GEOMETRI KABUR Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika

  

GEOMETRI KABUR

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sains

  

Program Studi Matematika

Oleh:

Nancy Hartono

  

NIM: 043114013

PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

  

FUZZY GEOMETRY

Thesis

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements

To Obtain the SARJANA SAINS Degree

  

In Mathematics

By:

Nancy Hartono

  

Student Number: 043114013

MATHEMATICS STUDY PROGRAM MATHEMATICS DEPARTMENT

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

  

TUHAN, GEMBALAKU yang baik

(Mzm 23 : 1-6)

  Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya; (Mzm 37:5) dan Ia akan bertindak.

  Segala sesuatu indah pada waktunya. (Pengkotbah 3:11) Skripsi ini kupersembahkan untuk:

  Tuhan Yesus Kristus, terima kasih Tuhan karena dengan berkatmu aku

dapat menyelesaikan tugas terakhirku sebagai mahasiswa dan selalu setia

mendengarkan semua isi hatiku… Papa dan Mama tercinta…

  Terima kasih atas cinta dan kasih sayang serta doa dan motivasi yang telah diberikan selama ini. Aku bersyukur dapat membuat papa dan mama tersenyum dan kelak dapat membahagiakan papa dan mama.

  Ko Thomas, Ce Rina, Ko Joko, Dannys, Catherine, dan Daniel… Aku sangat bersyukur memiliki kakak yang selalu mendukung dan menjagaku dan aku senang memiliki adik dan keponakan-keponakan yang lucu

  … Ko Rey …Kamu adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan buat Nancy dan semangat dalam hidupku…

  

ABSTRAK

  Geometri kabur merupakan salah satu aplikasi dari himpunan kabur dalam bidang matematika. Geometri kabur yang dibahas dalam skripsi ini meliputi titik kabur, jarak kabur antara dua buah titik kabur, garis kabur, luas dan keliling himpunan bagian kabur, tinggi dan lebar himpunan bagian kabur, segiempat kabur, serta segitiga kabur. Untuk membahas geometri kabur ini, perlu dipahami terlebih dahulu himpunan kabur serta bagian-bagian penting dari himpunan kabur seperti pendukung, potongan-  himpunan kabur konveks, dan bilangan kabur.

  

ABSTRACT

  Fuzzy geometry is one of the applications of fuzzy sets in mathematics. Fuzzy geometry presented in this thesis includes fuzzy point, fuzzy distance between two fuzzy points, fuzzy line, area and perimeter of a fuzzy subset, height and width of a fuzzy subset, fuzzy rectangle, and fuzzy triangle. To discuss fuzzy geometry, we need to understand fuzzy sets and important notions of fuzzy sets such as support,  cut,  convex fuzzy sets, and fuzzy numbers.

KATA PENGANTAR

  Segala puji dan syukur, penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, sehingga karena kasih dan karunia-Nya skripsi ini dapat terselesaikan tepat waktu.

  Dalam penyusunan skripsi ini penulis membutuhkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

  1. Romo Prof. Dr. Frans Susilo, S.J., selaku dosen pembimbing yang dengan rendah hati bersedia meluangkan banyak waktu luang dan dengan penuh kesabaran telah membimbing selama penyusunan skripsi ini.

  2. Papa dan mama tercinta untuk cinta, kasih sayang, pengorbanan, doa, motivasi dan kepercayaan yang diberikan kepada penulis.

  3. Ibu Maria Vianney Any Herawati, S.Si., M.Si., selaku dosen penguji.

  4. Bapak Herry Pribawanto Suryawan, S.Si., M.Si., selaku sdosen penguji dan telah bersedia meminjamkan beberapa buku kepada penulis.

  5. Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si., selaku Kaprodi Matematika FST- USD dan Dosen Pembimbing Akademik angkatan 2004 yang telah memberikan doa, saran, nasehat, dan dukungan kepada penulis.

  9. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma dan staf yang telah menyediakan fasilitas dan pelayanan kepada penulis selama masa perkuliahan.

  10. Kakak-kakakku dan adikku, Thomas sekeluarga, Joko, dan Dannys serta keluarga besar yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

  11. Pasanganku, Rey, yang selalu menemaniku di saat senang maupun sedih, dan memberikan semangat serta dukungan.

  12. Sahabat terbaikku di Matematika’04, Lili, Teodora, Siska, Retno, Ratna, Eny, Dwi, Lina dan Yohanes, yang telah memberikan dukungan serta terima kasih untuk kesediaan menjadi teman curhatku dan kebersamaan kita selama ini.

  13. Sahabat-sahabatku, Fitri, Nur, Ardian, Aris, Resti, Budi, Veronica, Eunike, Yoshita, dan Peter, terima kasih atas dukungan dan kebersamaan kita selama ini.

  14. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

  Penulis menyadari kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu saran dan kritik sangat diharapkan dalam peningkatan kualitas skripsi ini, dan akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

  Yogyakarta, Februari 2009 Penulis,

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN JUDUL DALAM BAHASA INGGRIS …………………….. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... iii HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….. iv HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………... v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA …………………….. vi HALAMAN ABSTRAK …………………………………………………... vii HALAMAN ABSTRACT ………………………………………………… viii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ………………………………… ix KATA PENGANTAR ……………………………………………………. x DAFTAR ISI .................................................................................................. xii BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................

  1 A. Latar Belakang Masalah ....................................................................

  1 B. Perumusan Masalah ...........................................................................

  5 C. Batasan Masalah ................................................................................

  5

  BAB II GEOMETRI EUCLIDES ...................................................................

  70 A. Introduksi ..........................................................................................

  90 G. Segiempat Kabur ……………………………………………………..

  86 F. Tinggi dan Lebar Himpunan Bagian Kabur ………………………

  83 E. Luas dan Keliling Himpunan Bagian Kabur ……...…………………

  74 D. Garis Kabur …………………………………………………………

  73 C. Jarak Kabur antara Dua Titik Kabur .................................................

  70 B. Titik Kabur ........................................................................................

  58 BAB IV GEOMETRI KABUR ....................................................................

  9 A. Titik, Garis, dan Sudut ........................................................................

  56 D. Relasi Kabur ......................................................................................

  55 C. Operasi Baku pada Himpunan Kabur ..............................................

  49 B. Fungsi Keanggotaan .........................................................................

  49 A. Himpunan Kabur ................................................................................

  33 BAB III HIMPUNAN KABUR .....................................................................

  14 C. Segiempat ............................................................................................

  9 B. Segitiga ................................................................................................

  93 H. Segitiga Kabur ………………………………………….……………. 101

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelopor geometri adalah orang Mesir kuno (sekitar 2500 tahun SM). Dengan

  kemampuan persepsi dan abstraksinya, manusia memperoleh pemahaman mengenai bangun (misalnya: lingkaran, segitiga, segiempat), sifat-sifat bangun, relasi antar bangun dan ukuran bangun. Orang Mesir meneruskan pengetahuannya kepada orang Yunani yang menciptakan istilah “Geometri” (ukuran bumi). Orang Yunani (sekitar 600 tahun SM) mengembangkan pengetahuan geometri menjadi pengetahuan yang abstrak dan dilengkapi dengan metode pembuktian yang bersifat deduktif. Perkembangan tersebut terjadi dalam dua perguruan yang terkenal, yaitu yang didirikan oleh Thales (624-548 SM) dan oleh Pythagoras (580-500 SM), keduanya memberi kontribusi yang sangat besar dalam perkembangan sains, musik dan filsafat.

  Metode deduktif Thales dan Pythagoras mencapai puncaknya dalam karya “Euclides” berjudul “Elementa” (sekitar 300 tahun SM) yang menyusun geometri secara aksiomatis. c. Bidang adalah sesuatu yang mempunyai panjang dan lebar.

  d. Sudut adalah inklinasi atau sela antara dua garis yang berpotongan.

  e. Lingkaran adalah suatu bangun datar yang termuat dalam suatu kurva sedemikian sehingga semua garis lurus yang melalui suatu titik dalam bangun itu memotong kurva itu sama panjang. Himpunan kabur diciptakan oleh Lotfi Asker Zadeh, seorang guru besar pada

  

University of California, Berkeley, Amerika Serikat. Sejak tahun 1960 Profesor

  Zadeh telah merasa bahwa sistem analisis matematik tradisional yang dikenal sampai saat itu bersifat terlalu eksak sehingga tidak dapat berfungsi dalam banyak masalah dunia nyata yang seringkali amat kompleks. Dan pada tahun 1965, Profesor Zadeh mempublikasikan karangan ilmiahnya yang berjudul “Fuzzy Sets”, yang oleh para pakar di kemudian hari dianggap sebagai karya monumental yang melahirkan bahasa baru yang diimpikan itu. Terobosan baru yang diperkenalkan Zadeh dalam karangan tersebut adalah memperluas konsep “himpunan klasik” menjadi “himpunan kabur” (fuzzy set), dalam arti bahwa himpunan klasik (himpunan tegas, crisp set) merupakan kejadian khusus dari himpunan yang kabur itu. Dalam teori himpunan klasik, yang dikembangkan oleh Georg Cantor (1845-1918), himpunan didefinisikan sebagai suatu koleksi obyek-obyek yang terdefinisi secara tegas, dalam arti dapat ditentukan secara suatu fungsi

  X : A X  { ,

  1 } , yang disebut fungsi karakteristik dari himpunan A, di mana untuk setiap x

  X x A

  1 untuk 

  X (x ) = A

  0 untuk xA Dengan memperluas konsep fungsi karakteristik itu, Zadeh mendefinisikan himpunan kabur dengan suatu fungsi yang disebut “fungsi keanggotaan”

  (membership function) dan nilai fungsi itu disebut “derajat keanggotaan”, yang selanjutnya disebut “himpunan kabur” (fuzzy set). Derajat keanggotaan dinyatakan dengan suatu bilangan real dalam selang tertutp [0,1]. Dengan perkataan lain, fungsi

  

~

~

  keanggotaan dari suatu himpunan kabur A dalam semesta X adalah pemetaan  ~ ~ A dari X ke selang [0,1], yaitu  :

  X [ , 1 ] . Nilai fungsi  ( x ) menyatakan derajat A A  ~

  keanggotaan unsur x

  X dalam himpunan kabur . Nilai fungsi sama dengan 1 A

  menyatakan keanggotaan penuh, dan nilai fungsi sama dengan 0 menyatakan samasekali bukan anggota himpunan kabur tersebut.

  ~

  Secara matematis suatu himpunan kabur A dalam semesta X dapat dinyatakan sebagai himpunan pasangan terurut

  ~ ~

  di mana  adalah fungsi keanggotaan dari himpunan kabur A , yang merupakan A suatu pemetaan dari himpunan semesta X ke selang tertutup [0,1]. Apabila semesta X

  ~

  adalah himpunan yang kontinu, maka himpunan kabur seringkali dinyatakan

  A

  dengan

  ~

~

  

  

A  ( x ) / x

A

xX

  di mana lambang di sini bukan lambang integral seperti yang dikenal dalam

  

  kalkulus, tetapi melambangkan keseluruhan unsur-unsur x

  X bersama dengan ~

  derajat keanggotaannya dalam himpunan kabur . Apabila semesta X adalah

  A ~

  himpunan yang diskret, maka himpunan kabur seringkali dinyatakan dengan

  A ~ ~

A  ( x ) / x

A xX

  di mana lambang di sini tidak melambangkan operasi penjumlahan seperti yang

  

  dikenal dalam aritmatika, tetapi melambangkan keseluruhan unsur-unsur x

  X ~ bersama dengan derajat keanggotaannya dalam himpunan kabur .

  A

  Atas dasar teori himpunan kabur itu, Zadeh kemudian membangun logika kabur kabur adalah geometri dengan dasar himpunannya berupa himpunan kabur. Geometri kabur dikembangkan oleh Rosenfeld, Buckley dan Eslami. Teori geometri kabur yang dijelaskan oleh Rosenfeld, Buckley dan Eslami dapat diaplikasikan untuk mengenali pola, komputer grafis, dan pemrosesan gambar. Dalam skripsi ini akan dibahas teorinya saja mengenai geometri kabur.

  B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang di atas, pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah a. Apa yang dimaksud dengan titik dan garis kabur?

  b. Apa yang dimaksud dengan jarak kabur antara titik-titik kabur?

  c. Apa yang dimaksud dengan segitiga dan segiempat kabur?

  d. Apa yang dimaksud dengan luas dan keliling himpunan bagian kabur?

  e. Apa yang dimaksud dengan tinggi dan lebar himpunan bagian kabur?

  C. Batasan Masalah

  D. Tujuan Penulisan

  Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mempelajari teori himpunan kabur dan logika kabur yang diaplikasikan dalam bidang matematika, khususnya geometri kabur.

  E. Manfaat Penulisan

  Manfaat penulisan skripsi ini adalah supaya untuk lebih memahami teori himpunan kabur dan logika kabur yang diaplikasikan dalam bidang matematika, khususnya geometri kabur.

  F. Metode Penulisan

  Metode penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan metode studi pustaka, yaitu mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan geometri kabur.

  G. Sistematika Penulisan

  C. Batasan Masalah

  D. Tujuan Penulisan

  E. Manfaat Penulisan

  F. Metode Penulisan

  G. Sistematika Penulisan

  BAB II Geometri Euclides A. Titik, Garis, dan Sudut B. Segitiga C. Segiempat BAB III Himpunan Kabur A. Himpunan Kabur B. Fungsi Keanggotaan C. Operasi Baku pada Himpunan Kabur D. Relasi Kabur BAB IV Geometri Kabur A. Introduksi

  E. Luas dan Keliling Himpunan Bagian Kabur

  F. Tinggi dan Lebar Himpunan Bagian Kabur

  G. Segiempat Kabur

  H. Segitiga Kabur

  BAB V Penutup A. Kesimpulan B. Saran

BAB II GEOMETRI EUCLIDES A. Titik, Garis, dan Sudut Bangun yang sederhana dalam geometri meliputi titik, garis, dan sudut. Titik

  adalah sesuatu yang tidak mempunyai bagian. Garis adalah sekumpulan titik yang saling berhubungan.

  Definisi 2.1.1

  Suatu ruas garis AB adalah himpunan yang terdiri dari titik A dan B dan semua titik C yang terletak pada garis melalui A dan B dan terletak di antara A dan B.

  A B C

  Definisi 2.1.3

  Dua ruas garis dikatakan kongruen jika dan hanya jika kedua ruas garis tersebut memiliki panjang yang sama.

  Definisi 2.1.4 Titik bagi ruas garis adalah suatu titik C pada ruas garis tersebut sedemikian

  AB sehingga AC kongruen dengan CB .

  A C B Definisi 2.1.5

  Suatu sinar garis AB adalah himpunan yang terdiri dari ruas garis dan

  AB

  semua titik C yang terletak pada garis melalui A dan B sedemikian sehingga B terletak di antara A dan C.

  C

  Definisi 2.1.6 Sudut dengan titik sudut A terdiri dari titik A sendiri dan dua sinar garis AB dan AC (yang disebut sisi-sisi sudut) dan dilambangkan dengan BAC  atau .

   A

C

A

B

  Definisi 2.1.7 Ukuran derajat suatu sudut adalah suatu bilangan real antara 0 dan 180. Ukuran

  derajat  A dinotasikan dengan mA . Dua buah sudut dikatakan kongruen jika kedua sudut itu mempunyai ukuran sudut yang sama.

  Definisi 2.1.8 Garis bagiBAC adalah suatu sinar garis AD sedemikian sehingga

   BAD DAC .

  kongruen dengan 

  Definisi 2.1.9

  Dua buah sudut dikatakan bertolak belakang bila titik sudutnya berimpit dan sisi- sisinya membentuk dua buah garis.

  Definisi 2.1.10

  Dua buah sudut dikatakan pelurus bila satu sisinya berimpit dan sisi-sisi lainnya terletak pada garis yang sama dengan arah yang berlawanan.

  

C

D A B Definisi 2.1.11

  Definisi 2.1.12

  Dua garis berpotongan dikatakan tegak lurus bila salah satu sudut yang terbentuk pada perpotongan kedua garis itu adalah sudut siku-siku.

  Definisi 2.1.13 Dua garis dikatakan sejajar jika kedua garis itu tidak berpotongan. Teorema 2.1.1

  Jika dua garis lurus berpotongan, maka sudut-sudut bertolak belakang yang terbentuk adalah kongruen.

  

a

l 1 b b

a

l 2 Bukti

  Menurut Definisi 2.1.9 dan 2.1.11, maka

        180 b m a m … (2) Dari persamaan (1) dan (2) diperoleh

   b m a m b m a m

        . Jadi

  . a m a m     Demikian pula b m b m     . ∎

B. Segitiga

  Segitiga ABC ( ABC  ) adalah suatu bangun yang terdiri dari tiga buah titik A, B,

  dan C yang tidak segaris (yang disebut titik sudut) dan tiga buah ruas garis , AB , BC dan CA (disebut sisi). Jumlah ukuran sudut suatu segitiga adalah  180 .

  Definisi 2.2.1 Garis tinggi dalam suatu segitiga adalah garis yang melalui sebuah titik sudut segitiga itu dan tegak lurus sisi depannya atau perpanjangan sisi di depannya.

  A

  Definisi 2.2.2 Garis bagi dalam suatu segitiga adalah garis yang membagi dua sama besar sebuah sudut segitiga itu.

  A B C D Definisi 2.2.3

  Garis berat dalam suatu segitiga adalah garis yang melalui sebuah titik sudut segitiga itu dan titik tengah sisi di depannya.

  

A

B C D Definisi 2.2.4

  Teorema 2.2.1

  Jika dan adalah sudut-sudut dalam segitiga siku-siku dan sudut yang

   AB m A m B

  90 lainnya adalah sudut siku-sikunya, maka      .

  A

C B

Bukti mAmBmC  180 

  Menurut Definisi 2.1.11, mC  90  , maka mAmB  90   180  . Jadi, mAmB  90  .

  ∎

  Teorema 2.2.2

  Misalkan l dan l dua buah garis dan misalkan k suatu garis yang memotong l 1 2 1 pada P dan l pada P , dengan PP . Misalkan  dan P  adalah sudut-sudut P 1 2 2 1 2 1 2

  Bukti

  Andaikan 1

  l dan 2 l berpotongan pada titik M.

  Misalkan Q titik pada k . Karena 2 1 P m P m    dan QM P m QM P m 2 1

     dan 1

  l 2 l 1 P 2 P k M k

  Q 1 l

  2 l 1 P

  2 P maka diperoleh  QMP =  QMP . 1 2 Jadi mP MPmQMPmQMP   , yang berarti PP . Kontradiksi 1 2 2 1 1 2 dengan asumsi PP . Jadi l dan l tidak berpotongan, yaitu l dan l sejajar. 1 2 1 2 1 2

  Definisi 2.2.5

  Misalkan t suatu garis yang melewati garis-garis l dan m dan mempertemukan l pada A dan m pada A , dengan A A  . Pilih titik B dan C pada garis l dan B dan

   C pada garis m, dengan C dan C pada sisi yang sama dari t. t

D

   C l

   A

   B

   m

   

   C

A

B

  Maka  CA A dan B   A A disebut sudut-sudut dalam berseberangan, demikian

  

  Teorema 2.2.3

  Jika sebuah garis memotong dua buah garis yang sejajar, maka sudut-sudut dalam berseberangannya kongruen.

  Bukti

  Misalkan garis 4

  l memotong tegak lurus garis 1 l dan 2 l yang sejajar dan

  memotong 3 l di titik P. 3 l 1 l 2 l

  3 l 1 l 2 l

  

4

l

P

  U Q

R S

T Jadi        .

  m PQR m QPR m PST m SPT Karena    , maka    . m QPR m SPT m PQR m PST Menurut Teorema 2.1.1,    . m PQR m SQU Jadi,    . m SQU m PST

  ∎

  Akibat 2.2.4

  Jika sebuah garis memotong dua buah garis yang sejajar, maka sudut-sudut sehadapnya kongruen.

  a l 1 c b l 2 l 3 Bukti

  Definisi 2.2.6

  Misalkan  ABC adalah segitiga siku-siku di C, dengan panjang sisi-sisi kakinya a dan b, dan panjang sisi miringnya c.

  A b c

C B

a

b a Didefinisikan sin(  ) B  dan cos(  ) B  . c c

  Aturan Sinus

  Misalkan  ABC dengan panjang sisi-sisinya a, b, dan c, dengan a sebagai panjang sisi di depan sudut A, b sebagai panjang sisi di depan sudut B, dan c sebagai panjang sisi di depan sudut C, maka

  a b c   .

  Bukti

     .

  )) (sin( C a BE   dan )) (sin( A c BE   . Jadi

a

b c

  , sehingga

    ) sin(

  c BE A

  dan

    ) sin(

  a BE C

  Dengan BE adalah garis tinggi, maka

  ) sin( ) sin( B b C c

  Dengan AD adalah garis tinggi, maka

  , sehingga

  )) (sin( )) (sin( C b B c   

  . Jadi

   

  dan )) (sin( C b AD

  )) (sin( B c AD  

  C   ) sin( , sehingga

    ) sin( dan b AD

  c AD B

  A B C D

E Jadi,

  ) sin( ) sin( ) sin( C c B b A a

     

   .

  ∎

  Aturan Cosinus

  Misalkan ABC  dengan panjang sisi-sisinya a, b, dan c, dengan a sebagai panjang sisi di depan sudut A, b sebagai panjang sisi di depan sudut B, dan c sebagai panjang sisi di depan sudut C, maka

  ). cos(

  2 2 2 2 C ab b a c    

  Bukti c BD

  B

    ) cos( ) cos( B c BD  

  a b c A B C D

  aBDCD ac cos(  B )  b cos(  C ).

  Kalikan kedua ruas dengan a, maka diperoleh 2 aac cos(  B )  ab cos(  C ) .

  B

a

c A

  C b D AD

  cos(  ) A

  c ADc cos( A  ) CD

  cos(  ) C

  a CDa cos( C  ) bADCD

  2 bbc cos(  A )  ab cos(  C ) .

  C a b A

  B c D BD

  cos(  ) B

  a BDa cos( B  ) AD

  cos(  ) A

  b AD b cos( A )

   

  c BD AD

    c a cos( B ) b cos( A ).    

  Kalikan kedua ruas dengan c, maka diperoleh 2 cac cos(  B )  bc cos(  A ) .

  ) cos(

  2 2 C ab c    ) cos(

  2 2 2 2 C ab b a c     .

  ∎

  Definisi 2.2.7

  Dua segitiga dikatakan kongruen jika titik-titik sudut kedua segitiga itu dapat dipasangkan sedemikian sehingga sisi-sisi dan sudut-sudut bersesuaian adalah kongruen. Jika ABC  kongruen dengan , DEF  maka ditulis DEF ABC    .

  Teorema 2.2.5

  Dua buah segitiga adalah kongruen jika dua sisi dan sudut yang diapit oleh kedua sisi itu kongruen (SAS: Side-Angle-Side).

  A B C

  X Y Z

  Bukti

  Misalkan diberikan  ABC dan 

  XYZ dengan AB

  XY , AC

  XZ dan  A   2 X . Maka dengan Aturan Cosinus: 2 2 BC AB AC

  2 ( AB )( AC ) cos A     2 2

  =

  XY2 XZ

  2 (

  XY )(

  XZ ) cos 

  

X

= YZ .

  Jadi BCYZ . Dan dengan Aturan Sinus:

AC BC

     sin B sin A ( AC )(sin  A )

    sin B BC

   (

  XZ )(sin X ) 

  YZ = sin  Y .

  ( AB )(sin  A )   sin C

  BC  (

  XY )(sin X ) 

  YZ = sin  Z .

  Maka BC = YZ, B Y , dan  C   Z . Jadi, dengan Definisi 2.2.8

    

   ABC   XYZ .

  ∎

  Teorema 2.2.6

  Dua buah segitiga adalah kongruen jika dua sudut dan sisi yang diapit kedua sudut itu kongruen (ASA: Angle-Side-Angle)

  A

  X B Y C Z Bukti Maka dengan Aturan Sinus:

BC AB

     sin A sin C ( AB )(sin  A )

   BC

   sin C  (

  XY )(sin X )

  =

  sin  Z = YZ.

  ABC XYZ .

  Jadi, dengan Teorema 2.2.5 (SAS)    ∎

  Teorema 2.2.7

  Dua buah segitiga adalah kongruen jika dua sudut dan sisi di hadapan salah satu sudut itu kongruen (AAS: Angle-Angle-Side).

  A

  X

  Bukti

  Misalkan diberikan ABC  dan

  XYZ  dengan YZ BC  ,

  X A    , dan Y B    .

  Maka dengan Aturan Sinus:

  A BC C AB  

   sin sin A C BC AB

     sin

  ) )(sin (

  =

  X Z YZ   sin ) )(sin (

  = XY. Jadi, dengan Teorema 2.2.5 (SAS) .

XYZ ABC   

  ∎

  Teorema 2.2.8

  Dua buah segitiga adalah kongruen jika ketiga sisinya yang bersesuaian adalah

  Bukti

  Misalkan diberikan  ABC dan 

  XYZ dengan AB

  XY , BCYZ , dan ACXZ .

  Maka dengan Aturan Cosinus: 2 2 2 ( AC )  ( BC )  ( AB ) cos C

    2 2 ( AC )( BC ) 2 2 (

  XZ )  ( YZ )  (

  XY )

  = 2 (

  XZ )( YZ ) = cos Z  .

  Maka  C   Z . Jadi dengan Teorema 2.2.5 (SAS)  ABC   XYZ .

  ∎

  Definisi 2.2.8

  Suatu segitiga disebut samakaki jika segitiga itu mempunyai dua buah sisi yang kongruen. Kedua sisi yang kongruen itu disebut kaki dan sisi yang ketiga disebut

  

alas. Sudut yang diapit oleh kedua kaki segitiga samakaki disebut disebut sudut

  Teorema 2.2.9 Kedua sudut alas segitiga samakaki adalah kongruen.

  C A B D Bukti

  ABC Diketahui  samakaki dengan AC = CB.

  Misalnya CD adalah garis berat. Maka AC = CB, CD = CD, dan AD = DB. Jadi, dengan Teorema 2.2.8 (SSS)  ACD   BCD . Akibatnya: mAmB .

  Jadi, terbukti bahwa kedua sudut alas segitiga samakaki adalah kongruen.

  ∎

C. Segiempat Definisi 2.3.1

  Segiempat ABCD adalah suatu bangun yang terdiri dari empat buah titik A, B, C,

  dan D dan empat buah ruas garis AB , BC , CD , dan DA sedemikian sehingga tidak ada tiga titik darinya yang terletak pada sebuah garis dan tidak ada sepasang ruas garis darinya yang berpotongan kecuali di titik-titik ujungnya. Ruas-ruas garis ,

  AB

BC , CD , dan DA disebut sisi dan AC , dan BD disebut diagonal dari segiempat

itu.

  Definisi 2.3.2

  Suatu segiempat disebut persegi jika semua sisinya adalah kongruen dan semua sudutnya adalah siku-siku. Luas persegi didefinisikan sebagai kuadrat panjang sisi- sisinya.

  Definisi 2.3.3 panjang sisi yang lainnya disebut tinggi. Luas persegi panjang didefinisikan sebagai hasil kali alas dan tingginya.

  Definisi 2.3.4

  Suatu segiempat disebut jajaran genjang jika sisi-sisi yang berhadapan adalah sejajar.

  Definisi 2.3.5

  Jika salah satu sisi suatu jajaran genjang kita sebut sisi alas, maka tinggi jajaran genjang itu relatif terhadap alas tersebut adalah jarak tegak lurus antara sisi alas itu dan sisi di hadapannya.

  Definisi 2.3.6

  Dua buah bangun geometri dikatakan ekivalen jika masing-masing bangun itu terdiri dari berhingga banyak segi-banyak sedemikian sehingga semua segi-banyak

  Contoh 2.3.1 E D F A C B

  Jajaran genjang ABCD dan EBCF adalah ekivalen, karena jajaran genjang ABCD terdiri dari segiempat EBCD dan  AEB , sedangkan jajaran genjang EBCF terdiri dari segiempat EBCD dan  DFC . Segiempat EBCD kongruen dengan dirinya sendiri,

  DFC

  sedangkan  AEB dan  adalah kongruen, karena ABDC , EBFC , dan  B   C .

  Definisi 2.3.7 Dua buah bangun geometri yang ekivalen dikatakan mempunyai luas yang sama. Teorema 2.3.1

  Bukti

  Diberikan segitiga siku-siku ABC dengan b dan h adalah panjang sisi-sisi siku- sikunya.

  C h B A b

  Dibuat persegi panjang ABCD dengan CD sejajar dengan AB dan AD sejajar dengan BC.

  D C h B A b

  Dengan Teorema 2.2.5 (SAS),  ABC   ACD , dan dengan Definisi 2.3.6 dan Definisi 2.3.7, ABC dan ACD mempunyai luas yang sama. Menurut Definisi

   

  Teorema 2.3.2 Luas segitiga adalah setengah hasil kali panjang sisi alas dan tingginya. Bukti Kasus 1

  Diberikan segitiga ABC dengan b sebagai panjang sisi alas dan h sebagai tinggi (panjang garis tinggi CD).

  C h B A b b

  1

  2 D

  Jika panjang AD adalah b dan panjang DB adalah b , maka luas segitiga siku- 1 2

  1 1 siku ADC adalah b h dan luas segitiga siku-siku CDB adalah b h . 1 2

  2

  2 Luas segitiga ABC = luas  ADC + luas  CDB

  1

  1

  = + b h b h 1 2

  2

  2

  Kasus 2 Diberikan segitiga ABC dengan b sebagai panjang sisi alas dan h sebagai tinggi.

  E C h B

  D b 1 b A

  Untuk menghitung luas segitiga ABC tersebut, dibentuk persegi panjang DBEC sebagai berikut:

DAC ABC BEC

  Luas persegi panjang DBEC = luas  + luas  + luas 

  1

  1

  ( b  + b ) h = b h + luas  ABC ( bb ) h 1 1 1

  2

  2

  1

  1

  1

  • bhb h = + luas  ABC
  • 1

    b h bh b h

    1 1

      2

      2

      2

      1 bh b h ABC b h

       = luas  + + bh 1 1

      2

    1 Luas  ABC = bh .

      ∎

      2

      Teorema 2.3.3

      Sisi-sisi yang berhadapan pada suatu jajaran genjang mempunyai panjang yang sama.

      Bukti D C

      3

      4

      1

    2 A B Diberikan jajaran genjang ABCD dengan diagonal AC Menurut Teorema 2.2.3, .

      karena sejajar dengan CD , maka m  2  m  3 , dan karena sejajar dengan

      AB AD

      BC , maka m

      1  m  4 . AC berimpit pada kedua segitiga  ACD dan  CAB . Menurut Teorema 2.2.6 (ASA), maka  ACD   CAB . Jadi AB = CD dan AD = CB.

      ∎

      Teorema 2.3.4 Luas suatu jajaran genjang adalah hasil kali panjang sisi alas dan tingginya.

      

    b

    h

      Menurut Teorema 2.3.3, salah satu diagonalnya membagi jajaran genjang itu menjadi dua segitiga yang kongruen. Menurut Teorema 2.3.2, luas segitiga adalah

      1 setengah hasil kali panjang sisi alas dan tingginya, yaitu bh .

      2

      1 Maka luas jajaran genjang adalah  2 ( bh ) bh .

      ∎

      2 Teorema 2.3.5

      Jika sebuah garis sejajar dengan salah satu sisi suatu segitiga dan memotong sisi- sisi yang lain pada dua titik yang berbeda, maka garis ini membagi sisi-sisi yang dipotong itu menjadi bagian-bagian yang sebanding.

      Bukti A

    G

    F

      Misalkan garis l sejajar dengan BC dalam  ABC , dan memotong sisi-sisi AB dan AC pada titik-titik D dan E. Dibuat garis dari titik E yang tegak lurus pada AB dan memotong AB di titik F.

      1 luas  BED  ( BD )( EF )

      2

      1 luas  AED  ( AD )( EF )

      2

      1 ( BD )( EF ) luas BED BD

      2   .

      1 luas AED AD  ( AD )( EF )

    2 AC dan memotong AC di

      Kemudian, dibuat garis dari titik D yang tegak lurus pada titik G.

      1 luas  CED  ( CE )( DG )

      2

      1 luas  AED  ( AE )( DG )

      2

      1 ( CE )( DG )

      

    BED dan  CED mempunyai luas yang sama karena mempunyai alas dan tinggi

      yang sama, sehingga

      luas  BED luas  CED  luas  AED luas  AED

      yaitu

      CE BD  .

      ∎

    AD AE

      Akibat 2.3.6

      Diberikan asumsi seperti pada Teorema 2.3.5, maka

      AC AB

    AD AE

      Bukti

      Karena AB = AD + BD dan AC = AE + CE, maka

       

    AB AD BD BD CE AE CE AC

        1   1    .

      ∎

    AD AD AD AE AE AE

      Teorema 2.3.7

      Jika sebuah garis memotong dua sisi pada suatu segitiga sehingga bagian-bagian yang dipotong oleh garis tersebut adalah sebanding, maka garis tersebut sejajar dengan sisi yang ketiga.

      Bukti

    A

    l

      E D m

    >

      F > B C

      Misalkan garis l memotong sisi-sisi AB dan AC dari ABC  di titik-titik D dan

      E sedemikian sehingga AC

      .

      AB AD AE

      Tarik garis m sejajar dengan BC melalui D. Garis m memotong AC di titik F. Dengan Akibat 2.3.6 diperoleh

      Maka

      AC

    AC

    AE AF

      sehingga AE = AF.

      Hal ini mengakibatkan bahwa E = F dan l = m. Jadi, l sejajar dengan BC .

      ∎

      Definisi 2.3.8

      Dua buah segitiga dikatakan sebangun (dengan lambang  ) jika titik-titik sudut kedua segitiga itu dapat dipasangkan sedemikian sehingga sisi-sisi yang bersesuaian sebanding dan sudut-sudut yang bersesuaian kongruen.

      ABC

      XYZ

         jika dan hanya jika

    AB AC BC

       

      XY

    XZ YZ

      X A C B Y Z Teorema 2.3.8