PENGARUH POPULASI DAN PEMUPUKAN NPK TERH
ISSN No.: 1412-5757
PENGARUH POPULASI DAN PEMUPUKAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN HASIL KACANG BOGOR (Vigna subterranea L.)
Oleh
Endah Sri Redjeki *
RINGKASAN
Peningkatan hasil tanaman menjadi tujuan utama dalam menentukan teknik budidaya tanaman.
Pengaturan populasi tanaman dan pemupukan NPK yang tepat dapat meningkatkan hasil tanaman.
Penelitian kacang Bogor (Vigna subterranea L.) di Indonesia sangat sedikit dilakukan, padahal
dilihat dari kandungan gizinya setiap 100 gram bagian biji yang dapat dimakan berisi : 11 gram air, 18
gram protein, 6 gram lemak, 62 gram karbohidrat, 5 gram serat dan 3 gram abu. Kandungan kalori ratarata 1540 kJ/100 g. Sebagaimana polong-polongan lainnya, asam amino, belerang, sistin dan
methioninnya terbatas, sedangkan kandungan lisinnya tinggi.
Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah
Gresik, dengan ketinggian 5 m dpl. pada pertengahan bulan Mei sampai dengan November 2002.
Rancangan Percobaan yang digunakan adalah Rancangan Faktorial yang disusun secara acak kelompok.
Percoban menggunakan dua faktor, yaitu faktor jumlah populasi (A) yang terdiri dari 4 (empat) taraf,
meliputi : A0 = populasi tanaman/hektar, A1 = 250.000 (10 x 40 cm, 1 tanaman/lubang), A2 =
400.000 (10 x 25 cm, 1 tanaman/lubang) dan A3 = 500.000 (10 x 40 cm, 2 tanaman/lubang) dan
faktor dosis pupuk NPK (B) yang terdiri dari 4 (empat) taraf, meliputi : B0 = tanpa dipupuk NPK, B1 = 50
kg Urea, 100 kg SP-36, 50 kg KCl,
B2 = 50 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl dan B3 = 75 kg Urea,
100 kg SP-36, 100 kg KCl. Percobaan diulang tiga kali sehingga diperoleh 36 satuan percobaan.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat interaksi pada variabel hasil yang ditunjukkan oleh
jumlah polong per tanaman dan berat kering 100 biji. Perlakuan A1B0 (250 .000 tanaman/ha; tanpa
dipupuk) memberikan jumlah polong per tanaman lebih tinggi dibandingkan A3B3 (500.000 tanaman/ha;
75 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl ) , namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Berat
kering 100 biji A3B2 ((500.000 tanaman/ha; 50 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl ) lebih tinggi
dibandingkan A1B2 (250.000 tanaman/ha; 50 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl ), A1B3 (250.000
tanaman /ha; 75 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl ), A3B0 (500.000 tanaman/ha tanpa dipupuk NPK)
dan A3B3 (500.000 tanaman/ha, 75 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl ) namun tidak berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya, termasuk dengan A1B0 (250 .000 tanaman/ha; tanpa dipupuk ).
Pada populasi 250.000 tan/ha tanpa pemupukan akan diperoleh produksi biji kering 0.77 ton/ha.
Keywords : Jarak Tanam, dosis pupuk, pertumbuhan dan hasil, kacang bogor
* Dosen Fakultas Pertanian UMG
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penelitian
kacang
Bogor
(Vigna
subterranea L.) di Indonesia sangat sedikit
dilakukan, padahal dilihat dari kandungan
gizinya setiap 100 gram bagian biji yang dapat
dimakan berisi : 11 gram air, 18 gram protein, 6
gram lemak, 62 gram karbohidrat, 5 gram serat
dan 3 gram abu. Kandungan kalori rata-rata
1540 kJ/100 g. Sebagaimana polong-polongan
lainnya, asam amino, belerang, sistin dan
methioninnya terbatas, sedangkan kandungan
lisinnya tinggi (Duke , 1980).
Mengingat
kandungan lemaknya rendah, namun tinggi
kalori memungkinkan kacang Bogor menjadi
makanan alternatif bagi orang yang diet lemak
serta untuk penganeka ragaman pangan.
Harga jual di pasar pun relatif mahal, apalagi
dalam bentuk kacang goreng.
Petani menanam kacang Bogor
dengan teknik budidaya seadanya, karena
informasi mengenai hal ini sangat sedikit. Di
Afrika, daerah asal tanaman ini, hasil biji ratarata 650 – 850 kg/ha, namun berbeda untuk
masing-masing negara di benua tersebut
(Anonymus, 1979).
Peningkatan hasil
67
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003
ISSN No.: 1412-5757
tanaman menjadi tujuan utama dalam
menentukan
teknik
budidaya
tanaman.
Pengaturan populasi tanaman dan pemupukan
NPK yang tepat dapat meningkatkan hasil
tanaman.
Balai Penelitian Tanaman Pangan
Malang merekomendasikan pemberian pupuk
N,P,K dalam bentuk Urea, TSP dan KCl dengan
dosis masing-masing 75 kg Urea, 100 kg TSP
dan 100 kg KCl serta penggunaan populasi
400.000 tanaman/ha dapat meningkatkan hasil
polong kering kacang tanah, pada lahan kering
di daerah Tuban (Rahmianna dan Arief Harsono,
1991).
Perkecambahannya hipogeal, memerlukan
waktu 7 – 15 hari.
Pembungaan mulai muncul 30 – 35
hari setelah tanam. Umumnya penyerbukan
sendiri. Polong tumbuh pada bulan pertama
setelah pembuahan. Kemudian biji membesar
selama 10 hari berikutnya. Biji dianggap tua
setelah lapisan parenkim yang membungkus
embrio telah hilang dan muncul bintil-bintil
kecil di bagian luar polong. Kematangan
dicapai dalam 90 – 150 hari setelah tanam
(Anonymous, 1979).
1.2 Perumusan Masalah
Sebagai tanaman hari pendek, kacang
Bogor dibudidayakan di daerah tropik pada
ketinggian sampai 1.600 m dpl. Tanaman ini
menyenangi sinar matahari cerah dengan
suhu harian rata-rata antara 20 – 28 oC.
Tanaman kacang Bogor dapat dibudidayakan
dengan cara memuaskan di daerah-daerah
dengan curah hujan 900-1200 mm/tahun.
Tanaman ini dapat tumbuh di tanah yang
cukup kering, tetapi paling cocok ialah tanah
liat berpasir dengan pH 5,0 – 6,5
(Anonymous, 1979).
Permasalahan yang akan diteliti adalah :
1. Apakah terdapat interaksi nyata jumlah
populasi dan pemupukan NPK terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman kacang
Bogor ?
2. Apakah terdapat perbedaan yang nyata
penggunaan jarak tanam dan jumlah
tanaman per lubang terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman kacang Bogor ?
3. Apakah terdapat perbedaan yang nyata
penggunaan
pupuk
NPK
terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman kacang
Bogor ?
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani
Tanaman kacang Bogor termasuk herba
berbentuk
jurai
(bunch-shaped)
sampai
memencar.
Batangnya menjalar bercabangcabang. Akarnya memiliki bintil-bintil bercuping.
Daunnya beranak daun tiga-tiga, tiak berbulu,
tangkainya tegak dan beralur, panjangnya
sampai 30 cm. Anak daunnya jorong sampai
berbentuk lanset terbalik, ukurannya mencapai
8 cm x 4 cm. Tandannya berisi satu sampai tiga
bunga yang berwarna kuning keputih-putihan.
Buahnya berada di dalam tanah, agak bundar,
diameter kurang lebih 2,5 cm. Umumnya
varietas mempunyai 1 biji per polong, tetapi di
Kongo dilaporkan 1 polong berisi 3 biji (Goli,
1995). Biji umumnya berwarna putih, kuning,
merah, kehitam-hitaman atau lurik secara
beraneka
(variously
mottled).
2.2 Ekologi
2.3 Agronomi
Kacang Bogor (Vigna subterranea (L)
Verdcourt) merupakan herba semusim yang
termasuk dalam famili Leguminosae sub famili
Papilionoideae
dengan
genus
Vigna,
mempunyai kelebihan dibandingkan legume
lainnya , yaitu toleran pada lahan kering dan
tanah-tanah miskin (Linnemann, 1989).
Kacang Bogor masih mampu menghasilkan
biji pada kondisi terlalu kering untuk kacang
tanah, jagung dan sorgum.
Kacang Bogor akan tumbuh baik di
lahan yang dibajak dalam-dalam dan dibuat
guludan yang tanahnya diperhalus, agar
tanaman ini dapat menancapkan gagang
bunganya setelah bunga dibuahi.
Jumlah
benih yang diperlukan sekitar 25 – 75 kg/ha.
Jarak
tanam
yang
dianjurkan
pada
penanaman monokultur di lahan datar ialah
10-15 cm pada barisan-barisan tunggal
berjarak 45 cm satu sama lain atau 20 cm
untuk barisan ganda pada guludan datar yang
berjarak 90 cm satu sama lain. Sebagai
tanaman tumpang sari, kacang Bogor
68
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003
ISSN No.: 1412-5757
dikombinasikan dengan serealia, umbi-umbian
dan polong-polongan lainnya.
Bilamana tingkat kesuburan rendah,
maka
diperlukan
pemupukan
majemuk.
Tanaman ini perlu disiangi 2 minggu sekali
setelah tumbuh dan diulangi sebelum rangkaian
daun-daun menyatu. Pada umumnya hama dan
penyakit tidak terlalu mengurangi hasil. Pada
saat polong muda berwarna hijau, sangat
disenangi tikus. Karenanya pada saat tersebut
perlu dilakukan pembumbunan untuk menutupi
polong serta mempercepat pemasakan. Panen
dilakukan dengan cara mencabut tanamannya
setelah daun-daunnya berubah menjadi kuning
dan mulai layu. Karena polong sering putus jika
dicabut, maka diperlukan pengumpulan sedikit
demi sedikit (Anonymous, 1983).
Di Afrika, hasil biji rata-rata 650 – 850
kg/Ha, tetapi sangat berbeda untk masingmasing begara di benua tersebut. Untuk Asia
Tenggara tidak diperoleh data statistk hasil yang
dapat dipercaya.
Penyimpanan yang baik
adalah dalam bentuk biji dalam polong, karena
kerusakan serangan serangga jauh lebih kecil
dibandingkan biji telanjang.
2.4
Pengaruh
Populasi
terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Pengaturan jumlah populasi tanman
pada suatu areal tanah pertanian, merupakan
salah satu teknik budidaya yang berpengaruh
terhadap hasil yang akan dicapai.
Haryadi (1979) menjelaskan, bahwa
jarak tanam mempengaruhi populasi tanaman
dan efisiensi penggunaan cahaya, sehingga
mempengaruhi
tingkat
persaingan
antar
tanaman dalam penggunaan air dan unsur hara.
Dengan demikian mempengaruhi produksi.
Ada dua macam pengaturan jarak
tanam, yaitu jarak tanam lebar dan sempit.
Pada jarak tanam lebar setiap tanaman dapat
tumbuh secara normal, karena kurang adanya
persaingan.
Tanaman dapat menunjukkan
pertumbuhan
yang
maksimum,
serta
pemeliharaan dapat lebih mudah dilakukan.
Tanaman terbaik yang dipilih dari jarak tanam
lebar belum tentu menunjukkan sifat baiknya
bila ditanam pada jarak tanam sempit, karena
kurangnya persaingan. Sedangkan jarak tanam
sempit dimaksudkan agar tanaman berada pada
situasi kompetitif sehingga tanaman terpilih
nanti tetap dapat memperlihatkan sifat
baiknya (Poespodarsono, 1988).
Hasil penelitian populasi tanaman per
hektar tanaman kacang tanah di lahan kering
(Tuban) dilaporkan oleh Harsono dan A.A.
Rahmianna
(1991),
bahwa
untuk
mendapatkan hasil kacang tanah yang optimal
pada lahan kering (Tuban) diperlukan populasi
tanaman sekitar 400.000 tanaman/ha, dengan
jarak
tanam
25
x
10
cm,
satu
tanaman/lubang. Tambahan tanaman di atas
populasi
tersebut
tidak
memberikan
peningkatan hasil.
2.5
Pengaruh Pupuk NPK terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Kacang.
Tanaman kacang-kacangan (legume)
berperan dalam pengelolaan produktivitas
lahan
melalui
penangkapan
N,
dan
penambahan bahan organik (Wortmann,
B.D.McIntyre,C.K. Kaizzi, 2000).
Tindakan
kultur teknis yang mengarah pada perbaikan
lingkungan tumbuh yang optimal merupakan
alternatif
utama
untuk
menghasilkan
pertumbuhan dan hasil kacang tanah yang
tinggi. Kultur teknis yang tidak efektif akan
menghasilkan lingkungan tumbuh tidak
optimal
yang
pada
gilirannya
akan
menurunkan hasil (Henning, A.M. Allison and
L.D.Thipp, 1982).
Tanaman kacang Bogor termasuk
vigna dengan kandungan 0.022 g N per gram
tanaman, lebih rendah dibandingkan kedele
dengan kandungan 0.028 g N per gram
tanaman (Pengelly,F.P.C.
Blamey,
R.C.
Muchow, 1999).
Hasil penelitian kacang tanah di lahan
kering Tuban (Rahmianna dan T.Adisarwanto,
1992) menunjukkan bahwa pemberian 50 kg
Urea/Ha meningkatkan hasil 36,2 %, 100 kg
TSP/ha meningkatkan hasil 53,8 % dan
pemberian 50 kg KCl/ha meningatkan hasil
20,1 % dibandingkan hasil tanaman yang
tidak dipupuk sama sekali. Namun Rahmianna
dan Arief Harsono (1992) merekomendasikan
penggunaan pemupukan 75 kg Urea, 100 kg
TSP dan 100 kg KCl per ha dapat
meningkatkan hasil 59 % dibandingkan
tanaman yang tidak dipupuk pada lahan yang
sama.
69
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003
ISSN No.: 1412-5757
III.
METODE PENELITIAN
Cara Pengambilan Data
Penelitian ini
dilakukan pada
pertengahan bulan Mei sampai dengan
November 2002 di Kebun Percobaan Fakultas
Pertanian, Universitas Muhammadiyah Gresik,
dengan ketinggian 5 m dpl.
Bahan yang digunakan adalah : benih
kacang Bogor, Urea, SP-36, KCl , OMP-Plus,
Furadan 3G dan pestisida .
Alat yang digunakan : meteran,
timbangan, sprayer, penggaris , traktor dan
Oven listrik.
Rancangan Percobaan yang digunakan
adalah Rancangan Faktorial yang disusun secara
acak kelompok. Percoban menggunakan dua
faktor, yaitu :
A
= populasi tanaman/hektar,
A1 = 250.000 (10 x 40 cm, 1 tan/lubang)
A2 = 400.000 (10 x 25 cm, 1 tan/lubang)
A3 = 500.000 (10 x 40 cm, 2 tan/lubang)
B
B0
B1
B2
B3
= perbandingan pupuk NPK kg/ha
= tanpa dipupuk NPK
= 50 kg Urea, 100 kg SP-36, 50 kg KCl
= 50 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl
= 75 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl
Percobaan diulang tiga kali sehingga
diperoleh 36 satuan percobaan.
Pelaksanaan Percobaan
1. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dilakukan dengan
mencangkul traktor dua kali untuk membalik
dan menggemburkan tanah. Setelah itu tanah
dipetak berukuran 1 x 1 meter sebanyak
kombinasi perlakuan (36 satuan percobaan). Di
antara petak satu dan lainnya dipisahkan oleh
saluran selebar 30 cm dengan kedalaman 20 cm
untuk drainase. Sebelum dilakukan penanaman,
lahan yang sudah dipetak ditaburi pupuk organik
OMP-Plus 1 ton/ha untuk memperbaiki struktur
dan tekstur tanah, kemudian diaduk-aduk agar
tercampur merata.
2. Penanaman
Penanaman
dilakukan
pada
pertengahan bulan Mei 2002 dengan cara
ditugal sedalam 3 cm. Tiap lubang diberi 2-3
butir benih dengan jarak tanam sesuai dengan
perlakuan. Untuk seedtreatment digunakan
Furadan 3G 20 kg/ha di sekitar lubang tanam
pada saat penanaman.
3. Pemupukan
Pemupukan dilakukan bersamaan saat
tanam, sesuai dengan dosis perlakuan.
Pemupukan dilakukan dengan cara dilarik +/7 cm dari benih dengan kedalaman +/- 5 cm.
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan
tanaman
meliputi
penjarangan
tanaman,
penyiangan,
pembumbunan,
penyiraman
serta
pengendalian hama dan penyakit.
Penjarangan tanaman dilakukan 2
minggu setelah tanam dengan meninggalkan
jumlah tanaman sesuai dengan perlakuan.
Penyiangan dilakukan dua minggu
sekali dengan menggunakan cangkul atau
koret untuk membersihkan gulma.
Penyiraman dilakukan sesuai dengan
kebutuhan. Pembumbunan dilakukan ketika
polong mulai terbentuk dan berwarna hijau.
Pembumbunan dilakukan dengan cara
menggemburkan tanah di sekitar tanaman
dan menaikkannya hingga polong tertutup.
Polong pada kacang Bogor akan tetap
berwarna hijau apabila tidak ditutup tanah,
selain itu tikus sangat menyukai polong muda
ini.
Pengendalian hama dan penyakit
dengan menggunakan pestisida pada umur 2
minggu setelah tanam.
Penyemprotan
selanjutnya
dilakukan
sesuai
dengan
kebutuhan.
5. Pemanenan
Panen dilakukan kurang lebih 90 –
120 hari setelah tanam dengan cara mencabut
tanamannya setelah daun-daun berubah
menjadi kuning dan mulai layu.
Karena
polong sering putus saat dicabut, maka
diperlukan pengumpulan sedikit demi sedikit.
6. Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada tanaman
sampel sejak tanaman berumur 4 minggu
setelah tanam. Penentuan tanaman sampel
70
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003
ISSN No.: 1412-5757
dilakukan secara acak lengkap.
Ada pun
variabel pengamatan sebagai berikut :
Variabel Pertumbuhan
a.
Tinggi tanaman : diukur dari permukaan
tanah sampai pucuk daun tertinggi dengan
interval 2 minggu sekali.
b. Jumlah daun : dihitung seluruh daun yang
membuka sempurna dengan interval 2
minggu sekali.
Variabel Hasil
a. Jumlah polong/ tanaman
: dihitung saat
panen
b. Berat kering 100 biji :
biji hasil panen
dikeringkan oven 105 o C selama 16 jam
kemudian ditimbang.
c. Berat Basah Brangkasan
:
setelah
polong diambil, maka tanaman dari akar,
batang dan daun ditimbang.
d. Berat Kering Brangkasan
:
setelah
ditimbang
berat
basah
brangkasan,
dikeringkan dengan oven 105o C selama 24
jam.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Populasi dan Pemupukan
NPK terhadap Pertumbuhan Tanaman
Kacang Bogor (Vigna subterranea (L.)
Verdc.)
Pengamatan
pertumbuhan tanaman
dilakukan saat tanaman berumur 4 minggu
setelah tanam, yaitu pada parameter tinggi
tanaman dan jumlah daun. Hasil analisis sidik
ragam memperlihatkan tidak tampak pengaruh
interaksi
populasi
tanaman/hektar
dan
pemupukan NPK pada tinggi tanaman dan
jumlah daun.
Pengaruh faktor tunggal pemupukan
NPK juga tidak berpengaruh nyata pada variabel
tinggi tanaman dan jumlah daun, namun
terdapat pengaruh nyata pada tinggi tanaman
dan jumlah daun akibat perlakuan populasi
tanaman per hektar Secara umum terjadi
pertambahan tinggi tanaman pada semua umur
pengamatan. Perbedaan nyata variabel tinggi
tanaman tampak nyata pada pengamatan umur
4 dan 10 minggu setelah tanam (mst).
Perlakuan A3 (500.000 tanaman/ha atau jarak
tanam 10 x 40 cm, 2 tanaman/lubang)
menghasilkan tinggi tanaman lebih tinggi
daripada A1 ( 250.000 tanaman/ha atau jarak
tanam 10 x 40 cm, 1 tanaman/lubang),
namun tidak berbeda nyata dengan A2 (
400.000 tanaman/ha atau jarak tanam 10 x 25
cm, 1 tanaman/lubang).
Pada variabel jumlah daun, secara
umum juga memperlihatkan pertambahan
pada semua umur pengamatan. Perlakuan
populasi
tanaman/ha
memperlihatkan
perbedaan
nyata pada semua umur
pengamatan. Pada umur 4 mst, perlakuan A3
(500.000 tanaman/ha atau jarak tanam 10 x
40 cm, 2 tanaman/lubang) memperlihatkan
jumlah daun tertinggi dibanding perlakuan
lainnya, namun pada umur pengamatan
berikutnya (6, 8, 10 dan 12 mst) pengaruhnya
tidak
berbeda
dibandingkan
A2
(400.000 tanaman/ha atau jarak tanam10 x
25 cm, 1 tanaman/lubang), namun berbeda
nyata dibandingkan A1 (250.000 tanaman/ha
atau jarak tanam 10 x 40 cm, 1
tanaman/lubang).
Pada variabel pertumbuhan yang
digunakan, yaitu tinggi tanaman dan jumlah
daun memperlihatkan pengaruh yang hampir
sama. Perlakuan A3 berbeda nyata dengan
perlakuan A1, namun tidak berbeda nyata
dengan A2.
Hal ini berarti peningkatan
populasi dari 250.000 tanaman/ha menjadi
500.000 tanaman/ha cenderung memberikan
pengaruh yang berbeda pada variabel
pertumbuhan, namun pengaruhnya hampir
sama dengan populasi 400.000 tanaman/ha.
4.2
Pengaruh Populasi dan Pemupukan
NPK terhadap Hasil Tanaman
Kacang Bogor (Vigna subterranea
(L) Verdc.)
Pengaruh populasi dan pemupukan
NPK terhadap hasil tanaman ditunjukkan oleh
variabel jumlah polong per tanaman, berat
basah dan berat kering brangkasan saat
panen serta berat kering 100 biji.
Hasil penelitian menunjukkan ada
interaksi pada variabel jumlah polong per
tanaman dan berat kering 100 biji, sedangkan
variabel berat basah dan berat kering
brangkasan tidak memperlihatkan pengaruh
nyata. A2B1 memperlihatkan jumlah polong
/tanaman berbeda nyata dibandingkan A3B3,
A3B0 dan A1B1, namun tidak berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya.
71
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003
ISSN No.: 1412-5757
Pada variabel berat kering 100 biji,
A3B2 lebih tinggi secara nyata dibandingkan
A1B2, A1B3, A3B0 dan A3B3, namun tidak
berbeda nyata dibandingkan perlakuan lainnya.
Penelitian
juga
memperlihatkan
pengaruh
faktor
tunggal
populasi
dan
pemupukan NPK terhadap variabel hasil.
Populasi tanaman per hektar memperlihatkan
perbedaan yang nyata pada variabel jumlah
polong per tanaman, berat kering brangkasan
dan berat kering 100 biji. Populasi A1 (250.000
tanaman/ha) tidak berbeda nyata dibandingkan
A2 (400.000 tanaman/ha) namun berbeda nyata
dibandingkan A3 (500.000 tanaman/ha) pada
variabel jumlah polong per tanaman.
A3
memperlihatkan jumlah polong per tanaman
terendah.
Pada variabel berat kering brangkasan,
A2 berbeda nyata dibandingkan A1, namun tidak
berbeda nyata dibandingkan A3. Perlakuan A3
tidak berbeda nyata dengan perlakuan A1 dan
A2.
Pada variabel berat kering 100 biji
memperlihatkan pengaruh yang sama seperti
pada berat kering brangkasan, yaitu A2 berbeda
nyata dibandingkan A1, namun tidak berbeda
nyata dibandingkan A3. Perlakuan A3 tidak
berbeda nyata dengan perlakuan A1 dan A2.
4.3 Pembahasan
Peningkatan jumlah populasi dan
pemupupukan NPK pada tingkat tertentu
ternyata menambah jumlah polong/tanaman
dan berat kering 100 biji.
Pada Gambar 3 di bawah ini, tampaklah
bahwa
pengaruh
interaksi
jumlah
populasi/hektar
dan
pemupukan
NPK
memberikan kecenderungan yang hampir sama.
Perlakuan A1B0 menghasilkan jumlah polong
/tanaman maupun berat kering 100 biji yang
tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
populasi 250.000 tanaman/hektar (jarak tanam
10 x 40 cm, 1 tanaman/lubang) walaupun tanpa
pemupukan
akan
memberikan
jumlah
polong/tanaman dan berat kering 100 biji yang
cukup tinggi.
Peningkatan jumlah populasi
hingga
500.000
tanaman/hektar
disertai
pemupukan NPK memberikan pengaruh yang
tidak berbeda dengan A1B0 pada variabel berat
kering 100 biji. Namun pada variabel jumlah
polong/tanaman, peningkatan populasi hingga
500.000 tanaman/hektar diserta pemupukan
dengan dosis tertinggi pada percobaan ini
(B3)
justru
menurunkan
jumlah
polong/tanaman secara nyata.
Hasil
pengamatan
di
lapangan
menunjukkan , bahwa jenis tanaman kacang
bogor yang ditanam untuk penelitian ini
mempunyai tipe menyebar (spread). Tipe
tanaman dengan sistem perakaran menyebar
akan lebih tepat apabila ditanam pada jarak
tanam lebar. Pada percobaan ini jarak tanam
10 x 40 cm memberikan kondisi optimal untuk
pembentukan polong, serta dengan 1
tanaman/lubang memberi kesempatan yang
cukup untuk penyerapan unsur hara.
Tajuk tanaman pada populasi rendah
(A1) tidak terlalu rimbun serta daun trifoliate
tidak saling menaungi sehingga pengisian
polong berlangsung dengan baik. Hal ini
terbukti pada variabel berat kering 100 biji,
meskipun tanpa pemupukan terbukti populasi
rendah (A1B0) mampu mengasilkan berat
kering 100 biji tidak berbeda nyata dengan
populasi
lainnya
yang
mendapatkan
pemupukan NPK.
Pengaruh faktor tunggal jumlah
populasi/hektar pada Gambar 4 menunjukkan
, bahwa peningkatan jumlah populasi/hektar
pada
tingkat
tertentu
(400.000
tanaman/hektar) cenderung meningkatkan
jumlah
polong/tanaman,
berat
kering
brangkasan serta berat kering 100 biji.
Namun peningkatan populasi hingga 500.000
tanaman/hektar
cenderung
menurunkan
ketiga variabel hasil tersebut, walaupun
penurunannya tidak berbeda nyata kecuali
pada jumlah polong/tanaman. Hal ini sesuai
dengan penelitian Suryanto (1986 dalam
Setiaji, 1994), bahwa meningkatnya populasi
akan menurunkan jumlah polong bernas dan
bobot 100 butir biji pada tanaman kacang
bogor.
Pengisian polong termasuk dalam fase
reproduktif tanaman. Kondisi lingkungan ,
antara lain populasi tanaman dan pemupukan
yang kurang sesuai akan mengganggu fase
ini, yaitu dimulai pembentukan bunga,
pembentukan dan pengisian polong hingga ke
hasil tanaman.
72
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003
ISSN No.: 1412-5757
35,00
Jumlah
Polong/Tanaman
30,00
25,00
BB Brangkasan
20,00
BK Brangkasan
15,00
10,00
BK 100 Biji
5,00
0,00
A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B0 A2B1 A2B2 A2B3 A3B0 A3B1 A3B2 A3B3
Gambar 1. Kurva Pengaruh Interaksi Populasi Tanaman/Ha dan Pemupukan NPK
terhadap Jumlah Polong/Tanaman; Berat Basah dan Berat Kering
Brangkasan serta Berat Kering 100 Biji.
30
Jumlah Polong
25
20
BB
Brangkasan
15
BK
Brangkasan
10
5
BK 100 Biji
0
A1
A2
A3
Gambar 2. Kurva Pengaruh Perlakuan Populasi Tanaman terhadap Jumlah Polong
/Tanaman; Berat Basah dan Berat Kering Brangkasan serta Berat
Kering 100 Biji.
A1 = 250.000 (10 x 40 cm, 1 tanaman/lubang)
A2 = 400.000 (10 x 25 cm, 1 tanaman/lubang)
A3 = 500.000 (10 x 40 cm, 2 tanaman/lubang)
73
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003
ISSN No.: 1412-5757
banyak polong berisi yang terbentuk. Pada
populasi tinggi meskipun jumlah polong
/tanaman yang terbentuk rendah, namun
menunjukkan berat kering brangkasan dan
berat kering 100 biji tidak berbeda nyata
dengan populasi 250.000 tanaman/ha maupun
400.000 tanaman/ha.
Pemupukan NPK berpengaruh nyata
pada jumlah polong/tanaman dan berat kering
100 biji, namun tidak pada berat basah dan
berat kering brangkasan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
peningkatan
populasi/ha
dari
250.000
tanaman/ha ke 400.000 tanaman/ha akan
meningkatkan berat kering brangkasan dan
berat kering 100 biji secara nyata, namun tidak
berbeda nyata pada jumlah polong per
tanaman. Peningkatan populasi hingga 500.000
tanaman/ha menurunkan secara nyata jumlah
polong/tanaman dan tidak nyata pada berat
kering brangkasan dan berat kering 100 biji.
Jarak tanam rapat(10 x 25 cm) dengan satu
tanaman/lubang memberikan pengaruh yang
sama dengan jarak tanam lebar (10 x 40 cm)
dengan dua tanaman/lubang.
Hal ini
ditunjukkan oleh variabel tinggi tanaman,
jumlah daun, berat kering brangkasan dan berat
kering 100 biji.
30,00
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
Jumlah
Polong
BB
Brangkasan
BK
Brangkasan
BK 100 Biji
BO
Gambar 3.
B1
B2
B3
Kurva Pengaruh Pemupukan NPK terhadap Jumlah Polong/tanaman,
Berat Basah dan Berat Kering Brangkasan serta Berat Kering 100 Biji.
B0
B1
B2
B3
=
=
=
=
tanpa dipupuk NPK
50 kg Urea, 100 kg SP-36, 50 kg KCl
50 kg Urea, 100 kg SP-36, 50 kg KCl
75 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl
Populasi rendah (250.000 tanaman/ha)
memberi kesempatan polong tumbuh dan
berkembang dengan baik, sehingga jumlah
polong/tanaman tidak berbeda nyata dengan
populasi 400.000 tanaman/ha, namum pada 500
tanaman/ha tidak banyak terbentuk polong,
karena tanaman terlalu rimbun oleh daun
sehingga
terjadi
saling
menaungi
dan
fotosintesis tidak maksimal. Akibatnya tidak
Tanaman kacang bogor tanpa dipupuk
memberikan jumlah polong dan berat kering
100 biji tidak berbeda nyata dengan tanaman
yang dipupuk B1 (50 kg Urea, 100 kg SP-36,
50 kg KCl) dan B2 (50 kg Urea, 100 kg SP-36,
50 kg KCl) dan B3 (75 kg Urea, 100 kg SP-36,
100 kg KCl ).. Hal ini diduga pada tanah yang
digunakan untuk percobaan sudah tercukupi
kandungan unsur haranya.
Anonymous
74
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003
ISSN No.: 1412-5757
(A2) secara nyata mempengaruhi tinggi dan
jumlah daun, namun apabila ditingkatkan lagi
menjadi 500.000 tanaman/ha (A3) menjadi
tidak berbeda nyata. Hal ini memperlihatkan
adanya
pengaruh
kerapatan
tanaman
terhadap pertumbuhan tanaman. Perlakuan
A1 menggunakan jarak tanam 10 x 40 cm
dengan satu tanaman per lubang. Perlakuan
A2 menggunakan jarak tanam berbeda, yaitu
10 x 25 cm dengan 1 tanaman/lubang.
Perbedaan
jarak
tanam
ternyata
meningkatkan
tinggi
tanaman.
Namun
perbedaan ini menjadi tidak nyata apabila
jarak tanam dari 10 x 25 cm dengan 1
tanaman/lubang menjadi 10 x 40 cm dengan
2 tanaman per lubang.
(1979) menyatakan, bahwa kelebihan tanaman
kacang bogor adalah menyukai tanah miskin,
dengan kata lain kemampuannya berproduksi di
tanah miskin lebih baik di bandingkan tanaman
kacang-kacangan lainnya. Linnemann (1989)
menyatakan, bahwa kacang Bogor
(Vigna
subterranea (L) Verdcourt) merupakan herba
semusim
yang
termasuk
dalam
famili
Leguminosae sub famili Papilionoideae dengan
genus
Vigna,
mempunyai
kelebihan
dibandingkan legume lainnya , yaitu toleran
pada lahan kering dan tanah-tanah miskin .
Penambahan pupuk N dan KCl pada
(B3) justru menurunkan berat kering 100 biji
dan jumlah polong/tanaman
Gambar
5.
Kurva
Pengaruh
Populasi
Tanaman/Hektar
terhadap
Tinggi
Tanaman (cm) pada Berbagai Umur
Pengamatan (mst).
Tinggi Tanaman (cm)
25,00
20,00
A1=250.000
tanaman/ha
15,00
A2=400.000
tanaman/ha
10,00
A3= 500.000
tanaman/ha
5,00
0,00
6 mst
8 mst
10 mst
12 mst
Umur Pengamatan
Gambar 5. Kurva Pengaruh Populasi Tanaman/Hektar terhadap Tinggi
Tanaman (cm) pada Berbagai Umur Pengamatan (mst).
Tinggi tanaman dan jumlah daun
merupakan ukuran pertumbuhan yang paling
mudah dilihat. Sebagai variabel pertumbuhan
tanaman, tinggi tanaman dan jumlah daun
dipengaruhi oleh faktor lingkungan maupun
perlakuan yang diterapkan. Walaupun tidak
terdapat interaksi antara perlakuan populasi dan
pemupukan NPK, namun perlakuan populasi
menunjukkan
pengaruh
yang
berbeda.
Peningkatan populasi per hektar dari 250.000
tanaman/ha (A1) menjadi 400.000 tanaman/ha
Sitompul
dan B.Guritno (1995)
menulis, bahwa tinggi tanaman sensitif
terhadap faktor lingkungan tertentu seperti
cahaya.
Tanaman
yang
mengalami
kekurangan cahaya biasanya lebih tinggi dari
tanaman yang mendapat cahaya cukup.
Pada populasi A2 dan A3 terjadi
persaingan untuk mendapatkan cukup cahaya
sebagai akibat jarak tanam yang terlalu rapat
(A2) dan jumlah populasi yang terlalu banyak
(A3).
75
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003
ISSN No.: 1412-5757
determinate mempunyai masa vegetatif yang
berhenti sebelum masa generatif dimulai
(Sitompul dan B.Guritno, 1995).
Berdasarkan data hasil pengamatan di
atas, pada populasi 250.000 tanaman/ha
tanpa pemupukan akan menghasilkan polong
bernas sebanyak 2.915.000 dengan berat
kering biji
0.77 ton/ha. Madamba (1995)
melaporkan produksi per ha
Vigna
subterranea (L.) Verdcourt pada lingkungan
tumbuh marjinal di Zimbabwe 300 kg/ha,
namun pada kondisi lingkungan tumbuh
optimal akan menghasilkan 4 ton/ha biji
kering.
Pada populasi tinggi (A3) memberikan
jumlah daun paling banyak pada umur
pengamatan 4 minggu setelah tanam, namun
pada umur pengamatan selanjutnya hingga
panen
tidak
menampakkan
perbedaan
dibandingkan A2, namun masih berbeda nyata
dengan A1.
Hal ini menunjukkan bahwa
pertambahan populasi dari 400.000 tanaman/ha
menjadi 500.000 tanaman/ha tidak secara nyata
menambah jumlah daun.
Gambar
6.
Kurva Pengaruh Populasi
Tanaman/Ha terhadap Jumlah Daun pada
Berbagai Umur Pengamatan (mst)
40,00
35,00
Jumlah Daun
30,00
A1=250.000
tanaman/ha
25,00
A2=400.000
tanaman/ha
20,00
15,00
A3=500.000
tanaman/ha
10,00
5,00
0,00
4 mst
6 mst
8 mst
10 mst
12 mst
Umur Pengamatan
Gambar 6. Kurva Pengaruh Populasi Tanaman/Ha terhadap Jumlah Daun pada
Berbagai Umur Pengamatan (mst)
V. KESIMPULAN
Penambahan jumlah daun maupun
tinggi tanaman hingga pengamatan terakhir (12
minggu setelah tanam) menunjukkan sifat
indeterminate pada tanaman kacang bogor. Hal
ini
sesuai
dengan
pengamatan
Setiaji
(1994)yang juga menyimpulkan bahwa tanaman
kacang bogor tidak berhenti pertumbuhan
vegetatifnya meskipin sudah muncul bunga.
Tanaman indeterminate mempunyai
masa vegetatif yang terus berlangsung hingga
masa
generatif,
sedangkan
tanaman
Hasil penelitian ini menunjukkan
terdapat interaksi pada variabel hasil yang
ditunjukkan oleh jumlah polong per tanaman
dan berat kering 100 biji.
Perlakuan A1B0
(250 .000 tanaman/ha; tanpa dipupuk )
memberikan jumlah polong per tanaman lebih
tinggi
dibandingkan
A3B3
(500.000
tanaman/ha; 75 kg Urea, 100 kg SP-36, 100
kg KCl ) , namun tidak berbeda nyata dengan
perlakuan lainnya. Berat kering 100 biji A3B2
76
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003
ISSN No.: 1412-5757
((500.000 tanaman/ha; 50 kg Urea, 100 kg SP36, 100 kg KCl ) lebih tinggi dibandingkan A1B2
(250.000 tanaman/ha; 50 kg Urea, 100 kg SP36, 100 kg KCl ), A1B3 (250.000 tanaman /ha;
75 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl ), A3B0
(500.000 tanaman/ha tanpa dipupuk NPK) dan
A3B3 (500.000 tanaman/ha, 75 kg Urea, 100 kg
SP-36, 100 kg KCl ) namun tidak berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya, termasuk dengan
A1B0 (250 .000 tanaman/ha; tanpa dipupuk ).
Pada populasi 250.000 tan/ha tanpa
pemupukan akan diperoleh produksi biji kering
0.77 ton/ha.
Saran : Penelitian di lapang tentang potensi
produksi kacang bogor perlu didukung
oleh penelitian artificial di greenhouse.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.
1979.
Tropical Legumes :
Resources for the Future. National
Academy of Science.
Wash.DC.
331p.
__________. 1983. Tropical Grain Legume.
The International Grain Legume,
Bulletin (28):23-29. Inf.Centre ITTA,
PMB5320, Ibadan, Nigeria. 51p.
Brink,M.,K.P.Sibuga,
A.J.P.
Tarimo,G.M.
Ramolemana.
2000.
Quantifying
photothermal
influences
on
reproductive development in bambara
groundnut (Vigna subterranea): models and
their validation. Field Crops Research
66 (2000):1-14.
Harsono, A. Dan A.A. Rahmianna.
1992.
Waktu
Tanam
dan
Populasi
Tanaman Optimal untuk Kacang
Tanah di Lahan Kering. Risalah
Hasil Penelitian Kacang Tanah di
Tuban Tahun 1991.
Balittan,
Malang. 27-32.
Haryadi, S.S. 1979. Pengantar Agronomi.
Gramedia, Jakarta. 126 hal.
Henning, R.J., A.M. Allison, and L.D. Thipp.
1982. Cultural Practices. P.123 In
Pattee, E.H. and C.T. Young (Eds).
Peanut Science and Technology.
Am.
Peanut
Res.
And
Educ.Soc.Texas.
Linnemann,A.R.
1989.
Pulses. Plant
Resources of South East Asia.
Pudoc
Wageningen.
The
Netherlands. No.1 (74-75).
Madamba,R.
1995.
Breeding bambara
groundnut varieties suitable for
Zimbabwean
Condisions.
Proceedings of the workshop on
Conservation and Improvement of
Bambara
Groundnut
(Vigna
subterranea
(L.) Verdc.) 14-16
November
1995
,
Harare,
Zimbabwe. 128-134. Pengelly, B.C.,
F.P.C. Blamey, R.C. Muchow. 1999.
Radiation
interception
and
accumulation of biomass and
nitrogen by soybean and three
tropical annual forage legumes.
Field Crops Research 63 (1999) 99112.
Duke, A.James. 1980. Hands Book of Legumes
of World Economic Importance.
Plenum Press. New York and London.
345p.
Goli, A.E.
1995.
Bibliographical Refiew.
Proceedings of the Workshop on
Conservation and Improvement of
Bambara
Groundnut
(Vigna
Harare,
subterranea (L.) Verdc.).
Zimbabwe. P. 4-10.
77
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003
PENGARUH POPULASI DAN PEMUPUKAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN HASIL KACANG BOGOR (Vigna subterranea L.)
Oleh
Endah Sri Redjeki *
RINGKASAN
Peningkatan hasil tanaman menjadi tujuan utama dalam menentukan teknik budidaya tanaman.
Pengaturan populasi tanaman dan pemupukan NPK yang tepat dapat meningkatkan hasil tanaman.
Penelitian kacang Bogor (Vigna subterranea L.) di Indonesia sangat sedikit dilakukan, padahal
dilihat dari kandungan gizinya setiap 100 gram bagian biji yang dapat dimakan berisi : 11 gram air, 18
gram protein, 6 gram lemak, 62 gram karbohidrat, 5 gram serat dan 3 gram abu. Kandungan kalori ratarata 1540 kJ/100 g. Sebagaimana polong-polongan lainnya, asam amino, belerang, sistin dan
methioninnya terbatas, sedangkan kandungan lisinnya tinggi.
Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah
Gresik, dengan ketinggian 5 m dpl. pada pertengahan bulan Mei sampai dengan November 2002.
Rancangan Percobaan yang digunakan adalah Rancangan Faktorial yang disusun secara acak kelompok.
Percoban menggunakan dua faktor, yaitu faktor jumlah populasi (A) yang terdiri dari 4 (empat) taraf,
meliputi : A0 = populasi tanaman/hektar, A1 = 250.000 (10 x 40 cm, 1 tanaman/lubang), A2 =
400.000 (10 x 25 cm, 1 tanaman/lubang) dan A3 = 500.000 (10 x 40 cm, 2 tanaman/lubang) dan
faktor dosis pupuk NPK (B) yang terdiri dari 4 (empat) taraf, meliputi : B0 = tanpa dipupuk NPK, B1 = 50
kg Urea, 100 kg SP-36, 50 kg KCl,
B2 = 50 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl dan B3 = 75 kg Urea,
100 kg SP-36, 100 kg KCl. Percobaan diulang tiga kali sehingga diperoleh 36 satuan percobaan.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat interaksi pada variabel hasil yang ditunjukkan oleh
jumlah polong per tanaman dan berat kering 100 biji. Perlakuan A1B0 (250 .000 tanaman/ha; tanpa
dipupuk) memberikan jumlah polong per tanaman lebih tinggi dibandingkan A3B3 (500.000 tanaman/ha;
75 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl ) , namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Berat
kering 100 biji A3B2 ((500.000 tanaman/ha; 50 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl ) lebih tinggi
dibandingkan A1B2 (250.000 tanaman/ha; 50 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl ), A1B3 (250.000
tanaman /ha; 75 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl ), A3B0 (500.000 tanaman/ha tanpa dipupuk NPK)
dan A3B3 (500.000 tanaman/ha, 75 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl ) namun tidak berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya, termasuk dengan A1B0 (250 .000 tanaman/ha; tanpa dipupuk ).
Pada populasi 250.000 tan/ha tanpa pemupukan akan diperoleh produksi biji kering 0.77 ton/ha.
Keywords : Jarak Tanam, dosis pupuk, pertumbuhan dan hasil, kacang bogor
* Dosen Fakultas Pertanian UMG
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penelitian
kacang
Bogor
(Vigna
subterranea L.) di Indonesia sangat sedikit
dilakukan, padahal dilihat dari kandungan
gizinya setiap 100 gram bagian biji yang dapat
dimakan berisi : 11 gram air, 18 gram protein, 6
gram lemak, 62 gram karbohidrat, 5 gram serat
dan 3 gram abu. Kandungan kalori rata-rata
1540 kJ/100 g. Sebagaimana polong-polongan
lainnya, asam amino, belerang, sistin dan
methioninnya terbatas, sedangkan kandungan
lisinnya tinggi (Duke , 1980).
Mengingat
kandungan lemaknya rendah, namun tinggi
kalori memungkinkan kacang Bogor menjadi
makanan alternatif bagi orang yang diet lemak
serta untuk penganeka ragaman pangan.
Harga jual di pasar pun relatif mahal, apalagi
dalam bentuk kacang goreng.
Petani menanam kacang Bogor
dengan teknik budidaya seadanya, karena
informasi mengenai hal ini sangat sedikit. Di
Afrika, daerah asal tanaman ini, hasil biji ratarata 650 – 850 kg/ha, namun berbeda untuk
masing-masing negara di benua tersebut
(Anonymus, 1979).
Peningkatan hasil
67
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003
ISSN No.: 1412-5757
tanaman menjadi tujuan utama dalam
menentukan
teknik
budidaya
tanaman.
Pengaturan populasi tanaman dan pemupukan
NPK yang tepat dapat meningkatkan hasil
tanaman.
Balai Penelitian Tanaman Pangan
Malang merekomendasikan pemberian pupuk
N,P,K dalam bentuk Urea, TSP dan KCl dengan
dosis masing-masing 75 kg Urea, 100 kg TSP
dan 100 kg KCl serta penggunaan populasi
400.000 tanaman/ha dapat meningkatkan hasil
polong kering kacang tanah, pada lahan kering
di daerah Tuban (Rahmianna dan Arief Harsono,
1991).
Perkecambahannya hipogeal, memerlukan
waktu 7 – 15 hari.
Pembungaan mulai muncul 30 – 35
hari setelah tanam. Umumnya penyerbukan
sendiri. Polong tumbuh pada bulan pertama
setelah pembuahan. Kemudian biji membesar
selama 10 hari berikutnya. Biji dianggap tua
setelah lapisan parenkim yang membungkus
embrio telah hilang dan muncul bintil-bintil
kecil di bagian luar polong. Kematangan
dicapai dalam 90 – 150 hari setelah tanam
(Anonymous, 1979).
1.2 Perumusan Masalah
Sebagai tanaman hari pendek, kacang
Bogor dibudidayakan di daerah tropik pada
ketinggian sampai 1.600 m dpl. Tanaman ini
menyenangi sinar matahari cerah dengan
suhu harian rata-rata antara 20 – 28 oC.
Tanaman kacang Bogor dapat dibudidayakan
dengan cara memuaskan di daerah-daerah
dengan curah hujan 900-1200 mm/tahun.
Tanaman ini dapat tumbuh di tanah yang
cukup kering, tetapi paling cocok ialah tanah
liat berpasir dengan pH 5,0 – 6,5
(Anonymous, 1979).
Permasalahan yang akan diteliti adalah :
1. Apakah terdapat interaksi nyata jumlah
populasi dan pemupukan NPK terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman kacang
Bogor ?
2. Apakah terdapat perbedaan yang nyata
penggunaan jarak tanam dan jumlah
tanaman per lubang terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman kacang Bogor ?
3. Apakah terdapat perbedaan yang nyata
penggunaan
pupuk
NPK
terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman kacang
Bogor ?
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani
Tanaman kacang Bogor termasuk herba
berbentuk
jurai
(bunch-shaped)
sampai
memencar.
Batangnya menjalar bercabangcabang. Akarnya memiliki bintil-bintil bercuping.
Daunnya beranak daun tiga-tiga, tiak berbulu,
tangkainya tegak dan beralur, panjangnya
sampai 30 cm. Anak daunnya jorong sampai
berbentuk lanset terbalik, ukurannya mencapai
8 cm x 4 cm. Tandannya berisi satu sampai tiga
bunga yang berwarna kuning keputih-putihan.
Buahnya berada di dalam tanah, agak bundar,
diameter kurang lebih 2,5 cm. Umumnya
varietas mempunyai 1 biji per polong, tetapi di
Kongo dilaporkan 1 polong berisi 3 biji (Goli,
1995). Biji umumnya berwarna putih, kuning,
merah, kehitam-hitaman atau lurik secara
beraneka
(variously
mottled).
2.2 Ekologi
2.3 Agronomi
Kacang Bogor (Vigna subterranea (L)
Verdcourt) merupakan herba semusim yang
termasuk dalam famili Leguminosae sub famili
Papilionoideae
dengan
genus
Vigna,
mempunyai kelebihan dibandingkan legume
lainnya , yaitu toleran pada lahan kering dan
tanah-tanah miskin (Linnemann, 1989).
Kacang Bogor masih mampu menghasilkan
biji pada kondisi terlalu kering untuk kacang
tanah, jagung dan sorgum.
Kacang Bogor akan tumbuh baik di
lahan yang dibajak dalam-dalam dan dibuat
guludan yang tanahnya diperhalus, agar
tanaman ini dapat menancapkan gagang
bunganya setelah bunga dibuahi.
Jumlah
benih yang diperlukan sekitar 25 – 75 kg/ha.
Jarak
tanam
yang
dianjurkan
pada
penanaman monokultur di lahan datar ialah
10-15 cm pada barisan-barisan tunggal
berjarak 45 cm satu sama lain atau 20 cm
untuk barisan ganda pada guludan datar yang
berjarak 90 cm satu sama lain. Sebagai
tanaman tumpang sari, kacang Bogor
68
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003
ISSN No.: 1412-5757
dikombinasikan dengan serealia, umbi-umbian
dan polong-polongan lainnya.
Bilamana tingkat kesuburan rendah,
maka
diperlukan
pemupukan
majemuk.
Tanaman ini perlu disiangi 2 minggu sekali
setelah tumbuh dan diulangi sebelum rangkaian
daun-daun menyatu. Pada umumnya hama dan
penyakit tidak terlalu mengurangi hasil. Pada
saat polong muda berwarna hijau, sangat
disenangi tikus. Karenanya pada saat tersebut
perlu dilakukan pembumbunan untuk menutupi
polong serta mempercepat pemasakan. Panen
dilakukan dengan cara mencabut tanamannya
setelah daun-daunnya berubah menjadi kuning
dan mulai layu. Karena polong sering putus jika
dicabut, maka diperlukan pengumpulan sedikit
demi sedikit (Anonymous, 1983).
Di Afrika, hasil biji rata-rata 650 – 850
kg/Ha, tetapi sangat berbeda untk masingmasing begara di benua tersebut. Untuk Asia
Tenggara tidak diperoleh data statistk hasil yang
dapat dipercaya.
Penyimpanan yang baik
adalah dalam bentuk biji dalam polong, karena
kerusakan serangan serangga jauh lebih kecil
dibandingkan biji telanjang.
2.4
Pengaruh
Populasi
terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Pengaturan jumlah populasi tanman
pada suatu areal tanah pertanian, merupakan
salah satu teknik budidaya yang berpengaruh
terhadap hasil yang akan dicapai.
Haryadi (1979) menjelaskan, bahwa
jarak tanam mempengaruhi populasi tanaman
dan efisiensi penggunaan cahaya, sehingga
mempengaruhi
tingkat
persaingan
antar
tanaman dalam penggunaan air dan unsur hara.
Dengan demikian mempengaruhi produksi.
Ada dua macam pengaturan jarak
tanam, yaitu jarak tanam lebar dan sempit.
Pada jarak tanam lebar setiap tanaman dapat
tumbuh secara normal, karena kurang adanya
persaingan.
Tanaman dapat menunjukkan
pertumbuhan
yang
maksimum,
serta
pemeliharaan dapat lebih mudah dilakukan.
Tanaman terbaik yang dipilih dari jarak tanam
lebar belum tentu menunjukkan sifat baiknya
bila ditanam pada jarak tanam sempit, karena
kurangnya persaingan. Sedangkan jarak tanam
sempit dimaksudkan agar tanaman berada pada
situasi kompetitif sehingga tanaman terpilih
nanti tetap dapat memperlihatkan sifat
baiknya (Poespodarsono, 1988).
Hasil penelitian populasi tanaman per
hektar tanaman kacang tanah di lahan kering
(Tuban) dilaporkan oleh Harsono dan A.A.
Rahmianna
(1991),
bahwa
untuk
mendapatkan hasil kacang tanah yang optimal
pada lahan kering (Tuban) diperlukan populasi
tanaman sekitar 400.000 tanaman/ha, dengan
jarak
tanam
25
x
10
cm,
satu
tanaman/lubang. Tambahan tanaman di atas
populasi
tersebut
tidak
memberikan
peningkatan hasil.
2.5
Pengaruh Pupuk NPK terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Kacang.
Tanaman kacang-kacangan (legume)
berperan dalam pengelolaan produktivitas
lahan
melalui
penangkapan
N,
dan
penambahan bahan organik (Wortmann,
B.D.McIntyre,C.K. Kaizzi, 2000).
Tindakan
kultur teknis yang mengarah pada perbaikan
lingkungan tumbuh yang optimal merupakan
alternatif
utama
untuk
menghasilkan
pertumbuhan dan hasil kacang tanah yang
tinggi. Kultur teknis yang tidak efektif akan
menghasilkan lingkungan tumbuh tidak
optimal
yang
pada
gilirannya
akan
menurunkan hasil (Henning, A.M. Allison and
L.D.Thipp, 1982).
Tanaman kacang Bogor termasuk
vigna dengan kandungan 0.022 g N per gram
tanaman, lebih rendah dibandingkan kedele
dengan kandungan 0.028 g N per gram
tanaman (Pengelly,F.P.C.
Blamey,
R.C.
Muchow, 1999).
Hasil penelitian kacang tanah di lahan
kering Tuban (Rahmianna dan T.Adisarwanto,
1992) menunjukkan bahwa pemberian 50 kg
Urea/Ha meningkatkan hasil 36,2 %, 100 kg
TSP/ha meningkatkan hasil 53,8 % dan
pemberian 50 kg KCl/ha meningatkan hasil
20,1 % dibandingkan hasil tanaman yang
tidak dipupuk sama sekali. Namun Rahmianna
dan Arief Harsono (1992) merekomendasikan
penggunaan pemupukan 75 kg Urea, 100 kg
TSP dan 100 kg KCl per ha dapat
meningkatkan hasil 59 % dibandingkan
tanaman yang tidak dipupuk pada lahan yang
sama.
69
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003
ISSN No.: 1412-5757
III.
METODE PENELITIAN
Cara Pengambilan Data
Penelitian ini
dilakukan pada
pertengahan bulan Mei sampai dengan
November 2002 di Kebun Percobaan Fakultas
Pertanian, Universitas Muhammadiyah Gresik,
dengan ketinggian 5 m dpl.
Bahan yang digunakan adalah : benih
kacang Bogor, Urea, SP-36, KCl , OMP-Plus,
Furadan 3G dan pestisida .
Alat yang digunakan : meteran,
timbangan, sprayer, penggaris , traktor dan
Oven listrik.
Rancangan Percobaan yang digunakan
adalah Rancangan Faktorial yang disusun secara
acak kelompok. Percoban menggunakan dua
faktor, yaitu :
A
= populasi tanaman/hektar,
A1 = 250.000 (10 x 40 cm, 1 tan/lubang)
A2 = 400.000 (10 x 25 cm, 1 tan/lubang)
A3 = 500.000 (10 x 40 cm, 2 tan/lubang)
B
B0
B1
B2
B3
= perbandingan pupuk NPK kg/ha
= tanpa dipupuk NPK
= 50 kg Urea, 100 kg SP-36, 50 kg KCl
= 50 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl
= 75 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl
Percobaan diulang tiga kali sehingga
diperoleh 36 satuan percobaan.
Pelaksanaan Percobaan
1. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dilakukan dengan
mencangkul traktor dua kali untuk membalik
dan menggemburkan tanah. Setelah itu tanah
dipetak berukuran 1 x 1 meter sebanyak
kombinasi perlakuan (36 satuan percobaan). Di
antara petak satu dan lainnya dipisahkan oleh
saluran selebar 30 cm dengan kedalaman 20 cm
untuk drainase. Sebelum dilakukan penanaman,
lahan yang sudah dipetak ditaburi pupuk organik
OMP-Plus 1 ton/ha untuk memperbaiki struktur
dan tekstur tanah, kemudian diaduk-aduk agar
tercampur merata.
2. Penanaman
Penanaman
dilakukan
pada
pertengahan bulan Mei 2002 dengan cara
ditugal sedalam 3 cm. Tiap lubang diberi 2-3
butir benih dengan jarak tanam sesuai dengan
perlakuan. Untuk seedtreatment digunakan
Furadan 3G 20 kg/ha di sekitar lubang tanam
pada saat penanaman.
3. Pemupukan
Pemupukan dilakukan bersamaan saat
tanam, sesuai dengan dosis perlakuan.
Pemupukan dilakukan dengan cara dilarik +/7 cm dari benih dengan kedalaman +/- 5 cm.
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan
tanaman
meliputi
penjarangan
tanaman,
penyiangan,
pembumbunan,
penyiraman
serta
pengendalian hama dan penyakit.
Penjarangan tanaman dilakukan 2
minggu setelah tanam dengan meninggalkan
jumlah tanaman sesuai dengan perlakuan.
Penyiangan dilakukan dua minggu
sekali dengan menggunakan cangkul atau
koret untuk membersihkan gulma.
Penyiraman dilakukan sesuai dengan
kebutuhan. Pembumbunan dilakukan ketika
polong mulai terbentuk dan berwarna hijau.
Pembumbunan dilakukan dengan cara
menggemburkan tanah di sekitar tanaman
dan menaikkannya hingga polong tertutup.
Polong pada kacang Bogor akan tetap
berwarna hijau apabila tidak ditutup tanah,
selain itu tikus sangat menyukai polong muda
ini.
Pengendalian hama dan penyakit
dengan menggunakan pestisida pada umur 2
minggu setelah tanam.
Penyemprotan
selanjutnya
dilakukan
sesuai
dengan
kebutuhan.
5. Pemanenan
Panen dilakukan kurang lebih 90 –
120 hari setelah tanam dengan cara mencabut
tanamannya setelah daun-daun berubah
menjadi kuning dan mulai layu.
Karena
polong sering putus saat dicabut, maka
diperlukan pengumpulan sedikit demi sedikit.
6. Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada tanaman
sampel sejak tanaman berumur 4 minggu
setelah tanam. Penentuan tanaman sampel
70
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003
ISSN No.: 1412-5757
dilakukan secara acak lengkap.
Ada pun
variabel pengamatan sebagai berikut :
Variabel Pertumbuhan
a.
Tinggi tanaman : diukur dari permukaan
tanah sampai pucuk daun tertinggi dengan
interval 2 minggu sekali.
b. Jumlah daun : dihitung seluruh daun yang
membuka sempurna dengan interval 2
minggu sekali.
Variabel Hasil
a. Jumlah polong/ tanaman
: dihitung saat
panen
b. Berat kering 100 biji :
biji hasil panen
dikeringkan oven 105 o C selama 16 jam
kemudian ditimbang.
c. Berat Basah Brangkasan
:
setelah
polong diambil, maka tanaman dari akar,
batang dan daun ditimbang.
d. Berat Kering Brangkasan
:
setelah
ditimbang
berat
basah
brangkasan,
dikeringkan dengan oven 105o C selama 24
jam.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Populasi dan Pemupukan
NPK terhadap Pertumbuhan Tanaman
Kacang Bogor (Vigna subterranea (L.)
Verdc.)
Pengamatan
pertumbuhan tanaman
dilakukan saat tanaman berumur 4 minggu
setelah tanam, yaitu pada parameter tinggi
tanaman dan jumlah daun. Hasil analisis sidik
ragam memperlihatkan tidak tampak pengaruh
interaksi
populasi
tanaman/hektar
dan
pemupukan NPK pada tinggi tanaman dan
jumlah daun.
Pengaruh faktor tunggal pemupukan
NPK juga tidak berpengaruh nyata pada variabel
tinggi tanaman dan jumlah daun, namun
terdapat pengaruh nyata pada tinggi tanaman
dan jumlah daun akibat perlakuan populasi
tanaman per hektar Secara umum terjadi
pertambahan tinggi tanaman pada semua umur
pengamatan. Perbedaan nyata variabel tinggi
tanaman tampak nyata pada pengamatan umur
4 dan 10 minggu setelah tanam (mst).
Perlakuan A3 (500.000 tanaman/ha atau jarak
tanam 10 x 40 cm, 2 tanaman/lubang)
menghasilkan tinggi tanaman lebih tinggi
daripada A1 ( 250.000 tanaman/ha atau jarak
tanam 10 x 40 cm, 1 tanaman/lubang),
namun tidak berbeda nyata dengan A2 (
400.000 tanaman/ha atau jarak tanam 10 x 25
cm, 1 tanaman/lubang).
Pada variabel jumlah daun, secara
umum juga memperlihatkan pertambahan
pada semua umur pengamatan. Perlakuan
populasi
tanaman/ha
memperlihatkan
perbedaan
nyata pada semua umur
pengamatan. Pada umur 4 mst, perlakuan A3
(500.000 tanaman/ha atau jarak tanam 10 x
40 cm, 2 tanaman/lubang) memperlihatkan
jumlah daun tertinggi dibanding perlakuan
lainnya, namun pada umur pengamatan
berikutnya (6, 8, 10 dan 12 mst) pengaruhnya
tidak
berbeda
dibandingkan
A2
(400.000 tanaman/ha atau jarak tanam10 x
25 cm, 1 tanaman/lubang), namun berbeda
nyata dibandingkan A1 (250.000 tanaman/ha
atau jarak tanam 10 x 40 cm, 1
tanaman/lubang).
Pada variabel pertumbuhan yang
digunakan, yaitu tinggi tanaman dan jumlah
daun memperlihatkan pengaruh yang hampir
sama. Perlakuan A3 berbeda nyata dengan
perlakuan A1, namun tidak berbeda nyata
dengan A2.
Hal ini berarti peningkatan
populasi dari 250.000 tanaman/ha menjadi
500.000 tanaman/ha cenderung memberikan
pengaruh yang berbeda pada variabel
pertumbuhan, namun pengaruhnya hampir
sama dengan populasi 400.000 tanaman/ha.
4.2
Pengaruh Populasi dan Pemupukan
NPK terhadap Hasil Tanaman
Kacang Bogor (Vigna subterranea
(L) Verdc.)
Pengaruh populasi dan pemupukan
NPK terhadap hasil tanaman ditunjukkan oleh
variabel jumlah polong per tanaman, berat
basah dan berat kering brangkasan saat
panen serta berat kering 100 biji.
Hasil penelitian menunjukkan ada
interaksi pada variabel jumlah polong per
tanaman dan berat kering 100 biji, sedangkan
variabel berat basah dan berat kering
brangkasan tidak memperlihatkan pengaruh
nyata. A2B1 memperlihatkan jumlah polong
/tanaman berbeda nyata dibandingkan A3B3,
A3B0 dan A1B1, namun tidak berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya.
71
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003
ISSN No.: 1412-5757
Pada variabel berat kering 100 biji,
A3B2 lebih tinggi secara nyata dibandingkan
A1B2, A1B3, A3B0 dan A3B3, namun tidak
berbeda nyata dibandingkan perlakuan lainnya.
Penelitian
juga
memperlihatkan
pengaruh
faktor
tunggal
populasi
dan
pemupukan NPK terhadap variabel hasil.
Populasi tanaman per hektar memperlihatkan
perbedaan yang nyata pada variabel jumlah
polong per tanaman, berat kering brangkasan
dan berat kering 100 biji. Populasi A1 (250.000
tanaman/ha) tidak berbeda nyata dibandingkan
A2 (400.000 tanaman/ha) namun berbeda nyata
dibandingkan A3 (500.000 tanaman/ha) pada
variabel jumlah polong per tanaman.
A3
memperlihatkan jumlah polong per tanaman
terendah.
Pada variabel berat kering brangkasan,
A2 berbeda nyata dibandingkan A1, namun tidak
berbeda nyata dibandingkan A3. Perlakuan A3
tidak berbeda nyata dengan perlakuan A1 dan
A2.
Pada variabel berat kering 100 biji
memperlihatkan pengaruh yang sama seperti
pada berat kering brangkasan, yaitu A2 berbeda
nyata dibandingkan A1, namun tidak berbeda
nyata dibandingkan A3. Perlakuan A3 tidak
berbeda nyata dengan perlakuan A1 dan A2.
4.3 Pembahasan
Peningkatan jumlah populasi dan
pemupupukan NPK pada tingkat tertentu
ternyata menambah jumlah polong/tanaman
dan berat kering 100 biji.
Pada Gambar 3 di bawah ini, tampaklah
bahwa
pengaruh
interaksi
jumlah
populasi/hektar
dan
pemupukan
NPK
memberikan kecenderungan yang hampir sama.
Perlakuan A1B0 menghasilkan jumlah polong
/tanaman maupun berat kering 100 biji yang
tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
populasi 250.000 tanaman/hektar (jarak tanam
10 x 40 cm, 1 tanaman/lubang) walaupun tanpa
pemupukan
akan
memberikan
jumlah
polong/tanaman dan berat kering 100 biji yang
cukup tinggi.
Peningkatan jumlah populasi
hingga
500.000
tanaman/hektar
disertai
pemupukan NPK memberikan pengaruh yang
tidak berbeda dengan A1B0 pada variabel berat
kering 100 biji. Namun pada variabel jumlah
polong/tanaman, peningkatan populasi hingga
500.000 tanaman/hektar diserta pemupukan
dengan dosis tertinggi pada percobaan ini
(B3)
justru
menurunkan
jumlah
polong/tanaman secara nyata.
Hasil
pengamatan
di
lapangan
menunjukkan , bahwa jenis tanaman kacang
bogor yang ditanam untuk penelitian ini
mempunyai tipe menyebar (spread). Tipe
tanaman dengan sistem perakaran menyebar
akan lebih tepat apabila ditanam pada jarak
tanam lebar. Pada percobaan ini jarak tanam
10 x 40 cm memberikan kondisi optimal untuk
pembentukan polong, serta dengan 1
tanaman/lubang memberi kesempatan yang
cukup untuk penyerapan unsur hara.
Tajuk tanaman pada populasi rendah
(A1) tidak terlalu rimbun serta daun trifoliate
tidak saling menaungi sehingga pengisian
polong berlangsung dengan baik. Hal ini
terbukti pada variabel berat kering 100 biji,
meskipun tanpa pemupukan terbukti populasi
rendah (A1B0) mampu mengasilkan berat
kering 100 biji tidak berbeda nyata dengan
populasi
lainnya
yang
mendapatkan
pemupukan NPK.
Pengaruh faktor tunggal jumlah
populasi/hektar pada Gambar 4 menunjukkan
, bahwa peningkatan jumlah populasi/hektar
pada
tingkat
tertentu
(400.000
tanaman/hektar) cenderung meningkatkan
jumlah
polong/tanaman,
berat
kering
brangkasan serta berat kering 100 biji.
Namun peningkatan populasi hingga 500.000
tanaman/hektar
cenderung
menurunkan
ketiga variabel hasil tersebut, walaupun
penurunannya tidak berbeda nyata kecuali
pada jumlah polong/tanaman. Hal ini sesuai
dengan penelitian Suryanto (1986 dalam
Setiaji, 1994), bahwa meningkatnya populasi
akan menurunkan jumlah polong bernas dan
bobot 100 butir biji pada tanaman kacang
bogor.
Pengisian polong termasuk dalam fase
reproduktif tanaman. Kondisi lingkungan ,
antara lain populasi tanaman dan pemupukan
yang kurang sesuai akan mengganggu fase
ini, yaitu dimulai pembentukan bunga,
pembentukan dan pengisian polong hingga ke
hasil tanaman.
72
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003
ISSN No.: 1412-5757
35,00
Jumlah
Polong/Tanaman
30,00
25,00
BB Brangkasan
20,00
BK Brangkasan
15,00
10,00
BK 100 Biji
5,00
0,00
A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B0 A2B1 A2B2 A2B3 A3B0 A3B1 A3B2 A3B3
Gambar 1. Kurva Pengaruh Interaksi Populasi Tanaman/Ha dan Pemupukan NPK
terhadap Jumlah Polong/Tanaman; Berat Basah dan Berat Kering
Brangkasan serta Berat Kering 100 Biji.
30
Jumlah Polong
25
20
BB
Brangkasan
15
BK
Brangkasan
10
5
BK 100 Biji
0
A1
A2
A3
Gambar 2. Kurva Pengaruh Perlakuan Populasi Tanaman terhadap Jumlah Polong
/Tanaman; Berat Basah dan Berat Kering Brangkasan serta Berat
Kering 100 Biji.
A1 = 250.000 (10 x 40 cm, 1 tanaman/lubang)
A2 = 400.000 (10 x 25 cm, 1 tanaman/lubang)
A3 = 500.000 (10 x 40 cm, 2 tanaman/lubang)
73
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003
ISSN No.: 1412-5757
banyak polong berisi yang terbentuk. Pada
populasi tinggi meskipun jumlah polong
/tanaman yang terbentuk rendah, namun
menunjukkan berat kering brangkasan dan
berat kering 100 biji tidak berbeda nyata
dengan populasi 250.000 tanaman/ha maupun
400.000 tanaman/ha.
Pemupukan NPK berpengaruh nyata
pada jumlah polong/tanaman dan berat kering
100 biji, namun tidak pada berat basah dan
berat kering brangkasan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
peningkatan
populasi/ha
dari
250.000
tanaman/ha ke 400.000 tanaman/ha akan
meningkatkan berat kering brangkasan dan
berat kering 100 biji secara nyata, namun tidak
berbeda nyata pada jumlah polong per
tanaman. Peningkatan populasi hingga 500.000
tanaman/ha menurunkan secara nyata jumlah
polong/tanaman dan tidak nyata pada berat
kering brangkasan dan berat kering 100 biji.
Jarak tanam rapat(10 x 25 cm) dengan satu
tanaman/lubang memberikan pengaruh yang
sama dengan jarak tanam lebar (10 x 40 cm)
dengan dua tanaman/lubang.
Hal ini
ditunjukkan oleh variabel tinggi tanaman,
jumlah daun, berat kering brangkasan dan berat
kering 100 biji.
30,00
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
Jumlah
Polong
BB
Brangkasan
BK
Brangkasan
BK 100 Biji
BO
Gambar 3.
B1
B2
B3
Kurva Pengaruh Pemupukan NPK terhadap Jumlah Polong/tanaman,
Berat Basah dan Berat Kering Brangkasan serta Berat Kering 100 Biji.
B0
B1
B2
B3
=
=
=
=
tanpa dipupuk NPK
50 kg Urea, 100 kg SP-36, 50 kg KCl
50 kg Urea, 100 kg SP-36, 50 kg KCl
75 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl
Populasi rendah (250.000 tanaman/ha)
memberi kesempatan polong tumbuh dan
berkembang dengan baik, sehingga jumlah
polong/tanaman tidak berbeda nyata dengan
populasi 400.000 tanaman/ha, namum pada 500
tanaman/ha tidak banyak terbentuk polong,
karena tanaman terlalu rimbun oleh daun
sehingga
terjadi
saling
menaungi
dan
fotosintesis tidak maksimal. Akibatnya tidak
Tanaman kacang bogor tanpa dipupuk
memberikan jumlah polong dan berat kering
100 biji tidak berbeda nyata dengan tanaman
yang dipupuk B1 (50 kg Urea, 100 kg SP-36,
50 kg KCl) dan B2 (50 kg Urea, 100 kg SP-36,
50 kg KCl) dan B3 (75 kg Urea, 100 kg SP-36,
100 kg KCl ).. Hal ini diduga pada tanah yang
digunakan untuk percobaan sudah tercukupi
kandungan unsur haranya.
Anonymous
74
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003
ISSN No.: 1412-5757
(A2) secara nyata mempengaruhi tinggi dan
jumlah daun, namun apabila ditingkatkan lagi
menjadi 500.000 tanaman/ha (A3) menjadi
tidak berbeda nyata. Hal ini memperlihatkan
adanya
pengaruh
kerapatan
tanaman
terhadap pertumbuhan tanaman. Perlakuan
A1 menggunakan jarak tanam 10 x 40 cm
dengan satu tanaman per lubang. Perlakuan
A2 menggunakan jarak tanam berbeda, yaitu
10 x 25 cm dengan 1 tanaman/lubang.
Perbedaan
jarak
tanam
ternyata
meningkatkan
tinggi
tanaman.
Namun
perbedaan ini menjadi tidak nyata apabila
jarak tanam dari 10 x 25 cm dengan 1
tanaman/lubang menjadi 10 x 40 cm dengan
2 tanaman per lubang.
(1979) menyatakan, bahwa kelebihan tanaman
kacang bogor adalah menyukai tanah miskin,
dengan kata lain kemampuannya berproduksi di
tanah miskin lebih baik di bandingkan tanaman
kacang-kacangan lainnya. Linnemann (1989)
menyatakan, bahwa kacang Bogor
(Vigna
subterranea (L) Verdcourt) merupakan herba
semusim
yang
termasuk
dalam
famili
Leguminosae sub famili Papilionoideae dengan
genus
Vigna,
mempunyai
kelebihan
dibandingkan legume lainnya , yaitu toleran
pada lahan kering dan tanah-tanah miskin .
Penambahan pupuk N dan KCl pada
(B3) justru menurunkan berat kering 100 biji
dan jumlah polong/tanaman
Gambar
5.
Kurva
Pengaruh
Populasi
Tanaman/Hektar
terhadap
Tinggi
Tanaman (cm) pada Berbagai Umur
Pengamatan (mst).
Tinggi Tanaman (cm)
25,00
20,00
A1=250.000
tanaman/ha
15,00
A2=400.000
tanaman/ha
10,00
A3= 500.000
tanaman/ha
5,00
0,00
6 mst
8 mst
10 mst
12 mst
Umur Pengamatan
Gambar 5. Kurva Pengaruh Populasi Tanaman/Hektar terhadap Tinggi
Tanaman (cm) pada Berbagai Umur Pengamatan (mst).
Tinggi tanaman dan jumlah daun
merupakan ukuran pertumbuhan yang paling
mudah dilihat. Sebagai variabel pertumbuhan
tanaman, tinggi tanaman dan jumlah daun
dipengaruhi oleh faktor lingkungan maupun
perlakuan yang diterapkan. Walaupun tidak
terdapat interaksi antara perlakuan populasi dan
pemupukan NPK, namun perlakuan populasi
menunjukkan
pengaruh
yang
berbeda.
Peningkatan populasi per hektar dari 250.000
tanaman/ha (A1) menjadi 400.000 tanaman/ha
Sitompul
dan B.Guritno (1995)
menulis, bahwa tinggi tanaman sensitif
terhadap faktor lingkungan tertentu seperti
cahaya.
Tanaman
yang
mengalami
kekurangan cahaya biasanya lebih tinggi dari
tanaman yang mendapat cahaya cukup.
Pada populasi A2 dan A3 terjadi
persaingan untuk mendapatkan cukup cahaya
sebagai akibat jarak tanam yang terlalu rapat
(A2) dan jumlah populasi yang terlalu banyak
(A3).
75
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003
ISSN No.: 1412-5757
determinate mempunyai masa vegetatif yang
berhenti sebelum masa generatif dimulai
(Sitompul dan B.Guritno, 1995).
Berdasarkan data hasil pengamatan di
atas, pada populasi 250.000 tanaman/ha
tanpa pemupukan akan menghasilkan polong
bernas sebanyak 2.915.000 dengan berat
kering biji
0.77 ton/ha. Madamba (1995)
melaporkan produksi per ha
Vigna
subterranea (L.) Verdcourt pada lingkungan
tumbuh marjinal di Zimbabwe 300 kg/ha,
namun pada kondisi lingkungan tumbuh
optimal akan menghasilkan 4 ton/ha biji
kering.
Pada populasi tinggi (A3) memberikan
jumlah daun paling banyak pada umur
pengamatan 4 minggu setelah tanam, namun
pada umur pengamatan selanjutnya hingga
panen
tidak
menampakkan
perbedaan
dibandingkan A2, namun masih berbeda nyata
dengan A1.
Hal ini menunjukkan bahwa
pertambahan populasi dari 400.000 tanaman/ha
menjadi 500.000 tanaman/ha tidak secara nyata
menambah jumlah daun.
Gambar
6.
Kurva Pengaruh Populasi
Tanaman/Ha terhadap Jumlah Daun pada
Berbagai Umur Pengamatan (mst)
40,00
35,00
Jumlah Daun
30,00
A1=250.000
tanaman/ha
25,00
A2=400.000
tanaman/ha
20,00
15,00
A3=500.000
tanaman/ha
10,00
5,00
0,00
4 mst
6 mst
8 mst
10 mst
12 mst
Umur Pengamatan
Gambar 6. Kurva Pengaruh Populasi Tanaman/Ha terhadap Jumlah Daun pada
Berbagai Umur Pengamatan (mst)
V. KESIMPULAN
Penambahan jumlah daun maupun
tinggi tanaman hingga pengamatan terakhir (12
minggu setelah tanam) menunjukkan sifat
indeterminate pada tanaman kacang bogor. Hal
ini
sesuai
dengan
pengamatan
Setiaji
(1994)yang juga menyimpulkan bahwa tanaman
kacang bogor tidak berhenti pertumbuhan
vegetatifnya meskipin sudah muncul bunga.
Tanaman indeterminate mempunyai
masa vegetatif yang terus berlangsung hingga
masa
generatif,
sedangkan
tanaman
Hasil penelitian ini menunjukkan
terdapat interaksi pada variabel hasil yang
ditunjukkan oleh jumlah polong per tanaman
dan berat kering 100 biji.
Perlakuan A1B0
(250 .000 tanaman/ha; tanpa dipupuk )
memberikan jumlah polong per tanaman lebih
tinggi
dibandingkan
A3B3
(500.000
tanaman/ha; 75 kg Urea, 100 kg SP-36, 100
kg KCl ) , namun tidak berbeda nyata dengan
perlakuan lainnya. Berat kering 100 biji A3B2
76
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003
ISSN No.: 1412-5757
((500.000 tanaman/ha; 50 kg Urea, 100 kg SP36, 100 kg KCl ) lebih tinggi dibandingkan A1B2
(250.000 tanaman/ha; 50 kg Urea, 100 kg SP36, 100 kg KCl ), A1B3 (250.000 tanaman /ha;
75 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl ), A3B0
(500.000 tanaman/ha tanpa dipupuk NPK) dan
A3B3 (500.000 tanaman/ha, 75 kg Urea, 100 kg
SP-36, 100 kg KCl ) namun tidak berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya, termasuk dengan
A1B0 (250 .000 tanaman/ha; tanpa dipupuk ).
Pada populasi 250.000 tan/ha tanpa
pemupukan akan diperoleh produksi biji kering
0.77 ton/ha.
Saran : Penelitian di lapang tentang potensi
produksi kacang bogor perlu didukung
oleh penelitian artificial di greenhouse.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.
1979.
Tropical Legumes :
Resources for the Future. National
Academy of Science.
Wash.DC.
331p.
__________. 1983. Tropical Grain Legume.
The International Grain Legume,
Bulletin (28):23-29. Inf.Centre ITTA,
PMB5320, Ibadan, Nigeria. 51p.
Brink,M.,K.P.Sibuga,
A.J.P.
Tarimo,G.M.
Ramolemana.
2000.
Quantifying
photothermal
influences
on
reproductive development in bambara
groundnut (Vigna subterranea): models and
their validation. Field Crops Research
66 (2000):1-14.
Harsono, A. Dan A.A. Rahmianna.
1992.
Waktu
Tanam
dan
Populasi
Tanaman Optimal untuk Kacang
Tanah di Lahan Kering. Risalah
Hasil Penelitian Kacang Tanah di
Tuban Tahun 1991.
Balittan,
Malang. 27-32.
Haryadi, S.S. 1979. Pengantar Agronomi.
Gramedia, Jakarta. 126 hal.
Henning, R.J., A.M. Allison, and L.D. Thipp.
1982. Cultural Practices. P.123 In
Pattee, E.H. and C.T. Young (Eds).
Peanut Science and Technology.
Am.
Peanut
Res.
And
Educ.Soc.Texas.
Linnemann,A.R.
1989.
Pulses. Plant
Resources of South East Asia.
Pudoc
Wageningen.
The
Netherlands. No.1 (74-75).
Madamba,R.
1995.
Breeding bambara
groundnut varieties suitable for
Zimbabwean
Condisions.
Proceedings of the workshop on
Conservation and Improvement of
Bambara
Groundnut
(Vigna
subterranea
(L.) Verdc.) 14-16
November
1995
,
Harare,
Zimbabwe. 128-134. Pengelly, B.C.,
F.P.C. Blamey, R.C. Muchow. 1999.
Radiation
interception
and
accumulation of biomass and
nitrogen by soybean and three
tropical annual forage legumes.
Field Crops Research 63 (1999) 99112.
Duke, A.James. 1980. Hands Book of Legumes
of World Economic Importance.
Plenum Press. New York and London.
345p.
Goli, A.E.
1995.
Bibliographical Refiew.
Proceedings of the Workshop on
Conservation and Improvement of
Bambara
Groundnut
(Vigna
Harare,
subterranea (L.) Verdc.).
Zimbabwe. P. 4-10.
77
AGROFISH VOL.2 TAHUN 1 JANUARI 2003