PENDEKATAN TEORI BEHAVIORISTIK DALAM MEM
PENDEKATAN TEORI BEHAVIORISTIK DALAM MEMAHAMI PERILAKU
DAN PRESEPSI PESERTA DIDIK SEBAGAI HUBUNGAN STIMULUS DAN
RESPONSE TERHADAP PERAN GURU DALAM PEMBELAJARAN PESETA
DIDIK
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah psikologi pendidikan
Guru Pengampu : Dra. Aas Saomah M.Si
Oleh :
Siti Nurmilah
1406929
PROGRAM PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Belajar dan Pembelajaran menduduki peran yang sangat penting baik dalam
konteks kehidupan umat manusia maupun dalam konteks kehidupan semua
mahuk hidup lainnya di bumi ini, agar kehidupan mereka dapat terus berlangsung.
Binatang yang secara alami dibekali insting untuk mempertahankan hidupnya,
tenyata hewan juga tidak lepas dan keharusan belajar. Sebagaimana disimpulkan
oleh Hergenhahn dan Olson (1993), kemampuan one-trial learning (belajar coba
satu kali) pada binatang merupakan pelengkap dari instingnya agar mereka dapat
mempertahankan kehidupan dirinya. Demikian juga halnya dengan manusia, agar
mereka bisa terus mempertahankan hidupnya mereka dituntut untuk terus belajar
dan belajar.
Peranan tugas dan tanggung jawab seorang guru sebagai pendidik dan
pengajar yang mencakup seluruh proses hidup segenap bentuk interaksi individu
dengan lingkungannya dalam rangka mewujudkan dirinya sesuai dengan tahapan
tugas perkembangnnya secara optimal sehingga ia mencapai taraf kedewasaan
tertentu. Dalam pendidikan formal guru sering dijadikan tokoh teladan bahkan
dijadikan tokoh identitas diri, dengan demikian guru harus memilki perilaku,
keterampilan dan kemampuan yang memadai untuk melaksanakan tugasnya
dengan baik dan menguasai berbagai hal sebagai keterampilan yang dimiliki
sebagai stimulus yang dijadikan penggerak penemuan dan pengembangan fakta
dan konsep serta penumbuhan dan pengembangan sikap sebagai response peserta
didik.
Namun pada kenyataannya seringkali kita temui guru yang belum
memahami konsep belajar dan pembelajaran yang berdampak pada perkembangan
belajar peserta didiknya. Penelitian di suatu sekolah menunjukkan tingkat presepsi
peserta didik terhadap kemampuan guru mengajar diperoleh hasil sebagai berikut;
kategori tinggi 42,86% , kategori sedang 35,71% dan kategori rendah 21,43%
(sumber: Persepsi Siswa terhadap Kemampuan Mengajar Guru Geografi SMAN se –
Kecamatan Kwandang) Hasil penelitian tersebut menunjukkan indikasi bahwa
lebih dari 50% guru belum memiliki aspek kemampuan kompetensi yang
dipersyaratkan sebagai pemicu (stimulus) terhadap perkembangan peserta didik
dalam pembelajaran. Contoh permasalahannya misalnya, seorang peserta didik
seringkali mengalami masalah dalam hal manajemen waktu untuk menyelesaikan
tugas, akibatnya mahapeserta didik ini tidak dapat menyelesaikan tugas sesuai
dateline yang diberikan guru untuk mengumpulkan tugas, namun guru tidak mau
tahu dan malah memberikan tugas pengganti. Hal ini berakibat buruk terhadap sisi
psikologis peserta didik tersebut, peserta didik tersebut semakin tertekan dengan
tugas yang diberikan dan pada titik kejenuhan peserta didik tidak mau
mengerjakan tugas dan malah memutuskan untuk berhenti kuliah. Disini mulai
terlihat bagaimana hubungan antara stimulus yang diberikan dengan response
peserta didik sebagai reaksi hasil dari aksi yang dilakukan guru. Seharusnya guru
dapat memahami dan mengahayati para peseta didik yang dibinanya, karena
wujud peseta didik pada setiap saat tidak akan sama, ini disebabkan oleh. Sistem
Pendidikan Nasional , menegaskan tentang pentingnya eksistensi guru. Guru
merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru.
Menurut undang – undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru
adalah
pendidik
profesional
dengan
tugas
utama
mendidik,
mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini di jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah (Pasal 1 ayat 1). Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (Pasal 1 ayat 2).
Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakakan bahwa guru profesional pada
intinya adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan. Oleh karena
itu jika membicarakan aspek kemampuan profesional guru berarti mengkaji
kompetensi yang harus dimiliki seorang guru agar dapat memunculkan response
peserta didik sesuai dengan yang diharapkan dengan cara menganalisis perspektif
peserta didik terhadap stimulus yang diberikan seorang guru.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa keterkaitan konsep behaviorisme
memiliki pengaruh besar dalam proses pembelajaran. Dengan demikian guru
sebagai fasilitator dituntut untuk memahami dan menguasai pendekatan teori
pembelajaran. Sebagai mana dijelaskan bahwa “Proses konseling akan berjalan
efektif jika konselor memahami dan menguasai pendekatan teoritik dalam
konseling”. (Sigit, 2012), sama halnya dengan proses pembelajaran, proses belajar
akan berjalan efektif jika guru memahami dan menguasai pendekatan teoritik
dalam pembelajaran. Oleh karena itu teori pembelajaran behaviorisme menjadi
penting untuk dibahas untuk memahami tingkah laku peserta didik yang
merupakan reaksi-reaksi terhadap aksi-aksi dari lingkungan sekitar peserta didik.
Seorang guru harus mampu menganalisis kejadian dan tingkah laku peserta didik
dengan mempelajari latar belakang penguatan (reinforcement) terhadap tingkah
laku tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang disampaikan sebelumnya, maka dapat
dijabarkan beberapa permasalahan-permasalahan yang muncul diantaranya
adalah:
1) Masih ditemui di berbagai sekolah/lembaga pendidikan guru yang belum
memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya.
2) Masih kurangnya interaksi yang terjadi antara guru dan siswa dalam proses
belajar
3) Persepsi peserta didik yang kurang baik terhadap guru mengakibatkan
kurangnya antusias peserta didik dalam mengikuti pelajaran.
1.3 Tujuan
1) Dapat memahami pengertian profesionalisme seorang guru
2) Dapat memahami fokus permasalahan dalam pembelajaran.
3) Dapat memahami presepsi peserta didik
1.3 Sistematika
BAB I
Pendahuluan :
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Sistematika
BAB II
Pembahasan
2.1.
2.2.
Konsep
Daftar Rujukan
BAB III
Kesimpulan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep
Pembelajaran biasanya didefinisikan sebagai perubahan perilaku diri
seorang
yang
disebabkan
oleh
pengalaman
(Driscoll,200;
Hill,2002;
Schunk,2004). Pembelajaran dapat terjadi melalui banyak cara, terkadang
pembelajaran bersifat intensional (bertujuan) , artinya pengalaman, praktik atau
latihan itu dengan sengaja dan disadari dilakukannya dan bukan sekedar
kebetulan. Pembelajaran bersifat positif artinya sesuai dengan yang diharapakan
(normatif) atau kriteria keberhasilan (criteria of success). Pembelajaran bersifat
efektif, artinya dapat membawa pengaruh dan makna tertentu bagi pelajar. Semua
jenis pembelajaran terjadi sepanjang masa. Persoalan yang dihadapi seorang
pendidik adalah bukan bagaimana mengupayakan peserta didik belajar, karena
peserta didik sudah masuk kedalam proses pembelajaran setiap kali terbangun.
Persoalannya
adalah
bagaimana
membantu
peserta
didik
mempelajari
informasi,kemampuan, dan konsep tertentu yang akan bermanfaat dalam
kehidupan dewasa. Bagaimana kita menyajikan rangsangan yang benar dan
memahami presepsi peserta didik, yang menjadi fokus bagi pemusatan perhatian
dan upaya mental mereka sehingga mereka sehingga mereka akan memperoleh
kemampuan yang penting.
Studi ilmiah tentang pembelajaran relatif baru. Dengan menggunakan
teknologi
yang
digunakan
oleh
ilmu
fisika,
para
peneliti
mencoba
menghubungkan pengalaman untuk memahami bagaimana manusia dan hewan
belajar. Salah seorang peneliti awal yang dianggap penting ialah Ivan Pavlov, B.F.
Skinner, Edward Lee Throndike, Guthrine, dan Hull, hal ini disebabkan karena
studinya tentang hubungan antara perilaku dan konsekuensi.
Pavlov
Ivan pavlov melakukan eksperiman terhadap anjing. Teori pembelajaran
menurut pavlov intinya adalah mengenai pengkondisian klasik yaitu proses yang
secara berulang-ulang menghubungkan rangsangan netral (stimulus yang tidak
menghasilkan respon) sebelumnya. dengan rangsangan tanpa pengkondisian
(unconditioning stimulus) guna membangkitkan tanggapan pengkondisian atau
stimulus yang terkondisikan (conditioning stimulus).Pavlov menemukan hukum
pengkondisian, yaitu pemerolehan (acquasition) merupakan latihan untuk
memperoleh sesuatu, pemadaman (extinction) yaitu beberapa responsebersyarat
hilang secara perlahan-lahan atau sama sekali untuk selamanya, generalisasi
(generalization)
yaitu
penyamarataan,
diskriminasi
(discrimination)
yaitu
pembedaan dan kondisioning tandingan (Davidoff. 1981).
Throndike
Throndike adalah psikolog Amerika yang pertama mengadakan eksperimen
hubungan stimulus-responsedengan hewan kucing melalui prosedur dan aparatus
yang sistematis. Throndike mengembangkan hukum law effect yaitu jika tindakan
diikuti oleh perubahan yang memuaskan dalam lingkingan.maka kemungkinan
tindakan iti akan diulang kembali akan semakin meningkat.
Skinner
Skinner menggunakan tikus dalam eksperimennya. Teori pembelajaran
menurut Skinner terpusat pada hubungan antara perilaku dan konsekuensinya.
Penggunaan
konsekuensi
yang
menyenangkan
yang
disebut
penguatan
(reinforcer) dan tidak menyenangkan disebut penghukuman (punishment) untuk
mengendalikan
perilaku
sering
disebut
pengkondisian
operant
(operant
conditionig). Dalam teori Skinner juga sikenal istilah shaping dan extinction.
Shaping yaitu pengajaran keterampilan atau perilaku-perilaku baru dengan
memberikan penguatan kepada peserta didik agar dapat menguasainya dengan
baik. Extinction yaitu mengurangi tingkah laku dengan menarik reinforcement
yang menyebabkan perillaku tersebut terjadi.
Prinsip pembelajaran perilaku meliputi peran konsekuensi, penguatan
(reinforcer), penghukuman (punishment), kesegaran konsekuensi (immediacy
consequence), pmbentukkan (shaping), kepunahan (extinction), jadwal penguatan
(schedule of reinforcement), ketahanan (maintenance), dan peran anteseden (role
of antendecedent).
Prinsip-prinsip tersebut akan dapat diterapkan dengan baik apabila guru
memahami tingkat profesionalismenya. Tingkat profesionalisme seorang guru
dapat diketahui dengan beberapa cara diantaranya dengan melakukan penelitian
presepsi peserta didik terhadap kemampuan seorang guru dalam melaksanakan
tugasnya. Menurut Kamus Lengkap Psikologi, Persepsi adalah: (1) Proses
mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera,
(2) Kesadaran dari proses-proses organis, (3) (Titchener) satu kelompok
penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa
lalu, (4) variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari
kemampuan organisasi untuk melakukan pembedaan diantara perangsangperangsang, (5) kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan
yang serta merta mengenai sesuatu (Chaplin, 2008: 358).Persepsi didefinisikan
sebagai suatu proses yang menggabungkan dan mengorganisir data-data indera
kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat
menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri (Shaleh,
2009:110). Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (2009:94)
adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh
informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan
sebagainya). Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi.
Setelah guru mengetahui kelemahan dari kemampuan mengajarnya maka guru
dapat menemukan cara untuk memunculkan stimulus yang tepat agar dapat
merangsang perkembangan peserta didiknya. Berikut ini adalah beberapa contoh
penerapan teori behavioristik di kelas.
Memberikan suasana yang menyenangkan ketika memberikan tugas-tugas
belajar.
Membantu peserta didik mengatasi secara bebas dan situasi-situasi yang
mencemaskan atau menakan.
Membantu peserta didik untuk mengenal perbedaan-perbedaan dan
persamaaan terhadap situasi sehingga mereka dapat membedakan dan
menggeneralisakan secara tepat.
1.2 Daftar Rujukan
Triyanto, Agus 2011. Teori-teori belajar (ppt)
Atkinson, Rita L., dkk. 1999. Pengantar Psikologi Jilid 1. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Wati, Widya 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran (doc)
Baharudin & Esa, 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Penerbit
AR-RUZZ MEDIA
Syamsuddin, Abin 2007.Psikologi Kependidikan. Bandung: Penerbit PT
REMAJA POSDAKARYA
Slavin, E.Robert 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Penerbit PT Indeks
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru dan Dosen
BAB III
KESIMPULAN
3.1.
Kesimpulan
Jadi yang dimaksud pembelajaran perubahan perilaku diri seorang yang
disebabkan oleh pengalaman. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana kita
menyajikan rangsangan yang benar, yang menjadi fokus bagi pemusatan perhatian
dan upaya mental mereka sehingga peserta didik dapat memperoleh kemampuan
yang penting baik dari segi kognitif maupun afektif. Kelemahan guru dalam untuk
memberikan stimulus yang tepat dapat diungkap melalui penelitian presepsi
peserta didik terhadap Aplikasi teori behavioristik dalam proses pembelajaran
untuk
memaksimalkan
tercapainya
tujuan
pembelajaran
(peserta
menunjukkan tingkah laku / kompetensi sebagaimana telah dirumuskan).
didik
DAN PRESEPSI PESERTA DIDIK SEBAGAI HUBUNGAN STIMULUS DAN
RESPONSE TERHADAP PERAN GURU DALAM PEMBELAJARAN PESETA
DIDIK
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah psikologi pendidikan
Guru Pengampu : Dra. Aas Saomah M.Si
Oleh :
Siti Nurmilah
1406929
PROGRAM PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Belajar dan Pembelajaran menduduki peran yang sangat penting baik dalam
konteks kehidupan umat manusia maupun dalam konteks kehidupan semua
mahuk hidup lainnya di bumi ini, agar kehidupan mereka dapat terus berlangsung.
Binatang yang secara alami dibekali insting untuk mempertahankan hidupnya,
tenyata hewan juga tidak lepas dan keharusan belajar. Sebagaimana disimpulkan
oleh Hergenhahn dan Olson (1993), kemampuan one-trial learning (belajar coba
satu kali) pada binatang merupakan pelengkap dari instingnya agar mereka dapat
mempertahankan kehidupan dirinya. Demikian juga halnya dengan manusia, agar
mereka bisa terus mempertahankan hidupnya mereka dituntut untuk terus belajar
dan belajar.
Peranan tugas dan tanggung jawab seorang guru sebagai pendidik dan
pengajar yang mencakup seluruh proses hidup segenap bentuk interaksi individu
dengan lingkungannya dalam rangka mewujudkan dirinya sesuai dengan tahapan
tugas perkembangnnya secara optimal sehingga ia mencapai taraf kedewasaan
tertentu. Dalam pendidikan formal guru sering dijadikan tokoh teladan bahkan
dijadikan tokoh identitas diri, dengan demikian guru harus memilki perilaku,
keterampilan dan kemampuan yang memadai untuk melaksanakan tugasnya
dengan baik dan menguasai berbagai hal sebagai keterampilan yang dimiliki
sebagai stimulus yang dijadikan penggerak penemuan dan pengembangan fakta
dan konsep serta penumbuhan dan pengembangan sikap sebagai response peserta
didik.
Namun pada kenyataannya seringkali kita temui guru yang belum
memahami konsep belajar dan pembelajaran yang berdampak pada perkembangan
belajar peserta didiknya. Penelitian di suatu sekolah menunjukkan tingkat presepsi
peserta didik terhadap kemampuan guru mengajar diperoleh hasil sebagai berikut;
kategori tinggi 42,86% , kategori sedang 35,71% dan kategori rendah 21,43%
(sumber: Persepsi Siswa terhadap Kemampuan Mengajar Guru Geografi SMAN se –
Kecamatan Kwandang) Hasil penelitian tersebut menunjukkan indikasi bahwa
lebih dari 50% guru belum memiliki aspek kemampuan kompetensi yang
dipersyaratkan sebagai pemicu (stimulus) terhadap perkembangan peserta didik
dalam pembelajaran. Contoh permasalahannya misalnya, seorang peserta didik
seringkali mengalami masalah dalam hal manajemen waktu untuk menyelesaikan
tugas, akibatnya mahapeserta didik ini tidak dapat menyelesaikan tugas sesuai
dateline yang diberikan guru untuk mengumpulkan tugas, namun guru tidak mau
tahu dan malah memberikan tugas pengganti. Hal ini berakibat buruk terhadap sisi
psikologis peserta didik tersebut, peserta didik tersebut semakin tertekan dengan
tugas yang diberikan dan pada titik kejenuhan peserta didik tidak mau
mengerjakan tugas dan malah memutuskan untuk berhenti kuliah. Disini mulai
terlihat bagaimana hubungan antara stimulus yang diberikan dengan response
peserta didik sebagai reaksi hasil dari aksi yang dilakukan guru. Seharusnya guru
dapat memahami dan mengahayati para peseta didik yang dibinanya, karena
wujud peseta didik pada setiap saat tidak akan sama, ini disebabkan oleh. Sistem
Pendidikan Nasional , menegaskan tentang pentingnya eksistensi guru. Guru
merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru.
Menurut undang – undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru
adalah
pendidik
profesional
dengan
tugas
utama
mendidik,
mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini di jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah (Pasal 1 ayat 1). Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (Pasal 1 ayat 2).
Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakakan bahwa guru profesional pada
intinya adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan. Oleh karena
itu jika membicarakan aspek kemampuan profesional guru berarti mengkaji
kompetensi yang harus dimiliki seorang guru agar dapat memunculkan response
peserta didik sesuai dengan yang diharapkan dengan cara menganalisis perspektif
peserta didik terhadap stimulus yang diberikan seorang guru.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa keterkaitan konsep behaviorisme
memiliki pengaruh besar dalam proses pembelajaran. Dengan demikian guru
sebagai fasilitator dituntut untuk memahami dan menguasai pendekatan teori
pembelajaran. Sebagai mana dijelaskan bahwa “Proses konseling akan berjalan
efektif jika konselor memahami dan menguasai pendekatan teoritik dalam
konseling”. (Sigit, 2012), sama halnya dengan proses pembelajaran, proses belajar
akan berjalan efektif jika guru memahami dan menguasai pendekatan teoritik
dalam pembelajaran. Oleh karena itu teori pembelajaran behaviorisme menjadi
penting untuk dibahas untuk memahami tingkah laku peserta didik yang
merupakan reaksi-reaksi terhadap aksi-aksi dari lingkungan sekitar peserta didik.
Seorang guru harus mampu menganalisis kejadian dan tingkah laku peserta didik
dengan mempelajari latar belakang penguatan (reinforcement) terhadap tingkah
laku tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang disampaikan sebelumnya, maka dapat
dijabarkan beberapa permasalahan-permasalahan yang muncul diantaranya
adalah:
1) Masih ditemui di berbagai sekolah/lembaga pendidikan guru yang belum
memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya.
2) Masih kurangnya interaksi yang terjadi antara guru dan siswa dalam proses
belajar
3) Persepsi peserta didik yang kurang baik terhadap guru mengakibatkan
kurangnya antusias peserta didik dalam mengikuti pelajaran.
1.3 Tujuan
1) Dapat memahami pengertian profesionalisme seorang guru
2) Dapat memahami fokus permasalahan dalam pembelajaran.
3) Dapat memahami presepsi peserta didik
1.3 Sistematika
BAB I
Pendahuluan :
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Sistematika
BAB II
Pembahasan
2.1.
2.2.
Konsep
Daftar Rujukan
BAB III
Kesimpulan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep
Pembelajaran biasanya didefinisikan sebagai perubahan perilaku diri
seorang
yang
disebabkan
oleh
pengalaman
(Driscoll,200;
Hill,2002;
Schunk,2004). Pembelajaran dapat terjadi melalui banyak cara, terkadang
pembelajaran bersifat intensional (bertujuan) , artinya pengalaman, praktik atau
latihan itu dengan sengaja dan disadari dilakukannya dan bukan sekedar
kebetulan. Pembelajaran bersifat positif artinya sesuai dengan yang diharapakan
(normatif) atau kriteria keberhasilan (criteria of success). Pembelajaran bersifat
efektif, artinya dapat membawa pengaruh dan makna tertentu bagi pelajar. Semua
jenis pembelajaran terjadi sepanjang masa. Persoalan yang dihadapi seorang
pendidik adalah bukan bagaimana mengupayakan peserta didik belajar, karena
peserta didik sudah masuk kedalam proses pembelajaran setiap kali terbangun.
Persoalannya
adalah
bagaimana
membantu
peserta
didik
mempelajari
informasi,kemampuan, dan konsep tertentu yang akan bermanfaat dalam
kehidupan dewasa. Bagaimana kita menyajikan rangsangan yang benar dan
memahami presepsi peserta didik, yang menjadi fokus bagi pemusatan perhatian
dan upaya mental mereka sehingga mereka sehingga mereka akan memperoleh
kemampuan yang penting.
Studi ilmiah tentang pembelajaran relatif baru. Dengan menggunakan
teknologi
yang
digunakan
oleh
ilmu
fisika,
para
peneliti
mencoba
menghubungkan pengalaman untuk memahami bagaimana manusia dan hewan
belajar. Salah seorang peneliti awal yang dianggap penting ialah Ivan Pavlov, B.F.
Skinner, Edward Lee Throndike, Guthrine, dan Hull, hal ini disebabkan karena
studinya tentang hubungan antara perilaku dan konsekuensi.
Pavlov
Ivan pavlov melakukan eksperiman terhadap anjing. Teori pembelajaran
menurut pavlov intinya adalah mengenai pengkondisian klasik yaitu proses yang
secara berulang-ulang menghubungkan rangsangan netral (stimulus yang tidak
menghasilkan respon) sebelumnya. dengan rangsangan tanpa pengkondisian
(unconditioning stimulus) guna membangkitkan tanggapan pengkondisian atau
stimulus yang terkondisikan (conditioning stimulus).Pavlov menemukan hukum
pengkondisian, yaitu pemerolehan (acquasition) merupakan latihan untuk
memperoleh sesuatu, pemadaman (extinction) yaitu beberapa responsebersyarat
hilang secara perlahan-lahan atau sama sekali untuk selamanya, generalisasi
(generalization)
yaitu
penyamarataan,
diskriminasi
(discrimination)
yaitu
pembedaan dan kondisioning tandingan (Davidoff. 1981).
Throndike
Throndike adalah psikolog Amerika yang pertama mengadakan eksperimen
hubungan stimulus-responsedengan hewan kucing melalui prosedur dan aparatus
yang sistematis. Throndike mengembangkan hukum law effect yaitu jika tindakan
diikuti oleh perubahan yang memuaskan dalam lingkingan.maka kemungkinan
tindakan iti akan diulang kembali akan semakin meningkat.
Skinner
Skinner menggunakan tikus dalam eksperimennya. Teori pembelajaran
menurut Skinner terpusat pada hubungan antara perilaku dan konsekuensinya.
Penggunaan
konsekuensi
yang
menyenangkan
yang
disebut
penguatan
(reinforcer) dan tidak menyenangkan disebut penghukuman (punishment) untuk
mengendalikan
perilaku
sering
disebut
pengkondisian
operant
(operant
conditionig). Dalam teori Skinner juga sikenal istilah shaping dan extinction.
Shaping yaitu pengajaran keterampilan atau perilaku-perilaku baru dengan
memberikan penguatan kepada peserta didik agar dapat menguasainya dengan
baik. Extinction yaitu mengurangi tingkah laku dengan menarik reinforcement
yang menyebabkan perillaku tersebut terjadi.
Prinsip pembelajaran perilaku meliputi peran konsekuensi, penguatan
(reinforcer), penghukuman (punishment), kesegaran konsekuensi (immediacy
consequence), pmbentukkan (shaping), kepunahan (extinction), jadwal penguatan
(schedule of reinforcement), ketahanan (maintenance), dan peran anteseden (role
of antendecedent).
Prinsip-prinsip tersebut akan dapat diterapkan dengan baik apabila guru
memahami tingkat profesionalismenya. Tingkat profesionalisme seorang guru
dapat diketahui dengan beberapa cara diantaranya dengan melakukan penelitian
presepsi peserta didik terhadap kemampuan seorang guru dalam melaksanakan
tugasnya. Menurut Kamus Lengkap Psikologi, Persepsi adalah: (1) Proses
mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera,
(2) Kesadaran dari proses-proses organis, (3) (Titchener) satu kelompok
penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa
lalu, (4) variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari
kemampuan organisasi untuk melakukan pembedaan diantara perangsangperangsang, (5) kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan
yang serta merta mengenai sesuatu (Chaplin, 2008: 358).Persepsi didefinisikan
sebagai suatu proses yang menggabungkan dan mengorganisir data-data indera
kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat
menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri (Shaleh,
2009:110). Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (2009:94)
adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh
informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan
sebagainya). Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi.
Setelah guru mengetahui kelemahan dari kemampuan mengajarnya maka guru
dapat menemukan cara untuk memunculkan stimulus yang tepat agar dapat
merangsang perkembangan peserta didiknya. Berikut ini adalah beberapa contoh
penerapan teori behavioristik di kelas.
Memberikan suasana yang menyenangkan ketika memberikan tugas-tugas
belajar.
Membantu peserta didik mengatasi secara bebas dan situasi-situasi yang
mencemaskan atau menakan.
Membantu peserta didik untuk mengenal perbedaan-perbedaan dan
persamaaan terhadap situasi sehingga mereka dapat membedakan dan
menggeneralisakan secara tepat.
1.2 Daftar Rujukan
Triyanto, Agus 2011. Teori-teori belajar (ppt)
Atkinson, Rita L., dkk. 1999. Pengantar Psikologi Jilid 1. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Wati, Widya 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran (doc)
Baharudin & Esa, 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Penerbit
AR-RUZZ MEDIA
Syamsuddin, Abin 2007.Psikologi Kependidikan. Bandung: Penerbit PT
REMAJA POSDAKARYA
Slavin, E.Robert 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Penerbit PT Indeks
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru dan Dosen
BAB III
KESIMPULAN
3.1.
Kesimpulan
Jadi yang dimaksud pembelajaran perubahan perilaku diri seorang yang
disebabkan oleh pengalaman. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana kita
menyajikan rangsangan yang benar, yang menjadi fokus bagi pemusatan perhatian
dan upaya mental mereka sehingga peserta didik dapat memperoleh kemampuan
yang penting baik dari segi kognitif maupun afektif. Kelemahan guru dalam untuk
memberikan stimulus yang tepat dapat diungkap melalui penelitian presepsi
peserta didik terhadap Aplikasi teori behavioristik dalam proses pembelajaran
untuk
memaksimalkan
tercapainya
tujuan
pembelajaran
(peserta
menunjukkan tingkah laku / kompetensi sebagaimana telah dirumuskan).
didik