CASE-BASED REASONING UNTUK PENDUKUNG DIAGNOSA GANGGUAN PADA ANAK AUTIS

CASE-BASED REASONING UNTUK PENDUKUNG DIAGNOSA
GANGGUAN PADA ANAK AUTIS
Yanuar Nurdiansyah
Sistem Informasi, Universitas Jember
e-mail: yanuar_ns@yahoo.com
Abstract
Autistic problems in medicine and psychology a scourge for parents who have
autistic children. Parents sometimes do not know if her son had autistic disorder, so do not
know how to find and how to overcome them, so to know that autism disorders are
experienced by a child needs an intelligent system that resembles the expert in the form of
CBR (Case-Based Reasoning).
This research tries to build CBR system to make early diagnosis of autism disorders
in children by looking at the characteristics of the existing symptoms of the child.
Diagnostic process is done by entering a new case that contains symptoms to be diagnosed
with the disease into the system, then the system will perform the similarity between the
new case with the cases is already stored in the data-base system. The case taken is the case
with the value of the highest similarity. If a case is not successfully diagnosed, then the case
will be revised by an expert psychologist. Revised successful cases will be stored into the
system to become the new knowledge for the system.
The results showed CBR system to diagnose disorders in children with autism is to
help psychologists or paramedical only in conducting initial diagnosis, CBR to facilitate in

making a diagnosis and can adapt easily and quickly because knowledge and learning made
in the form of cases
Keywords : Case-Based Reasoning, Autism Disorder.
PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan teknologi komputer dan kebutuhan manusia akan
informasi yang cepat dan akurat, para ahli merasa tertantang untuk membuat komputer
yang mampu melakukan hal-hal seperti yang dapat dilakukan oleh manusia. Para ahli
mencoba untuk menggantikan sistem otak manusia, sehingga diharapkan suatu saat nanti
mungkin akan tercipta suatu komputer yang dapat menimbang dan mengambil keputusan
sendiri sebagaimana layaknya manusia. Hasil kerja sistem komputer ini telah diakui lebih
cepat, teliti, dan akurat dibandingkan dengan hasil kerja manusia. Hal inilah yang
mendorong lahirnya teknologi AI (Artificial Intelligence).
Bidang kecerdasan buatan mempunyai sub-sub bagian yang sub-sub bagian tersebut
menangani masalah-masalah spesifik dan tidak jarang antara sub-sub bagian tersebut
berkolaborasi untuk mendapatkan hasil yang optimal. Beberapa sub-sub bagian dari
kecerdasan buatan diantaranya adalah sistem pakar (expert system), penalaran berbasis kasus
(Case-Based Reasoning), pemrosesan bahasa alami (natural language processing), pengenalan pola
(pattern recognition), penglihatan komputer (computer vision), jaringan syaraf tiruan (artificial
neural network), robotika, dan lainnya.
Case-Based Reasoning merupakan penalaran berbasis kasus yang bertujuan untuk

menyelesaikan suatu permasalahan baru dengan cara mengadaptasi solusi-solusi yang
terdapat kasus-kasus sebelumnya yang mirip dengan kasus baru. Kasus baru dicocokkan
(matched) dengan kasus-kasus yang ada didalam basis data penyimpanan kasus (case base) dan
menemukan satu atau lebih kasus yang mirip. Solusi yang dianjurkan melalui pencocokan
kasus kemudian digunakan kembali untuk kasus yang serupa. Jika kasus baru tidak ada yang

cocok didalam database penyimpanan kasus, maka CBR akan menyimpan kasus baru
tersebut (Retain) di dalam basis data pengetahuan. Implementasi CBR dapat digunakan
dalam berbagai bidang yaitu psikologi klinis, kedokteran dan lain-lain.
Implementasi CBR di bidang psikologi klinis dan kedokteran dapat digunakan
untuk mendukung diagnosa gangguan pada anak autis berdasarkan pada kasus-kasus yang
mirip atau serupa yang telah disimpan di dalam basis data penyimpanan kasus sebelumnya
dan menganjurkan solusi sesuai dengan kasus yang mirip yang ditemukan di dalam basis
data penyimpanan kasus. Salah satu contoh implementasi CBR dalam bidang psikologi
klinis dan kedokteran, yaitu Case-Base Reasoning untuk Pendukung Diagnosa Gangguan pada
Anak Autis.
Alasan perlu dibuatnya sistem Case-Based Reasoning untuk Pendukung Diagnosa
Gangguan pada Anak Autis, yaitu: Pakar ataupun terapis untuk gangguan autis tidaklah
terlalu banyak, disamping itu orang tua membutuhkan biaya yang relatif besar untuk
berkonsultasi ke pakar serta untuk melakukan terapi pada anak. Pengguna (user-non expert)

Sistem Penalaran Komputer Berbasis Kasus untuk Pendukung Diagnosa Gangguan pada
Anak Autis ini dapat mengetahui gejala-gejala awal pada anak autis yang telah teridentifikasi
serta mengetahui cara terapi yang sesuai untuk anak, sehingga diharapkan dapat mengurangi
gejala-gejala yang ada.
Autis merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang mencakup bidang
sosial, komunikasi verbal (bahasa) dan non-verbal, imajinasi, fleksibilitas, lingkup minat,
kognisi, dan perhatian yang merupakan suatu kelainan dengan ciri perkembangan terlambat
atau abnormal dari hubungan sosial dan bahasa [1].
Gejala autis tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Pada sebagian anak, gejala
gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak lahir. Kelainan perilaku tersebut terlihat
dari ketidakmampuan si anak untuk berhubungan dengan orang lain. Seolah-olah mereka
hidup dalam dunianya sendiri. Kelainan ini bagi orang awam dalam hal ini orang tua,
sangatlah susah untuk diketahui dengan cermat antara anak yang menderita autis atau tidak
[2].
Permasalahan
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian adalah bagaimana mendiagnosa awal
terhadap gangguan autis pada anak serta saran terapi yang harus diberikan dengan melihat
kasus-kasus pasien sebelumnya dengan menggunakan penalaran berbasis kasus (case-based
reasoning), juga memberikan sudut pandang lain dalam mengembangkan sistem untuk
mendiagnosa gangguan yang selama ini di dominasi oleh sistem pakar berbasis aturan (rulebased expert system).

Tinjauan Pustaka
Case-Based Reasoning (CBR) merupakan suatu teknik pemecahan masalah yang
mengadopsi solusi masalah-masalah sebelumnya yang mirip dengan masalah baru yang
dihadapi untuk mendapatkan solusinya [3]. Kasus-kasus pada masa lalu disimpan dengan
menyertakan fitur-fitur yang menggambarkan karakteristik dari kasus tersebut beserta
solusinya.
Penalaran berbasis kasus (Case-Based Reasoning) dikembangkan dari sistem
pembelajaran berbasis kesamaan (similarity-based learning) [4]. CBR, secara sederhana
merupakan sebuah sistem yang menggunakan pengalaman lama untuk dapat mengerti dan
menyelesaikan masalah baru [5]. Beberapa kesulitan yang dihadapi dalam membangun
sistem penalaran berbasis kasus diantaranya menentukan kesamaan kasus baru dengan
kasus lama yang ada dalam data base penyimpanan kasus (case base), mencari efisiensi dari

kasus-kasus yang sama, dan menyesuaikan solusi kasus lama dengan masalah kasus baru.
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi di atas menjadi tugas utama dalam pengembangan sistem
penalaran berbasis kasus yaitu masalah kemiripan (similarity problem), klasifikasi (classification),
dan adaptasi (adaptation).
CBR mempunyai beberapa kelebihan yaitu CBR lebih efisien karena menggunakan
pengetahuan lama dan mampu mengadaptasi pengetahuan baru, kemampuan untuk
mendukung justifikasi dengan mengutamakan dari kasus lampau [4]. CBR tidak seperti

sistem pakar yang selalu membangkitkan aturan-aturan setiap akan menyelesaikan masalah.
Dalam dunia nyata, ketika terdapat suatu problem orang biasanya melihat kesamaan
problem tersebut dengan problem yang pernah ditangani. Jika terdapat kesamaan atau
kemiripan maka akan digunakan pengalaman dari problem yang lama untuk menyelesaikan
problem yang baru dengan sedikit adaptasi yang cocok dengan kondisi problem yang baru
tersebut [6].
Aplikasi CBR di bidang medis telah banyak dikembangkan, diantaranya adalah CBR
untuk mendukung diagnosa penyakit jantung yang dikembangkan oleh Abdel-Badeeh M.
Salem dan teman-temannya [7]. Mereka mengumpulkan 110 kasus untuk 4 jenis penyakit
jantung (mitral stenosis, left-sided heart failure, stable angina pectoris dan essential hypertension),
dimana setiap kasus mempunyai 207 atribut yang berhubungan dengan demografis dan data
klinis. Setelah menghilangkan duplikasi kasus, sistem mempunyai 24 kasus untuk pasien
penyakit jantung. Mereka menggunakan analisis statistik untuk menentukan fitur-fitur kasus
dan nilai-nilai yang penting. Dua teknik retrieval yang dipakai yaitu induction retrieval dan
nearest-neighbor retrieval yang masing-masing memberikan tingkat akurasi sebesar 53,8% untuk
induction dan 100% untuk nearest-neighborhood. Ahli jantung telah mengevaluasi keseluruhan
kinerja dari sistem tersebut, dimana sistem dapat memberikan diagnosis yang benar untuk
13 kasus baru.
Usaha yang paling lama dalam membangun sistem CBR yaitu mengumpulkan
kasus-kasus yang akan disimpan dalam case base. Jika dalam pengumpulan kasus terdapat

kesulitan maka sistem CBR akan susah diterapkan [7]. Dalam proses pengumpulan kasus
peranan seorang pakar sangat diperlukan, ini karena seorang pakar lebih mengetahui
permasalahan dan solusi dari suatu kasus. Seorang pakar memiliki pengetahuan umum yang
mereka peroleh dari buku-buku kedokteran ditambah lagi dengan pengalaman-pengalaman
mereka dalam menangani suatu kasus [7].
METODE PENELITIAN
Data yang akan dijadikan case base adalah Data-data kasus yang diambil dari Sekolah
Khusus Autis Fajar Nugraha, Yogyakarta. Terdapat 27 gejala Autis dengan tiga jenis Nama
Penyakit. Kasus yang dimasukan ke dalam case-base sebanyak 27 buah kasus dengan tiga
kelas Nama Penyakit, Kriteria berdasarkan jenis autis terbagi atas autis ringan, autis sedang,
dan autis berat.
Teknik retrieval yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Nearest Neighbor.
Nearest Neighbor adalah pendekatan untuk mencari kasus dengan menghitung kedekatan
antara kasus baru dengan kasus lama, yaitu berdasarkan pada pencocokan bobot dari
sejumlah fitur yang ada [4]. Ide dasar dari teknik ini adalah membandingkan setiap atributatribut target case dengan atribut-atribut source case yang ada dalam case-base, kemudian
perbandingan tersebut dihitung dengan menggunakan fungsi similarity. Solusi dari source case
akan dipromosikan untuk menjadi solusi dari target case jika nilai source case yang
dibandingkan sama atau hampir sama dengan nilai target case. Berikut ini fungsi similarity
yang digunakan dalam penelitan ini [8].


n


Sim

( S ,T ) 

f ( Si , Ti ) * wi

………….…. (1)

i 1
n



wi

i 1


Dimana, T adalah kasus baru
S adalah kasus yang ada dalam penyimpanan
n adalah jumlah atribut dalam masing-masing kasus
i adalah jumlah atribut dalam masing-masing kasus
f adalah fungsi similarity atribut i antara kasus T dan kasus S
wi adalah bobot yang diberikan pada atribut ke i
Kedekatan biasanya berada pada nilai antara 0 s/d 1. Nilai 0 artinya kedua kasus
mutlak tidak mirip, sebaliknya untuk nilai 1 kasus mirip dengan mutlak.
Fungsi f(Ti ,Si) didefinisikan sebagai berikut :
1 ; Ti = Si
f(Ti , Si) =

….…............…. (2)
0 ; Ti ≠ Si

Berdasarkan fungsi similarity di atas, setiap target case (disimbolkan dengan huruf T)
akan dicocokkan dengan source case yang ada dalam case base (disimbolkan dengan huruf S)
simbol n merupakan jumlah total fitur. Nilai similarity antara target case dengan source case
didapat dari fungsi f(Ti,Si) dikali dengan bobot fitur. Pembobotan digunakan untuk
memberikan nilai penting suatu gejala terhadap penyakit. Nilai bobot yang diberikan adalah

antara 1 sampai dengan bobot maksimum masing-masing fitur. Semakin besar nilai similarity
yang diperoleh maka akan semakin besar peluang source case untuk dijadikan solusi bagi target
case. Nilai similarity maksimal adalah 1 dan nilai minimalnya adalah 0.
Hasil diagnosa gangguan pada anak autis ditentukan berdasarkan gejala-gejala yang
diderita oleh anak sehingga gejala-gejala penyakit akan dijadikan fitur-fitur yang akan dicari
similarity-nya. Fungsi f(Ti , Si) didefinisikan bahwa jika fitur target case ke-i bernilai sama
dengan fitur source case ke-i maka fungsi akan bernilai 1, sebaliknya jika tidak sama fungsi
akan bernilai 0. Seorang anak hanya mempunyai dua hubungan dengan gajala yaitu memiliki
gejala (disimbolkan dengan angka 1) atau tidak memiliki gejala (disimbolkan dengan angka
0). Revisi merupakan bagian dari adaptasi sistem terhadap kasus yang belum berhasil
didiagnosa. Revisi kasus dilakukan oleh seorang pakar. Kasus tersebut disimpan untuk
menunggu revisi pakar. Pakar akan merevisi nama penyakit berdasarkan gejala-gejala yang
ada dalam kasus.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap awal dari penggunaan sistem adalah proses pengisian case-base. Data-data
kasus yang akan dimasukan ke dalam case-base diambil dari Sekolah Khusus Autis Fajar
Nugraha, Yogyakarta. Terdapat 27 gejala Autis dengan tiga jenis Nama Penyakit. Kasus
yang dimasukan ke dalam case-base sebanyak 27 buah kasus dengan tiga kelas Nama
Penyakit. Setiap Gejala Penyakit dapat memiliki bobot. Pembobotan diperlukan untuk
menentukan tingkat signifikansi gejala terhadap penyakit. Nilai bobot yang diberikan adalah

antara 1 sampai dengan bobot maksimum masing-masing fitur. Pengisian bobot dilakukan
pada saat memasukan gejala autis yang dilakukan oleh seorang pakar.

Proses diagnosa dapat dilakukan ketika sudah melalui proses pemeriksaan awal.
Proses pemeriksaan awal digunakan untuk menentukan apakah anak tergolong anak autis
atau tidak. Diagnosa penyakit dilakukan dengan cara memasukan gejala-gejala kasus yang
akan didiagnosa. Ketika gejala autis dimasukan, sistem secara otomatis akan mencari kasuskasus yang memiliki kemiripan berdasarkan gejala penyakit yang telah dimasukkan. Kasuskasus yang mirip dapat dimasukan ke dalam urutan jika nilai similarity-nya lebih besar atau
sama dengan 0.50 (nilai treshold). Nilai Similarity berada antara 0 sampai 1. Urutan kasus yang
mirip akan terus berubah-ubah seiring dengan dimasukannya gejala penyakit baru.
Kasus yang tidak berhasil didiagnosa akan diadaptasi oleh sistem dengan cara
melakukan revisi kasus. Ada dua kondisi revisi kasus: pertama, kasus yang didiagnosa tidak
mempunyai kemiripan sama sekali dengan kasus-kasus yang ada dalam case-base.Kedua,
kasus memiliki kemiripan dengan kasus yang ada dalam case-base tetapi memiliki nilai
similiarity di bawah 0.50, sehingga derajat kepercayaan terhadap kasus hasil diagnosa tidak
terlalu besar.
Uji coba sistem dilakukan dengan cara mendiagnosa sebanyak 20 kasus dengan nilai
treshold sebesar 0,6. Gambar 1 menunjukkan similarity kasus-kasus yang diuji. Hasil uji coba
menunjukan bahwa tingkat akurasi sistem sebesar 90%. Dari 20 kasus terdapat dua kasus
yang nilainya di bawah 0,7 yaitu pada kasus nomor 6 dan kasus nomor 12 sehingga sistem
menganggap diagnosa tidak terlalu akurat.

H AS IL U JI C OB A K AS U S

SIM ILARITY

1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
KASUS

Gambar 1. Hasil Uji Coba Kasus
KESIMPULAN
1. Nilai similarity berada antara 0 dan 1. Nilai 0 menunjukan bahwa source case tidak ada
yang cocok dengan target case. Nilai diantaranya menunjukan ada kemiripan antara
source case dengan target case dan nilai 1 menunjukan bahwa source case sama dengan
target case.
2. Gejala-gejala penyakit dibuat sebagai fitur dan mempunyai nilai 0 atau 1. Nilai 0
menandakan bahwa gejala tidak dimiliki oleh penyakit dan nilai 1 menandakan
bahwa gejala dimiliki oleh penyakit.
3. Pembobotan digunakan untuk memberikan nilai penting suatu gejala terhadap
penyakit. Nilai bobot yang diberikan adalah antara 1 sampai dengan bobot
maksimum masing-masing fitur.
4. Pada saat proses similarity antara source case dengan target case sistem akan
menampilkan kemungkinan kasus-kasus yang mempunyai nilai similarity yang lebih
besar atau sama dengan 0.50.

5. Ada dua kondisi revisi kasus: pertama, kasus yang didiagnosa tidak mempunyai
kemiripan sama sekali dengan kasus-kasus yang ada dalam case-base.Kedua, kasus
memiliki kemiripan dengan kasus yang ada dalam case-base tetapi memiliki nilai
similiarity dibawah 0.90, sehingga derajat kepercayaan terhadap kasus hasil diagnosa
tidak terlalu besar.
6. Kondisi dimana ada lebih dari satu kasus yang memiliki nilai similarity yang sama
diatasi dengan menggunakan voting kasus yaitu dengan cara mencari similarity kasus
target dengan kelas kasus yang memiliki nilai similarity yang sama. Total dari
similarity kelas akan menentukan kelas mana yang akan dipilih.
7. Sistem ini dapat membantu Psikolog maupun orang tua dalam mendiagnosa awal
gejala penyakit autis yang diderita oleh anak.
SARAN
1. Dewasa ini penggunaan fitur citra atau gambar sebagai indeks similarity kasus
sehingga input yang digunakan untuk mendiagnosa kasus berupa sebuah citra sudah
banyak digunakan. Similarity dihitung dengan melibatkan fitur-fitur yang dimiliki
citra tersebut. Diharapkan nantinya sistem dapat menggunakan citra rekam otak
untuk tambahan input dalam mendiagnosa awal gejala penyakit autis.
2. Diharapkan nantinya ada sistem yang dapat memasukan alat-alat tes seperti Autism
Diagnostic Interview Revised (ADI-R) Kit, Autism Diagnostic Observation Schedule (ADOS),
Autism Social Communications Questionnare (SCQ), Autism Test sehingga dapat
membantu psikolog dalam mendiagnosa gejala autis dengan biaya yang lebih murah.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Lumbantobing, S.M., 2001, Anak Dengan Mental Terbelakang, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
[2] Yusuf, E.A., 2003, Autisme: Masa Kanak, http://www.library.usu.ac.id/modules.php
diakses tanggal 21 Januari 2008
[3] Riesbeck, C. dan Schank, R., 1989, “Inside case-based reasoning”, Lawrence Erlbaum,NJ.
[4] Watson, Ian., 1997, “Applying Case-Based Reasoning: Techniques for Enterprise Systems”,
Morgan Kaufmann Publisher Inc., San Franscisco, California.
[5] Swoboda, W., Zwiebel, F.M., Spitz, R., and Gierl, L. (1994), “A case-based consultation
system for postoperative management of liver-transplanted patients”, Proceedings of the 12th MIE
Lisbon, IOS Press, Amsterdam, pp. 191-195.
[6] Qu, Rong, 2002, “Case-Based Reasoning for Course Timetable Problems”, Thesis submitted to
the University of Nottingham for the degree of Doctor of Philosofy
[7] Salem, Abdel-Badeeh M., Mohamed Roushdy, Rania A HodHod, 2004, “A Case-based
expert system for supporting diagnosis of heart diseases”. The International Journal of Artificial
Intelligence and Machine Learning, December 2004, Vol.05.
[8] Ong L.S., Sheperd B., Tong. L.C., Seow-Choen F., Ho Y.H. “The Colorectal Cancer
Rec urrence Support (CARES) System” Artificial Intelligence in Medicine, Vol. 11(3),
pp 175-188, 1997

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25