensial dan Nonreferensial

Menurut Chaer (2002:63), perbedaan makna referensial dan nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya refern dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata tersebut tidak mempunyai referen, maka kata-kata itu disebut kata bermakna nonreferensial.


(34)

Kata meja dan kursi termasuk kata yang bermakna referensial karena keduanya mmpunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut ‘meja’ dan ‘kursi’. Sebaliknya kata karena dan tetapi tidak mempunyai referen. Jadi, kata karena dan kata tetapi termasuk kata yang bermakna nonreferensial.

3. Makna Denotatif dan Konotatif

Menurut Chaer (2002:65), makna denotatif (sering disebut juga makna denotasional, makna konseptual, atau makna kognitif karena dilihat dari sudut yang lain) pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotative lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pngamatan lainnya. Jadi makna denotatif menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Sedangkan makna konotatif adalah makna tambahan yang mempunyai nilai rasa, baik positif maupun negatif.

Menurut Sutedi (2008:115), makna denotatif dalam bahasa Jepang disebut 「明示的意味 ‘meijiteki imi’」 atau 「外延‘gaien’」, yaitu makna yang berkaitan dengan dunia luar bahasa, seperti suatu objek atau gagasan dan bias dijelaskan dengan analisis komponen makna. Makna konotatif disebut 「 暗 示 的 意 味 ‘anjiteki imi’」 atau 「 内 包 ‘naihou’」 yaitu makna yang ditimbulkan karena perasaan atau pikiran pembicara dan lawan bicaranya. Misalnya, pada kata 「父 ‘chichi’」 dan 「親父 ‘oyaji’」 kedua-duanya memiliki makna yang sama yaitu (ayah), tetapi keduanya memiliki nilai rasa yang berbeda. Kata chichi digunakan lebih formal dan lebih halus, sedangkan kata oyaji terkesan lebih dekat dan lebih akrab. Begitu juga dengan conto lainnya, yaitu kata 「化粧室 ‘keshoushitsu’」 dan


(35)

dan nilai rasanya berbeda, keshoushitsu terkesan bersih, sedangkan benjo terkesan kotor dan bau.

4. Makna Umum dan Makna Khusus

Menurut Chaer (2002:71) mengemukakan bahwa kata dengan makna umum memiliki pengertian dan pemakaian yang lebih luas, sedangkan kata dengan makna khusus mempunyai pengertian dan pemakaian yang lebih terbatas. Misalnya dalam deretan sinonim besar, agung, akbar, raya dan kolosal. Kata besar adalah kata yang bermakna umum dan pemakaiannya lebih luas daripada kata lainnya. Kita dapat mengganti kata agung, akbar, raya, dan kolosal dengan kata besar itu secara bebas. Frase Tuhan yang maha Agung dapat diganti dengan Tuhan yang maha Besar, frase rapat akbar dapat diganti dengan rapat besar, frase hari raya dapat diganti dengan hari besar, dan frase film kolosal dapat diganti dengan film besar. Sebaliknya frase rumah besar tidak dapat diganti dengan rumah agung, atau juga rumah kolosal.

5. Makna Konseptual, Asosiatif, dan Idiomatik

Menurut Chaer (2002:72), makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan referennya, dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apa pun. Jadi, dapat dikatakan bahwa makna konseptual ini sama dengan makna referensial, makna leksikal, dan makna denotatif. Sedangkan makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan makna suci, atau kesucian, kata merah berasosiasi dengan makna berani atau juga dengan golongan komunis, kata lmenurut Chaer (2002:75), adalah makna sebuah satuan bahasa (kata, frase, atau


(36)

kalimat), yang ‘menyimpang’ dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Contohnya adalah membanting tulang, menjual gigi, dan meja hijau.

2.2.1.2 Perubahan Makna Dalam Semantik

Menurut Sutedi (2008:116), Perubahan makna suatu kata terjadi karena berbagai faktor, seperti perkembangan peradaban manusia pemakai bahasa tersebut, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, atau pengaruh bahasa asing. Beberapa jenis perubahan makna dalam bahasa Jepang, di antaranya sebagai berikut.

a. Dari yang konkrit ke abstrak

Kata 「頭 ‘atama’」(kepala) dan 「腕 ‘ude’」(lengan) serta 「道 ‘michi’」 (jalan) yang merupakan benda konkret, berubah menjadi abstrak ketika digunakan seperti berikut ini.

頭がいい atama ga ii (kepandaian) 腕が上がる ude ga agaru (kemampuan) 日本語教師への道 nihon go kyoushi e no michi (cara/petunjuk) b. Dari ruang ke waktu

Kata 「前 ‘mae’」(depan) dan 「長い ‘nagai’」(panjang) yang menyatakan arti (ruang), berubah menjadi (waktu) seperti pada contoh berikut.

三年前 san nen mae (yang lalu)


(37)

c. Perubahan penggunaan indra

Kata 「 大 き い ‘ookii’」(besar) semula diamati dengan indra penglihatan (mata), berubah ke indra pendengaran (telinga), seperti frase 「 大 き い 声 ‘ookii koe’」(suara keras), kata 「甘い ‘amai’」(manis) dari indra perasa menjadi karakter seperti dalam frase 「甘い子 ‘amai ko’」(anak manja). d. Dari yang khusus ke umum/generalisasi

Kata 「 着 物 ‘kimono’」yang semula berarti (pakaian tradisional Jepang) digunakan untuk menunjukkan pakaian secara umum 「 服 ‘fuku’」dan sebagainya.

e. Dari umum ke khusus/spesialisasi

Kata 「花 ‘hana’」(bunga secara umum) dan 「卵 ‘tamago’」(telur secara umum) digunakan untuk menunjukkan hal yang lebih khusus seperti dalam penggunaan berikut.

花見 hana-mi (bunga sakura)

卵を食べる tamago o taberu (telur ayam) f. Perubahan nilai kea rah positif

Misalnya, kata 「僕 ‘boku’」(saya) dulu digunakan untuk budak atau pelayan, tetapi sekarang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan adanya perubahan nilai, dari yang kurang baik, menjadi baik. g. Perubahan nilai kea rah negative

Misalnya, kata 「 貴 様 ‘kisama’」(kamu) dulu sering digunakan untuk menunjukkan kata 「 あ な た ‘anata’」(anda), tetapi sekarang digunakan


(38)

hanya kepada orang yang dianggap rendah saja. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran nilai dari yang baik menjadi kurang baik.

2.2.1.3 Manfaat Mempelajari Semantik

Manfaat apa yang dapat kita petik dari studi semantik sangat tergantung dari bidang apa yang kita geluti dalam tugas kita sehari-hari. Bagi seorang wartawan, seorang reporter, atau orang-orang yang berkecimpung dalam dunia persuratkabaran dan pemberitaan, mereka barangkali akan memperoleh manfaat praktis dari pengetahuan mengenai semantik. Pengetahuan semantik akan memudahkannya dalam memilih dan menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat umum. Tanpa pengetahuan akan konsep-konsep polisemi, homonim, denotasi, konotasi, dan nuansa-nuansa makna tentu akan sulit bagi mereka untuk dapat menyampaikan informasi secara tepat dan benar.

Bagi mereka yang berkecimpung dalam penelitian bahasa, seperti mereka yang belajar di Fakultas Sastra maupun Fakultas Bahasa dan Seni, pengetahuan semantik akan banyak member bekal teoritis untuk dapat menganalisis bahasa atau bahasa-bahasa yang sedang dipelajarinya. Sedangkan bagi seorang guru atau calon guru, pengetahuan mengenai semantik akan member manfaat teoritis, karena sebagai seorang guru bahasa harus mengerti dan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh tentang bahasa yang akan diajarkannya. Sedangkan manfaat praktis yang diperoleh dari mempelajari teori semantik adalah pemahaman yang


(39)

lebih mendalam mengenai makna dari suatu kata yang makna katanya berdekatan atau memiliki kemiripan arti (Chaer, 2002:11,12).

2.2.2 Definisi Sinonim

Dalam setiap bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa Jepang, seringkali kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya (Chaer, 2002:82). Hubungan atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal kesamaan makna (sinonim), ketercakupan makna (hiponim), kelainan makna (homonim), kelebihan makna (redundansi).

Secara etimologi, kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti ‘makna’, dan syn yang berarti ‘dengan’. Secara semantik Verhaar (1978) mendefinisikan sebagai ungkapan berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain (Chaer, 2002: 82). Umpamanya kata buruk dan jelek adalah dua buah kata yang bersinonim, bunga, kembang, dan puspa adalah tiga buah kata yang bersinonim, mati, wafat, meninggal, dan mampus adalah empat buah kata yang bersinonim.

Apabila suatu kata memiliki makna yang hampir sama (mirip) dengan satu atau lebih kata yang lain, maka dapat dikatakan bahwa kata-kata tersebut memiliki hubungan atau relasi makna yang termasuk ke dalam sinonim. Sinonim atau sinonimi adalah hubungan semantik, yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ajuran lainnya (Chaer, 1994 : 299). Akan tetapi, meskipun bersinonim, maknanya tidak akan persis sama. Hal ini dikarenakan tidak ada sinonim yang maknanya tidak akan persis sama.


(40)

Ketidaksamaan itu terjadi karena berbagai faktor, antara lain faktor waktu, faktor tempat atau wilayah, faktor keformalan, faktor sosial, faktor bidang bidang kegiatan, dan faktor nuansa makna.

Dalam bahasa Jepang, 「類義語 ‘ruigigo’」merupakan salah satu objek kajian semantik. Sinonim merupakan beberapa kata yang maknanya hampir sama. Hal ini juga banyak ditemukan dalam bahasa Jepang, sehingga menjadi salah satu penyebab kesulitan dalam mempelajari bahasa Jepang (Sutedi, 2003 : 129). Dalam buku Sutedi, Momiyama (1998) memberikan beberapa pemikiran tentang cara mengidentifikasikan suatu sinonim, seperti berikut.

a. Chokkanteki (intuitif bahasa) bagi para penutur asli dengan berdasarkan pada pengalaman hidupnya. Bagi penutur asli jika mendengar suatu kata, maka secara langsung dapat merasakan bahwa kata tersebut bersinonim atau tidak. b. Beberapa kata jika diterjemahkan ke dalam bahasa asing, akan menjadi

satu kata, misalnya kata oriru, kudaru, sagaru, dan furu dalam bahasa Indonesia bias dipadankan dengan kata (turun).

c. Dapat menduduki posisi yang sama dalam suatu kalimat dengan perbedaan makna yang kecil. Misalnya, pada frase 「階段を上がる ‘kaidan o agaru’」dan 「階段を上る ‘kaidan o noboru’」 sama-sama berarti (menaiki tangga).

d. Dalam menegaskan suatu makna, kedua-duanya bias digunakan secara bersamaan (sekaligus). Misalnya, kata 「 光 る ‘hikaru’ 」 dan 「 輝 く ’kagayaku’ 」 kedua-duanya berarti (bersinar), bisa digunakan secara


(41)

bersamaan seperti pada 「星が光り輝いている ‘hoshi ga hikari kagayaite iru’」(bintang bersinar cemerlang).

Cara yang pertama bagi orang asing masih sangat sulit, karena adanya keterbatasan kemampuan berbahasa Jepang. Kecuali mereka yang sudah lama menetap di negara pemakai bahasa tersebut dan kemampuannya sudah sejajar dengan penutur asli. Cara yang paling mudah dilakukan orang asing, yaitu cara yang kedua, kendatinyapun akan melahirkan suatu pandangan yang berbeda. Misalnya ada dua kata yang bagi penutur asli mungkin saja tidak dirasakan sebagai suatu sinonim, tetapi bagi orang asing ketika dipadankan ke dalam bahasa Indonesia menjadi satu kata, yaitu kata (memakai).

Bagaimanapun juga verba-verba tersebut bisa dianggap sebagai verba yang bersinonim. Sinonim dalam bahasa Jepang bisa ditemukan tidak hanya pada verba, tetapi pada nomina, adjketiva, bahkan ungkapan dan partikel pun bisa terjadi. Oleh karena itu, penganalisaan terhadap perbedaan dan persamaan makna suatu sinonim perlu dilakukan, dan hal ini juga merupakan objek kajian semantik.

2.2.3 Pilihan Kata

Kata-kata yang bersinonim ada yang saling menggantikan ada pula yang tidak. Karena itu, kita harus memilihnya secara tepat dan seksama untuk menghindari kerancuan dalam menginterpretasikan maknanya. Hal ini berkaitan dengan diksi atau pilihan kata. Dalam bahasa Indonesia, kata diksi berasal dari kata dictionary (bahasa inggris yang kata dasarnya diction) berarti perihal pemilihan kata. Menurut Websters dalam Bagus (2009:7), diction diuraikan sebagai choice of words esp with regard to correctness, clearness, or


(42)

effectiveness. Jadi, diksi membahas penggunaan kata, terutama pada soal kebenaran, kejelasan, dan keefektifan. Sedangkan menurut Keraf (2006:24), dapat diturunkan tiga kesimpulan utama mengenai diksi. Pertama, pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosakata atau perbendaharaan kata bahasa itu.

Diksi atau pilihan kata harus berdasarkan tiga tolak ukur, yaitu ketepatan, kebenaran, kelaziman. Kata yang tepat adalah kata yang mempunyai makna yang dapat mengungkapkan gagasan secara cermat sesuia dengan gagasan pemakai bahasa. Kata yang benar adalah kata yang diucapkan atau ditulis sesuai dengan bentuk yang benar, yaitu sesuai dengan kaidah kebahasaan. Kata yang lazim berarti bahwa kata yang dipakai dalam bentuk yang sudah dibiasakan dan bukan merupakan bentuk yang dibuat-buat.

Berdasarkan konsep dari pilihan kata di atas, kata yang maknanya hampir sama atau yang disebut sinonim harus dapat dipilih dengan tepat sesuai dengan situasi dan konteks kalimatnya, agar gagasan yang terkandung di dalam makna kata tersebut dapat tersampaikan dengan baik.


(43)

BAB III

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA SERTA PERBEDAAN

IROIRO DAN SAMAZAMA

3.1 Makna Iroiro dan Samazama

Iroiro dan samazama merupakan adjektiva-NA atau kata kerja NA di dalam bahasa Jepang. Berikut ini akan dijelaskan tentang pengertian atau makna Iroiro dan Samazama.

a. Hirotase dan Masayoshi (1994:121) menyatakan bahwa:

いろいろはたくさんの種類があるというようすを表します。「い ろいろ」 は「さまざま」よりも一般的に広く使われ、ほとんどの場 合「さまざま」の代わりをすることができます。

Iroiro wa takusan no shurui ga aru to iu yousu wo arawashimasu. [iroiro] wa [samazama] yori mo ippanteki ni hiroku tsukaware, hotondo no baai [samazama] no kawari wo suru koto ga dekimasu.

Terjemahan:

Iroiro menunjukkan bahwa ada banyak jenis. Iroiro digunakan juga secara luas daripada samazama, umumnya bisa menggantikan samazama.

Hirotase dan Masayoshi (1994:122) menyatakan bahwa:

さまざまはたくさんの種類があるようすを表しますが、「いろ いろ」よりも少しかたい言い方です。それぞれに違いがあると いう意味が強く含まれています。

Samazama wa takusan no shurui ga aru yousu wo arawashimasuga, [iroiro] yorimo sukoshikatai ii kata desu. Sorezore ni chigai ga aru to iu imi ga tsuyoku fukumareteimasu.


(44)

Terjemahan:

Samazama menunjukkan bahwa ada banyak jenis tetapi cara menjelaskannya agak lebih sulit daripada「iroiro」. Artinya termasuk kuat bahwa masing-masing mempunyai perbedaan.

b. Sakata Yukiko (1995:65) menyebutkan bahwa: 「いろいろ」は種類がたくさんあるようす。 [iroiro] wa shurui ga takusan aru yousu. Terjemahan:

Iroiro menunjukkan keadaan banyaknya jenis. Sakata Yukiko (1995:382) menyebutkan bahwa:

「さまざま」はそれぞれ違っていて、いくつも種類があるよう す。

[samazama] wa sorezore chigatteite, ikutsumo shurui ga aru yousu. Terjemahan:

Samazama menunjukkan adanya bermacam-macam jenis benda dan masing-masing memiliki perbedaan.

c. Hayashi shirou (1993:71) menyebutkan bahwa: 「いろいろ」は変化へ ん かにとんでいる。

[iroiro] wa henka ni tonde iru. Terjemahan:

[iroiro] menjelaskan tentang perubahan, variasi. Hayashi Shirou (1993:391) menyebutkan bahwa:

「さまざま」は性質せいしつやしゅるい

[Samazama] wa seishitsu ya shurui nado ga sorezore chigatte iru.

種類などがそれぞれちがっている。

Terjemahan:


(45)

d. Akiyasu Toudou (1972:777) menyebutkan bahwa : 「いろいろ」種類が多いようす。

[iroiro] shurui ga ooi yousu. Terjemahan:

[iroiro] Menyatakan banyaknya jenis.

Akiyasu Toudou (1972:562) menyebutkan bahwa:

「さまざま」性質や種類などがいろいろであること。

[samazama] seishitsu ya shurui nado ga iroiro de aru koto. Terjemahan:

[samazama] bahwa sifat, jenis, dan lain-lain, hal adanya berbagai macam.

3.2 Fungsi Iroiro dan Samazama

Fungsi iroiro dan samazama menurut pendapat: a. Minazima Tatuo (1972:48) menyatakan bahwa:

「いろいろ」、「さまざま」は両方可能が「いろいろ」は 「に」をともなわれないもの、「さまざま」はともなうものが ふつうである。名詞として使う場合には、「虫のいろいろをめ でる」のように上に、「~の」をともなって使われるものに 「いろいろ」「さまざま」がある。「いろいろ」は中立的な日 常語。「さまざま」はが一番日常語に近い。

[iroiro], [samazam] wa ryouhoukanou ga [iroiro] wa [ni] o tomonawarenai mono, [samazama] wa tomonau mono ga futsuu de aru. Meishi toshite tsukau baai wa, [mushi no iroiro o mederu] no you ni ue ni, [~no] o tomonatte tsukawareru mono ni [iroiro] [samazama] ga aru. [iroiro] wa chuuritsu teki na nichijyou go. [samazama] wa ichiban nichijyou go ni chikai.

Terjemahan :

[iroiro], [samazama] keduanya adalah [iroiro] bendanya tidak disertai dengan partikel [ni], [samazama] biasanya bendanya ada disertai dengan partikel [ni]. Apabila menggunakan kata benda, seperti yang ada di atas yaitu [saya mengagumi berbagai macam serangga], ada [iroiro] [samazama] yang bisa digunakan dengan partikel [~no]. [iroiro] adalah


(46)

bahasa sehari-hari yang normal. [samazama] mendekati dengan bahasa yang paling sehari-hari.

b. Tian Zhonkui, Shoji Izuhara, dan Xianshun Jin (1998:108) menyatakan bahwa :

いろいろ:副詞的に使って「あれこれ」、形容詞的に使って数 .

種類の多さ

Iroiro : fukushi teki ni tsukatte [are kore], keiyoushi teki ni tsukatte kazu . shurui no oosa.

Terjemahan:

Iroiro : Bilangan yang digunakan dalam kata sifat dan kata keterangan [aresore]. Banyaknya jenis.

Tian Zhonkui, Shoji Izuhara, dan Xianshun Jin (1998:109) menyatakan bahwa :

さまざま:目で見た様子 . 状態が一つ一つ異なっていること。

種類の多さ。

Samazama : me de mita yousu . jyoutai ga hitotsu hitotsu kotonatte iru koto. Shurui no oosa.

Terjemahan:

Samazama : Suatu keadaan yang membedakan satu persatu keadaan yang dilihat dengan mata. Banyaknya jenis.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli linguistik tersebut, penulis dapat menganalisis fungsi dan makna iroiro dan samazama sebagai berikut:

Iroiro

Cuplikan 1 :

木村屋は 1900 年にもアンズジャムを入れた「ジャムパン」を発売。つつ いて 1904 年には、新宿の「中村屋」がカスタードクリーム入りの「クリ


(47)

ームパン」を発売した。1910 年代になるとアメリカからイースト菌が伝 わり、製パン技術はさらに向上する。第2次世界大戦後は種類も増えて、 いろいろ

(Nipponia, No. 36, 2006:20)

と趣向をこらした菓子パンが店頭を賑わすようになった。

Kimura ya wa 1900 nen ni mo anzu jamu o ireta [jamu pan] o hatsubai. Tsuzuite 1904 nen ni wa, shinjuku no [Nakamura ya] ga kasutaado kuriimu iri no [kuurimu pan] o hatsubaishita. 1910 nendai ni naru to Amerika kara iisuto kin ga tsutawari, zei pan gijyutsu wa sara ni koujyou suru. Dai 2 ji sekai taisen go wa shurui mo fuete, iroiro to shukou o korashita kashi pan ga tentou o nigiwasu youni natta.

Toko Kimura menjual [Roti selai] yang dimasukin selai buah sejak tahun 1900. Berlanjut pada tahun 1904, toko Nakamura di Shinjuku menjual [roti krim] yang dimasuki krim kastard. Begitu masuk tahun 1910 teknik pembuatan roti sudah turun menurun dari Amerika baru-baru ini meningkat. Setelah Perang Dunia ke II, jenis-jenisnya pun bertambah dan untuk meramaikan toko dibuatlah roti manis dengan beraneka jenis.

Analisis:

Kalimat pada cuplikan 1 di atas diambil dari wacana yang berjudul “菓子パン (Kashi Pan)” yang berarti (Roti Manis). Makna iroiro pada cuplikan kalimat tersebut adalah beraneka jenis, bermacam-macam. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa roti memiliki bermacam-macam jenis. Iroiri di wacana ini menyatakan tentang keadaan roti yang beraneka ragam, ada roti isi krim, roti isi


(48)

selai, roti manis. Beragam jenis roti tersebutlah yaang menunjukkan bahwa ada banyaknya roti yang dijual. Hal ini sesuai dengan pendapat Sakata Yukiko yaitu iroiro menunjukkan keadaaan banyaknya jenis.

Cuplikan 2:

天井に取り付つけられた円盤状のアクリル板にいろいろ

(Nipponia, No. 31, 2004:8)

な色の液体を流す仕 掛けたが、壁に張られた鏡に映って色と形が変化する、約40mもの球体 が浮かんでいるように見えるという。

Tenjyou ni tori tsukerareta enbanjyou no akuriru ban ni iroiro na iro no ekitai o nagasu shikaketa ga, kabe ni harareta kagami ni utsutte iro to katachi ga henkasuru, yaku 40m mono kyuutai ga ukandeiru youni mieru to iu.

Mulai mengalirankan cairan dalam berbagai warna ke plat akrilik yang berbentuk disk yang melekat pada langit-langit, tetapi bentuk dan warna yang berubah dalam cermin akan ditempelkan ke dinding. Kelihatannya akan mengambang sekitar 40m.

Analisis :

Kalimat pada cuplikan 2 di atas diambil dari wacana yng berjudul “世界最大の万 華鏡(Sekai Saidai no Mangekyou)” yang berarti “Kaleidoskop Besar Kecilnya Dunia”. Makna iroiro pada cuplikan tersebut adalah berbagai macam. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa cairan tersebut akan dibagi menjadi berbagai macam warna sesuai dengan bentuknya. Warna-warna tersebutlah yang akan


(49)

menunjukkan bentuk yang ada di cermin. Hal ini sesuai dengan pendapat Sakata Yukiko yaitu iroiro menunjukkan keadaan banyaknya jenis.

Cuplikan 3:

「旅行者の目で見た場合、外国人が日本の地方に行くと困ることが多いと 思うんです。いろいろ

(Nipponia, No. 31, 2004:34)

な案内が多国語で表示されていないとか、外国人向 けの宿泊施設が少ないとか、そういう面がもっと充実すればいいと思いま すね」と木村さん。

[Ryokousha no me de mita baai, gaikoku jin ga nihon no chihou ni iku to komaru koto ga ooi to omoun desu. Iroiro na annai ga takokugo de hyouji sarete inai toka, gaikokujin muke no shukuhaku shisetsu ga sukunai toka, sou iu men ga motto jyuujitsu sureba ii to omoimasune] to kimura san.

“Bila dilihat di mata wisatawan, saya berpikir bahwa orang asing akan sulit untuk pergi ke daerah pedesaan di Jepang. Berbagai informasi seperti tidak ditampilkannya dalam berbagai bahasa, seperti sedikitnya akomodasi untuk orang asing, dan saya pikir sebaiknya lebih menyempurnakan permukaannya”, Kimura berkata.

Analisis:

Kalimat pada cuplikan 3 di atas diambil dari wacana yang berjudul “観光広報大 使代1号に選ばれた人気女優木村佳乃(Kankou Kouhou Taishi Dai 1 gou ni Erabareta Ninki Jyoyuu Kimura Yoshino)” yang berarti “Kimura Yashino, Artis


(50)

Terkenal yang Terpilih di Urutan 1 Duta Hubungan Masyarakat dalam Pariwisata”. Makna Iroiro pada cuplikan kalimat tersebut adalah berbagai macam, berbeda-beda. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa bimbingan yang diterima oleh para wisatawan berbeda-beda disetiap daerah pedesaan yang ada di Jepang. Hal ini sesuai dengan pendapat Hayashi Shirou yaitu menjelaskan tentang perubahan, variasi.

Cuplikan 4 :

体にまつわる色鮮やかないろいろ

(Nipponia, No. 8, 1999:35)

な紐に焦点を当てることで,花見後の軽 い統帥感と女性であることの愉悦が見事に表現された名作である。

Karada ni matsuwaru iroazayaka na iroiro na himo ni shouten o ateru koto de, hanami ato no karui tousuikan to jyosei de aru koto no yuetsu ga migoto ni hyougen sareta meisaku de aru.

Dengan berfokus pada berbagai macam tali yang berwarna-warni yang disekitar tubuh kita, itu adalah karya yang besar yang mengekspresikan dengan keindahan untuk wanita dan kesederhanaan dari hanami.

Analisis :

Kalimat pada cuplikan 4 di atas diambil dari wacana yang berjudul “花衣ぬぐや まつはる紐いろいろ(Hanagoromo Nugu ya Matsuwaru Himo iroiro)” yang berarti “Bermacam-macam benang yang melingkari sekumpulan bunga”. Makna iroiro pada cuplikan kalimat tersebut adalah berbagai macam. Pada wacana


(51)

tersebut dijelaskan bahwa berbagai macam tali tersebut mengumpamakan bahwa tali-tali itu berada disekitar tubuh kita. Berbagai macam tali tersebut merupakan variasi dari warna-warna tersebut. Wacana berikut ini merupakan puisi Jepang karya dari Sugita Hisajo. Hal ini sesuai dengan pendapat Hayashi Shirou yaitu menjelaskan tentang perubahan, variasi.

Cuplikan 5 :

「たった2カ月間だけど、いろいろ

(Nipponia, No.35, 2005:13)

な人の触れ合いが楽しいね。シースン が終われば、安定した収入がなくなっちゃうけど。でも、なんといっても、 日本一の場所で生きられるんだからね」と、山口さんはちょっと誇らしげ に微笑んだ。

[tatta 2 kagetsu dake do, iroiro na hito no fureai ga tanoshii ne. Shiisun ga owareba, anteishita shuunyuu ga nakunacchau kedo. Demo, nanto ittemo nihon ichi no basho ga ikirarerun dakara ne] to, yamaguchi san wa chotto hokorashige ni hohoenda.

"Itu hanya dua bulan saja, tetapi interaksi dengan berbagai macam orang menyenangkan. Setelah musim berakhir, demonstrasi pendapatan tidak stabil. Tapi, jika saya mengatakan apapun, saya harus tinggal di tempat yang ada di Jepang," kata tuan Yamaguchi sambil tersenyum bangga sedikit.


(52)

Kalimat pada cuplikan 5 di atas diambil dari wacana yang berjudul “富士山とと もに生きる(Fujisan to Tomo ni Ikiru)” yang berarti “Hidup Diantara Gunung Fuji”. Makna iroiro pada cuplikan kalimat tersebut adalah berbagai macam, berbeda-beda. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa tuan Yamaguchi dalam waktu dua bulan berinteraksi dengan berbagai macam orang itu menyenangkan. Tuan Yamaguchi tersebut merupakan seorang pemilik toko yang ada di daerah dekat gunung Fuji dan tuan Yamaguchi merupakan pemilik toko Yamago yang ke 8 dan baru saja bekerja sebagai pemilik toko selama 2 bulan. Dan dari situlah tuan Yamaguchi mulai berinteraksi dengan berbagai macam karakter orang-orang yang baru dikenalnya. Hali ini sesuai dengan pendapat Sakata Yukiko yaitu iroiro menunjukkan keadaan banyaknya jenis.

Cuplikan 6 :

そのため、幼虫が水中で生活するトンボ類は種類(約190種)も固体数 も多くて、日本人とは古い時代から、いろいろ

(Nipponia, No. 29, 2004:25)

なかかわり合いの歴史があ った。

Sono tame, youchuu ga suichuu de seikatsu suru tonborui wa shurui (yaku 190 shu) mo kotaisuu mo ookute, nihon jin to wa furui jidai kara, iroiro na kakawariai no rekishi ga atta.

Oleh karena itu, lebah yang hidup di air (sekitar 190 spesies) juga merupakan jenis benda padat yang paling banyak dan ada sejarah dari berbagai macam keterlibatan dengan orang-orang Jepang dari zaman dahulu.


(53)

Analisis :

Kalimat pada cuplikan 6 di atas diambil dari wacana yang berjudul “日本はトン ボの国(Nippon wa Tonbo no Kuni)" yang berarti "Jepang adalah Negara Tonbo (Lebah)”. Makna iroiro pada cuplikan wacana tersebut adalah berbagai macam. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa lebah-lebah tersebut merupakan binatang yang paling banyak di Jepang dan ada juga sejarah bahwa lebah-lebah tersebut dari zaman dulu mempunyai keterlibatan dengan berbagai macam orang. Berbagai macam orang-orang tesebut dan lebah-lebah tersebut juga mengalami perubahan dari zaman ke zaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Hayashi Shirou yaitu iroiro menjelaskan tentang prubahan, variasi.

Cuplikan 7 :

新中華街は、かつて中国交易の舞台だったところ。わずか 200m四方の町 に、中華料理店や雑貨店がひしめいている。長崎の名物料理「ちゃんぽ ん」は、100 年ほど前に、中華料理店.しかいろうで生まれた。中国の麺 料理を基に、小エビやイカ、モヤシやキャベツなど、いろいろな食材を盛 り込んだ栄養満点の料理だ。「ちゃんぽん」は、「いろいろなものが混ざ った」という意味の言葉になったほど、日本中に広まっている。「長崎 は、いろいろな国の文化を吸収して、独自の文化を築いてきました。ちゃ んぽんも、ベースは中国料理ですが、長崎でとれた材料を使った、長崎で なければ生まれなかった料理だと思います」と、しかいろうの専務.ちん ゆうけいさんは話す。


(54)

(Nipponia, No. 29, 2004:31)

Shinchuukagai wa, katsute chuugoku koueki no butai datta tokoro. Wazuka 200m shihou no machi wa, chuukaryouriten ya zakkaten ga hishimeite iru. Nagasaki no meibutsu ryouri [chanpon] wa, 100 nen hodo mae ni, chuukaryouriten . shikairou de umareta. Chuugoku no menryouri o moto ni, ko ebi ya ika, moyashi ya kyabetsu nado, iroiro na shokuzai o morikonda eiyoumanten no ryouri da. [chanpon] wa, [iroiro na mono ga mazatta] to iu imi no kotoba ni natta hodo, nihon jyuu ni hiromatteiru. [nagasaki wa, iroiro na kuni no bunka o kyuushuu shite, dokuji no bunka o kizuite kimashita. Chanpon mo, beesu wa chuugoku ryouri desuga, nagasaki de toreta zairyou o tsukatta, nagasaki denakereba umarenakatta ryouri da to omoimasu] to, shikairou no senmu . chinyuukei san wa hanasu.

New Chinatown, dulunya merupakan perdagangan Cina. Di kota yang 200m persegi, penuh dengan toko dan restoran Cina. 100 tahun yang lalu, restoran Cina yang memiliki masakan khusus dari Nagasaki adalah "Chanpon" . Saya lahir di daerah empat lautan. Berdasarkan mie Cina, itu merupakan hidangan yang sangat bergizi yang dimasukan berbagai macam bahan yaitu seperti cumi-cumi dan udang, dan tauge dan kubis. Saya berpikir bahwa, "Chanpon" adalah kata-kata yang berarti "berbagai macam hal yang dicampur" dan tersebar luas di Jepang. "Nagasaki, menyerap budaya bermacama-macam negara dan telah membangun budaya sendiri. Chanpon juga dasarnya adalah masakan Cina, tapi dengan bahan yang berasal dari Nagasaki, hidangan yang tidak dilahirkan untuk menjadi Nagasaki" , managing director koridor. Mr. Chin berbicara.


(55)

Analisis :

Kalimat pada cuplikan 7 di atas diambil dari wacana yang berjudul “ただひとつ 、世界に開かれていた窓(Tada Hitotsu, Sekai ni Hirakareteita Mado)" yang berarti "Hanya Satu Jendela yang Terbuka di Dunia". Makna iroiro pada cuplikan wacana tersebut adalah bermacam-macam, berbagai macam. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa kota Chinatown yang baru yang ada di kota Nagasaki, dulunya merupakan perdagangan Cina, yang dipenuhi dengan toko dan restoran Cina. Restoran Cina tersebut membuat masakan khusus yang dinamai dengan “Chanpon”. Chanpon tersebut merupakan makanan yang dibuat dengan berbagai macam jenis bahan makanan dan kota Nagasaki juga merupakan kota yang menyerap budaya dari bermacam-macam negara dan sudah mengalami perubahan sesuai dengan keadaan kotanya tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Hayashi Shirou yaitu iroiro menjelaskan tentang perubahan, variasi.

Cuplikan 8 :

江戸前ずしが確立したすしだねの加工法の例は、枚挙にいとまがない。握 るのは瞬間でも、すしだねの仕込には、膨大な時間がかかる。全国に「江 戸前ずし」の看板を掲げたすし屋があふれているが、こういう地道な仕事 は失われつつある。握りずしにもいろいろ

(Nipponia, No. 47, 2008:8)

ある。無論それはそれでいい。 しかし、基本はあくまでここにある。

Edomae zushi ga kakuritsu shita sushi dane no kakouhou no rei wa, maikyo ni itoma ga nai. Nigiru no wa shunkan demo, sushi dane no shikomu ni wa, boudai


(56)

na jikan ga kakaru. Zenkoku ni [edomae zushi] no kanban o kakageta sushi ya ga afurete iru ga, kouiu jimichi na shigoto wa ushinawaretsutsu aru. Nigiri zushi ni mo iroiro aru. Muron sore wa sore de ii. Shikashi kihon wa akumade koko ni aru.

Sushi sebelum zaman Edo merupakan contoh metode pengolahan sushi seterusnya dan sebagainya. Setiap saat, dengan mengajarkan sushi akan memakan waktu. Di seluruh negeri, toko-toko sushi memasang tanda-tanda "sushi Edo-style" di mana-mana, tapi pekerjaan semacam ini berkurang. Nigiri sushi juga ada beraneka ragam. Tentunya ini baik-baik saja. Namun, dasarnya hanya ada disini. Analisis :

Kalimat pada cuplikan 8 di atas diambil dari wacana yang berjudul “本物の江戸 前ずしとは(Honmono no Edo Mae Zushi to wa)” yang berarti “Sushi Merupakan Produk Asli Sebelum Zaman Edo”. Makna iroiro yang pada cuplikan kalimat tersebut adalah beaneka ragam. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa sushi merupakan contoh metode pengolahan sushi sebelum zaman Edo. Jenis-jenis sushi juga beraneka ragam. Walaupun beraneka ragam dan memiliki perubahan di setiap zaman, sushi tetaplah sushi sesuai dengan style sushi yang beraneka ragam juga. Hal ini sesuai dengan pendapat Hayashi Shirou yaitu iroiro menjelaskan perubahan, variasi dan pendapat Sakata Yukiko yaitu iroiro menunjukkan keadaan banyaknya jenis.

Cuplikan 9 :

プデング 類が始めて日本に伝わったのは、1860年頃と思われる。横浜に イギリス人経営のホテルが誕生し、そこでほかのいろいろな西洋料理とと


(1)

6 握りずしが生まれたのは19世 紀初頭で、この頃は江戸グルメ の時代ともいわれ、ウナギの蒲 焼き、天ぷら、そばといった、 今日につながる東京を代表する さまざま

(Nipponia No. 47, 2008:6)

な食文化が誕生した。

o

o

7 約23万m2の広大な敷地に、マ

グロをはじめささまざま

o

な魚の セリ場や、約800軒もの仲買 人の店、そして築地ならではの 専門用品店や食堂がひしめいて いる。(Nipponia No. 47, 2008: 23)

o

8 現に、時計やカメラが要らなく

なったり、通信料を払うために カラオケやCD、本などにお金を 使わなくなったりすることで、 さまざま

o

な産業に打撃を与え始 め て い る 。(Nipponia No. 26, 2003:17)

o

9 にとって、さまざまな酒の中で

日本酒は、特別に神聖なものと いう考え方が、現代に強く息つ いているのだ。(Nipponia No. 44, 2008:12)

o

o

10 その後、パンや果物を入れたさ

まざま

o

なプヂングや、卵液だけ を固めた甘いカスタード.プヂン グ が 生 ま れ た の だ ろ う 。 (Nipponia No. 45, 2008:20)

o

Berdasarkan Tabel (2) di atas, dapat diketahui bahwa adjektiva samazama merupakan adjektiva yang bentuknya formal dan luas daripada adjektiva iroiro. Adjektiva samazama bisa diganti/dirubah dengana djektiva iroiro, tetapi adjektiva


(2)

iroiro tidak semuanya bisa diganti dengan adjektiva samazama, lihat kondisi dalam kalimat, apakah kalimat tersebut ada kondisi yang menyatakan perbedaan atau tidak. Jadi, pada cuplikan (1)-(10), adjektiva samazama bisa diganti/dirubah dengan adjektiva iroiro karena umumnya bisa menggantikan samazama dan adjektiva samazama merupakan bentuk formal dan jenis bendanya memiliki perbedaan daripada adjektiva iroiro.


(3)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pada uraian dari bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan data yang diperoleh dari majalah Nipponia, bahwasannya adjektiva iroiro dan samazama, sama-sama sering digunakan dan sering dijumpai dalam majalah-majalah. Tetapi, di antara iroiro dan samazama, yang paling banyak digunakan adalah adjektiva samazama karena adjektiva samazama bentuknya lebih formal daripada iroiro.

2. Adjektiva iroiro dan samazama merupakan kata yang bersinonim karena memiliki arti yang sama yaitu bermacam-macam, berbagai, dan beraneka ragam.

3. Samazama bukan semata bermakna banyak ragam, tetapi lebih mengarah pada perbedaan khusus dari macamnya benda yang dibicarakan.

4. Adjektiva iroiro dan samazama merupakan Adjektiva/kata kerja yang berakhiran NA. kata sifat yang menerangkan dan menjelaskan kata benda yang mengikutinya dan dapat menjadi predikat dan dapat mengalami perubahan bentuk.

5. Secara umum keduanya dapat saling dipertukarkan, akan tetapi pada pernyataan tertentu iroiro tidak dapat digantikan dengan samazama.


(4)

6. Pemakaian adjektiva samazama, bisa digantikan dengan adjektiva iroiro karena adjektiva iroiro digunakan secara luas dan dapat menggantikan adjektiva samazama.

7. Iroiro penggunannya lebih bebas dan lebih luas daripada samazama.

4.2 Saran

Dengan penulisan skripsi ini, diharapkan para pembelajar bahasa Jepang agar dapat memahami mengenai adjektiva iroiro dan samazama, serta lebih berhati-hati dalam menggunakan adjektiva iroiro dan samazama tersebut ataupun kata-kata bersinonim lainnya baik sinonim kata benda, kata sifat dan kata kerja yang memiliki kemiripan makna dalam kalimat, sehingga tidak akan tejadi kesalahan dalam penginterpretasian maknanya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Akiyasu, Toudou. 1972. Gakushuu Kanji Jiten. Tokyo: Shougakukan

Alwasilah, A Chaedar . 1993. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka

Bagus, Ida. 2009. Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika). Bandung: Refika Aditama

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum (Cetakan Pertama). Jakarta: Rineka Cipta ___________. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

___________. 2003. Sosiolinguistik (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta

Dahidi, Ahmad dan Sudjianto. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc

Hayashi, Shirou. 1993. Reikai Shinkoku Go Jiten. Tokyo: Sanseido Co., Ltd Hirotase dan Masayoshi. 1994. Effective Japan Usage Guide. Tokyo: Kodansha,

Ltd.

Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Matsuura, Kenji. 1994. Nihongo-indoneshiago jiten (Kamus Bahasa

Jepang-Indonesia). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Minazima, Tatuo. 1972. Ruigigo Jiten. Tokyo: Tokyodoshuppan Nipponia No. 7 (Majalah). 1999. Tokyo: Nihon Hakken

Nipponia No. 8 (Majalah). 1999. Tokyo: Nihon Hakken Nipponia No. 26 (Majalah). 2003. Tokyo: Nihon Hakken Nipponia No. 29 (Majalah). 2004. Tokyo: Nihon Hakken Nipponia No. 31 (Majalah). 2004. Tokyo: Nihon Hakken Nipponia No. 33 (Majalah). 2005. Tokyo: Nihon Hakken Nipponia No. 38 (Majalah) 2006. Tokyo: Nihon Hakken Nipponia No. 44 (Majalah) 2008. Tokyo: Nihon Hakken Nipponia No. 45 (Majalah) 2008. Tokyo: Nihon Hakken Nipponia No. 47 (Majalah) 2008. Tokyo: Nihon Hakken


(6)

Nomoto, Kikuo. 1988. Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar. Kokuritsu Kokugo Kenkyuusho

Parera, J.D. 2004. Teori Semantik (Edisi Kedua). Jakarta: Erlangga

Pateda, Prof. DR. Mansoer. 2001. Semantik Leksikal (Edisi Kedua). Jakarta: Rineka Cipta

Sakata, yukiko. 1995. Informative Japanese Dictionary. Tokyo: Shinchosha Sudjianto. 2004. Gramatika Bahasa Jepang Modern. Bekasi: Kesaint Blanc Surachmad, Winarno. 1988. Pengantar Metodelogi Ilmiah. Bandung: Angkasa Sutedi, Dedi. 2008. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang (Edisi Ketiga).

Bandung: Humaniora Utama Press

Tian Zhonkui, Shoji Izuhara dan Xianshun Jin. 1998. Ruigigo Tsukaiwake Jiten. Tokyo: Kenkyuusha Shuppan Kabushiki Kaisha.

Verhaar, J.W.M. 2008. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

iroiro and samazama