PERKEMBANGAN KOTA PALOPO SAMPAI PADA TAH

PERKEMBANGAN KOTA PALOPO SAMPAI PADA TAHUN 2017

Kota Palopo adalah sebuah kota di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kota
Palopo sebelumnya berstatus kota administratif sejak 1986 dan merupakan
bagian

dari Kabupaten

Luwu yang

kemudian

berubah

menjadi kota pada

tahun 2002 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 tanggal 10
April 2002.
Pada awal berdirinya sebagai kota otonom, Palopo terdiri atas 4 kecamatan dan
20 kelurahan. Kemudian, pada tanggal 28 April 2005, berdasarkan Peraturan
Daerah Kota Palopo Nomor 03 Tahun 2005, dilaksanakan pemekaran menjadi 9

kecamatan dan 48 kelurahan.
Kota ini memiliki luas wilayah 247,52 km dan pada akhir 2015 berpenduduk
sebanyak 168.894 jiwa.
Kota Palopo ini dulunya bernama Ware yang dikenal dalam Epik La Galigo.
Nama "Palopo" ini diperkirakan mulai digunakan sejak tahun 1604, bersamaan
dengan pembangunan Masjid Jami' Tua. Kata "Palopo" ini diambil dari
kata bahasa Bugis-Luwu. Artinya yang pertama adalah penganan yang terbuat
dari ketan, gula merah, dan santan. Yang kedua berasal dari kata "Palopo'i",
yang artinya tancapkan atau masukkan. "Palopo'i" adalah ungkapan yang
diucapkan pada saat pemancangan tiang pertama pembangunan Masjid Tua.
Dan arti yang ketiga adalah mengatasi.
Palopo

dipilih

untuk

dikembangkan

menjadi


ibu

kota Kesultanan

Luwu menggantikan Amassangan di Malangke setelah Islam diterima di Luwu
pada abad XVII. Perpindahan ibu kota tersebut diyakini berawal dari perang
saudara yang melibatkan dua putera mahkota saat itu. Perang ini dikenal dengan
Perang

Utara-Selatan.

Setelah

terjadinya

perdamaian,

maka


ibu

kota

dipindahkan ke daerahn di antara wilayah utara dan selatan Kesultanan Luwu.
Kota dilengkapi dengan alun-alun di depan istana, dan dibuka pula pasar
sebagai pusat ekonomi masyarakat. Lalebbata menjadi pusat kota kala itu.
Dalam kajian M. Irfan Mahmud, pusat kota ini melingkar seluas kurang lebih 10
ha, yang meliputi kampung Amassangan dan Malimongan.

Dalam perkembangannya, maka perlahan-lahan Palopo meluaskan wilayahnya
dengan terbukanya kluster kampung tingkat kedua, yakni Surutanga. Luasan
wilayah kluster kedua ini sekitar 18 ha, dan diyakini dulunya menjadi pemukiman
rakyat dengan aktifitas sosial-ekonomi yang intensif. Menurut penelitian, diduga
bahwa Kampung Surutanga ini dihuni hampir semua golongan rakyat. Dengan
lokasi yang dekat dengan pantai dan areal persawahan, maka sebagian besar
masyarakat Surutanga saat itu bekerja sebagai nelayan dan petani. Pada kontek
awal perkembangan Palopo ini, batas kota diyakini berada melingkar antara
makam Jera’ Surutanga di selatan, makam Malimongan di sisi barat, dan makam
raja Lokkoe di utara Sungai Boting.

Perkembangan Palopo kemudian dilanjutkan dengan tumbuhnya Kampung
Benturu sebagai kluster tingkat ketiga seluas 5 ha. Pemukiman Benturu kala itu
dilingkungi benteng pertahanan yang terbuat dari tanah menyerupai parit. Tinggi
rata-rata dinding benteng 2 meter dan lebar rata-rata 7 meter. Panjang benteng
tidak kurang 5 kilometer menghadap pantai. Benteng ini disebut Benteng
Tompotikka, yang bermakna “tempat matahari terbit”. Lokasi benteng ini diyakini
berada di sekitar Kompleks Perumahan Beringin Jaya. Kala itu, dalam areal
benteng ini terdapat jalan setapak sepanjang 1500 meter yang membujur timurbarat. Namun demikian, Kampung Benturu ini diyakini tidak sezaman dengan
Surutanga dan Lalebbata. Benteng diperkirakan dibangun pada abad XIX untuk
persiapan menghadapi Belanda.
Dalam catatan Gubernur Celebes tahun 1888, DF Van Braam Morris, pada saat
itu di Palopo ada sekitar 21 kampung dengan jumlah bangunan rumah sebanyak
507 buah. Di era itu, Tappong menjadi wilayah paling padat dengan 100 rumah,
lalu Ponjalae 70 rumah dan Amassangan 60 rumah. Total penduduk Palopo kala
itu ditaksir sebanyak 10.140 jiwa. Jumlah ini belum termasuk penduduk di
wilayah Pulau Libukang yang mencapai 400 jiwa. Keduapuluh satu kampung
tersebut adalah: Tappong, Mangarabombang, Ponjalae, Campae, Bonee,
Parumpange, Amassangan, Surutanga, Pajalesang, Bola sadae, Batupasi,
Benturu, Tompotikka, Warue, Songka, Penggoli, Luminda, Kampungberu,
Balandai, Ladiadia dan Rampoang.

Dari catatan Morris ini, bisa ditarik kesimpulan sederhana bahwa saat itu
memang Palopo sudah memperlihatkan sebuah ciri masyarakat urban. Hal itu

ditandai dengan pemusatan penduduk yang lebih intensif dibandingkan daerah
lain di wilayah Kerajaan Luwu. Menurut M. Irfan Mahmud, masyarakat dari Toraja
dan Luwu bagian utara mulai menghuni Kota Palopo dengan menempati lahan
bekas makam di Luminda dan separuh lahan persawahan sebagai kelanjutan
pemukiman di tepi Sungai Boting. Kedatangan atau migrasi masyarakat Toraja
dan Luwu bagian utara ini tentu didorong oleh sebuah harapan. Bagi mereka,
selain menjadi bantuan untuk pertahanan militer kerajaan Luwu, Palopo juga
dianggap lebih memberi harapan atas kehidupan yang lebih baik atas diri
mereka.
Ciri masyarakat urban ini ditegaskan lagi dengan terbangunnya infrastruktur pada
masa kolonial. Belanda mulai membangun Palopo pada tahun 1920. Oleh
pemerintah colonial, alun-alun kerajaan dibanguni pasar dan rumah jabatan
pegawai Belanda. Istana Datu Luwu yang terbuat dari kayu dirombak dan
digantikan dengan bangunan berarsitektur Eropa. Didirikan pula sekolah, asrama
militer, rumah sakit dan gereja di sisi barat istana. Selain itu, pembangunan
pelabuhan dan gudang di bagian timur merangsang tumbuhnya pemukiman
baru. Banyak lahan rawa pantai diubah menjadi pemukiman. Demikian pula di

bagian barat, yang mana lahan persawahan mulai beralih fungsi menjadi
pemukiman. Daerah-daerah tersebut antara lain adalah Sempowae, Dangerakko,
Pajalesang dan Boting.
Perkembangan Palopo mengalami pasangsurut akibat insiden 23 Januari 1946
dan pemberontakan DI/TII. Pembangunan kembali bergairah ketika Abdullah
Suara menjabat Bupati Luwu kala itu. Ia membangun banyak infrastruktur seperti
Masjid Agung Luwu-Palopo, kantor Bupati Luwu (yang habis terbakar akibat
rusuh pilkada beberapa waktu lalu), rumah jabatan Bupati (Saokotae), hingga
Pesantren Modern Datok Sulaiman. Hal ini menjadikan Palopo sebagai ibu kota
Kabupaten Luwu mulai menjadi mercusuar ekonomi di utara Sulawesi Selatan.
Perlahan tetapi pasti, peningkatan status Kota Administratif (kotif) kemudian
disandang di 4 Juli 1986 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42
Tahun 1986. Seiring dengan perkembangan zaman, tatkala gaung reformasi
bergulir dan melahirkan UU Nomor 22 Tahun 1999 dan PP Nomor 129 Tahun
2000, telah membuka peluang bagi kota administratif di seluruh Indonesia yang

telah memenuhi sejumlah persyaratan untuk dapat ditingkatkan statusnya
menjadi sebuah daerah otonom.
Ide peningkatan status Kotif Palopo menjadi daerah otonom bergulir melalui
aspirasi masyarakat yang menginginkan peningkatan status kala itu, yang

ditandai dengan lahirnya beberapa dukungan peningkatan status Kotif Palopo
menjadi Daerah Otonom Kota Palopo dari beberapa unsur kelembagaan penguat
seperti:


Surat Bupati Luwu nomor 135/09/TAPEM tanggal 9 Januari 2001 tentang
Usul Peningkatan Status Kotif Palopo menjadi Kota Palopo;



Keputusan DPRD Kabupaten Luwu Nomor 55 Tahun 2000 tanggal 7
September 2000 tentang Persetujuan Pemekaran/Peningkatan Status Kotip
Palopo menjadi Kota Otonomi;



Surat Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan nomor 135/922/OTODA
tanggal 30 Maret 2001 tentang Usul Pembentukan Kotif Palopo menjadi Kota
Palopo;




Keputusan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan nomor 41/III/2001 tanggal 29
Maret 2001 tentang Persetujuan Pembentukan Kotif Palopo menjadi Kota
Palopo;



Hasil Seminar Kota Administratif Palopo Menjadi Kota Palopo;



Surat

dan

dukungan

Organisasi


Masyarakat,

Organisasi

Politik,

Organisasi Pemuda, Organisasi Wanita, dan Organisasi Profesi;


Disertai dengan Aksi Bersama LSM Kabupaten Luwu memperjuangkan
Kotif Palopo menjadi Kota Palopo, kemudian dilanjutkan oleh Forum Peduli
Kota.

Akhirnya, setelah Pemerintah Pusat melalui Depdagri meninjau kelengkapan
administrasi serta melihat sisi potensi, kondisi wilayah, dan letak geografis Kotif
Palopo yang berada pada Jalur Trans Sulawesi dan sebagai pusat pelayanan
jasa perdagangan terhadap beberapa kabupaten yang meliputi Kabupaten

Luwu, Luwu Utara, Tana Toraja, dan Kabupaten Wajo serta didukung dengan
sarana dan prasarana yang memadai, Kotif Palopo kemudian ditingkatkan

statusnya menjadi Daerah Otonom Kota Palopo.
Tanggal 2 Juli 2002 merupakan salah satu tonggak sejarah perjuangan
pembangunan Kota Palopo, dengan ditandatanganinya prasasti pengakuan atas
daerah otonom Kota Palopo oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia,
berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pembentukan
Daerah Otonom Kota Palopo dan Kabupaten MamasaProvinsi Sulawesi Selatan,
yang akhirnya menjadi sebuah daerah otonom, dengan bentuk dan model
pemerintahan serta letak wilayah geografis tersendiri, berpisah dari induknya
yakni Kabupaten Luwu.
Di awal terbentuknya sebagai daerah otonom, Kota Palopo hanya memiliki 4
wilayah Kecamatan yang meliputi 19 Kelurahan dan 9 Desa. Namun seiring
dengan perkembangan dinamika Kota Palopo dalam segala bidang sehingga
untuk mendekatkan pelayanan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat,
maka pada tahun 2006 wilayah kecamatan di Kota Palopo kemudian dimekarkan
menjadi 9 Kecamatan dan 48 Kelurahan.
Tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Palopo mencapai 8,8 persen. Dengan
pertumbuhan yang cukup tinggi ini, Palopo tetap menjadi harapan dari warganya
atas kesejahteraan yang lebih baik. Harapan ini tentu bukanlah harapan kosong
belaka. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Palopo tercatat sebagai yang
terbaik ketiga di Sulawesi Selatan. Inilah doktrin “wanua mappatuwo”. Palopo

dan Tana Luwu pada umumnya adalah kota tempat menggantungkan optimisme
dan harapan.
Ada berbagai macam terobosan dan pendekatan baru yang dilakukan
Pemerintah Kota Palopo setahun belakangan ini. Mulai dari penghapusan iuran
wajib Komite Sekolah, hingga penerbitan dokumen kependudukan yang tanpa
biaya administrasi. Mulai dari pendekatan diskusi, hingga mencoba menciptakan
calon-calon musisi.
Inilah wajah Palopo di usianya yang ke 12 tahun. Bertepatan dengan itu,
momentum ini juga kita peringati sebagai 12 bulan pemerintahan HM Judas AmirAkhmad Syarifuddin (JA). Banyak capaian positif yang diraih, dan masih ada

pekerjaan yang harus diselesaikan. Dua belas bulan masih sangat singkat untuk
mewujudkan semua ide dan visi perubahan.
Palopo memang tidak serta merta hadir menjadi sebuah komunitas urban yang
maju. Eksistensi masyarakat yang mendiami Palopo, paling tidak sudah ada
sejak abad ke 17 dengan bukti Masjid Jami Tua sebagai monumennya.
Masyarakat mengalami proses mengkota, yang dari tahun ke tahun semakin
memperlihatkan ciri modernitasnya.
Mengelola Kelas Menengah ke Bawah
Palopo mengalami evolusi dan mengalami arus besar urbanisasi beberapa tahun
ini. Peningkatan status menjadi kota otonom menjadi faktor besar terhadap
gejala tersebut. Kini, Palopo telah menampung 152 ribu jiwa warga. Hal ini berarti
sejak 2005, penduduk Kota Palopo telah bertambah sebanyak 25 ribu jiwa. Jika
mau dikomparasikan, jumlah pertambahan penduduk sejak 2006 itu hampir sama
dengan jumlah penduduk di Kecamatan Bara saat ini. Pertambahan jumlah
penduduk tersebut memberi dinamika tersendiri kepada kehidupan urban di
Palopo. Seiring dengan makin bergairahnya perekonomian di Palopo, lahir pula
kelas menengah baru. Kelas menengah baru inilah yang meningkatkan
permintaan konsumsi barang dan jasa di Palopo. Mereka juga bekerja pada
sektor itu—sektor perdagangan dan jasa, yang kini menjadi motor penggerak
PDRB Kota Palopo.
Tantangan yang masih dihadapi saat ini memang masih adanya fakir miskin yang
mencapai 6 persen dari total penduduk. Pemerintah Kota Palopo berusaha
mengelola kelas menengah ke bawah ini dengan baik. Hal ini penting, agar kelas
menengah baru setidaknya mampu survive, dan masyarakat ekonomi lemah
keluar dari perangkap kemiskinan. Oleh karena itu, berbagai program yang
berorientasi pada penanggulangan kemiskinan digelontorkan. Sebut misalnya
program kesehatan dan pendidikan gratis paripurna. Selain itu, ada pula
pembukaan lapangan kerja baru melalui diklat kecakapan hidup melalui KHILAN
dan diklat kepelautan.
Pemerintah Kota Palopo sadar bahwa untuk menanggulangi kemiskinan, maka
kemudahan akses pendidikan dan kesehatan mutlak diwujudkan. Program

pendidikan gratis paripurna menjadi jawaban atas permasalah itu. Demikian pula
dengan program kesehatan gratis. Dua program andalan ini bertujuan untuk
menjaga daya beli masyarakat miskin kita agar tidak terlalu berat. Dengan
demikian, maka perangkap kemiskinan yang masih dialami 9000 lebih
masyarakat Kota Palopo dapat segera terselesaikan.

Membangun dengan Diskusi
Dalam satu tahun terakhir, Wali Kota Palopo, HM Judas Amir tak terhitung lagi
berapa kali menghadiri acara dialog dan seminar. Hal itu dilakukannya karena
platform pembangunan Kota Palopo telah diarahkannya dengan pendekatan
diskusi-implementatif.
Hasilnya, ada berbagai macam permasalahan yang muncul ke permukaan.
Identifikasi masalah di akar rumput terpetakan dengan jelas. Dan kadang, solusi
praktis langsung terjawab disitu. Komitmen wali kota dengan diskusi juga terlihat
dengan kerapkali bertandang di warung kopi. Di sana, Wali Kota Palopo
menggali isu sembari meluruskan berita-berita yang keliru, yang sering
berseliweran di warung kopi. HM Judas Amir menyebut berita keliru itu sebagai
berita yang ‘tak utuh’. Dia ingin menjadi narasumber pertama bagi pengunjung
warung-warung kopi. Di tempat itulah, semua pertanyaan para ‘parlemen jalanan’
kerap terjawab dengan clear dan ‘utuh’.
Kedekatan Wali Kota Palopo juga amat terlihat dengan para insan pers. Sudah
sekitar 5 kali, wali kota menggelar jumpa pers dengan para awak media. Isunya
beragam, mulai dari penangangan proyek, kesehatan gratis hingga sampai
kasus video porno. Semua dijelaskan wali kota dengan amat cair melalui gaya
bahasa Palopo ‘selatanan’ yang kental. Wajar jika insan pers memang menjadi
sahabat dan mendapat perhatian wali kota. Menurut penuturan pribadi wali kota,
dirinya adalah bagian dari dunia kewartawanan.

Kecepatan dan keterbukaan akses terhadap pemerintahan memang menjadi
atensi besar Pemerintah Kota Palopo. Implementasi dari atensi ini ialah dengan
dibukanya Saoktae pada pukul 08.00 sampai dengan 09.00 wita setiap paginya.
Warga dapat bertemu dengan wali kota, dan bisa menyampaikan pendapatnya
langsung kepada wali kota. Selain itu, wali kota juga menginstruksikan untuk
membuka akun informasi pelayanan publik Pemerintah Kota Palopo di media
sosial. Sebagai implementasinya, lahirlah akun twitter @HumasPalopo dan
fanpage HUMAS PEMKOT PALOPO di laman facebook.
Menggairahkan Investasi & Kewirausahaan
Keterbukaan, kedekatan dan makin bersahabatnya Pemerintah Kota Palopo
dengan masyarakat ini kemudian diikuti dengan kepercayaan dunia usaha atas
penyelenggaraan pemerintahan di Kota Palopo. Inilah yang membentuk iklim
investasi yang kondusif di Palopo. Indikasi ini bisa dilihat dengan makin
bertumbuhnya investasi di sektor swasta yang mencapai angka Rp 164 Miliar di
akhir tahun 2013. Perizinan yang mudah melalui Kantor Pelayanan Terpadu dan
Badan Penanaman Modal Daerah juga adalah faktor kunci dalam pencapaian
tersebut.
Investasi yang terus bertumbuh ini mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai
8,8 persen di tahun 2013. Sektor perdagangan menjadi motor penggerak
ekonomi Kota Palopo. Investasi yang semakin bertambah dan pertumbuhan
ekonomi yang semakin positif tentu liniear dengan terbukanya lapanganlapangan pekerjaan yang baru. Dengan tertekannya angka pengangguran yang
selama ini masih ada di Kota Palopo, maka hal itu tentu meningkatkan
pendapatan masyarakat. Muara dari semua ini adalah dengan berkurangnya
kemiskinan di Kota Palopo.
Berbagai program pengentasan kemiskinan memang patut untuk didukung.
KHILAN misalnya. Program ini telah mencetak 1000 wirausahawan baru di Kota
Palopo. Pemberdayaan masyarakat yang didominasi perempuan ini memang
mujarab meningkatkan produktifitas masyarakat. Program-program inilah yang
menjadikan Pemerintah Kota Palopo kian dekat dengan masyarakatnya. Dengan
kedekatan itu, maka dukungan yang besar untuk mewujudkan visi Palopo yang

lebih maju sangat diharapkan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami tunggu
peranserta warga Kota Palopo.
Tampaknya Pemerintah Kota (Pemkot) Palopo di bawah kepemimpinan Walikota
HM Judas Amir, melalui kerja nyatanya pada bidang pembangunan infrastrutur
jalan, akan menuntaskan ruas-ruas jalan protokol dan pemukiman di dalam kota.
Pada tahun 2016, yang menjadi prioritas Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota
Palopo adalah melakukan program kegiatan pengaspalan dan pembangunan
rigid beton untuk sejumlah ruas jalan protokol, termasuk pelaksanaan
pembangunan lanjutan pada Jalan Poros Terminal Regional Songka.
Selain itu, terdapat pula dua ruas jalan di pinggiran Kota Palopo yang
memperoleh program kegiatan pengkrikilan, dalam bentuk peningkatan jalan
kampung.
Adapun anggaran yang diserap pada program kegiatan ini adalah bersumber
dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tambahan Tahun 2015 lalu sebesar Rp
53.960.618.000, termasuk yang

bersumber dari DAK Infrastruktur Publik

Daerah (IPD) tahun 2016 ini sebesar Rp 28.718.871.000. Kesemua total DAK
tersebut, telah pula dikontrak kerjakan kepada pihak ketiga pada tahun 20016 ini
juga.
Nampaknya pula Pemkot Palopo, kembali memperoleh DAK Tambahan baru
pada tahun 2016 ini sebesar ± Rp 93 miliar, dalam bentuk anggaran
pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan. Akibat belum ada Jutnisnya dari
pusat, sehingga pelaksanaannya belum dapat dieksekusi untuk dikontak
kerjakan kepada pihak ketiga.
Pembangunan fisik dan geliat perekonomian Kota Palopo saat ini mengalami
kemajuan yang sangat menggembirakan, hal ini tidak lepas dari peran para
pelaku pembangunan dibawah kendali Walikota saat ini H.P.A.Tenriadjeng yang
telah mampu membawa perubahan terhadap kondisi pembangunan perkotaan
kearah yang lebih baik. Penyelesaian infrastruktur transpartasi jalan lingkar timur

yang saat ini dalam tahap pembangunan lanjutan, eksekutif dan legislatif telah
memberikan perhatian lebih mengingat jalan tersebut akan dijadikan sebagai
jalan strategis yang akan mempercepat akses ke kawasan pelabuhan, kawasan
industri Palopo (KIPA) dan Terminal Regional Palopo. Sedianya jalan ini juga
akan menjadi akses yang signifikan untuk pemecah kemacetan di Kota Palopo
pada 10 hingga 20 Tahun ke depan, untuk itu dibutuhkan sinergitas Program
SKPD dalam rangka Pembangunan Jalan lingkar Palopo. Kota Palopo
mempunyai Wilayah pada sisi timur adalah laut dan di sisi barat adalah
pegunungan dengan trend perkembangan Kota yang relatif memanjang dari
Selatan ke Utara, tidak seperti Kota Jakarta, Makassar ataupun Masamba,
jaringan jalannya mudah di bentuk melingkar oleh karena hampir semua bagian
wilayah Kota kondisi topografinya relatif datar. Keberadaan jalan lingkar Palopo
merupakan penghubung penting dalam sistem jaringan prasarana wilayah Kota
Palopo. Seharusnya tahap awal dari perencanaan pembangunan jalan lingkar
suatu Kota di dahului oleh suatu studi, tata ruang pembangunan jalan arteri yang
lebih komprehensif untuk menentukan atau menetapkan status jalan lingkar luar (
Outer Ring Road) dan jalan lingkar dalam (Middle Ring Road) serta jalan Kota
lainnya secara hirarki. Kota Palopo untuk Anggaran 2011 melalui Dinas
Pekerjaan Umum telah dialokasikan lanjutan Pembangunan jalan lingkar timur
untuk Section Batavia – Tangki Timbun – dan section Tangki Timbun TPI Dengan
estimasi Biaya Rp.18 Milyar, sedangkan Biaya yang di butuhkan untuk
penyelesaian secara keseluruhan jalan lingkar timur di perkirakan Rp.150 Milyar.
Jika

Pemerintah

Kota

Palopo

menginginkan

percepatan

penyelesaian

pembangunan jalan lingkar Palopo, maka ruas jalan yang sudah selesai dan
difungsikan diusulkan perubahan statusnya menjadi jalan Strategis atau jalan
Nasional agar peningkatan dan pemeliharaan konstruksinya dapat ditangani oleh
Pemerintah Provinsi melalui dana APBN, dan dengan demikian beban
Pemerintah Daerah tidak terlalu berat lagi dalam mengalokasikan dana pada
APBD Kab/Kota setiap tahunnya. Untuk upaya loby ke tingkat pusat, Penulis
bersama Asisten II ketika itu (Bpk. Haidir Basir) pernah menghadap langsung dan
membicarakan hal ini kepada Bapak Menteri Pekerjaan Umum Bpk.Joko
Kirmanto di Kementerian PU Jakarta dan Beliau menyambut baik proposal yang
kami ajukan. Tinggal sekarang bagaimana peran para Kepala SKPD terkait untuk
dapat melakukan pendekatan yang lebih intensif lagi guna meyakinkan para

penentu dipusat utamanya Anggota DPR.RI agar bisa menyuarakannya dalam
Sidang – sidang DPR sehingga dapat dikucurkan Dana lebih besar lagi. Tak
hanya jalan lingkar, semua program SKPD yang terkait Pembangunan jalan
lingkar diharapkan pengusulannya ke Pusat secara terpadu jika memungkinkan
dilakukan ekspose dengan menghadirkan Kementerian yang terkait. SKPD yang
penulis anggap relevan dengan Dinas PU, Dinas Tata Ruang Cipta Karya, Dinas
Perhubungan, BPMD, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Hutbun, Dinas
Kelautan dan Perikanan, Badan Lingkungan Hidup, Bagian Pemerintahan Setda,
Kantor Pelayanan Terpadu selain itu juga terkait lembaga PLN, PDAM, dan
Telkom.
Palopo Water Front city Pendekatan Pembangunan Kota Pantai atau dikenal
dengan istilah Water Front City berkembang sebagai trend Pembangunan
Kawasan Perkotaan yang paling bergengsi dan populer, memiliki jangkauan luas
mulai dari Konservasi, Revitalisasi, hingga Reklamasi Pantai. Sejumlah Kota di
Dunia berlomba membangun citra Kota nya yang Kompetitif, utamanya Kota
Pantai. Tak terkecuali Kota Palopo, dengan panjang garis pantainya mencapai ±
24 Km sangat potensial untuk dikembangkan agar lebih menarik untuk di huni.
Rencana program Pembangunan sarana dan prasarana penghubung antara
kawasan industri Palopo, Pelabuhan dan Terminal Regional akan dilayani oleh
sebuah infrastruktur jalan yang akan membelah Kota Pantai, selain jalan lingkar
yang direncanakan juga Pembangunan Palopo Water Front City nantinya dapat
menjadi magnet bagi para wisatawan serta pelaku bisnis lainnya untuk
berinfestasi di Kota Palopo, diharapkan di Tahun – tahun mendatang adanya
peningkatan aktifitas transportasi dan perekonomian pada sisi pantai timur
palopo pasca pengembangan kawasan sehingga Kota Palopo nantinya memiliki
daya saing di Indonesia khususnya di Sulawesi – Selatan. Dokumen
perencanaan Water Front city telah dibuat oleh Konsultan ahli Tata Ruang 5
Tahun lalu dan saat ini masih di Bappeda, yang jadi pertanyaan apakah kita akan
konsisten dengan perencanaan tersebut untuk dimasukkan kedalam Revisi
RTRW. Jika hal tersebut dapat terwujud maka kita akan melihat dikemudian hari
pusat – pusat Kota akan berkembang ke Pantai dengan penataan ruang yang
teratur, pada Kawasan tersebut dan dapat menjadi Landmark bagi Kota Palopo.
Dampak Reklamasi adalah Proses pembentukan lahan baru dipantai atau
wilayah pesisir dengan tujuan menjadikan kawasan berair yang tak berguna

bermanfaat untuk Pembangunan Kawasan Perkotaan, Kawasan Pelabuhan,
Kawasan Bisnis maupun objek Wisata. Reklamasi tidak hanya di lakukan
dipantai utara Jakarta, Kawasan Tanjung Bunga Makassar atau Pantai Boulevard
Manado tetapi reklamasi pantai juga akan dilakukan di Kawasan Tanjung Ringgit
yaitu daerah antara garis pantai dengan badan jalan lingkar yang luasnya bisa
mencapai puluhan hektar jika pelaksanaannya sesuai dengan rencana maka
peluang investasi terbuka lebar untuk dikerjasamakan antara Pemerintah Kota
Palopo dengan pihak Investor sepanjang tidak bertentangan dengan aturan yang
berlaku. Pemanfaatan hasil reklamasi bisa direkomendasikan dalam beberapa
zona antara lain area pelabuhan, perhotelan, tempat wisata dan permukiman
elite dengan berbagai fasilitasnya serta perumahan nelayan. Reklamasi bukanlah
praktek

sempurna,

selain

membawa

keuntungan,

reklamasi

juga

bisa

mengakibatkan berbagai dampak negatif terhadap kehidupan sosial dan
lingkungan kawasan. Olehnya itu, sebelum diadakan reklamasi mutlak diperlukan
dukungan study dari berbagai aspek kajian seperti Aspek Sosial Budaya,
Ekonomi, Lingkungan, Aspek Teknis, Tranportasi dan lain – lain. Menurut Undang
Pengelolaan wilayah pesisir reklamasi wajib menjaga keberlanjutan dan
penghidupan masyarakat pesisir, menjaga keseimbangan antara kepentingan
pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan pesisir. Rencana
reklamasi seyogyanya masuk kedalam dokumen penataan ruang dalam bentuk
Perda yang memiliki kekuatan hukum yang kuat dan mengikat, tahapan
pembangunannya harus jelas dan konsisten. Reklamasi bukanlah praktek yang
terlarang karena reklamasi dapat juga direkomendasikan sebagai salah satu
alternatif pengembangan kawasan khususnya mencari ruang yang sesuai dan
layak. Harus diingat pula bahwa reklamasi adalah campur tangan manusia
terhadap alam, selain berdampak positif juga berdampak buruk. Melihat trase
jalan lingkar timur yang direncanakan dominan menyinggung garis pantai, maka
akan dapat berakibat besarnya dampak Sosial Budaya dan Ekonomi yang
ditimbulkan antara lain Dampak Fisik yang meliputi Peningkatan Kekeruhan,
Pencemaran Laut, Sedimentasi, Peningkatan Potensi Banjir. Dampak Biologis
yang meliputi terganggunya Ekosistem Laut dan penurunan Keanekaragaman
Hayati sedangkan Dampak Social yang ditimbulkan yaitu Penurunan Hasil
tangkapan bagi Nelayan setempat. Sektor Informal Pantai Kuta Bali, Pantai
Losari Makassar atau Pantai Pare – Pare adalah contoh Kota Pantai yang telah

berkembang sejumlah kegiatan ekonominya yang berskala kecil, dengan
konsentrasi penduduk yang tinggi akan memberikan kontribusi terhadap
tumbuhnya tenaga kerja informal. Seperti halnya di Kota Palopo keberadaan
jalan lingkar timur sudah menunjukan cikal bakal sektor informal akan mulai
tumbuh pada ruas jalan lingkar timur tersebut dengan adanya kegiatan
Warung/Cafe atau tempat wisata kuliner. Di Indonesia aktifitas yang sering di
definisikan sebagai sektor informal adalah para Pedagang Kaki Lima (PKL),
penyedia jasa lainnya termasuk preman dan tukang parkir liar. Banyaknya sektor
informal biasaanya dalam bentuk penyedia barang yang dilakukan dengan cara
membuka lapak/tenda ataupun menjajakan barang dagangan, hal ini sering kali
menjadikan kesemrawutan pada Ruang – Ruang Kota selain itu akan
menggangu lalu lintas lainnya dan menyebabkan kerusakan lingkungan. Di Kota
– kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya jasa perparkiran bisa
mendatangkan pemasukan milyaran yang dilakukan sektor informal, hal yang
sama bisa juga diperoleh dari retribusi informal yang dikenakan kepada PKL oleh
Preman – preman. Jika kita melihat perkembangan aktifitas pada ruas jalan
lingkar timur akan berpotensi mendorong pertumbuhan sektor informal, untuk
mengantisipasinya perlu diberikan ruang tersendiri untuk dapat mengembalikan
fungsi jalan yang sebenarnya. Selain itu upaya yang harus dilakukan jika
kegiatan pada kawasan tersebut telah bekembang, yaitu mengorganisir sektor
informal untuk dapat diformalkan agar Pedapatan Asli Daerah (PAD) bisa lebih
efisien.
Persiapan Jalan Bebas Hambatan Seperti kita ketahui bahwa untuk kenyamanan
dan keamanan warganya Negara Amerika Serikat telah membuat prasarana
transportasi yaitu jalan bebas hambatan terpanjang di Dunia dengan panjang
ruas jalan mencapai 100.000 Km, menyusul Negara Cina diurutan Ke Dua.
Bagaimana dengan kondisi Indonesia? Di Kota Jakarta sendiri jalan lingkar luar
( Outer Ring Road) yaitu jalan T.B Simatupang dan jalan lingkar dalam ( Midle
Ring Road) jalan Gatot Subroto telah dijadikan jalan bebas hambatan dengan sisi
kiri dan kanannya terdapat jalan alternatif, begitu pula jalan di Kota Makassar
yang menghubungkan pelabuhan ke Bandara Sultan Hasannuddin telah di buat
jalur bebas hambatan, tidak tertutup kemungkinan 20 Thn mendatang Kota
Palopo jika terjadi perkembangan arus lalu lintas, khususnya pada ruas jalan
lingkar timur akan dibutuhkan juga jalan bebas hambatan agar dapat mengurangi

masalah kemacetan akibat daripada bertambahnya jumlah penduduk dan jumlah
kendaraan. Nah untuk mengantisipasi hal tersebut sedini mungkin harus sudah
disiapkan tambahan lahan pada Daerah Milik Jalan (DMJ) sepanjang jalan
lingkar timur yang semula hanya 16 M menjadi 30 M atau lebih untuk persiapan
jalan alternatif dan penghijauan disisi kiri kanan jalan mumpung bangunan
permanent belum ada, Jika perlu di jalin kerja sama dengan Pemerintah
Kabupaten luwu agar jalan Lingkar Timur bisa mengakses ke Bandara Bua, kita
patut megambil contoh jalan dari pelabuhan Makassar mengakses ke Bandara,
Terminal dan Kawasan Industri Makassar yang saat ini telah dijadikan sebagai
jalan bebas hambatan seiring dengan tuntutan perkembangan arus lalu lintas.
Kalau bukan sekarang kapan lagi kita memikirkan, jangan sampai anak cucu kita
menyalahkan para pendahulunya. Peran BPN Rencana Pembangunan jalan
lingkar timur diharapkan dapat terintegrasi ke dalam rencana Pembangunan
Palopo Water Front City oleh karena kedua – duanya berada pada satu kawasan
pantai. Persoalan pembebasan lahan mungkin agak sedikit rumit dan akan
menjadi kendala mengingat banyaknya klaim dari Warga pesisir atas
pengelolaan lahan selama ini. Informasi yang penulis dapatkan dari Badan
Pertanahan Nasional Kota Palopo bahwa saat ini sementara dibuatkan HPL
kawasan jalan lingkar timur untuk selanjutnya diserahkan ke Pemerintah Kota.
Peran BPN sangat dibutuhkan dalam memberikan legitimasi dengan menghindari
praktek – praktek yang dapat merugikan Negara, Pemerintah Daerah maupun
Masyarakat. Preseden buruk telah terjadi pada proyek pembangunan gedung di
Makassar, lahan yang di bebaskan oleh Pemda ternyata adalah status tanah
Negara yang masalahnya telah berujung pada proses hukum. Tak hanya itu,
Pemerintah Kota Makassar terlalu mudah mengeluarkan Izin Reklamasi Pantai
terhadap pengusaha yang dinilai banyak melanggar peraturan perundangundangan. Sorotan dan protes terhadap kebijakan Pemerintah Kota Makassar
tersebut telah melahirkan ancaman Pidana. Semoga hal tersebut tidak dijumpai
di Pemerintah Kota Palopo kelak. BPN Palopo juga diharapkan dapat
memberikan masukan atas lahan – lahan yang rencana di lalui jalan lingkar timur
dengan membandingkan Tinjauan ekonomis konstruksi jalan yang dibuat di
kedalaman laut

dengan

yang

dibuat

di

pesisir

dengan

membutuhkan

pembebasan lahan Warga/Masyarakat Pesisir. Program SKPD Pada dasarnya
program kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merupakan upaya

untuk mengimplementasikan sejumlah kebijakan ke dalam bentuk kegiatan.
Beberapa program dan kegiatan yang dinilai terkait dengan Pembangunan jalan
lingkar timur yang berada pada kawasan pesisir adalah masing – masing sebagai
berikut: Dinas Pekerjaan Umum: Panjang jalan lingkar timur yang direncanakan ±
20 Km, sementara ini panjang ruas jalan yang telah dilaksanakan dan yang akan
dikerjakan T.A. 2011 Mencapai ± 3 Km dan masih tersisa 17 Km. Untuk
menuntaskan jalan tersebut, program yang dibutuhkan yaitu lanjutan program
pembangunan jalan dan jembatan dengan kegiatan pembangunan jalan dan
jembatan serta pembuatan bangunan pelengkap. Dinas Tata Ruang dan Cipta
Karya: Dalam pelaksanaan pembangunan jalan lingkar timur maupun Palopo
Water Front City perlu diperhatikan adanya keseimbangan antara pembangunan
fisik wilayah dan daya dukung wilayah, tidak hanya Pembanguna Gedung
Bertingkat/Ruko yang terus dibangun tetapi harus diperhatikan juga pelebaran
jalan dan penambahan jalur hijau serta pedestrian untuk menambah estetika
Kota, jadi program yang terkait dengan Dinas Tata Ruang dan Cipta karya adalah
program pengendalian pemanfaatan ruang dengan kegiatan pengawasan
pemanfaatan ruang dan pembuatan sistem Drainase Pasca Reklamasi. Dinas
Perhubungan: Pengaspalan jalan lingkar timur telah selesai dilaksanakan namun
masih perlu adanya prasarana lain yang akan dibutuhkan untuk pengamanan
bagi pengguna jalan tersebut. Program yang terkait dengan Dinas perhubungan
adalah program pengendalian dan pengamanan lalu lintas dengan kegiatan
pengadaan rambu – rambu, marka dan pagar pengaman jalan. Badan
Penanaman Modal Daerah (BPMD): Letak jalan lingkar timur dari Batavia akan
memotong jalan masuk pelabuhan sampai jalan TPI. GAP antara garis pantai
dengan jalan lingkar sepenuhnya adalah hak pengelolaan Pemerintah Kota,
lahan ini dapat saja dikerjasamakan dengan investor untuk membangun sarana
dan prasarana perkotaan sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Perundang – Undangan yang berlaku. Program yang terkait adalah program
peningkatan iklim investasi dengan kegiatan koordinasi kerja sama dibidang
investasi. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata : Pemerintah Propinsi SulawesiSelatan telah mempromosikan sejumlah daerah wisata Sulawesi-Selatan ke
mancanegara, yaitu ke Johor Malaysia. Kenapa Kota Palopo tidak termasuk
salah satunya, oleh karena daerah kita belum ada objek yang bisa dijual. Selain
peninggalan kawasan bersejarah, penataan kawasan pulau Libukang atau

potensi terumbu karang Teluk Bone mungkin dapat dikembangkan sebagai
tujuan wisata. Program yang terkait di SKPD ini adalah Program Pengembangan
Destinasi Pariwisata dengan kegiatan Pembangunan Sarana Dan Prasarana
Pariwisata.
Dinas Hutbun : Pembangunan Jalan Lingkar Palopo telah menghilangkan
beberapa lokasi hutan bakau (Mangrove) pada kawasan pesisir pantai,
sebaiknya dilakukan kembali Penanaman pada daerah tertentu guna menahan
gelombang air laut yang dapat mengakibatkan abrasi dan kerusakan pantai.
Program Rehabilitasi hutan dan lahan dengan kegiatan Reboisasi Hutan dan
Mangrove.Dinas Kelautan dan Perikanan : Dampak daripada Pembangunan
Jalan lingkar pada Kawasan pesisir yakni berkurangnya lahan nelayan dan
rusaknya habitat laut. Pada daerah tangkapan di kawasan pesisir sehingga
masyarakat nelayan perlu berdayakan perekonomiannya. Program yang terkait
dengan SKPD ini adalah Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir.
Bappeda :Kawasan pantai timur palopo adalah wilayah strategis karena
pengembangan infrastruktur jalan yang akan dapat meningkatkan aktifitas
transportasi dan perekonomian yang akan datang. Program yang terkait adalah
program perencanaan pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh.
Badan Lingkungan Hidup (BLH) : Reklamasi yang biasa dilakukan di Palopo
dengan menggunakan material tanah gunung yang dapat menimbulkan debu,
pencemaran air laut dan bisa berakibat terganggunya ekosistem perairan pantai.
Program

yang

pengrusakan

terkait

adalah

lingkungan

program

hidup.

Kantor

pengendalian
Pelayanan

pencemaran
Terpadu

dan

(KPT)

:

Setelah jalan lingkar timur difungsikan, akan bertambah jenis – jenis aktifitas
lainnya pada ruas jalan tersebut sehingga perlu adanya penertiban perizinan.
Program yang dibutuhkan adalah program koordinasi Formalitas pedagang kaki
lima pada kawasan pantai. Bagian Pemerintahan Setda : Program penataan
penguasaan, kepemilikan dan pemanfaatan lahan dengan kegiatan penataan
penguasaan

pemilik

dan

pemanfaatan

tanah

serta

penyuluhan

hukum

pertanahan. Selain program – program SKPD Yang terkait diatas masih ada
program

yang

penting

dari

lembaga

BUMN/BUMD

yaitu

:

PDAM, Telkom dan PLN Pembangunan jalan lingkar timur harus dibarengi
dengan Pembangunan Utilitas Perkotaan dengan Program Pemasangan
Jaringan Distribusi Air Bersih, Jaringan Telekomunikasi dan Jaringan Lampu

Penerangan Jalan Umum. Dinas Kebersihan dan Pertamanan : Program
Pengembangan Ruang Publik dan Ruang Terbuka Hijau (RTH). RPJM Kota
Palopo 2008 – 2013 : Semua Program SKPD yang Penulis sebutkan diatas
diharapkan bisa paralel dengan pelaksanaan pembangunan jalan lingkar timur
selama 5 Tahun Anggaran. Melihat arah kebijakan Program Pembangunan pada
masing – masing agenda pokok yang tertuang dalam rencana Program Prioritas
masih terdapat Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) yang terkait dengan
Pembangunan Jalan Lingkar Timur belum memasukkan salah satu programnya
ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) antara lain Dinas
PU dengan Program Pembuatan Bangunan Pelengkap. Dinas Tata Ruang dan
Cipta Karya hanya memasukkan Program Penataan dan Pemanfaatan ruang
seharusnya pada Pasca Reklamasi dibuatkan Program Pembangunan Sistem
Drainase

sedangkan

Pemanfaatan

Lahan

Program
dari

Penataan

Penguasaan

Pemerintahan

Umum

Kepemilikan
belum

dan

terkait.

Demikian tulisan ini dibuat semoga dapat menjadi bahan masukan bagi teman –
teman di SKPD terkait dalam menjalankan programnya..

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25