URGENSI CULTURAL APPROACH SEBAGAI METODOLOGI KEILMUAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM KONTEMPORER
URGENSI CULTURAL APPROACH SEBAGAI METODOLOGI
KEILMUAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM KONTEMPORER
Samsul Hidayat
Abstrak
Dalam pendekatan kultural, pendidikan Islam diarahkan pada persoalan autentitas dan
perubahan budaya yang berkembang dimasyarakat. Diharapkan pendekatan ini akan
membantu mahasiswa untuk memahami baik tradisi-tradisi yang pernah terjadi, berikut
dengan segala karakteristiknya, maupun persoalan-persoalan kontekstual yang terjadi di
masyarakat. Untuk masuk ke dalam wilayah pengembangan sikap penerimaan kultural
yang sadar terhadap perubahan, maka melalui pendekatan kultural, diharapkan akan
melahirkan sistem pendidikan yang lebih berorientasi ke masa depan (future oriented),
menuju transformasi sosial yang humanis dan transcendental. Pendidikan Islam, mau
tidak mau harus mengubah wajahnya yang selama ini hanya bersifat doktrinal-formalliteral ke arah studi dan pendekatan kebudayaan dengan semangat untuk mencari nilainilai fundamental keagamaan Islam, terutama bagi para mahasiswa dan kalangan muda
yang memiliki tingkat resistensi tinggi dalam menghadapi modernitas dan era globalisasi
saat ini.
Kata Kunci: sosial, budaya, kultur, agama
A. Pendahuluan
yang
Satu hal yang patut disyukuri
bahwa
dengan
pengembangan
Perguruan Tinggi Agama Islam seperti
IAIN/STAIN menjadi UIN di Indonesia,
maka paradigma yang dibangun dalam
pengembangan
pendidikan
Islam
mulai bergeser dari pendidikan yang
semula
hanya
menonjolkan
peningkatan itba’ syariat Allah dimana
studi Islam dijabarkan dalam skala
yang sempit, menuju itba’ sunnatullah
﴾ 51 ﴿
didalamnya
mengakomodir
natural sciences, social sciences dan
humaniora (Muhaimin, 1999). Selama
ini, apa dan bagaimana konsep dan
wawasan serta prinsip kependidikan
Islam tidak begitu dipermasalahkan.
Namun,
begitu
sistem
kehidupan
sosial budaya dan peradaban umat
Islam mengalami kemandekan dan
kemunduran
serta
menghadapi
tantangan
sosial
dan
dampak
tidak
mampu
perubahan
globalisasi
di
masyakarat maka hal tersebut mulai
segenap persoalan kulturalnya. Dalam
dipertanyakan kembali.
keadaan demikian, masyarakat masih
Walaupun
paradigma
yang
menunggu-nunggu
kontribusi
dan
dibangun telah bergeser, namun kajian
peran yang disumbangkan oleh PTAIN
kependidikan Islam selama ini masih
seperti UIN, baik secara moral maupun
terkonsentrasi pada persoalan teoritis
kultural dalam menghadapi persoalan
keagamaan
tersebut.
yang
semata,
bersifat
sementara
kognitif
metodologi
Tulisan
ini
diharapkan
dapat
keilmuan yang digunakan tak kunjung
memberikan kontribusi yang berarti
berubah antara pra dan post era
bagi
modernitas yang kebanyakan lebih
pentingnya
menitikberatkan
aspek
kebudayaan dalam pendidikan Islam.
(Abdullah,
Selain itu juga dimaksudkan agar
pada
korespondensi-tekstual
penyegaran
kembali
penerapan
1998:49-65). Kajian-kajian kontekstual
berguna
dalam
yang bersifat empiris seperti dengan
pemikiran
pendidikan
pendekatan
sekaligus
kultural
justru
masih
sangat minim dan belum membudaya.
bentuk
Metodologi
tidak
pendidikan
kunjung
berubah
pada
penyimpangan
prilaku
maraknya
isu
kejahatan kerah putih, premanisme,
konsumsi barang-barang terlarang dan
pertanyaan kritis,
sebuah
apakah kegiatan
pendidikan Islam mampu berdialog
dan
berinteraksi
dengan
pendekatan
B. Permasalahan Akademik
perkelahian pelajar, tindak kekerasan,
Menjadi
desain
kontemporer.
fenomena-fenomena
mengarah
sebagainya.
atau
kebudayaan dalam pendidikan Islam
dalam
seperti
perencanaan
dalam
dulu
yang
masyarakat
diaktualisasikan
yang
dari
Islam
sosial-kebudayaan
Islam
penelitian
lembaga
mengantisipasi
pengembangan
yang
mampunya
pendidikan
pendekatan
Islam
sampai sekarang ini berakibat pada
kurang
pada
dengan
perkembangan zaman modern dengan
﴾ 52 ﴿
Permasalahan utama dari kajian
ini adalah mengapa cultural approach
sebagai metodologi keilmuan dalam
pendidikan Islam kontemporer belum
membudaya dilingkungan PTAI, dan
bagaimana
bentuk
pendekatan
tersebut
perguruan
tingga
penerapan
di
lembaga
agama
Sehingga
hal
ini
menarik
dicermati
dan
dirumuskan
Islam?.
untuk
dalam
identifikasi masalah sebagai berikut:
apa
yang
dimaksud
dengan
pendidikan Islam, apakah makhluk
dan teori pendidikan Islam; dan 3)
cultural approach itu? apa urgensinya?
kajian metodologis pendidikan Islam.
bagaimana proses timbal balik antara
Kegiatan-kegiatan
pendekatan
dasarnya
tersebut
dengan
pendidikan
pada
concern
pada
sangat
kebutuhan masyarakat? dan dari mana
persoalan operasional, jadi sangatlah
memulai
idealis dan utopis jika kajian yang
menerapkan
pendekatan
kultural ini dilingkungan akademik?
dilakukan
hanya
persoalan
C. Pendidikan Islam dan Pola
Kajiannya
berkutat
fondasional
Kelemahan
dari
kajian
pada
filosofis.
pendidikan
Islam seperti ini bisa juga terjadi
Istilah pendidikan Islam secara
sebaliknya, dimana penelitian sangat
sederhana dapat dipahami sebagai
kaya
pendidikan yang dikembangkan dari
namun lepas dari konsep fundasional
nilai-nilai
atau dimensi teoritiknya (Muhaimin,
yang
terkandung
dalam
sumber dasar ajaran Islam, al-Quran
ini
dipahami
sebagai
praktik/operasional
2002:v-vi).
Pendidikan
dan al-Hadist. Pendidikan Islam dalam
pengertian
dengan
adalah
hal
yang
tumbuh dan berkembang bersama-
pemikiran dan teori-teori pendidikan
sama
yang dibangun dan mendasarkan diri
perkembangan masyarakat, bahkan
pada
merupakan
sumber
dasarnya.
Dalam
dengan
pertumbuhan
media
transmisi
dan
dan
realitasnya, pendidikan Islam tersebut
transformasi
sistem
dan
dibangun dalam suatu visi; pemikiran,
kehidupan
sosial
budaya
teori dan praktek penyelenggaraannya
peradaban masyarakatnya. Demikian
mempertimbangkan pengalaman dan
pula pendidikan Islam, telah tumbuh
khazanah intelektual muslim klasik
dan
serta mencermati situasi sosio-historis
dengan
dan kultural masyarakat kontemporer
perkembangan sistem dan nilai-nilai
(Muhaimin, 2002:29).
kehidupan
Literatur-literatur yang tersedia
berkembang
sosial
peradaban
kajian
sebagai
memfokuskan
diri
pada
Islam
beberapa
dan
dan
sepanjang
telah
media
transformasinya
dan
budaya
Islam
sejarahnya,
dan
bersama-sama
pertumbuhan
selama ini menunjukkan bahwa pola
kependidikan
nilai-nilai
berfungsi
transmisi
secara
dan
efektif.
kategori; 1) kajian-kajian sosio-historis
Lemahnya pendidikan Islam dalam
pendidikan Islam; 2) kajian pemikiran
melirik
﴾ 53 ﴿
fenomena
sosial-agama
dengan
kacamata
merupakan
kebudayaan
sebuah
Bhikhu
Parekh
(1997:167),
problema
multikulturalisme merupakan ideologi
mendasar yang perlu segera dicarikan
yang mengakui dan mengagungkan
solusinya
perbedaan dalam kesederajatan, baik
sehingga
tantangan
perubahan sosial yang begitu cepat
secara
dapat
kebudayaan.
dihadapi
Pendidikan
dengan
Islam
baik.
harus
individual
maupun
secara
Pendidikan
sendiri
mampu
merupakan basis atau dasar untuk
menjembatani persoalan perubahan
menciptakan SDM dan pembentukan
sikap dan gaya hidup masyarakat yang
karakter
semakin
dan
merupakan
pintu
kebutuhan
penerapan
nilai-nilai
moralitas dan mentalitas keagamaan
(Abdullah,
2005:xix).
masyarakat
Disini
sebagaimana ditegaskan Ahmad Syafii
gaya hidup mencakup keseluruhan
Ma'arif (2001), sesungguhnya juga
selera,
wahana
hedonis,
eksploitatif
konsumtif,
dengan
yang
memadai.
kepercayaan
dan
praktik
suatu
paling
bangsa,
dan
masuk
bagi
multikulturalis
Pendidikan,
efektif
sistematis yang menjadi ciri suatu
internalisasi
kelas, termasuk didalamnya adalah
pluralisme, dan inklusivisme.
opini
politik,
keyakinan
filosofis,
nilai-nilai
Pendidikan
keyakinan moral, selera estetis dan
memang
juga
kontribusinya
makanan,
pakaian,
budaya
(Haryatmoko, 2003).
masyarakat
Pendekatan-pendekatan
demokrasi,
Islam
kurang
untuk
bisa
selama
ini
diharapkan
dalam
pembentukan
yang
menghargai
dalam
pluralisme,
dan
pendidikan Islam yang masih bersifat
menunjang
demokratisasi.
kognitif,
selama ini para tenaga pengajar di
harus
dikembangkan
dan
diberi warna dengan pendekatan yang
perguruan
lebih
menekankan
menyentuh
kepada
akar
tinggi
cenderung
Apalagi,
umumnya
ajaran
tidak
hanya
agama
yang
persoalan, sehingga pendidikan Islam
bersifat
mampu memenuhi kebutuhan dasar
1995) sehingga makin membentuk
masyarakat, dan menjawab tantangan-
chauvinisme rasa kebenaran pada
tantangan baru di era multikultural ini.
agamanya
Pada
yang
pendidikan
Islam
tekan
adalah
menyentuh
aspek
budaya
dalam
budaya yang sesungguhnya.
menjadi
era
multikulturalisme
titik
keanekaragaman
kesederajatan. Seperti yang dikatakan
﴾ 54 ﴿
teologis-dogmatis,
sendiri.
(Mujani,
Dampaknya,
menjadi
realitas
kurang
sosial
D. Apakah Makhluk Cultural Approach
itu?
menguraikan
kompleksitas
permasalahan
Yang dimaksud dengan cultural
demikian
tersebut.
pendekatan
Dengan
kebudayaan
approach atau pendekatan kultural
bertujuan untuk meningkatkan tingkat
adalah suatu metode kajian keilmuan
humanitas
dan
mengembangkan sikap dan perilaku
atau
penelitian
yang
menggunakan perspektif kebudayaan
manusia,
atau
humaniora manusia itu sendiri.
dalam menangkap realitas budaya,
Memahami
fenomena
agama
baik yang bersifat kasat mata (faktual)
sebagai fenomena kebudayaan tidak
maupun yang berhubungan dengan
bisa dilepaskan dari fakta empiris yang
fenomena
kebudayaan
membuktikan bahwa agama sering
(Endraswara, 2003:3). Kajian budaya
mengalami kegersangan prinsip dan
merupakan
manusia
paradigma, serta hanya berkutat pada
dalam berbagai aspek; aspek biologis
tataran normatif-formalistik, menjauh
dan budaya manusia, aspek sejarah
dari konteks masyarakat. Bahkan tidak
budaya,
manusia
bagian
jarang agama juga hanya dijadikan
dunia,
baik
individu,
justifikasi atas klaim kebenaran aliran
kelompok, dan kajian budaya secara
atau golongan tertentu. Tentu saja,
holistik (Schusky dan Culbert, 1967:2-
fenomena tersebut menjadi problem
3).
studi
terbesar yang dihadapi masyarakat
kompleksitas
beragama saat ini, tatkala agama
fenomena-fenomena agama. Dalam
mengalami krisis dalam dirinya sendiri.
hal ini agama dapat dipahami sebagai
Agama hadir sebagai dogma dan
suatu sistem kebudayaan (Geertz,
dokumentasi ritual belaka. Sehingga,
1973). Fenomena agama dianggap
agama
kompleks karena terkait dengan unsur
dengan dinamika sosial-masyarakat
sakralitas-transendentalnya,
yang
abstrak
studi
tentang
sebagai
Termasuk
kebudayaan
berhubungan
sebagai
didalam
adalah
langsung
fenomena
agama
(Abdullah,
2005:126)
memahami
dan
fenomena
dan
dengan
tidak
mampu
sedang
berinteraksi
mengalami
multidimensional.
krisis
Konsekuensinya,
sosial.
agama tak mampu memberikan solusi
Untuk
alternatif bagi penyelesaian problem
agama
kemanusiaan. Untuk itulah diperlukan
diperlukan metodologi khusus, yaitu
pemaknaan
pendekatan
dinamis, yang hidup ditengah obyektif
kebudayaan
yang
diharapkan dapat menjelaskan dan
﴾ 55 ﴿
komunitas
agama
manusia
yang
yang
lebih
secara
signifikan
akan
mempengaruhi
timbulnya
interpretasi
aktualisasi
maupun
manusia-manusia
pemeluknya.
tentang penilaian, perbandingan dan
penggolongan
semua
kebudayaan
akan membingungkan secara logika
(Parekh, 2000:173) Dengan demikian,
Setiap kebudayaan atau agama
sekali
kita
memperhitungkan
yang menganggap dirinya yang terbaik
perbedaan kebudayaan, maka kita
dan menekan yang lain dan menolak
akan
kontak dengan yang lain, cenderung
tersedia untuk membuat perbandingan
akan memaksakan dan berkutat pada
antar budaya.
homogenitas
mereka,
mempunyai
sumber
yang
sehingga
Kebudayaan merupakan sebuah
dialog
proses, bukan suatu akhir, karena
dan
suatu proses maka selalu tumbuh dan
Padahal
berkembang. Dalam bahasa Umar
kebudayaan kita merupakan produk
Kayam (1986), kebudayaan dipahami
dari
yang
sebagai “proses upaya masyarakat
berbeda, memuat untaian pemikiran
yang dialektis dalam menjawab setiap
yang
permasalahan dan tantangan yang
mempersempit
wilayah
kebudayaan,
ruang
kemerdekaan
kritis
berpikir.
pengaruh-pengaruh
berbeda
dan
terbuka
untuk
interpretasi yang berbeda (Parekh,
dihadapkan kepadanya”.
2000:168).
konsep perantara perlu digunakan,
Alih-alih
menunjukkan
kehebatan suatu kebudayaan, lebih
yaitu
baik
sebagai
menempatkan
kebudayaan
yang
melihat
pedoman
Untuk
itu
kebudayaan
bagi
kehidupan
sebagai sesuatu yang tidak dapat
yang diyakini kebenarannya oleh para
dibandingkan dan harus dinilai dalam
penganutnya
pengertian
lingkungannya
mereka
sendiri.
Setiap
untuk
memahami
guna
kebudayaan menunjukkan pandangan
memanfaatkannya bagi pemenuhan
yang
kebutuhan-kebutuhan
unik
dan
sangat
kompleks
kehidupannya.
tentang kehidupan yang baik, dan
(Spradley 1972:6) Sebagai pedoman
tidak
bagi kehidupan, kebudayaan berisikan
dapat
diukur
dengan
skala
tunggal. Kebudayaan memiliki dimensi
pengetahuan
estetis, moral, literal, sosial, spiritual
keyakinan,
termasuk
keyakinan-
dn
yang
keyakinan
keagamaan.
Keyakinan-
terlalu
keyakinan
yang
lain-lain.
digunakan
berbeda
Ketika
untuk
untuk
standar
menilai
disederhanakan
menjadi suatu standar umum, ide
﴾ 56 ﴿
dan
keyakinan-
menjadi
patokan
penilaian secara etika, moral, dan
adab
bagi
tindakan-tindakan
para
penganutnya
dalam
pemenuhan
penganut keagamaan tersebut, dan
hidupnya
sebaliknya, kebudayaan tersebut bagi
kebutuhan-kebutuhan
sebagai
manusia.
Keyakinan-
para
penganutnya
adalah
sesuatu
keyakinan keagamaan yang menjadi
yang sakral dan karena itu bercorak
patokan-patokan
tersebut,
menjadi
keagamaan.
membumi
menjadi
nilai-nilai
budaya
atau
bagi
penganutnya
Memahami
agama
sebagai
dan
kebudayaan
menjauh dari teks-teks suci karena
pemahaman
yang bermakna adalah interpretasi dan
mengkaji permasalahan-permasalahan
hasil interpretasi dan bukan teks suci
sosial budaya masyarakat. Pendidikan
tersebut sebagai teks suci. Dalam
Islam
keadaan
memberikan
demikian
itulah
agama,
akan
memberikan
yang
yang
luas
dalam
diharapkan
dapat
kontribusi
dalam
menurut Geertz, sebagai keyakinan
membangun sebuah kekuatan moral
keagamaan, menjadi kebudayaan atau
bagi masyarakat tentu harus berjuang
lebih tepatnya menjadi nilai budaya.
keras dalam mencari pemecahannya.
Clifford
agama
Dalam studi-studi keislaman, materi-
keyakinan-
materi dan kajian keislaman yang
Geertz
merupakan
keyakinan
melihat
sebagai
keagamaan yang
hidup
didapatkan
para
mahasiswa
dalam diri para penganutnya dan yang
cenderung melihat fenomena agama
terwujud
sebagai
dalam
kompleksitas
persoalan
yang
bisa
kehidupan mereka sehari-hari. (Geertz
diselesaikan
1973: 90) Yaitu kehidupan sehari-hari,
pendekatan-pendekatan konvensional
baik yang sakral maupun yang profan.
Perguruan Tinggi Agama Islam yang
Sedangkan yang kudus itu ada dalam
cenderung literal-doktriner. Akibatnya
teks-teks suci agama yang melalui
ketika
proses-proses
permasalahan
pemahaman
interpretasi
sosial
dengan
budaya
masyarakat, minimnya pengetahuan
pedoman bagi keyakinan-keyakinan
tentang pendekatan budaya membuat
keagamaan
dalam
kehidupan
mahasiswa enggan untuk melakukan
penganutnya
sehari-hari.
Dalam
studi dan menggunakan pendekatan
keyakinan-
tersebut dalam kajian dan penelitian
keyakinan
demikian
acuan
berhadapan
dengan
atau
keadaan
dijadikan
untuk
hanya
keagamaan yang
hidup
mereka.
Ironisnya
persoalan
dalam diri para penganutnya adalah
bahkan
sama dengan kebudayaan dari para
perguruan tinggi ini berdiri.
﴾ 57 ﴿
telah
berlangsung
ini
sejak
Sulit
untuk
mencari
kambing
hitam disini, apakah yang keliru adalah
para
dosen
yang
mengajar
lingkungan IAIN khususnya dan umat
Islam pada umumnya.
tidak
Melakukan
kajian
pendidikan
capable dalam bidang tersebut, atau
Islam
kebijakan
dengan
merupakan suatu upaya refleksi dari
kurikulum titipannya, atau kurikulum
sebuah fenomena. Fenomena real
yang tidak mengakomodasi studi-studi
yang
budaya, porsi jam studi yang tidak
bersumber pada diri manusia sebagai
memadai, atau karena tidak adanya
sentral komunitas baik secara individu
program studi yang khusus mengenai
maupun
studi kebudayaan. Menurut pengakuan
permasalahan dalam dunia pendidikan
beberapa
UIN
Islam sangat kompleks, apakah itu
angkatan 2005/2006 alumni IAIN/UIN
persoalan antar iman, antar agama,
Sunan Kalijaga (baik S1 atau S2),
maupun
bahwa mereka memandang cultural
multikulturalisme
approach sebagai makhluk asing di
pendidikan Islam dihadapkan pada
Universitas Islam Negeri ini. Beberapa
banyak
mahasiswa
bagaimana Islam mampu membaur
pemerintah
mahasiswa
dengan
S3
latarbelakang
dengan
pendekatan
terjadi
di
budaya
lapangan,
kolektif.
antar
yang
Permasalahan-
budaya.
ini,
Di
era
tantangan
persoalan,
diantaranya
jurusan syariah dan tarbiyah mengaku
dan
tradisi
perdamaian, kerukunan dan toleransi
melakukan
kebudayaan
pendekatan
sepertinya
belum
di
memberikan
masyakarat.
warna
Pendidikan
bagi
yang
membudaya di kalangan mahasiswa
cenderung
menekankan
karena sebagian besar mereka adalah
normativitas
tanpa
para alumni pondok pesantren yang
aspek historisitas akan menjadikan
tidak
anak didik berada dalam “tempurung
dikenalkan
dengan
bidang
tersebut. Faktanya, mata kuliah-mata
kebenaran”
kuliah
masing-masing.
yang
metodologi
berhubungan
apriori
mereka
Aspek-aspek
yang
menunjang tercapainya tujuan dari
dan
pendidikan Islam, mulai dari dosen,
“Pendekatan dalam Pengkajian Islam”
kurikulum, metode mengajar, sampai
pada jenjang S2 yang saat ini masih
pada metodologi pengajaran harus
diajarkan di semua fakultas ternyata
mulai dibenahi dan patut menjadi
belum mampu mengisi kekurangan
perhatian
serius
yang
pimpinan
lembaga
pada
telah
“Metode
mempedulikan
Studi
Islam”
seperti
dengan
dan
aspek
jenjang
lama
S1
dirasakan
oleh
﴾ 58 ﴿
bagi
pimpinan-
pendidikan
di
Indonesia saat ini. Jika tidak ingin
kumpulan pendekatan studi seperti
dikatakan mahasiswa lulusan PTAI
metodologi penelitian sosial-agama.
buta dengan cultural approach, dan
Pendekatan
tidak peka dengan persoalan sosial
memiliki sedikit kesamaan dengan
kebudayaan masa kini.
pendekatan humaniora, sehingga perlu
Pendidikan Islam, mau tidak mau
harus
mengubah
diperhatikan
memang
beberapa
konteks
yang
kebudayaan, seperti yang dijelaskan
selama ini hanya bersifat doktrinal-
Featherstone (Abdullah, 1999) sebagai
formal-literal
ke
berikut:
pendekatan
kebudayaan
semangat
arah
studi
dan
Pertama,
produksi
dengan
kebudayaan, yaitu budaya sebagai
mencari
nilai-nilai
ciptaan akan melebar ke bidang apa
keagamaan
Islam,
untuk
fundamental
wajahnya
kebudayaan
saja,
sesuai
dengan
apa
yang
diproduksi
oleh
terutama bagi para mahasiswa dan
dibutuhkan
kalangan muda yang memiliki tingkat
masyarakat. Misalnya dalam budaya
resistensi tinggi dalam menghadapi
ekonomi,
modernitas dan era globalisasi saat ini.
mengkonsumsi sesuatu, maka disitu
Pendekatan
dalam
telah terjadi suatu negoisasi budaya
lalu
yang luar biasa. Kedua, socio-genesis
pendidikan
kebudayaan
keislaman
dimaksudkan
sama
untuk
sekali
tidak
menghilangkan
ketika
kebudayaan,
seseorang
dimana
kebudayaan
dan
sangat berhubungan dengan lingkup
metodologi yang selama ini digunakan,
(boundary) yang mengitarinya. Setiap
tapi
dan
wilayah
apa
budaya yang berlainan pula, dan tidak
justru
kajian-kajian
dan
ingin
melengkapi
menyeimbangkannya
sehingga
sosial
akan
memproduksi
yang disebut Amin Abdullah sebagai
jarang
kompleksitas fenomena keagamaan
keterkaitan
dapat
Ketiga, psicho-genesis kebudayaan,
disikapi dan diatasi secara
menyeluruh dan komprehensif.
antar
dan
budaya
memiliki
ketergantungan.
dimana kebudayaan bisa berasal dari
dorongan kejiwaan. Dengan demikian,
E. Desain Penelitian Kebudayaan
Literatur
dengan
tentang
pendekatan
konteks kebudayaan pada dasarnya
metodologi
kebudayaan
sesungguhnya telah banyak ditemukan
di toko-toko buku, baik yang ditulis
secara khusus maupun dalam bentuk
﴾ 59 ﴿
sangatlah
luas,
mencakup
seluruh
aspek kehidupan manusia, termasuk
agama.
Pada penelitian yang menggunakan
pendekatan kebudayaan, fenomena
kebudayaan
yang
ditangkap
masalah untuk kemudian diolah dan
biasanya berupa kasus-kasus unik
dimaknai.
yang lebih mudah didekati dengan
Dalam
penelitian
kualitatif.
pengumpulan
data,
Penelitian
peneliti sebagai instrumen pengumpul
menggunakan metode ini karena
data, mengikuti asumsi kultural, dan
beberapa
mengikuti data. Disini peneliti harus
pertimbangan;
menyesuaikan
metode
lebih
bila
mudah
dengan
kenyataan
metode
ini
a)
kualitatif
fleksibel
dan
reflektif
sekaligus
berhadapan
mengambil jarak dengan obyek. Dalam
ganda,
beberapa teknik pengumpulan data,
menyajikan
b)
secara
terkadang
juga
digunakan
metode
langsung hakekat hubungan antara
yang mengambil dan mendeskripsikan
peneliti
fakta lapangan sebagaimana adanya.
dan
informan,
dan
c)
metode ini lebih peka dan lebih
Melalui
dapat menyesuaikan diri dengan
mendalam (indept-interview) Peneliti
banyak
dapat terlibat langsung dengan obyek
penajaman
pengaruh
observasi
dan
bersama dan terhadap pola-pola
penelitian
nilai
atau pengamatan dilakukan secara
yang
dihadapi.
(Moleong,
(partisipant
wawancara
2002) Karena analisa kualitatitif
murni,
lebih menekankan kepada data,
mengamati
(Suparyogo,
dengan
2001)
menyederhanakan
maka
untuk
seluruh
data
dalam
arti
tanpa
observation)
peneliti
hanya
melibatkan
aktifitas kebudayaan
diri
yang
berlangsung (Abdullah, 2002) Namun
yang terkumpul sehingga dapat
demikian
disajikan
menafsirkan fenomena budaya yang
dalam
suatu
susunan
peneliti
tetap
dapat
yang sistematis, maka dilakukan
ditemukan,
proses
dan
memanipulasi dan mengontrolnya, dan
pengurutan data ke dalam pola,
lebih menekankan logic in action.
kategori dan satuan uraian dasar
Sementara
sehingga dapat ditemukan tema
dengan pihak yang dipandang memiliki
dan dapat dirumuskan hipotesis
kapasitas untuk memberikan informasi
kerja seperti yang disarankan oleh
mengenai fakta kebudayaan.
pengorganisasian
data. Data yang masuk akan dipilih
tanpa
wawancara
berusaha
dilakukan
Perspektif yang digunakan dalam
dan dipilah berdasarkan sub-sub
pendekatan
pokok bahasan dalam rumusan
cukup beragam. Pada model dan teori
kebudayaan
biasanya
klasik, penelitian kebudayaan biasanya
﴾ 60 ﴿
mengunakan beberapa teori seperti
kebudayaan tersebut. Pendekatan
evolusionisme,
kultural biasanya lebih memilih studi
difusi
fungsionalisme
kebudayaan,
kebudayaan
dan
lapangan
dalam
model
fungsionalisme struktural. Teori-teori
penelitiannya.
modern dalam penelitian kebudayaan
kasus dalam penelitian biasanya
banyak
lebih
menggunakan
strukturalisme,
etnosains
tafsir
dan
teori
Pemilihan
menarik
karena
studi
peneliti
kebudayaan,
memasuki wilayah yang unik dan
etnometodolgi.
menantang. Memang akan menjadi
Sementara teori-teori postmodernisme
sedikit
dan
mahasiswa yang terbiasa duduk di
postkolonial
penelitian
kendala
bagi
para
kebudayaan menyangkut dasar-dasar
meja
postmodernisme,
kajian
penelitian, artinya pendekatan yang
of
context,
mereka gunakan cenderung kepada
dan
kajian
penelitian pustaka. Atau karena
teori-teori
(pluralitas
makna,
out
langkah
kajian),
postkolonialisme (Endraswara, 2003)
biaya
F. Darimana Memulainya?
Dibawah ini ditawarkan beberapa
orientasi yang dapat menjadi prioritas
dan
penekanan
langkah-langkah
dalam
mengambil
konkrit
bagi
penerapan cultural approach sebagai
metodologi keilmuan dalam pendidikan
tulis
yang
dalam
melakukan
terbatas,
mahasiswa
UIN
sebagai
mahasiswa
kelas
kebawah.
Namun
menengah
dikenal
karena
umum
demikian bukan berarti mahasiswa
harus mengurungkan niatnya dalam
melakukan penelitian sosial-budaya
tersebut karena obyek penelitian
dapat ditemukan disekitar kampus
mereka, bahkan dilingkungan kost
Islam kontemporer, yaitu:
mereka sendiri. Sebagai contoh,
bagaimana kasus orang tua beda
1. Orientasi Mahasiswa
agama
Pendidikan
Islam
yang
menggunakan pendekatan kultural
sebagai metodologi keilmuan, dapat
menjabarkannya
kepada
seluruh
kependidikan
menyangkut
dengan
Islam
ketiga
melihat
persoalan
yang
konteks
﴾ 61 ﴿
pendidikan
dalam
agama
menentukan
bagi
anak-
anaknya, atau bagaimana efektifitas
pendidikan agama di sekolah bagi
pencegahan penyimpangan seksual
anak-anak jalanan di Yogyakarta.
2. Orientasi Pengajar
motivasi bagi para pengajar dalam
Model pengajaran dan bahan ajar
yang diberikan oleh para dosen
melakukan
penelitian-penelitian
yang serupa.
seharusnya lebih variatif sehingga
memberikan
tawaran
kepada
mahasiswa
untuk
memilih
pendekatan dalam penelitiannya,
dalam hal ini dari pendekatan teks
menuju
pendekatan
konteks
(empiris). Para dosen juga harus
membekali
diri
mereka
informasi-informasi
dengan
aktual
permasalahan
dari
masyarakat
kontemporer,
berikut
teori-teori
kebudayaan mulai dari yang klasik,
modern
sampai
post-kolonial,
sehingga
ketika
memberikan
wawasan
pendekatan
kepada
terutama
dalam
mahasiswa,
pendekatan
kebudayaan,
diharapkan
dapat
keinginan
dan
mahasiswa
menggugah
dorongan
untuk
bagi
melakukan
penelitian yang dimaksud. Para
pengajar
juga
perlu
diberikan
tambahan
pengetahun
secara
terstruktur
baik
bentuk
dalam
seminar, lokakarya atau pelatihan
mengenai
teori
dan
metodologi
dengan
aplikasi
pendekatan
kultural.
Lebih
menarik
jika
diadakan
suatu
kompetisi
dan
penghargaan
kebudayaan
dalam
untuk
penelitian
memberikan
﴾ 62 ﴿
3. Orientasi Pimpinan PT dan
Kurikulum
Tampaknya belum ada tanda-tanda
Perguruan
Tinggi
Islam
Negeri
seperti UIN Sunan Kalijaga untuk
membuka fakultas khusus yang
mengakomodir
masalah
kebudayaan seperti Program Studi
Ilmu
Budaya.
karena
Namun
fokus
tulisan
pendidikan
demikian
ini
Islam
pada
secara
keseluruhan, kalaupun belum ada
rencana
ke
arah
pembentukan
fakultas atau program studi baru,
maka paling tidak muatan kurikulum
yang
mengenalkan
mahasiswa
kepada metodologi keilmuan seperti
mata kuliah Metode Studi Islam
(S1),
atau
Pengkajian
Pendekatan
Islam
(S2)
Dalam
dapat
diperbanyak sistem kredit semester
(sks) nya. Hal ini dimaksudkan agar
mahasiswa betul-betul yakin dan
menguasai teori yang akan mereka
gunakan dalam penelitian-penelitian
mereka dan lebih jeli dalam melihat
fenomena
sosial-budaya
di
lapangan. Pada orientasi kurikulum
ini,
pimpinan
seharusnya
lebih
lembaga
PTAI
berani
dalam
membuat
kebijakan
kampus,
karena
pemerintah
internal
dengan
persoalan kontekstual yang terjadi di
kebijakan
masyarakat.
kurikulum
sepakat dengan Clifford Geertz yang
Dalam
hal
ini
saya
titipannya terbukti menjadi salah
menekankan
satu
menegaskan sesuatu, jika agama tidak
penyebab
timpangnya
bahwa
agama
harus
pembidangan ilmu dan porsi cultural
mau
approach
metodologi
praktik-praktik yang hampa makna dan
keilmuan di lingkungan perguruan
sentimen-sentimen konvensional yang
tinggi Islam.
menjadi rujukan moralisme, walaupun
sebagai
disebut
sebagai
kumpulan
faktanya masih sebatas komoditas dan
G. Kesimpulan
bahan pembicaraan.
Sangat
Hingga saat ini, pendidikan Islam
masih
menghadapi
problem
yang
mendasar, diantaranya adalah seputar
penggunaan
pendekatan
sebagai
metodologi keilmuan. Jika problem
tersebut
tidak
segera
ditanggapi
secara serius dan berkelanjutan, maka
peran
pendidikan
Islam
akan
kehilangan daya tariknya. Idealnya,
pendekatan-pendekatan
yang
digunakan sebagai metodologi dalam
pendidikan Islam diakomodir secara
integral,
baik
melalui
pendekatan
historis, psikologis, sosiologis, kultural
maupun estetik. Dalam pendekatan
kultural, pendidikan Islam diarahkan
pada
persoalan
autentitas
dan
perubahan budaya yang berkembang
dimasyarakat. Diharapkan pendekatan
ini akan membantu mahasiswa untuk
memahami baik tradisi-tradisi yang
pernah terjadi, berikut dengan segala
karakteristiknya, maupun persoalan-
﴾ 63 ﴿
disayangkan
jika
kecendrungan di kalangan lembagalembaga pendidikan Islam sekarang
ini, lebih menekankan proses teaching,
proses pengajaran ketimbang proses
learning, proses pendidikan. Dengan
demikian proses pengajaran, hanya
mengisi
aspek
kognitif
dan
tidak
membentuk pribadi dan watak. Untuk
itu diperlukan rekonstruksi perumusan
kembali
makna
pendidikan.
Seharusnya proses pendidikan Islam
yang kita tempuh lebih menggunakan
term ta’dib ketimbang tarbiyah, karena
ta’dib
lebih
mengarah
kepada
inkulturasi, proses pembudayaan, tidak
sekedar proses intelektualisasi. Melalui
proses ta’dib maka akan muncul dari
sistem pendidikan manusia yang betulbetul
berbudaya,
berkarakter
dan
berakhlak. Untuk masuk ke dalam
wilayah
penerimaan
pengembangan
kultural
yang
sikap
sadar
terhadap perubahan, maka melalui
Landasan Teoritis Gerakan Sosial
pendekatan kultural, diharapkan akan
Menurut Pierre Bourdieu”, dalam
melahirkan sistem pendidikan yang
Majalah Basis Nomor 11-12/Tahun
lebih berorientasi ke masa depan
ke-52. Yogyakarta : Kanisius.
(future oriented), menuju transformasi
sosial
yang
humanis
Kayam,
dan
Umar.
1986.
Tentang
Pembudayaan Koperasi, makalah
transendental.
untuk
"Seminar
Menggali
Nilai
Budaya Bangsa", Yogyakarta.
Ma’arif, Ahmad Syafii (et. al). 2001. Tulus
H. Daftar Pustaka
Seperti Merpati, Cerdik Seperti Ular.
Abdullah, Amin. Problem EpistemologiMetodologis
Pendidikan
Dalam Abd. Munir Mulkhan, et.al.,
Religiusitas
Pustaka
Iptek.
Yogyakarta
Pelajar.2005
Multikultural:
“Interest
Yogyakarta : Kanisius.
Islam.
Moloeong, Lexy. 2002.
Metodologi
Penelitian
Bandung
:
Gerakan
Minimalization”
Muhaimin, et.al. 2002.
Pendidikan
dalam
Yaqin,
Multikultural,
Pendidikan
Muhaimin.
untuk
Agama
Era
Tema-tema
Islam
di
Pokok
Tengah
Surabaya :
“National
Parekh, Bhikhu. 1997.
Culture and Multiculturalism”, dalam
Kenneth Thomson (ed.), Media and
PSAP.
Abdullah, Irwan. 2002 Metode
Cultural Regulation, London : Sage
Penelitian
Publications.
Kualitatif, Hand out, Yogyakarta :
2000. Rethinking Multiculturalism:
Magister Administrasi Publik UGM.
Cultural
Endraswara, Suwardi. 2003 Metodologi
Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation
Political
Schusky, Ernest, L dan T Patrick Culbert.
1967.
of Culture. New York : Basic Book.
Budaya
and
University Press, 2000.
: Gadjah Mada University Press.
2003.
Diversity
Theory, Cambridge, Mass : Harvard
Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta
Kepalsuan
:
Karya Abditama.
Multikultural-Multireligius. Jakarta :
Haryatmoko.
Bandung
Transformasi Sosial.
Demokrasi
dan Keadilan, Yogyakarta: Pilar,
2005.Pendidikan
Islam.
1999.
Dakwah
Cross-Cultural
Understanding
Paradigma
Remaja Rosdakarya.
Meredakan Konflik Sosial, dalam M.
Ainul
:
Remaja Rosdakarya.
Kesadaran
Sebuah
Kualitatif,
“Menyingkap
Penguasa:
﴾ 64 ﴿
Introducing Cultural. New
Jersey : Prentice-Hall, Inc,
Englewood Cliffs.
Spradley, J. 1972. Foundations of Cultural
Knowledge, in Spradley, P (ed),
Culture
and
Cognition:
rules,
maps, and plans. San Francisco:
Chandler Publishing Co.
﴾ 65 ﴿
KEILMUAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM KONTEMPORER
Samsul Hidayat
Abstrak
Dalam pendekatan kultural, pendidikan Islam diarahkan pada persoalan autentitas dan
perubahan budaya yang berkembang dimasyarakat. Diharapkan pendekatan ini akan
membantu mahasiswa untuk memahami baik tradisi-tradisi yang pernah terjadi, berikut
dengan segala karakteristiknya, maupun persoalan-persoalan kontekstual yang terjadi di
masyarakat. Untuk masuk ke dalam wilayah pengembangan sikap penerimaan kultural
yang sadar terhadap perubahan, maka melalui pendekatan kultural, diharapkan akan
melahirkan sistem pendidikan yang lebih berorientasi ke masa depan (future oriented),
menuju transformasi sosial yang humanis dan transcendental. Pendidikan Islam, mau
tidak mau harus mengubah wajahnya yang selama ini hanya bersifat doktrinal-formalliteral ke arah studi dan pendekatan kebudayaan dengan semangat untuk mencari nilainilai fundamental keagamaan Islam, terutama bagi para mahasiswa dan kalangan muda
yang memiliki tingkat resistensi tinggi dalam menghadapi modernitas dan era globalisasi
saat ini.
Kata Kunci: sosial, budaya, kultur, agama
A. Pendahuluan
yang
Satu hal yang patut disyukuri
bahwa
dengan
pengembangan
Perguruan Tinggi Agama Islam seperti
IAIN/STAIN menjadi UIN di Indonesia,
maka paradigma yang dibangun dalam
pengembangan
pendidikan
Islam
mulai bergeser dari pendidikan yang
semula
hanya
menonjolkan
peningkatan itba’ syariat Allah dimana
studi Islam dijabarkan dalam skala
yang sempit, menuju itba’ sunnatullah
﴾ 51 ﴿
didalamnya
mengakomodir
natural sciences, social sciences dan
humaniora (Muhaimin, 1999). Selama
ini, apa dan bagaimana konsep dan
wawasan serta prinsip kependidikan
Islam tidak begitu dipermasalahkan.
Namun,
begitu
sistem
kehidupan
sosial budaya dan peradaban umat
Islam mengalami kemandekan dan
kemunduran
serta
menghadapi
tantangan
sosial
dan
dampak
tidak
mampu
perubahan
globalisasi
di
masyakarat maka hal tersebut mulai
segenap persoalan kulturalnya. Dalam
dipertanyakan kembali.
keadaan demikian, masyarakat masih
Walaupun
paradigma
yang
menunggu-nunggu
kontribusi
dan
dibangun telah bergeser, namun kajian
peran yang disumbangkan oleh PTAIN
kependidikan Islam selama ini masih
seperti UIN, baik secara moral maupun
terkonsentrasi pada persoalan teoritis
kultural dalam menghadapi persoalan
keagamaan
tersebut.
yang
semata,
bersifat
sementara
kognitif
metodologi
Tulisan
ini
diharapkan
dapat
keilmuan yang digunakan tak kunjung
memberikan kontribusi yang berarti
berubah antara pra dan post era
bagi
modernitas yang kebanyakan lebih
pentingnya
menitikberatkan
aspek
kebudayaan dalam pendidikan Islam.
(Abdullah,
Selain itu juga dimaksudkan agar
pada
korespondensi-tekstual
penyegaran
kembali
penerapan
1998:49-65). Kajian-kajian kontekstual
berguna
dalam
yang bersifat empiris seperti dengan
pemikiran
pendidikan
pendekatan
sekaligus
kultural
justru
masih
sangat minim dan belum membudaya.
bentuk
Metodologi
tidak
pendidikan
kunjung
berubah
pada
penyimpangan
prilaku
maraknya
isu
kejahatan kerah putih, premanisme,
konsumsi barang-barang terlarang dan
pertanyaan kritis,
sebuah
apakah kegiatan
pendidikan Islam mampu berdialog
dan
berinteraksi
dengan
pendekatan
B. Permasalahan Akademik
perkelahian pelajar, tindak kekerasan,
Menjadi
desain
kontemporer.
fenomena-fenomena
mengarah
sebagainya.
atau
kebudayaan dalam pendidikan Islam
dalam
seperti
perencanaan
dalam
dulu
yang
masyarakat
diaktualisasikan
yang
dari
Islam
sosial-kebudayaan
Islam
penelitian
lembaga
mengantisipasi
pengembangan
yang
mampunya
pendidikan
pendekatan
Islam
sampai sekarang ini berakibat pada
kurang
pada
dengan
perkembangan zaman modern dengan
﴾ 52 ﴿
Permasalahan utama dari kajian
ini adalah mengapa cultural approach
sebagai metodologi keilmuan dalam
pendidikan Islam kontemporer belum
membudaya dilingkungan PTAI, dan
bagaimana
bentuk
pendekatan
tersebut
perguruan
tingga
penerapan
di
lembaga
agama
Sehingga
hal
ini
menarik
dicermati
dan
dirumuskan
Islam?.
untuk
dalam
identifikasi masalah sebagai berikut:
apa
yang
dimaksud
dengan
pendidikan Islam, apakah makhluk
dan teori pendidikan Islam; dan 3)
cultural approach itu? apa urgensinya?
kajian metodologis pendidikan Islam.
bagaimana proses timbal balik antara
Kegiatan-kegiatan
pendekatan
dasarnya
tersebut
dengan
pendidikan
pada
concern
pada
sangat
kebutuhan masyarakat? dan dari mana
persoalan operasional, jadi sangatlah
memulai
idealis dan utopis jika kajian yang
menerapkan
pendekatan
kultural ini dilingkungan akademik?
dilakukan
hanya
persoalan
C. Pendidikan Islam dan Pola
Kajiannya
berkutat
fondasional
Kelemahan
dari
kajian
pada
filosofis.
pendidikan
Islam seperti ini bisa juga terjadi
Istilah pendidikan Islam secara
sebaliknya, dimana penelitian sangat
sederhana dapat dipahami sebagai
kaya
pendidikan yang dikembangkan dari
namun lepas dari konsep fundasional
nilai-nilai
atau dimensi teoritiknya (Muhaimin,
yang
terkandung
dalam
sumber dasar ajaran Islam, al-Quran
ini
dipahami
sebagai
praktik/operasional
2002:v-vi).
Pendidikan
dan al-Hadist. Pendidikan Islam dalam
pengertian
dengan
adalah
hal
yang
tumbuh dan berkembang bersama-
pemikiran dan teori-teori pendidikan
sama
yang dibangun dan mendasarkan diri
perkembangan masyarakat, bahkan
pada
merupakan
sumber
dasarnya.
Dalam
dengan
pertumbuhan
media
transmisi
dan
dan
realitasnya, pendidikan Islam tersebut
transformasi
sistem
dan
dibangun dalam suatu visi; pemikiran,
kehidupan
sosial
budaya
teori dan praktek penyelenggaraannya
peradaban masyarakatnya. Demikian
mempertimbangkan pengalaman dan
pula pendidikan Islam, telah tumbuh
khazanah intelektual muslim klasik
dan
serta mencermati situasi sosio-historis
dengan
dan kultural masyarakat kontemporer
perkembangan sistem dan nilai-nilai
(Muhaimin, 2002:29).
kehidupan
Literatur-literatur yang tersedia
berkembang
sosial
peradaban
kajian
sebagai
memfokuskan
diri
pada
Islam
beberapa
dan
dan
sepanjang
telah
media
transformasinya
dan
budaya
Islam
sejarahnya,
dan
bersama-sama
pertumbuhan
selama ini menunjukkan bahwa pola
kependidikan
nilai-nilai
berfungsi
transmisi
secara
dan
efektif.
kategori; 1) kajian-kajian sosio-historis
Lemahnya pendidikan Islam dalam
pendidikan Islam; 2) kajian pemikiran
melirik
﴾ 53 ﴿
fenomena
sosial-agama
dengan
kacamata
merupakan
kebudayaan
sebuah
Bhikhu
Parekh
(1997:167),
problema
multikulturalisme merupakan ideologi
mendasar yang perlu segera dicarikan
yang mengakui dan mengagungkan
solusinya
perbedaan dalam kesederajatan, baik
sehingga
tantangan
perubahan sosial yang begitu cepat
secara
dapat
kebudayaan.
dihadapi
Pendidikan
dengan
Islam
baik.
harus
individual
maupun
secara
Pendidikan
sendiri
mampu
merupakan basis atau dasar untuk
menjembatani persoalan perubahan
menciptakan SDM dan pembentukan
sikap dan gaya hidup masyarakat yang
karakter
semakin
dan
merupakan
pintu
kebutuhan
penerapan
nilai-nilai
moralitas dan mentalitas keagamaan
(Abdullah,
2005:xix).
masyarakat
Disini
sebagaimana ditegaskan Ahmad Syafii
gaya hidup mencakup keseluruhan
Ma'arif (2001), sesungguhnya juga
selera,
wahana
hedonis,
eksploitatif
konsumtif,
dengan
yang
memadai.
kepercayaan
dan
praktik
suatu
paling
bangsa,
dan
masuk
bagi
multikulturalis
Pendidikan,
efektif
sistematis yang menjadi ciri suatu
internalisasi
kelas, termasuk didalamnya adalah
pluralisme, dan inklusivisme.
opini
politik,
keyakinan
filosofis,
nilai-nilai
Pendidikan
keyakinan moral, selera estetis dan
memang
juga
kontribusinya
makanan,
pakaian,
budaya
(Haryatmoko, 2003).
masyarakat
Pendekatan-pendekatan
demokrasi,
Islam
kurang
untuk
bisa
selama
ini
diharapkan
dalam
pembentukan
yang
menghargai
dalam
pluralisme,
dan
pendidikan Islam yang masih bersifat
menunjang
demokratisasi.
kognitif,
selama ini para tenaga pengajar di
harus
dikembangkan
dan
diberi warna dengan pendekatan yang
perguruan
lebih
menekankan
menyentuh
kepada
akar
tinggi
cenderung
Apalagi,
umumnya
ajaran
tidak
hanya
agama
yang
persoalan, sehingga pendidikan Islam
bersifat
mampu memenuhi kebutuhan dasar
1995) sehingga makin membentuk
masyarakat, dan menjawab tantangan-
chauvinisme rasa kebenaran pada
tantangan baru di era multikultural ini.
agamanya
Pada
yang
pendidikan
Islam
tekan
adalah
menyentuh
aspek
budaya
dalam
budaya yang sesungguhnya.
menjadi
era
multikulturalisme
titik
keanekaragaman
kesederajatan. Seperti yang dikatakan
﴾ 54 ﴿
teologis-dogmatis,
sendiri.
(Mujani,
Dampaknya,
menjadi
realitas
kurang
sosial
D. Apakah Makhluk Cultural Approach
itu?
menguraikan
kompleksitas
permasalahan
Yang dimaksud dengan cultural
demikian
tersebut.
pendekatan
Dengan
kebudayaan
approach atau pendekatan kultural
bertujuan untuk meningkatkan tingkat
adalah suatu metode kajian keilmuan
humanitas
dan
mengembangkan sikap dan perilaku
atau
penelitian
yang
menggunakan perspektif kebudayaan
manusia,
atau
humaniora manusia itu sendiri.
dalam menangkap realitas budaya,
Memahami
fenomena
agama
baik yang bersifat kasat mata (faktual)
sebagai fenomena kebudayaan tidak
maupun yang berhubungan dengan
bisa dilepaskan dari fakta empiris yang
fenomena
kebudayaan
membuktikan bahwa agama sering
(Endraswara, 2003:3). Kajian budaya
mengalami kegersangan prinsip dan
merupakan
manusia
paradigma, serta hanya berkutat pada
dalam berbagai aspek; aspek biologis
tataran normatif-formalistik, menjauh
dan budaya manusia, aspek sejarah
dari konteks masyarakat. Bahkan tidak
budaya,
manusia
bagian
jarang agama juga hanya dijadikan
dunia,
baik
individu,
justifikasi atas klaim kebenaran aliran
kelompok, dan kajian budaya secara
atau golongan tertentu. Tentu saja,
holistik (Schusky dan Culbert, 1967:2-
fenomena tersebut menjadi problem
3).
studi
terbesar yang dihadapi masyarakat
kompleksitas
beragama saat ini, tatkala agama
fenomena-fenomena agama. Dalam
mengalami krisis dalam dirinya sendiri.
hal ini agama dapat dipahami sebagai
Agama hadir sebagai dogma dan
suatu sistem kebudayaan (Geertz,
dokumentasi ritual belaka. Sehingga,
1973). Fenomena agama dianggap
agama
kompleks karena terkait dengan unsur
dengan dinamika sosial-masyarakat
sakralitas-transendentalnya,
yang
abstrak
studi
tentang
sebagai
Termasuk
kebudayaan
berhubungan
sebagai
didalam
adalah
langsung
fenomena
agama
(Abdullah,
2005:126)
memahami
dan
fenomena
dan
dengan
tidak
mampu
sedang
berinteraksi
mengalami
multidimensional.
krisis
Konsekuensinya,
sosial.
agama tak mampu memberikan solusi
Untuk
alternatif bagi penyelesaian problem
agama
kemanusiaan. Untuk itulah diperlukan
diperlukan metodologi khusus, yaitu
pemaknaan
pendekatan
dinamis, yang hidup ditengah obyektif
kebudayaan
yang
diharapkan dapat menjelaskan dan
﴾ 55 ﴿
komunitas
agama
manusia
yang
yang
lebih
secara
signifikan
akan
mempengaruhi
timbulnya
interpretasi
aktualisasi
maupun
manusia-manusia
pemeluknya.
tentang penilaian, perbandingan dan
penggolongan
semua
kebudayaan
akan membingungkan secara logika
(Parekh, 2000:173) Dengan demikian,
Setiap kebudayaan atau agama
sekali
kita
memperhitungkan
yang menganggap dirinya yang terbaik
perbedaan kebudayaan, maka kita
dan menekan yang lain dan menolak
akan
kontak dengan yang lain, cenderung
tersedia untuk membuat perbandingan
akan memaksakan dan berkutat pada
antar budaya.
homogenitas
mereka,
mempunyai
sumber
yang
sehingga
Kebudayaan merupakan sebuah
dialog
proses, bukan suatu akhir, karena
dan
suatu proses maka selalu tumbuh dan
Padahal
berkembang. Dalam bahasa Umar
kebudayaan kita merupakan produk
Kayam (1986), kebudayaan dipahami
dari
yang
sebagai “proses upaya masyarakat
berbeda, memuat untaian pemikiran
yang dialektis dalam menjawab setiap
yang
permasalahan dan tantangan yang
mempersempit
wilayah
kebudayaan,
ruang
kemerdekaan
kritis
berpikir.
pengaruh-pengaruh
berbeda
dan
terbuka
untuk
interpretasi yang berbeda (Parekh,
dihadapkan kepadanya”.
2000:168).
konsep perantara perlu digunakan,
Alih-alih
menunjukkan
kehebatan suatu kebudayaan, lebih
yaitu
baik
sebagai
menempatkan
kebudayaan
yang
melihat
pedoman
Untuk
itu
kebudayaan
bagi
kehidupan
sebagai sesuatu yang tidak dapat
yang diyakini kebenarannya oleh para
dibandingkan dan harus dinilai dalam
penganutnya
pengertian
lingkungannya
mereka
sendiri.
Setiap
untuk
memahami
guna
kebudayaan menunjukkan pandangan
memanfaatkannya bagi pemenuhan
yang
kebutuhan-kebutuhan
unik
dan
sangat
kompleks
kehidupannya.
tentang kehidupan yang baik, dan
(Spradley 1972:6) Sebagai pedoman
tidak
bagi kehidupan, kebudayaan berisikan
dapat
diukur
dengan
skala
tunggal. Kebudayaan memiliki dimensi
pengetahuan
estetis, moral, literal, sosial, spiritual
keyakinan,
termasuk
keyakinan-
dn
yang
keyakinan
keagamaan.
Keyakinan-
terlalu
keyakinan
yang
lain-lain.
digunakan
berbeda
Ketika
untuk
untuk
standar
menilai
disederhanakan
menjadi suatu standar umum, ide
﴾ 56 ﴿
dan
keyakinan-
menjadi
patokan
penilaian secara etika, moral, dan
adab
bagi
tindakan-tindakan
para
penganutnya
dalam
pemenuhan
penganut keagamaan tersebut, dan
hidupnya
sebaliknya, kebudayaan tersebut bagi
kebutuhan-kebutuhan
sebagai
manusia.
Keyakinan-
para
penganutnya
adalah
sesuatu
keyakinan keagamaan yang menjadi
yang sakral dan karena itu bercorak
patokan-patokan
tersebut,
menjadi
keagamaan.
membumi
menjadi
nilai-nilai
budaya
atau
bagi
penganutnya
Memahami
agama
sebagai
dan
kebudayaan
menjauh dari teks-teks suci karena
pemahaman
yang bermakna adalah interpretasi dan
mengkaji permasalahan-permasalahan
hasil interpretasi dan bukan teks suci
sosial budaya masyarakat. Pendidikan
tersebut sebagai teks suci. Dalam
Islam
keadaan
memberikan
demikian
itulah
agama,
akan
memberikan
yang
yang
luas
dalam
diharapkan
dapat
kontribusi
dalam
menurut Geertz, sebagai keyakinan
membangun sebuah kekuatan moral
keagamaan, menjadi kebudayaan atau
bagi masyarakat tentu harus berjuang
lebih tepatnya menjadi nilai budaya.
keras dalam mencari pemecahannya.
Clifford
agama
Dalam studi-studi keislaman, materi-
keyakinan-
materi dan kajian keislaman yang
Geertz
merupakan
keyakinan
melihat
sebagai
keagamaan yang
hidup
didapatkan
para
mahasiswa
dalam diri para penganutnya dan yang
cenderung melihat fenomena agama
terwujud
sebagai
dalam
kompleksitas
persoalan
yang
bisa
kehidupan mereka sehari-hari. (Geertz
diselesaikan
1973: 90) Yaitu kehidupan sehari-hari,
pendekatan-pendekatan konvensional
baik yang sakral maupun yang profan.
Perguruan Tinggi Agama Islam yang
Sedangkan yang kudus itu ada dalam
cenderung literal-doktriner. Akibatnya
teks-teks suci agama yang melalui
ketika
proses-proses
permasalahan
pemahaman
interpretasi
sosial
dengan
budaya
masyarakat, minimnya pengetahuan
pedoman bagi keyakinan-keyakinan
tentang pendekatan budaya membuat
keagamaan
dalam
kehidupan
mahasiswa enggan untuk melakukan
penganutnya
sehari-hari.
Dalam
studi dan menggunakan pendekatan
keyakinan-
tersebut dalam kajian dan penelitian
keyakinan
demikian
acuan
berhadapan
dengan
atau
keadaan
dijadikan
untuk
hanya
keagamaan yang
hidup
mereka.
Ironisnya
persoalan
dalam diri para penganutnya adalah
bahkan
sama dengan kebudayaan dari para
perguruan tinggi ini berdiri.
﴾ 57 ﴿
telah
berlangsung
ini
sejak
Sulit
untuk
mencari
kambing
hitam disini, apakah yang keliru adalah
para
dosen
yang
mengajar
lingkungan IAIN khususnya dan umat
Islam pada umumnya.
tidak
Melakukan
kajian
pendidikan
capable dalam bidang tersebut, atau
Islam
kebijakan
dengan
merupakan suatu upaya refleksi dari
kurikulum titipannya, atau kurikulum
sebuah fenomena. Fenomena real
yang tidak mengakomodasi studi-studi
yang
budaya, porsi jam studi yang tidak
bersumber pada diri manusia sebagai
memadai, atau karena tidak adanya
sentral komunitas baik secara individu
program studi yang khusus mengenai
maupun
studi kebudayaan. Menurut pengakuan
permasalahan dalam dunia pendidikan
beberapa
UIN
Islam sangat kompleks, apakah itu
angkatan 2005/2006 alumni IAIN/UIN
persoalan antar iman, antar agama,
Sunan Kalijaga (baik S1 atau S2),
maupun
bahwa mereka memandang cultural
multikulturalisme
approach sebagai makhluk asing di
pendidikan Islam dihadapkan pada
Universitas Islam Negeri ini. Beberapa
banyak
mahasiswa
bagaimana Islam mampu membaur
pemerintah
mahasiswa
dengan
S3
latarbelakang
dengan
pendekatan
terjadi
di
budaya
lapangan,
kolektif.
antar
yang
Permasalahan-
budaya.
ini,
Di
era
tantangan
persoalan,
diantaranya
jurusan syariah dan tarbiyah mengaku
dan
tradisi
perdamaian, kerukunan dan toleransi
melakukan
kebudayaan
pendekatan
sepertinya
belum
di
memberikan
masyakarat.
warna
Pendidikan
bagi
yang
membudaya di kalangan mahasiswa
cenderung
menekankan
karena sebagian besar mereka adalah
normativitas
tanpa
para alumni pondok pesantren yang
aspek historisitas akan menjadikan
tidak
anak didik berada dalam “tempurung
dikenalkan
dengan
bidang
tersebut. Faktanya, mata kuliah-mata
kebenaran”
kuliah
masing-masing.
yang
metodologi
berhubungan
apriori
mereka
Aspek-aspek
yang
menunjang tercapainya tujuan dari
dan
pendidikan Islam, mulai dari dosen,
“Pendekatan dalam Pengkajian Islam”
kurikulum, metode mengajar, sampai
pada jenjang S2 yang saat ini masih
pada metodologi pengajaran harus
diajarkan di semua fakultas ternyata
mulai dibenahi dan patut menjadi
belum mampu mengisi kekurangan
perhatian
serius
yang
pimpinan
lembaga
pada
telah
“Metode
mempedulikan
Studi
Islam”
seperti
dengan
dan
aspek
jenjang
lama
S1
dirasakan
oleh
﴾ 58 ﴿
bagi
pimpinan-
pendidikan
di
Indonesia saat ini. Jika tidak ingin
kumpulan pendekatan studi seperti
dikatakan mahasiswa lulusan PTAI
metodologi penelitian sosial-agama.
buta dengan cultural approach, dan
Pendekatan
tidak peka dengan persoalan sosial
memiliki sedikit kesamaan dengan
kebudayaan masa kini.
pendekatan humaniora, sehingga perlu
Pendidikan Islam, mau tidak mau
harus
mengubah
diperhatikan
memang
beberapa
konteks
yang
kebudayaan, seperti yang dijelaskan
selama ini hanya bersifat doktrinal-
Featherstone (Abdullah, 1999) sebagai
formal-literal
ke
berikut:
pendekatan
kebudayaan
semangat
arah
studi
dan
Pertama,
produksi
dengan
kebudayaan, yaitu budaya sebagai
mencari
nilai-nilai
ciptaan akan melebar ke bidang apa
keagamaan
Islam,
untuk
fundamental
wajahnya
kebudayaan
saja,
sesuai
dengan
apa
yang
diproduksi
oleh
terutama bagi para mahasiswa dan
dibutuhkan
kalangan muda yang memiliki tingkat
masyarakat. Misalnya dalam budaya
resistensi tinggi dalam menghadapi
ekonomi,
modernitas dan era globalisasi saat ini.
mengkonsumsi sesuatu, maka disitu
Pendekatan
dalam
telah terjadi suatu negoisasi budaya
lalu
yang luar biasa. Kedua, socio-genesis
pendidikan
kebudayaan
keislaman
dimaksudkan
sama
untuk
sekali
tidak
menghilangkan
ketika
kebudayaan,
seseorang
dimana
kebudayaan
dan
sangat berhubungan dengan lingkup
metodologi yang selama ini digunakan,
(boundary) yang mengitarinya. Setiap
tapi
dan
wilayah
apa
budaya yang berlainan pula, dan tidak
justru
kajian-kajian
dan
ingin
melengkapi
menyeimbangkannya
sehingga
sosial
akan
memproduksi
yang disebut Amin Abdullah sebagai
jarang
kompleksitas fenomena keagamaan
keterkaitan
dapat
Ketiga, psicho-genesis kebudayaan,
disikapi dan diatasi secara
menyeluruh dan komprehensif.
antar
dan
budaya
memiliki
ketergantungan.
dimana kebudayaan bisa berasal dari
dorongan kejiwaan. Dengan demikian,
E. Desain Penelitian Kebudayaan
Literatur
dengan
tentang
pendekatan
konteks kebudayaan pada dasarnya
metodologi
kebudayaan
sesungguhnya telah banyak ditemukan
di toko-toko buku, baik yang ditulis
secara khusus maupun dalam bentuk
﴾ 59 ﴿
sangatlah
luas,
mencakup
seluruh
aspek kehidupan manusia, termasuk
agama.
Pada penelitian yang menggunakan
pendekatan kebudayaan, fenomena
kebudayaan
yang
ditangkap
masalah untuk kemudian diolah dan
biasanya berupa kasus-kasus unik
dimaknai.
yang lebih mudah didekati dengan
Dalam
penelitian
kualitatif.
pengumpulan
data,
Penelitian
peneliti sebagai instrumen pengumpul
menggunakan metode ini karena
data, mengikuti asumsi kultural, dan
beberapa
mengikuti data. Disini peneliti harus
pertimbangan;
menyesuaikan
metode
lebih
bila
mudah
dengan
kenyataan
metode
ini
a)
kualitatif
fleksibel
dan
reflektif
sekaligus
berhadapan
mengambil jarak dengan obyek. Dalam
ganda,
beberapa teknik pengumpulan data,
menyajikan
b)
secara
terkadang
juga
digunakan
metode
langsung hakekat hubungan antara
yang mengambil dan mendeskripsikan
peneliti
fakta lapangan sebagaimana adanya.
dan
informan,
dan
c)
metode ini lebih peka dan lebih
Melalui
dapat menyesuaikan diri dengan
mendalam (indept-interview) Peneliti
banyak
dapat terlibat langsung dengan obyek
penajaman
pengaruh
observasi
dan
bersama dan terhadap pola-pola
penelitian
nilai
atau pengamatan dilakukan secara
yang
dihadapi.
(Moleong,
(partisipant
wawancara
2002) Karena analisa kualitatitif
murni,
lebih menekankan kepada data,
mengamati
(Suparyogo,
dengan
2001)
menyederhanakan
maka
untuk
seluruh
data
dalam
arti
tanpa
observation)
peneliti
hanya
melibatkan
aktifitas kebudayaan
diri
yang
berlangsung (Abdullah, 2002) Namun
yang terkumpul sehingga dapat
demikian
disajikan
menafsirkan fenomena budaya yang
dalam
suatu
susunan
peneliti
tetap
dapat
yang sistematis, maka dilakukan
ditemukan,
proses
dan
memanipulasi dan mengontrolnya, dan
pengurutan data ke dalam pola,
lebih menekankan logic in action.
kategori dan satuan uraian dasar
Sementara
sehingga dapat ditemukan tema
dengan pihak yang dipandang memiliki
dan dapat dirumuskan hipotesis
kapasitas untuk memberikan informasi
kerja seperti yang disarankan oleh
mengenai fakta kebudayaan.
pengorganisasian
data. Data yang masuk akan dipilih
tanpa
wawancara
berusaha
dilakukan
Perspektif yang digunakan dalam
dan dipilah berdasarkan sub-sub
pendekatan
pokok bahasan dalam rumusan
cukup beragam. Pada model dan teori
kebudayaan
biasanya
klasik, penelitian kebudayaan biasanya
﴾ 60 ﴿
mengunakan beberapa teori seperti
kebudayaan tersebut. Pendekatan
evolusionisme,
kultural biasanya lebih memilih studi
difusi
fungsionalisme
kebudayaan,
kebudayaan
dan
lapangan
dalam
model
fungsionalisme struktural. Teori-teori
penelitiannya.
modern dalam penelitian kebudayaan
kasus dalam penelitian biasanya
banyak
lebih
menggunakan
strukturalisme,
etnosains
tafsir
dan
teori
Pemilihan
menarik
karena
studi
peneliti
kebudayaan,
memasuki wilayah yang unik dan
etnometodolgi.
menantang. Memang akan menjadi
Sementara teori-teori postmodernisme
sedikit
dan
mahasiswa yang terbiasa duduk di
postkolonial
penelitian
kendala
bagi
para
kebudayaan menyangkut dasar-dasar
meja
postmodernisme,
kajian
penelitian, artinya pendekatan yang
of
context,
mereka gunakan cenderung kepada
dan
kajian
penelitian pustaka. Atau karena
teori-teori
(pluralitas
makna,
out
langkah
kajian),
postkolonialisme (Endraswara, 2003)
biaya
F. Darimana Memulainya?
Dibawah ini ditawarkan beberapa
orientasi yang dapat menjadi prioritas
dan
penekanan
langkah-langkah
dalam
mengambil
konkrit
bagi
penerapan cultural approach sebagai
metodologi keilmuan dalam pendidikan
tulis
yang
dalam
melakukan
terbatas,
mahasiswa
UIN
sebagai
mahasiswa
kelas
kebawah.
Namun
menengah
dikenal
karena
umum
demikian bukan berarti mahasiswa
harus mengurungkan niatnya dalam
melakukan penelitian sosial-budaya
tersebut karena obyek penelitian
dapat ditemukan disekitar kampus
mereka, bahkan dilingkungan kost
Islam kontemporer, yaitu:
mereka sendiri. Sebagai contoh,
bagaimana kasus orang tua beda
1. Orientasi Mahasiswa
agama
Pendidikan
Islam
yang
menggunakan pendekatan kultural
sebagai metodologi keilmuan, dapat
menjabarkannya
kepada
seluruh
kependidikan
menyangkut
dengan
Islam
ketiga
melihat
persoalan
yang
konteks
﴾ 61 ﴿
pendidikan
dalam
agama
menentukan
bagi
anak-
anaknya, atau bagaimana efektifitas
pendidikan agama di sekolah bagi
pencegahan penyimpangan seksual
anak-anak jalanan di Yogyakarta.
2. Orientasi Pengajar
motivasi bagi para pengajar dalam
Model pengajaran dan bahan ajar
yang diberikan oleh para dosen
melakukan
penelitian-penelitian
yang serupa.
seharusnya lebih variatif sehingga
memberikan
tawaran
kepada
mahasiswa
untuk
memilih
pendekatan dalam penelitiannya,
dalam hal ini dari pendekatan teks
menuju
pendekatan
konteks
(empiris). Para dosen juga harus
membekali
diri
mereka
informasi-informasi
dengan
aktual
permasalahan
dari
masyarakat
kontemporer,
berikut
teori-teori
kebudayaan mulai dari yang klasik,
modern
sampai
post-kolonial,
sehingga
ketika
memberikan
wawasan
pendekatan
kepada
terutama
dalam
mahasiswa,
pendekatan
kebudayaan,
diharapkan
dapat
keinginan
dan
mahasiswa
menggugah
dorongan
untuk
bagi
melakukan
penelitian yang dimaksud. Para
pengajar
juga
perlu
diberikan
tambahan
pengetahun
secara
terstruktur
baik
bentuk
dalam
seminar, lokakarya atau pelatihan
mengenai
teori
dan
metodologi
dengan
aplikasi
pendekatan
kultural.
Lebih
menarik
jika
diadakan
suatu
kompetisi
dan
penghargaan
kebudayaan
dalam
untuk
penelitian
memberikan
﴾ 62 ﴿
3. Orientasi Pimpinan PT dan
Kurikulum
Tampaknya belum ada tanda-tanda
Perguruan
Tinggi
Islam
Negeri
seperti UIN Sunan Kalijaga untuk
membuka fakultas khusus yang
mengakomodir
masalah
kebudayaan seperti Program Studi
Ilmu
Budaya.
karena
Namun
fokus
tulisan
pendidikan
demikian
ini
Islam
pada
secara
keseluruhan, kalaupun belum ada
rencana
ke
arah
pembentukan
fakultas atau program studi baru,
maka paling tidak muatan kurikulum
yang
mengenalkan
mahasiswa
kepada metodologi keilmuan seperti
mata kuliah Metode Studi Islam
(S1),
atau
Pengkajian
Pendekatan
Islam
(S2)
Dalam
dapat
diperbanyak sistem kredit semester
(sks) nya. Hal ini dimaksudkan agar
mahasiswa betul-betul yakin dan
menguasai teori yang akan mereka
gunakan dalam penelitian-penelitian
mereka dan lebih jeli dalam melihat
fenomena
sosial-budaya
di
lapangan. Pada orientasi kurikulum
ini,
pimpinan
seharusnya
lebih
lembaga
PTAI
berani
dalam
membuat
kebijakan
kampus,
karena
pemerintah
internal
dengan
persoalan kontekstual yang terjadi di
kebijakan
masyarakat.
kurikulum
sepakat dengan Clifford Geertz yang
Dalam
hal
ini
saya
titipannya terbukti menjadi salah
menekankan
satu
menegaskan sesuatu, jika agama tidak
penyebab
timpangnya
bahwa
agama
harus
pembidangan ilmu dan porsi cultural
mau
approach
metodologi
praktik-praktik yang hampa makna dan
keilmuan di lingkungan perguruan
sentimen-sentimen konvensional yang
tinggi Islam.
menjadi rujukan moralisme, walaupun
sebagai
disebut
sebagai
kumpulan
faktanya masih sebatas komoditas dan
G. Kesimpulan
bahan pembicaraan.
Sangat
Hingga saat ini, pendidikan Islam
masih
menghadapi
problem
yang
mendasar, diantaranya adalah seputar
penggunaan
pendekatan
sebagai
metodologi keilmuan. Jika problem
tersebut
tidak
segera
ditanggapi
secara serius dan berkelanjutan, maka
peran
pendidikan
Islam
akan
kehilangan daya tariknya. Idealnya,
pendekatan-pendekatan
yang
digunakan sebagai metodologi dalam
pendidikan Islam diakomodir secara
integral,
baik
melalui
pendekatan
historis, psikologis, sosiologis, kultural
maupun estetik. Dalam pendekatan
kultural, pendidikan Islam diarahkan
pada
persoalan
autentitas
dan
perubahan budaya yang berkembang
dimasyarakat. Diharapkan pendekatan
ini akan membantu mahasiswa untuk
memahami baik tradisi-tradisi yang
pernah terjadi, berikut dengan segala
karakteristiknya, maupun persoalan-
﴾ 63 ﴿
disayangkan
jika
kecendrungan di kalangan lembagalembaga pendidikan Islam sekarang
ini, lebih menekankan proses teaching,
proses pengajaran ketimbang proses
learning, proses pendidikan. Dengan
demikian proses pengajaran, hanya
mengisi
aspek
kognitif
dan
tidak
membentuk pribadi dan watak. Untuk
itu diperlukan rekonstruksi perumusan
kembali
makna
pendidikan.
Seharusnya proses pendidikan Islam
yang kita tempuh lebih menggunakan
term ta’dib ketimbang tarbiyah, karena
ta’dib
lebih
mengarah
kepada
inkulturasi, proses pembudayaan, tidak
sekedar proses intelektualisasi. Melalui
proses ta’dib maka akan muncul dari
sistem pendidikan manusia yang betulbetul
berbudaya,
berkarakter
dan
berakhlak. Untuk masuk ke dalam
wilayah
penerimaan
pengembangan
kultural
yang
sikap
sadar
terhadap perubahan, maka melalui
Landasan Teoritis Gerakan Sosial
pendekatan kultural, diharapkan akan
Menurut Pierre Bourdieu”, dalam
melahirkan sistem pendidikan yang
Majalah Basis Nomor 11-12/Tahun
lebih berorientasi ke masa depan
ke-52. Yogyakarta : Kanisius.
(future oriented), menuju transformasi
sosial
yang
humanis
Kayam,
dan
Umar.
1986.
Tentang
Pembudayaan Koperasi, makalah
transendental.
untuk
"Seminar
Menggali
Nilai
Budaya Bangsa", Yogyakarta.
Ma’arif, Ahmad Syafii (et. al). 2001. Tulus
H. Daftar Pustaka
Seperti Merpati, Cerdik Seperti Ular.
Abdullah, Amin. Problem EpistemologiMetodologis
Pendidikan
Dalam Abd. Munir Mulkhan, et.al.,
Religiusitas
Pustaka
Iptek.
Yogyakarta
Pelajar.2005
Multikultural:
“Interest
Yogyakarta : Kanisius.
Islam.
Moloeong, Lexy. 2002.
Metodologi
Penelitian
Bandung
:
Gerakan
Minimalization”
Muhaimin, et.al. 2002.
Pendidikan
dalam
Yaqin,
Multikultural,
Pendidikan
Muhaimin.
untuk
Agama
Era
Tema-tema
Islam
di
Pokok
Tengah
Surabaya :
“National
Parekh, Bhikhu. 1997.
Culture and Multiculturalism”, dalam
Kenneth Thomson (ed.), Media and
PSAP.
Abdullah, Irwan. 2002 Metode
Cultural Regulation, London : Sage
Penelitian
Publications.
Kualitatif, Hand out, Yogyakarta :
2000. Rethinking Multiculturalism:
Magister Administrasi Publik UGM.
Cultural
Endraswara, Suwardi. 2003 Metodologi
Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation
Political
Schusky, Ernest, L dan T Patrick Culbert.
1967.
of Culture. New York : Basic Book.
Budaya
and
University Press, 2000.
: Gadjah Mada University Press.
2003.
Diversity
Theory, Cambridge, Mass : Harvard
Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta
Kepalsuan
:
Karya Abditama.
Multikultural-Multireligius. Jakarta :
Haryatmoko.
Bandung
Transformasi Sosial.
Demokrasi
dan Keadilan, Yogyakarta: Pilar,
2005.Pendidikan
Islam.
1999.
Dakwah
Cross-Cultural
Understanding
Paradigma
Remaja Rosdakarya.
Meredakan Konflik Sosial, dalam M.
Ainul
:
Remaja Rosdakarya.
Kesadaran
Sebuah
Kualitatif,
“Menyingkap
Penguasa:
﴾ 64 ﴿
Introducing Cultural. New
Jersey : Prentice-Hall, Inc,
Englewood Cliffs.
Spradley, J. 1972. Foundations of Cultural
Knowledge, in Spradley, P (ed),
Culture
and
Cognition:
rules,
maps, and plans. San Francisco:
Chandler Publishing Co.
﴾ 65 ﴿