UPAYA GURU DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI B

Iwan Kuswandi, Mafruhah

UPAYA GURU DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA
TUNAGRAHITA DENGAN MENGOPTIMALKAN PENGGUNAAN MEDIA YANG ADA
DI LINGKUNGAN SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR LUAR BIASA SARONGGI
KABUPATEN SUMENEP

Iwan Kuswandi, Mafruhah
Prodi PGSD STKIP PGRI Sumenep
Email: iwankus@stkippgrisumenep.ac.id & eljannah89@gmail.com

Abstract
Media can improve the quality of learning process. At the time of teaching, teachers must
know the preferences and interest of student to the media in accordance with the psychology
of his students, especially mentally disabled students. This study aims to inventory the existing learning media in SDLB Saronggi Sumenep, and to know about the teacher’s efforts in
improving the learning motivation of mentally disabled students by optimizing the use of existing environment media in SDLB Saronggi, Sumenep. This research uses mixed methods,
with research design using sequential explanatory. In SDLB Saronggi, learning media other
than class, also has multipurpose room, video for learning, LCD projector, a shady schoolyard,
shelves and creativity boards, fruits, props for learning, a set of traditional musical instruments Madura. The existence of various media can improve the motivation of learn mentally
disabled students. Proven results using calculations Wilcoxon Scien R test earned value
Zcount amount (-3,162), because of the score (-3,162) is a absolute score, greater than Ztable =

1,96 or (-3,162 > 1,96) then H0 rejected and Ha be accepted. It can be concluded that the
environmental media around the school can improve motivation of learn mentally disabled
students SDLB Saronggi.
Keywords: Motivation of learn, mentally disabled students, and media

Abstrak
Keberadaan media dapat meningkatkan mutu proses kegiatan belajar. Dalam mengajar,
guru harus tahu kesukaan dan kecenderungan anak terhadap media yang sesuai dengan
psikologi anak didiknya, terutama bagi anak tunagrahita. Penelitian ini bertujuan untuk
menginventarisir media pembelajaran yang ada di lingkungan sekolah SDLB Saronggi
Kabupaten Sumenep, serta mengetahui tentang upaya guru dalam meningkatkan motivasi
belajar siswa tunagrahita dengan mengoptimalkan penggunaan media yang ada di lingkungan
sekolah SDLB Saronggi Kabupaten Sumenep. Penelitian ini menggunakan metode kombinasi
(mixed methods), dengan desain penelitian menggunakan sequential explanatory. Di Sekolah
SDLB Saronggi, media pembelajaran di samping ruang kelas, di sekolah ini juga memiliki
ruang multi guna, video pembelajaran, LCD proyektor, halaman sekolah yang rindang, rak
dan papan kreativitas siswa, buah-buahan, peralatan peraga pembelajaran, satu set alat
musik tradisional Madura. Keberadaan berbagai media tersebut dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa tunagrahita, hal ini terbukti dengan hasil perhitungan menggunakan Uji Wilcoxon
Scien R diperoleh nilai Zhitung sebesar (-3,162), karena skor (-3,162) merupakan skor mutlak,

maka lebih besar dari Ztabel = 1,96 atau (-3,162 > 1,96) maka H0 ditolak dan Ha diterima.
Dengan hasil demikian dapat disimpulkan bahwa media lingkungan sekitar dapat
meningkatkan motivasi belajar anak tunagrahita SDLB Saronggi.
Kata Kunci: Motivasi belajar, tunagrahita dan media

30

Jurnal Autentik, Vol.1, No.2, Juli 2017: 30-42

ISSN 2548-9119
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu hal
yang sangat penting bagi manusia. Melalui
pendidikan, manusia dapat membina
kepribadian dan mengembangkan
kemampuannya baik jasmaniah maupun
rohaniah yang berlangsung secara
dinamis. Dalam keseluruhan proses
pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
merupakan kegiatan yang paling pokok.

Ini berarti berhasil tidaknya pencapaian
tujuan pendidikan banyak bergantung
kepada bagaimana proses belajar yang
dialami oleh murid sebagai anak didik
(Ahmadi, 2008: 125). Kegiatan pendidikan
yang dilaksanakan di sekolah diharapkan
dapat mencerminkan sumber daya
manusia sesuai dengan bakat dan
kemampuan serta kondisi peserta didik,
tidak terkecuali bagi anak tunagrahita.
Hakikatnya anak tunagrahita memerlukan
layanan pendidikan khusus dan perhatian
khusus. Pelayanan pendidikan secara
khusus
dapat
mengoptimalkan
perkembangan fisik, sosial dan psikis anak
tunagrahita.
Siswa tunagrahita adalah siswa
dengan tingkat kecerdasan (IQ) di bawah

70. Karakteristik siswa tunagrahita
diantaranya, daya abstraknya rendah
sehingga mengalami kesulitan mengingat
materi pelajaran. Selain itu siswa memiliki
kecenderungan pembosan sehingga
terkesan tidak konsentrasi dan tidak serius
dalam belajar. Kondisi ini menuntut adanya
guru yang kreatif dan inovatif dalam
mengemas pembelajaran. Guru harus
memahami secara detail kondisi siswanya,
kelebihan dan keterbatasannya harus
diketahui agar dapat memberikan layanan
yang
terbaik
sesuai
dengan
kebutuhannya.
Secara tidak disadari banyak guru
yang mengeluh dan merasakan
kejenuhan mengajar karena siswanya

tidak mau belajar atau pasif. Ada juga

yang mengatakan untuk apa berpikir
terlalu serius dalam mengajar, kalau
siswanya memang kondisinya sudah
lemah. Pernyataan-pernyataan tersebut
jika dicermati sebenarnya merupakan
cerminan guru yang kurang kreatif dan
cepat menyerah dengan kondisi yang
dihadapi.
Siswa
tunagrahita
memiliki
keterbatasan-keterbatasan, tentunya ini
menuntut adanya guru yang bukan biasabiasa saja melainkan guru yang bisa
mengenali siswanya secara lebih detail,
dan mencari langkah-langkah yang
khusus guna mengembangkan potensi
siswa yang memiliki kekhususan
tersebut. Dengan demikian semestinya

tidak ada guru yang jenuh mengajar
karena
keterbatasan
siswanya,
melainkan akan mencari cara-cara baru
dalam mengajar agar siswanya memiliki
motivasi dan semangat untuk belajar.
Mengingat keterbatan siswa
tunagrahita yang utama adalah
rendahdaya abstraknya dan mudah
bosan, maka harus ada tehnik-tehnik
khusus yang dapat membantu siswa
mengatasi keterbatasan tersebut,
sehingga potensi yang dimiliki dapat
berkembang secara optimal. Guru yang
mengajar siswa tunagrahita tidak cukup
dengan menulis di papan tulis kemudian
siswa menyalin, bercerita atau
menjelaskan di depan kelas, karena hal
itu akan membosankan bagi anak

tunagrahita. Guru harus banyak
menggunakan banyak tehnik mengajar
dan harus menggunakan media atau alat
peraga yang jumlahnya banyak dan
menarik bagi siswa.
Penggunaan media atau alat
peraga yang bervariasi dan menarik,
sangat membantu baik bagi siswa maupun
bagi gurunya. Bagi siswa tunagrahita
mengikuti pembelajaran dengan media
atau alat peraga yang menarik akan

Upaya Guru dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa.......

31

Iwan Kuswandi, Mafruhah

termotivasi mengikuti pelajaran dan akan
belajar dengan perasaan senang. Melalui

media atau alat peraga itulah materi
pelajaran mudah diterima oleh siswa.
Penggunaan media atau alat peraga
yang menarik juga akan membantu siswa
untuk belajar lebih lama. Sedangkan bagi
gurunya dengan menggunakan banyak
media atau alat peraga yang menarik akan
membantu memudahkan menyampaikan
materi. Jika siswa mengikuti pembelajaran
dengan perasaan senang dan tidak mudah
bosan, maka gurunya juga akan nyaman
mengelola pembelajaran, dan materi juga
lebih mudah tersampaikan atau mudah
diterima siswa.
Kenyataan di lapangan banyak guru
yang mengajar dengan minim media atau
alat peraga, bahkan ada yang tanpa
menggunakan alat peraga. Kondisi inilah
yang memicu siswa tunagrahita tidak
tertarik mengikuti pelajaran, dan berusaha

keluar kelas mencari sesuatu yang
menarik. Jika siswa sudah tidak nyaman
mengikuti pelajaran maka hasilnya juga
tidak optimal. Dampak negatif dengan
tidak menggunakan media atau alat
pembelajaran tidak saja dirasakan siswa,
tetapi guru merasakan mengajar tidak
nyaman dan tujuan yang sudah
direncanakan juga tidak tercapai. Bahkan
muncul kesimpulan-kesimpulan bahwa
siswa tidak mampu, siswa lemah, dan
pernyataan-pernyataan negatif lainnya.
Dari uraian di atas dapat ditemukan
permasalahan bahwa banyak guru yang
mengajar tanpa menggunakan media atau
alat peraga, sehingga pembelajaran tidak
menarik bagi siswa. Dampaknya siswa
mengikuti pembelajaran tidak nyaman dan
tidak bertahan lama. Guru juga menjadi
tidak optimal dalam menyampaikan materi

sehingga tujuan pembelajaran tidak
tercapai. Jika hal ini berlanjut tanpa ada
langkah-langkah perbaikan, maka akan

32

Jurnal Autentik, Vol.1, No.2, Juli 2017: 30-42

menyebabkan rendahnya prestasi belajar
serta rendahnya mutu pendidikan.
Berangkat dari uraian latar belakang
di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk
menginventarisir media pembelajaran
yang ada di lingkungan sekolah SLB
Saronggi Kabupaten Sumenep, serta
mengetahui tentang upaya guru dalam
meningkatkan motivasi belajar siswa
tunagrahita dengan mengoptimalkan
penggunaan media yang ada di
lingkungan sekolah SLB Saronggi

Kabupaten Sumenep.
Penelitian ini menggunakan metode
kombinasi (mixed methods), dengan
desain penelitian menggunakan
sequential explanatory. Dalam hal ini
peneliti melakukan pengumpulan data dan
analisis data kuantitatif pada tahap
pertama, dan diikuti dengan pengumpulan
dan analisis data kualitatif pada tahap
kedua, guna memperkuat hasil penelitian
kuantitatif yang dilakukan pada tahap
pertama. Sebagai langkah awal dari
penelitian ini, peneliti menyusun instrumen
penelitian, dalam hal ini kemudian
memberikan skala instrumen kepada
subjek penelitian adalah siswa tunagrahita
di SDLB Saronggi dari kelas 1 sampai
dengan kelas 6. Instrumen penelitian
dalam hal ini adalah skala motivasi, dalam
skala tersebut hal yang akan diungkap
adalah meliputi dari sisi instrinsrik yang
meliputi keingintahuan, pemusatan
perhatian, dan adanya cita-cita dan
aspirasi. Sedangkan dari sisi ekstrinsik,
meliputi hadiah, perhatian khusus, nilai/
bintang, dan penghargaan.
Selain itu, data penelitian ini juga
diperoleh dari hasil observasi, peneliti juga
melakukan wawancara dan studi
dokumentasi, terutama terhadap beberapa
hal administrasi yang ada di sekolah, serta
mendokumentasikan beberapa media
yang digunakan dalam proses KBM di SLB
Sarongg

ISSN 2548-9119
Motivasi memang berhubungan
upaya memenuhi kebutuhan. Makin besar
kebutuhan makin besar pula dorongan
dalam diri seseorang untuk mau
melakukan sesuatu. Karena itu peran
motivasi untuk menunjang keberhasilan
sangat penting. Menurut McDonald (dalam
Sardiman, 2010: 73) mendefinisikan
motivasi sebagai perubahan tenaga di
dalam diri seseorang yang ditandai oleh
dorongan efektif dan reaksi- reaksi
mencapai tujuan. Motivasi merupakan
masalah kompleks dalam organisasi,
karena kebutuhan dan keinginan setiap
anggota organisasi berbeda satu dengan
yang lainnya. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa motivasi adalah
merupakan sejumlah proses-proses
psikologikal, yang menyebabkan
timbulnya sikap antusiasme dalam proses
pembelajaran.
Suryabrata (2004: 142), ada
beberapa faktor yang mempengaruhi
motivasi belajar antara lain: a) Faktor
Eksternal - Faktor dari luar individu yang
terbagi menjadi dua: faktor sosial meliputi
faktor manusia lain baik hadir secara
langsung atau tidak langsung dan faktor
non sosial meliputi keadaan udara, suhu
udara, cuaca, waktu, tempat belajar, dan
lain-lain. b) Faktor Internal - Faktor dari
dalam diri individu yang terbagi menjadi
dua: faktor fisiologis meliputi keadaan
jasmani dan keadaan fungsi-fungsi
fisiologis dan faktor psikologis meliputi
minat, kecerdasan, dan persepsi.
Menurut Sardiman (2010: 74), ada
beberapa bentuk dan cara untuk
menumbuhkan motivasi dalam kegiatan
belajar di sekolah, antara lain:
a) Memberi angka, yang merupakan
simbol dari kegiatan belajar, banyak
siswa yang belajar hanya untuk
mendapatkan angka/nilai yang baik.
Biasanya siswa yang dikejar adalah nilai
ulangan atau nilai-nilai dalam raport. 

b) Hadiah, hadiah juga dapat digunakan
sebagai motivasi, tetapi tidak selalu
demikian. Karena hadiah untuk
pekerjaan mungkin tidak akan menarik
bagi seseorang yang tidak senang dan
tidak berbakat dalam pekerjaan
tersebut.
c) Saingan/kompetisi, persaingan dapat
juga digunakan sebagai motivasi, baik
persaingan individual atau persaingan
kelompok dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa.
d) Keterlibatan diri, keterlibatan diri ini
menumbuhkan kesadaran pada siswa
agar merasakan pentingnya tugas dan
menerimanya sebagai tantangan
sehingga kerja keras dengan
mempertaruhkan harga diri, adalah
sebagai salah satu bentuk motivasi
yang sangat penting.   
e) Memberi ulangan, para siswa akan giat
belajar apabila mengetahui akan
adanya ulangan.
f) Mengetahui hasil, dengan mengetahui
hasil apalagi terjadi kemajuan akan
mendorong siswa untuk giat belajar.
g) Pujian, sebagai hadiah yang positif
yang sekaligus memberikan motivasi
yang baik.
h) Hukuman, sebagai hadiah yang negatif
tetapi kalau diberikan secara tepat dan
bijak bisa menjadi alat motivasi. 
i) Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur
kesengajaan, ada maksud untuk
belajar.
j) Minat, motivasi muncul karena adanya
kebutuhan, begitu juga minat sehingga
tepatlah kalau minat merupakan
motivasi yang pokok, proses belajar itu
akan berjalan lancar apabila disertai
dengan minat.
k) Tujuan yang diakui, rumusan tujuan
yang diakui dan diterima baik oleh siswa
akan merupakan alat motivasi yang
sangat penting. Sebab dengan
memahami tujuan yang harus dicapai,

Upaya Guru dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa.......

33

Iwan Kuswandi, Mafruhah

karena dirasa sangat berguna dan
menguntungkan, maka akan timbul
gairah untuk terus belajar.
Anak yang mempunyai kelainan fisik
dan mental berhak memperoleh
pendidikan luar biasa. Sebutan untuk
Pendidikan Luar Biasa dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 telah
diperluas menjadi Pendidikan Khusus (PK)
dan Pendidikan Layanan Khusus (PLK).
Salah satu anak berkelainan yang
membutuhkan pelayanan pendidikan
khusus adalah anak tunagrahita. Menurut
Soemantri (dalam Pamuji, 2002: 35)
mengemukakan, “Anak tunagrahita
merupakan kondisi anak yang
kecerdasannya di bawah rata-rata,
ditandai dengan keterbatasan inteligensi
dan ketidakcakapan dalam interaksi
sosial”.
Tunagrahita adalah keadaaan
keterbelakangan mental, keadaan ini
dikenal juga retardasi mental (mental
retardation). Retardasi mental adalah
kondisi sebelum usia 18 tahun yng ditandai
dengan lemahnya kecerdasan (biasanya
nilai IQ-nya di bawah 70) dan sulit
beradaptasi dengan kehidupan seharihari. Ciri utama retardasi mental adalah
lemahnya fungsi intelektual. Selain
intelegensinya rendah anak retardasi
mental juga sulit menyesuaikan diri dan
berkembang. Sebelum muncul tes formal
untuk menilai kecerdasan, orang reterdasi
mental di anggap sebagai orang yang tidak
dapat menguasai keahlian yang sesuai
dengan umurnya dan tidak merawat
dirinya sendiri. Pengelompokkan
tunagrahita berdasarkan IQ menurut WHO
yang dikutip oleh Amin (1995: 21) yaitu:
“tunagrahita ringan dengan IQ 50-70,
tunagrahita sedang dengan IQ 30-50, dan
tunagrahita yang berat/sangat berat
dengan IQ kurang dari 30 “.

34

Jurnal Autentik, Vol.1, No.2, Juli 2017: 30-42

Dalam Sekolah Luar Biasa untuk
tunagrahita, dengan retardasi mental
dapat digolongkan  menjadi dua tipe, yaitu:
a. Educabel
Pada kategori ini anak-anak yang
bersekolah adalah yang mampu didik
atau yang disebut dengan anak-anak
dengan retardasi mental ringan. Mereka
dapat dididik sampai dengan kelas 5
atau 6 sekolah dasar dan dapat
dimasukkan pada sekolah SLB-C.
b. Trainable
Kategori Trainable atau mampu latih
dapat diberikan pada anak-anak
dengan retardasi mental moderat, yang
bisa dilatih merawat dirinya sendiri,
pertahanan diri, cara makan, minum,
dan mandi, dan dapat juga dilatih untuk
berkerja agar dapat mencari nafkah
sendiri nantinya. Sekolah Luar biasa
untuk kategori ini adalah SLB-C1.
Anak tunagrahita adalah mereka
yang kecerdasannya jelas di bawah ratarata. Di samping itu, mereka mengalami
keterbelakangan dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungan (Amin, 1995: 11).
Anak tunagrahita itu tahap perkembangan
kognitifnya berada dalam tahapan konkrit
dan semikonkrit. Dengan demikian,
kebutuhan dalam pembelajaran untuk
tunagrahita
harus
merupakan
pembelajaran yang konkrit dan
semikonkrit.
Proses pembelajaran tahap konkrit
dan semi konkritmutlak memerlukan
media pembelajaran. Heinich, et al.,
(dalam Uno dan Lamatenggo, 2010:121)
mengemukakan bahwa media adalah alat
komunikasi yang digunakan dalam proses
pembelajaran untuk membawa informasi
dari pengajar ke peserta didik. Ada
berbagai macam media yang dapat
digunakan untuk menunjang proses
pembelajaran, diantaranya media visual,
media audio, media audio visual, dan
media berbasis komputer. Untuk

ISSN 2548-9119
menyediakan media yang sesuai dengan
kebutuhan pembelajaran dituntut
kreativitas guru dalam menciptakan atau
memanfaatkan media pembelajaran.
Karena pada dasarnya fungsi media
pembelajaran
adalah
untuk
mempermudah siswa dalam memahami
informasi yang disampaikan oleh guru.
Menurut American Assosiation of
Intellectual Develompental Disability
(AAIDD) dalam (Hallahan, 2009: 147), “By
significant limitations both in intellectual
functioning and in adaptive behavior as
expressed in conceptual, sosial and
practical adaptive skills”. Fungsi
intelektual dan adaptif tingkah laku
adalah dua aspek yang menghambat
perkembangan mereka. Perkembangan di
bidang mental tidak sejalan dengan
perkembangan usia kronologisnya.
Tunagrahita memiliki kesenjangan antara
mental age (untuk selanjutnya ditulis MA)
dan chronological age (untuk selanjutnya
ditulis CA).
Kesenjangan antara MA dan CA
tunagrahita ini berimplikasi pada
pencapaian level kognitif tertingginya yang
hanya sampai pada level operasional
konkret. Pencapaian level operasional
konkret tersebut dicapai pada usia
kronologis yang lebih tua. Jika pada usia
11 tahun anak normal mencapai tahap
operasional konkret, maka pada
tunagrahita ketegori ringan mungkin
dicapai pada usia 15-17 tahun
(Mumpuniarti, 2007: 16). Berdasar pada
pendapat tersebut, maka dapat dianalisa
bahwa tunagrahita tingkat sekolah dasar
usia kronologis 7-12 tahun pencapaian
usia mentalnya masih berada pada tahap
pra-operasional.
Tahap pemikiran pra-operasional
dicirikan dengan adanya fungsi semiotik,
yaitu penggunaan simbol atau tanda untuk
menyatakan atau menjelaskan suatu
objek yang saat itu tidak berada bersama

subjek (Paul Suparno, 2001: 49).
Karakteristik tersebut membuat anak
mengalami kesulitan untuk berpikir abstrak
dan menggeneralisasikan suatu konsep.
Meskipun demikian, keterbatasan tersebut
masih dapat dikembangkan melalui
belajar. Salah satu usaha yang dapat
dilakukan
adalah
memberikan
pengalaman langsung dan konkret pada
anak
Hasil penelitian Mumpuniarti (2010:
62-73) tentang “Pembentukan Peta
Kognitif Tunagrahita Ringan dalam
Penguasaan Konsep Pengukuran di
Bidang Berhitung dari Ilmu Pengetahuan
Alam”
membuktikan
bahwa
pengorganisasian materi secara bertahap
dan grouping sesuai cara berfikir
tunagrahita kategori ringan efektif dalam
menjembatani penyampaian konsep
materi.
Hal
ini
dikarenakan
pengorganisasian materi secara
bertahap dan grouping sesuai dengan
cara berfikir anak tunagrahita sehingga
penyampaian materi menjadi lebih mudah
diterima anak.
Menurut Wina Sanjaya (2010:162)
proses pembelajaran merupakan proses
komunikasi. Dalam suatu proses
komunikasi selalu melibatkan tiga
komponen pokok, yaitu komponen
pengirim pesan (guru), komponen
penerima pesan (siswa), dan komponen
pesan itu sendiri yang biasanya berupa
materi pelajaran. Kadang-kadang dalam
proses pembelajaran terjadi kegagalan
komunikasi. Artinya, materi pelajaran atau
pesan yang disampaikan guru tidak dapat
diterima oleh siswa dengan optimal,
artinya tidak seluruh materi pelajaran
dapat dipahami dengan baik oleh siswa;
lebih parah lagi siswa sebagai penerima
pesan salah menangkap isi pesan yang
disampaikan. Untuk menghindari semua
itu, maka guru dapat menyusun strategi

Upaya Guru dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa.......

35

Iwan Kuswandi, Mafruhah

pembelajaran dengan memanfaatkan
berbagai media dan sumber pelajaran.
Belajar tidak selamanya hanya
bersentuhan dengan hal-hal yang kongkrit,
baik dalam konsep maupun faktanya.
Bahkan dalam realitasnya belajar
seringkali bersentuhan dengan hal-hal
yang bersifat kompleks, maya dan berada
di balik realitas. Karena itu, media memiliki
andil untuk menjelaskan hal-hal yang
abstrak dan menunjukkan hal-hal yang
tersembunyi. Ketidakjelasan atau
kerumitan bahan ajar dapat dibantu
dengan menghadirkan media sebagai
perantara. Bahkan dalam hal-hal terttentu
media dapat mewakili kekurangan guru
dalam mengkomunikasikan materi
pelajaran (Fathurrohman dan Sutikno,
2010:65-66).
Menurut W ina Sanjaya (2010)
secara umum media merupakan kata
jamak dari medium, yang berarti perantara
atau pengantar. Kata media berlaku untuk
berbagai kegiatan atau usaha, seperti
media dalam penyampaian pesan, media
pengantar magnet atau panas dalam
bidang teknik. Istilah media juga
digunakan dalam bidang pengajaran atau
pendidikan sehingga istilahnya menjadi
media
pendidikan
atau
media
pembelajaran. Selanjutnya dalam aktivitas
pembelajaran, media dapat didefinisikan
sebagai sesuatu yang dapat membawa
informasi dan pengetahuan dalam
Interaksi yang berlangsung antara
pendidik dan peserta didik (Fathurrohman
dan Sutikno, 2010:65).
Menurut Azhar Arsyad (2002:81)
salah satu ciri media pembelajaran adalah
bahwa media mengandung dan membawa
pesan atau informasi kepada penerima
yaitu siswa. Sebagian media dapat
mengolah pesan atau respons siswa
sehingga media itu sering disebut media
interaktif. Pesan dan informasi yang
dibawa oleh media bisa berupa pesan
36

Jurnal Autentik, Vol.1, No.2, Juli 2017: 30-42

yang sederhana maupun sangan
kompleks. Akan tetapi media itu disiapkan
untuk memenuhi kebutuhan belajar dan
kemampuan siswa, serta siswa dapat aktif
berpartisipasi dalam proses belajar
mengajar.
Dewasa ini, cukup banyak media
yang telah dikenal, dari yang sederhana
sampai yang berteknologi tinggi, yang
mudah dan sudah ada secara natural
sampai kepada media yang harus
dirancang sendiri oleh guru. Wina Sanjaya
(2010: 18-22), membagi klasifikasi dan
macam-macam media pembelajaran,
yaitu :
a. Berdasarkan sifatnya, media dapat
dibagi ke dalam :
1) Media Auditif, yaitu Media yang
hanya dapat didengar saja atau
media yang hanya memiliki unsur
suara, seperti radio dan rekaman
suara
2) Media Visual, yaitu media yang
hanya dapat dilihat saja, tidak
mengandung unsur suara. Yang
termasuk ke dalam media adalah film
slide, foto, transparansi, lukisan,
gambar, dan berbagai bentuk bahan
yang dicetak seperti media grafis dan
lainnya. Media berbasis visual
(image atau perumpamaan )
memegang peran yang sangat
penting dalam proses belajar. Media
visual dapat memperlancar
pemahaman dan memperkuat
ingatan. Visual dapat pula
menumbuhkan minat siswa dan
dapat memberikan hubungan antara
isi materi pelajaran dengan dunia
nyata. Agar menjadi efektif, visual
sebaiknya ditempatkan pada konteks
yang bermakna dan siswa harus
berinteraksi dengan visual (image) itu
untuk meyakinkan terjadinya proses
informasi

ISSN 2548-9119
3) Media Audiovisual, yaitu jenis media
yang selain mengandung unsur
suara juga mengandung unsur
gambar yang bisa dilihat, misalnya
rekaman video, berbagai ukuran film,
slide suara, dan lain sebagainya.
Kemampuan media ini dianggap
lebih baik dan lebih menarik, sebab
mengandung kedua unsur jenis
media yang pertama dan kedua.
b.Berdasarkan
kemampuan
jangkauannya, media dapat dibagi:
1) Media yang memiliki daya liput yang
luas dan serentak seperti radio dan
televisi. Melalui media ini siswa dapat
mempelajari hal-hal atau kejadiankejadian yang aktual secara serentak
tanpa harus menggunakan ruangan
khusus.
2) Media yang mempunyai daya liput
yang terbatas oleh ruang dan waktu
seperti film slide, film, video dan lain
sebagainya.
c. Berdasarkan cara atau teknik
pemakaiannya, media dapat dibagi ke
dalam:
1) Media yang diproyeksikan seperti
film, slide, film strip, transparansi dan
lain sebagainya. Jenis media yang
demikian memerlukan alat proyeksi
khusus seperti film projector untuk
memproyeksikan film, slide projector
untuk memproyeksikan film slide,
OHP untuk memroyeksikan
transparansi. Tanpa dukungan alat
proyeksi semacam ini, maka media
tidak akan berfungsi apa-apa.
2) Media yang diproyeksikan seperti
gambar, foto, lukisan, radio dan lain
sebagainya.
Dan lebih lanjut fungsi penggunaan
media dalam proses pembelajaran
menurut (Fathurrohman dan Sutikno,
2010: 67) adalah sebagai berikut:
1)  Menarik perhatian siswa; 2) Membantu
untuk mempercepat pemahaman dalam

proses pembelajaran; 3) Memperjelas
penyajian pesan agar tidak bersifat
verbalis; 4)  Mengatasi keterbatasan ruang;
5)  Pembelajaran lebih komunikatif dan
produktif; 6) Waktu pembelajaran bisa
dikondisikan; 7) Menghilangkan
kebosanan siswa dalam belajar; 8)
Meningkatkan motivasi siswa dalam
mempelajari sesuatu/menimbulkan gairah
belajar; 9)  Melayani gaya belajar siswa
yang
beraneka
ragam;
dan
10)  Meningkatkan kadar keaktifan/
keterlibatan siswa dalam kegiatan
pembelajaran.
Hasil Penelitian
Dari data yang diperoleh kemudian
diuji dengan menggunakan uji normalitas
kolmogrov simirnov hal ini dilakukan
apakah data yang diperoleh normal atau
tidak.

a Lilliefors Significance Correction
Dari output hasil SPSS di atas dapat
diketahui bahwa hasil signifikansi sebelum
perlakuan = 0,001 < 0,05. Adapun setelah
perlakuan 0,002 < 0,05. Kedua data
tersebut tidak normal. Jadi untuk
mengambil kesimpulan tentang normalitas
data dapat digunakan skor signifikan. Bila
angka signifikan lebih besar atau sama
dengan 0.05 maka data tersebut
berdistribusi normal. Sebaliknya jika
kurang dari 0,05 maka data tersebut tidak
berdistribusi normal.
Berdasarkan tujuan penelitian,
bahwa penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah media lingkungan
sekitar dapat meningkatkan motivasi
belajar anak tunagrahita SDLB Saronggi
Sumenep, maka diperlukan pengujian

Upaya Guru dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa.......

37

Iwan Kuswandi, Mafruhah

hipotesis dengan menguji secara statistik
dengan menggunakan Uji Wilcoxon Scien
R.

a Based on negative ranks.
b Wilcoxon Signed Ranks Test
Berdasarkan hasil analisis dengan
Uji Wilcoxon Scien R diperoleh nilai Zhitung
sebesar (-3,928), karena skor (-3,928)
merupakan skor mutlak, maka lebih besar
dari Ztabel = 1,96 atau (-3,928 > 1,96) maka
H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini juga
sesuai dengan skor Asymp. Sig. (2-tailed)
sebesar 0,000 yang jauh lebih kecil
dibanding alpha 0,05.

a Based on positive ranks.
b Wilcoxon Signed Ranks Test
Berdasarkan hasil analisis dengan
Uji Wilcoxon Scien R diperoleh nilai Zhitung
sebesar (-,755), maka lebih kecil dari Ztabel
= 1,96 atau (-,755 < 1,96) maka H0
diterima dan Ha ditolak. Hal ini juga sesuai
dengan skor Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar
0,450 yang jauh lebih besar dibanding
alpha 0,05.

38

Jurnal Autentik, Vol.1, No.2, Juli 2017: 30-42

a Based on negative ranks.
b Wilcoxon Signed Ranks Test
Berdasarkan hasil analisis dengan Uji
Wilcoxon Scien R diperoleh nilai Z hitung
sebesar (-3,162), karena skor (-3,162)
merupakan skor mutlak, maka lebih besar
dari Ztabel = 1,96 atau (-3,162 > 1,96) maka
H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini juga
sesuai dengan skor Asymp. Sig. (2-tailed)
sebesar 0,002 yang jauh lebih kecil
dibanding alpha 0,05. Pada perbandingan
kedua kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol, dari hasil analisis di atas
dapat disimpulkan bahwa media
lingkungan sekitar dapat meningkatkan
motivasi belajar anak tunagrahita SDLB
Saronggi.
PEMBAHASAN
Setelah melakukan perbandingan
antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol dengan menggunakan
Uji Wilcoxon Scien R diperoleh nilai Zhitung
sebesar (-3,162), karena skor (-3,162)
merupakan skor mutlak, maka lebih besar
dari Ztabel = 1,96 atau (-3,162 > 1,96) maka
H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini juga
sesuai dengan skor Asymp. Sig. (2-tailed)
sebesar 0,002 yang jauh lebih kecil
dibanding alpha 0,05. Hal ini juga dapat
dibuktikan dari skor nilai mean dari
kelompok kontrol 1,5000. Sedangkan nilai
mean dari kelompok eksperimen yang
diberi perlakuan berupa media yang ada
di sekitar 2,0000 dapat disimpukan bahwa
terdapat peningkatan yang signifikan pada
kelompok
eksperimen.
Pada
perbandingan
kedua
kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol, dari
hasil analisis di atas dapat disimpulkan
bahwa media lingkungan sekitar dapat
meningkatkan motivasi belajar anak
tunagrahita SDLB Saronggi.
Seirama dengan data statistik di atas,
peneliti memperkuat temuan hasil di atas
dengan beberapa metode pengumpulan

ISSN 2548-9119
data kualitatif, yaitu dengan wawancara
mendalam dan observasi. Menurut Bapak
Guntur selaku Guru kelas di SDLB
Saronggi, proses pembelajaran yang
diterapkan lebih menitik beratkan pada
kegiatan pembelajaran yang bersifat skill
atau keterampilan dalam seni, sehingga
apabila dipersentasekan 60% lebih
menekankan pada skill dan sisanya 40%
pembelajaran yang bersifat kognitif.
Metode pengajaran yang dilaksanakan di
SDLB Saronggi adalah lebih dominan
dengan metode ceramah. Selain itu, guru
juga
sering
mengajarkan
dan
menerangkan materi yang diajarkan
dengan menggunakan kontak mata yang
baik, isyarat, juga suara yang jelas,
sehingga dengan begitu proses belajar
mengajar berjalan secara efektif dan
efisien. Tidak jarang juga melakukan tanya
jawab dengan murid, dengan berbagai
metode tersebut terbukti hal itu membawa
dampak positif, sehingga murid lebih
mampu untuk mengerti apa yang
diajarkan.
Di samping menggunakan berbagai
metode pengajaran. Tidak jarang bahkan
terbilang sudah melekat kuat dalam
pengajaran yang dilakukan oleh guru
SDLB Saronggi, kalau mereka mengajar
selalu menggunakan alat peraga untuk
semua mata pelajaran, hal itu dilakukan
menurut pengakuan beberapa guru, untuk
merangsang motivasi belajar anak agar
lebih tertarik untuk belajar, selain itu
biasanya belajar dengan alat peraga
membuat mereka mampu untuk
mengingat
lebih
baik
materi
pembelajarannya. Walaupun tidak jarang,
menurut Bapak Guntur Efendi, bahwa para
guru menggunakan alat peraga atau
benda yang kongkrit, seperti halnya buku
braile, bahasa isyarat menggunakan
tangan. Terpenting dalam pengajaran
anak tunagrahita, pengajaran anak
tunagrahita di SDLB Saronggi, terbagi

pada dua macam yaitu ringan dan berat.
Untuk Tunagrahita ringan tidak dapat
untuk mengulang-ulang pertanyaan yang
membuat pikiran anak ABK panas (tidak
kuat panas), sedangkan untuk tunagrahita
berat,
mereka
tidak
tanggap,
membutuhkan penjelasan berulangkali,
sehingga anak dapat paham.
Penggunaan media pembelajaran
atau alat peraga bagi anak tunagrahita,
harus langsung nyata, sebagaimana yang
diutarakan oleh salah seorang guru,
Agustin
Nurhidayati.
Menurut
penuturannya,
bahwa
dalam
pembelajaran pelajaran IPA misalnya, ini
cabai, mereka itu tidak mengerti, cabai itu
apa?, IQ-nya sudah lemah di bawah ratarata. Nah kemudian guru yang mengajar
memberikan contoh aslinya, dengan
memberi contoh membawa cabai itu
seperti apa aslinya. Kemudian ditunjukkan
kepada siswa tentang cabai, diberikan
satu persatu kepada anak yang
tunagrahita. Bagaimana rasanya?, mereka
tidak tahu, bagaimana caranya guru
menerapkannya?, bagaimana anak ini
supaya bisa tahu rasanya cabai adalah
pedas. Guru memberikan contoh dengan
menggigit dan memperagakan dengan
mengeluarkan lidah. Lantas kalau sudah
mereka menyatakan pedas setelah
merasakan. Baru mereka akan tahu,
bahwa cabai itu rasanya pedas.
Tidak jarang para guru bahkan
sekolah memberikan reward berupa
tambahan media pembelajaran (peraga
ringan) yang diberikan kepada mereka
sebagai reward bagi anak yang
berkembang dengan baik dan disiplin
dalam kelas. Dalam hal pengadaan media
pendidikan yang ada di SDLB Saronggi,
kebanyakan peralatan sekolah misalnya
buku-buku perpustakaan, alat-alat
kesenian dan lain-lain mendapatkan
bantuan dari pemerintah. Di SDLB
Saronggi, nampak beberapa alat peraga

Upaya Guru dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa.......

39

Iwan Kuswandi, Mafruhah

yang menunjang pada kegiatan belajar
mengajar, seperti LCD Proyektor yang
dipergunakan menyetel video edukatif dan
sejenisnya. Keberadaan rak-rak buku dan
alat peraga di beberapa ruangan, bahkan
juga tersedia rak untuk memajang serta
dipergunakan untuk tempat koleksi hasil
karya para siswa. Tidak hanya itu, di SDLB
juga ada beberapa tempat bermain
dengan lingkungan sekolah yang teduh
dengan pepohonan rindang, bahkan
sekolah memiliki koleksi alat tradisional
Madura, alat seronenan khas Madura,
yang bisa dimanfaatkan oleh siswa untuk
belajar dalam hal seni, dan beberapa alat
musik modern lainnya. Semua peralatan
tersebut tersedia dan diletakkan di
ruangan serbaguna, yang sifatnya
multifungsi.
Sebagaimana hasil observasi,
susunan kelas tempat duduk siswa di
SDLB Saronggi dengan beranekaragam
bentuk, adakalanya berbentuk lingkaran,
persegi, atau bentuk U, dengan berbagai
bentuk dan adanya perubahan itulah,
sehingga dirasakan oleh anak didiknya
suasana baru, tidak menoton, dan hal itu
juga akan lebih mudah bagi guru pengajar
untuk menjangkau murid-muridnya,
sehingga guru lebih mudah mengetahui
apa yang dilakukan murid dan mengetahui
apakah murid sudah mengerti atau tidak.
Klasifikasi kelas di jenjang SD di SLB
Saronggi, tidak berbasis pada umur siswa.
Menurut Ibu Agustin, apabila ada anak
baru yang mendaftar, kalau misalnya
masih setara dengan SD kelas satu, maka
dimasukkan ke kelas satu. Kalau misalnya
anak itu tua sudah umurnya, akan
disesuaikan dengan kemampuan si anak
tersebut. Di SDLB Saronggi tidak terpaku
pada usia, kadang usianya tua, namun
kemampuannya di bawah rata-rata, maka
dimasukkan dulu minimalnya ke kelas tiga,
agar dia tahu cara merawat tubuhnya
sendiri bagaimana. Terkadang anak SD itu
40

Jurnal Autentik, Vol.1, No.2, Juli 2017: 30-42

susah, dia tidak tahu cara merawat dirinya
sendiri, cara menyisir rambut itu
bagaimana, caranya memasang baju itu
bagaimana, mereka itu tidak tahu
walaupun usianya tua. Disini peran guru
benar-benar menjadi orang tua anak pada
saat di lingkungan sekolah.
Ibu Agustin menjelaskan bahwa anak
tunagrahita, kemampuan IQ-nya dibawa
rata-rata. Mereka itu tidak tahu rasanya
mau pipis itu seperti apa. Rasanya
kenyang itu tidak tahu seperti apa. Anak
tunagrahita itu kalau dikasih makanan,
langsung dimakan. Dikasih lagi walaupun
kenyang dimakan lagi, dikasih lagi
dimakan lagi. Karena apa mereka tidak
tahu rasanya kenyang itu seperti apa.
Tidak tahu mereka. Kadang ada yang pipis
di celananya karena mereka tidak tahu
rasanya mau pipis itu seperti apa? Mereka
tidak tahu.
Proses
pembelajaran
anak
tunagrahita di SDLB Saronggi, para guru
menggunakan pendekatan minat dan
kesukaan masing-masing anak. Misalnya
ada salah seorang anak yang sukanya ke
buah-buahan, lalu gurunya mengajar
dengan menyangkutpautkan dengan
buah-buahan
ke
pembelajaran.
Sebagaimana cerita ibu Agustin
Nurhidayati, “Ayo ibu punya gambar buah,
di sekolah tersebut juga ada flash card
buah-buahan, ibu punya gambar buah ini
buah apa? Misalnya buah jeruk, buah
jeruknya ada berapa? Dihitung sudah
masuk ke matematika, buah jeruk ini
rasanya apa? Sudah masuk ke IPA,
seperti itu kalau anak tunagrahita.
PENUTUP
Setelah dilakukan penelitian dengan
menggunakan kombinasi pendekatan
kuantitatif dan kualitatif, maka dapat
disimpulkan,
Pertama,
media
pembelajaran yang ada di lingkungan
sekolah SLB Saronggi Kabupaten

ISSN 2548-9119
Sumenep, selain gedung kelas sebagai
ruang belajar, di sekolah tersebut juga
terdapat ruang multi guna, video
pembelajaran, LCD proyektor, halaman
sekolah yang rindang, rak dan papan
kreativitas siswa, buah-buahan, peralatan
peraga pembelajaran, satu set alat musik
tradisional sekolah. Kedua, setelah
melakukan perbandingan antara
kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol dengan menggunakan Uji
Wilcoxon Scien R diperoleh nilai Z hitung
sebesar (-3,162), karena skor (-3,162)
merupakan skor mutlak, maka lebih besar
dari Ztabel = 1,96 atau (-3,162 > 1,96) maka
H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini juga

sesuai dengan skor Asymp. Sig. (2-tailed)
sebesar 0,002 yang jauh lebih kecil
dibanding alpha 0,05. Hal ini juga dapat
dibuktikan dari skor nilai mean dari
kelompok kontrol 1,5000. Sedangkan nilai
mean dari kelompok eksperimen yang
diberi perlakuan berupa media yang ada
di sekitar 2,0000 dapat disimpukan bahwa
terdapat peningkatan yang signifikan pada
kelompok
eksperimen.
Pada
perbandingan
kedua
kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol, dari
hasil analisis di atas dapat disimpulkan
bahwa media lingkungan sekitar dapat
meningkatkan motivasi belajar anak
tunagrahita SDLB Saronggi.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rienika Cipta.
Anwar, Ali. 2009. Statistika Untuk Penelitian Pendidikan dan Aplikasinya dengan SPSS
dan Excel. Kediri : IAIT Press.
Amin, M. 1995. Ortopedagogik Tunagrahita. Jakarta: Depdikbud.
Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Uno, B. H., dan Lamatenggo, N. 2010. Teknologi Informasi dan Informasi Pembelajaran.
Jakarta: Bumi Aksara.
Fathurrohman dan Sutikno. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Refika Aditama.
Hallahan, D.P., Kauffman, J.M. & Pullen, P.C. 2009. Exceptional Learners An Introduction
to Special Education. New York: Pearson.
Mumpuniarti. 2010. Pembentukan Peta Kognitif Tunagrahita Ringan Dalam Penguasaan
Konsep Pengukuran di Bidang Berhitung dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan (Vol. 16).
____. 2007. Pendekatan Pembelajaran Bagi Anak Hambatan Mental. Yogyakarta :
Kanwa Publisher.
Pamuji. 2002. Peningkatan Keterampilan Berbicara Dengan Metode Reka Cerita
Gambar Untuk Anak Tunagrahita Di Sekolah Luar Biasa. Jurnal Rehabilitasi &
Remediasi, JRR Tahun 12, Nomor 1.
Upaya Guru dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa.......

41

Iwan Kuswandi, Mafruhah

Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana.
Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Suparno, Paul. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.
Suryabrata, Sumadi. 2005. Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

42

Jurnal Autentik, Vol.1, No.2, Juli 2017: 30-42