PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEBAGAI PENUNJAN

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEBAGAI PENUNJANG
PEMBANGUNAN DI DAERAH
Dosen Pengampu :
Wawan Susilo, SH., MH.

Disusun Oleh :
KELOMPOK III Manajemen 3B
Aditya Kurniawan

( 14 641 0359 )

Agung Prasetya
( 14 641 00 )
Tika Listiawati

( 14 641 00 )

Khoiriyah

( 14 641 00 )


Yunita Andriyani

( 14 641 0087 )

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PANCA MARGA PROBOLINGGO
2016
Jln. Yos Sudarso No. 107, Pabean, Dringu, Probolinggo,67217, Telepon:(0335)
422715 - (0335) 427923
Fax:(0335) 422715

1

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kami yang berjudul “Pajak Bumi dan Bangunan Sebagai Penunjang
Pembangunan di Daerah”.
Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya

dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga dapat memperlancar proses
pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, kami juga ingin menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam pembuatan makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah “Pajak Bumi dan
Bangunan Sebagai Penunjang Pembangunan di Daerah” ini dapat diambil
manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan makalah ini kedepannya. Terima kasih.

Probolinggo, 3 Januari 2016
Penyusun

2

DAFTAR ISI

JUDUL


1

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN

4

A. Latar Belakang

5

B. Tujuan Masalah

5

C. Rumusan Masalah

6


BAB II PEMBAHASAN

6

A. Pengertian dan Ruang Lingkup PBB

6

B. Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan

7

C. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan 8
D. Objek Pajak Bumi dan Bangunan
E. Hak dan Kewajiban Pajak

9

11


F. Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan 11
G. Pajak Bumi dan Bangunan Untuk Pembangunan Daerah

12

BAB III PENUTUP 13
A. Kesimpulan 13
B. Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14

3

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Peran pajak (PBB) dalam suatu negara dapat dikatakan sebagai basis material dan

darah kehidupan (lifeblood) bagi negara dan roda kekuasaanya. Dalam catatan
sejarah, tidak ada Negara otoriter maupun demokratis yang dapat bertahan hidup
dan menjalankan roda kekuasaannya tanpa adanya pajak dari rakyat. Sehingga
dapat diteorikan, apabila basis material dan darah kehidupan ini “pajak” bisa
berjalan dengan lancar baik dari segi penganggaran maupun pembelanjaannya,
akan tercipta suatu negara yang sejahtera. Pajak dibayar, negara tegak; pajak
diboikot negara ambruk.
Walaupun sebenarnya banyak sekali sektor pendapatan negara ini yang telah
dikembangkan untuk meningkatkan anggaran negara. Mulai dari pemanfatan
sumber daya alam yang melimpah sampai penyelenggaraan usaha-usaha
perusahaan negara. Akan tetapi sektor-sektor tersebut masih belum bisa membawa
negara ke jenjang yang lebih baik seperti yang diharapkan.
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan bagian terpenting dari denyut nadi
perekonomian

suatu

Negara,

dengan


pemungutan

pajak

Negara

dapat

memakmurkan rakyat dan dapat membiayai rumah tangga Negara itu sendiri,
namun kendalanya selama ini pajak masih di andalkan untuk pendapatan Negara
yang paling banyak dan menempatai urutan pertama dalam APBN.
Potensi Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia sangat luar biasa, tetapi
pemanfaatannya kurang maksimal sehingga kesejahtraan masyarakat tidak bisa
terjamin dan masih banyak rakyat yang hidup dibawah garis kemiskinan. Peran
Pajak Bumi dan Bangunan dalam mewujudkan perekonomian serta untuk
membangun Negara sangat potensial sehingga diperlukan suatu kesadaran dalam
membayar pajak.
Pajak bumi dan bangunan dalam hal ini juga dapat merangsang pertumbuhan dan
pemberdayaan daerah, dengan hasil yang didapatkan dari Pajak Bumi dan


4

Bangunan harapan besar ketika dikembalikan ke daerah dapat dimanfaatkan
dengan baik dan sesuai keinginan rakyatnya. Proses pemungutan Pajak Bumi dan
Bangunan sudah menjadi kerangka yang sangat ideal, apali sebagian besar dari
dana pendapatan di kemabalikan lagi ke daerah dalam bentuk DAK, DAU, dsb.
B.

Tujuan Masalah

Tujuan dari penulisan ini agar dapat memahami suasana dan arah pemanfaatan
Pajak Bumi dan Bangunan dalam pembangunan Daerah yang telah diamanatkan
dalam kontitusi dan undang-undang agar dapat menumpu kemajuan daerah dan
nasional pada umumnya ke arah yang lebih baik.
Tujuan lain dari penulisan ini juga agar dapat menambah wawasan masyarakat
dalam mewujudkan kehidupan yang adil, makmur dan beradap atas dasar UndangUndang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
merdeka, berdaulat, tertib, bersahabat, bersatu, aman, damai dan sejahtera.
C.
1.


Rumusan Masalah
Bagaimana proses pemungutan pajak bumi dan Bangunan dalam
meningkatkan perekonomian pembangunan Daerah.?

2.

Bagaimana landasan dalam pemungutan pajak bumi dan bangunan.?

3.

Bagaimana Kebijakan pajak bumi dan bangunan dalam pembangunan
Indonesia khususnya di tingkat daerah.?

5

BAB II
PEMBAHASAN

A.


Pengertian dan Ruang Lingkup PBB

Pajak Bumi dan Bangunan tidak hanya penting sebagai sumber penerimaan
daerah tetapi juga strategis dan signifikan pengaruhnya terhadap berbagai aspek
kegiatan kehidupan yang lain. Dengan demikian persoalan PBB tidak hanya
persoalan ekonomi atau administrasi maupun persoalan keuangan tetapi harus
dilihat secara holistik dan komprehensif. Dalam konteks seperti inilah pemerintah
merasa penting untuk mengatur dan mengelola PBB, untuk selanjudnya sebagian
besar didistribusikan kembali ke pada daerah-daerah dengan persentase tertentu
( Suharno 2003).
Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap
Bumi dan Bangunan berdasarkan Undang-Undang no 12 tahun 1994. PBB adalah
pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh
keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan.Objek PBB adalah Bumi dan
atau Bangunan. Bumi yaitu permukaan bumi (tanah dan perairan), dan tubuh bumi
yang ada dipedalaman serta di laut Indonesia.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan jenis pajak yang sepenuhnya diatur
oleh pemerintah dalam menentukan besar pajaknya (menganut sistem
pemungutan official assessmen system). Pajak ini bersifat kebendaan dalam arti

besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau
bangunan. Di sini keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan
besarnya pajak.
Adapun hasil dari penerimaan pajak tersebut dilakukan pembagian antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Tingkat II dan Tingkat I, akan tetapi
sebagian besar dari penerimaan pajak diberikan kepada Pemerintah Daerah
Tingkat II3 sebagai pendapatan daerah yang bersangkutan.
Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan harus benar-benar diatur dengan undangundang sehingga dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat.
Sebelum diterbitkannya undang- undang Pajak Bumi dan Bangunan tahun 1985,

6

pengaturan tentang pajak yang berkaitan dengan bumi dan /atau bangunan sudah
ada sejak zaman kolonial seperti Ordonansi Pajak Rumah Tangga 1908,
Ordonansi Verponding Indonesia 1923, Ordonansi Verponding 1928, Ordonansi
Pajak Kekayaan 1932, Ordonansi Pajak Jalanan 1942, Iuran Pembangunan Daerah
1957, Pajak Hasil Bumi 1959.
Sejak tahun 1986 Pajak Bumi dan Bangunan dipungut berdasarkan UndangUndang No. 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, yang merupakan
penyederhanaan dari undang-undang di atas.
Dalam sejarah perkembangannya, Undang-Undang PBB tahun 1985 mengalami
perubahan pada tahun 1994. Adapun tujuan dan arah penyempurnaannya adalah
seperti disebutkan dalam penjelasan undang-undang No. 12 Tahun 1994:
Menunjang kebijaksanaan pemerintah menuju kemandirian bangsa dalam
pembiayaan pembangunan yang sumber utamanya berasal dari pajak.
Lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan sesuai dengan kemampuannya.
B.

Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan

Dalam mewujudkan atau merealisasikannya, Pajak Bumi dan Bangunan juga
diatur oleh Peraturan Pemerintah serta Keputusan Menteri Keuangan. Jadi sebagai
acuan untuk pelaksanaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagai berikut:
1.

Undang-undang No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan
undang-undang No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

2.

Peraturan pemerintah No. 25 Tahun 2002 tentang Penetapan Besarnya
Persentase Nilai Jual Kena Pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan.

3.

Keputusan Menteri Keuangan No. 1002/KMK.04/1985 tentang Tata Cara
Pendaftaran Objek Pajak Bumi dan Bangunan.

4.

Keputusan Menteri Keuangan No. 1006/KMK.04/1985 tentang Tata Cara
Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan dan penunjukan Pejabat yang berwenang
mengeluarkan surat paksa.

5.

Keputusan Menteri Keuangan No. 1007/KMK/1985 tentang pelimpaham
wewenang penagihan Pajak Bumi dan Bangunan kepada Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I dan / Bupati/ Walikota Madya Kepala Daerah Tingkat II.

7

6.

Keputusan Menteri Keuangan No. 523/KMK. 04/1998 tentang penentuan
Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebagai Dasar
Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.

7.

Keputusan Menteri Keuangan No. 201/KMK.04/2000 tentang penyesuaian
besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebagai dasar
penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.

8.

Keputusan Menteri Keuangan No. 82/KMK. 04/2002 sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan No. 552/KMK. 03/2002 tentang Pembagian Hasil
Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.

C.

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan

1. Subjek / Wajib Pajak Bumi dan Bangunan
Yang menjadi subjek pajak PBB adalah orang pribadi atau badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan /bangunan5. Jangkauan subjek dalam
UU PBB sangat luas, karena meliputi orang atau badan yang memiliki, menguasai
dan /atau memperoleh manfaat atas bumi dan / atau bangunan. Ini berarti meliputi
antara lain pemilik, penghuni, pengontrak, penggarap, pemakai dan penyewa atas
bumi dan /bangunan.
Oleh karena sangat luasnya maksud yang terkandung dalam UU PBB, yang
menjadi subjek pajak belum tentu menjadi wajib pajak. Sebab subjek pajak
akan /baru menjadi wajib pajak apabila sudah memenuhi sayarat-syarat objektif
atau sudah mempunyai objek PBB yang dikenakan pajak. Yang berarti subjek
pajak mempunyai hak atas objek yang dikenakan pajak (memiliki, menguasai,
memperoleh manfaat dari objek kena pajak).
Misalanya si A memperoleh manfaat dari bangunan yang Nilai Jual Kena
Pajaknya kurang dari Rp. 8000.0006,-. Si A tetap menjadi subjek pajak akan tetapi
bukan merupakan wajib pajak. Yang berarti dia akan dibebaskan dari kewajiban
pembayaran pajak. Ketentuan ini bermaksud untuk tidak mengenakan atas
rumah /bangunan milik subjek pajak yang kurang mampu.
Jika suatu objek pajak belum diketahui secara pasti siapa wajib pajaknya, maka
Dirjen Pajak oleh undang-undang diberi wewenang untuk menunjuk dan

8

menetapkan subjek pajak sebagai wajib pajak. Beberapa ketentuan khusus tentang
siapa yang menjadi subjek pajak dalam hal ini adalah:
a.

Jika subjek pajak memanfaatkan dan menggunakan bumi dan /bangunan

milik orang lain bukan karena suatu hak atau perjanjian, maka subjek pajak
tersebut ditetapkan sebagai wajib pajak.
b.

Jika objek pajak masih dalam sengketa, maka orang /badan yang

memanfaatkan objek pajak tersebut ditetapkan sebagai wajib pajak.
c.

Apabila subjek pajak sudah memberi kuasa kepada orang/badan untuk

merawat (mengurus) bumi dan bangunannya disebabkan suatu hal, maka
orang/badan yang telah diberi kuasa dapat ditetapkan sebagai wajib pajak.
2. Pengecualian Subjek PBB
Sebenarnya Pajak Bumi dan Bangunan tidak mengenal adanya pengecualian
terhadap subjek pajak, karena pajak ini bersifat objektif. Yang ada hanya
pengecualian objek pajak.
Wakil-wakil diplomatik (konsulat) dan wakil-wakil organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan untuk tidak dikenakan pajak bumi dan
bangunan, bukan berarti pengecualian subjektif, melainkan karena pembebasan
/pengecualian objektif, yaitu yang digunakan oleh wakil-wakil tersebut,
pengecualian /pembebasan pajak tersebut dengan syarat timbal balik atau
pembebasan itu baru diberlakukan, jika negara yang bersangkutan juga
memberikan pembebasan yang sama dari pajak yang dikenakan kepada wakilwakil diplomatik Indonesia. Bila syarat ini tidak dipenuhi, maka dengan
sendirinya pembebasan pajak itu tidak berlaku.
D.

Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Dalam undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan tahun 1985 menyebutkan
bahwa yang menjadi objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan
/bangunan. Keduanya (bumi dan bangunan) dapat berdiri sendiri (bumi saja atau
bangunan saja) maupun secara bersama-sama sebagai objek yang dapat dikenakan
Pajak Bumi dan Bangunan. Pengertian bumi dijelaskan meliputi permukaan bumi
dan juga tubuh bumi yang ada di bawahnya.
Apa yang disebut “permukaan bumi” di sini tak lain adalah tanah itu sendiri yang
meliputi perairan. Sedangkan “tubuh bumi” adalah apa-apa yang berada di dalam
9

bumi dan yang berada di bawah air. Apa yang disebut dengan air (perairan) disini
mencakup perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa) serta laut wilayah Indonesia.
Jadi yang menjadi objek Pajak Bumi dan Bangunan itu adalah tanah, air (perairan)
dan tubuh bumi. Contoh : sawah, ladang, kebun, pekarangan, tambang, dll.
Bangunan sebagai objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah Konstruksi teknik
yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan di
wilayah Republik Indonesia yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau
tempat usaha10. Yang termasuk dalam pengertian bangunan dalam penjelasan
Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan adalah:
1.

Jalan lingkungan yang teletak dalam suatu kompleks bangunan.

2.

Kolam renang.

3.

Galangan kapal, dan dermaga.

4.

Jalan tol.

5.

Pagar mewah.

6.

Taman mewah.

7.

Tempat penampungan / kilang minyak.

8.

Tempat olah raga, dan lain-lain.

Apabila seseorang atau badan memiliki rumah (bangunan) yang berada di atas
tanah orang lain sehingga pemilik bangunan terpisah dari pemilik tanah. Undangundang Pajak Bumi Bangunan memungkinkan pemilik bangunan dikenakan pajak
sendiri terlepas dari pajak yang dikenakan pada pemilik tanah.
Dalam keadaan seperti itu, pengaturan hukum (Undang-Undang Pokok Agraria)
menganut asas “pemisahan horizontal” yang bertumpu pada hukum adat. Masalah
ini sering terjadi di kota-kota besar yang banyak dibangun rumah bertingkat dan
di setiap tingkat dimiliki oleh orang lain. Yang sekarang lebih kita kenal dengan
sebutan rumah susun atau apartemen.
Sedangkan untuk bumi atau bangunan yang digunakan oleh negara dalam
menyelenggarakan pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah. Sedangkan mengenai bumi dan /bangunan
milik perorangan atau badan (swasta) yang digunakan oleh pemerintah untuk
menyelenggarakan

pemerintahan,

kewajiban

pajakannya

tergantung

dari

perjanjian

10

E.

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Dalam melaksanakan proses perpajakan wajib pajak mempunyai hak dan
kewajiban yang harus ditaati untuk.
1.

Hak Wajib Pajak.

2.

Hak untuk memperoleh SPOP, SPPT, STTS beserta informasinya dari
Kantor Pelayanan Pajak Bumi danBangunan.

3.

Hak untuk memperbaiki atau mengisi ulang SPOP apabila terjadi
kesalahan.

4.

Hak untuk menunjuk pihak lain selain pegawai pajak dengan surat kuasa
untuk mengisi dan menandatangani SPOP.

5.

Hak untuk mengajukan permohonan mengenai penundaan penyampaian
SPOP sebelum batas waktu dilampaui dengan menyebutkan alasan-alasan yang
sah.

6.

Hak untuk mengajukan keberatan dan pengurangan atas penetapan PBB.



Kewajiban Wajib Paja



Mendaftarkan Objek Pajak.



Mengisi SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap.



Menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi ke Kantor
Pelayanan PBB.



Melaporkan perubahan data objek pajak atau wajib pajak ke Kantor
Pelayanan PBB setempat apabila ada perubahan dengan cara mengisi SPOP
baru sebagai perbaikan.

F.

Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan

Hasil penerimaan pajak merupakan penerimaan negara yang dibagi antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan imbangan sekurang-kurangnya
90% untuk Pemerintah Daerah Tingkat I dan Tingkat II sebagai Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan sisanya untuk Pemerintah Pusat.

11

Kebijakan seperti ini dimaksudkan untuk merangsang masyarakat dalam
memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak sekaligus mencerminkan sifat
gotong royong rakyat dalam membiayai pembangunan.
Pembagian hasil penerimaan PBB antara pemerintah pusat dan daerah adalah
sebagai berikut:
1.

10% dari jumlah hasil penerimaan PBB merupakan bagian Pemerintah
Pusat dan harus disetorkan ke Rekening Kas Negara untuk dibagikan kepada
seluruh Daerah Kabupaten /kota.

2.

90% dari jumlah penerimaan PBB merupakan bagian Pemerintah Daerah.
Dengan pembagian setelah dikurangi biaya pemungutan sebesar 10%.


Pemda propinsi
= 20%.



Kabupaten/Kota

= 80%.

Jadi masing-masing penerimaan PBB adalah sebagai berikut:
1.

Pemerintah Pusat

= 10%.

2.

Biaya pemungutan

10% x 90%

= 9%.

3.

Pemerintah daerah propinsi

20% x (90% – 9%)

= 16,2%.

4.

Pemerintah daerah Kab/Kota

80% x (90% – 9%)

= 64,8%.
Jumlah Penerimaan PBB

= 100%.

Bagian 10% untuk pemerintah adalah sebagai pengganti karena pemerintah pusat
sudah tidak menerima hasil pajak kekayaan lagi. Dan penerimaan yang diterima
oleh Pemerintah daerah Tingkat I dan II sebagai pengganti atas hasil Ipeda dan
PRT (yang telah dihapuskan).

G.

Pajak Bumi dan Bangunan Untuk Pembangunan Daerah

Pajak Bumi dan Bangunan untuk membangun daerah dalam suatu Negara harus
didasarkan

pada

perekonomian

yang

riil

dan

berkesinambungan

agar

pembangunan yang di cita-citakan bangsa ini cepat tercapai, peran pajak bumi dan
bangunan daerah sangat vital dan dapat mengembalikan uang tersebut ke daerah
untuk pembangunan dan pemberdayaan daerah itu sendiri.

12

Melihat bertapa pentingnya Pajak Bumi dan Bangunan dalam membangun daerah
yang sangat potensial, maka diperlukan strategis dalam pemungutannya lapangan,
karena sering sekali para wajib pajak tidak taat membayar pajak. Hal tersebut di
akibatkan para wajib pajak sering melihat hantu koruptor di lembaga tersebut.
Dalam hal pembangunan daerah maka diperlukan kesadaran dalam membayar
pajak bumi dan bangunan agar pembangunan daerah melalui pajak bumi dan
bangunan cepat terealisasi dengan baik, dan paling tidak daerahpun dapat
meningkatkan kemampuan dan kemandirian dengan pendapatannya sendiri.
BAB III
PENUTUP

A.

Kesimpulan

Peran pajak dalam suatu negara dapat dikatakan sebagai basis material dan darah
kehidupan (lifeblood) bagi negara dan roda kekuasaanya. Dalam catatan sejarah,
tidak ada Negara otoriter maupun demokratis yang dapat bertahan hidup dan
menjalankan roda kekuasaannya tanpa adanya pajak dari rakyat.
Sehingga dapat diteorikan, apabila basis material dan darah kehidupan ini “pajak”
bisa

berjalan

dengan

lancar

baik

dari

segi

penganggaran

maupun

pembelanjaannya, akan tercipta suatu negara yang sejahtera. Pajak dibayar, negara
tegak; pajak diboikot negara ambruk.
Walaupun sebenarnya banyak sekali sektor pendapatan negara ini yang telah
dikembangkan untuk meningkatkan anggaran negara. Mulai dari pemanfatan
sumber daya alam yang melimpah sampai penyelenggaraan usaha-usaha
perusahaan negara. Akan tetapi sektorsektor tersebut masih belum bisa membawa
negara ke jenjang yang lebih baik seperti yang diharapkan.

B. Saran
Mari kita mengubah paradigma yang telah lama berkembang di Indonesia tentang
pendapatan dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan agar Pajak Bumi dan Bangunan

13

tidak selalu menjadi hal yang dipaksakan kepada masyarakat dan pemerintah tidak
lagi mengandalkan pajak sebagai pendapatan yang paling utama dalam APBN.
Paling tidak sektor pendapatan nasional dapat di tompang dari sektor pendapatanpendapatan lain, hal ini juga pemerintah dapat membuat trobosan baru dan
strategis untuk pemanfaatan sumber daya alam yang lain, agar suatu saat nanti
pendapatan dari sektor lain bisa menerobos dan mendukung pendapatan nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Marsyahrul, Tony, Pengantar Perpajakan, Grasindo, Jakarta: 2005.
Soemitro, Rochmat, Pajak Bumi dan Bangunan, Eresco, Bandung: 1989.
Tjahjono, Achmad dan Husein, Fahri, Perpajakan, Edisi-3, UPP AMP YKPN,
Yogyakarta: 2005.
Wijaya, Tunggal Amin,Tanya Jawab Perpajakan Baru Indonesia, Harvarindo,
Jakarta:1995.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak
http://organisasi.org/pengertian-arti-definisi-pajak-bumi-dan-bangunan-pbbinfopendaftaran-tarif-pembayaran-keberatan-sanksi-media-sppt/
http://www.kampungmedia.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=483:latihan-perpajakan&catid=30:beritaterkini&Itemid=27
https://afrizalwszaini.wordpress.com/
http://dudiwahyudi.com/pajak/pajak-penghasilan/pajak-pengertian-danfungsinya.html
http://jurnal.unhalu.ac.id/download/wali-aya-rumbia/Tinjaun%20tentang
%20peneriman%20pajak%20bumi%20dan%20bangunan%20di%20kota
%20kendari.pdf

14