Pengaruh Kecerdasan Emosional Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja Perawat Di Rumah Sakit Bangkatan Binjai

(1)

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL PEMIMPIN

TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT

DI RUMAH SAKIT BANGKATAN BINJAI

TESIS

Oleh

TUTI SUMARNI

057013027/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL PEMIMPIN

TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT DI

RUMAH SAKIT BANGKATAN BINJAI

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

TUTI SUMARNI

057013027/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL PEMIMPIN TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT BANGKATAN BINJAI

Nama Mahasiswa : Tuti Sumarni

Nomor Pokok : 057013027

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Sutomo Kasiman, MD, FIHA, FACC) (dr. Yosri Azwar, M.Kes)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 17 Januari 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sutomo Kasiman, MD, FIHA, FACC Anggota : 1. dr. Yosri Azwar, M.Kes

2. Dr. Ir. Sri Fajar Ayu, MM 3. Dra. Raras Sutatminingsih, MSi


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL PEMIMPIN TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT

BANGKATAN BINJAI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 17 Januari 2008


(6)

ABSTRAK

Banyak cara seorang pemimpin untuk memotivasi orang lain terutama bawahannya untuk mencapai tujuan atau menyelesaikan suatu tugas maupun mengatasi persoalan atau tantangan yang dihadapinya. Salah satu karakteristik utama yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah kemampuannya untuk memotivasi orang lain atau bawahannya dalam mencapai tujuan atau misi organisasi. Kemampuan seorang pemimpin untuk memotivasi anggota tim atau bawahannya sangat dipengaruhi oleh kecerdasan emosionalnya (EI-nya).

Jenis penelitian ini adalah survei analitik untuk menganalisis pengaruh kecerdasan emosional pemimpin terhadap motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai. Populasi penelitian adalah seluruh perawat yang bertugas di Rumah Sakit Bangkatan Binjai sebanyak 43 orang, seluruh populasi diambil sebagai sampel (total sampling). Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji regresi berganda.

Hasil penelitian ini menunjukkan kecerdasan emosional pemimpin dengan komponen kesadaran diri dalam bentuk realistis, humoris dan percaya diri, manajemen diri/mengelola diri dalam bentuk rileks dan produktif, motivasi diri dalam bentuk berkomitmen dan mampu mengembangkan pola sikap yang baru serta lebih berproduktif, empati dalam bentuk empati kepada orang lain, menyelesaikan konflik dan berkomunikasi efektif, dan kecakapan sosial /ketrampilan sosial dalam bentuk mengartikulasikan pemikiran bawahannya, memberi saran dan mendukung bawahannya serta mampu mampu orang lain.

Kesimpulan penelitian menunjukkan seluruh sub variabel kecerdasan emosional pemimpin berpengaruh terhadap motivasi kerja perawat, yaitu : kesadaran diri sebesar ß=0,249, manajemen diri/mengelola diri sebesar ß=0,225, motivasi diri sebesar ß=0,219, empati sebesar ß=0,167, dan kecakapan sosial/ketrampilan sosial sebesar ß=0,147.disarankan peningkatan kesadaran diri oleh pemimpin terhadap perawat dalam meningkatkan motivasi kerja.


(7)

ABSTRACT

A leader has a lot of ways of motivating others especially those who work under his supervision to meet his objectives or to accomplish a task or to overcome the problems or challenges he is facing. One of the main charactheristics must be owned by a leader is a capability of motivating others or his staff to meet his objective or the mission of his organization. The ability of a leader to motivate his team member or staff is much influenced by his emotional intelligence (EI).

The purpose of this analytical survey study is to analyze the influence of leader’s emotional intelligence on work motivation of the nurses serving in Bangkatan Hospital Binjai and all of them were selected through the total sampling technique as the samples for this study. The data needed were obtained through distributing questionnaires to the nurses and the data obtained were analyzed using multiple regrestion test.

The result of this study shows that leader’s emotional intelligence with the components of self-awareness in realistic form, humor and self-confidence, relax and productive self-management, self-motivation in the form of commitment, ability to develop the more productive pattern of new attitude, empathy to others, conflict solution, effective communication, social competence/social skill in the form of articulating the thought of his subordinates, giving suggestion, supporting his subordinates and being able to convince others.

In brief, this study shows that all of the sub-variables of leader’s emotional intelligence such as self awareness with =0,249, self-management with =0,0225, self-motivation with =0,219, empathy with =0,167, and social competence/social skill with =0,147, have and influence on work motivation of the nurses. It is suggested that a leader should the self-awareness of the nurses to enhance their work motivation.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan berkah dan karuniaNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini, yang mana merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan.

Selama penelitian dan penyusunan tesis ini yang berjudul : Pengaruh Kecerdasan Emosional Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai Tahun 2007, penulis telah banyak mendapat bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP dan Bapak dr. Yosri Azwar, M.Kes yang telah membimbing dari awal sampai selesainya penulisan tesis ini. Selanjutnya ucapan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Magister

Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Dra Ida Yustina, Msi, selaku Sekretaris Program Magister

Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Ir. Sri Fajar Ayu, MM dan Ibu Dra. Raras Sutatminingsih, MSi selaku Dosen Pembanding tesis.

5. Seluruh Dosen dan Staf di Program Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(9)

7. Teristimewa buat suamiku tercinta Mukmin Aritonang yang telah telah memberikan kasih sayang, perhatian, dorongan, dan doa restu kepada penulis agar dapat menyelesaikan pendidikan Pascasarjana.

8. Ayahanda dan Ibunda tercinta serta kedua Mertua yang telah memberikan perhatian, dorongan dan doa restu kepada ananda agar dapat menyelesaikan pendidikan Pascasarjana.

9. Juga anak-anakku tersayang Abduh Halim Perdana Aritonang, Ade Apsari Furqon Aritonang dan Siti Rahma Aritonang yang selama ini telah mendampingi dan terus berdoa untuk mamanya dalam penyelesaian tesis ini. 10.Sahabat yang kusayangi drg. Rosliani dan drg. Zuhar Elisa yang telah

melewati hari-hari bersama yang penuh perjuangan daan memberi dorongan agar tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

11.Teman-teman di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, khususnya di Magister Administrasi Rumah Sakit yang selama ini telah berjuang bersama-sama dalam mencapai cita-cita.

12.Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna baik dari segi isi maupun penulisan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini dan pengembangan penulisan di masa yang akan dating. Akhirnya penulis mengharapkan tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 17 Januari 2008 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Tuti Simarni dilahirkan di Medan pada tanggal 13 Pebruari 1965 dari pasangan Ayahanda Syamsul Qamar dengan Ibunda Sulasmi, anak pertama dari lima bersaudara dan beragama Islam. Telah menikah dengan Mukmin Aritonang dan dikaruniai tiga putera/puteri yang bernama Abduh Halim Perdana Aritonang, Ade Apsari Furqon Aritonang, Siti Rahma Aritonang. Sekarang menetap di Jl. Makmur No. 51 Desa Sambirejo Timur Kec. Percut Sei Tuan Medan-SUMUT.

Pendidikan dimulai di SD Mongonsidi Medan, kemudian melanjutkan pendidikan SMP Negeri X di Medan, selanjutnya melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 8 Medan dan melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia Medan.

Setelah selesai pendidikan bekerja sebagai Dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Puskesmas Selesai Kabupaten Langkat SUMUT, dan sekarang sebagai Dokter Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Puskesmas Rantau Prapat SUMUT.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

RIWAYAT HIDUP... x

DAFTAR ISI……….. ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB I.PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Hipotesis ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Pemimpin……….. ... 8

2.2. KecerdasanEmosional……... 11

2.3.MotivasiKerja... 16


(12)

2.5. LandasanTeori... 22

2.6. Kerangka Konsep ………... 24

BAB III. METODE PENELITIAN... 26

3.1. Jenis Penelitian ... 26

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

3.3. Populasi dan Sampel ... 26

3.4. UjiValiditas dan Realibitas ... 27

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 31

3.6. Variabel dan Defenisi Operasional ... 31

3.7. Metode Pengukuran ... 32

3.7.1.Pengukuran Variabel Kecerdasan Emosional Pemimpin.. 32

3.7.2. Pengukuran VariabelMotivasi Kerja... 34

3.8. Metode Analisa Data ... 35

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 36

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 36

4.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 39

4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 39

4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.. ... 39

4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 40 4.3. Analisa Univariat... 40


(13)

4.3.2. Variabel Manajemen Diri ... 44

4.3.3. VariabelMotivasi Diri... 45

4.3.4. VariabelEmpati... 46

4.3.5. VariabelKecakapan Sosial... 47

4.3.6. VariabelMotivasi Kerja Perawat ... 48

4.4. Pengujian Persyaratan Analisis ... 51

4.5. Analisa Bivariat ... 52

4.6. Analisis Multivariat... 55

BAB V. PEMBAHASAN ... 58

5.1. Pengaruh Kecerdasan Emosional Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai... 58

5.2. Pengaruh Kesadaran Diri Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai... 58

5.3. PengaruhManajemen Diri Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai... 59

5.4. Pengaruh Motivasi Diri Pemimpin terhadap Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai... 60

5.5. Pengaruh Empati Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai... 61

5.6.Pengaruh Kecakapan Sosial Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Bangkatan... 62

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 67

6.1. Kesimpulan ... 67

6.2. Saran ... 68


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Tingkat Efesiensi RS. Bangkatan ………... 5

2.1. Perbedaan Manajer dengan Pemimpin ……….. 10

3.1. Jumlah Pegawai dan Sampel di Unit Kerja RS. Bangkatan … 27

3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kecerdasan 29

Emosional Pemimpin... 3.3. Hasil uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Motivasi ……. 30

4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 39

4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ………… 40

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 40

4.4. Hasil Univariat Variabel Independen ... 41

4.5. Hasil Univariat Variabel Dependen ... 42

4.6. Distribusi Kecerdasan Emosional Pemimpin Tentang Kesadaran Diri di Rumah Sakit Bangkatan Binjai……… 43

4.7. Distribusi Kecerdasan Emosional Pemimpin Tentang Menajemen Diri di Rumah Sakit Bangkatan……… 45

4.8. Distribusi Kecerdasan Emosional Pemimpin Tentang Motivasi Diri di Rumah Sakit Bangkatan……….. 46

4.9. Distribusi Kecerdasan Emosional Pemimpin Tentang Empati di Rumah Sakit Bangkatan Binjai... 47

4.10. Distribusi Kecerdasan Emosional Pemimpin Tentang Kecakapan Sosial di Rumah Sakit Bangkatan Binjai………… 48


(15)

4.12. Nilai Normalitas Variabel Independen dan Dependen ... 52

4.13 Pengaruh kecerdasan Emosional Pemimpin Terhadap

Motivasi Kerja Perawat di RS. Bangkatan Binjai…………... 53 4.14. Pengaruh kecerdasan Emosional Pemimpin Terhadap

Motivasi Kerja Perawat di RS. Bangkatan Binjai... 54 4.15. Hasil Uji Regresi Linier Berganda Berdasarkan Pengaruh

Kecerdasan Emosional Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja

Perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai... 55 4.16. Koefisien Korelasi Berganda dan Koefisien Derteminan

Kecerdasan Emosional Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Hierarki Motivasi Kerja ... 19 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 24 4.1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Bangkatan Binjai ... 38


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Hasil Analisa Data Univariat, Bivariat, Multivariat ... 73

2. Kuesioner Penelitian ... 126

3. Surat Izin Penelitian ... 131


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ada banyak dinamika yang terjadi di tempat kerja saat ini terutama pada saat negara dan bangsa Indonesia dilanda krisis ekonomi yang bersifat multi dimensi, hal ini dapat dibaca dan didengar setiap hari dari berbagai media massa. Pemimpin banyak yang dihujat atau didemo oleh bawahannya karena pemimpin tersebut tidak mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik, marah jika dikritik, dan merasa dirinya paling pandai dan paling pintar, keadaan ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional pemimpin tersebut rendah.

Tingkat kecerdasan emosional dapat menjadi penyebab dasar keberhasilan atau sebagai masalah yang dihadapi dunia bisnis dan dunia pemerintahan saat ini. Kecerdasan emosional dapat menjadi penentu seberapa berhasilnya atau tidak berhasilnya suatu organisasi/perusahaan atau pegawai dalam menerapkan pelayanan prima (Winarno dan Saksono, 2001).

Tanda-tanda bahwa dalam suatu organisasi yang memiliki pemimpin dengan kecerdasan emosional yang rendah, misalnya:

a. Pemimpin/manajer mengumbar amarahnya dan mengeluarkan anak buahnya hanya karena kesalahan yang sepele.


(19)

c. Pemimpin tidak mampu memotivasi bawahannya untuk menncapai kinerja yang optimal.

d. Pemimpin tidak mampu berkomunikasi dengan baik.

Fenomena ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Goleman tentang kecerdasan emosional. Menurut Goleman (2001), kecerdasan emosional sebagai kemampuan memotivasi diri sendiri dan orang lain, kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, kemampuan mengendalikan emosi, kemampuan pengaturan diri sendiri, kemampuan berempati, dan kemampuan berhubungan dengan orang lain. Hal ini menjadi petunjuk bagi kita betapa pentingnya “kecerdasan emosional” dalam karir dan sosial.

Sebagian besar pelayanan di rumah sakit dilakukan oleh tenaga keperawatan, dimana perawat merupakan bagian yang terpenting dalam pelayanan di rumah sakit, dan dari segi jumlah, perawat yang paling banyak. Dari hasil survey kepuasan pasien selalu terkait dengan perawat. Menurut Kusumapradja (2006) 70% ketidakpuasan pasien disebabkan perilaku petugas kesehatan (khususnya perawat) karena sebagian besar waktu pasien berinteraksi dengan perawat, untuk menghasilkan kinerja yang optimal, motivasi kerja merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan kinerja. Untuk mempertahankan kualitas pelayanan, rumah sakit menginginkan motivasi kerja yang tinggi pada bawahannya, dimana motivasi kerja memegang peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan organisasi.


(20)

Motivasi kerja banyak dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya dipengaruhi oleh kepemimpinan. Menurut Arep dan Tanjung (2004), ada 7 (tujuh) sumber-sumber yang mempengaruhi motivasi, yaitu sebagai berikut :

(1) Kebutuhan manusia (2) Kompensasi (3) komunikasi (4) Kepemimpinan (5) pelatihan (6) Prestasi

(7) Tauhid dan jihad bagi umat Islam.

Rendahnya motivasi kerja anak buah untuk meraih prestasi karena tidak mendapat dorongan dan apresiasi dari atasan. Pemimpin dengan kecerdasan emosional tinggi akan mampu memotivasi diri, lalu beresonansi pada orang-orang di sekelilingnya, terutama anak buahnya. Berdasarkan pengalaman memberi pelatihan di lingkungan birokrasi pemerintahan maupun BUMN, ditemukan indikator kuat, hanya sedikit pemimpin yang mampu memberi motivasi kerja pada anak buahnya. Banyak pemimpin menjadi sasaran caci maki anak buah sehingga potensi dan dedikasi anak buah tidak optimal untuk memajukan perusahaan (Hidayat, 2002).

Penelitian dari Kerr dan kawan-kawan (2006) menyatakan, bahwa kecerdasan emosional seseorang merupakan penentu kunci terhadap kepemimpinan yang efektif. Persepsi bawahan terhadap efektivitas pemimpin berkaitan erat dengan kecerdasan emosional pemimpin. Pemimpin dengan kecerdasan emosional yang tinggi mampu


(21)

memberikan efek pada bawahannya dengan dua cara yaitu, pemimpin mampu memotivasi bawahannya untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan organisasi, serta pemimpin tersebut mampu menyampaikan ide-idenya pada bawahannya untuk meningkatkan kinerja (Melia Prati, Ceasar dan Ferris, 2003).

Menurut Borbuto dan Burbach (2006), pemimpin yang mempunyai lima komponen kecerdasan emosional yaitu: kesadaran diri, manajemen diri, motivasi diri, empati, dan kecakapan sosial mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan

transformational leadership yaitu pemimpin yang mampu menyampaikan visi dan misi organisasi.

Rumah Sakit Bangkatan didirikan pada tahun 1908 yang terletak di kotamadya Binjai merupakan rumah sakit BUMN tipe C, memiliki 100 tempat tidur. Rumah Sakit Bangkatan didirikan pada tahun 1908 yang terletak di kotamadya Binjai merupakan rumah sakit BUMN tipe C, memiliki 100 tempat tidur. Rumah sakit Bangkatan saat ini disamping melayani kesehatan karyawan kesehatan PTP N II yang sesuai dengan wilayah kerjanya, juga melayani kesehatan umum maupun karyawan perusahaan langganan untuk daerah Binjai dan sekitarnya.


(22)

TABEL 1.1.

TINGKAT EFFISIENSI RS. BANGKATAN

Tingkat Effisiensi RS TAHUN 2002 TAHUN 2003 TAHUN 2004 TAHUN 2005 TAHUN 2006 STANDARD NASIONAL BOR(%) 32,59 38,15 39,59 50,3 51,4 75-85%

LOS(hari) 4,57 4,49 4,47 3,8 4,3 6-9 hari

TOI(hari) 9,45 7,27, 7,04 2,6 4,5 1-3 hari

NDR(%) 1,52 1,55 1,25 - - < 2,5%

GDR(%) 2,16 2,53 2,16 2,2 - < 3%

Keterangan tabel;

1. BOR (Bed Turn Over), adalah untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit dengan nilai ideal 60-80%.

2. BTO (Bed Turn Over), adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur rumah sakit dengan nilai ideal 40-50 kali.

3. LOS (Length Of Stay), adalah untuk mengetahui efisiensi pelayanan suatu rumah sakit apabila diterapkan diagnostic tracer, dengan nilai ideal 1-3 hari.

4. TOI (Turn Over Interval), adalah untuk mengetahui effisiensi penggunaan tempat tidur rumah sakit, dengan nilai ideal 6-9 hari.

5. GDR (Gross Death Rate), adalah untuk mengetahui angka kematian umum di rumah sakit dengan nilai ideal <25/1000 pasien yang keluar rumah sakit.

6. NDR (Net Death Rate), adalah untuk mengetahui angka kematian,48 jam di rumah sakit dengan nilai ideal <25/1000 pasien keluar rumah sakit (Muninjaya, 2004).

Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan tingkat efisiensi rumah sakit Bangkatan Binjai, seperti BOR, LOS, dan TOI belum memenuhi standar nasional, walaupun saat ini Rumah Sakit Bangkatan Binjai menerima pasien di luar karyawan perkebunan. Indikator klinis ini menunjukkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit ini masih di bawah standar nasional. Hal ini sekaligus menggambarkan kinerja rumah sakit ini belum efektif, salah satunya disebabkan oleh motivasi kerja perawat


(23)

yang rendah, dimana motivasi kerja ini dipengaruhi kecerdasan emosional pemimpinnya.

Hal ini menjadi dasar ketertarikan penulis melakukan penelitian tentang pengaruh kecerdasan emosional pemimpin ditinjau dari aspek :

1. Kesadaran diri 2. Manajemen diri 3. Motivasi diri 4. Empati

5. Kecakapan sosial

terhadap motivasi kerja perawat.

1.2. Permasalahan

Apakah kecerdasan emosional pemimpin yaitu kesadaran diri, manajemen diri, motivasi diri, empati, dan kecakapan sosial berpengaruh terhadap motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai? Dan sebesar apa pengaruh kecerdasan emosional pemimpin terhadap motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai?

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis bagaimana dan sebesar apa pengaruh kecerdasan emosional pemimpin yaitu kesadaran diri, manajemen diri, motivasi diri, empati, dan kecakapan sosial terhadap motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai.


(24)

1.4. Hipotesis penelitian

Terdapat pengaruh positif kecerdasan emosional pemimpin terhadap motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Bagi Rumah Sakit :

Merupakan masukan bagi manajemen rumah sakit tentang pentingnya kecerdasan emosional pemimpin terhadap motivasi kerja perawat untuk meningkatkan kinerja.

b. Bagi Peneliti:

Merupakan pengalaman yang berguna untuk mendalami dan untuk menerapkan teori mengenai kecerdasan emosional pemimpin terhadap motivasi kerja perawat yang diperoleh selama studi.

c. Bagi AKK:

Sebagai bahan masukan untuk pengembangan Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, khususnya konsentrasi Administrasi Rumah Sakit dalam meningkatkan kecerdasan emosional pemimpin terhadap motivasi kerja perawat.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemimpin

Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan organisasi. Kepemimpinannya pada umumnya distimulir oleh dorongan-dorongan kuat dari dalam diri sendiri untuk memimpin. Diharapkan agar pemimpin itu mampu membina bawahannya menjadi mahir secara teknis, bersemangat/bergairah kerja, loyal dan bermoral tinggi. Juga bisa membangkitkan kekuatan rasional dan kekuatan emosional yang positip. Ringkasnya dia mampu mengembangkan segenap potensi anak buah dalam iklim sosial yang menyenangkan (Kartono, 2006).

Menurut Hasibuan (2005), pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya, mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Menurut Fairchild yang dikutip Kartono (2006), pemimpin dalam pengertian luas ialah seorang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengarahkan, mengorganisir, atau mangontrol usaha/upaya orang lain, atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi. Dalam


(26)

pengertian yang terbatas, pemimpin ialah seorang yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya, dan penerimaan secara suka rela oleh para pengikutnya.

Menurut Kottler yang dikutip Robbins (20003), pemimpin menetapkan arah dengan mengembangkan suatu visi terhadap masa depan, kemudian mereka menyatukan orang dengan mengkomunikasikan visi ini dan mengilhami mereka untuk mengatasi rintangan-rintangan.

Menurut Azwar (1996), pemimpin adalah seseorang yang karena sifat-sifat dan perilaku yang dimilikinya mempunyai kemampuan untuk mendorong orang lain guna berpikir, bersikap serta berbuat sesuai dengan yang diinginkan. Kepemimpinan juga akan muncul apabila ada seseorang atau sekelompok orang yang dapat dipengaruhi untuk berpikir, bersikap serta berbuat sesuai dengan yang diinginkan, seseorang atau sekelompok ini disebut pengikut.

Menurut Drucker yang dikutip Tjiptono dan Diana (2001), seorang pemimpin itu harus mempunyai karakteristik sebagai berikut :

a. Pemimpin menentukan dan mengungkapkan misi organisasi secara jelas. b. Pemimpin menentukan tujuan, prioritas, dan standar.

c. Pemimpin lebih memandang kepemimpinan sebagai tanggung jawab daripada suatu hak istimewa dari suatu kedudukan.

d. Pemimpin bekerja dengan orang-orang yang berpengetahuan dan tangguh, serta dapat memberikan kontribusi kepada organisasi.


(27)

Bennis dalam bukunya “ Managing the Dream: Leadership in the 21st Century”, yang dikutip oleh Luthans (2006), membedakan antara pemimpin dengan manajer.

TABEL 2.1.

PERBEDAAN MANAJER DENGAN PEMIMPIN Ciri Manajer Ciri pemimpin

Mengatur Inovasi Tiruan Asli

Memelihara Mengembangkan/menciptakan

Fokus pada system dan struktur Fokus pada manusia

Mengendalikan control Menginspirasi kepercayaan

Pandangan jangka pendek Perspektif jangka panjang

Menanyakan bagaimana dan kapan Menanyakan apa dan mengapa

Tertuju pada laporan keuangan Tertuju pada horizon

Meniru Mencetak

Menerima status Quo Menentang Status Quo

Prajurit yang baik Diri Sendiri

Melakukan segala sesuatu dengan benar Melakukan segala sesuatu yang benar

Pemimpin merupakan orang yang menerapkan prinsip dan teknik yang memastikan motivasi, disiplin, dan produktivitas jika bekerja sama dengan orang,


(28)

tugas, dan situasi agar dapat mencapai sasaran perusahaan, (Timple dalam Umar, 2005).

Menurut Arep dan Tanjung (2004), seorang pemimpin memiliki tiga kategori umum, yakni :

a. Kemampuan menganalisa dan menarik kesimpulan yang tepat. Ia harus mampu menganalisa suatu masalah, situasi atau serangkaian keadaan tertentu dan menarik kesimpulan-kesimpulan yang tepat.

b. Kemampuan untuk menyusun suatu organisasi, dapat menyeleksi dan

menempatkan orang-orang tepat untuk mengisi jabatan dalam organisasi yang bersangkutan.

c. Kemampuan untuk mengorganisasikan pekerjaan, agar organisasi berjalan lancar untuk menuju tujuan, cita-cita, dan putusan dari tingkat yang lebih tinggi kepada bawahan-bawahannya, agar tujuan dan putusan-putusan itu dapat diterima dengan baik.

Berdasarkan uraian-uraian diatas maka dapat diidentifikasi ciri-ciri seorang pemimpin untuk penelitian ini

.

2.2. Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional (Emotional Intelligence) adalah penggunaan emosi secara cerdas. Bagaimana membuat emosi tersebut bermanfaat dengan menggunakannya sebagai pemandu perilaku dan pemikiran kita, sedemikian rupa sehingga hasil kita meningkat. Mengelola emosi berarti memahaminya, lalu


(29)

menggunakan pemahaman tersebut untuk menghadapi situasi secara produktif, bukannya menekan emosi dan menghilangkan informasi berharga yang disampaikan oleh emosi kepada kita, karena emosi dihasilkan oleh interaksi antara pemikiran, perubahan fisiologis, dan perilaku dalam menanggapi suatu peristiwa eksternal. ketidakmampuan mengontrol emosi dan berkomunikasi secara efektif sering mengakibatkan terjadinya konflik yang tak terselesaikan dan terjadi berulang-ulang diantara staf, menimbulkan semangat kerja yang rendah, dan menurunnya produktivitas kerja (Weisenger, 2006).

Menurut Patton (1998), kecerdasan emosional adalah dasar pokok dalam membangun hubungan lalu memperkuat diri kita serta orang lain untuk menghadapi tantangan yaitu keseimbangan antara perasaan dan pikiran.

Menurut Goleman (2001), pada tingkat individu, elemen kecerdasan emosi dapat diidentifikasi, dinilai, dan di- upgrade. Pada tingkat kelompok, elemen kecerdasan emosi berarti pengaturan dinamika interpersonal yang baik yang membuat kelompok menjadi labih cerdas. Pada tingkat organisasi, elemen kecerdasan emosi berarti merevisi hierarki nilai agar kecerdasan emosi menjadi prioritas dalam konteks penerimaan karyawan, pelatihan, dan pengembangan, evaluasi kinerja dan promosi.

Menurut Goleman (2001), Kecerdasan emosi (EI) adalah kapabilitas untuk mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, untuk memotivasi diri, dan untuk mengelola emosi diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain. Dimensi kecerdasan emosional meliputi :


(30)

a. Kesadaran diri : Pemahaman diri; pengetahuan tentang perasaan sebenarnya pada satu kejadian.

b. Manajemen diri : Menangani emosi untuk memudahkan, bukannya

menghalangi tugas; tidak setuju dengan emosi negatif dan kembali ke jalur konstruktif untuk penyelesaian masalah.

c. Motivasi diri : Tetap pada tujuan yang diinginkan; mengatasi impuls emosi negatif dan menunda gratifikasi untuk memperoleh hasil yang diinginkan. d. Empati : Memahami dan sensitif dengan perasaan orang lain; dapat merasakan

apa yang dirasakan dan diinginkan orang lain.

e. Kecakapan sosial : Kemampuan membaca situasi sosial; lancar dalam berinteraksi dengan orang lain dan membentuk jaringan; dapat menuntun emosi dan tindakan orang lain.

Keterampilan utama kecerdasan emosional dalam membangun kerjasama adalah mengetahui cara berkomunikasi dengan menggunakan intelektual dan perasaan. Menurut Patton yang dikutip oleh Mangkunegara (2005), ketrampilan komunikasi kecerdasan emosional adalah sebagai berikut :

1. Menggunakan emosi untuk memberikan kedalaman dan kekayaan terhadap diri sebagai seorang pribadi dan membawa kehidupan diri dari tindakan. 2. Mengatur diri sendiri untuk dapat bertindak sesuai dengan pesan yang

disampaikan.

3. Mengetahui cara membaca emosi orang lain untuk memperlancar alur komunikasi.


(31)

4. Menggunakan pendengaran dengan aktif namun tidak menghakimi fakta dan fiksi sehingga dapat menentukan pikiran dan perasaan tentang informasi yang didengar.

5. Memahami perasaan orang lain dan melihat orang lain berdasarkan perspektif mereka sebelum melakukan tindakan.

Sumber daya manusia yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi adalah sumber daya manusia yang mampu mengendalikan diri, sabar, tekun, tidak emosional, tidak reaktif serta positive thingking. Pemimpin dengan kecerdasan emosional yang tinggi, ia tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, lebih mengutamakan rasio daripada emosi, tidak reaktif bila mendapat kritik, tidak merasa dirinya pandai dan paling benar serta tawadlu (rendah hati) atau low profile.

Pemimpin ini termasuk tipologi manusia “orang yang tahu, dan tahu kalau dirinya tahu”. Pemimpin seperti ini juga mempunyai sikap terbuka, transparan, akomodatif, konsisten, satu kata dengan perbuatan, menepati janji, jujur, adil, dan berwibawa. Kewibawaannya ditegakkan dengan dengan arif bijaksana, bukan dengan

power atau kekuasaan (Hawari, 2003).

Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri dan bertahan menghadapi frustasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati), dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya,


(32)

kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin (Secapramana, 1999).

Kecerdasan akademis sedikit kaitannya dengan kehidupan emosional. Orang dengan IQ tinggi dapat terperosok ke dalam nafsu yang tak terkendali dan impuls yang meledak-ledak; orang dengan IQ tinggi dapat menjadi pilot yang tak cakap dalam kehidupan pribadi mereka. Terdapat pemikiran bahwa IQ menyumbang paling banyak 20% bagi sukses dalam kehidupan, sedangkan 80% ditentukan oleh faktor lain (Secapramana, 1999).

Menurut Robbins (2003), kecerdasan emosional (EI) merujuk pada keanekaragaman ketrampilan, kapabilitas, dan kompetensi non kognitif, yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam menghadapi tuntutan dan tekanan lingkungan. Para pemimpin besar menunjukkan kecerdasan emosional mereka dengan memperlihatkan memperlihatkan lima komponen kunci yaitu :

a. Kesadaran diri : Percaya diri, penilaian diri yang realistik, dan rasa humor. b. Mengelola diri : Sifat yang layak dipercaya dan keterbukaan dengan perubahan. c. Motivasi diri : Dorongan yang kuat untuk mencapai optimisme dan komitmen

organisasi yang tinggi.

d. Empati : Keahlian dalam membangun dan mempertahankan bakat, kepekaan terhadap perasaan orang lain.

e. Ketrampilan sosial : Kemampuan untuk memimpin upaya perubahan,


(33)

Dalam buku Goleman yang kedua, Working with Emotional Intelligence yang dikutip oleh Luthans (2006) menyatakan; Tingkatan kecerdasan emosi bukan hanya bawaan genetika, juga bukan hanya dikembangkan pada masa anak-anak. Beda halnya dengan IQ yang sedikit berubah setelah kita berusia remaja, kecerdasan emosi sangat dapat dipelajari, dan terus berkembang saat kita menjalani hidup dan belajar dari pengalaman kita, kompetensi kita dapat terus berkembang. Kata klasik untuk perkembangan kecerdasan emosi adalah “kedewasaan”.

Berdasarkan teori-teori diatas dapat diketahui bahwa kecerdasan emosional merupakan variabel yang berperan dan harus dimiliki seorang pemimpin untuk meningkatkan motivasi kerja bawahannya.

2.3. Motivasi Kerja

Motivasi terbentuk dari sikap (atitute) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positip terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal (Mangkunegara, 2005).

Menurut McClelland yang dikutip Mangkunegara (2005) ada beberapa karakteristik dari orang-orang yang mempunyai motif berprestasi tinggi, antara lain :

a. Memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi b. Berani mengambil dan memikul resiko


(34)

c. Memiliki tujuan yang realistik

d. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan tujuan

e. Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam semua kegiatan yang

dilakukan

f. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan Menurut McClelland yang dikutip oleh Thoha (2003), seseorang yang dianggap mempunyai motivasi untuk berprestasi jika ia mempunyai keinginan untuk melakukan suatu karya yang berprestasi lebih baik dari prestasi karya orang lain. Ada tiga kebutuhan manusia menurut McClelland, yakni :

1. Kebutuhan untuk berprestasi 2. Kebutuhan untuk berafiliasi 3. Kebutuhan untuk kekuasaan

Ketiga kebutuhan ini terbukti menentukan prestasi seseorang dalam bekerja.

Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu bertingkah laku dalam mencapai tujuan. Dorongan tersebut terdiri 2 (dua) komponen, yaitu :

1. Arah perilaku (kerja untuk mencapai tujuan)


(35)

Motivasi meliputi perasaan unik, pikiran dan pengalaman masa lalu yang merupakan bagian dari hubungan internal dan eksternal perusahaan. Selain itu motivasi dapat pula diartikan sebagai dorongan individu untuk melakukan tindakan karena mereka ingin melakukannya. Apabila individu termotivasi, mereka akan membuat pilihan yang positif untuk melakukan sesuatu, karena dapat memuaskan keinginan mereka (Rivai, 2004).

Menurut Arep dan Tanjung (2004) motivasi sebagai sesuatu yang yang pokok, yang menjadi dorongan bagi seseorang untuk bekerja. Motivasi adalah Self concept realization (merealisasikan konsep dirinya), yang bermakna bahwa seseorang akan selalu termotivasi jika :

a. Ia hidup dalam suatu cara yang sesuai dengan peran yang lebih ia sukai. b. Diperlakukan sesuai dengan tingkatan yang lebih ia sukai.

c. Dihargai sesuai dengan cara yang mencerminkan penghargaan seseorang atas kemampuannya.

Menurut Luthans (2006) motivasi adalah proses yang dimulai dengan defisiensi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan atau insentif. Hierarki motivasi kerja menurut Luthans digambarkan seperti gambar di bawah ini.


(36)

AKTUALISASI DIRI

Perkembangan pribadi, realisasi potensi

KEBUTUHAN PENGHARGAAN

Gelar, symbol status, promosi,

bangquet (makan siang bisnis)

KEBUTUHAN SOSIAL

Kelompok atau tim kerja formal dan informal

KEBUTUHAN KEAMANAN

Rencana senioritas, serikat, asuransi kesehatan, rencana membantu karyawan, uang pesangon, pensiun

KEBUTUHAN DASAR

Gaji

GAMBAR 2.1: HIERARKI MOTIVASI KERJA

Menurut Robbins (2003) motivasi sebagai satu proses yang menghasilkan suatu intensitas, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai satu tujuan. Motivasi merupakan kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual.

Berdasarkan McClelland’s Theory of needs yang dikutip oleh Rivai (2004), menganalisis tentang tiga kebutuhan manusia yang sangat penting di dalam organisasi atau perusahaan tentang motivasi mereka. McClelland theory of needs memfokuskan kepada tiga hal yaitu :


(37)

a. Kebutuhan dalam mencapai kesuksesan (need for achievement); kemampuan untuk mencapai hubungan kepada standar perusahaan yang telah ditentukan juga perjuangan karyawan untuk menuju keberhasilan. Mereka berjuang untuk memenuhi ambisi secara pribadi daripada mencapai kesuksesan dalam bentuk penghargaan perusahaan atau organisasi. Sehingga mereka melakukannya selalu lebih baik dan lebih efisien dari waktu ke waktu (better than others). b. Kebutuhan dalam kekuasaan atau otoritas kerja (need forpower); kebutuhan

untuk orang berperilaku dalam keadaan yang wajar dan bijaksana di dalam tugasnya masing-masing. Manusia seperti ini justru senang dengan tugas yang dibebankan kepadanya dan cenderung untuk lebih peduli dengan kebanggaan, prestise, dan memperoleh pengaruh terhadap manusia lainnya.

c. Kebutuhan untuk berafiliasi (need for affiliation); hasrat untuk bersahabat dan mengenal lebih dekat rekan kerja atau para karyawan di dalam organisasi. Mereka memiliki motivasi untuk persahabatan, menanggung dan bekerja sama daripada sebagai ajang kompetisi di dalam suatu organisasi. Termasuk di dalam hal pengertian satu dengan lainnya.

Berdasarkan teori-teori di atas bahwa motivasi kerja merupakan variabel yang berperan untuk meningkatkan kinerja di rumah sakit.

2.4. Keperawatan

Seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injuri dan proses


(38)

penuaan dan perawat professional adalah perawat yang bertanggungjawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya (Depkes RI, 2002).

Fungsi perawat dalam melakukan pengkajian pada individu sehat maupun sakit dimana segala aktifitas yang dilakukan berguna untuk pemulihan kesehatan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, aktifitas ini dilakukan dengan berbagai cara untuk mengembalikan kemandirian pasien secepat mungkin dalam bentuk proses keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Menurut Depkes RI (2002) perhatian perawat professional pada waktu menyelenggarakan pelayanan keperawatan adalah pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Profil perawat professional adalah gambaran dan penampilan menyeluruh. Perawat dalam melakukan aktifitas keperawatan meliputi peran dan fungsi pemberi asuhan keperawatan, praktek keperawatan, pengelola institusi keperawatan, pendidikan klien serta kegiatan penelitian dibidang keperawatan.

Keperawatan dalam menjalankan pelayanan sebagai nursing services

menyangkut bidang yang amat luas sekali, secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk membantu orang sakit maupun sehat dari sejak lahir sampai meninggal dunia dalam bentuk peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan yang dimiliki, sedemikian rupa sehingga orang tersebut dapat secara optimal


(39)

melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri tanpa memerlukan bantuan dan ataupun tergantung pada orang lain (Henderson yang dikutip oleh Nursalam,2002).

Berdasarkan teori-teori di atas dapat diidentifikasi tentang tugas dan peran perawat di rumah sakit.

2.5. Landasan Teori

Menurut Goleman (2001), Kecerdasan emosi (EI) adalah kapabilitas untuk mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, untuk memotivasi diri, dan untuk mengelola emosi diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain.

Dimensi kecerdasan emosional meliputi :

a. Kesadaran diri : Pemahaman diri; pengetahuan tentang perasaan sebenarnya pada satu kejadian.

b. Manajemen diri : Menangani emosi untuk memudahkan, bukannya

menghalangi tugas; tidak setuju dengan emosi negatif dan kembali ke jalur konstruktif untuk penyelesaian masalah.

c. Motivasi diri : Tetap pada tujuan yang diinginkan; mengatasi impuls emosi negatif dan menunda gratifikasi untuk memperoleh hasil yang diinginkan. d. Empati : Memahami dan sensitif dengan perasaan orang lain; dapat merasakan

apa yang dirasakan dan diinginkan orang lain.

e. Kecakapan sosial : Kemampuan membaca situasi sosial; lancar dalam berinteraksi dengan orang lain dan membentuk jaringan; dapat menuntun emosi dan tindakan orang lain.


(40)

Kecerdasan emosional (Emotional Intelligence) adalah penggunaan emosi secara cerdas. Kecerdasan emosi juga mencakup kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri, empati dan kecakapan sosial, ketrampilan yang berkaitan dengan kecerdasan sosial antara lain kemampuan untuk memahami orang lain, kepemimpinan, kemampuan membina hubungan dengan orang lain, kemampuan berkomunikasi, kerjasama tim, membentuk citra diri positip, memotivasi dan memberi inspirasi (Weisinger, 2006).

Menurut Robbins (2003) risetnya menunjukkan, para pemimpin memerlukan inteligensi dasar dan pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan. Namun IQ dan keterampilan teknis adalah “kemampuan ambang” mereka dibutuhkan tetapi tidak merupakan persyaratan yang cukup untuk kepemimpinan. Pemilikan lima komponen kecerdasan emosional yakitu :

1. Kesadaran diri 2. Manajemen diri 3. Motivasi diri 4. Empati

5. Keterampilan sosial

Itulah yang memungkinkan seorang individu menjadi seorang yang berkinerja bintang.

Tanpa kecerdasan emosional, seorang pribadi dapat memiliki pelatihan yang luar biasa, pikiran analitis yang tinggi, visi jangka panjang, dan pemasok gagasan-gagasan yang hebat namun tetap tidak menjadi seorang pemimpin yang besar. Bukti


(41)

menunjukkan bahwa semakin tinggi peringkat pribadi yang dianggap merupakan orang yang berkinerja bintang, semakin kapabilitas kecerdasan emosional (EI) muncul kepermukaan sebagai alam bagi efektivitasnya. Khususnya, ketika orang yang berkinerja bintang itu dibanding dengan rata-rata dalam posisi manajemen senior, hampir 90 persen dari perbedaan dalam efektivitas yang dianggap berasal dari faktor-faktor kecerdasan emosional dan bukannya kecerdasan dasar.

Implementasi kecerdasan emosional pimpinan, pemimpin tersebut mempunyai kemampuan menginspirasi, mempengaruhi, dan memotivasi orang lain/bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi.

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan terarah akan alur penelitian ini digambarkan dalam kerangka konsep seperti berikut ini :

KECERDASAN EMOSIONAL • Kesadaran Diri

• Manajemen Diri

• Motivasi Diri

• Empati

• Kecakapan Sosial

MOTIVASI KERJA PERAWAT


(42)

Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat dijelaskan definisi konsep sebagai berikut : Kecerdasan emosi pemimpin meliputi lima komponen yaitu : kesadaran diri, manajemen diri, motivasi diri, empati, dan kecakapan sosial berpengaruh terhadap motivasi kerja perawat di RS. Bangkatan Binjai.


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey dengan pendekatan analitik untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional pemimpin (kesadaran diri, manajemen diri, motivasi diri, empati, dan keterampilan sosial) terhadap motivasi kerja perawat di RS. Bangkatan Binjai.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RS. Bangkatan Binjai yang merupakan rumah sakit Badan Usaha Milik Negara (BUMN) milik PTP Nusantara II yang disamping melayani kesehatan karyawan perkebunan PTP N II yang sesuai dengan wilayah kerjanya, juga melayani kesehatan masyarakat umum maupun karyawan perusahaan langganan untuk daerah Binjai dan sekitarnya. Pelaksanaan penelitian direncanakan pada bulan Juni – Agustus Tahun 2007.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah kepala bidang keperawatan, seluruh kepala ruang perawatan dan semua perawat yang melaksanakan asuhan keperawatan pada masing-masing unit kerja yang merupakan pegawai tetap yaitu : unit gawat darurat, instalasi rawat inap dewasa, instalasi rawat inap anak-anak, instalasi rawat


(44)

jalan, instalasi kamar bersalin, instalasi bedah, dan staf dengan jumlah keseluruhan sebanyak 43 orang.

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara Total sampling yaitu pengambilan sampel secara keseluruhan berdasarkan seluruh jumlah populasi pada setiap unit kerja di RS. Bangkatan Binjai, sehingga sampel yang diperoleh merata seluruh unit kerja.

Tabel 3.1.

Jumlah Pegawai dan Sampel di Unit Kerja RS. Bangkatan Binjai Unit Kerja Jumlah Pegawai (orang)

Instalasi Rawat Inap 18

Instalasi Rawat Jalan 3

Instalasi Gawat Darurat 6

Instalasi Bedah 6

Instalasi Kamar Bersalin 5

Instalasi Rawat Inap anak 3

Staf 2

Jumlah 43

3.4. Uji Validitas dan Realibilitas

Uji validitas terhadap kuesioner yang berguna untuk mengetahui sejauhmana kesamaan antara yang diukur peneliti dengan kondisi yang sebenarnya dilapangan. Uji validitas terhadap keusioner yang telah dipersiapkan adalah dengan formula


(45)

N ( ∑xy ) – ( ∑x∑y ) r =

{ [ N∑x2 – (∑x)2 ] . [ N∑y2 . (∑y)2 ] }1/2 Dimana :

x = skor tiap-tiap variabel y = skor total tiap responden N = jumlah responden

Uji reabilitas terhadap kuesioner yang berguna untuk mengetahui sejauhmana konsistensi hasil penelitian jika kegiatan tersebut dilakukan berulang-berulang. Uji realibilitas terhadap kuesioner yang telah dipersiapkan adalah dengan formula Alpha cronbach sebagai berikut :

M ( Vt. Vx ) Rtt =

M . 1 ( Vt ) Dimana :

Vt = variasi total Vx = variasi butir-butir M = jumlah butir pertanyaan


(46)

Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kecerdasan Emosional

Variabel Butir

Pertanyaan

Corrected Item-Total Correlation

Status Alpha

Cronbach Status

1 0,408 Valid 0,884 Reliabel

2 0,381 Valid 0,885 Reliabel

Kesadaran Diri (X1)

3 0,333 Valid 0,887 Reliabel

1 0,498 Valid 0,881 Reliabel

2 0,488 Valid 0,881 Reliabel

Manajemen Diri

(X2) 3 0,498 Valid 0,881 Reliabel

1 0,604 Valid 0,876 Reliabel

2 0,585 Valid 0,877 Reliabel

Motivasi Diri (X3)

3 0,362 Valid 0,886 Reliabel

1 0,554 Valid 0,878 Reliabel

2 0,898 Valid 0,863 Reliabel

Empati (X4)

3 0,605 Valid 0,877 Reliabel

1 0,712 Valid 0,872 Reliabel

2 0,633 Valid 0,875 Reliabel

Kecakapan Sosial

(X5) 3 0,712 Valid 0,872 Reliabel

Berdasarkan Tabel 3.2 di atas diketahui bahwa butir-butir pertanyaan untuk variabel kesadaran diri, manajemen diri, motivasi diri, empati dan kecakapan sosial seluruhnya memenuhi persyaratan (valid), karena nilai yakni nilai r-hitung semua butir pertanyaan lebih besar dari r-tabel dengan jumlah responden 43 sebesar 0,301, serta reliabel (memenuhi persyaratan yakni nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,60) (Gozhali, 2001). Dengan demikian dapat digunakan dalam penelitian.


(47)

Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas kuesioner Motivasi Kerja Perawat

Variabel Butir

Pertanyaan

Corrected Item-Total Correlation

Status Alpha

Cronbach Status

1 0,459 Valid 0,920 Reliabel

2 0,845 Valid 0,911 Reliabel

Tanggung Jawab

3 0,459 Valid 0,920 Reliabel

1 0,577 Valid 0,917 Reliabel

2 0,721 Valid 0,914 Reliabel

Memikul Resiko Profesi

3 0,760 Valid 0,913 Reliabel

1 0,313 Valid 0,926 Reliabel

2 0,691 Valid 0,914 Reliabel

Memiliki Tujuan yang

Realistik 3 0,558 Valid 0,918 Reliabel

1 0,648 Valid 0,916 Reliabel

2 0,845 Valid 0,911 Reliabel

Memiliki Rencana Kerja

3 0,537 Valid 0,918 Reliabel

1 0,486 Valid 0,919 Reliabel

2 0,459 Valid 0,920 Reliabel

Memanfaatkan Umpan Balik

3 0,533 Valid 0,918 Reliabel

1 0,845 Valid 0,911 Reliabel

2 0,577 Valid 0,917 Reliabel

Mencari Kesempatan

3 0,648 Valid 0,916 Reliabel

Berdasarkan Tabel 3.3 di atas diketahui bahwa butir-butir pertanyaan untuk variabel Motivasi kerja perawat (tanggung jawab, memikul resiko, memiliki tujuan yang realistik, memiliki rencana kerja, dan mencari kesempatan) seluruhnya memenuhi persyaratan (valid), karena nilai yakni nilai r-hitung semua butir pertanyaan lebih besar dari r-tabel dengan jumlah responden 43 sebesar 0,301, serta reliabel (memenuhi persyaratan yakni nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,60) (Gozhali, 2001). Dengan demikian dapat digunakan dalam penelitian.


(48)

3.5. Metode Pengumpulan Data

a. Data primer dikumpulkan dengan melakukan wawancara secara langsung menggunakan pedoman wawancara (kuesioner) tentang kecerdasan emosional pimpinan sebagai faktor yang mempengaruhi motivasi kerja perawat.

b. Data sekunder dikumpulkan dengan mengutip data laporan atau registrasi RS. Bangkatan Binjai, tentang fasilitas dan peralatan rumah sakit, jumlah tenaga kesehatan, jumlah pasien serta data lain yang mendukung.

3.6. Variabel dan Defenisi Operasional

1. Kecerdasan emosional pemimpin : Persepsi perawat mengenai perilaku pimpinan pada saat mempengaruhi perilaku bawahan sehingga akan menghasilkan perilaku yang sesuai dengan yang diinginkan pimpinan untuk mencapai tujuan tertentu.

Variabel Kecerdasan emosi ini diukur berdasarkan lima komponen yaitu : a. Kesadaran diri : Percaya diri, penilaian diri yang realistik, dan rasa humor. b. Mengelola diri : Sifat yang layak dipercaya dan keterbukaan dengan

perubahan.

c. Motivasi diri : Dorongan yang kuat untuk mencapai optimisme dan komitmen organisasi yang tinggi.

d. Empati : Keahlian dalam membangun dan mempertahankan bakat,


(49)

e. Kecakapan sosial : Kemampuan untuk memimpin upaya perubahan, pembujukan dan keahlian dalam membangun dan memimpin tim.

2. Motivasi kerja : merupakan dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk berperilaku dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Faktor- faktor yang dipakai untuk mengungkap motivasi kerja diambil dari derajat respon subyek yaitu achievement theory yang dikemukakan oleh McClelland yaitu :

a. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi

b. memiliki program kerja berdasarkan rencana dan tujuan yang realistik serta berjuang untuk merealisasikannya

c. Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan berani mengambil resiko yang dihadapinya

d. Melakukan pekerjaan yang berarti dan menyelesaikannya dengan hasil yang memuaskan

e. Mempunyai keinginan menjadi orang terkemuka yang memahami dan menguasai bidang tertentu

3.7. Metode Pengukuran

3.7.1. Pengukuran Variabel kecerdasan Emosional Pemimpin

Metode pengukuran yang dipergunakan untuk variabel kecerdasan emosional pemimpin yang mempengaruhi motivasi kerja perawat yang dipersepsikan oleh bawahan, atau lebih jelasnya bagaimana seorang bawahan mempersepsikan cara


(50)

pimpinannya dalam menyelesaikan permasalahan. pengukuran menggunakan skala ordinal dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu :

a. Kecerdasan emosional tinggi : apabila seorang pemimpin dalam masa kepemimpinan, mampu menyelesaikan permasalahan yang ada dengan mempergunakan seluruh lima komponen kecerdasan emosional yaitu : kesadaran emosi, mengelola emosi, motivasi diri, empati, dan kecakapan sosial.

b. Kemampuan sedang apabila: seorang pemimpin dalam masa kepemimpinan, mampu menyelesaikan permasalahan yang ada dengan mempergunakan sebagian saja dari lima komponen kecerdasan emosional yaitu : kesadaran emosi, mengelola emosi, motivasi diri, empati, dan kecakapan sosial.

c. Kemampuan rendah apabila seorang pemimpin dalam masa kepemimpinan, tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang ada dengan mempergunakan lima komponen kecerdasan emosional yaitu : kesadaran emosi, mengelola emosi, motivasi diri, empati, dan kecakapan sosial.

Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap kecerdasan emosional pemimpin, karena merupakan pengukuran terhadap seseorang maka dipergunakan skala pengukuran menurut Likert dengan menggunakan tiga alternatif jawaban yaitu :

a. S (Sering) diberi bobot nilai = 3 b. K (Kadang-kadang) diberi bobot nilai = 2 c. TP (Tidak Pernah) diberi bobot nilai = 1


(51)

Masing-masing pertanyaan mempunyai nilai tertinggi 3, sehingga total skor tertinggi untuk kuesioner kecerdasan emosiaonal pemimpin adalah 9 dan terendah adalah 3. Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh, maka dapat dikategorikan sebagai berikut :

a. Sering apabila bobot nilai yang dicapai (9 - 7)

b. Kadang-kadang apabila bobot nilai yang dicapai (6 - 5) c. Tidak pernah apabila bobot nilai yang dicapai (4 - 3)

3.7.2. Pengukuran Variabel Motivasi Kerja

Angket yang dipergunakan untuk mengungkap motivasi kerja dalam penelitian ini didasarkan pada faktor-faktor motivasi kerja berprestasi yang dikemukakan McClelland.

Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap motivasi kerja berprestasi seseorang dalam bekerja, karena merupakan pengukuran terhadap seseorang maka dipergunakan skala pengukuran menurut Likert dengan menggunakan empat alternatif jawaban yaitu :

a. SS (Sangat Setuju) diberi bobot nilai = 4 b. S (Setuju) diberi bobot nilai = 3 c. KS (Kurang Setuju) diberi bobot nilai = 2 d. TS (Tidak Setuju) diberi bobot nilai = 1

Masing-masing pertanyaan mempunyai nilai tertinggi 4, sehingga total skor tertinggi untuk kuesioner motivasi kerja adalah 72 dan terendah adalah 18.


(52)

a. Tinggi apabila bobot nilai yang dicapai (54 - 72) b. Sedang apabila bobot nilai yang dicapai (36- 53) c. Rendah apabila bobot nilai yang dicapai (18 - 35)

3.8. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah uji regresi berganda pada = 0,05 bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional pemimpin terhadap motivasi kerja perawat di RS. Bangkatan Binjai.

Persamaan regresi yang digunakan adalah :

Y = 0 + 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 + 5X5 + e Dimana :

Y = Variabel terikat (motivasi kerja) 1- 5 = Koefisien regresi

X1 = Kesadaran diri X2 = Mengelola diri X3 = Motivasi diri X4 = Empati

X5 = Kecakapan sosial


(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Bangkatan Binjai berada di Jl. Sultan Hasanuddin No.40 Binjai, dimana merupakan rumah sakit pelayanan kesehatan milik BUMN PTPN2 Tanjung Morawa. Didalam kegiatan-nya Rumah Sakit Bangkatan Binjai beroperasi melayani kelompok masyarakat lingkungan PTPN2 dengan pola kerja non-profit. Fungsi Rumah Sakit Bangkatan Binjai didalam organisasinya adalah murni unit penunjang kesehatan masyarakat di perusahaan sendiri. Fungsi tersebut berkembang untuk melayani kelompok masyarakat di luar perusahaan dengan pola pelayanan jasa yang menghasilkan profit. Organisasi rumah sakit yang mengaktifkan fungsi mencari profit perlu didukung dengan fungsi pemasaran. Rumah Sakit Bangkatan Binjai dikatagorikan sebagai rumah sakit umum tipe C. Dengan kapasitas tempat tidur rawat inap sebanyak 100 TT. Rumah sakit Bangkatan Binjai saat ini di samping melayani kesehatan karyawan perkebunan PTP N II yang sesuai dengan wilayah kerjanya, juga melayani kesehatan masyarakat umum maupun karyawan perusahaan langganan untuk daerah Binjai sekitarnya.

Rumah Sakit Bangkatan Binjai telah terakreditasi dan mendapat pengakuan telah memenuhi standar pelayanan rumah sakit yang meliputi administrasi manajemen, pelayanan medis, pelayanan gawat darurat, pelayanan keperawatan dan rekam medis.


(54)

a. Visi Rumah Sakit

Rumah sakit Bangkatan Binjai yang mandiri dan terbaik di kota Binjai, Langkat, Deli Serdang dan sekitarnya dengan lingkungan yang nyaman dan

asri.

Ü Mandiri : Rumah sakit yang pembiayaan maupun pengembangannya dari hasil usaha sendiri.

Ü Terbaik : Pelayanan kesehatan yang berkualitas, terampil, cepat, dan teliti.

Ü Nyaman : Pelayanan kesehatan dengan lingkungan yang bersih disertai senyum, rasa aman dan ramah kepada pasien.

Ü Asri : Rumah sakit berwawasan lingkungan yang teduh dengan banyak pepohonan dan tanaman serta tetap mempertahankan keantikan bangunan zaman dahulu.

b. Misi Rumah Sakit

1. Memberi pelayanan kesehatan paripurna + pelayanan unggulan yang

berkualitas.

2. Menyediakan sarana, prasarana dan fasilitas yang dapat menunjang pelayanan kesehatan paripurna + pelayanan unggulan dengan mengikuti perkembangan teknologi serta berorientasi kepada kepuasan pelanggan.


(55)

dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

4. Mengembangkan pelayanan rumah sakit sesuai kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan kaedah ekonomi tetapi.

5. Melaksanakan pengelolaan rumah sakit dengan manajemen yang profesional sehingga dapat memberi keuntungan kepada perusahaan serta meningkatkan kesejahteraan karyawan rumah sakit.

c. Motto : Rumah Sakit Bangkatan CANTIK

(Cekatan, Akurat, Nyaman, Taqwa, Ikhlas, dan Kasih)

d. Organisasi Rumah Sakit

STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT BANGKATAN BINJAI

KEPALA BID PELAYANAN

MEDIS & KEPERAWATAN

KEPALA BID PELAYANAN

MEDIS & PENDIDIKAN SMF

SUB KOMITE KOMITE

MEDIS

KEPALA BID.UMUM &

KEUANGAN KEPALA

RUMAH SAKIT


(56)

4.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Karakteristik perawat yang merupakan pegawai tetap sebagai responden meliputi : umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan dengan hasil sebagai berikut :

4.2.1. Karakteritik Responden Berdasarkan Umur

Pengelompokan umur responden berdasarkan umur paling tinggi dan paling rendah dari seluruh data umur responden menunjukkan bahwa persentase terbesar umur responden berada pada kelompok umur 26 – 32 tahun sebanyak 18 orang (41,9%), sedangkan persentase terkecil berumur 41 -54 tahun sebanyak 8 orang (18,6%), ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur di Rumah Sakit Bangkatan Binjai

No Kelomok Umur Jumlah Persen

1 26 - 32 tahun 18 41,9

2 33 - 40 tahun 17 39,5

3 41 - 54 tahun 8 18,6

J u m l a h 43 100,0

4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Responden penelitian umumnya berjenis kelamin perempuan, sebanyak 40 orang (93,0%), selebihnya laki-laki, ini dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut :


(57)

Tabel 4.2. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Rumah Sakit Bangkatan Binjai

No Jenis Kelamin Jumlah Persen

1 Laki-laki 3 7,00

2 Perempuan 40 93,0

Jumlah 43 100,0

4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Tingkat pendidikan responden adalah tingkat akademi sebanyak 33 orang (77,0%), selebihnya adalah tingkat sekolah menengah (SMA/sederajat), ini dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Rumah Sakit Bangkatan Binjai

No Tingkat Pendidikan Jumlah Persen

1 SMA 10 23,0

2 Akademi 33 77,0

Jumlah 43 100,0

4.3. Analisa Univariat

Analisa Univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi dari seluruh variabel independen maupun variabel dependen. Variabel Independen pada penelitian ini adalah aspek-aspek dari kecerdasan emosional pemimpin yaitu kesadaran diri, manajemen diri, motivasi diri, empati dan kecakapan sosial, kemudian Variabel dependen adalah motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai.


(58)

Tabel 4.4. Hasil Univariat Variabel Independen

Statistics

43 43 43 43 43 43

0 0 0 0 0 0

7.81 7.49 8.12 8.14 7.35 39.02 .180 .198 .180 .187 .242 .734 8.00 8.00 9.00 9.00 8.00 39.00

8 8 9 9 9 41a

1.180 1.298 1.179 1.226 1.587 4.813 1.393 1.684 1.391 1.504 2.518 23.166

4 4 4 4 4 17

5 5 5 5 5 28

9 9 9 9 9 45

336 322 349 350 316 1678

Valid Missing N

Mean

Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation Variance Range Minimum Maximum Sum kesadaran diri mengelola

diri motivasi diri empati

keterampilan sosial KECERDAS AN EMOSIONAL PEMIMPIN

Multiple modes exist. The smallest value is shown a.

Dari Tabel 4.4.di atas dapat dilihat bahwa nilai Mean : kesadaran diri 7,81 ; mengelola diri 7,49 ; motivasi diri 8,12; empati 8,14; keterampilan sosial 7,35 dan variabel kecerdasan emosional pemimpin adalah 39,02. Nilai Median : kesadaran diri 8,00 ; mengelola diri 8,00 ; motivasi diri 9,00; empati 9,00; keterampilan sosial 8,00 dan variabel kecerdasanemosional pemimpin adalah 39,00. Nilai Mode kesadaran diri 8 ; mengelola diri 8 ; motivasi diri 9; empati 9; kereampilan sosial 9 dan variabel kecerdasan emosional pemimpin adalah 41 dan 45. kesadaran diri 7,81 ; mengelola diri 7,49 ; motivasi diri 8,12; empati 8,14; keterampilan sosial 7,35 dan variabel kecerdasan emosional pemimpin adalah 39,02. Standar deviasi kesadaran diri 1,180 ; mengelola diri 12,98 ; motivasi diri 1,179; empati 1,226; keterampilan sosial 15,87 dan variabel kecerdasan emosional pemimpin adalah 4,813. Untuk nilai manimum


(59)

dan maksimum setiap variabel adalah sama yaitu 5 dan 9 dan untuk kecerdasan emosional pemimpin adalah 28 dan 45.

Tabel 4.5. Hasil Univariat Variabel Dependen

Statistics

43 43 43 43 43 43 43

0 0 0 0 0 0 0

9.30 10.05 10.40 8.70 9.49 9.35 57.28 .255 .262 .208 .229 .217 .255 .998 9.00 10.00 10.00 9.00 9.00 10.00 55.00

8 11 12 8 9 10 53a

1.670 1.718 1.365 1.505 1.420 1.675 6.544 2.787 2.950 1.864 2.264 2.018 2.804 42.825

9 9 5 7 5 6 30

3 3 7 5 7 6 42

12 12 12 12 12 12 72

400 432 447 374 408 402 2463 Valid

Missing N

Mean

Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation Variance Range Minimum Maximum Sum tanggung jawab memikul risiko profesi memiliki ujuan yang realistik memiliki rencana kerja memanfaatka n umpan balik

mencari kesempatan

MOTIVASI KERJA PERAWAT

Multiple modes exist. The smallest value is shown a.

Dari Tabel 4.5.di atas dapat dilihat bahwa nilai Mean : tanggung jawab 9,30, memikul risiko profesi 10,05, memiliki tujuan yang realistic 10,40, memiliki rencana kerja 8,70, memanfaatkan umpan balik 9,49 mencari kesempatan 9,35 dan motivasi kerja perawat 57,28. Median tanggung jawab 9,00, memikul risiko profesi 10,00, memiliki tujuan yang realistic 10,00, memiliki rencana kerja 9,00, memanfaatkan umpan balik 9,00 mencari kesempatan 10,00 dan motivasi kerja perawat 55,00. Mode tanggung jawab 8, memikul risiko profesi 11, memiliki tujuan yang realistik 12, memiliki rencana kerja 8, memanfaatkan umpan balik 9, mencari kesempatan 10 dan motivasi kerja perawat 53 dan 55. Satandar deviasi tanggung jawab 16,70, memikul


(60)

risiko profesi 17,18, memiliki tujuan yang realistic 13,65, memiliki rencana kerja 15,05, memanfaatkan umpan balik 14,20 mencari kesempatan 16,75 dan motivasi kerja perawat 65,44. Nilai minimum tanggung jawab 3, memikul risiko profesi 3, memiliki tujuan yang realistik 7, memiliki rencana kerja 5, memanfaatkan umpan balik 7 mencari kesempatan 6 dan motivasi kerja perawat 42. Nilai Minimum semuanya 12 dan untuk motivasi kerja perawat 72.

4.3.1. Variabel Kesadaran Diri

Pada Tabel 4.6. terlihat bahwa persepsi perawat tentang kecerdasan emosional pemimpin di Rumah Sakit Bangkatan Binjai ditinjau dari aspek kesadaran diri, ternyata sebanyak 33 responden (76,7%) menilai pemimpin menampilkan kepercayaan diri yang tinggi dalam kategori sering, sedangkan sebanyak 23 responden (53,5%) menilai pemimpin suka bercanda (humoris) dalam kategori kadang-kadang.

Tabel 4.6. Distribusi Kecerdasan Emosional Pemimpin tentang Kesadaran Diri di Rumah Sakit Bangkatan Binjai

Kesadaran Diri Tidak

pernah

Kadang-kadang Sering

Total .Tanggapan Responden

f % F % f % F %

Dalam menyelesaikan masalah pimpinan saya selalu berpikir realistik

1 2,3 13 30,2 29 67,4 43 100 Pimpinan saya suka bercanda

(humoris) 1 2,3 23 53,5 19 44,2 43 100 Pimpinan saya menampilkan

kepercayaan diri yang tinggi 1 2,3 9 20,9 33 76,7 43 100 Total 3 6,9 45 104,6 81 188,3 129 100


(61)

4.3.2. Variabel Manajemen Diri

Pada Tabel 4.7. terlihat bahwa persepsi perawat tentang kecerdasan emosional pemimpin di Rumah Sakit Bangkatan Binjai ditinjau dari aspek manajemen diri, ternyata sebanyak 25 responden (58,1%) menilai ketika menjadi target kemarahan orang lain pimpinan bersikap tetap tenang dalam kategori sering, kadang-kadang sebanyak 19 responden (44,2%) menilai dalam keadaan yang meningkatkan kecemasan pimpinan bertindak produktif dan tidak pernah sebanyak 3 responden (7%) menilai dalam situasi atau keadaan yang menekan pimpinan saya dapat bersikap rileks. Pada tabel 4.7. terlihat bahwa persepsi perawat tentang kecerdasan emosional pemimpin di Rumah Sakit Bangkatan Binjai ditinjau dari aspek manajemen diri, ternyata sebanyak 25 responden (58,1%) menilai ketika menjadi target kemarahan orang lain pimpinan bersikap tetap tenang dalam kategori sering, kadang-kadang sebanyak 19 responden (44,2%) menilai dalam keadaan yang meningkatkan kecemasan pimpinan bertindak produktif dan tidak pernah sebanyak 3 responden (7%) menilai dalam situasi atau keadaan yang menekan pimpinan saya dapat bersikap rileks.


(62)

Tabel 4.7. Distribusi Kecerdasan Emosional Pemimpin tentang Manajemen Diri di Rumah Sakit Bangkatan Binjai

Manajemen Diri Tidak

pernah

Kadang-kadang Sering

Total Tanggapan Responden

F % f % F % F %

Dalam situasi atau keadaan yang menekan pimpinan saya dapat bersikap rileks

3 7 18 41,9 22 51,2 43 100

Ketika menjadi target kemarahan orang lain pimpinan saya bersikap tetap tenang

0 0 18 41,9 25 58,1 43 100

Dalam keadaan yang meningkatkan kecemasan pimpinan saya bertindak produktif

2 4,7 19 44,2 22 51,2 43 100

Total 5 11.7 55 83.8 69 160.5 129 100

Sumber : Data Penelitian di Rumah Sakit Bangkatan Binjai 2007

4.3.3. Variabel Motivasi Diri

Pada Tabel 4.8. terlihat bahwa persepsi perawat tentang kecerdasan emosional pemimpin di Rumah Sakit Bangkatan Binjai ditinjau dari aspek motivasi diri, ternyata sebanyak 37 responden (86%) menilai pemimpin saya mempunyai komitmen yang tinggi untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dalam kategori sering, kadang-kadang sebanyak 18 responden (41,9%) menilai pemimpin mempunyai sikap ”sesuai kata-kata dengan perbuatan”

.


(63)

Tabel 4.8. Distribusi Kecerdasan Emosional Pemimpin tentang Motivasi Diri di Rumah Sakit Bangkatan Binjai

Motivasi Diri Tidak

pernah

Kadang-kadang Sering

Total Tanggapan Responden

F % f % f % F %

Pemimpin saya mempuyai komitmen yang tinggi untuk meningkatkan mutu palayanan rumah sakit

0 0 6 14 37 86 43 100

Pemimpin saya

mempunyai sikap ”sesuai kata-kata dengan

perbuatan”

1 2,3 18 41,9 24 55,8 43 100

Pemimpin saya mengembangkan pola sikap yang baru serta lebih produktif

1 2,3 10 23,3 32 74,4 43 100

Total 2 4.6 34 79.2 93 216.2 129 100

Sumber : Data Penelitian di Rumah Sakit Bangkatan Binjai 2007

4.3.4. Variabel Empati

Pada Tabel 4.9. terlihat bahwa persepsi perawat tentang kecerdasan emosional pemimpin di Rumah Sakit Bangkatan Binjai ditinjau dari aspek empati, ternyata sebanyak 34 responden (79,1%) menilai pemimpin dalam kesehariannya menunjukkan empati kepada orang lain dalam kategori sering, kadang-kadang sebanyak 15 responden (34,9%) menilai pemimpin dapat menyelesaikan konflik dengan baik.


(64)

Tabel 4.9. Distribusi Kecerdasan Emosional Pemimpin tentang Empati di Rumah Sakit Bangkatan Binjai

Empati Tidak

pernah

Kadang-kadang Sering

Total Tanggapan Responden

F % f % f % F %

Pemimpin saya dalam kesehariannya

menunjukkan empati kepada orang lain

1 2,3 8 18,6 34 79,1 43 100

Pemimpin saya

menyelesaikan konflik dengan baik

1 2,3 15 34,9 27 62,8 43 100

Pemimpin saya

menunjukkan komunikasi interpersonal yang efektif

0 0 10 23,3 33 76,6 43 100

Total

2 4.6 33 76.8 94 218.5 129 100

Sumber : Data Penelitian di Rumah Sakit Bangkatan Binjai 2007

4.3.5. Variabel Kecakapan Sosial

Pada Tabel 4.10. terlihat bahwa persepsi perawat tentang kecerdasan emosional pemimpin di Rumah Sakit Bangkatan Binjai ditinjau dari aspek kecakapan sosial, ternyata sebanyak 24 responden (55,8%) menilai pemimpin saya mampu mengartikulasikan pemikiran bawahannya dan apabila ada masalah dalam pekerjaan pemimpin memberi saran dan mendukung bawahannya dalam kategori sering, kadang-kadang sebanyak 19 responden (44,2%) dan tidak pernah sebanyak 5 responden (11,6%) menilai pemimpin mampu mempengaruhi orang lain.


(1)

kecerdasan emosional pimpinan sebagai faktor yang mempengaruhi motivasi kerja perawat. Data sekunder dikumpulkan dengan mengutip data laporan atau registrasi RS. Bangkatan Binjai, tentang fasilitas dan peralatan rumah sakit, jumlah tenaga kesehatan, jumlah pasien serta data lain yang mendukung.

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil analisa bivariat diperoleh nilai sig.=0,000 yang berarti terdapat pengaruh kecerdasan emosional pemimpin terhadap motivasi kerja perawat di rumah sakit Bangkatan Binjai. Hasil ini sesuai dengan penelitian dari Barling, Mourinho dan Kelloway (2000) yang menyimpulkan adanya hubungan kecerdasan emosional seorang pemimpin dengan motivasi kerja bawahannya.

1. Pengaruh Kesadaran Diri Pemimpin terhadap Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai

Berdasarkan hasil penelitian diketahui kesadaran diri pemimpin yang meliputi : dalam menyelesaikan menyelesaikan masalah pemimpin selalu berpikir realistik (67,4%), pemimpin suka bercanda /humoris (44,2%), dan (76,7%) menyatakan pemimpin menampilkan kepercayaan diri yang tinggi.

Secara statistik regresi berganda diperoleh nilai =0,249 yang berarti terdapat pengaruh kesadaran diri pemimpin yang diterapkan kepala

keperawatan rumah sakit Bangkatan Binjai terhadap motivasi kerja perawat dalam pelaksanaan keperawatan. Hasil ini menunjukkan semakin tinggi kesadaran diri yang diterapkan kepala keperawatan akan meningkatkan motivasi kerja perawat.

Hasil ini sesuai dengan teori Goleman (2000) yang menyatakan pemimpin yang mempunyai kesadaran diri yang tinggi mampu mendukung, memudahkan, dan mengembangkan orang, memandu orang lain untuk mengembangkan masa depan mereka. Pemimpin ini efektif dalam memotivasi bawahannya untuk meningkatkan kinerja mereka dan mengembangkan kekuatan mereka di masa mendatang.

2. Pengaruh Manajemen Diri Pemimpin terhadap Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai

Manajemen diri atau manajemen diri/ mengelola emosi pemimpin dalam menyelesaikan masalah yang ada di rumah sakit Bangkatan Binjai terhadap perawat di rumah sakit Bangkatan Binjai yaitu : dalam situasi atau keadaan yang menekan, pemimpin dapat bersikap rileks (51,2%), ketika menjadi target kemarahan orang lain , pemimpin bersikap tetap tenang (58,1%), dan (51,2%) menyatakan dalam keadaan yang meningkatkan kecemasan, pemimpin bertindak produktif.

Setelah melalui uji statistik regresi berganda diperoleh nilai


(2)

signifikan sebesar =0,225, artinya ada pengaruh manajemen diri pemimpin yang diterapkan kepala keperawatan rumah sakit Bangkatan Binjai terhadap motivasi kerja perawat dalam pelaksanaan keperawatan. Keadaan ini menunjukkan semakin besar manajemen diri yang ada pada kepala keperawatan rumah sakit Bangkatan Binjai terhadap perawat akan meningkatkan motivasi kerja perawat.

Hal ini sesuai dengan pendapat Weisinger (2006) yang menyatakan ketidakmampuan seorang pemimpin dalam manajemen diri dalam hal ini mengelola emosi (mengontrol emosi) dan berkomunikasi secara efektif sering mengakibatkan terjadinya konflik yang tak terselesaikan dan terjadi terjadi berulang-ulang dan menimbulkan motivasi kerja yang rendah dan menurunnya produktivitas kerja.

3. Pengaruh Motivasi Diri Pemimpin terhadap Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai

Dorongan yang kuat untuk mencapai optimisme dan komitmen organisasi yang tinggi oleh kepala keperawatan di rumah sakit Bangkatan Binjai terhadap tenaga perawat dalam pelaksanaannya kerjanya yang ditunjukkan dalam bentuk: pemimpin mempunyai komitmen yang tinggi untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit (86%), Pemimpin mempunyai ”sikap” sesuai kata-kata dengan ”perbuatan” (55,8%),dan sebesar 74,4% perawat menyatakan pemimpin mampu mengembangkan

pola sikap yang baru serta lebih produktif.

Dari hasil uji statistik regresi berganda diperoleh nilai =0,219, yang berarti ada pengaruh motivasi diri pemimpin yang ditunjukkan kepala keperawatan rumah sakit Bangkatan Binjai terhadap motivasi kerja perawat dalam pelaksanaan keperawatan. Berdasarkan hasil uji statistik tersebut dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi motivasi diri pemimpin akan meningkatkan motivasi kerja perawat tersebut.

Sesuai dengan teori Goleman (2000), pemimpin yang mempunyai motivasi diri yang tinggi, pemimpin ini mampu menetapkan standar tinggi, bertindak sebagai model tindakan. Pemimpin ini efektif dalam memperoleh hasil dari tim atau bawahan yang termotivasi dan kompeten. Hal ini juga didukung oleh pendapat Patra (2004) yang manyatakan bahwa seorang pemimpin yang mempunyai motivasi diri dia akan : (1) mampu mempengaruhi bawahannya untuk dapat meningkatkan prestasi, (2) berkomitmen dalam mencapai tujuan organisasi, dan (3) mempunyai inisitif serta bersifat optimisme. Hal senada juga sesuai dengan hasil penelitian dari Dulewicz dan Higg (2003).

4. Pengaruh Empati Pemimpin terhadap Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai

Keahlian dalam membangun dan mempertahankan bakat, kepekaan


(3)

terhadap perasaan orang lain, berkomunikasi efektif merupakan aspek yang sangat pentin dalam berorganisasi, demikian juga empati yang ditunjukkan oleh kepala keperawatan terhadap tenaga perawat dalam pelaksanaan kerjanya, sebesar 79,1% perawat menyataka pemimpin dalam kesehariannya menunjukkan empati kepada orang lain, sebesar 62,8% perawat menyatakan pemimpin mampu menyelesaikan konflik dengan baik, dan sebesar 76,6% perawat menyatakan pemimpin menunjukkan komunikasi interpersonal yang efektif.

Setelah melalui uji statistik regresi berganda maka diperoleh nilai

=0,167 yang berarti terdapat pengaruh empati pemimpin yang ditunjukkan kepala keperawatan rumah sakit Bangkatan Binjai terhadap motivasi kerja tenaga perawat dalam pelaksanaan keperawatan. Berdasarkan hasil uji statistik tersebut dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi rasa empati pemimpin terhadap tenaga perawat akan meningkatkan motivasi kerja tenaga perawat tersebut.

Sesuai dengan pendapat Goleman (2000), yang menyatakan pemimpin dengan empati yang tinggi, pemimpin ini mampu menciptakan keharmonisan dan kooperatif, peduli dengan orang lain. Pemimpin ini efektif dalam memperbaiki keretakan antara anggota tim dan memotivasi orang dalam keadaan krisis. Hal ini juga sama dengan pendapat Patra (2004) yang menyatakan semakin tinggi seorang empati yang dimiliki seorang pemimpin dia akan semakin

mengerti akan orang lain dan selalu bersikap berorientasi servis sehingga dapat neningkatkan prodoktivitas dan menyenangkan pelanggan.

5. Pengaruh Kecakapan Sosial Pemimpin terhadap Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai

Kecakapan sosial atau ketrampilan sosial merupakan kemampuan untuk memimpin upaya perubahan, pembujukkan, dan keahlian dalam membangun dan memimpin tim merupakan faktor yang penting pada seorang pemimpin. Kecakapan sosial atu ketrampilan sosial yang dimiliki kepala keperawatan di rumah sakit Bangkatan Binjai adalah: sebesar 55,8% perawat menyatakan pemimpin mampu mengartikulasikan pemikiran bawahannya, sebesar 55,8% perawat menyatakan apabila ada masalah masalah pemimpin mampu memberikan saran dan mendukung bawahannya, dan sebesar 44,2% perawat menyatakan pemimpin mampu mempengaruhi orang lain.

Berdasarkan hasil uji regresi berganda diperoleh nilai =0,147, yang berarti ada pengaruh kecakapan sosial atau ketrampilan sosial pemimpin yang ditunjukkan kepala keperawatan rumah sakit Bangkatan Binjai terhadap motivasi kerja tenaga perawat dalam pelaksanaan keperawatan. Mengacu kepada hasil uji regresi berganda tersebut dapat dijelaskan bahwa semakin baik atau semakin tinggi kecakapan sosial yang ditunjukkan kepala keperawatan


(4)

terhadap tenaga perawat akan meningkatkan motivasi kerja tenaga perawat dalam pelaksanaan keperawatan.

Sesuai dengan pendapat Gerungan (2002), yang menyatakan pemimpin yang baik itu memilki ciri-ciri sebagai barikut: warmth of feeling, spontaneity of expression, objectivity of social thinking, and cooperatives of social thinking, dimana pemimpin yang mempunyai ciri-ciri tersebut dapat meningkatkan motivasi kerja bawahannya.

1. Analisis Pengaruh Masing-Masing Komponen Kecerdasan Emosional Pemimpin Terhadap Masing-Masing Komponen Motivasi Kerja Perawat

Berdasarkan analisa bivariat untuk melihat pengaruh antara masing-masing komponen kecerdasan emosional pemimpin (kesadaran diri, manajemen diri, motivasi diri, empati dan kecakapan sosial) dengan masing-masing komponen motivasi kerja perawat (tanggung jawab, memikul risiko profesi, memiliki tujuan yang realistik, memiliki rencana kerja, memanfaatkan umpan balik dan mencari kesempatan) Dari hasil dapat dilihat pengaruh yang signifikan antara komponen kesadaran diri terhadap komponen memikul resiko profesi dengan nilai sig.=0,006, komponen motivasi diri terhadap komponen mencari kesempatan dengan nilai sig.=0,025, serta komponen kecakapan sosial dengan komponen mencari kesempatan dengan nilai sig.=0,019.

Hal ini menunjukkan bahwa ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai selain dari faktor kecerdasan emosional pemimpin, sebagaimana yang diungkapkan oleh Arep dan Tanjung (2004), sumber-sumber yang mempengaruhi motivasi kerja yaitu : kebutuhan manusia,

kompensasi, komunikasi, kepemimpinan, pelatihan, dan

prestasi.

Kesimpulan

• Ada pengaruh yang positip antara kecerdasan emosional pemimpin terhadap motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai.

• Kesadaran diri pemimpin dinyatakan responden : 67,4% dalam menyelesaikan masalah selalu berpikir realistik, 44,2% suka bercanda (humoris), dan 76,7% menyatakan menampilkan kepercayaan diri yang tinggi. Variabel kesadaran diri pemimpin mempunyai pengaruh yang signifikan dengan variabel motivasi kerja perawat dengan = 0,249.

• Manajemen diri/ manajemen diri pemimpin dinyatakan responden : 51,2% dalam situasi atau keadaan yang menekan dapat bersikap rileks, 58,1% ketika menjadi target kemarahan orang lain bersikap tetap tenang, dan 51,2% menyatakan dalam keadaan yang meningkatkan kecemasan dapat bertindak produktif. Variabel manajemen diri pemimpin


(5)

mempunyai pengaruh yang signifikan dengan motivasi kerja perawat dengan = 0,225.

• Motivasi diri pemimpin dinyatakan responden : 86% mempunyai komitmen yang tinggi untuk meningkatkan mutu pelayanan, sebesar 55,8% mempunyai sikap sesuai dengan kata-kata dengan perbuatan, dan 74,4% mampu mengembangkan pola sikap yang baru serta lebih produktif. Variabel ini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja perawat dengan = 0,219.

• Empati pemimpin dinyatakan responden : 79,1% menunjukkan empati kepada orang lain, sebesar 62,8% mampu menyelesaikan konflik dengan baik, dan 76,6%

menunjukkan komunikasi interpersonal yang efektif. Variabel

ini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja perawat dengan = 0,167.

• Kecakapan sosial/ketrampilan sosial pemimpin dinyataka responden : sebesar 55,8% mampu mengartikulasikan pemikiran bawahannya, 55,8% apabila ada masalah dalam pekerjaan mampu memberikan saran dan mendukung bawahannya, dan 44,2% mampu mempengaruhi orang lain. Variabel ini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja perawat dengan = 0,147.

• Terdapat pengaruh yang signifikan antara komponen manajemen diri/mengelola diri terhadap komponen memikul resiko profesi

dengan nilai sig.=0,024, ada pengaruh yang signikan antara

komponen manajemen diri/mengelola diri terhadap

komponen memiliki tujuan yang realistis dengan nilai sig.= 0,026. • Terdapat pengaruh yang signifikan

antara komponen kesadaran diri terhadap komponen memikul resiko profesi dengan nilai sig.=0,006, terdapat pengaruh yang signifikan antara komponen motivasi diri terhadap komponen mencari kesempatan dengan nilai sig.=0,025, terdapat pengaruh yang signifikan antara komponen kecakapan sosial terhadap komponen mencari kesempatan dengan nilai sig.=0,019.

Daftar Pustaka

1. Arep, I, Tanjung, H., 2004. Manajemen Motivasi, Jakarta: PT. Gramedia.

2. Barling. J, Mourinho. S, Kelloway. E.K, 2000, Transformational Leadership and Group Performance. The Mediating Role of Affective Commitment, School of Business Queen’s University Kingston, Ontario.

3. Borbuto. Jr, Burbach, 2006, The Journal of Social Psycology, www.emeraldinsight.com.

4. Dulewicz. V, Higgs. M, 2003, Leadership at The Top : The Need For Emotional Intelligence In Organization, The International Journal of Organizational Analysis vol.11, no.3, Information Age Publishing. Inc.


(6)

5. Goleman. D, 2001, Kecerdasan Emosional, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

6. Gerungan,W.A, 2002, Psikologi Sosial, Bandung, P.T Refika Aditama.

7. Hidayat, K, 2005. jabatan Tinggi, EQ Rendah?, Copyright Harian Kompas

8. Kerr. R, Garvin. J, Boyle. E, 2006, Emotional Intelligence and Leadership Effectiveness, Leadership & Organization Development Journal vol. 27, No.4, www. emeraldinsight.com.

9. Kusumapradja, R., 2006, Pelayanan Prima Dalam Keperawatan, Jakarta: Jurnal Keperawatan Indonesia.

10. Melia Prati, Ceasar. D, Ferris, 2003, Emotional Intelligence, Leadership Effectiveness and Team Outcomes, The International Journal of Organization Analysis

vol.11, No.1, www.emeraldinsight.com.

11. Weisinger, H., 2006, Emotional Intelligence at Work : Pemandu Pikiran dan Perilaku Anda Untuk Meraih Kesuksesan, Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.

12. Winarno. A, Saksono. , 2001, Kecerdasan Emosional, Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.