Analisis Pengaruh Kompetensi dan Iklim Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Staf Unit Administrasi di Rumah Sakit PTPN II Bangkatan Binjai

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis
2.1.1 Kompetensi
2.1.1.1 Pengertian Kompetensi
Spencer dan Spencer (dalam Palan 2007 : 24) mengemukakan
kompetensi yaitu sebagai karakteristik dasar yang dimiliki seorang
individu yang berhubungan secara kausal dalam memenuhi kriteria yang
diperlukan dalam menduduki suatu jabatan. Kompetensi adalah bagian
kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku
yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan.
Kompetensi menunjukkan karakteristik yang mendasari perilaku yang
menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), nilai-nilai, konsep
diri, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja
unggul (superior performer) di tempat kerja.
Wibowo (2007 : 86) berpendapat kompetensi merupakan suatu
kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau
tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung
oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Dengan demikian,
kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan


Universitas Sumatera Utara

oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu sebagai sesuatu yang
terpenting sebagai unggulan bidang tersebut.
Menurut Ruky (2006 : 104) kompetensi adalah karakteristikdasar
seseorang (individu) yang mempengaruhicara berpikir dan bertindak,
membuatgeneralisasi terhadap segala situasi yangdihadapi serta bertahan
cukup lama dalam diri manusia. Kompetensi dalamkaitannya dengan
kinerja dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu: kompetensi ambang
batas (threshold competencies) yaitu kriteria minimal yang harus bisa
dipenuhipemegang jabatan agar dapat bekerja denganefektif dan
kompetensi pembeda (differentiatingcompetencies) yaitu kriteria yang
membedakanorang yang mencapai kinerja superior dan orang yang
kinerjanya rata-rata.
Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi
yaitu sifat dasar yang dimiliki atau bagian kepribadian yang mendalam dan
melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada
berbagai keadaan dan tugas pekerjaan sebagai dorongan untuk mempunyai
prestasi dan keinginan berusaha agar dapat melaksanakan tugas dengan

efektif. Ketidaksesuaian dalam kompetensi-kompetensi inilah yang
membedakan seorang pelaku unggul dari pelaku yang berprestasi terbatas.
Kompetensi terbatas dan kompetensi istimewa untuk suatu pekerjaan
tertentu merupakan pola atau pedoman dalam pemilihan karyawan
(personal selection), perencanaan pengalihan tugas (succession planning),

Universitas Sumatera Utara

penilaian

kerja

(performance

apparsial)

dan

pengembangan


(development).
Menurut Robbins (2007 : 38) kompetensi adalah kemampuan (ability)
atau kapasitas seseorang untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu
pekerjaan, dimana kemampuan ini ditentukan oleh dua faktor yaitu
kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kompetensi dapat
digambarkan sebagai kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran
atau tugas, kemampuan mengintegrasikan keterampilan-keterampilan,
pengetahuan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi dan kemampuan untuk
membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada
pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan.
Dari berbagai pandangan tersebut di atas dapat dirumuskan
kesimpulan bahwa kompetensi merupakan kemampuan seseorang dalam
menjalankan tugas atau pekerjaan yang diemban dengan dilandasi oleh
pengetahuan, keterampilan dan didukung oleh sikap dan juga sifat yang
menjadi karakteristik individu. Kompetensi seseorang dapat ditunjukkan
dengan hasil kerja atau karya, pengetahuan, keterampilan, perilaku, sikap,
motivasi dan/atau bakatnya.
2.1.1.2 Strata Kompetensi
Kompetensi dapat dibagi menurut stratanya. Strata kompetensi
menurut Wibowo (2007 : 97) terdiri atas :

1. Core competencies merupakan kompetensi inti yang dihubungkan dengan
strategi organisasi sehingga harus dimiliki oleh semua karyawan dalam

Universitas Sumatera Utara

organisasi. Kompetensi inti merupakan pemahaman terhadap visi, misi dan
nilai-nilai perusahaan. Suatu kompetensi yang dihubungkan dengan
strategi organisasi yang dapat diterapkan pada semua karyawan sebagai
suatu keahlian unggulan suatu organisasi. Kompetensi inti merupakan
prasyarat mutlak yang harus dimiliki seseorang untuk melakukann suatu
pekerjaan unggul.
2. Managerial competencies merupakan kompetensi yang mencerminkan
aktivitas manajerial dan kinerja yang diperlukan dalam peran tertentu.
Kompetensi manajerial menunjukkan kemampuan dalam menjalankan
manajemen.
3. Functional competencies merupakan kompetensi yang menjelaskan
tentang kemampuan peran tertentu yang diperlukan dan biasanya
dihubungkan dengan keterampilan profesional atau teknis. Kompetensi
fungsional merupakan kemampuan berdasarkan profesi di bidang teknis
tertentu.

2.1.1.3 Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi
Pemicu utama timbulnya manajemen berbasis kompetensi adalah
karena adanya sebuah keinginan untuk menempatkan posisi seorang
karyawan pada tempat atau jabatan yang sesuai dengan kualitas
kemampuan karyawan tersebut, sesuai dengan prinsip “The right man on
the right place and the right man behind the job”. Dengan semakin
tingginya tingkat kompetisi antar organisasi/perusahaan, maka tidak ada
pilihan lain bagi setiap pimpinan/manajer kecuali organisasi/perusahaan

Universitas Sumatera Utara

mampu menghasilkan produk yang berkualitas dan kompetitif di pasaran.
Dalam organisasi publik lebih pada bagaimana memberi pelayanan yang
terbaik bagi masyarakat, sehingga organisasi tersebut tetap memiliki
reputasi dan citra yang baik di mata masyarakat.
Menurut Mitrani, Palziel dan Fitt (dalam Dharma : 18) kompetensi
yang dibutuhkan pada setiap level manajemen memiliki penekanan yang
spesifik, kendati tidak berarti sesuatu yang berbeda dengan level lainnya.
Tiga


tingkatan

pada

level

manajemen

yakni

level

eksekutif,

manajer/pimpinan dan karyawan.
1. Tingkat Eksekutif
Kompetensi apa yang dibutuhkan, hal ini sangat tergantung pada jenis
organisasi dengan melakukan analisis terhadap kebutuhan dan dinamika
perubahan


lingkungan.

Tapi

pada

umumnya

pada

tingkat

pimpinan/eksekutif diperlukan beberapa kompetensi, yakni:
a.

Strategic thinking (pemikiran stategis), adalah kompetensi untuk
melihat kecenderungan perubahan lingkungan yang cepat, peluang
pasar, ancaman, kekuatan dan kelemahan organisasi agar dapat
mendefinisikan “strategic response” secara optimal.


b.

Change leadership (kepemimpinan perubahan), aspek change
leadership adalah kompetensi untuk mengkomunikasikan visi dan
strategi perusahaan yang membuat respons adaptif berkembang dan
diterima stakeholder, membangkitkan motivasi dan komitmennya,
bertindak

sebagai

sponsor

inovasi

dan

kewirausahaan

dan


Universitas Sumatera Utara

mengalokasikan sumber daya organisasi secara optimal untuk
melaksanakan banyak perubahan.
c.

Relationship

management

(manajemen

hubungan),

adalah

kemampuan eksekutif untuk membangun hubungan baik dengan
stakeholder di dalam maupun di luar organisasi.
2. Tingkat Manajer
Pada tingkat manajer paling tidak diperlukan aspek-aspek kompetensi

seperti :
a.

Fleksibilitas (keluwesan) adalah kemampuan merubah struktur dan
proses manajerial apabila diperlukan untuk menjalankan strategi
perubahan organisasi.

b.

Interpersonal understanding (saling pengertian antar pribadi) adalah
kemampuan untuk memahami nilai dari berbagai tipe manusia.

c.

Empowering (pemberdayaan) adalah kemampuan berbagi informasi,
penyampaian ide-ide oleh bawahan, mengembangkan pengembangan
karyawan, mendelegasikan tanggung jawab, memberikan saran umpan
balik, coaching, mengatakan harapan-harapan yang positif untuk
bawahan dan memberikan reward bagi peningkatan kinerja.


d.

Change

implementation

(implementasi

perubahan)

merupakan

kemampuan kepemimpinan perubahan untuk mengomunikasikan
kebutuhan

organisasi

akan

perubahan

kepada

bawahan

dan

keterampilan manajemen perubahan berupa: komunikasi, pelatihan,

Universitas Sumatera Utara

fasilitasi

proses

kelompok

yang

diperlukan

untuk

mengimplementasikan perubahan dalam kelompok kerjanya.
e.

Entrepreneurial innovation (inovasi kewirausahaan) merupakan
inovasi untuk memelopori dan mengungguli dengan memunculkan
produk baru mendahului pesaingnya dan dalam memberikan
pelayanan dan proses produksi yang semakin efisien.

f.

Team facilitation (memfasilitasi tim) merupakan keterampilan proses
kelompok yang diperlukan untuk mendapatkan kelompok orang yang
berbeda bekerja bersama secara efektif untuk mencapai tujuan
bersama, menciptakan tujuan dan kejelasan peran, mengontrol orang
yang berbicara terlalu banyak, mengajak anggota pendiam untuk
berpartisipasi dan menyelesaikan konflik.

g.

Portability (kemudahan menyesuaikan) merupakan kemampuan
menyesuaikan dengan cepat dan berfungsi efektif di setiap lingkungan
asing.

3. Tingkat karyawan
Pada tingkat karyawan diperlukan kualitas kompetensi seperti:
a.

Fleksibilitas/keluwesan adalah kemapuan untuk melihat perubahan
sebagai suatu kesempatan yang menggembirakan ketimbang sebagai
ancaman.

b.

Kompetensi menggunakan dan mencari informasi/berita.

Universitas Sumatera Utara

c.

Motivasi dan kemampuan untuk belajar, motivasi berprestasi,
motivasi kerja di bawah tekanan waktu, kolaborasi dan orientasi
pelayanan kepada pelanggan.

d.

Keinginan yang besar untuk melayani pelanggan dengan baik dan
inisiatif untuk mengatasi hambatan-hambatan di dalam organisasi agar
dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi pelanggan.

2.1.2 Iklim Organisasi
2.1.2.1 Pengertian Iklim Organisasi
Iklim organisasi menurut Robbins (2007 : 716) adalah istilah yang
dipakai untuk memuat rangkaian variabel perilaku yang mengacu pada
kepercayaan, nilai-nilai, dan prinsip pokok yang berperan sebagai suatu
dasar bagi sistem manajemen organisasi. Perlu diketahui bahwa setiap
organisasi akan memiliki iklim organisasi yang berbeda, keanekaragaman
pekerjaan yang dirancang di dalam organisasi, atau sifat individu yang ada
akan menggambarkan perbedaan tersebut.
Menurut Wirawan (2007: 122) iklim organisasi adalah persepsi
anggota organisasi (secara individual dan kelompok) dan mereka yang
secara tetap berhubungan dengan organisasi mengenai apa yang ada atau
terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin, yang memengaruhi
sikap dan perilaku organisasi dan kinerja anggota organisasi yang
kemudian menentukan kinerja organisasi.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Sari (2009 : 20), iklim (climate) selalu dilihat sebagai
descriptiveconcept yang tertuju pada fakta tentang lingkungan,di lain
pihak iklim organisasi digunakan untuk mengevaluasikepuasan kerja.
Iklim organisasi adalah suatu sistemsosial yang selalu dipengaruhi oleh
lingkungan baikinternal maupun eksternal. Iklim organisasi yang
baikpenting untuk diciptakan karena merupakan persepsiseorang karyawan
tentang apa yang diberikan olehorganisasi dan dijadikan dasar bagi
penentuan

tingkahlaku

karyawan

selanjutnya.

Pengertian

iklim

organisasiatau suasana kerja dapat bersifat jelas secara fisik, tetapidapat
pula bersifat tidak secara fisik atau emosional. Oleh karena itu
iklimorganisasi merupakan hal yang krusial dan berdampakpada motivasi
individu dalam pencapaian suatu hasil.
Menurut Manullang (2010 : 13) iklim tidak dapat dilihat dan disentuh,
tetapi iklim ada dan dapat dirasakan oleh setiap individu dalam suatu
organisasi. Iklim dipengaruhi oleh hampir semua hal yang terjadi dalam
organisasi. Iklim merupakan suatu konsep sistem yang dinamis yang
mencerminkan keseluruhan gaya hidup suatu organisasi.
Sopiah (2008 : 130) mendefinisikan iklim organisasi sebagai perasaan
yang meliputi hal-hal fisik, bagaimana para anggota berinteraksi dan
bagaimana

para

anggota

organisasi

mengendalikan

diri

dalam

berhubungan dengan pelanggan atau pihak luar organisasi. Kondisi
tersebut diharapkan dapat memberikan kesan menyenangkan, aman,
tenteram, perasaan betah atau kerasan dan lain sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Achua (dalam Sambas, 2008 : 22) setidaknya ada lima fungsi
iklim yang kondusif dalam suatu organisasi yaitu: (1) sebagai mekanisme
pengendali yang membentuk dan mengarahkan sikap dan perilaku
karyawan, (2) sebagai lembaga sosial yang membantu memelihara
stabilitas sistem sosial melalui pengkomunikasian berbagai standar apa
yang seharusnya dikatakan dan dilakukan, (3) pengembangan sense of
identity bagi para karyawan, (4) membantu pendefinisian “batas-batas”
keperilakuan atau berbagai karakteristik organisasi, yang membedakannya
dengan organisasi lain, (5) sebagai fasilitator pengembangan komitmen
terhadap organisasi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi adalah persepsi
mengenai kualitas lingkungan internal yang secara relatif dirasakan oleh
anggota organisasi yang kemudian akan mempengaruhi perilaku mereka
berikutnya, yang mencakup dalam beberapa indikator, yaitu: rantai
komando yang jelas, SOP yang efektif, pemberian reward yang adil,
adanya sikap saling percaya dan pemberian motivasi dari rekan kerja dan
atasan, dan sebagainya.
2.1.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Iklim Organisasi
Stringer (dalam Wirawan, 2007 : 135) mengemukakan bahwa terdapat
lima faktor yang menyebabkan terjadinya iklim suatu organisasi, yaitu
kepemimpinan, strategi, pengaturan organisasi, sejarah organisasi dan
lingkungan eksternal. Masing-masing faktor tersebut sangat menentukan,

Universitas Sumatera Utara

oleh karena itu orang yang ingin mengubah suatu iklim organisasi harus
mengevaluasi masing-masing faktor tersebut.
1. Kepemimpinan
Kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa faktor terpenting yang
menentukan iklim organisasi adalah tingkah laku sehari-hari para
pemimpin organisasi. Manajer atau kepala suatu unit kerja mempunyai
pengaruh yang sangat kuat terhadap harapan para karyawan dalam unit
kerja tersebut. Kepala unit kerja biasanya menentukan aturan-aturan kerja,
standar kinerja, pemberian penghargaan dan hukuman serta aturan-aturan
informal lainnya. Jadi cara yang paling tepat untuk merubah iklim
organisasi adalah merubah gaya kepemimpinan para manajernya.
2. Strategi organisasi
Strategi organisasi yang berbeda menimbulkan pola iklim organisasi
yang berbeda. Jika suatu perusahaan telah menetapkan suatu strategi
pertumbuhan yang agresif dan telah dikomunikasikan kepada seluruh
karyawannya, maka dimensi standar dan dimensi tanggung jawab dalam
iklim organisasinya akan menjadi “tinggi”. Suatu perusahaan yang
strateginya tidak jelas akan mempunyai dimensi struktur dan dimensi
komitmen yang rendah.
3. Pengaturan organisasi
Pengaturan organisasi yaitu aspek-aspek organisasi yang formal,
termasuk disini adalah pembagian tugas dan pekerjaan, sistem ganjaran,

Universitas Sumatera Utara

kebijakan dan prosedur-prosedur dan penempatan orang-orang dalam
organisasi.
4. Kekuatan sejarah
Semakin tua umur suatu organisasi semakin kuat pengaruh kekuatan
sejarahnya. Pengaruh tersebut dalam bentuk tradisi dan ingatan yang
membentuk harapan anggota organisasi dan mempunyai pengaruh
terhadap iklim organisasinya. Terdapat lima aspek sejarah suatu
organisasi, yaitu:
a. Nilai-nilai sejarah, yaitu cara karyawan mengakses sifat, aktivitas, atau
perilaku tertentu sebagai baik atau buruk dan produktif atau
pemborosan.
b. Kepercayaan, yaitu pengertian karyawan mengenai cara organisasi
bekerja dan kemungkinan konsekuensi atau tindakan yang mereka
lakukan.
c. Mite, yaitu cerita atau legenda yang terus berlangsung mengenai
organisasi dan para pemimpinnya mampu memperkuat nilai-nilai inti
dan kepercayaan.
d. Tradisi, yaitu kejadian-kejadian penting yang berulang dalam suatu
organisasi.
e. Norma, yaitu peraturan-peraturan informal yang ada dalam suatu
organisasi

mengenai

pakaian,

kebiasaan

kerja

dan

perilaku

interpersonal.

Universitas Sumatera Utara

Dimensi iklim organisasi yang dipengaruhi oleh kekuatan sejarah
adalah standar, dukungan, tanggung jawab dan komitmen.
5. Lingkungan eksternal
Industri atau bisnis yang sama mempunyai iklim organisasi umum
yang sama. Kesamaan faktor umum tersebut disebabkan pengaruh
lingkungan eksternal organisasi.

2.1.3 Kepuasan Kerja
2.1.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Rivai (2009: 856) berpendapat bahwa sesuai dengan kodratnya,
kebutuhanmanusia

sangat

beraneka

ragam,

baik

jenismaupun

tingkatannya. Manusia memiliki kebutuhanyang cenderung tidak terbatas,
artinya kebutuhan selalu bertambah dari waktu ke waktudan manusia
selalu

berusaha

dengan

segalakemampuannya

untuk

memuaskan

kebutuhan tersebut. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatuyang
bersifat individual. Setiap indvidu memilikitingkat kepuasan yang
berbeda-beda sesuaidengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya.
Semakin tinggi penilaian terhadap kegiatan yang dirasakan sesuai dengan
keinginan individu,maka semakin tinggi kepuasannya terhadapkegiatan
tersebut.

Dengan

demikian,

kepuasanmerupakan

evaluasi

yang

menggambarkanseseorang atas perasaan sikapnya senang atautidak
senang, puas atau tidak puas dalam bekerja.

Universitas Sumatera Utara

Mathis dan Jackson (2009:243)memberikan definisi komprehensif
dari kepuasankerja yang meliputi reaksi atau sikap kognitif,afektif dan
evaluatif dan menyatakan bahwakepuasan kerja adalah keadaan emosi
yangsenang atau emosi positif yang berasal daripenilaian pekerjaan atau
pengalaman kerjaseseorang. Kepuasan kerja adalah hasil daripersepsi
karyawan mengenai seberapa baikpekerjaan mereka memberikan hal yang
dinilaipenting.
Luthans (2006 : 243) menyatakanbahwa kepuasan kerja adalah
keadaan emosi yang senang atau emosi positif yangberasal dari penilaian
pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerjaadalah hasil
dari

persepsi

karyawan

mengenai

seberapa

baik

pekerjaan

merekamemberikan hal yang dinilai penting.
Simamora (2006 : 378) menyatakan kepuasan kerja merupakan istilah
evaluatif yang menggambarkan suatu sikap suka atau tidak suka. Kepuasan
kerja(job satisfaction) dimaksudkan sebagai keadaanemosional karyawan
di mana terjadi ataupuntidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa
yangmemang diinginkan oleh karyawan yangbersangkutan dengan
keadaan yang sebenarnyaterjadi.
Umar (2008 : 213)menyatakan bahwakepuasan kerja adalah perasaan
dan penilaian seseorang atas pekerjaannya, khususnya mengenai kondisi
kerjanya, dalam hubungannya dengan apakah pekerjaannya mampu
memenuhi harapan, kebutuhan serta keinginannya. Sedangkan menurut
Hasibuan (2008: 202) kepuasan kerja adalah sikap emosional yang

Universitas Sumatera Utara

menyenangkan dan mencintai pekerjaanya. Sikap ini dicerminkan oleh
moral kerja, kedisiplinandan juga prestasi kerja.
Menurut Robbins dan Judge (2008 : 107) kepuasan kerjaadalah suatu
perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari
sebuahevaluasi karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja
yang tinggimemiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut,
sementara itu seseorang yangtidak puas memiliki perasaan-perasaan yang
negatif tentang pekerjaan tersebut.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja
merupakan reaksi karyawan atas segala hal yang berkaitan dengan
pekerjaannya baik berupa hubungan kerja, kesempatan-kesempatan yang
diberikan, lingkungan kerja,imbalan, pujian dan lain sebagainya yang
berpengaruh kepada perasaan senang dan tidak senang karyawan tersebut,
yang berdampak pada produktivitasnya. Jadi perusahaan harus mampu
memberikan dan mendukung kepuasan kerja bagi karyawannya, karena
karyawan yang memiliki kepuasan kerja akan memberikan hasil kinerja
yang lebih baik seperti yang diharapkan perusahaan dalam pencapaian
tujuannya dibandingkan dengan karyawan yang tidak memiliki kepuasan
kerja.

2.1.3.2 Teori Kepuasan Kerja
Menurut Wibowo (2007 : 300) teori kepuasan kerja mencoba
mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap
pekerjaannya daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan

Universitas Sumatera Utara

tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Di antara teori
kepuasan kerja antara lain:
1. Two-Factor Theory
Teori Dua Faktor (Two-Factor Theory)dikembangkan oleh Frederick
Herzberg pada tahun 1950, merupakan teori tentang kepuasan kerja yang
menganjurkan

bahwa

job

satisfaction

(kepuasan

kerja)

danjob

dissatisfaction (ketidakpuasan dalam bekerja) merupakan bagian dari
kelompok variabel yang berbeda, yaitu motivators dan hygiene factors.
Pada

umumnya

orang

mengharapkan

bahwa

faktor

tertentu

memberikan kepuasan apabila tersedia dan menimbulkan ketidakpuasan
apabila tidak ada. Pada teori ini, ketidakpuasan dihubungkan dengan
kondisi di sekitar pekerjaan, seperti kondisi kerja, pengupahan, keamanan,
kualitas pengawasan dan hubungan dengan orang lain dan bukannya
dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor ini mencegah reaksi negatif
dinamakan sebagai hygiene atau maintenance factors.
Sebaliknya, kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan
itu sendiri atau hasil langsung daripadanya seperti sifat pekerjaan, prestasi
dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan
diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan
kerja yang tinggi yang dinamakan motivators.
2. Value Theory
Menurut konsep teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana
hasil pekerjaan diterima individu seperti yang diharapkan. Semakin

Universitas Sumatera Utara

banyak orang menerima hasil maka akan semakin puas. Semakin sedikit
mereka menerima hasil maka akan kurang puas. Value theory
memfokuskan

pada

hasil

manapun

yang

menilai

orang

tanpa

memperhatikan siapa mereka. Kunci menuju kepuasan dalam pendekatan
ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dan diinginkan
seseorang, semakin besar perbedaannya maka semakin rendah kepuasan
karyawan.
Implikasi teori ini mengundang perhatian pada aspek pekerjaan yang
perlu diubah untuk mendapatkan kepuasan kerja. Secara khusus teori ini
menganjurkan bahwa aspek tersebut tidak harus sama berlaku untuk semua
orang tetapi mungkin aspek nilai dari pekerjaan tentang orang-orang yang
merasakan adanya pertentangan serius. Dengan menekankan pada nilai
yang berlaku, teori ini menganjurkan bahwa kepuasan kerja dapat
diperoleh dari banyak faktor. Oleh karena itu, cara yang efektif untuk
memuaskan pekerja adalah dengan menemukan apa yang mereka inginkan
dan apabila mungkin memberikannya.
2.1.3.3Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah suatu sikap umum seorang individu terhadap
pekerjaannya. Terwujudnya kepuasan kerja karyawan merupakan salah
satu faktor pendorong dari tercapainya tujuan perusahaan. Menurut
Mangkunegara (2006 : 12) ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Faktor pegawai
Faktor pegawai mencakup kompetensi, kecerdasan (IQ), kecakapan
khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja,
kepribadian, emosi, cara berpikir dan persepsinya.
2. Faktor pekerjaan
Faktor pekerjaan mencakup jenis pekerjaan, struktur organisasi,
kedudukan (golongan), mutu pengawasan, jaminan finansial dan
kesempatan promosi jabatan.
Aspek-aspek

lain

yang

mempengaruhi

kepuasan

kerja

yang

disebutkan oleh Robbins (2007 : 121) yaitu:
a. Kerja yang secara mental menantang
Pegawai cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi
mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan
mereka dan menawarkan tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai
betapa baik mereka mengerjakannya.
Contoh: Target yang harus dicapai agar mendapat promosi jabatan
b.

Ganjaran yang pantas
Para pegawai menginginkan balas jasa yang adil yang didasarkan pada

tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu.
Contoh: Upah yang adil dan layak, promosi jabatan dan sebagainya.
c. Kondisi kerja yang mendukung
Pegawai peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi
maupun memudahkan mengerjakan tugas.

Universitas Sumatera Utara

Contoh: Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan dan sebagainya.
d. Rekan kerja yang mendukung
Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau potensi
yang berwujud dari dalam kerja.Kerjasama dengan rekan kerja merupakan
faktor yang mencerminkan hubungan antara karyawan dengan karyawan
lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. Bagi
kebanyakan pegawai, bekerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi
sosial.
Contoh: Rekan kerja yang ramah, perilaku atasan yang menyenangkan dan
sebagainya.
e. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan
Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya sama dan sebangun
(kongruen) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan
bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk
memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka.
Contoh: Pegawai yang ramah dan murah senyum cocok menjadi customer
service.
2.1.3.4 Respons Terhadap Ketidakpuasan Kerja
Dalam suatu organisasi dimana sebagian besar karyawannya
memperoleh kepuasan kerja, tidak tertutup kemungkinan sebagian kecil
diantaranya merasakan ketidakpuasan. Robbins dan Judge (2008 : 111)
menunjukkan empat tanggapan berbeda satu sama lain terhadap

Universitas Sumatera Utara

ketidakpuasan kerja dalam dimensi konstruktif/destruktif dan aktif/pasif
dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Exit
Ketidakpuasan ditunjukkan melalui perilaku aktif dan destruktif yang
diarahkan pada meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru
atau mengundurkan diri dan pindah ke perusahaan lain yang diharapkan
dapat memberikan kepuasan kerja daripada perusahaan sebelumnya.
b. Voice
Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan konstruktif
untuk

memperbaiki

keadaan,

termasuk

menyarankan

perbaikan,

mendiskusikan masalah dengan atasan dan berbagai bentuk aktivitas
perserikatan. Secara ekstrim respon voice dapat berupa unjuk rasa.
c. Loyalty
Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif tetapi optimistik (konstruktif)
dengan menunggu kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara
bagi organisasi dihadapan kritik eksternal dan memercayai organisasi dan
manajemen melakukan hal yang benar.
d. Neglect
Merupakan tindakan yang sebenarnya sangat berbahaya, dimana
ketidakpuasan ditunjukkan melalui tindakan secara pasif destruktif yaitu
membiarkan kondisi semakin buruk termasuk dengan kemangkiran atau
keterlambatan secara kronis, mengurangi usaha dan meningkatkan tingkat
kesalahan (error working).

Universitas Sumatera Utara

Gambaran tentang respons karyawan terhadap ketidakpuasan kerja
oleh Robbins dan Judge (2008 : 112) ditunjukkan seperti pada gambar 2.1
berikut:
active

exit

voice

neglect

loyalty

destructive

constructive

passive
Sumber: Robbins, Stephen dan Timothy Judge, Perilaku Organisasi, Edisi 12 Buku 1
(2008 : 112).

Gambar 2.1: Respons Terhadap Ketidakpuasan Kerja

2.2 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No
1.

Peneliti
(Tahun
Penelitian)
Batagarawa,
Aminu
Ibrahim &
Zaidatol
Akmaliah
(2014)

Judul
Penelitian
Relationship
Between Office
Competencies
and Job
Satisfaction
Among
Administrative
Support
Personnel

Variabel
Penelitian
Competency
(X) and Job
Satisfaction
(Y)

Hasil Penelitan
Kompetensi staf
memberikan pengaruh
yang positif dan
signifikan terhadap
kepuasan kerja staf
administrasi. Hasil
penelitian ini
menunjukkan
karyawan yang
berkompeten lebih
mendapatkan
kepuasan kerja
dibandingkan
karyawan yang kurang
memiliki kompetensi.

Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.1: Penelitian Terdahulu
Peneliti
Judul
Variabel
(Tahun
No
Penelitian
Penelitian
Penelitian)
2.

3.

4.

The
Organizational
Climate and
Employees’ Job
Satisfaction in
The Terminal
Operation
Context of
Kaohsiung Port
Dash,
A Correlation of
Srinisbash, J. HRD Climate
Mohapatra, et With Job
al. (2013)
Satisfaction of
Employees: An
Empirical
Investigation on
MCL, Burla,
Sambalpur,
Odisha
Tsai, Chaurluh (2014)

Lubis,
Yusniar
(2012)

Pengaruh
Karakteristik
Individu,
Karakteristik
Pekerjaan, Iklim
Organisasi
Terhadap
Kepuasan dan
Kinerja
Karyawan

Hasil Penelitan

Organizational
Climate (X) and
Job Satisfaction
(Y)

Kepuasan kerja pada
pegawai mempunyai
hubungan yang kuat
dengan jenis perusahaan
dan iklim organisasi.

HRD Climate
(X) and Job
Satisfaction (Y)

Iklim organisasi
mempunyai pengaruh
yang signifikan
terhadap kepuasan
kerja. Hasil temuan ini
mengindikasikan
bahwa ada perubahan
yang dapat
dipertimbangkan di
MCL, Burla,
Sambalpur, Odisha.

Karakteristik
Individu (X1),
Karakteristik
Pekerjaan (X2),
Iklim Organisasi
(X3), Kepuasan
Karyawan (Y1)
dan Kinerja
Karyawan (Y2)

1) Terdapat pengaruh
signifikan karakteristik
individu terhadap
kepuasan kerja;
2)Terdapat pengaruh
signifikan karakteristik
pekerjaan terhadap
kepuasan; 3)Terdapat
pengaruh signifikan
iklim organisasi
terhadap kepuasan;
4)Terdapat pengaruh
signifikan simultan
karakteristik individu,
karakteristik pekerjaan
dan iklim organisasi
terhadap kepuasan; 5)
Terdapat pengaruh
signifikan kepuasan
terhadap kinerja.

Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.1: Penelitian Terdahulu
Peneliti
Judul
Variabel
(Tahun
No
Penelitian
Penelitian
Penelitian)

Hasil Penelitan

5.

Ahmad,
Zulfqar,
Zafar
Ahmad, et al.
(2010)

Organizational
Climate as
Employees’
Satisfier:
Empirical
Evidence From
Pharmaceutical
Sector

Organizational
Climate (X) and
Job Satisfaction
(Y)

Sebagian besar
manajer merasa puas
dengan iklim
organisasi baik pada
perusahaan lokal
maupun
multinasional.
Responden dari
perusahaan
multinasional lebih
merasa puas
dibandingkan dengan
responden dari
perusahaan lokal.

6.

Manullang,
Anna Irene
(2010)

Analisis
Pengaruh
Karakteristik
Individu dan
Iklim Organisasi
Terhadap
Kepuasan Kerja
Perawat
di Ruang Rawat
Inap RSUD Dr.
Djasamen
Saragih
Pematangsiantar

Karakteristik
Individu (X1),
Iklim Organisasi
(X2) dan
Kepuasan Kerja
(Y)

7.

Juwono,Onny
,Yuliana
wangsadinata
(2010)

Kreativitas,
Gaya
Kepemimpinan
dan Kompetensi
Dalam
Membentuk
Kepuasan Kerja
Karyawan di
PT. Interdata
Bhakti Mulya.

Kreativitas (X1),
Gaya
Kepemimpinan
(X2),
Kompetensi
(X3) dan
Kepuasan Kerja
(Y)

Variabel karakteristik
individu dan variabel
iklim organisasi
secara serempak
berpengaruh
signifikan terhadap
kepuasan kerja
perawat di ruang
rawat inap RSUD Dr.
Djasamen Saragih
Kota Pematangsiantar
dan secara parsial
iklim organisasi lebih
dominan dari
karakteristik individu.
Kreativitas, gaya
kepemimpinan dan
kompetensi
mempunyai hubungan
yang kuat terhadap
kepuasan kerja
karyawan PT.
Interdata Bhakti
Mulya.

Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.1: Penelitian Terdahulu
Peneliti
Judul
Variabel
(Tahun
No
Penelitian
Penelitian
Penelitian)
8.

Idrus,
Muhammad
(2006)

Implikasi Iklim
Organisasi
Terhadap
Kepuasan Kerja
dan Kualitas
Kehidupan
Kerja Karyawan

Iklim Organisasi
(X), Kepuasan
Kerja (Y1) dan
Kualitas
Kehidupan
Kerja (Y2)

Hasil Penelitan
Iklim organisasi
memiliki kontribusi
yang cukup signifikan
terhadap kepuasan
kerja setiap individu
di organisasi, yang
pada akhirnya
berpengaruh pula
terhadap kualitas
kerja.

2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka pemikiran adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang
ingin diamati dan diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Kerangka
pemikiran merupakan gambaran terhadap penelitian yang dilakukan serta
memberikan landasan yang kuat terhadap topik yang dipilih dan disesuaikan
dengan masalah yang terjadi. Agar konsep-konsep ini mampu diamati dan diukur,
maka dijabarkan ke dalam beberapa variabel di dalam sebuah model penelitian.
2.3.1 Pengaruh Kompetensi Terhadap Kepuasan Kerja
Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh
seseorang berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang
diperlukan

dalam

pelaksanaan

tugas

jabatannya,

sehingga

dapat

melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif dan efisien serta sesuai
dengan standar kinerja yang diisyaratkan. Kompetensi sebagai kemampuan
seseorang untuk menghasilkan pada tingkat yang memuaskan ditempat kerja

Universitas Sumatera Utara

termasuk diantaranya seseorang untuk mentransfer dan mengaplikasikan
keterampilan dan pengetahuan tersebut dalam situasi yang baru.
Kompetensi sangat penting diperhatikan dalam rangka peningkatan
kepuasan kerja karyawan, terlebih di era globalisasi ini. Semakin tinggi
kompetensi yang dimiliki seorang karyawan, membuat karyawan itu merasa
memberikan kontribusi dan upaya maksimal dalam rangka memperoleh
kepuasan kerja itu sendiri. Karyawan yang kurang berkompeten dalam satu
bagian kerja akan lebih sulit memperoleh kepuasan kerja dibandingkan
karyawan yang berkompeten. Kekurangan tersebut membuat karyawan akan
terus bergantung kepada rekan kerja dalam melaksanakan berbagai tugas
yang diberikan oleh atasan. Semakin lama, ketidakmampuan tersebut akan
semakin mengganggu berbagai pihak yang terlibat yang nantinya juga bisa
menyebabkan

karyawan

yang

bersangkutan

frustasi.

Begitu

pula

ketidakkompetenan rekan kerja dapat membuat seorang karyawan sulit
memperoleh kepuasan kerja. Untuk itu, manajemen perlu memperhatikan
aspek-aspek kompetensi dan kepuasan kerja dengan baik. Karena apabila
kedua variabel tersebut tercipta di dalam diri karyawan juga akan
memberikan keuntungan bagi organisasi.
Organisasi tidak hanya perlu menuntut kompetensi yang baik dari para
karyawan, tetapi juga harus memberikan imbalan yang layak dan memadai
sebagai bentuk reward agar karyawan merasa dihargai dan tercipta kepuasan
kerja itu sendiri. Organisasi juga diharapkan memberikan kontribusi dengan
cara memberikan kesempatan kepada karyawan mengikuti seminar-seminar,

Universitas Sumatera Utara

workshop dan pelatihan secara berkala yang dapat bermanfaat untuk
mengembangkan dan mengasah potensi kompetensi yang dimiliki. Penelitian
yang dilakukan oleh Juwono dan Wangsadinata (2010 : 63) menemukan
bahwa kompetensi berpengaruh dan berkontribusi secara signifikan terhadap
kepuasan kerja karyawan PT. Interdata Bhakti Mulya sebesar 89.5%.
2.3.2 Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja
Iklim organisasi adalah lingkungan dan kondisi yang ada atau yang
dihadapi oleh individu yang berada di dalam suatu organisasi dan
memberikan pengaruh kepada individu tersebut dalam melakukan tugas atau
pekerjaannya. Iklim kerja disebut juga sebagai kualitas kehidupan kerja
dimana dijelaskan bahwa kualitas kehidupan kerja ini tidak sama bagi orang
yang berbeda.
Kepuasan kerja penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak
memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan
psikologis, dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan seperti ini
akan sering melamun, mempunyai semangat kerja yang rendah, cepat lelah
dan bosan, emosinya tidak stabil, seringkali absen dan melakukan kesibukan
yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan.
Salah satu upaya dalam meningkatkan kepuasan kerja tersebut adalah
dengan

menciptakan

lingkungan

kerja

atau

iklim

organisasi

yang

menguntungkan. Keadaan tersebut menuntut seorang pimpinan untuk
mengelola organisasi dengan efektif agar tercipta iklim organisasi yang baik.
Iklim organisasi memberikan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan

Universitas Sumatera Utara

atau tidak menyenangkan bagi orang-orang dalam organisasi. Lingkungan
kerja yang menyenangkan cenderung membuat karyawan lebih bertahan
dalam pekerjaannya dan juga berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan
tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Idrus (2006 : 105) menyimpulkan bahwa
secara keseluruhan iklim organisasi mampu memberikan pengaruh yang
signifikan kepada kepuasan kerja. Bagi mereka yang mempersepsikan iklim
organisasi secarapositif, maka dengan sendirinya akan tercipta rasa nyaman
dan nikmat dalam bekerja. Perasaan-perasaantersebut pada akhirnya akan
menimbulkan rasa puas dalam bekerja dan pada akhirnyaakan menghasilkan
kualitas kehidupan kerja yang baik.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Lubis (2012 : 224) berdasarkan hasil
perhitungan dengan analisis jalur menunjukkan bahwa semakin baik iklim
organisasi di PTPN III dan PTPN IV maka kepuasan kerja karyawan di kedua
organisasi tersebut semakin meningkat. Iklim organisasi di PTPN III dan
PTPN IV memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kepuasan pekerja.
2.3.3 Pengaruh Kompetensi dan Iklim Organisasi Terhadap Kepuasan
Kerja
Kompetensi yang dimiliki seorang karyawan mempengaruhi kepuasan
kerja karyawan tersebut. Kompetensi karyawan sebagai karakteristik dari
kemampuan seseorang dibutukan untuk mendapat hasil kerja yang baik
sehingga menimbulkan kepuasan kerja.Ketidaksesuaian pekerjaan dengan
kemampuan yang dimiliki karyawan dapat mengakibatkan ketidakpuasan

Universitas Sumatera Utara

pada diri karyawan tersebut. Kemampuan yang berada jauh di atas yang
disyaratkan dapat juga mengurangi kepuasan kerja karyawan bila karyawan
sangat berhasrat menggunakan kemampuannya dan ia akan frustasi oleh
keterbatasan pekerjaan itu. Bogner dan Thomas (dalam Sari, 2013 : 150)
mengemukakan adanya pengaruh kompetensi terhadap kepuasan kerja
karyawan bahwa kompetensi sebagai keahlian khusus yang dimiliki
perusahaan dan pengetahuan yang diarahkan untuk mencapai tingkat
kepuasan yang tinggi. Batagarawa dan Akmaliah (2014 : 12) menyimpulkan
dalam penelitiannya bahwa karyawan yang berkompeten lebih mendapatkan
kepuasan kerja dibandingkan karyawan yang kurang berkompeten.
Keterkaitan antara iklim organisasi dan kepuasan kerja telah banyak
diteliti oleh para psikolog industri organisasi. Meski hasil yang ditampilkan
para peneliti tersebut bervariasi tampaknya satu kesepakatan di antara mereka
adalah makna iklim organisasi itu sendiri lebih menjurus pada persepsi
pegawai ataupun karyawan tentang kondisi organisasinya, baik dalam arti
fisik maupun non fisik. Iklim organisasi secara objektif terjadi di setiap
organisasi dan mempengaruhi perilaku anggota organisasi. Perilaku anggota
organisasi tersebut timbul akibat dari adanya kepuasan ataupun ketidakpuasan
terhadap iklim tersebut. Seseorang dapat bersifat dari sangat positif sampai
sangat negatif mengenai iklim organisasi tempat ia bekerja.
Dari berbagai penelitian yang melibatkan variabel iklim organisasi dan
kepuasan kerja menyimpulkan bahwa iklim organisasi memiliki pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Seperti pada penelitian

Universitas Sumatera Utara

Ahmad, Ahmad, et. al. (2010 : 218) yang berjudul “Organizational Climate
as Employees’ Satisfier: Empirical Evidence From Pharmaceutical Sector”
menyimpulkan bahwa iklim organisasi memberikan pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap kepuasan kerja baik pada perusahaan lokal maupun
perusahaan multinasional. Begitu pula pada penelitian yang dilakukan oleh
Manullang (2010 : 93) dengan judul “Analisis Pengaruh Karakteristik
Individu dan Iklim Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Perawat di Ruang
Rawat Inap RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar” menyimpulkan
bahwa variabelkarakteristik individu dan iklim organisasi secara serempak
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja perawat di ruang rawat inap
RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar dan secara parsial iklim
organisasi lebih dominan daripada karakteristik individu.
Berdasarkan latar belakang permasalahan dan tujuan penelitian ini maka
dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut:

KOMPETENSI
(X1)
KEPUASAN
KERJA
(Y)
IKLIM ORGANISASI
(X2)

Gambar 2.2Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dalam penelitian ini menggambarkan hubungan
antara kompetensi dan iklim organisasi terhadap kepuasan kerja. Yang

Universitas Sumatera Utara

menjadi variabel bebas (independent variable) adalah kompetensi dan iklim
organisasi, sedangkan variabel terikat (dependent variable) adalah kepuasan
kerja.

2.4 Hipotesis
Sugiyono (2012:64) berpendapat bahwa hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah
penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Senada dengan itu,
menurut Umar (2008 : 40) hipotesis merupakan suatu pernyataan yang
kedudukannya belum sekuat proposisi atau dalil.
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual dalam penelitian
ini, maka hipotesis yang diajukan adalah: kompetensi dan iklim organisasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja staf Unit Administrasi
di Rumah Sakit PTPN II Bangkatan Binjai.

Universitas Sumatera Utara