PENGGUNAAN METODE PN DAN SN UNTUK PERPIN

Prosiding Seminar Nasional ke-11 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir
ISSN : 0854 - 2910
Malang, 15 September 2005

PENGGUNAAN METODE PN DAN SN UNTUK PERPINDAHAN KALOR
RADIASI PADA REAKTOR NUKLIR TERFLUIDISASI
(Studi Kasus untuk Pengambilan Kalor Peluruhan Secara Pasif)
Alexander Agung
Jurusan Teknik Fisika, Universitas Gadjah Mada
Jl. Grafika 2, Yogyakarta 55281
Corresponding author: Tel. 0274 902120, Fax. 0274 902210, email: [email protected]

Danny Lathouwers, Tim van der Hagen, Hugo van Dam
Department of Radiation, Radionuclides and Reactors, Delft University of Technology,
Mekelweg 15, 2629 JB Delft, The Netherlands
ABSTRAK
Telah dilakukan simulasi numerik untuk mempelajari kemungkinan pengambilan kalor
peluruhan secara pasif pada reaktor nuklir terfluidisasi. Perpindahan kalor secara
konduksi, konveksi dan radiasi diperhitungkan dan model turbulen k-ε bilangan
Reynolds tinggi digunakan untuk perhitungan aliran fluida. Metode pendekatan P1 dan
SN untuk media berpartisipasi digunakan untuk model radiasi. Reaktor dimodelkan

sebagai silinder aksisimetris dua dimensi. Perhitungan dilakukan untuk daya operasi
awal sebesar 60 MW. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa metode P1 cukup baik
untuk diterapkan pada bed partikel tetapi gagal pada bagian freeboard. Metode SN orde
tinggi dapat digunakan baik pada bagian bed partikel maupun freeboard. Kekurangan
dari metode SN orde tinggi ini adalah lamanya waktu komputasi. Ketidakvalidan metode
P1 menyebabkan hasil perhitungan suhu bahan bakar maksimum melebihi batas yang
diizinkan. Hal yang demikian tidak dijumpai pada metode SN.
Kata Kunci: kalor peluruhan, reaktor nuklir terfluidisasi, pengambilan kalor secara
pasif, simulasi numerik, metode PN, metode SN.

ABSTRACT
Numerical simulations have been performed to investigate the possibility of passive
decay heat removal in a fluidized bed nuclear reactor. The conduction, convection and
radiative heat transfer were included and the high Reynolds number k-ε turbulence
model was applied for the flow calculations. The P1 and SN approximation methods for
participating media were used for the radiation model. The reactor was modeled as a
2D axisymmetric cylinder. Calculations were performed for an initial operating power
of 60 MW. The results show that P1 method is quite good to be applied in the particle
bed but it fails in the freeboard. The high order SN method can be applied extremely
good both in the particle bed and the freeboard. The drawback of the SN method is its

long computational time. The invalidity of P1 method leads to a high fuel particle
temperature, exceeding its allowable maximum value. Such situation, however, does not
occur in the SN method.
Keywords: decay heat, fluidized bed nuclear reactor, passive heat removal, numerical
simulation, PN methods, SN methods.

Alexander Agung, Danny Lathouwers, Tim van der Hagen, Hugo van Dam

705

Prosiding Seminar Nasional ke-11 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir
ISSN : 0854 - 2910
Malang, 15 September 2005

1. PENDAHULUAN
FLUBER (Fluidized Bed Thermal Fission Nuclear Reactor) adalah desain
reaktor inovatif yang menggunakan konsep fluidisasi gas-padatan. Reaktor ini tersusun
atas partikel bahan bakar TRISO yang diisikan ke dalam silinder berdinding grafit.
Helium digunakan sebagai pendingin dan sebagai medium fluidisasi. Ketika tidak ada
aliran helium ke dalam teras atau ketika besarnya aliran ke atas masih kecil, partikel

bahan bakar terkumpul di bagian bawah teras dan reaktor menjadi sangat subkritis
dikarenakan kurangnya moderasi neutron. Ketika aliran bertambah, partikel bahan bakar
menjadi terfluidisasi, teras menjadi mengembang dan reaktivitas meningkat dikarenakan
bertambahnya proses moderasi pada reflektor grafit.

Spesifikasi umum desain

FLUBER ditampilkan pada Tabel 1 dan tampilan skematis dari reaktor pada keadaan
packed dan terfluidisasi dapat dilihat pada Gambar 1.
Ketika aliran helium ke dalam teras berkurang baik disengaja maupun akibat
kegagalan pompa, susunan partikel bahan bakar menjadi packed bed dan reaktor
kembali menjadi subkritis. Akan tetapi kalor peluruhan masih dihasilkan di teras dan
harus dipindahkan. Pada skenario kondisi terburuk di mana tidak ada pompa yang
bekerja, kalor peluruhan harus diambil secara pasif. Karena daya output ketika reaktor
masih beroperasi relatif tinggi, pengambilan kalor peluruhan setelah reaktor shutdown
menjadi sangat penting. Ketika reaktor beroperasi pada ekspansi bed yang maksimal,
daya total maksimum dapat mencapai 120 MW dengan suhu bahan bakar maksimum
sebesar 1165 K. Setelah reaktor mati (dengan cara tidak mengalirkan helium ke dalam
reaktor), packed bed terbentuk dengan volume sebesar 2,5 m3. Daya peluruhan pada
awal transien sebesar 7% dari daya total sehingga densitas daya peluruhan saat itu

mencapai sekitar 3,4 MW/m3.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kalor
peluruhan yang dihasilkan dari pengoperasian FLUBER dapat diambil secara pasif
tanpa

melampaui

batas

keselamatan.

Untuk

CP

(coated

particles),

IAEA


merekomendasikan nilai sebesar 1873 K sebagai batas konservatif suhu bahan bakar
maksimum pada kondisi kecelakaan [1]. Oleh karena itu diperlukan perhitungan yang
bersifat best estimate dengan menyertakan model untuk semua mode perpindahan kalor
(konduksi, konveksi dan radiasi). Pada paper sebelumnya [2] telah dilaporkan hasil
perhitungan yang menggunakan metode PN untuk model perpindahan radiasi termal.
Paper ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari kegiatan yang telah dilaporkan

706

Alexander Agung, Danny Lathouwers, Tim van der Hagen, Hugo van Dam

Prosiding Seminar Nasional ke-11 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir
ISSN : 0854 - 2910
Malang, 15 September 2005

pada paper tersebut yaitu dengan menggunakan metode SN untuk model perpindahan
radiasi termal dan membandingkan hasilnya dengan metode PN.
Tabel 1. Spesifikasi FLUBER
Jari-jari teras [cm]


79,8

Tinggi teras [cm]

600

Tinggi seluruh reaktor [cm]

800

Tebal reflektor aksial dan radial [cm]

100

Tebal dan tinggi penyerap radial [cm]

50

Konsentrasi penyerap radial [ppm]


50

Tinggi packed bed (pada 40% of porositas) [cm]
Massa uranium [kg]

122,36
220

Pengkayaan [% berat]

16,76

Tekanan helium [bar]

60

Daya maksimum (ketika ekspansi penuh) [MW]

120


Suhu bahan bakar maksimum [K]

1165

Suhu gas maksimum [K]

1160

Reflektor grafit
Helium cavity

Partikel bahan bakar
Penyerap
samping
Gambar 1. Skema FLUBER pada keadaan packed (kiri) dan terfluidisasi (kanan).
Susunan dari paper ini adalah sebagai berikut. Pada Bagian 2 akan diuraikan
tentang model matematis yang menggambarkan fenomena yang terjadi pada FLUBER
setelah shutdown. Pada bagian ini pula metode PN dan SN diuraikan dengan ringkas.
Selanjutnya implementasi numerik terhadap model matematis pada FLUBER dijelaskan


Alexander Agung, Danny Lathouwers, Tim van der Hagen, Hugo van Dam

707

Prosiding Seminar Nasional ke-11 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir
ISSN : 0854 - 2910
Malang, 15 September 2005

pada Bagian 3 dan diikuti dengan hasil perhitungan yang dibahas pada Bagian 4.
Selanjutnya Bagian 5 mengakhiri paper ini dengan kesimpulan.
2. MODEL MATEMATIS
Pengambilan kalor peluruhan pada FLUBER dapat dideskripsikan dengan
gabungan perpindahan kalor konduksi, konveksi dan radiasi pada medium berpori.
Skenario kecelakaan yang diperhitungkan adalah bahwa sistem tetap pada kondisi
operasi 60 bar dan bahwa pada sistem tidak terdapat konveksi paksa.

2.1 Persamaan kontinuitas

∇ ⋅ (α g ρ g u ) = 0


Persamaan kontinuitas untuk fase gas dapat dituliskan sebagai

(1)

dengan α adalah fraksi volume, ρ adalah densitas, u adalah vektor kecepatan dan indeks
g menyatakan fase gas.

2.2 Persamaan momentum
∂ (α g ρ g u )

Persamaan momentum untuk fase gas dapat dinyatakan sebagai [3,4]
∂t

+ ∇ ⋅ (α g ρ g uu ) = −

α pρp
u + ∇ ⋅ α g τ g − α g ∇P + α g ρ g g
τ 12


(2)

dengan τ 12 adalah skala waktu interaksi gas-partikel yang dihitung berdasarkan relasi
Ergun, τ adalah tensor stress, P adalah tekanan, g adalah percepatan gravitasi dan

indeks p menyatakan fase padatan. Fase gas diasumsikan memenuhi hukum gas ideal.

Untuk menyelesaikan persamaan aliran, digunakan pula model turbulen k-ε

untuk bilangan Reynolds tinggi.

2.3 Persamaan energi

Persamaan energi untuk fase gas dan padatan adalah

α g ρ g C p,g

α p ρ p C p. p

∂T p
∂t

D g Tg

[

Dt

]

[

]

[

]

]

= ∇ ⋅ λ p ∇T p − h pg a pg T p − Tg + Pd''' − ∇ ⋅ q rad

ρ refl C p ,refl

708

[

= ∇ ⋅ λ g ∇Tg + h pg a pg T p − Tg

∂Trefl
∂t

[

= ∇ ⋅ λ refl ∇Trefl

]

Alexander Agung, Danny Lathouwers, Tim van der Hagen, Hugo van Dam

(3)
(4)
(5)

Prosiding Seminar Nasional ke-11 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir
ISSN : 0854 - 2910
Malang, 15 September 2005

dengan Cp adalah kapasitas kalor, T adalah suhu, λ adalah konduktivitas termal, hpg
adalah koefisien perpindahan kalor konveksi antara fase gas dan padatan yang diperoleh
dari korelasi Ranz, apg adalah luasan antarmuka per satuan volume partikel padatan, Pd'''
adalah sumber volumetrik kalor peluruhan, qrad adalah fluks kalor radiasi dan indeks
refl menyatakan bagian reflektor. D/Dt pada Pers. 3 adalah turunan substansial yang
terhubung dengan turunan parsial terhadap waktu dan koordinat ruang.
Sifat-sifat fase gas dan padatan diperoleh dari data-data yang tersedia [5 – 7].
2.4 Kalor peluruhan

Reaktor diasumsikan telah beroperasi cukup lama sebelum shutdown sehingga
daya peluruhan telah mencapai keadaan tunak. Kalor peluruhan, Pd, setelah shutdown
dapat dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut
Pd =

γ
Qf + ∑ n
n =1 λ n
Ptot

Nd

∑λ
Nd

n =1

γn

e − λn t

(6)

n

dengan Ptot adalah daya total yang dibangkitkan sebelum shutdown, Qf adalah energi

serentak yang dapat diambil per fisi, γ n dan λn adalah yield dan konstanta kalor

peluruhan dan Nd adalah banyaknya kelompok kalor peluruhan. Pada penelitian ini
digunakan 23 kelompok kalor peluruhan dengan data yang diperoleh dari Ref. [8].
Sumber kalor volumetrik pada Pers. 6 diberikan sebagai
Pd''' = Pd / Vcore

(7)

dengan Vcore adalah volume teras aktif. Sumber kalor peluruhan dibangkitkan secara
homogen pada packed bed dikarenakan burn-up bahan bakar yang homogen selama
proses fluidisasi. Hal ini sebagai akibat proses pengadukan bahan bakar yang sangat
bagus yang merupakan salah satu karakteristik dari fluidisasi.

2.5 Model radiasi
Perpindahan kalor secara radiasi dimodelkan menggunakan persamaan integrodiferensial untuk media berpartisipasi (dapat menyerap dan menghamburkan sinar) [9]
sebagai berikut

Ω ⋅ ∇I + Σ t I = Σ a I b +

Σs


∫ I (Ω')Φ(Ω'⋅Ω)dΩ'



Alexander Agung, Danny Lathouwers, Tim van der Hagen, Hugo van Dam

(8)

709

Prosiding Seminar Nasional ke-11 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir
ISSN : 0854 - 2910
Malang, 15 September 2005

dengan I adalah intensitas radiasi, Ib adalah intensitas benda hitam ( = σT 4 / π ), Σ t

adalah koefisien extinction, Σ s adalah koefisien hamburan, Σ a adalah koefisien

serapan, σ adalah konstanta Stefan-Boltzman, Ω adalah vektor arah dan Φ adalah
fungsi fase hamburan yang menggambarkan probabilitas sinar dengan arah Ω' akan
dihamburkan ke arah Ω tertentu. Pers. 8 di atas biasa disebut sebagai Radiative
Transfer Equation (RTE). Fungsi fase hamburan dapat dinyatakan dalam
Φ(Ω'⋅Ω ) = ∑ (2i + 1)Ai Pi (Ω'⋅Ω )
N

(9)

i =0

Pada perhitungan ini diasumsikan hamburan yang isotropik.
Sifat radiasi dari partikel diperoleh dari teori tak gayut (independent) yang artinya
bahwa karakteristik serapan dan hamburan sebuah partikel tidak dipengaruhi oleh
partikel-partikel tetangganya. Untuk partikel yang besarnya melebihi panjang
gelombang termal berlaku hubungan sebagai berikut

Σa = Σs =
Σt = 3

3αp
2 dp

(10)

αp

(11)
dp
dengan dp adalah diameter partikel. Helium yang terdapat pada freeboard bersifat
transparan terhadap radiasi termal sehingga tidak ikut dalam proses radiasi.

2.5.1 Metode PN

Metode PN atau disebut juga pendekatan spherical harmonics mula-mula
dikembangkan untuk studi perpindahan radiasi pada atmosfer, kemudian dimodifikasi
untuk penyelesaian permasalahan transport neutron dan kemudian digunakan untuk
permasalahan perpindahan radiasi termal [10]. Pada metode ini, intensitas radiasi
dinyatakan sebagai urutan (series) spherical harmonics dan dapat dituliskan sebagai

I (r, Ω ) = ∑ ∑ Alm (r )Yl m (Ω )
N

l

(12)

l =0 m = −l

( )


 (l + m )!

dengan spherical harmonics ditulis sebagai

(m + m ) / 2  l − m !

Yl (Ω ) = (− 1)
m

dan Pl

710

m

1/ 2

e jmφ Pl

m

(cos θ )

adalah polinomial Legendre terasosiasi.

Alexander Agung, Danny Lathouwers, Tim van der Hagen, Hugo van Dam

(13)

Prosiding Seminar Nasional ke-11 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir
ISSN : 0854 - 2910
Malang, 15 September 2005

Pada Pers. 12 batas atas N untuk indeks l dikenal dengan istilah orde
pendekatan. Penyelesaian eksak dari persamaan transfer radiasi dapat dicapai jika N
adalah tak hingga, akan tetapi untuk keperluan perhitungan praktis digunakan nilai N
yang berhingga. N=1 menghasilkan pendekatan P1 dan N=3 menghasilkan pendekatan

P3. Biasanya digunakan orde spherical harmonics yang ganjil karena untuk
menghindari singularitas matematis dari intensitas radiasi.
Untuk pendekatan P1, setelah mengalikan intensitas dengan momen ke-nol dan
pertama dan mengintegralkannya terhadap sudut ruang, diperoleh

I (r , Ω ) =

1
[g (r ) + 3q(r ) ⋅ Ω]


(14)

dengan G adalah incident radiation (= ∫ I (Ω )dΩ ) dan q adalah fluks kalor radiasi.


Selanjutnya dengan mensubstitusi nilai intensitas ke RTE (Pers. 8) dan kemudian

∇ ⋅ D∇G (r ) + Σ a G (r ) = 4Σ aσT 4

mengalikannya dengan momen ke-nol dan pertama, akan dihasilkan persamaan difusi
(15)

dengan D adalah koefisien difusi (= − (3Σ t − A1Σ s ) ).
−1

∫ I (r

, Ω )nˆ ⋅ ΩdΩ =

∫ I (Ω)nˆ ⋅ ΩdΩ

Untuk metode P1 ini dapat digunakan syarat batas Marshak sebagai berikut:
nˆ ⋅Ω > 0

w

nˆ ⋅Ω > 0

(16)

w

Persamaan transfer radiatif (Pers. 8) menjadi terkopel dengan persamaan energi
(Pers. 4) melalui sumber radiasi,

[

∇ ⋅ q rad = Σ a 4σT p4 − G

]

(17)

2.5.2 Metode SN
Pendekatan

SN atau

pendekatan

discrete

ordinates

diperoleh

dengan

mendiskretisasi seluruh sudut ruang ( Ω = 4π ) menggunakan sejumlah arah ordinat
yang terbatas dan faktor pembobot yang sesuai. RTE kemudian dituliskan untuk setiap
ordinat dan suku integral digantikan dengan jumlahan kuadratur masing-masing ordinat.
Pada metode SN, terdapat nilai diskret N dari kosinus arah ξ n ,η n , µ n yang selalu

memenuhi identitas ξ n2 + η n2 + µ n2 = 1 [11,12]. Orde N pada metode SN berupa bilangan
N ( N + 2 ) / 2 . Dengan demikian untuk S2 terdapat 4 ordinat, S4 terdapat 12 ordinat, S6

genap dan banyaknya ordinat untuk kasus dua dimensi dapat dinyatakan dengan

terdapat 24 ordinat dan S8 terdapat 40 ordinat.

Alexander Agung, Danny Lathouwers, Tim van der Hagen, Hugo van Dam

711

Prosiding Seminar Nasional ke-11 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir
ISSN : 0854 - 2910
Malang, 15 September 2005

RTE kemudian diselesaikan untuk setiap ordinat dan nilai incident radiation
dengan mudah dapat dituliskan sebagai

G (r ) ≈ ∑ wm I m (r )
N

m =1

(18)

dengan wm adalah nilai bobot dari titik kuadratur.
Berdasarkan pada ekspresi umum untuk permukaan tak tembus cahaya yang
memancarkan dan menghamburkan secara menyebar, syarat batas untuk metode SN
dapat dituliskan sebagai berikut

I m (rw ) = ε (rw )I b (rw ) +

ρ (rw )
∑ w j I j (rw ) nˆ ⋅ Ω , nˆ ⋅ Ω m > 0
π nˆ ⋅Ω 1 hari) menjadi sangat tidak
ekonomis.

Tabel 2. Perbandingan CPU time untuk simulasi real time sebesar 3 jam.
Metode
CPU Time
(jam)

P1

S2

S4

S6

S8

1,53

2,29

4,78

11,56

26,69

5. KESIMPULAN DAN PENELITIAN LANJUTAN
Simulasi numerik untuk pengambilan kalor secara pasif pada FLUBER telah
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode untuk penyelesaian perpindahan kalor
radiasi. Dari hasil perhitungan didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Metode P1 dapat digunakan pada medium berpartisipasi dengan ketebalan optis
(yang direpresentasikan oleh nilai fraksi volume partikel) yang besar tanpa ada
perbedaan yang signifikan dengan metode SN. Hal ini tampak pada bagian bed
partikel. Akan tetapi pada bagian freeboard di mana ketebalan optisnya sangat
kecil metode P1 menjadi tidak valid.
2. Metode S2 memberikan hasil yang overpredict dikarenakan sedikitnya jumlah
ordinat yang digunakan. Pada metode SN orde tinggi tidak dijumpai adanya
permasalahan bahkan untuk ketebalan optis yang sangat kecil. Semakin tinggi
orde SN, semakin akurat hasil perhitungannya.
3. Sebagai konsekuensi dari kegagalan metode P1 pada bagian freeboard, pada
daya operasional sebesar 60 MW, suhu bahan bakar maksimum partikel bahan
bakar pasca shutdown menjadi terlalu tinggi bahkan melampaui batas yang
diizinkan. Hal yang demikian tidak dijumpai pada metode SN.
Permasalahan utama yang dijumpai apabila menggunakan metode SN orde tinggi
adalah lamanya waktu komputasi. Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan penelitian
lanjutan yang bertujuan untuk mempercepat waktu komputasi misalnya dengan
menambah algoritma akselerasi maupun dengan menggunakan metode gabungan Full
Approximation Scheme dan Newton-Krylov [13].

718

Alexander Agung, Danny Lathouwers, Tim van der Hagen, Hugo van Dam

Prosiding Seminar Nasional ke-11 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir
ISSN : 0854 - 2910
Malang, 15 September 2005

DAFTAR PUSTAKA
1. IAEA, “Fuel Performance and Fission Product Behaviour in Gas-Cooled
Reactors”, IAEA-TECDOC-978, Vienna, 1997.
2. A. AGUNG, D. LATHOUWERS, T.H.J.J VAN DER HAGEN, H. VAN DAM,
C.C. PAIN, C.R.E. DE OLIVEIRA, A.J.H. GODDARD, M.D. EATON,
J.L.M.A. GOMES, B. MILES, “Passive Decay Heat Removal in a Fluidized
Bed Nuclear Reactor”, Proc. PHYSOR 2004 (on CD-ROM), Chicago, Illinois,
25-29 April 2004.
3. M. KAVIANY, Principles of Heat Transfer in Porous Media, Springer, New
York, 1991.
4. D. LATHOUWERS, J. BELLAN, “Modeling of Dense Gas-Solid Reactive
Mixtures Applied to Biomass Pyrolysis in a Fluidized Bed”, International
Journal of Multiphase Flow, 27, 2155, 2001.
5. E.W. LEMMON, M.O. MCLINDEN, D.G. FRIEND, “Thermophysical
Properties of Fluid Systems” in NIST Chemistry WebBook, NIST Standard
Reference Database Number 69, Eds. P.J. Linstrom and W.G. Mallard, National
Institute of Standards and Technology, Gaithersburg MD, 20899, 2003.
6. J.K. FINK, “Thermophysical Properties of Uranium Dioxide”,

Journal of

Nuclear Material, 279, 1, 2000.
7. A.T. DINSDALE, “SGTE Data for Pure Elements”, CALPHAD, 15, 317, 1991.
8. Berechnung

der

Nachzerfallsleitung

der

Kernbrennstoffe

von

Hochtemperaturreaktoren mit Kügelförmigen Brennelementen, Technical
Report DIN 25 485, 1990.
9. R. SIEGEL, J.R. HOWELL, Thermal Radiation Heat Transfer, Taylor and
Francis, Washington, 2001.
10. R. VISKANTA, M.P. MENGÜÇ, “Radiation Heat Transfer in Combustion
Systems”, Progress in Energy Combustion Science, 13, 97, 1987.
11. E.E. LEWIS, W.F. MILLER, Computational Methods of Neutron Transport,
John Wiley & Sons, New York, 1984.
12. N.Z. CHO, Recent Developments in Reactor Physics and Kinetics, Lecture
Notes, The 2003 Frédéric Joliot/Otto Hahn Summer School, Forschungszentrum
Karlsruhe, Germany, August 20 – 29, 2003.

Alexander Agung, Danny Lathouwers, Tim van der Hagen, Hugo van Dam

719

Prosiding Seminar Nasional ke-11 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir
ISSN : 0854 - 2910
Malang, 15 September 2005

13. D. BALSHARA, “Fast and Accurate Discrete Ordinates Methods for
Multidimensional Radiative Transfer. Part I, Basic Methods”, Journal of
Quantitative Spectroscopy & Radiative Transfer, 69, 671, 2001.

720

Alexander Agung, Danny Lathouwers, Tim van der Hagen, Hugo van Dam