PERKEMBANGAN PESERTA DAN DIDIK MAKALAH

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak memiliki potensi dan kecerdasan yang berbeda-beda. Ada anak yang berbakat di
bidang musik, melukis, akademis, berenang, sepakbola, komputer, menari, menyanyi,
menulis, dan sebagainya. Potensi ini sejatinya adalah modal awal bagi anak untuk bisa
berkembang dan membentuk karakter dan jati diri mereka di lingkungan masyarakat. Agar
potensi anak dapat berkembang dengan baik maka perlu penanganan khusus dari para orang
tua supaya potensi yang dimiliki anak ini tidak mati terpendam begitu saja. Perlu adanya
fasilitasi bagi anak agar mereka bisa bebas mengembangkan bakatnya tanpa mengganggu
proses belajar secara akademik.
Namun disisi lain, ada juga anak yang terlahir tidak sempurna. Anak ini disebut anak
berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan
potensi dibandingkan dengan orang normal dan membutuhkan penanganan khusus untuk
mendukung perkembangannya baik secara kognitif, maupun psikisTidak seperti kebanyakan
anak lainnya, anak-anak ini memliki keterbatasan baik keterbatasan fisik maupun mental. Hal
ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain karena kelainan gen sejak lahir, faktor
lingkungan yang menyebabkan anak mengalami keterbatasan seperti kecelakaan atau trauma,
dan lain-lain. Hai ini menyebabkan perkembangan anak terganggu baik secara fisik, maupun
pergaulan di lingkungan di masyarakat atau bahkan kehilangan rasa percaya dirinya sehingga
dia mengisolasi diri dari kehidupan masyarakat.
Keterbatasan ini menyebabkan kita sulit untuk mengetahui potensi-potensi yang

dimiliki anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus bukannya tidak memiliki
kelebihan. Tuhan yang Maha Adil menciptakan manusia dengan memiliki kelebihan dan
kekurangan. Jadi dibalik kekurangan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus, terdapat
potensi yang tidak kita ketahui yang mungkin dapat mengalahkan anak-anak normal. Potensi
ini harus dimaksimalkan dengan penanganan khusus untuk mendukung perkembangan anak
berkebutuhan khusus. Seperti yang kita lihat di media masa, banyak anak berkebutuhan
khusus yang berprestasi dan dapat menghasilkan karya yang menakjubkan yang tidak kalah
dengan karya-karya lain. Hal ini menunjukan bahwa dengan penanganan yang tepat, anak
berkebutuhan khusus dapat berkembang dengan baik layaknya anak-anak lainnya atau
bahkan dapat mengukir prestasi yang membanggakan atau membuat sebuah mahakarya yang
hebat. Seyogyanya, pemerintah dan seluruh instansi pendidikan terkait harus bisa
1

mengembangkan sistem pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus agar anak berkebutuhan
khusus dapat berkembang dengan baik demi terciptanya kesetaraan sosial dan menghapus
kesenjangan sosial.
B. Batasan Masalah
1. Pengertian anak berkebutuhan khusus disertai dengan pendapat ahli.
2. Macam-macam kategori anak berkebutuhan khusus.
3. Karakteristik dan permasalahan anak berkebutuhan khusus.

4. Penanganan anak berkebutuhan khusus.
C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari anak berkebutuhan khusus?
2. Apa saja macam-macam kategori anak berkebutuhan khusus?
3. Bagaimana karakteristik anak berkebutuhan khusus dalam pergaulan masyarakat?
4. Bagaimana penanganan anak berkebutuhan khusus?
D. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian dan istilah-istilah yang berhubungan dengan anak
berkebutuhan khusus.
2. Menjelaskan kategori dan golongan anak berkebutuhan khusus.
3. Menjelaskan karakteristik anak berkebutuhan khusus
4. Menjelaskan penanganan anak berkebutuhan khusus.

2

PEMBAHASAN
A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut Suron dan Rizzo (1979) “anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
memiliki perbedaan dalam keadaan dimensi penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka
adalah secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial terhambat dalam mencapai

tujuan/kebutuhan dan potensinya secara maksimal, sehingga memerlukan penanganan yang
terlatih dari tenaga professional”. Sedangkan menurut Mangunsong (2009) yang merupakan
Guru besar Psikologi Pendidikan di Universitas Indonesia, menyebutkan bahwa anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang membutuhkan pendidikan dan layanan khusus untuk
mengoptimalkan fungsi kemanuusiaannya secara utuh akibat adanya perbedaan kondisi
dengan kebanyakan anak lainnya. Jadi secara garis besar, anak berkebutuhan khusus adalah
anak yang memiliki keterbatasan fisik atau mental yang menyebabkan terhambatnya
perkembangan anak tersebut sehingga anak tersebut memerlukan pendidikan khusus untuk
mendukung tumbuh kembangnya serta memaksimal potensi yang dimilikinya.
Perbedaan kondisi meliputi ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, fisik, dan
neuromaskular, prilaku sosial dan emosi, kemampuan komunikasi, ataupun kombinasi 2 atau
lebih dari berbagai hal tersebut. Anak yang mengalami gangguan umumnya terlihat dari
kemampuan komunikasinya. Dimana mungkin akan terjadi gangguan terhadap kemampuan
komunikasinya. Gangguan kemampuan komunikasi meliputi :
a. Reseptif, yaitu kemampuan anak untuk memahami apa yang dibicarakan oleh orang
lain
b. Ekspretif, yaitu kempuan anak untuk mengeskpresikan pikirannya dengan berbicara.
Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti
disability, impairment, danHandicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi
masing-masing istilah adalah sebagai berikut:

1. Disability : keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari
impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam
batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
2. Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur
anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.

3

3. Handicap : Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau
disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada
individu.
B. Macam-Macam Anak Berkebutuhuan Khusus
a) Anak tunanetra
Anak tunanetra adalah yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat
diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan buta sebagian (low
vision). Definisi Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki
lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi
memiliki penglihatan. Anak tunanetra dapat sebaiknya bersekolah di SLB bagian A.
b) Anak tunarungu.
Anak tunanetra adalah anak yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik

permanen maupun tidak permanen. Anak tunarungu sebaiknya sekolah di SLB bagian B.
Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
 Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40 dB),
 Gangguan pendengaran ringan(41-55 dB),
 Gangguan pendengaran sedang(56-70 dB),
 Gangguan pendengaran berat(71-90 dB),
 Gangguan pendengaran ekstrem/tuli(di atas 91 dB).
c) Anak tunagrahita.
Anak tunagrahita dalah anak yang memiliki intelegensi yang signifikan berada
dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul
dalam masa perkembangan. Anak tunagrahita sebaiknya sekolah di SLB bagian C.
Klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ.
1.

Tunagrahita ringan (IQ : 51-70),

2.

Tunagrahita sedang (IQ : 36-51),


3.

Tunagrahita berat (IQ : 20-35),

4.

Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20).
4

d) Anak tunadaksa.
Anak tunadaksa adalah yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan
neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan,
termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa
adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat
ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami
gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik
dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik. Anak tunadaksa sebaiknya sekolah di SLB
bagian D.
e) Tunalaras
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi

dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak
sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan
karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.
f) Cacat ganda
Anak cacat ganda adalah anak yang mengalami gangguan ganda pada fungsi
kemanusiaannya. Contohnya: anak tunanetra yang juga menderita MR (tunagrahita).
g) Cerebral palsy
Gangguan / hambatan karena kerusakan otak(brain injury) sehingga mempengaruhi
pengendalian fungsi motorik
h) Gifted (anak berbakat)
Adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreatifitas, da tanggung
jawab terhadap tugas (task commitment) diatas anak-anak seusianya(anak normal)
i) Autistis
Autisme adalah gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya
gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi sosial,
komunikasi dan perilaku.

5

j) Asperger

Secara umum performa anak Asperger Disorder hampir sama dengan anak autisme,
yaitu memiliki gangguan pada kemampuan komunikasi, interaksi sosial dan tingkah lakunya.
Namun gangguan pada anak asperger lebih ringan dibandingkan anak autisme dan sering
disebut dengan istilah ”High-fuctioning autism”. Hal-hal yang paling membedakan antara
anak Autisme dan Asperger adalah pada kemampuan bahasa bicaranya. Kemampuan bahasa
bicara anak Asperger jauh lebih baik dibandingkan anak autisme. Intonasi bicara anak
asperger cendrung monoton, ekspresi muka kurang hidup cendrung murung dan berbibicara
hanya seputar pada minatnya saja. Bila anak autisme tidak bisa berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya, anak asperger masih bisa dan memiliki kemauan untuk berinteraksi
dengan lingkungan sosialnya. Kecerdasan anak asperger biasanya ada pada great rata-rata
keatas. Memiliki minat yang sangat tinggi pada buku terutama yang bersifat ingatan/memori
pada satu kategori. Misalnya menghafal klasifikasi hewan/tumbuhan yang menggunakan
nama-nama latin.
k) Rett’s Disorder
Rett’s Disorder adalah jenis gangguan perkembangan yang masuk kategori ASD.
Aspek perkembangan pada anak Rett’s Disorder mengalami kemuduran sejak menginjak usia
18 bulan yang ditandai hilangnya kemampuan bahasa bicara secara tiba-tiba. Koordinasi
motorinya semakin memburuk dan dibarengi dengan kemunduran dalam kemampuan
sosialnya. Rett’s Disorder hampir keseluruhan penderitanya adalah perempuan.
l) Attention deficit disorder with hyperactive (ADHD)

ADHD terkadang lebih dikenal dengan istilah anak hiperaktif, oleh karena mereka
selalu bergerak dari satu tempat ketempat yang lain. Tidak dapat duduk diam di satu tempat
selama ± 5-10 menit untuk melakukan suatu kegiatan yang diberikan kepadanya. Rentang
konsentrasinya sangat pendek, mudah bingung dan pikirannya selalu kacau, sering
mengabaikan perintah atau arahan, sering tidak berhasil dalam menyelesaikan tugas-tugas di
sekolah. Sering mengalami kesulitan mengeja atau menirukan ejaan huruf.
m) Lamban belajar (slow learner) :

6

Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit
di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal mengalami
hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih
jauh lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan yang
normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan
tugas-tugas akademik maupun non akademik, dan karenanya memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.
n) Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik
Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata mengalami
kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca,

menulis dan berhitung atau matematika), diduga disebabkan karena faktor disfungsi
neugologis, bukan disebabkan karena factor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada
yang di atas normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak berkesulitan
belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis
(disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan mata pelajaran lain
mereka tidak mengalami kesulitan yang signifikan (berarti).
C. Karakteristik dan Permasalahan Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus yang dimaksud di sini adalah anak yang mengalami
penyimpangan sedimikian rupa dari anak normal baik dalam karakteristik mental, fisik,
social, emosi, ataupun kombinasi dari hal-hal tersebut sehingga memerlukan layanan
pendidikan khusus supaya dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.
Meskipun anak berkebutuhan khusus itu berdiferensiasi, namun pada dasarnya
mereka juga memiliki karakteristik yang relatif sama diantaranya dalam hal perkembangan
intelektual, sosialisasi, stabilitas emosi, dan komunikasi.
Dalam segi perkembangan intelektual, rata-rata semua jenis anak berkebutuhan
khusus terhambat bahkan ada yang terhambat sekali. Hal ini tergantung tingkat intensitas
kelainannya dan derajat kedalaman pengalaman yang diberikan kepadanya.
Dalam segi sosialisasi, pada umumnya mereka mengalami kesulitan dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, meskipun di balik itu mengalami kemudahan
dalam menyesuaikan dengan sesama anak berkebutuhan khusus yang sama kelainannya.


7

Kesulitan menyesuaikan diri dapat terjadi karena adanya rasa rendah diri yang disebabkan
adanya kelainan ataupun keterbatasan dalam kesanggupan menyesuaikan diri.
Dari stabilitas emosi, nampak pada umumnya emosi kurang stabil, mudah putus asa,
tersinggung, konflik diri dan sebagainya. Hal ini muncul diduga karena keterbatasannya di
dalam gerak, wawasan dan mengendalikan diri.
Dari segi komunikasi, mengalami hambatan terutama bagi mereka yang mempunyai
kelainan cukup berat, meskipun terbantu dengan kemampuan-kemampuan lainnya, misalnya
yang mengalami gangguan penglihatan dapat diatasi dengan pendengaran atau perabaan,
gangguan pendengaran dapat diatasi dengan penglihatan dan sebagainya.
D. Penenganan Anak Berkebutuhan Khusus
Tidak dapat dipungkiri, pengasuhan anak berkebutuhan khusus (ABK) memerlukan
tambahan energi, pemikiran, serta biaya yang lebih tinggi dibanding mengasuh anak-anak
pada umumnya. Beberapa penelitian menunjukkan, orang tua yang memiliki ABK, memiliki
tingkat stress yang lebih tinggi dalam kehidupan sehari-harinya, khususnya orang tua bagi
anak penyandang autisme. Penelitian menunjukkan, tingkat stress dan depresi orang tua
sehari-hari yang tertinggi di antara orangtua ABK lainnya, seperti down syndrome, gangguan
mental, dan lain sebagainya (Baker-Ericzen, 2005; Weiss, 2002).
Ini disebabkan banyaknya energi dan sumber daya yang harus dikeluarkan dalam
menangani ABK dalam pengasuhan sehari-hari. Data Badan Pusat Statistik (BPS)
menunjukkan, jumlahABK pada 2007 mencapai 8,3 juta jiwa dari 82.8 juta populasi anak di
Indonesia. Angka ini terus meningkat seiring peningkatan jumlah populasi anak di setiap
tahunnya.
Tingkat stress yang tinggi tidak hanya dapat membahayakan kondisi mental orang tua,
lebih jauh hal ini dapat menjadi penyebab utama timbulnya gangguan kesehatan maupun
terjadinya perpecahan dalam keluarga.
Tak jarang orang tua yang tidak dapat melakukan coping strategy terhadap situasi dan
kondisi ini, pada akhirnya memasrahkan anaknya kepada lembaga penanganan ABK, yang
seringkali memiliki biaya tinggi dengan model penanganan yang tidak sesuai dengan kasus
gangguan yangdialami.

8

Melihat fenomena ini, setidaknya terdapat tiga strategi yang biasa diadopsi oleh
masyarakat di negara-negara maju dan berkembang seperti Australia (Ros & Cuskelly, 2006),
China (Chen & Silbereisen, 2010), dan Iran (Assadi, 2011).
Pertama, penguatan kondisi mental orangtua. Strategi ini membutuhkan peran aktif
orang tua dalam melakukan pengasuhan ABK. Beberapa strategi yang dibutuhkan oleh orang
tua ABK diantaranya perlu menyediakan waktu untuk dirinya sendiri, bekerjasama dalam
pengasuhan dengan pasangan, dan aktif dalam mencari informasi mengenai ABK.
Orang tua perlu menyediakan waktu untuk dirinya sendiri, sebagai bentuk apresiasi
terhadap diri sendiri yang sudah menyediakan waktu ekstra dan tenaga sehari-hari untuk
mengasuh ABK. Misalnya, menyempatkan waktu bersosialisasi atau menyalurkan hobi
pribadi merupakan cara-cara sederhana yang terbukti mampu menekan tingkat stres orang tua
ABK.
Selain itu, perlunya berbagi dan bekerjasama dengan pasangan dalam pengasuhan
sehari-hari. Penelitian menunjukkan, kerjasama pasangan suami-istri dalam pengasuhan ABK
dapat menurunkan tingkat stress orang tua sebesar 60 persen (Kuhaneck, 2010).
Komitmen dan upaya saling mendukung antara pasangan dapat menguatkan mental
mereka dalam menghadapi berbagai persoalan dalam pengasuhan ABK. Selain itu, orang tua
juga harus aktif mencari informasi mengenai wawasan seputar ABK. Informasi ABK dapat
diperoleh di rumah sakit, konsultan kesehatan, maupun ahli pendidikan anak berkebutuhan
khusus. Upaya aktif ini diperlukan untuk membantu orang tua memahami dan mencari
alternatif solusi dalam penanganan ABK sehari-hari.
Masih ada beberapa strategi lain yang bisa dilakukan dalam menangani ABK.
Strategi kedua, adalah adanya dukungan sosial yang memadai. Dukungan sosial memegang
peranan luar biasa bagi keberlangsungan pengasuhan ABK.
Dukungan sosial dapat berupa dorongan moral, yang menguatkan dari masyarakat
sekitar maupun keluarga terdekat. Melalui dukungan sosial, diharapkan orang tua ABK dapat
berbagi pengalaman tentang pola asuh ABK. Hal ini belum banyak terlihat di lingkungan
masyarakat kita, mengingat masih kuatnya kepercayaan bahwa memiliki ABK merupakan
“karma” dari Tuhan. Sehingga, kecenderungan yang ada keluarga dengan ABK cenderung
“dikucilkan” masyarakat.

9

Untuk menghapus kecenderungan ini, perlu peran pemerintah untuk memberikan
edukasi kepada masyarakat umum tentang ABK. Edukasi ini dapat disampaikan melalui jalur
media atau pos-pos pelayanan masyarakat untuk menyentuh masyarakat di areapinggiran atau
pedesaan.
Ketiga, peran aktif pemerintah menyediakan pelayanan kesehatan dan konsultasi yang
dapat dijangkau masyarakat. Ini, bahkan merupakan faktor yang sangat vital bagi masyarakat
umum,terutama bagi mereka yang berada pada kelas sosial menengah ke bawah. Tidak dapat
dipungkiri, pelayanan konsultasi dan kesehatan masih merupakan barang mahal. Apalagi
konsultasi terkait dengan kebutuhan khusus yang masih dianggap kebutuhan tersier.
Dengan demikian, masyarakat yang memiliki ABK cenderung “menyembunyikan”
anak mereka di rumah ketimbang harus menghabiskan banyak biaya berkonsultasi, karena
secara nyata masyarakat paham, kondisi tersebut merupakan gangguan permanen yang tidak
dapat disembuhkan. Dengan menyediakan konsultasi ABK yang mudah dijangkau
masyarakat, diharapkan ABK dapat mendapat pelayanan konsultasi yang mudah dan murah.
Pemerintah pun, harus menyediakan fasilitas penanganan ABK secara terpadu. Saat
ini,pemerintah sudah memberikan perhatian kepada ABK melalui pembentukan Direktorat
Pembinaan Sekolah Luar Biasa (PSLB) di bawah koordinasi Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Direktorat PSLB saat ini juga telah melakukan beberapa program penanganan ABK
melalui pemberian beasiswa maupun penyediaan sekolah luar biasa (SLB). Namun, apabila
kita menelaah kembali tujuh kriteria penggolongan ABK yang telah ditetapkan pemerintah
per 2006, terdapat beberapa kriteria ABK yang tidak terdapat pada penggolongan tersebut,
seperti autisme, gangguan pervasif, gangguan, belajar dan gangguan intelektual.
Akhirnya, penanganan ABK di masyarakat sering tidak sinkron dengan kasus yang
terjadi. Bahkan penanganan di SLB-SLB cenderung menggabungkan seluruh gangguan
dalam satu program yang jelas memiliki perbedaan fokus. Karena itu, pemerintah perlu
memperkuat program dan sumber daya dalam penanganan ABK di masyarakat.
Sudah saatnya bangsa Indonesia mencurahkan perhatian kepada ABK yang saat ini
masih menjadi masyarakat kelas dua dalam agenda pelayanan publik. ABK merupakan
bagian dari generasi bangsa yang patut mendapatkan hak dan perhatian yang setara dengan

10

anak-anak

pada

umumnya,

agar

ke

depan,

ABK

juga bisa berkontribusi

bagi

pembangunan bangsa.

11

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memilki keterbatasan meliputi
mental, kemampuan sensorik, fisik, dan neuromaskular, prilaku sosial dan
emosi, kemampuan komunikasi, ataupun kombinasi 2 atau lebih dari berbagai
hal tersebut. Anak berkebutuhan khusus memerlukan penanganan khusus
dalam tumbuh kembangnya agar bisa memaksimalkan potensi yang
dimilikinya.
2. Anak berkebutuhan khusus banyak macamnya antara lain tunanetra,
tunarungu, tunadaksa, tunadaksa, tunagrahita, cerebral palsy, gifted (anak
berbakat, autistis, asperger, rett’s disorder, attention deficit disorder with
hyperactive (ADHD), Lamban belajar (slow learner), dan anak yang
mengalami kesulitan belajar spesifik.
3. Anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik mengalami penyimpangan
sedimikian rupa dari anak normal baik dalam karakteristik mental, fisik, social,
emosi, ataupun kombinasi dari hal-hal tersebut sehingga memerlukan layanan
pendidikan khusus supaya dapat mengembangkan potensinya seoptimal
mungkin.
4. Penanganan anak berkebutuhan khusus membutuhkan perhatian yang lebih
tinggi dari penanganan anak biasa. Penanganan ini harus dilakukan secara
singkron antara lingkungan keluarga dan pemerintah. Lingkungan keluarga
harus bisa memberikan suntikan moral kepada anak berkebutuhan khusus
sedangkan pemerintah memfasilitasi anak berkebutuhan khusus dalam
menjalani jenjang pendidikan.
B. Saran
1. Anak berkebutuhan khusus harus diberi ruang lebih untuk bisa berkembang
dan memaksimalkan potensi yang dimilikinya guna memperkercil kesenjangan
sosial.
2. Keluarga harus bisa memberikan dukungan moral bagi anak berkebutuhan
khusus untuk bisa mengangkat semangat hidup dan berkaryanya.

12

3. Pemerintah harus bisa memfasilitasi pendidikan anak berkebutuhan khusus
dengan membentuk instansi-instansi pendidikan yang kompeten untuk
mengembangkan anak berkebutuhan khusus.
C. Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud dengan handicap dan at risk? (Raka Kurnia A. W.)
Jawab: handicap adalah gangguan yang dialami oleh anak berkebutuhan
khusus dari segi mental dan kejiwaan, sedangkan at risk adalah anak yang
belum dikategorikan anak berkebutuhan khusus namun beresiko untuk
menjadi anak berkebutuhan khusus.
2. Apa yang dimaksud dengan gangguan komunikasi resertif dan ekspretif?
Bagaiamana cara menanggulanginya? (Luthfi Abdul Rahman)
Jawab : gangguan komunikasi resertif adalah gangguan anak dalam memahami
apa yang dibicarakan orang lain, sedangkan ekspretif adalah gangguan anak
dalam mengekspresikan apa yang ingin ia bicarakan kepada orang lain. Cara
menanggulanginya yaitu dengan membawa keluar rumah untuk bersosialisasi
dan berinteraksi dengan warga sekitar.
3. Apa yang dimaksud dengan gangguan neuro-maskular? (Adji Baskoro)
Jawab : gangguan neuro maskular adalah gangguan sistem koordinasi yang
dialami oleh anak berkebutuhan khusus.
4. Bagaimana contoh pendidikan untuk anak tunanetra dan tunarungu?
(Muhammad Ichsan)
Jawab : Pendidikan anak tunanetra bisa dilakukan dengan memanfaatkan
komunikasi audio dan menggunakan buku timbul (braile) untuk media
membaca. Sedangkan untuk pendidikan anak tunarungu bisa memanfaatkan
komunikasi visual.

13

DAFTAR PUSTAKA
http://www.kompi.org/2013/01/penanganan-anak-berkbutuhan-khusus.html
http://gulit1.wordpress.com
http://diskuspendidikan.blogspot.com/2013/05/mengenali-anak-berkebutuhan-khusus.html
http://kabarpendidikanluarbiasa.wordpress.com/category/tips-tips-menangani-anakberkebutuhan-khusus/

14