STUDI PROSES GEOMORFOLOGI PADA LEMBAH FL

STUDI PROSES GEOMORFOLOGI PADA LEMBAH FLUVIAL SUNGAI CODE
ANTARA POGUNG LOR DAN POGUNG KIDUL KECAMATAN MLATI
KABUPATEN SLEMAN PADA PUNCAK MUSIM PENGHUJAN
Febriana Anita Yustinawati
14405244011
anitatafy18@gmail.com
Jurusan Pendidikan Geografi
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta
ABSTRAK
Sebagai planet yang dinamis, permukaan bumi senantiasa mengalami perubahan
bentuk sepanjang waktu. Perubahan tersebut disebabkan oleh bekerjanya proses
geomorfologi antara lain proses endogen, eksogen, dan ekstra terestrial. Salah satu proses
eksogen adalah kerja aliran sungai, atau dikenal sebagai proses fluvial. Dalam proses
fluvial terdapat tiga rangkaian proses yang saling berkaitan yaitu erosi, transportasi, dan
deposisi. Erosi banyak terjadi pada bagian hulu, transportasi di bagian tengah, dan deposisi
di bagian hilir. Masing-masing proses memiliki wilayah yang dapat diidentifikasi dengan
jelas cakupan dan batasnya sehingga sering disebut zona erosi, zona transportasi, dan zona
deposisi atau diistilahkan pula dengan tingkat perkembangan sungai muda, dewasa, dan
tua. Pada zona transportasi laju erosi telah dapat diimbangi oleh proses deposisi. Wilayah
ini dicirikan oleh pengangkutan material sedimen dari zona erosi menuju zona deposisi.
Sungai Code pada wilayah antara Pogung Lor dan Pogung Kidul memiliki ciri tingkat

perkembangan dewasa ditandai oleh adanya proses transportasi sedimen serta kenampakan
hasil erosi dan deposisi pada satu lembah sungai yang sama. Dalam tulisan ini akan
dideskripsikan hasil pengamatan proses fluvial mengenai karakteristik transportasi sedimen
yang terjadi di Sungai Code antara Pogung Lor dan Pogung Kidul. Berdasarkan hasil
pengamatan diketahui bahwa Sungai Code pada musim hujan memiliki kecepatan arus
yang besar sehingga dapat mengangkut sedimen-sedimen dengan baik, pada sungai ini juga
dijumpai kenampakan bentuklahan fluvial hasil deposisi seperti gosong pasir dan
kenampakan hasil proses erosi.
PENDAHULUAN
Sejak bumi terbentuk dengan perkiraan waktu pada 4,56 miliar tahun yang lalu,
permukaan bumi terus mengalami perubahan bentuk oleh karena bekerjanya berbagai
proses geomorfologi baik proses endogen, eksogen, maupun ekstra terestrial. Proses
endogen terjadi karena adanya pengaruh tenaga dari dalam bumi, proses eksogen
dipengaruhi oleh tenaga dari luar permukaan bumi, sedangkan proses ekstra terestrial
dipengaruhi oleh benda luar angkasa yang mencapai permukaan bumi. Proses eksogen
1

memiliki karakteristik yang unik karena bekerjanya proses ini tidak terlepas dari interaksi
antara komponen atmosfer, hidrosfer, dan litosfer. Dalam proses eksogen terdapat agen
geomorfik


yang

mampu

mengikis

dan

mengangkut

material

bumi

kemudian

mengendapkannya. Secara keseluruhan proses eksogen memiliki sifat sebagai three phases
of single activity yang terdiri dari erosi, transportasi, dan deposisi (Pramono dan Ashari,
2014).

Pada daerah dengan iklim tropis basah seperti di Indonesia salah satu proses eksogen
yang paling dominan adalah proses fluvial. Proses ini telah menghasilkan berbagai
kenampakan khususnya yang berkaitan dengan transportasi dan deposisi. Bentanglahan
fluvial merupakan wilayah yang telah lama ditempati oleh masyarakat di Indonesia.
Dengan demikian pemahaman mengenai proses fluvial dan bentuklahan yang dihasilkan
sangat penting terutama berkaitan dengan terapan studi geomorfologi antara lain dalam
bidang survei dan pemetaan, survei hidrologis, survei sumberdaya dan mitigasi bencana,
serta dalam mendukung proyek-proyek pembangunan (Verstappen, 1983; Huggett, 2007).
Sungai Code merupakan salah satu sungai yang terdapat dalam Daerah Aliran Sungai
(DAS) Opak. Sungai ini berhulu dari wilayah Gunungapi Merapi, kemudian bergabung
dengan Sungai Opak sebagai sungai utama di sekitar escarpment Pegunungan Baturagung
(Ashari, 2010). Sungai ini memiliki kedudukan penting karena melalui wilayah Kota
Yogyakarta yang memiliki kepadatan penduduk tinggi. Aktivitas Sungai Code sepanjang
waktu banyak berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat sehingga perlu adanya kajian
mengenai karakteristik geomorfologi sungai ini khususnya mengenai proses yang masih
berlangsung. Daerah pengamatan dibatasi pada wilayah antara Pogung Lor dengan Pogung
Kidul, yaitu sebelum memasuki wilayah Kota Yogyakarta, yang dicirikan oleh proses
transportasi sedimen.
Proses transportasi sedimen sangat berkaitan dengan ukuran butir material terangkut
dan laju aliran sebagai tenaga pengangkut (Huggett, 2007; Morisawa, 1979) sehingga

kondisinya tidak tetap sepanjang waktu. Apabila aliran berkurang dan sedimen bertambah
maka proses transportasi akan cenderung mengarah kepada deposisi, sebaliknya apabila
aliran bertambah dan sedimen berkurang maka akan mengarah pada proses redistribusi
sedimen. Kondisi ini selanjutnya akan mempengaruhi kondisi lingkungan sekitar lembah
sungai, sehingga perlu ada kajian yang lebih rinci mengenai karakteristik proses
transportasi yang terjadi sebagai bentuk monitoring perkembangan bentuklahan dan
perubahan lingkungan pada lembah Sungai Code.

2

KAJIAN PUSTAKA
Geomorfologi Fluvial
Definisi bentuklahan proses fluvial menurut Suharsono (1988) dalam Pramono dan
Ashari (2014:118) adalah bentuklahan asal proses fluvial merupakan bentuklahan yang
dihasilkan oleh kerja aliran sungai, dalam hal ini terutama pada daerah-daerah deposisi
seperti lembah sungai besar dan dataran alluvial. Proses kerja aliran sungai yang
menghasilkan bentuklahan fluvial meliputi tiga bagian, yaitu erosi, transportasi dan
sedimentasi. Karena saling berkaitan maka ketiga proses ini sering disebut tiga tahap dari
aktivitas tunggal. Tahap dalam proses ini diawali oleh erosi, kemudian pengangkutan, dan
sedimentasi. Apabila lereng atau debit aliran permukaan menjadi kecil, kecepatan dan

energi aliran juga menjadi kecil. Maka pada tahap ini terjadi sedimentasi karena tenaga
untuk mengangkut material hasil erosi juga berkurang.
Proses deposisi pada awalnya berupa material berukuran besar seperti bongkah,
kerakal, dan kerikil. Kemudian disusul pengendapan material yang lebih halus seperti pasir
dan lempung. Bentuk-bentuk fluvial pada daerah hulu biasanya dikategorikan sebagai
bentuklahan denudasional kecuali apabila dijumpai pada sungai-sungai yang besar. Bila
sungai mencapai laut/danau terjadi peralihan ke bentuklahan asal proses marin/lacustrine.
Menurut Van Sleen dkk (1974) dalam Pramono dan Ashari (2014:118) terdapat tiga
faktor yang mempengaruhi kondisi alami dari sedimen fluvial yaitu: (1) muatan sedimen
pada tubuh perairan yang dikontrol oleh kecepatan aliran, gradien dan pasokan (supply)
dari muatan sedimen itu sendiri, (2) luas dan kondisi alami daerah aliran sungai, mencakup
kondisi geologi, iklim, relief, tanah, vegetasi penutup, dan bentuk DAS, dan (3) kondisi
aliran air yang meliputi kecepatan, kuantitas, dan arah aliran air serta variasinya.
Sedangkan menurut Charlton (2008) dalam Pramono dan Ashari (2014:119)
mengatakan bahwa sistem fluvial terdiri atas tiga bagian yaitu zona erosi, zona transportasi
dan zona deposisi. Zona erosi merupakan bagian hulu daerah aliran sungai, pada bagian ini
kenampakan yang terbentuk adalah kenampakan-kenampakan yang bersifat destruktif.
Zona erosi merupakan wilayah sungai berstadium muda. Zona transportasi merupakan
wilayah sungai berstadium dewasa, adapun zona deposisi merupakan wilayah sungai
berstadium tua yang banyak dijumpai kenampakan hasil deposisi. Setelah erosi dan

transportasi, selanjutnya sedimen dari hasil proses fluvial mengalami deposisi dalam
berbagai bentuk dan ukuran.
Besarnya ukuran sedimen yang terangkut aliran air ditentukan oleh interaksi faktorfaktor sebagai berikut: ukuran butir sedimen yang masuk ke badan sungai/saluran air,
3

karakteristik saluran, debit, dan karakteristik fisik partikel sedimen. Besarnya sedimen
yang masuk sungai dan besarnya debit dipengaruhi oleh:
a. Kondisi klimatologi dan hidrologi seperti hujan dan debit aliran sungai.
b. Kondisi DAS dan perubahan penggunaan lahan seperti topografi, vegetasi.
c. Faktor yang relatif tetap dari DAS sepajang waktu, seperti batuan dan topografi.
Interaksi dari masing-masing faktor tersebut di atas akan menentukan besarnya jumlah dan
tipe sedimen serta kecepatan pengangkutan sedimen. Pengangkutan sedimen dari tempat
yang lebih tinggi ke daerah yang lebih rendah hilir dapat menyebabkan pendangkalan
waduk, sungai, saluran irigasi, dan pembentukan delta-delta sungai. Dengan demikian,
proses sedimentasi dapat memberikan dampak yang menguntungkan dan dampak yang
merugikan. Dampak menguntungkan karena tingkat tertentu adanya aliran sedimen
kedaerah hilir dapat menambah kesuburan tanah serta terbentuknya tanah garapan baru di
daerah hilir. Tetapi, pada saat bersamaan aliran sedimen juga dapat menurunkan kualitas
perairan dan pendangkalan badan perairan.
Sungai merupakan alur air alami, mengalir menuju samudera, danau, laut,

maupun ke sungai yang lain, menjadi satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai
umumnya terkumpul dari hasil presipitasi. Pada beberapa wilayah tertentu, air sungai juga
dapat berasal dari lelehan es atau salju. Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan
polutan. Sungai adalah sistem yang kompleks, terdiri dari banyak komponen yang saling
berhubungan dan berpengaruh dalam suatu sistem yang sinergis dan mampu menghasilkan
sistem kerja yang efisien. Kompleksitas sungai dapat diketahui dari bentuk alur dan
percabangan sungai, formasi dasar sungai, morfologi sungai, dan ekosistem sungai
(Maryono, 2003). Bagian terpenting pada proses geomorfologi di suatu alur sungai
adalah aliran air. Sungai memiliki peranan yang penting, tidak hanya dalam dinamika
permukaan bumi, akan tetapi berpengaruh terhadap manusia di bumi (Morisawa, 1968).
Beberapa bentuklahan asal proses fluvial sebagai berikut:
1. Dataran Banjir
Dataran banjir (flood plain) terbentuk melalui pengendapan muatan sungai
berstadium dewasa.
2. Teras Aluvial
Merupakan bentuklahan yang dicirikan oleh dinding berlereng curam pada satu sisi
dan lereng datar/landai pada sisi lainnya. Pembentukan teras diawali oleh terjadinya
pemotongan ke bawah (downcutting) atau fegradasi pada dasar lembah yang lebar.
3. Point Bar
Point bar banyak dijumpai pada sungai yang sedang mengalami meandering, yaitu

kenampakan yang terbentuk oleh pengendapan material di dalam alur sungai dan
4

berlangsung pada saat yang bersamaan dengan erosi ke arah samping pada sisi yang
berlawanan.
Muatan Sungai
Hubungan berlangsungnya erosi oleh air hujan di daerah tangkapan air dan besarnya
sedimentasi yang terpantau di aliran sungai di bagian bawah daerah tangkapan air tersebut
erat kaitannya dengan sistem hidrologi DAS. Hujan sebagai masukan dalam sistem
hidrologi DAS setelah mengalami proses akan menghasilkan keluaran berupa debit aliran
dan muatan sedimen. Komponen-komponen masukan, proses, dan keluaran dalam sistem
hidrologi DAS terkait satu sama lain dimana keluaran yang dihasilkan sangat dipengaruhi
oleh masukan dan proses yang terjadi. Dengan demikian maka keluaran berupa muatan
suspensi selain dipengaruhi oleh karakteristik fisik DAS sebagai komponen sistem proses,
juga dipengaruhi oleh hujan yang merupakan komponen masukan. Secara lebih lanjut
karakteristik aliran sungai juga berperan dalam transpor muatan suspensi yang merupakan
material hasil erosi. Dengan demikian maka hujan dan karakteristik aliran memiliki
pengaruh nyata dalam proses erosi hingga transportasi muatan suspensi sebagai material
hasil erosi.
Muatan sedimen terbentuk dimulai dari pengaruh pukulan tetesan hujan pada tanah

sehingga memecah agregat tanah menjadi butir-butir tanah yang telepas. Hujan sebagai
faktor masukan yang memasuki DAS sebagian terinfiltrasi dan sebagian lagi menjadi
aliran permukaan (overland flow) dipengaruhi oleh faktor fisik DAS meliputi faktor lereng,
tanah, vegetasi, dan penggunaan lahan. Air hujan yang menjadi aliran permukaan
(overland flow) mengikis dan mengangkut butir-butir tanah tersebut menuju sistem aliran.
Aliran sungai selain berperan dalam transportasi muatan sedimen juga berpengaruh pada
terjadinya erosi tebing sungai sehingga menambah jumlah muatan sedimen yang terangkut.
Pada proses akhirnya dihasilkan keluaran berupa debit aliran, muatan sedimen, dan unsur
hara. Berdasarkan mekanisme pengangkutan sedimen menurut Burgh (1972:238), muatan
sedimen dibagi menjadi dua yaitu: sedimen melayang (muatan suspensi) dan sedimen
dasar (muatan dasar). Sedimen melayang merupakan material tercampur yang gerakannya
dipengaruhi oleh aliran turbulensi sungai dan terbawa secara tersuspensi. Muatan suspensi
merupakan hasil erosi permukaan atau erosi tebing sungai yang terbawa oleh aliran dengan
cara tersuspensi. Muatan suspensi tersusun oleh partikel halus seperti debu dan tanah yang
terangkut oleh aliran sungai dalam bentuk terlarut. Sedangkan sedimen dasar merupakan
material yang meloncat, menggelinding, atau menggeser pada dasar sungai. Muatan
5

suspensi (suspended load) merupakan material yang melayang dalam aliran sungai, sedikit
sekali interaksi dengan dasar sungai karena didorong ke atas oleh turbulensi aliran

(Soewarno, 1991), namun muatan sedimen melayang (suspensi) pada saat tertentu sebagai
muatan dasar yang berada pada bagian dasar sungai. Muatan sedimen melayang umumnya
hanyut terbawa aliran, semakin kedasar sungai kosentrasinya semakin besar. Penentuan
muatan suspensi meliputi tahapan pengambilan sampel, penyaringan, penimbangan,
perhitungan kadar suspensi, dan perhitungan debit suspensi. Metode pengambilan sampel
diantaranya dapat dilakukan dengan cara depth integrating pada saat debit aliran normal
maupun point integrating pada saat debit puncak/banjir.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode eksploratif survei dengan pendekatan
keruangan. Survei geomorfologi digunakan dengan memperhatikan aspek morfologi,
morfogenesa dan morfometri. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi,
interpretasi citra penginderaan jauh dan studi pustaka, pengambilan sampel sedimen
dilakukan di bantaran sungai dengan metode point integrating karena penelitian dilakukan
pada saat hujan sehingga sungai banjir. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan
data sekunder. Data primer berupa hasil pengukuran dan pengamatan lapangan mengenai
morfologi Kali Code meliputi: (1) debit air, lebar, sedimen, dan kedalaman sungai, (2)
bentuklahan fluvial. Data sekunder meliputi kondisi geomorfologi wilayah sekitar Sungai
Code, Sinduadi, Mlati, Sleman yang diperoleh dari citra astrium 2014 google maps, (3)
informasi geomorfologi yang diperoleh dari sumber pustaka.
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan kombinasi antara

analisis geomorfologi dengan analisis deskriptif. Analisis geomorfologi digunakan untuk
mengidentifikasi morfometri sungai berdasarkan hasil pengukuran lapangan, serta
mengenali bentuklahan fluvial yang dijumpai berkaitan dengan proses pembentukannya.
Dalam konteks ini, analisis geomorfologi memperhatikan tiga aspek yaitu aspek morfologi
dalam hal mengenali bentuk yang dijumpai, serta aspek morfogenesa dalam hal pendugaan
proses yang telah bekerja sehingga menghasikan bentuk tersebut.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Daerah Penelitian
6

Sungai Code yang membentang melintasi kota Yogyakarta sepanjang 6,5 kilometer
merupakan salah satu anak Sungai Opak yang berhulu di lereng Gunung Merapi pada
ketinggian 1125 mdpal, dan merupakan lanjutan dari Sungai Boyong yang berada di kaki
Gunung Merapi di utara kota Yogyakarta, membentang dari Kabupaten Sleman di sisi
utara, melintas kota Yogyakarta di tengah, hingga terus ke selatan hingga Kabupaten
Bantul. Sungai Code, adalah salah satu ikon utama kota Yogyakarta, karena keunikan dan
fungsinya yang lengkap, mulai dari lintasan air, sebagai wilayah pemukiman dan salah satu
indikator lingkungan utama di Yogyakarta. Penelitian dilakukan pada Sungai Code wilayah
antara Pogung Lor dan Pogung Kidul tepatnya pada Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati,
Kabupaten Sleman (Gambar 1).

Gambar 1. Peta Daerah Penelitian
Proses geomorfologi Sungai Code tidak dapat terlepas dari kegiatan vulkanisme,
mengingat Sungai Code merupakan salah satu anak Sungai Opak yang merupakan jalur
utama aliran material piroklastis yang berasal dari Gunungapi Merapi setelah melewati
Sungai Gendol. Kestabilan dasar alur Sungai Code dipengaruhi oleh material Gunungapi
Merapi berupa batuan, pasir, dan lumpur. Dinamika Sungai Code dipengaruhi oleh kondisi
fisik wilayah, juga dipengaruhi oleh aktivitas Gunungapi Merapi. Sedimen yang terangkut
aliran Sungai Code berasal dari agregat material hasil erupsi yang tererosi di wilayah yang
lebih tinggi yang dialirkan melalui sungai-sungai sebelumnya dan berasal dari selokan
mataram. Volume aliran sedimen dari hasil erosi maupun reruntuhan tebing sungai dimulai
dari sumber mata air di daerah gunungapi kemudian terangkut ke tempat yang lebih
7

rendah. Sumber sedimen lainnya yaitu aliran lahar yang membawa banyak material
piroklastis, dan mempunyai kemungkinan prosentase volume sedimen pada saluran yang
dilaluinya. Proses aliran sedimen akan berbeda dari hulu ke hilir, hal tersebut dipengaruhi
oleh tenaga pengangkut. Tenaga tersebut adalah kecepatan aliran yang merupakan fungsi
dari intensitas dan tebal hujan, gradien sungai, dan keseragaman dasar saluran.
Debit Aliran Sungai
Untuk mengetahui debit aliran Sungai Code, dilakukan pengukuran tidak langsung
menggunakan Area Velocity Method dengan pelampung. Prinsip pengukuran dengan
metode ini adalah kecepatan aliran diukur dengan menggunakan pelampung, luas
penampang basah (A) ditetapkan berdasarkan pengukuran lebar permukaan air dan
kedalaman air.
Persamaan debit yang diperoleh adalah: Q= A × k ×V
A=Kedalaman Air × Lebar Sungai

dengan

V=
Nilai

k

Jarak
Waktu

tergantung dari jenis pelampung yang digunakan, nilai tersebut dapat dihitung

dengan menggunakan rumus Y.B Francis sebagai berikut:

√1−α −0,1
k =1−0,116 ¿
Dengan α =

kedalaman tangkai ( h ) , yaitu kedalaman pelampung yang tenggelam
kedalaman air (d)

Keterangan:
Q = debit aliran (

m3
)
dt

A = luas penampang basah ( m2 )
V = kecepatan pelampung

( dtm )

k = koefisien pelampung
Pengukuran untuk pengambilan data dilakukan di dua bagian tempat, yaitu di
bagian sungai dengan lembah yang lurus (Gambar 2) dan bagian sungai dengan lembah
yang berkelok (Gambar 3).

8

Gambar 2. Sungai dengan lembah lurus
Pengambilan data untuk pengukuran debit aliran pada sungai di Gambar 2 dilakukan pada
pukul 15.35 WIB, saat itu hujan dan terjadi kenaikan volume air, dari pengukuran
didapatkan data dan hasil sebagai berikut:
Tabel 1.1 Hasil Pengukuran pada Lembah Sungai Lurus
Lebar sungai

Kedalaman tangkai

Kedalaman air

Waktu

(m)
8

(cm)
20

(cm)
150

(detik)
28.7
26.2
27.5
26.7

Dari data di atas jika dimasukan ke persamaan debit area velocity method , maka:
Luas penampang basah

A=Kedalaman Air × Lebar Sungai

A=1,5 m ×8 m=12 m2
Kecepatan pelampung V =
Vi=

Jarak
,
Waktu

20
m
=0,7
28, 7
dt

Vii=

20
m
=0, 8
26,2
dt

Viii=

20
m
=0,7
27, 5
dt
9

Viv=

20
m
=0,7
26,7
dt

Jadi kecepatan pelampung (V) adalah 0, 725
α=
α=

m
dt

kedalaman tangkai ( h ) , yaitu kedalaman pelampung yang tenggelam
kedalaman air ( d )

20
=0,13
150

Koefisien

√ 1−α −0,1=0,884 ( 0,9 )=0, 8
k=1−0,116 ¿

Maka debit aliran air yang diperoleh menggunakan area velocity method pada lembah
Sungai Code yang lurus adalah:
Q

¿ A ×k ×V

Q ¿ 12× 0,8 ×0,72
Q=7

m3
dt

Gambar 3. Sungai dengan lembah berkelok

10

Pengambilan data untuk pengukuran debit aliran pada sungai di Gambar 3 dilakukan pada
pukul 15.02 WIB, disaat hujan, dan didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 1.2. Hasil Pengukuran pada Lembah Sungai Berkelok
Lebar sungai

Kedalaman tangkai

Kedalaman air

Waktu

(m)
10

(cm)
20

(cm)
150

(detik)
16.5
16.5
18
15.7

Dari data pengukuran di atas jika dimasukan ke persamaan debit, maka:
Luas penampang basah

A=Kedalaman Air × Lebar Sungai

A=1,5 m ×10 m=15 m2
Kecepatan pelampung (V )=
Vi=

Jarak
,
Waktu

10
m
=0,6
16.5
dt

Vii=

10
m
=0.6
16.5
dt

Viii=

10
m
=0.6
18
dt

Viv=

10
m
=0.6
15.7
dt

Jadi kecepatan pelampung (V) adalah 0.6
α=
α=

m
dt

kedalaman tangkai ( h ) , yaitu kedalaman pelampung yang tenggelam
kedalaman air ( d )

20
=0,13
150

Koefisien

√ 1−α −0,1=0.884 ( 0,9 )=0.8
k =1−0,116 ¿

Maka debit aliran air yang diperoleh menggunakan area velocity method pada lembah
Sungai Code yang lurus adalah:
Q

¿ A ×k ×V

Q=15 × 0,8× 0,6
Q=7 , 2

m3
dt
11

Dari kedua hasil pengukuran dan penghitungan debit aliran air menggunakan area
velocity method tersebut di dapatkan selisih angka sebesar

0,2

m3
dt

dengan debit aliran

pada lembah sungai yang berkelok lebih besar dibandingkan dengan debit aliran pada
sungai yang berlembah lurus. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan lebar sungai.
Selain lebar sungai data yang lain relatif sama.

Gambar 3.1 Pengukuran pada Lembah Sungai yang Berkelok
Muatan Suspensi
Muatan suspensi yang menjadi sampel, diambil pada pinggiran point bar (gosong
sungai) Sungai Code dengan metode point integrating, karena pada saat dilakukan
pengambilan data untuk pengukuran Sungai Code sedang mengalami debit puncak (banjir)
karena hujan. Sedimen yang sudah diambil kemudian diukur besar butirannya
menggunakan ayakan khusus, setiap ayakan memiliki kode angka pada masing-masing
rantangnya, angka-angka ini kemudian dikonversikan menggunakan rumus:
φ=

1
inch
10

12

Gambar 4. Sample Sedimen (Suspensi)

Gambar 5. Ayakan sample sedimen
Setelah sampel muatan suspensi diayak, didapatkan hasil konversi sebagai berikut:
Tabel 1.3 Ukuran Butir Sedimen
KODE

UKURAN BUTIR

UKURAN BUTIR

UKURAN BUTIR

10
20
40
60
80
100

(inch)
0,1
0,5
0,025
0,016
0,0125
0,01

(cm)
0,254
0,127
0,0635
0,04064
0,03175
0,0254

(mm)
2.54
1.27
0,635
0,4064
0,3175
0,254

13

Dari ukuran butir yang telah dikonversikan di atas lalu kita cocokan dengan kurva
Hjulstorm (1935) di bawah ini:

Gambar 6. Kurva Hjulstorm (1935)
Untuk sedimen yang berada pada rantang ayakan dengan kode 10, 20, 40, 60, 80,
dan 100 berkekuatan pelampung

0,6

m
dt

berada pada zona erosi dengan material yang

berbentuk pasir.

Gambar 7. Hasil Ayakan Pasir dan Sampel Batu Andesit
14

Bentuklahan Fluvial Sungai
Morfologi sungai adalah ilmu yang mempelajari tentang geometri (bentuk dan
ukuran), jenis, sifat dan perilaku sungai dengan segala aspek dan perubahannya dalam
dimensi ruang dan waktu. Sungai akan terbentuk sesuai dengan kondisi geografi, ekologi,
dan hidrologi daerah setempat, serta dalam perkembangannnya akan mencapai kondisi
keseimbangan dinamiknya (Kern, 1994

dalam Maryono, 2005). Kondisi geografi

menentukan letak dan bentuk alur sungai memanjang dan melintang. Ekologi menentukan
tampang melintang dan keragaman hayati serta faktor resistensi sungai, sedangkan
hidrologi menentukan besar kecil dan frekuensi aliran sungai. Disamping ketiga faktor
tersebut, aktivitas manusia di sungai turut mempengaruhi perubahan morfologi sungai,
baik dalam skala kecil, seperti akibat dari adanya penambang pasir sungai secara
tradisional, maupun dalam skala besar seperti pembangunan Sabo DAM dan pelurusan
alur sungai. Dengan demikian, morfologi sungai akan menyangkut juga sifat dinamik
sungai dan lingkungannya yang saling terkait. Morfologi sungai akan mengalami
perkembangan baik secara memanjang ataupun melintang. Suatu aktivitas atau kejadian di
wilayah sungai akan menyebabkan perubahan baik fisik maupun biotik dengan waktu yang
lebih cepat dari perubahan secara alamiah.
Pada Sungai Code ini, bentuklahan yang teramati adalah bentuklahan deposisi
berupa gosong pasir dan gosong lengkung dalam. Teramati juga bekas-bekas erosi pada
bibir lembah sungai. Hasil bentukan lahan seperti ini bisa terjadi karena material sedimen
yang diterima oleh Sungai Code pada musim penghujan memiliki jumlah yang banyak,
begitupun dengan kecepatan aliran airnya yang deras.

Gambar 8. Gosong Pasir dan Gosong Lengkung Dalam

15

Gambar 8. Bekas-bekas Erosi
KESIMPULAN
Sungai Code merupakan salah satu sungai yang terdapat dalam Daerah Aliran
Sungai (DAS) Opak. Sungai ini berhulu dari wilayah Gunungapi Merapi, kemudian
bergabung dengan Sungai Opak sebagai sungai utama di sekitar escarpment Pegunungan
Baturagung (Ashari, 2010). Sungai ini memiliki kedudukan penting karena melalui
wilayah Kota Yogyakarta yang memiliki kepadatan penduduk tinggi. Aktivitas Sungai
Code sepanjang waktu banyak berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat sehingga perlu
adanya kajian mengenai karakteristik geomorfologi sungai ini khususnya mengenai proses
yang masih berlangsung. Kestabilan dasar alur Sungai Code dipengaruhi oleh material
Gunungapi Merapi berupa batuan, pasir, dan lumpur. Dinamika Sungai Code dipengaruhi
oleh kondisi fisik wilayah, juga dipengaruhi oleh aktivitas Gunungapi Merapi. Sedimen
yang terangkut aliran Sungai Code berasal dari agregat material hasil erupsi yang tererosi
di wilayah yang lebih tinggi yang dialirkan melalui sungai-sungai sebelumnya dan berasal
dari selokan mataram. Dari sedimen yang diambil sampel, sedimen yang berada pada
rantang ayakan kode 10, 20, 40, 60, 80, dan 100 dengan kekuatan pelampung

0,6

m
dt

berada pada zona erosi dengan material yang berbentuk pasir. Pada Sungai Code ini,
bentuklahan yang teramati adalah bentuklahan deposisi berupa gosong pasir dan gosong
lengkung dalam. Teramati juga bekas-bekas erosi pada bibir lembah sungai. Hasil bentukan
lahan seperti ini bisa terjadi karena material sedimen yang diterima oleh Sungai Code pada

16

musim penghujan memiliki jumlah yang banyak, begitupun dengan kecepatan aliran
airnya.

Dari kesimpulan di atas dapat diketahui bahwa bentuk pola aliran Sungai Code yang cocok
dengan gambar di atas ini adalah suspended load dengan sungai yang berkelok dengan
adanya beberapa bentuklahan fluvial berupa beberapa gosong di pinggirannya.

17

DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 1995. Hidrologi Dan Pengelolaan DAS. Bandung: Fakultas Pertanian
Universitas Padjajaran.1989.
Burgh, P. V. D. 1972. Veld Book of Apllied Hydrology. New York : Mc
Graw-Hill Book Company.
Pramono, Heru dan Arif Ashari. 2014. Geomorfologi Dasar. Yogyakarta: UNY Press.
Seyhan, Ersin. 1979.

Application of Statistical Methodes to Hidrology. Amsterdam

:Intitute of Earth Science Free University.
Soewarno. 1991. Hidrologi Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai
(Hidrometri). Nova: Bandung.

18

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25