PEMBAHARUAN DI INDONESIA Muhammadiyah Na

PEMBAHARUAN DI INDONESIA
(Muhammadiyah,Nahdatul Ulama,PERSIS.)

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata KuliahPemikiran Modern dalam Islam

Oleh:
Rangga
NIM 30700115019
Dosen Pemandu;
Muhajirin, S.Fil.I.,M.Fil.I

PROGRAM STUDI ILMU HADIS
JURUSAN TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN, FILSAFAT DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2017

1

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebangkitan Islam telah menjadi wacana bersama sejak kita
memasuki abad ke-15 H. Sebelumnya, umat Islam memang
mengalami stagnasi yang cukup lama terutama dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi.Belakangan ini, umat Islam di berbagai
kawasan sudah mulai melakukan identifikasi terhadap potensi yang
dimilikikinya.Berbagai inovasi, kreatifitas, spekulasi dan eksperimen
ilmiah

mulai

dilakukan.

Kendati

mengalami

banyak


kendala,

peradaban muslim sudah mulai diukir sebagai sumbangsihnya pada
dunia. Menurut kami bahwa di indonesia ini masih dalam proses
menuju yang lebih baik dalam hal melakukan pembaharuan mulai
dari pendidikan.
Di Indonesia terdapat banyak perkumpulan-perkumpulan atau
organisasi-organisasi Islam yang berkembang.Dalam makalah ini,
perkumpulan atau organisasi Islam yang kami angkat yaitu Jami’at
Khair dan Muhammadiyah, PERSIS, NU, Al-Irsyad, serta tokohtokohnya dan bagaimana peranannya terhadap pendidikan Islam
pada masa itu. Setelah kami membaca, menurut kami bahwa di
indonesia

ini

banyak

sekali

organisasi-organisasi,


termasuk

munculnya organisasi-organisasi Islam di Indonesia lebih banyak
dikarenakan mulai tumbuhnya sikap patriotisme dan nasionalisme.

2

Dari organisasi Islam ini ditumbuhkan dan dikembangkan sikap dan
rasa nasionalisme dikalangan rakyat melalui pendidikan.
Dalam hal ini, kami hanya membahas 3 organisasi,

yaitu,

Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, PERSIS.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pembaharuan di Indonesia yang dilakukan oleh
Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah?
2. Bagaimanakah peranan PERSIS dalam Pembaharuan
Indonesia?


di

3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah
1. Nahdatul Ulama (NU)
Nahdatul

Ulama

(Kebangkitan

Ulama

atau


Kebangkitan

Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam
besar di Indonesia.Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan
bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi. Sebab jauh
sebelum NU lahir dalam bentuk jam’iyyah (organisasi), ia terlebih
dahulu mewujud dalam bentuk jama’ah (community) yang terikat
kuat oleh aktivitas sosial keagamaan yang mempunyai karakter
tersendiri.
Dalam Anggaran Dasar hasil Muktamarnya yang ketiga pada
tahun 1928 M, secara tegas dinyatakan bahwa kehadiran NU
bertujuan membentengi artikulasi fiqh empat madzhab di tanah air.
Sebagaimana tercantum pada pasal 2 Qanun Asasi li Jam’iyat
Nahdhatul al-Ulama (Anggaran Dasar NU), yaitu :

4

a. Memegang teguh pada salah satu mazhab empat( salah satu dari
Imam Muhammad bin idris Al-Syafi’I, Imam Malik bin Anas, Imam
Abu Hanifah an-nu’man, dan Ahmad bin Harbal)

b. Menyelenggarakan apa saja yang menjadikan kemaslahatan
umat Islam
Tahun 1927 baru tujuan organisasi dirmuskan.Organisasi ini
bertujuan memperkuat iakatan salah satu dari empat mazab serta
untuk

melakukan

kegiatan

yang

bermanfaat

untuk

anggotanya.Kegiatan ini meliputi usaha antar para aulama yang
masih berpegang teguh pada mazab.Dengan demikian tampak
bahwa NU bermaksuf mempertahankan praktek keagamaan yang
sudah menstradisi.NU memberikan perhatian yang besar pada

pendidikan,

khusnya

pendidikan

tradisional.

NU

mendirikan

madrasah dengan model barat, sampai akhir tahun1956 komisi
perguruan

NU

mengeluarkan

reglement


tentang

susunan

madrasah-madrasah NU yang terdiri dari:
a. Madrasah awaliyah
b. Madrasah ibtidaiyah
c. Madrasah tsanawiyah
d. Madrasah mu’alimin wusta
e. Madrasah mu’alimin ulya.
NU mendapat kesulitan untuk memprakarasai pembaharuan
pendidikan

dilingkungan

pesantren

pedesaan.Usaha


tersebut

pernah dirintis oleh KH Muhamad Ilyas.Mohhamad ilyas juga

5

memperkenalkan sistem pengajaran bahasa belanda di HIS pada
pesantren.Pembaharuan pendidikana dipesantren ini mendapat
reaksi hebat dari orang Tua wali. Mereka memindahkan anakanaknya kepesantren lain karena Tebuireng sudah terlalu modern.
Motifasi utama berdirinya NU adalah mengorganisasikan
potensi dan peranan ulama’ pesantren yang sudah ada, untuk
ditingkatkan dan dikembangkan secara luas untuk diguakan sebagai
wadah untuk mempersatukan dan menyatukan langkah para ulama’
pesantren dalam tugas pengabdian yang tidak terbatas pada
masalah kepesantrenan dan kegiatan ritual Islam saja, tetapi lebih
ditingkatkan lagi agar para ulama’ lebih peka terhadap masalahmasalah sosial, ekonomi dan masalah kemasyarakatan pada
umumnya.1

2. Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan sebuah organisasi Islam modern

yang berdiri di Yogyakarta pada 18 November 1912. Organisasi ini
terbentuk karena masyarakat islam yang berpandangan maju
menginginkan terbentuknya sebuah organisasi yang menampung
aspirasi mereka dan menjadi sarana bagi kemajuan umat islam.
Keberadaan tokoh-tokoh Islam yang berpandangan maju tersebut
terbentuk karena pendidikan serta pergaulan dengan kalangan
Islam di seluruh dunia melalui ibadah haji.Salah seorang tokoh

1Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia, (Jakarta:Lp3 Press, 1980)

6

tersebut ialah KH.Ahmad Dahlan yang kemudian mendirikan
organisasi ini.Muhammadiyah didirikan atas dasar agama dan
bertujuan untuk melepaskan agama Islam dari adat kebiasaan yang
jelek yang tidak berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Hal-hal

yang


berkaitan

dengan

paham

agama

dalam

Muhammadiyah secara garis besar dan pokok-pokoknya ialah
sebagai berikut:
a. ‘Aqidah; untuk menegakkan aqidah Islam yang murni, bersih dari
gejala-gejala

kemusyrikan,

bid’ah

dan

khurafat,

tanpa

mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
b. Akhlaq; untuk menegakkan nilai-nilai akhlaq mulia dengan
berpedoman kepada ajaran-ajaran Alquran dan Sunnah Rasul,
tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia
c. ‘Ibadah; untuk menegakkan ‘ibadah yang dituntunkan oleh
Rasulullah S.A.W. tanpa tambahan dan perubahan dari manusia
d. Mu’amalah

dunyawiyat;

untuk

terlaksananya

mu’amalah

dunyawiyat (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat)
dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadikan semua
kegiatan dalam bidang ini sebagai ‘ibadah kepada Allah SWT.
Semasa kecilnya, Ahmad Dahlan tidak pernah bersekolah
secara resmi ke lembaga-lembaga pendiidkan yang ada saat itu
karena orang-orang Islam pada saat itu melarang anak-anaknya
untuk memasuki sekolah Gubernemen.Tapi walaupun beliau tidak
berseklah di lembaga pendidikan, beliau mendapat pendidikan

7

langsung dari ayahnya yang seorang ulama. 2 Selain belajar secara
langsung kepada ayahya, dia juga mendapakan pendidikan dari
pengajian-pengajian yang diadakan di Yogyakarta yang meliputi
nahwu, fiqih, tafsir, dan lain-lain.Dengan bantuan kakaknya (Nyai
Haji Saleh), pada tahun 1890 melanjutkan pendidikannya ke
Mekkah, dan belajar disana selama satu tahun.
Di Mekkah, KH Ahmad Dahlan bertemu dengan KH Baqir
seorang alim dari Kauman Yogyakarta yang bermukim di Mekkah
dan membantu mengajarkan ilmu agama kepada KH Ahmad
Dahlan. KH Baqir juga mempertemukan KH Ahmad Dahlan dengan
Rasyid Ridha dan berdiskusi untuk bertukar pikiran dalam rangka
semangat pembaharuan, dan semangat pembaharuan ini yang
benar-benar diresapi oleh KH Ahmad Dahlan saat itu.3
Dasar dan Fungsi Lembaga Pendidikan yang menjadi dasar
pendidikan Muhammadiyah adalah:
a. Tajdid:

kesediaan

jiwa

berdasarkan

pemikiran

baru

untuk

mengubah cara berpikir dan cara berbuat yang sudah terbiasa
demi mencapai tujuan pendidikan.
b. Kemasyarakatan:

antara

individu

dan

masyarakat

supaya

diciptakan suasana saling membutuhkan. Yang dituju adalah
keselamatan masyarakat sebagai suatu keseluruhan.

2Bolland, Pergumulan Islam di Indonesia, , (Jakarta: Grafitti Press. 1985)
3 Abdullah, Tradisi Dan Kebngkita Islam di Asia Tenggara, ,(Jakarta: Lp3
Press, 1989)

8

c. Aktivitas:

anak

didik

harus

mengamalkan

semua

yang

diketahuinya dan menjadikan pula aktivitas sendiri sebagai salah
satu cara memperoleh pengetahuan yang baru.
d. Kreativitas: anak harus mempunyai kecakapan atau keterampilan
dalam menentukan sikap yang sesuai dan menetapkan alat-alat
yang tepat dalam menghadapai situasi-situasi baru.
e. Optimisme: anak harus yakin bahwa dengan keridhaan Tuhan,
pendidikan akan membawanya kepada hasil yang dicita-citakan,
asal dilaksanakan dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab,
serta menjauhkan diri dari segala sesuatu yang menyimpang dari
segala yang digariskan oleh agama Islam
Adapun lembaga pendidikannya berfungsi sebagai berikut:
a. Alat

dakwah

ke

dalam

dan

ke

luar

anggota-anggota

Muhammadiyah. Dengan kata lain, untuk

seluruh anggota

masyarakat
b. Tempat pembibitan kader; yang dilaksanakan secara sistematis
dan

selektif,

sesuai

dengan

kebutuhan

Muhammadiyah

khususnya, dan masyarakat Islam pada umumnya.
c. Gerak amal anggota; penyelenggaraan pendidikan diatur secara
berkewajiban

terhadap

penyelenggaraan

dan

peningkatan

pendidikan itu, dan akan menyekolahkan anak-anak mereka ke
sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Muhammadiyah

mendirikan

berbagai

jenis

dan

tingkat

pendidikan, serta tidak memisah-misahkan antara pelajaran agama

9

dan

pelajaran

umum.Dengan

demikian,

diharapkan

bangsa

Indonesia dapat dididik menjadi bangsa yang utuh berkepribadian,
yaitu pribadi yang berilmu pengetahuan umum luas dan agama
yang mendalam.
Pada zaman pemerintah kolnial Belanda, sekolah-sekolah
yang dilaksanakan Muhammadiyah adalah:
a. Sekolah Umum, Taman Kanak-kanak (Bustanul Atfal), Vervolg
School 2 tahun, Schakel School 4 tahun, HIS 7 tahun, MULO 3
tahun, AMS 3 tahun, dan HIK 3 tahun. Pada sekolah-sekolah
tersebut diajarkan pendidikan agama Islam sebanyak 4 jam
pelajaran seminggu.
b. Sekolah Agama: Madrasah Ibtidaiyah 3 tahun, Tsanawiyah 3
tahun, Mualimin/Muallimat 5 tahun, Kulliatul Muballigin (SPG
Islam) 5 tahun.
Pendidikan

yang

diselenggarakan

Muhammadiyah

mempunyai andil yang sangat besar bagi bangsa dan Negara, dan
tentu

saja

menghasilkan

diantaranya:Menambah

kesadaran

keuntungan-keuntungan
nasional

bangsa

Indonesia

melalui ajaran Islam, Melalui sekolah-sekolah Muhammadiyah, ideide

reformasi

Islam

secara

luas

disebarkan,

Mempromosikan

kegunaan ilmu pengetahuan modern. Selanjutnya pada zaman
kemerdekaan, sekolah Muhammadiyah mengalami perkembangan
yang pesat. Pada dasarnya, ada empat jenis lembaga pendidikan
yang dikembangkan, yaitu:

10

1) Sekolah-sekolah umum yang bernaung di bawah Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu: SD, SMTP, SMTA, SPG,
SMEA, SMKK dan sebagainya. Pada

sekolah-sekolah ini

diberikan pelajaran agama sebanyak 6 jam seminggu.
2) Madrasah-madrasah yang bernaung di bawah Departemen
Agama, yaitu: (MA). Madrasah-madrasah ini ada setelah
adanya SKB 3 menteri tahun 1976 dan SKB 2 Menteri tahun
1984,

mutu

pengetahuan

umumnya

sederajat

dengan

pengetahuan dari sekolah umum yang sederajat.
3) Jenis sekolah atau Madrasah khusus Muhammadiyah, yaitu:
Muallimin,

Muallimat,

Sekolah

Tabliq

dan

Pesantren

Muhammadiyah.
4) Perguruan Tinggi Muhammadiyah: untuk Perguruan Tinggi
Muhammadiyah

umum

di

bawah

pembinaan

Kopertais

(Depdikbud), dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Agama di
Bawah pembinaan Kopertais (Departemen Agama).
B.

PERSIS

1. Sejarah Lahirnya PERSIS
Persis berawal dari suatu kelompok Tadarusan(penelaah
agama Islam) dikota bandung dibawah pimpinan H. Muhammad
Zamzam dan H Muhammad Yunus. Bersama jamaahnya dengan
penuh kecintaah menelaah, mengkaji serta menguju ajaran-ajaran
islam. Kelompok tadarusanyang berjumlah sekitar 20 orang itu

11

menjadi semakin tahu akan hakikat islam yang sebenarnya.
Merekapun menjadi sadar bahaya keterbelakangan, kejumudan,
penutupan ijtihad, taklid buta, dan serangkaian bid’ah. Mereka
berusaha melakukan gerakan Tajdid pemurnian ajaran islam dan
pemurnian

ajaran

islam

dari

faham-faham

yang

sesat

dan

menyesatkan. Kesadaran akan kehidupan berjamaah, berimamah,
danberimarahdalam
semangat

menyebarkan

kelompoktadarusan

ini

syariat
untuk

Islam

menimbulkan

mendirikan

sebuah

organisasi baru dengan ciri dan karateristik yang khas. 4Maka
berdirilah Persis pada tanggal 12 September 1923 di Bandung. 5
Dengan kata lain, pendirian Persis merupakan usaha sejumlah umat
islam untuk memperluas topic-topik diskusi keagamaan yang telah
dilakukan secara informal. Umat islam yang terlibat dalam diskusidiskusi ini semuanya adalah kelas pedagang yang berasal dari
Palembang yang telah lama bermukim di Bandung dan pada
akhirnya menyatakan diri sebagai orang Sunda.6
2. Peranan Persis Terhadap Pembaharuan di Indonesia
Sejak berdirinya, Persis lebih menitikberatkan perjuangan
pada penyebaran penyiaran faham al-Qur’an dan al-Sunnah kepada
masyarakat Muslim dan bukan untuk memperbesardan memperluas
4Pusat Pimpinan Persatuan Islam, Sejarah Singkat Persatuan Islam (PERSIS),
(Bandung: PP PERSIS, t.th.) h.5
5Dadan Wildan, Yang Da’I yang Politikus Hayat dan Perjuangan Lima Tokoh
PERSIS, (Bandung: Rosda Karya, 1997 M) h.7
6Howard M. Federspiel, Persatuan Islam Pembaharuan Islam Abad XX, yang
dialihbahasakan oleh Yudian W. Asmin dan H. Afandi Mochtar (Yogyakarta: Gajah
Mada UniVersity Press, 1996 M) h.15

12

jumlah anggota dalam organisasi.Persis pada umumnya kurang
memberikan tekanan pada kegiatan organisasinya sendiri.Persis
pada

umumnya

organisasinya

kurang

sendiri.

memberikan
Persis

tidak

tekanan
terlalu

pada

kegiatan

berminat

untuk

membentuk banyak cabang atau menambah sebanyak mungkin
anggota. Pembentukam cabang tergantung pada inisiatif peminat
semata

dan

bukan

didasarkan

kepada

suatu

rencana

yang

dilakukan oleh pimpinan pusat. 7Keanggotaan awal Pesis kurang dari
20 orang pada tahun-tahun pertama. Aktivitaspun berkisar pada
shalat jumat ketika anggota datang bersama-sama dan mengikuti
kursus-kursus pengajaran agama yang diberikan oleh sejumlah
tokoh Persis.8Sebagai gerakan tajdid, Persis mempunyai ciri radikal
apabila dibandingkan dengan organisasi lainnya. A. Hasan sebagai
penggerak dan tokohnya dikenal sebagai ulama yang beraliran
reformis,

radikal

dalam

memutuskan

hukum

islam,

dan

melaksanakannya berdasarkan al-Qur’an dan al-Sunnah.9
Perjalanan panjang sebuah organisasi sejak awal berdirinya
hingga sekarang ini tidak terlepas dari dinamika sosio-kultural
masyarakat dan perilaku politik dimana organisasi itu tumbuh dan
berkembang.

Persis

pada

periode

awal

dibawah

pimpinan

Muhammad Zam-Zam, Muhammad Yunus,, A, Hasan dan M. Natsir
menghadapi tantangan yang berat dalam menyebarkan ide-ide dan
7Haris Muslim, Persis Dari Masa Ke Masa: Sebuah Refleksi Sejarah dalam siapkah
Persis Menjadi Mujadid lagi ?(Bandung: Aqaprint, 2000 M) h. 18
8Oward M. Federspil, Persatuan Islam Pembaharuan Islam Abad XX, h.16
9L. Stoddard, Dunia Baru Islam , (Jakarta: Panitia Penerbit, 1996 M) h. 306

13

pemikirannya.

Disamping

masyarakat

yang

jumud,

juga

menghadapi colonial belanda dan kemudian jepang.Menjelang
kemerdekaan,

persis

mulai

tertarik

dengan

masalah-masalah

politik. Menurut persis bahwa kembali pada al-Qur’an dan al-Sunnah
itu bukan hanya terbatas dalam aqidah dan ibadah, tetapi lebih luas
daripada itu termasuk berjuang dalm politik memenangkan ideology
islam.10
Pasca kemerdekaan, persis melakukan reorganisasi untuk
menyusun kembali system organisasi yang telah dibekukan oleh
jepang.Reorganisasi

tahun

1048

persis

berada

dibawah

kepemimpinan K>H> Isa Anshari dari tahun 1948-1960. 11Saat itu
Persis dihadapkan pada pergolakan politi yang belum stabil. Persis
mengeluarkan sejumlah manifesto politik yang isinya sebagian
besar menolak konsepsi Bung Karno tentang Nasakom, bahkan
K>H>

Isa

Anshari

membentuk

Front

anti

komunis

yang

membahayakan umat islam.
Pada muktamar Persis ke-7 di Bangil, berkembang wacana
agar persis diubah formatnya dari organisasi masa menjadi
organisasi politik dengan nama baru ‘Jamaah Muslimin’. Hal ini
diungkapkan oleh ketua umumnya K.H. Isa Anshari. Dipihak lain
menginginkan Persis tetap eksis sebagai ormas islam yang bergerak
dibidang dakwah dan pendidikan Gagasan K.H. Isa Ansari tersebut

10Isa Anshari, Manifestasi Perjuangan Pesatuan Islam, h.12
11Pusat Pimpinan persatuan Islam(persis), Sejarh Singkat. H. 12

14

ditolak oleh K.H. Abdurrahman yang mendapat dukungan penuh
dari pimpinan pusat pemuda persis. Melalui pertarungan yang
sangat alot, akhirnya K.H. Abdurrahman terpilih menjadi ketua
umum Persis melalui referendum.12
Bergantinya pusat pimpinan dan perubahan situasi, rupanya
mempengaruhi

pula

penampilan

persis.Bila

pada

masa

kepemimpinan K>H> Isa Ansari, Persis kental dan akrab dengan
politik

praktis,

Abdurrahman

maka
dari

kecenderungan

pada

persis
ahun

ketika

dibawah

1962-1983,

pimpinan

Persis

kegiatan-kegiatan

sekitar

K>.H

menunjukkan
tablig

dan

pendidikan, dari tingkat pusat hingga ketingkat cabang.Hal ini tidak
terelepas dari langkah dan kebijakan K.H. Abdurrahman.13
K.H. Abdurrhman lebih mengorientasikan Persis sebagai
organisasi agama sebab ia mengambil pola kepemimpinan ulama,
bukan

political

leader,

pada

masa

kepemimpinan

K.H>.

Abdurrahman inilah Persis kembali pada garis perjuangannya,
sehingga tidak salah jikalau Dadan Wildan mengatakan bahwa K.H.
Abdurrahman sebagai penegak Khittah Persis.14Dari pergerakan
yang

dilakukan

oleh

Persis

melalui

tokoh-tokoh

pentingnya

walaupun dalam sejarahnya mereka berbeda namun tak dapt

12Haris Muslim, Persis Dari Masa Ke Masa: Sebuah Refleksi Sejarah dalam siapkah
Persis Menjadi Mujadid lagi ?h. 28
13Dadan Wildan Anas, K.H. Abdurrahman dan Sejarah Pembaharuan Islam di
Indonesia,” Majalah” Risalah No.6, 1997 h. 20.
14Dadan Wildan, Yang Da’I yang Politikus Haya dan Perjuangan Lima Tokoh
Persis, h.135

15

dinafikan bahwa Persis merupakan salah satu organisasi yang
mempunyai peranan penting dalam pembaharuan di Indonesia.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan.
A. Motifasi

utama

berdirinya

NU

dan

Muhammadiyah

adalah

mengorganisasikan potensi dan peranan ulama’ pesantren yang
sudah ada, untuk ditingkatkan dan dikembangkan secara luas
untuk diguakan sebagai wadah untuk mempersatukan dan
menyatukan

langkah

para

ulama’

pesantren

dalam

tugas

pengabdian yang tidak terbatas pada masalah kepesantrenan
dan kegiatan ritual Islam saja, tetapi lebih ditingkatkan lagi agar
para

ulama’

lebih

peka

terhadap

masalah-masalah

sosial,

ekonomi dan masalah kemasyarakatan pada umumnya.
B. Peranan PERSIS dalam pembahruan di Indonesia Sejak berdirinya,
Persis

lebih

menitikberatkan

penyiaranya pada

perjuangan

pada

penyebaran

faham al-Qur’an dan al-Sunnah kepada

masyarakat Muslim. Persis pada periode awal dibawah pimpinan
Muhammad Zam-Zam, Muhammad Yunus,, A, Hasan dan M.
Natsir menghadapi tantangan yang berat dalam menyebarkan
ide-ide dan pemikirannya. Disamping masyarakat yang jumud,
juga

menghadapi

colonial

belanda

dan

kemudian

16

jepang.Menjelang kemerdekaan, persis mulai tertarik dengan
masalah-masalah politik. Menurut persis bahwa kembali pada alQur’an dan al-Sunnah itu bukan hanya terbatas dalam aqidah dan
ibadah, tetapi lebih luas daripada itu termasuk berjuang dalm
politik memenangkan ideology islam

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Tradisi Dan Kebngkita Islam di Asia Tenggara, ,Jakarta:
Lp3 Press, 1989
Bolland, Pergumulan Islam di Indonesia, , Jakarta: Grafitti Press.
1985
Effendi,Djohan.Pembaruan tanpa Membongkar Tradisi: Wacana
Keagamaan di Kalangan Generasi Muda NU Masa
Kepemimpinan Gus Dur, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010
Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia, Jakarta:Lp3 Press. 1980
Rukiati,Enung K. Sejarah
Bandung:pustaka 2006

Pendidikan

Islam

di

Indonesia,

Wildan, Dadan.Yang Da’I yang Politikus Hayat dan Perjuangan Lima
Tokoh PERSIS, Bandung: Rosda Karya. 1997
M, Howard. Federspiel, Persatuan Islam Pembaharuan Islam Abad
XX, yang dialihbahasakan oleh Yudian W. Asmin dan H. Afandi
Mochtar, Yogyakarta: Gajah Mada UniVersity Press. 1996
Muslim, Haris. Persis Dari Masa Ke Masa: Sebuah Refleksi Sejarah
dalam siapkah Persis Menjadi Mujadid lagi ?, Bandung:
Aqaprint, 2000.
Stoddard, L. Dunia Baru Islam , Jakarta: Panitia Penerbit. 1996

17

Haris Muslim, Persis Dari Masa Ke Masa: Sebuah Refleksi Sejarah
dalam siapkah Persis Menjadi Mujadid lagi ?h. 28
Anas, Dadan Wildan. K.H. Abdurrahman dan Sejarah Pembaharuan
Islam di Indonesia,” Majalah” Risalah No.6, 1997 h. 20.