POLITIK DAN CINTA TANAH AIR MENURUT PAND

POLITIK DAN CINTA TANAH AIR MENURUT
PANDANGAN ISLAM

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Pendidikan Agama Islam
Yang dibina oleh Bapak Dr. Syafaat, S.ag., M.ag.

Oleh
Hidayatullah
Latiffatun Nasiroh
Linda Wahyuning Tiyas
M. Miftahul Munir
Muhammad Furqan
Muchammad Alfan Nurofi

(130731607233)
(130731607247)
(130731607300)
(130731615731)
(130731607249)

(130731615711)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
April 2014

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................................
i
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
...............................................................................................................................
1
B.Rumusan
Masalah
...............................................................................................................................
2
C.

TujuanMasalah
...............................................................................................................................
2
BABII PEMBAHASAN
A. Politik Menurut Islam dan Menurut Ahli Politik Hubungan Agama dengan
Negara
...............................................................................................................................
3
B. Tipologi Poltik dalam Islam
...............................................................................................................................
5
C. Sistem Khilafah dalam Tradisi Politik Islam.........................................................
8
D. Cinta Tanah Air Menurut Agama Islam
...............................................................................................................................
9
BABIIIPENUTUP
A. Kesimpulan
...............................................................................................................................
12

B. Saran
...............................................................................................................................
13
DAFTARPUSTAKA
......................................................................................................................................
14

i

i

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam ajaran Islam dipelajari berbagai macam aspek kehidupan, baik itu
kehidupan yang paling sederhana yang mencakup kehidupan sehari-hari
masyarakat umum ( makan, tidur, belajar, bekerja), sampai pada kehidupan yang

berhubungan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini menunjukkan
bahwa agama Islam adalah agama yang lengkap dan agama yang paling sempurna
untuk digunakan sebagai pedoman hidup manusia. Baik itu kehidupan sehari-hari
seperti kegiatan berbangsa dan bernegara.

Berbicara mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak akan pernah
lepas dari politik dan sikap cinta tanah air. Kedua istilah ini merupakan salah satu
unsur pembentuk berdiri dan bertahannya dalam suatu negara. Politik ini menurut
pandangan masyarakat awam adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pelaku
pemerintahan suatu negara yang rakyatnya hanya sebagai pengamat kegiatan
politik yang dilakukan oleh setiap masyarakat yang berbeda dalam suatu Negara,
meski itupun masyarakat yang ada di lapisan paling bawah.
Dasar-dasar berpolitik telah diatur di dalam Al-Quran dan Al-hadist Nabi
Muhammad SAW. Selain dasar-dasar berpolitik. Sikap cinta tanah airpun juga
dibahas dan diatur di dalam ajaran agama Islam. Berpolitik dan cinta tanah air
sudah ada sejak zaman Rasullah SAW dan para sahabat-sahabat nabi. Pada zaman
itu telah terjadi peperangan yang disebabkan karena untuk membela negara dan
agama Islam. Hal ini telah menujukkan dimana mereka sudah mengenal dan
menunjukkan sikap cinta tanah air. Indonesia terbentuk juga karena salah satunya
unsur pembentuknya adanya politik dan rasa cinta tanah air. Menurut pandangan


1

agama Islam terhadap politik dan cinta tanah air memiliki pebedaan dengan
negara Indonesia terhadap dua hal tersebut. Dua perbedaan pandangan inilah yang
membedakan negara Indonesia sebagai negara demokrasi dengan negara Agama
yang menjadikan hukum agama sebagai hukum nasionalnya. Perbedaan diantara
keduanya ini dalam memandangnya Politik dan Cinta Tanah Air akan dibaha di
dalam makalah ini degan tema “Pandangan Islam terhadap Politik dan Cinta
Tanah Air”.

1

2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan Islam dan Politikus terhadap Sistem Politik?
2. Bagaimana bentuk atau tipologi politik dalam Islam?
3. Bagaimana Sistem Khilafah dalam Tradisi Politik agama Islam?
4. Bagaimana pandangan Islam terhadap rasa Cinta Tanah Air?

C.
1.
2.
3.
4.

Tujuan
Mengetahui Sistem Politik menurut agama Islam dan Politikus.
Mengidentifikasi dari macam-macam tipologi dalam Islam.
Mengetahui sistem khilafah dalam tradisi politik agama Islam.
Mengetahui tentang pandangan Islam terhadap rasa cinta tanah air

BAB II
PEMBAHASAN
A. Politik Menurut Islam dan Menurut Ahli Politik Hubungan Agama
dengan Negara
Politik merupakan suatu kegiatan untuk mengatur sebuah negara yang
dilaksanakan oleh pemerintah. Dilihat dari asal katanya, Politik berasal dari
bahasa Yunani “Polis” yang memiiki arti kota, yang berarti juga merupakan
kegiatan pemerintahan. Politik juga didefinisikan sebagai ilmu yang berkaitan

dengan pemerintahan yang mengatur dan mengawasi kehidupan rakyat dalam
kehidupan bermasyarakat dalam suatu negara, karena negara merupakan suatu
wilayah yang digunakan sebagai tempat untuk melakukan kegiatan berpolitik.
Menurut Websters dictionary dalam (Maarif, 1985:12) yang menyatakan
bahwa “negara adalah sejumlah orang yang mendiami secara permanen suatu
wilayah tertentu dan diorganisasikan secara politik di bawah suatu pemerintahan
yang berdaulat yang hampir sepenuhnya bebas dari pengawasan luar serta
memiliki kekuasaan pemaksa demi mempertahankan keteraturan dalam
masyarakat.”
Pendapat Websters dictionary diatas menunjukkan bahwa negara sangat
berperan aktif di dalam kegiatan berpolitik untuk melakukan kebijakan-kebijakan
yang digunakan untuk membuat hukum yang dilaksanakan dalam masyarakat.
Kegiatan berpolitik sendiri juga diatur di dalam ajaran agama Islam.
Menurut Shiddieqy (1969:13) yang mengatakan sebagai berikut: “dapatlah kita
mengatakan bahwa tata aturan Islam itu adalah tata aturan yang bersifat berpolitik
dan bersifat agama. Hal itu adalah karena hakikat Islam melengkapi segi-segi
kebendaan (maddijah) dan segi-segi kejiwaan (ruhijah) dan mencakup segala
amal insani dalam kehidupan duniawiyah dan ukhrawiyah.” Dr. V. Fitgerald
berpedapat (dalam Rais, 2001: 23) sebagai berikut: Islam bukanlah semata agama
(a religion), namun juga merupakan sebuah sistem politik (a political system).

Meskipun pada dekade-dekade terakhir ada beberapa kalangan modernis, yang
berusaha memisahkan kedua sisi itu, namun seluruh gagasan pemikiran Islam

3

4

dibangun di atas fundamen bahwa kedua sisi itu saling bergandengan dengan
selaras dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Di dalam hadist Nabi Muhammad SAW yang digunakan sebagai dasar
dalam berpolitik dalam Islam yang artinya adalah sebagai berikut:
Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Bassyar, telah bercerita kepada kami
Muhammad bin Jafar, telah bercerita kepada kami Syubah dari Surat al-Qasaz
berkata, aku mendengar dia berkata; “Aku hidup mendampingi Abu Hurairah
radiallahu anhu selama lima tahun dan aku mendengar dia bercerita dari Nabi
shallallahu alaihi wasallam yang bersabda: “ Bani Israil, kehidupan mereka selalu
didampingi oleh para Nabi, bila satu Nabi meninggal dunia, akan dibangkitkan
Nabi setelahnya. Dan sungguh tidak ada Nabi sepeninggal aku, yang ada adalah
para khalifah yang banyak jumlahnya. Para sahabat bertanya; “Apa baginda
perintahkan kepada kami?” Beliau menjawab: “Penuhilah baiat kepada khalifah

yang pertama (lebih dahulu diangkat), berikanlah hak mereka karena Allah akan
bertanya kepada mereka tentang pemerintahan mereka”.
Di dalam hadis di atas terdapat kata yang mempunyai arti Para Nabi
mendampingi mereka yang dimaksudkan membimbing mereka dalam
menjalankan pemerintahan dan mengatur kehidupan bermasyarakat.
Mereka disini adalah Khalifah yang menggantikan Para Nabi. Pada hadist
di atas yang sangat ditekankan adalah pertanggung jawaban dari para
khalifah kepada Allah dalam mengatur dan sebagai pemimpin yang
menggantikan Nabi.
Politik di dalam pandangan Islam haruslah politik yang netral,
tanpa memihak jiwa politik dalam Islam keikhlasan dan keterbukaan,
sebab dengan cara ini fungsi kontrol terhadap aktivitas pemerintah akan
berfungsi secara maksimal. Hanafi, Y., dkk (2013:211). Politik di dalam
Islam memiliki peranan yang sangat penting, sebab karena melalui politik
perdamaian ketentraman, keadilan dapat diwujudkan. Politik di dalam
Islam mempunyai tujuan untuk menegakkan agama dan untuk mengatur
kehidupan dunia sebagai bekal di dalam kehidupan akhirat kelak.

B. Tipologi Politik dalam Islam


5

Dalam menjalankan politik Islam mempunyai prinsip-prinsip di dalamnya,
yaitu Syura’ (musyawarah), adil, amanah, musawah (persamaan), dan Ijma.
Seperti yang tertuang di dalam Al-quran:
1. Surat Al-A’raf ayat 29 yang berbunyi:

Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". Dan
(katakanlah): "Luruskanlah muka (diri) mu di setiap shalat dan
sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya.
Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian
pulalah) kamu akan kembali kepada-Nya)".
2. Surat Al- Insan ayat 24-26 yang berbunyi:

Artinya: Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan
Tuhanmu, dan janganlahkamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang
kafir di antara mereka. (24).Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu)
pagi dan petang. (25)Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah
kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di
malam hari. (26)

Seperti yang disebutkan dalam ayat-ayat di atas, untuk berpolitik
membutuhkan suatu negara yang menjalankannya terdapat beragam
bentuk (Tipologi) mengenai hubungan agama dan negara, yaitu:
a. Tipologi Teo—Demokrasi
Menurut tipologi teo-demokrasi ini, agama dianggap sekaligus
sebagai negara. Kelompok ini menganggap atau menganut jenis tipologi
ini disebut dengan sebagai politik Islam, karena menurut mereka Islam
merupakan agama yang lengkap dan di dalamnya juga terdapat politik. Di

5

Indonesia ada juga gerakan yang mempunyai pandangan Tipologi TeoDemokrasi. Salah satu

6

gerakan yang menganut sistem ini adalah NII ( Negara Islam Indonesia).
Gerakan ini bertauhid bahwa Allah merupakan satu-satunya Raja yang
kerajaannya di langit dan di bumi. NII mempunyai anggapan bahwa
apabila mereka mengakui keberadaan lembaga lain di luar syariat Allah,
maka mereka dianggap musyrik. Islam memiliki sebuah pandangan
mengenai tujuan dibentuknya negara.
Menurut Maarif (1985:13) yang menyatakan sebagai berikut: Bila
dilihat dari sudut pandangan seorang muslim tentang tujuan
penciptaan suatu negara, maka akan diperoleh gambaran-gambaran
sebagai berikut, yaitu bahwa tujuan suatu negara islam adalah
untuk memelihara keamanan dan integritas negara, menjaga hukum
dan ketertiban, dan untuk mengajukan negeri hingga setiap
individu dalam negeri itu dapat merealisasikan seluruh potensinya
sambil memberika sumbangan bagi kesejahteraan semua.
b. Tipologi Sekuler
Tipologi ini menganggap bahwa agam bukanlah negara. Negara
merupakan urusan dunia yang pertimbangannya menggunakan akal manusia yang
bersifat duniawi, sedangkan agama merupakan urusan pribadi setiap orang.
Agama tidak diatur oleh negara, dan negara juga tidak diatur oleh agama. Hanafi,
Y., dkk (2013:213) menyatakan bahwa “tipologi menyebabkan tidak ada dalil
sebuah negara. Jadi eksplisit Menurut Mindarjito ada dua model yang mendasari
dalam dalam Al-Quran maupun Al-Hadis yang menunjukkan kewajiban
mendirikan sebuah negara”. Jadi urusan agama dan negara harus dipisahkan.
Islam itu bersifat universal dan politik itu besifat partikular.
c.

Tipologi Moderat
Tipologi Moderat menganggap bahwa Islam tidak mengatur sistem
ketatanegaraan, namun di dalam Islam terdapat tata nilai etika bagi
ketatanegaraan. Menurut kelompok Tipologi Moderat tidak ada satupun di
dalam Al-Quan yang memerintahkan untuk mendirikan negara. Relasi
antara Agama dan Negara adalah relasi etik dan moral. Negara dijadikan
sebagai instrumen politik dan menjalankan nilai dan akhlak dalam Islam.
Sehingga umat Islam bebas dalam memilih sistem apapun selama tidak
menentang prinsip-prinsip yang terdapat di dalam Agama Islam. Prinsip

7

politik Islam dalam tipologi moderat ini adalah tentang pluralisme,
toleransi, persamaan setiap anggota masyarakat, serta keadilan.
Greg Barton dalam ( Hanafi, dkk :214) menyatakan bahwa ciri dan aliran
moderat atau neo-modernisme, yaitu gerakan progresif yang bersifat positif
terhadap modernitas, perubahan, pembangunan.
Terkait pada pemerintahan yang ada di Indonesia, menurut
pandangan hukum agama islam adalah syah. Ini karena presiden dipilih
langsung oleh rakyat, seperti halnya pengangkatan Ali R.A. yang menjadi
seorang khalifah. Kedaulatan NKRI juga dianggap benar, karena konsep
ini bertujuan untuk menjaga keutuhan, kesejahteraan semua rakyat
Indonesia.
Untuk menjalankan kedaulatan NKRI ini, Indonesia

memiliki

empat pilar yang menjadi landasan pembentukan pemerintahan. Yaitu
Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Empat pilar ini
menjadi cara yang final bagi umat Islam di Indonesia untuk membentuk
atau mendirikan negara dan pemerintahan.
Yang pertama adalah Pancasila, di dalam pancasila tercantum nilainilai yang diajarkan di dalam Islam yaitu nilai dari Ketuhanan dan
Kemanusiaan. Pancasila dijadikan sebagai ideologi NKRI yang digunakan
untuk mempersatukan dari segi agama, kebudayaan ras, suku, bahkan
geografis Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau. Menurut Hanafi, dkk
(2013: 215) menyatakan bahwa “ Pancasila sebagai falsafah bangsa
mengandung nilai-nilai tauhid, kemanusiaan, keadaban, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Keadaannya identik dengan Piagam Madinah,
sebagai wadah pemersatu kebhinekaan bangsa.”
Empat Pilar bangsa Indonesia tersebut mirip dengan prinsip dasar
politik islam yang meliputi:
1.

Prinsip Amanah, yang menginginkan pemerintah menjalankan tugasnya
dengan sebaik mungkin dalam bertanggung jawab kepada Allah dan

2.

masyarakatnya serta dirinya sendiri.
Prinsip Keadilan, yaitu memberikan keadilan pada setiap rakyat tanpa

3.

memandang derajat, golongan dan pangkatnya.
Prinsip Ketaatan, yaitu menjalankan politik sesuai dengan hukum-hukum
yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist.

8

4.

Prinsip Musyawarah, yaitu para penyelenggara negara melaksanakan
tugasnya dengan baik dan melakukan diskusi atau bertukar fikiran dengan
siapa saja yang tepat untuk mencapai tujuan yang terbaik untuk kesejahteraan
semua rakyat.

C. Sistem Khilafah dalam Tradisi Politik Islam
Khilafah berasal dari bahasa arab yang mempunyai arti pergantian. Kata
khilafah banyak mengingatkan seseorang dengan kata khalifah (pengganti,
pengatur, wakil). Seperti yang tertulis dalam Q.S. Al-Baqarah:30.

Artinya: Dan Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka
berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
Dalam ayat tersebut kata khalifah mempunyai arti wakil, pengatur, dan
pengganti. Kata khilafah sendiri merupakan sebuah sistem pemerintahan Islam
pertama kali didirikan ketika wafatnya Rasulullah. Dalam sistem ini pemimpin
disebut dengan Khalifah. Kata Khalifah memiliki sinomim kata dengan imamah.
Khilafah mayoritas digunakan oleh golongan umat muslim yang mana
mereka ingin memberlakukan tatanan yang ada dalam kalangan masyarakat dunia
berdasarkan syari’at Islam. Seperti kelompok Hizbut Tahrir, mereka memiliki
pemahaman bahwa pemberlakuan syariat islam tidak harus terikat oleh negara.
Dalam Q.S Al-Nisa’:58-59 menyebutkan bahwa pemimpin mempunyai
tugas melayani rakyatnya, bersikap adil, dan memegang amanahnya dengan baik.
Rakyat juga memiliki kewajiban mentaati Allah, Rasul, dan pemimpinnya yang
telah mereka pilih, asalkan sesuai dengan hukum dari Allah.
Sebelum Nabi Muhammad wafat, Beliau tidak pernah mempermasahkan
siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin umat islam setelah beliau
wafat. Beliau memang menyerahkan semua kepada umat muslim sendiri. Setelah

9

Rasul wafat kemudian kaum Muhajirin dan Anshar mengadakan musyawarah
mengenai pengganti Rasul dan akhirnya memutuskan Abu Bakar as-Shidiq
sebagai pengganti Rasulullah. Dari segi proses, Abu Bakarsebagai Khalifah
berdasarkan sistem baiat atau sistem demokrasi dengan berdasar pada al-amru
syuro bainahum ( Hanafi, dkk., 2013: 217).
Pemerintahan pada masa Abu Bakar kekuasaan eksekutif, legislatif dan
yudikatif lebih fokus terhadap Khalifah. Abu bakar selalu mengedepankan asas
musyawarah, hal ini ditunjukkan ketika itu beliau menunjuk Umar untuk meminta
suatu pendapat dari sahabat-sahabatnya. Karena menurut Abu Bakar Musyawarah
merupakan suatu prinsip yang terpenting dalam pergantian kekhalifahan.
Selanjutnya Abu Bakar digantikan oleh Umar bin Khattab. Pada masa
Umar masih berlakunya sistem demokrasi atau baiat dan memegang teguh pada
prinsip al amru syura bainahum (musyawarah). Pada masa Ustman pemgnag
kekuasaan tertinggi ada pada khalifah, jadi Dewan Penasehat diketuai oleh
Ustman sendiri. Ketika Ali menggantikan Ustman dia dipilih sebagai khalifah
berdasarkan musyawarah juga. Selanjutya pada masa dinasti Umayyah, khilafah
dijadikan sistem otoriter. Pada masa dinasti Abbasiyah khalifah dijadikan sebagai
wakil Tuhan. Penguasa Abbasiyah mendapat gelar Khalifatullah.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemilihan suatu
pemimpin berdasarkan atas musyawarah dan mufakat, namun juga terdapat
perubahan dalam sistem pemerintahan karena selalu disesuaikan dengan
zamannya.
D. Cinta Tanah Air Menurut Agama Islam
Rasa cinta tanah air terdapat di dalam jiwa dan raga setiap masing-masing
individu. Ini dikarenakan individu tersebut lahir, dibesarkan dan tinggal di tanah
air tersebut. Rasa cinta terhadap tanah air ini menimbulkan rasa rindu pada setiap

10

individu. Selain itu, Cinta tanah air melahirkan nasionalisme, yaitu memiliki rasa
bangga terhadap bangsa, tanah airnya, menjaga kehormatan dari bangsa untuk
tercapainya kemajuan, kesejahteraan, kehormatan, kedamaian bangsa dan negara
nasionalisme juga melahirkan sikap patriot, yaitu sikap gagah berani, pantang
menyerah, rela berkorban dengan cara memajukan pendidikan, penegakan hukum
yang adil dan tidak memihak, memberantas kebodohan, kemiskinan, serta
menghindari korupsi. Cinta tanah air merupakan tabiat alami manusia (fitrah)
( Hanafi , dkk., 2013: 219).
Di dalam ajaran agama Islam diajarkan cinta terhadap tanah air, yaitu sikap
Rasulullah terhadap tanah kelahirannya, yaitu Kota Makkah. Dari Abdullah bin
Abbas R.A, Rasulullah bersabda : “ Sungguh engkau adalah bumi Allah yang
paling baik, alangkah besarnya cintaku padamu (Kota Makkah), kalaulah bukan
karena penduduknya mengusirku darimu, maka pasti aku tidak akan pernah
meninggalkanku.” (H.R. Tirmidzi).
Rasa cinta tanah air juga dilakukan oleh Nabi Ibrahim A.S yang tertuang
dalam (Q.S. An-Nahl:123) yang berbunyi:

Artinya: Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah
agama Ibrahim seorang yang hanif." dan bukanlah dia termasuk orangorang yang mempersekutukan Tuhan.
(Q.S. Al- Baqarah: 126) yang berbunyi:

Artinya: Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: Ya Tuhanku, jadikanlah
negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buahbuahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada
Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafir
pun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani
siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali".

11

Cinta tanah air memiliki dua unsur yaitu, jasmani dan rohani.
Tanah air jasmani merupakan tempat manusia berbuat baik untuk bekal
alam akhirat nanti. Cinta tanah air ini dikaitkan dengan dengan empat pilar
kebangsaan yang disebut dengan wawasan nusantara dan dijadikan sebagai
tujuan pembangunan bangsa. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk
mencintai tanah airnya. Ajaran ini merupakan salah satu wujud dari empat
pilar kebangsaan. Cinta tanah air ini harus ada dan subur di dalam hati
setiap orang agar tanah air Indonesia tetap menjadi negara yang damai dan
aman. Tanah air adalah milik setiap warga, bukan milik pribadi atau
golongan saja.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sistem Politik menurut agama Islam haruslah politik yang netral, tanpa
memihak jiwa politik dalam Islam keikhlasan dan keterbukaan, sebab dengan
cara ini fungsi kontrol terhadap aktivitas pemerintah akan berfungsi secara
maksimal. Sedangkan politik menurut pandangan politikus adalah politik
adaalah ilmu yang berkaitan dengan pemerintahan yang mengatur dan
mengawasi kehidupan rakyat dalam kehidupan bermasyarakat dalam suatu
negara, karena negara merupakan suatu wilayah yang digunakan sebagai
2.

tempat untuk melakukan kegiatan berpolitik.
Dalam menjalankan politik Islam mempunyai prinsip-prinsip di dalamnya,
yaitu Syura’ (musyawarah), adil, amanah, musawah (persamaan), dan Ijma.
Dalam praktek berpolitik membutuhkan suatu negara yang menjalankannya
terdapat beragam bentuk (Tipologi) mengenai hubungan agama dan negara,
yaitu: Tipologi Teo—Demokrasi, menurut tipologi teo-demokrasi ini, agama
dianggap sekaligus sebagai negara. Tipologi Sekuler menganggap bahwa
agam bukanlah negara. Urusan Negara tidak diatur oleh agama, begitupun
sebaliknya. Tipologi Moderat menganggap bahwa Islam tidak mengatur
sistem ketatanegaraan, namun di dalam Islam terdapat tata nilai etika bagi

3.

ketatanegaraan.
Khilafah merupakan sebuah sistem pemerintahan Islam pertama kali didirikan
ketika wafatnya Rasulullah. Dalam sistem ini pemimpin disebut dengan
Khalifah. Kata Khalifah memiliki sinomim kata dengan imamah. Khilafah
mayoritas digunakan oleh golongan umat muslim yang mana mereka ingin
memberlakukan tatanan yang ada dalam kalangan masyarakat dunia

4.

berdasarkan syari’at Islam.
Rasa cinta tanah air terdapat di dalam jiwa dan raga setiap masing-masing
individu. Ini dikarenakan individu tersebut lahir, dibesarkan dan tinggal di
tanah air tersebut. Di dalam ajaran agama Islam diajarkan cinta terhadap

12

13

tanah air, yaitu sikap Rasulullah terhadap tanah kelahirannya, yaitu Kota
Makkah. Dari Abdullah bin Abbas R.A, Rasulullah bersabda : “ Sungguh
engkau adalah bumi Allah yang paling baik, alangkah besarnya cintaku
padamu (Kota Makkah), kalaulah bukan karena penduduknya mengusirku
darimu, maka pasti aku tidak akan pernah meninggalkanku.” (H.R. Tirmidzi).

B. Saran
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini banyak kekurangan, maka
dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesmpurnaan
dari makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, Y., Sultoni A., Ed. 2013. Pendidikan Islam Transformatif: Menuju
Pengembangan Pribadi Berkarakter. Malang: Gunung Samudra.
Maarif, A.S. 1985. Islam dan Masalah Kenegaraan. Jakarta: PT. Pertja.
Rais, M.D. 2001.Teori Politik Islam. Jakarta: Gema Insani.
Shiddieqy, T.M.H. 1969. Ilmu Kenegaraan Dalam Fiqih Islam. Jakarta: Bulan
Bintang.

14