KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI ERA OTONOMI DAE

ORASI ILMIAH

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI ERA OTONOMI DAERAH DALAM
MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)

Oleh

Dr. Akhmad, S.E, M.Si
Disampaikan pada Upacara Wisuda Sarjana danm Pasasarjana STIE-YPUP
Tanggal 17 Nopember 2015
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua.
Yang saya hormati :
Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan
Walikota Kota Makassar
Ketua Yayasan Pendidikan Ujung Pandang
Senat Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi STIE-YPUP Makassar
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YPUP Makassar
Saudara-saudara para wisudawan dan wisudawati yang saya banggakan, serta
Para hadirin undangan yang berbahagia.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena

dengan rahmat dan kurunianya jualah sehingga kita dapat berkumpul dipagi hari
yang cerah ini.
Pada kesempatan yang berbahagia ini pula saya ucapkan selamat kepada
para wisudawan dan wisudawati yang telah berhasil meyelesaikan studinya
dengan baik. Acara wisuda sarjana ke 32

(tiga puluh dua) dan Wisuda

Pascasarjana yang ke 15 (lima belas), ini merupakan salah satu rangkaian
penyelenggaraan Dies Natalis Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YPUP.
Perlu kiranya beberapa hal saya sampaikan pada kesempatan yang
berbahagia ini bahwa penyelenggaraan wisuda berarti menambah sarjana-sarjana
baru di tengah-tengah masyarakat. Ini membuktikan bahwa Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi YPUP sebagai salah satu wadah penyelenggara pendidikan nasional di
tanah air telah mampu memposisikan diri sebagai mediasi yang mewakili

pemerintah dan masyarakat dalam memberikan layanan pendidikan nasional di
tingkat sarjana dan pascasarnya sehingga setidaknya telah memenuhi tujuan dari
pembangunan nasional khususnya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Keberhasilan dalam mencetak manusia unggul akan mengangkat derajat dan

nama baik STIE-YPUP Makassar. Setiap peristiwa wisuda tercatat sebagai
bukti kemampuan dalam mewujudkan visi, misi, STIE-YPUP Makassar.
Saya menaruh harapan yang besar sekali kepada para peserta wisuda dan
segenap civitas academica , untuk tidak sekedar mengalir melalui proses
dalam menekuni profesi dan membangun kualitas diri, namun lebih dari itu, kita
harus mampu menangkap nuansa baru dari perubahan sosial yang sekaligus disertai
dengan arus globalisasi yang sangat cepat tersebut. Kita harus secara dinamis
menguasai, bahkan menciptakan masa depan dan tidak mengambil sikap
menunggu untuk sekedar menjawab tantangan yang dikeluarkannya. Kita harus
menciptakan masa depan kita sendiri. Kita harus mampu mengembangkan ide-ide
baru yang segar, yang bisa menangkap mimpi dan cita-cita masyarakat dengan visi
yang jauh ke depan.

Para Civitas Academica dan hadirin yang berbahagia,
Pada kesempatan yang baik ini saya mendapat kehormatan untuk menyampaikan
Orasi Ilmiah yang berjudul: Kebijakan Pembangunan di Era Otonomi Daerah
dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)

Todaro, 2009 mengatakan tujuan pembangunan pada dasarnya adalah: (1)
meningkatkan ketersediaan berbagai barang kebutuhan pokok seperti pangan,

sandang, papan, kesehatan, dan perlindungan keamanan, (2) meningkatkan
standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga
meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan,
serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultur dan kemanusiaan, tidak hanya
untuk memperbaiki kesejahteraan material, tetapi juga menumbuhkan harga diri
pada pribadi dan bangsa, (3) perluasan-perluasan pilihan ekonomi dan sosial bagi
individu serta bangsa secara keseluruhan, yaitu dengan membebaskan mereka dari
belitan sikap menghamba dan ketergantungan, tidak hanya terhadap orang atau

negara-negara lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi
merendahkan nilai-nilai kemanusiaan
Sejak tahun 2001 bangsa Indonesia memulai babak baru penyelenggaraan
pemerintahan, ketika diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, yaitu
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah kemudian
direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, dan Undang-Undang
Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah, yang selajutnya direvsisi dengan Undang-Undang Nomor 33 tahun
2004.
Dengan otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki wewenang yang
hampir


penuh atas penggunaan sumber-sumber fiskal mereka.

Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Pemerintah

melakukan kontrol

terhadap pengeluaran dari seluruh sumber penerimaan. Pemerintah provinsi dan
kabupaten kota saat ini mengelola sekitar 36 persen dari total pengeluaran publik
dibandingkan dengan kondisi pada pertengahan 1990-an yang hanya berjumlah
sekitar 24 persen (World Bank. 2007).
Sejalan dengan hal tersebut Simanjuntak (2002) mengatakan pada dasarnya
desenstralisasi fiskal di Indonesia mempunyai beberapa sasaran umum yaitu (1)
untuk memenuhi aspirasi daerah menyangkut penguasaan atas sumber keuangan
negara, (2) mendorong akuntabilitas dan transparansi pemerintah daerah, (3)
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan daerah, (4)
mengurangi ketimpangan antar daerah, (5) menjamin terselenggaranya pelayanan
publik, dan (6) meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum.

Hakekat dari perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
pada dasarnya adalah distribusi sumberdaya keuangan yang bertujuan untuk
memberdayakan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi daerah, mengurangi
kesenjangan antar daerah dalam membiayai otonominya, dan untuk menciptakan
sistem pembiayaan yang adil, proporsional, rasional, serta kapasitas sumber
keuangan yang berasal dari wilayah yang bersangkutan. Dengan desentralisasi
fiskal, maka pemerintah daerah diharapkan lebih efektif dan mampu untuk
memenuhi kebutuhan publik yang dibutuhkan, membangun sarana perekonomian

serta dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, sehingga pada
akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Hadirin serta para undangan yang saya muliakan

Hasil penelitian tentang otonomi daerah atau desentralisasi fiskal di
Indonesia anatara lain telah dilakukan oleh Wibowo (2008) yang meneliti tentang
dampak desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah, penelitian
dilakukan seluruh provinsi kecuali DKI Jakarta,

menyimpulkan bahwa


desentralisasi fiskal yang dilakukan sejak tahun 2001 sampai 2004 memberi
dampak yang relatif baik terhadap pembangunan daerah dibanding dengan kondisi
sebelum desentralisasi.
Panjaitan (2006) melakukan studi dampak desentralisasi fiskal terhadap
perekonomian daerah kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara. Dengan
menggunakan model ekonometrika dengan sistem persamaan simultan. Model
terdiri atas tiga blok yaitu, blok fiskal daerah, blok investasi dan infrastuktur, serta
blok kinerja perekonomian. Peneliti menemukan bahwa kebijakan desentralisasi
fiskal berhasil meningkatkan kemampuan fiskal daerah untuk membiayai
pengeluaran pemerintah daerah kabupaten maupun kota, namun karena kebutuhan
fiskal daerah untuk membiayai pengeluaran pemerintah juga meningkat lebih
besar, maka daerah memiliki ketergantungan yang cukup besar kepada pemerintah
pusat untuk menjalankan roda pemerintahan dengan baik.
Akhmad at.al (2013) meneliti tentang dampak kebijakan fiskal terhadap
perekonomian kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini
menggunakan model ekonometrika dengan sistem persamaan simultan. Data yang
digunakan yaitu data panel 23 Kabupaten dan Kota tahun (2004-2009). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah
daerah terutama belanja modal, baik belanja modal pada sektor pertanian maupun
belanja modal sektor lainnya dapat mendorong investasi swasta. Selanjutnya

investasi swasta dapat mendorong peningkatan produk domestik regional bruto,
menurunkan angka pengangguran dan inflasi.

Hadirin serta para undangan yang saya muliakan

Sejalan dengan hasil penelitian yang telah dikemukakan; Data Badan Pusat
Satatistik menunjukkan:
1.

Ekonomi tumbuh rata-rata di atas 5,2 persen per tahun, bahkan Provinsi
Sulawesi Selatan tumbuh di atas 7 persen pertahun. Sehinga McKinsey Global
Institute menempatkan Indonesia sebagai negara dengan penrtumbuhan

ekonomi rata-rata yang tinggi sejak tahun 2000 sampai tahun 2012. yaitu
menempati urutan ke-3, sehingga menempati posisi di atas rata-rata negaranegara OECD.
2.

Jumlah pengangguran terbuka berhasil diturunkan dari 8,01 juta orang atau
8,10 persen menjadi 5,81 persen atau 7,4 juta jiwa pada bulan perbruari 2015.
Masalah pengangguran adalah masalah kita bersama dan menjadi

tanggungjawab pemerintah untuk menciptakan iklim usaha bagi penganggur
terdidik. Kesempatan membuka usaha memang terpulang bagi tenaga terdidik
yang belum bekerja. Kesempatan selalu terbuka untuk berwirausaha, baik
perorangan maupun kelompok. Bila ada kemauan, kesempatan terbuka.

3.

Angka kemiskinan berhasil diturunkan dari 38,39 juta jiwa atau 18,2% pada
tahun 2001 menjadi 27.73 juta jiwa atau sebesar 10,96 persen pada tahun
2014. Hal tersebut juga berlaku untuk Provinsi Sulawesi Selatan 913.400
atau 11,60% pada tahun 2010 turun menjadi 864.300 atau 10,28 pada tahun
2014 (BPS; 2015).

Hadirin serta para undangan yang saya muliakan

Perlu pula diketahui bahwa walaupun pertumbuhan ekonomi meningkat,
kemiskinan dan pengangguran berhasil diturunkan, akan tetapi ketimpangan
semakin melebar. Hal tersebut ditujukkan oleh koefisien Gini yang meningkat dari
0,329 pada tahun 2001 menjadi 0,413 pada tahun 2014. Hal tersebut juga
berlaku bagi Sulawesi Selatan bahkan lebih parah dimana koesfisien Gini yang

meningkat dari 0,301 2001 menjadi 0,429 pada tahun 2011. Hal menunjukkan
bahwa tingkat ketimpangan antara si kaya dan si miskin dalam era otonomi daerah
dewa ini semakin meningkat.
John Rawls (2009) mengatakan masalah kesejahteraan terkait dengan
pemerataan pendapatan. Baginya, ketidak adilan (inequality) atau kesenjangan

pendapatan (income gap) dibenarkan sepanjang kelompok paling miskin (the
least

disadvantaged)

memperoleh jaminan sosial. Karena itu, program

kesejahteraan sosial menjadi alat utama menjembatani kesenjangan sosial. Konsep
Rawls ini mirip dengan konsep Amatya Sen dalam indeks kesejahteraan. Oleh
karena itu alokasi sumber daya harus untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Kemampuan orang miskin untuk maju harus ditopang dengan demokrasi ekonomi
yang mendorong pemberdayaan kaum sengsara.
Hadirin serta para undangan yang berbahagia


Untuk mengatasi masalah tersebut, maka salah satu alternatif yang dapat
dilakukan oleh pemerintah daerah adalah dengan berusaha menciptakan iklim
usaha yang sehat di daerahnya untuk menumbuh kebangkan usaha mikro, kecil
dan menengah (UMKM). Oleh karena itu pemerintah daerah setidaknya harus
dapat menumbukan iklim usaha, mencari solusi pendanaan, membangun sarana
dan prasarana, menyediakan informasi informasi usaha, membangun kemitraan
usaha, perizinan, kesempatan, promosi, dan dukungan kelembagaan. Kewajiban
lain adalah pengembangan produksi dan pengolahan, pemasaran, pelatihan dan
pengembangan sumberdaya manusia, teknologi, pembiayaan dan penjaminan.
Implementasi kebijakan ini dikelompokkan pada lima aspek: pertama,
kualitas sumber daya manusia. Kedua, peningkatan aksesibilitas modal untuk
kapitalisasi kerja. Ketiga, mekanisasi dan inovasi teknologi untuk kualitas
produksi. Keempat, hak cipta/paten dan merk. Kelima, legalitas kelembagaan
melalui kerja sama Ikatan Notaris Indonesia agar memudahkan linkage program
ke lembaga keuangan formal (Kementerian Koperasi dan UKM, 2009).
Hal ini juga merupakan sebuah tantangan bagi perguruan tingggi di daerah.
pergurun tinggi harus dapat menjadi parner pemerintah daerah dalam menciptakan
wirausaha-wirausaha muda yang kreatif dan penuh semangat. Dukungan dari
perguruan tinggi harus dalam bentuk nyata, misalnya dengan memasukkan mata
kuliah kewirausahaan bagi mahasiswa, dan dukukungan terhadap usaha

kewirausahaan yang dilakukan oleh para masiswa dan alumni.
Dengan demikian

Otonomi Daerah akan mendorong peningkatan

kesejahteraan rakyat daerah, khususnya rakyat miskin. Dengan Otonomi Daerah,

rakyat miskin akan lebih mudah mengakses sumberdaya dan mengembangkan
potensinya untuk dapat meningkatkan kemajuan daerah masing-masing, sehingga
kesenjangan antardaerah dan pusat dapat diperkecil. Karena, pemberontakan dan
aksi-aksi separatis di dearah-daerah, pada dasarnya menurut sebagian ahli
bersumber dari penilaian daerah yang tidak menerima secara adil sebagian besar
kekayaan negara yang bersumber dari daerah. Jadi akar dari tuntutan politik itu
adalah tuntutan keadilan ekonomi, pembagian kue yang kurang adil antara pusat
dan daerah.
Hadirin serta para undangan yang saya muliakan
Memasuiki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

Dewasa ini Indonesia tengah bersiap menghadapi Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA). Asean beranggotakan

10 Negara yaitu Indonesia, Malaysia,

Filipina, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan
Kamboja.
Tujuan utama dari Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yaitu untuk
mendorong efisiensi dan daya saing ekonomi kawasan Asean yang tercermin
dalam empat hal:
1. Asean sebagai aliran bebas barang, bebas jasa, bebas investasi, bebas tenaga
kerja terdidik, dan bebas modal (single market and production base).
2. Asean sebagai kawasan dengan daya saing tinggi (a highly competitive
economic region )

3. Asean sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan
elemen pengembangan usaha kecil menengah (a region of equitable economic
development)

4. Asean sebagai kawasan terintegrasi (a region fully integrated in to the global
economy)

Tanggal 31 Desember 2015 akan menjadi titik awal pewujudan Asean
Economic Community (AEC). Sejak hari itu, sepuluh anggota Asean akan
bersaing satu sama lain dalam hal integrasi ekonomi regional, untuk memperkuat
diri dalam menghadapi era globalisasi. Tentu, kemakmuran yang diharapkan
merata bagi setiap anggota tidak akan terjadi dengan mudah karena proses

pencapaiannya melalui kompetisi yang tinggi. Keunggulan atau daya saing yang
akan menjadi ukuran dari kompetisi dapat diwujudkan apabila negara mengelola
setiap sumberdayanya dengan kapabilitas yang optimal. Indonesia sebagai salah
satu negara anggota Masyarakat Ekonomi Asean dengan sumberdaya yang
melimpah seharusnya memanfaatkan kesempatan untuk menjadi the First and the
Winner. Optimisme pemerintah dari setiap pernyataan dan data yang disampaikan
seakan-akan memposisikan Indonesia sebagai salah satu negara yang tumbuh dan
berkembang cepat.
Sebagai pasar tunggal dan basis produksi, terdapat lima elemen inti yang
mendasari Masyarakat Ekonomi ASEAN, yaitu (1) pergerakan bebas barang; (2)
pergerakan bebas jasa; (3) pergerakan bebas investasi; (4) pergerakan bebas
modal; dan (5) pergerakan bebas pekerja terampil. Kelima elemen inti dalam
Masyarakat Ekonomi ASEAN sebagai pasar tunggal dan Basis produksi ini
dilengkapi lagi dengan dua komponen penting

lainnya, yaitu sector integrasi

prioritas yang terdiri dari dua belas sector (produk berbasis pertanian; transportasi
udara; otomotif; e-ASEAN; elektronik; perikanan; pelayanan kesehatan; logistik;
produk berbasis logam; tekstil; pariwisata; dan produk berbasis kayu) (ASEAN
Economic Community Blueprint; 2009).
Hadirin serta para undangan yang saya muliakan

Menakar Daya Saing Indonesia
Oleh karena itu dalam memasuki Masyarakat Ekonomi Asean, Indonesia
dituntut untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, UNDP (2014) merilis
Peringkat Indek Pembangunan Manusia, dimana Indonesia berada diperingkat 5
untuk negara-negara

anggota Asean setelah Singapura, Brunai Darussalam,

Malaysia dan Thailan, serta diperingkat 108 dari 187 negara.
Sejalan dengan hal tersebut, indek daya saing Indonesia menurut Global
Competitiveness Index (GCI) berada pada peringkat 34 dari 144 negara. Pada

level ASEAN sendiri, peringkat Indonesia ini masih kalah dengan tiga negara
tetangga, yaitu Singapura yang berada di peringkat 2, Malaysia di peringkat 20,
dan Thailand yang berada di peringkat ke-31. Namun demikian, posisi Indonesia
ini masih mengungguli Filipina yang berada di peringkat 52, Vietnam di peringkat
68, Laos di peringkat 93, Kamboja di peringkat 95, dan Myanmar di peringkat

134.
Sementara

Indeks

Revealed

Comparative

Advantages

(RCA)

memperkirakan bahwa daya saing produk Industri Indonesia pada 2015 dan 2020,
berada di posisi kelima, di bawah negara ASEAN lainnya, Singapura, Thailand,
Malaysia, dan Vietnam.
Kemudian Achsani dan Siregar (2010) mengelompokkan negara-negara
Asean Plus 3, Hasilnya mereka menempatkan Indonesia pada kelompok ke 3.
Dimana kelompok pertama diisi oleh Singapore, Jepang, Korea, dan China,
kelompok kedua diisi oleh Malaysia,Vietnam dan Thailand, kelompok ketiga
terdiri atas Indonesia dan Filipina, kelompok keempat oleh Myanmar, Camboja,
dan Laos, dan kelompok kelima adalah Brunai Darussalam. Dijelaskan bahwa
Brunai Darussalam ditempatkkan pada kelompok kelima disebabkan karena
negara ini dianggap sangat kecil dan dampak ekonomi yang ditimbulkannya juga
sangat kecil.
International Labour Organization (ILO) menatakan Di Negara-negara
Asean, upah rata-rata sudah berkembang, namun masih ada perbedaan besar antar
tingkat upah, pada tahun 2013 Republik Demokratik Laos memiliki upah rata-rata
terendah di kawasan ini, yaitu hanya USD 119, sementara rata-rata pekerja di
Singapura memperoleh upah sebesar USD 3,547 per bulan. Di antara kedua
negara dengan tingkat perbedaan yang sangat besar ini, ada Kamboja (USD 121),
Indonesia (USD 174), Vietnam (USD 181), Filipina (USD 206), Thailand (USD
357) dan Malaysia (USD 609). Kondisi upah pekerja yang relatif rendah untuk
Indonesia, menjadi keuntungan tersendiri apabila produktivitas para pekerja dapat
ditingkatkan. Karena dengan upah yang relatif murah membuat produk yang
dihasilkan memiliki daya saing yang cukup tinggi dari sisi biaya produksi.
Hadirin serta para undangan yang saya muliakan

Langkah-langkah strategis yang dilakukan oleh daerah tentunya harus
sesuai dan selaras dengan langkah yang akan dan sudah dilaksanakan oleh
Pemerintah Pusat sejalan dengan apa yang direkomendasikan dalam Cetak Biru
MEA 2015 yang mengharuskan setiap negara ASEAN wajib mereformasi semua
unsur-unsur utama yang menjadi sektor esensial dan syarat mutlak dalam rangka

menghadapi implementasi MEA 2015. Antara kawasan domestik dengan kawasan
regional harus dilakukan upaya-upaya yang memiliki korelasi yang sama dan
upaya yang dilakukan harus tersinkronisasi dengan baik. Upaya yang dilakukan
dalam kawasan domestik mengacu terhadap syarat mutlak yang diajukan dalam
internalisasi regional. Sehingga dikatakan terpadu antar domestik dan regional
dalam rangka menghadapi integrasi ekonomi kawasan.
Secara garis besar, langkah strategis yang harus dilakukan daerah
antara lain adalah dengan melakukan pembenahan terhadap sektor-sektor
potensial yang startegis dan terkait dengan mekanisme yang telah ditentukan
ASEAN dalam rangka menciptakan pasar bebas dan basis produksi internasional.
Langkah strategis tersebut diantaranya :
Hadirin serta para undangan yang saya muliakan

Apa yang dapat dipersiapkan daerah dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi
Asean?

1.

Pembangunan infrastruktur baik fisik (seperti jalan raya, listrik dan fasilitas
komunikasi, dan pelabuhan) maupun non fisik (seperti bank/lembaga
pendanaan,

pusat

informasi,

lembaga

pelatihan,

penelitian

dan

pengembangan, laboratorium), mulai di tingkat desa, kecamatan, kabupaten
hingga di tingkat provinsi. Pembangunan infrastruktur di

daerah harus

menjadi prioritas utama dalam APBD untuk melancarkan dan mengefisienkan
keterkaitan bisnis antara UMKM di suatu daerah dengan pusat-pusat kegiatan
ekonomi di kota-kota besar seperti DKI Jakarta, Surabaya, Semarang,
Makasar dan Medan. Pembangunan infrastruktur pendukung, termasuk
logistik pelabuhan-pelabuhan laut Makassar sangat diperlukan agar ekspor
dari UMKM daerah bisa menjadi efisien.
2.

Memperkuat basis-basis potensi sumberdaya ekonomi daerah, mengelolanya
secara profesional dengan meningkatkan nilai tambah berorientasi ekspor.

3.

Memperkuat inovasi dan kreativitas ekonomi daerah. Dalam kontek ini
pemerintah daerah harus dapat menumbuhkan industri kreatif yang memiki
potensi ekspor untuk dikembangkan di daerahnya.

4.

Menyukseskan proses dinamika demokrasi lokal, menciptakan situasi
kondusif bagi stabilitas politik dan investasi daerah.

5. Membangun jaringan antar-daerah, di tingkat nasional, regional dan
internasional.
Semua itu dapat dilakukan manakala elite politik dan pemimpin di daerah
memiliki visi yang baik dalam memajukan daerahnya, paham tantangan dan
bagaimana cara mengatasi kendala globalisasi. Sumbang saran kalangan akademis
di kampus-kampus juga akan memberikan makna penting bagi pera elite lokal
atau pemimpin-pemimpin di daerah untuk merumuskan dan membangun langkah
menjawab tantangan Masyarakat Ekonomi Asean.
Mengakhiri orasi ilmiah ini, saya ucapkan Selamat Dan Sukses kepada
wisudawan wisudawati. Semoga

Allah Swt. meridhoi kita semua dalam

membangun daerah dan bangsa di tengan masyarakat Asean. Amin.

DAFTAR REFERENSI

Achsani. N. A., H.Siregar; 2010. Classification of the ASEAN+3 Economies
Using Fuzzy Clustering Approach. European Journal of Scientific
Research Vol.39 No.4, pp.489-497.
Akhmad, N.A. Achsani, M. Tambunan, and S. A. Mulyo. 2013. The Impact of
Fiscal Policy on the Regional Economy: Evidence from South Sulawesi,
Indonesia. Journal of Applied Sciences Research, 9(4): 2463-2474.
Asean Economic Community Blueprint, http://www.aseansec.org/21083.pdf,
diakses pada 15 Maret 2009, pukul 20:47 wib.

International Labour Organization. 2015. Tren Ketenagakerjaan dan Sosial di
Indonesia 2014 - 2015 Memperkuat daya saing dan produktivitas melalui
pekerjaan layak. Kantor ILO untuk Indonesia. Jakarta.
John Rawls. 2009 A Theory of Justice. Harvard University Press,. Newyork.
Kadin Indonesia. 2013. Masyarakat Ekonomi Asean 2015: Peluang dan
Tantangan. Policy Paper No. 15 Maret 2013.
Sen , A. K. 1981. Poverty and Famines. An Essay on Entlitements and Deprivation.
Basil Blacwell, Oxford.

Todaro, M.P. and S.C. Smith. 2009. Economic Development. Tenth Edition.
Pearson Addison Wesley, New York.
Panjaitan, M. 2006. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Kinerja Perekonomian
Daerah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara: Suatu Pendekatan
Ekonometrika. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
World Bank. 2007. Desentralisasi Fiskal dan Kesenjangan Daerah: Kajian
Pengeluaran Publik Indonesia 2007. http://siteresources.worldbank.org/
Intindonesia/Resources/226271-1168333550999.
Wibowo, Puji. 2008. Mencermati Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Jurnal Keuangan Publik. Vo.5. No. 1 Hal.
55-83.
World Economic Forum dalam Global Competitiveness Report 2014-2015